PERKARA hukum pada dunia pendidikan Banten juga terjadi pada proyek pembangunan sekolah. Tepatnya pada proyek pekerjaan pembangunan sarana dan prasarana (Sarpras) di SMKN 1 Wanasalam dan SMKN 1 Cipanas.
Kontraktor pada paket pekerjaan tersebut yakni CV. Cahaya Ali Pratama, akan melaporkan Dindikbud Provinsi Banten lantaran tidak membayarkan sisa nilai kontrak proyek pekerjaan tersebut sebesar Rp1,4 miliar. Tidak dibayarkannya sisa nilai kontrak itu karena Dindik beranggapan pekerjaan baru terealisasi 63,4 persen.
Pihak kontraktor pun tak menerima alasan Dindikbud Provinsi Banten tersebut. Kuasa Hukum CV. Cahaya Ali Pratama, Dedi Eka Putra, menuding pihak Dindikbud Banten mengeluarkan keputusan tersebut sebagai upaya mengada-ngada dan dianggap melanggar perjanjian kontrak pada 12 Juli 2021.
Untuk diketahui, CV. Cahaya Ali Pratama ditetapkan sebagai pemenang lelang pada 2 Juli 2021, setelah mengikuti tahapan lelang yang dilakukan oleh Dindikbud Banten. CV. Cahaya Ali Pratama pun menerima Surat Penunjukan Penyedia Barang dan Jasa (SPPBJ) melalui Dindikbud pada 8 Juli 2021.
Dedi pun menceritakan kronologis perkara yang menimpa kliennya tersebut. Menurutnya, setelah proses pengerjaan pada batas waktu, kliennya baru menyelesaikan volume pekerjaan setara 70 persen. Maka dari itu, kontraktor baru menerima 50 persen dari nilai kontrak.
Untuk memenuhi volume pekerjaan sesuai dengan kontrak, kliennya pun mengajukan addendum dan menyerahkan hasil pekerjaan berdasarkan addendum yakni 150 hari kerja.
“Klien kami mengaku aneh karena tidak dibayarnya hak kontraktor tersebut. Diduga disebabkan oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang tiba-tiba menghadirkan (konsultan individu) dan menyetujui perhitungan sepihak,” ujar Kuasa Hukum Direktur CV Cahaya Ali Pratama, Dedi Eka Putra kepada awak media, Kamis (20/1).
Dedi menuturkan, persoalan muncul karena Dindikbud menetapkan hasil hitungan volume pekerjaan bukan dengan Konsultan Pengawas yang telah ditetapkan sesuai dengan kontrak pekerjaan, melainkan Konsultan Individu.
“Hasil hitungan volume pekerjaan 63,4 persen. Padahal menurut Konsultan Pengawas (sesuai Kontrak) perhitungan volume pekerjaan Kontraktor adalah sebesar 91,96 persen,” katanya.
Dalam hal ini, kontraktor juga ditekan dan dikondisikan untuk menandatangani pemutusan kontrak. Dindikbud Provinsi Banten pun dituding oleh Dedi telah melakukan serangkaian tindakan manipulatif. “Itu dilakukan dalam pembuatan dan penandatanganan surat Show Case Meeting (SCM) 1, 2 dan 3 yang memuat penilaian secara sepihak atas volume pekerjaan,” jelasnya.
Ia mengaku pihaknya telah berupaya menempuh jalur musyawarah untuk pemintaan pembayaran dengan cara bertemu langsung. Akan tetapi, Dindikbud justru malah menuduh kontraktor menurunkan Bahan Spesifikasi Bangunan. “PPK Dindik tidak juga berkeinginan untuk membayar,” katanya.
Menurutnya, Dindikbud Banten telah menyalahgunakan wewenang atas hak kontraktor yang menimbulkan kerugian. Padahal, secara faktual telah menyelesaikan pekerjaan di dua SMKN dengan volume pekerjaan 91 persen.
“Atas dasar (penilaian) konsultan pengawas, layak untuk digunakan. Jika tidak ada itikad baik dari Dindikbud Banten, maka kami akan membawa hal ini ke ranah hukum, karena memang ini tindakan dzolim,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur CV. Cahaya Ali Pratama, M Ismail Syaban, mengaku sangat dirugikan dengan tidak dibayarnya sisa nilai kontrak. Ia pun meminta agar Dindikbud Banten segera membayar hak dirinya yang belum dibayarkan. “Tentu saya sangat dirugikan. Kami ingin sisanya bisa dibayarkan,” katanya.
Kasi Sarana dan Prasarana pada Dindikbud Provinsi Banten, Asep Mudzakkir, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa belum ada laporan resmi dari kontraktor terkait pelaksanaan kerja, seperti laporan progres akhir. “Apa bukti yang harus kami bayar jadinya?” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa banyak hal yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan juga perencanaan, seperti halnya lantai dan atap. Ia mengaku bahwa terjadi pertemuan di salah satu hotel di Kota Serang bersama dengan Kejaksaan, untuk konsultasi awal apakah bisa dibayarkan sesuai dengan ketentuan.
“Adapun jika memang mau dibayar, saat ini kami masih menunggu hasil dari BPK. Kami belum bisa menjawab dengan penuh karena masih menunggu hasil dari pemeriksaan,” ungkapnya.
Sedangkan mengenai pengawas independen yang dibawa oleh Dindikbud Provinsi Banten untuk menilai progres pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor, ia enggan memberikan jawaban. Menurutnya, biarkan pengadilan yang memutuskan apakah pihaknya harus membayar sisa nilai proyek tersebut atau tidak.
“Karena ini sudah masuk ke substansi disomasi. Biar nanti kita lihat langsung saja, kan ada wasitnya untuk menilai. Biar nanti pengadilan yang memutuskan, apakah kami harus membayar atau tidak,” tandasnya.
(DZH/ENK)