Kategori: HEADLINE

  • Dibayar Setengah, Kontraktor Pembangunan Gedung SMK Negeri Tak Terima

    Dibayar Setengah, Kontraktor Pembangunan Gedung SMK Negeri Tak Terima

    PERKARA hukum pada dunia pendidikan Banten juga terjadi pada proyek pembangunan sekolah. Tepatnya pada proyek pekerjaan pembangunan sarana dan prasarana (Sarpras) di SMKN 1 Wanasalam dan SMKN 1 Cipanas.

    Kontraktor pada paket pekerjaan tersebut yakni CV. Cahaya Ali Pratama, akan melaporkan Dindikbud Provinsi Banten lantaran tidak membayarkan sisa nilai kontrak proyek pekerjaan tersebut sebesar Rp1,4 miliar. Tidak dibayarkannya sisa nilai kontrak itu karena Dindik beranggapan pekerjaan baru terealisasi 63,4 persen.

    Pihak kontraktor pun tak menerima alasan Dindikbud Provinsi Banten tersebut. Kuasa Hukum CV. Cahaya Ali Pratama, Dedi Eka Putra, menuding pihak Dindikbud Banten mengeluarkan keputusan tersebut sebagai upaya mengada-ngada dan dianggap melanggar perjanjian kontrak pada 12 Juli 2021.

    Untuk diketahui, CV. Cahaya Ali Pratama ditetapkan sebagai pemenang lelang pada 2 Juli 2021, setelah mengikuti tahapan lelang yang dilakukan oleh Dindikbud Banten. CV. Cahaya Ali Pratama pun menerima Surat Penunjukan Penyedia Barang dan Jasa (SPPBJ) melalui Dindikbud pada 8 Juli 2021.

    Dedi pun menceritakan kronologis perkara yang menimpa kliennya tersebut. Menurutnya, setelah proses pengerjaan pada batas waktu, kliennya baru menyelesaikan volume pekerjaan setara 70 persen. Maka dari itu, kontraktor baru menerima 50 persen dari nilai kontrak.

    Untuk memenuhi volume pekerjaan sesuai dengan kontrak, kliennya pun mengajukan addendum dan menyerahkan hasil pekerjaan berdasarkan addendum yakni 150 hari kerja.

    “Klien kami mengaku aneh karena tidak dibayarnya hak kontraktor tersebut. Diduga disebabkan oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang tiba-tiba menghadirkan (konsultan individu) dan menyetujui perhitungan sepihak,” ujar Kuasa Hukum Direktur CV Cahaya Ali Pratama, Dedi Eka Putra kepada awak media, Kamis (20/1).

    Dedi menuturkan, persoalan muncul karena Dindikbud menetapkan hasil hitungan volume pekerjaan bukan dengan Konsultan Pengawas yang telah ditetapkan sesuai dengan kontrak pekerjaan, melainkan Konsultan Individu.

    “Hasil hitungan volume pekerjaan 63,4 persen. Padahal menurut Konsultan Pengawas (sesuai Kontrak) perhitungan volume pekerjaan Kontraktor adalah sebesar 91,96 persen,” katanya.

    Dalam hal ini, kontraktor juga ditekan dan dikondisikan untuk menandatangani pemutusan kontrak. Dindikbud Provinsi Banten pun dituding oleh Dedi telah melakukan serangkaian tindakan manipulatif. “Itu dilakukan dalam pembuatan dan penandatanganan surat Show Case Meeting (SCM) 1, 2 dan 3 yang memuat penilaian secara sepihak atas volume pekerjaan,” jelasnya.

    Ia mengaku pihaknya telah berupaya menempuh jalur musyawarah untuk pemintaan pembayaran dengan cara bertemu langsung. Akan tetapi, Dindikbud justru malah menuduh kontraktor menurunkan Bahan Spesifikasi Bangunan. “PPK Dindik tidak juga berkeinginan untuk membayar,” katanya.

    Menurutnya, Dindikbud Banten telah menyalahgunakan wewenang atas hak kontraktor yang menimbulkan kerugian. Padahal, secara faktual telah menyelesaikan pekerjaan di dua SMKN dengan volume pekerjaan 91 persen.

    “Atas dasar (penilaian) konsultan pengawas, layak untuk digunakan. Jika tidak ada itikad baik dari Dindikbud Banten, maka kami akan membawa hal ini ke ranah hukum, karena memang ini tindakan dzolim,” tegasnya.

    Sementara itu, Direktur CV. Cahaya Ali Pratama, M Ismail Syaban, mengaku sangat dirugikan dengan tidak dibayarnya sisa nilai kontrak. Ia pun meminta agar Dindikbud Banten segera membayar hak dirinya yang belum dibayarkan. “Tentu saya sangat dirugikan. Kami ingin sisanya bisa dibayarkan,” katanya.

    Kasi Sarana dan Prasarana pada Dindikbud Provinsi Banten, Asep Mudzakkir, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa belum ada laporan resmi dari kontraktor terkait pelaksanaan kerja, seperti laporan progres akhir. “Apa bukti yang harus kami bayar jadinya?” ujarnya.

    Ia mengatakan bahwa banyak hal yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan juga perencanaan, seperti halnya lantai dan atap. Ia mengaku bahwa terjadi pertemuan di salah satu hotel di Kota Serang bersama dengan Kejaksaan, untuk konsultasi awal apakah bisa dibayarkan sesuai dengan ketentuan.

    “Adapun jika memang mau dibayar, saat ini kami masih menunggu hasil dari BPK. Kami belum bisa menjawab dengan penuh karena masih menunggu hasil dari pemeriksaan,” ungkapnya.

    Sedangkan mengenai pengawas independen yang dibawa oleh Dindikbud Provinsi Banten untuk menilai progres pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor, ia enggan memberikan jawaban. Menurutnya, biarkan pengadilan yang memutuskan apakah pihaknya harus membayar sisa nilai proyek tersebut atau tidak.

    “Karena ini sudah masuk ke substansi disomasi. Biar nanti kita lihat langsung saja, kan ada wasitnya untuk menilai. Biar nanti pengadilan yang memutuskan, apakah kami harus membayar atau tidak,” tandasnya.

    (DZH/ENK)

  • Mengungkap Sunat dan Intimidasi di BOP PAUD Pandeglang

    Mengungkap Sunat dan Intimidasi di BOP PAUD Pandeglang

    SELAIN di lingkungan Pemprov Banten, dugaan penyelewengan pendidikan juga terjadi di lingkungan Pemeritnah Kabupaten Pandeglang. Diduga, Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) untuk lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di wilayah itu, jadi ‘santapan’ oknum.

    Akhir 2021 lalu, Bupati Pandeglang, Irna Narulita membenarkan adanya dugaan pemotongan bantuan untuk PAUD di Kabupaten Pandeglang. Pemkab mendapatkan alokasi anggaran dari APBN untuk BOP 672 PAUD, dimana setiap PAUD mendapatkan bantuan sebesar Rp5 juta.

    Setelah dicairkan, diduga ada oknum yang menjadi dalang penyunatan BOP itu Rp3 juta per lembaga, mengatasnamakan Bupati Pandeglang. Irna pun membenarkan adanya praktik culas tersebut. Informasi itu katanya, didapatkannya dari salah satu anggota DPRD Banten.

    “Iya, jadi ada seorang anggota DPRD Provinsi Banten nanya masalah itu (penyunatan BOP PAUD, red). Katanya atas nama Bupati, setiap oknum gitu tuh, atas nama Bupati,” aku Irna.

    Anggota DPRD Banten yang dimaksud Irna adalah Fitron Nur Ikhsan. Anggota Frkasi Partai Golkar itu juga mengungkapkan kepada media adanya dugaan intimidasi terhadap pengelola PAUD, yang dilakukan oknum ASN berinisial M.

    Kata Fitron, ada dua bentuk intimidasi yang dilakukan oknum ASN di Pandeglang itu, pertama, intimidasi itu dilakukan agar para Kepala PAUD membeli buku yang disediakan oknum, kedua intimidasi didorong untuk menyembunyikan fakta yang dilakukan oknum.

    “Ada dua kali, intimidasi yang dilakukan oknum kepada para Kepala PAUD di Kabupaten Pandeglang,” kata Fitron, Kamis (6/1).

    Akibat intimidasi yang dilakukan oleh oknum ASN tak bertanggung jawab itu, para Kepala PAUD yang tersebar di Kabupaten Pandeglang pada takut, sehingga menuruti apa yang diinginkan oknum tersebut.

    “Ada intimidasi dan pengelola PAUD pada takut, makanya saya imbau ini bukan kebijakan Bupati Pandeglang, jadi jangan takut kepada PAUD untuk mengembalikan bukunya. Jangan membayar, bagi yang belum membayar. Karena ini bukan kebijakan Pemerintah Kabupaten Pandeglang, tapi ini kebijakan oknum yang tak bertanggungjawab mengatasnamakan pemerintah demi kepetingan pribadi,” tambahnya.

    Ia juga mendesak pihak Inspektorat, untuk melanjutkan pemeriksaannya hingga menemukan fakta yang benar, terhadap persoalan tersebut. Sebab dinilainya, itu langkah yang tepat.

    “Menurut saya, yang dilakukan Inspektorat tepat, dan harus terus dilanjutkan. Silahkan usut dan temukan dalang dibalik persoalan ini,” tandasnya.

    Saat ini, dugaan pemotongan itu telah memasuki tahapan Pemeriksaan Khusus (Riksus) yang dilakukan Inspektorat Pemkab Pandeglang. Diduga pemotogan ini melibatkan seorang oknum ASN berinisial M.
    Bahkan, Riksus yang sedang diproses Inspektorat Pandeglang itu, sekarang menjalar kepada para Ketua Pengurus Cabang Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (PC Himpaudi) se-Kabupaten Pandeglang, yang sudah dipecat beberapa waktu lalu oleh PD Himpaudi Pandeglang.

    Inspektur Pembantu (Irban) I Inspektorat Pandeglang, Gunara Daradjat menyatakan, proses Riksus dalam kasus tersebut terus berjalan. Bahkan ungkap dia, saat ini pihaknya sedang memproses (memeriksa) para Koordinator Kecamatan (Korcam) atau para Ketua PC Himpaudi yang sudah pada dipecat.

    “Kami panggil, karena mereka telah dipecat dari jabatannya sebagai Ketua PC Himpaudi. Makanya kami pertegas, mempertanyakan hal itu kenapa terjadi. Kami tanyakan soal salah atau tidaknya. Karena kalau tak ada sebab, tidak mungkin dipecat,” kata Gunara, Minggu (23/1).

    Dalam proses Rikus yang dilaksnakan Inspektorat itu, sudah ada sebanyak 9 orang yang dimintai keterangan. Bahkan, Senin sampai Rabu mendatang bakal ada 7 orang yang bakal diperiksa.
    “Dalam proses Riksus itu, kami sudah panggil 9 orang, dan nanti hari Senin-Rabu-pun kami panggil lagi sekitar 7 orang. Nanti kami kembangkan lagi, dari hasil pekan ini dengan pekan depan (Senin-Rabu),” tambahnya.

    Ditegaskannya lagi, selain para mantan Ketua PC Himpaudi, pihaknya juga bakal memeriksa para pihak lainnya yang terkait dalam persoalan BOP PAUD tersebut.

    “Yang sudah dipanggil pekan ini, para mantan Korcam (Katua PC Himpaudi), kemudian nanti dari Dinas Pendidikan juga bakal kami panggil, penilik dan Himpaudi bakal kami panggil,” ungkapnya.
    Dijabarkannya, Namanya Riksus itu masuk pada pendalaman materi, kemungkinan yang kemarin sudah pernah dihadirkan atau diundang untuk dimintai keterangan, bakal diminta lagi keterangan lebih mendalam, dalam Riksus tersebut.

    “Pengembangan dari apa yang kami dapat informasi maupun data dan fakta dari hasil pemeriksaan klarifikasi sebelumnya. Mungkin nanti bakal semakin berkembang orang-orang yang dipanggilnya, antara yang memang berkaitan dengan hasil pengembangan pada saat klarifikasi maupun para pemberi keterangan diperdalam lagi di Riksus ini,” terangnya.

    Target penyelesaian Riksus yang dilakukan pihak Inspektorat Pandeglang itu, bakal disesuaikan dengan pekembangan. “Target sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan,” tandasnya.

    Dalam menjalani Riksus, Inspektorat kabupaten Pandeglang memang tak selalu berjalan mulus. Bahkan, muncul adanya indikasi terjadinya intimidasi dan pengarahan terhadap pengelola PAUD oleh oknum ASN inisial Mr. M.

    Dengan begitu, Inspektorat Pandeglang memastikan oknum ASN berinisial M yang diduga menjadi dalang dalam kasus tersebut, bakal dipanggil dan diperiksa.

    Inspektur Inspektorat Pandeglang, Ali Fahmi Sumanta mengatakan, pihaknya belum berhenti mendalami kasus tersebut. Hanya saja, saat diminta point apa saya yang bakal didalami, ia masih enggan memaparkannya dan meminta wartawan menunggu hasil Riksus yang dilakukannya.

    “Nanti saja, lihat hasilnya. Kami belum bisa menyampaikan,” ujarnya.

    Sebelum memeriksa Mr. M tandasnya, pihaknya terlebih dahulu akan mendalami pemeriksaan para pihak terkait seperti, pengeloa PAUD hingga jajaran Dindikpora Pandeglang.

    “Mr. M dipanggilnya terakhir. Kan ditingkatkan ke Riksus, ini karena kaitan ke tahapan Mr. M. Perkembangannya, akan kami cari tahu dulu,” ungkapnya, seraya menegaskan, dirinya dan Irban I yang akan langsung memeriksa M.

    Ketua Pengurus Daerah Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (PD Himpaudi) Pandeglang, Ika Dian Supriyatna mengatakan, tidak diharuskan para pengelola PAUD membeli buku-buku yang kurang bermanfaat.

    Bahkan katanya, pengadaan buku kesetiap PAUD dari anggaran BOP dinilai hanya merusak kreativitas anak. “Setiap pembelanjaan itu disesuaikan dengan juknis, pembelian buku harus jika sekolah itu membutuhkan, dan harus sesuai Rencana Kerja Sekolah (RKS) yang dibuat. Namun semua itu harus sesuai kebutuhan, tidak diharuskan pula membeli buku-buku yang kurang begitu manfaat,” kata Ika, Minggu (16/1).

    (NIPAL/MARDIANA/ENK/BNN)

  • Pendidikan Banten di Tengah Pusaran Hukum

    Pendidikan Banten di Tengah Pusaran Hukum

    BESARNYA alokasi anggaran yang diperuntukkan bagi dunia pendidikan, berbanding lurus dengan dugaan penyelewengan di sektor tersebut. Bantuan pendidikan hingga pembangunan infrastruktur pendidikan di berbagai tingkatan dan berbagai level pemerintahan di Provinsi Banten, masih kental dengan aroma korupsi.

    Pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Daerah untuk sekolah swasta pada tahun 2020 bakal dilaporkan oleh Perkumpulan Maha Bidik Indonesia ke aparat penegak hukum (APH). Pelaporan tersebut dilakukan lantaran diduga terjadi perbuatan melawan hukum, karena menabrak aturan dalam pencairannya,

    Di sisi lain, dana BOS Daerah dan BOS Nasional untuk sekolah swasta di Provinsi Banten, pun berpotensi diseret ke meja hijau. Sebab, dalam penggunaannya diduga terjadi penyalahgunaan oleh pihak Yayasan, dan diduga tidak mematuhi Undang-undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan.

    Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat S, mengatakan bahwa pada Senin (24/1) hari ini, pihaknya akan secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pada pencairan dana BOS Daerah sekolah-sekolah swasta tahun 2020 ke Polda Banten.

    “Laporan pengaduan ini atas dugaan dana BOS Daerah tahun 2020 untuk sekolah-selolah swasta yang dalam bentuk hibah berupa uang tunai dilakukan tidak sesuai dengan mekanisme hibah sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat 1 Pergub Banten nomor 10 tahun 2019, yang diundangkan dan berlaku tanggan 23 April 2019,” ujarnya kepada BANPOS, Minggu (23/1).

    Dalam ketentuan pasal tersebut, diketahui bahwa pihak-pihak yang mengajukan hibah baik itu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Lain, BUMD/BUMN, Badan, Lembaga dan Organisasi Kemasyarakatan, wajib menyampaikan permohonan hibah secara daring melalui situs Pemerintah Daerah atau e-Hibah.

    “Berdasarkan data berupa daftar nama penerima hibah berupa uang tahun anggaran 2020, didapatkan data nilai yang dihibahkan untuk sekolah-sekolah swasta, khususnya SMK dan SMA, lebih dari Rp65 miliar, dimana porsi untuk SMK swasta lebih besar jika dibandingkan dengan SMA swasta,” tuturnya.

    Karena tidak dilakukan sesuai dengan mekanisme yang ada, pihaknya pun menduga pencairan BOS Daerah 2020 memenuhi unsur ketentuan pasal 2 dan 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). “Pencairan dana hibah yang dilakukan permohonannya tanpa melalui e-hibah, kami menduga telah melanggar ketentuan Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor,” ungkapnya.

    Untuk diketahui, pasal 2 ayat 1 Undang-undang Tipikor berbunyi ‘Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

    Adapun pasal 3 berbunyi ‘Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta.

    Selain itu, pihaknya juga menduga selama ini Laporan Keuangan sekolah-sekolah swasta yang mayoritas memiliki badan hukum berbentuk yayasan, diduga melanggar ketentuan Pasal 52 Undang-undang nomor 28 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

    “Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, jelas berbunyi ikhtisar laporan keuangan bagi Yayasan yang memperoleh bantuan negara, bantuan luar negeri dan/atau pihak lain sebesar Rp500 juta atau lebih dalam satu tahun buku, diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia dan diaudit oleh Akuntan Publik,” ujarnya.

    Ia menuturkan bahwa sekolah swasta yang berbadan hukum Yayasan di Provinsi Banten, patut diduga jika anggaran dana BOS Daerah dan BOS Nasional serta Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dan Dana Sumbangan Pendidikan (DSP), melebihi besaran ketentuan pada Undang-undang tersebut.

    “Jika suatu sekolah swasta menerima dana BOS Daerah sekitar Rp130 juta ditambah dengan BOS Nasional, (berdasarkan perhitungan) maka patut diduga masuk kategori ketentuan pasal 52 Undang-undang Yayasan tersebut. Itu dari perhitungan BOS Nasional dan BOS Daerah saja, di luar SPP dan DSP serta sumbangan pihak III,” terangnya.

    Penggunaan dana BOS Daerah pun diduga tidak sesuai dengan Pergub Banten Nomor 23 tahun 2017. Menurutnya, jika nanti terbukti bahwa terjadi ketidaksesuaian penggunaan dana BOS Daerah oleh pihak sekolah atau Yayasan, maka berpotensi pula melanggar Pasal 70 Undang-undang Yayasan.

    “Sehingga jika ini nanti terbukti (penggunaannya tidak sesuai Pergub 23), maka akan ada potensi melanggar ketentuan pasal 70 Undang-undang Yayasan dengan ancaman hukuman paling lama 5 tahun,” katanya.

    Sebelumnya, Ojat mengatakan bahwa dirinya menemukan beberapa permasalahan lain dalam pengelolaan dana BOS Daerah maupun BOS Nasional. Hal itu setelah dirinya melakukan penelusuran melalui permohonan informasi kepada beberapa sekolah swasta.

    “Saat ini saya sedang bersengketa informasi dengan beberapa SMA swasta besar yang menerima dana hibah yang sangat besar, sekitar Rp500 juta hingga Rp600 juta. Dari enam sekolah, hanya satu sekolah yang menjawab surat permohonan informasi kepada saya,” ucapnya.

    Dari jawaban salah satu Kepala Sekolah tersebut, ternyata diduga terjadi penyalahgunaan anggaran dana BOS Daerah dan BOS Nasional oleh pihak yayasan. Sebab, anggaran BOS tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk kepentingan operasional sekolah.

    “Kepala Sekolah yang menjawab surat saya, cerita kepada saya sambil menangis. Dia cerita bahwa dana BOS Daerah dan BOS Nasional yang dicairkan kepada sekolah, hanya turun sebesar 40 persen saja. Sedangkan sisanya itu dinikmati oleh pihak yayasan,” jelasnya.

    Dari permasalahan pencairan dana BOS Daerah untuk swasta tahun 2020 dan dugaan penyalahgunaan anggaran BOS baik daerah maupun nasional oleh pihak yayasan, dirinya pun melaporkan sengkarut permasalahan dana BOS tersebut kepada aparat penegak hukum.

    “Ini makanya saya melaporkan itu. Artinya, jika ada penyimpangan penggunaan dana BOS nya, maka ada unsur memperkaya orang lain. Makanya saya minta itu untuk segera diselidiki,” katanya.

    Berdasarkan penelusuran BANPOS, diketahui bahwa pencairan dana BOS Daerah untuk swasta ditandatangani oleh Plt. Kepala Dindikbud Provinsi Banten yang saat itu sedang menjabat, yakni Muhammad Yusuf. Hal itu berdasarkan foto Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang diterima oleh BANPOS.

    Saat ingin dikonfirmasi BANPOS melalui sambungan telepon, Muhammad Yusuf tidak kunjung mengangkat panggilan telepon. Lebih dari tiga kali BANPOS mencoba menghubungi, namun hasilnya tetap nihil.

    Sementara Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani, saat ingin dikonfirmasi melalui sambungan telepon pun tidak mengangkat. Begitu pula dengan Sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, Muhammad Taqwim.

    (DZH/ENK)

  • Penyidik Polres Serang Kota Diperiksa Karena Beri Restorative Justice Pada Kasus Pemerkosaan

    Penyidik Polres Serang Kota Diperiksa Karena Beri Restorative Justice Pada Kasus Pemerkosaan

    SERANG, BANPOS – Pembebasan pemerkosa penyandang disabilitas mendapat sorotan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Lembaga yang salah satu tugasnya mengawasi kinerja Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tersebut menilai bahwa pembebasan pelaku atas dasar restorative justice tidak bisa dibenarkan.

    Bahkan, Kompolnas meminta bagian Pengawasan dan Penyidikan (Wassidik) dan Propam Polda Banten, untuk memeriksa penyidik yang menangani perkara dugaan pemerkosaan penyandang disabilitas tersebut. Apalagi Polres Serang Kota telah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

    Juru bicara Kompolnas, Poengky Indarti, mengatakan bahwa Kompolnas akan melakukan klarifikasi terhadap perkara tersebut. Ia pun meminta agar segera dilakukan pemeriksaan terhadap penyidik yang ditugaskan pada perkara itu.

    “Kami merekomendasikan Wassidik dan Propam turun untuk memeriksa penyidik kasus tersebut,” ujar Poengky dalam rilis yang diterima.

    Poengky menilai, kasus perkosaan bukan merupakan delik aduan. Sehingga meskipun pelapor bermaksud mencabut kasus, proses pidananya tetap harus berjalan. Selain itu, restorative justice pun tidak bisa dilakukan untuk kasus pemerkosaan.

    “Alasan restorative justice itu untuk kasus-kasus pidana yang sifatnya ringan. Bukan kasus perkosaan, apalagi terhadap difabel yang wajib dilindungi. Dalam kasus ini, sensitivitas penyidik harus tinggi,” tegas Poengky.

    Ia pun menyayangkan jika penyidik menghentikan penyidikan terhadap dua pelaku dugaan perkosaan, dengan alasan laporan sudah dicabut. Ia menegaskan bahwa polisi memiliki tugas melakukan kontrol sosial dengan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan.

    “Alasan pencabutan laporan karena adanya perdamaian dengan cara kesediaan pelaku untuk menikahi korban yang telah hamil 6 bulan juga perlu dikritisi, mengingat pelaku sebelumnya telah tega memerkosa korban. Sehingga aneh jika kemudian menikahkan pelaku perkosaan dengan korban,” tuturnya.

    Di tempat terpisah, Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Hutapea, mengaku akan meneliti kembali penangguhan dua tersangka pemerkosa yang sebelumnya ditahan selama 41 hari sejak 27 November 2021.

    “Kami sudah melakukan restorative justice, karena keinginan kedua belah pihak. Tapi, kalau ada masukan-masukan akan kami teliti kembali. Bisa dilanjutkan. Memang ini (restorative justice) inisiatif pelapor karena dasar kemanusiaan,” terangnya.

    Sementara itu, Polda Banten pun langsung menindaklanjuti rekomendasi dari Kompolnas dengan melakukan pemeriksaan terhadap penyidik yang menangani perkara pemerkosan gadis disabilitas mental asal Kecamatan Kasemen itu.

    Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Shinto Silitonga, dalam keterangan tertulisnya mengatakan bahwa Polda Banten menindaklanjuti rekomendasi dan saran dari Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti.

    “Polda Banten menurunkan personel dari tim Bidpropam untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap para penyidik yang melakukan penanganan perkara pemerkosaan gadis difabel,” ujar Shinto pada Jumat (21/1).

    Selain itu, Shinto menuturkan bahwa Polda Banten juga mengerahkan tim Wassidik Ditreskrimum untuk melakukan fungsi pengawasan terkait penerapan restorative justice yang dilakukan oleh Polres Serang Kota.

    “Apakah sesuai dengan ketentuan dalam Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif,” kata Shinto.

    Dikecam DPR RI

    ANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Nur’aeni, mengaku miris dan kecewa dengan langkah restorative justice yang dilakukan oleh Polres Serang Kota, atas kasus pemerkosaan disabilitas mental asal Kecamatan Kasemen, Kota Serang.

    Menurut Nur’aeni, restorative justice yang ditempuh oleh Polres Serang Kota sehingga membebaskan para pelaku, sangat bertentangan dengan semangat dari pemerintah pusat dalam mengentaskan masalah kekerasan seksual.

    “DPR dalam paripurna sudah mengetok RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), untuk masuk ke Prolegnas tahun 2022. Namun anehnya, di daerah justru muncul kasus seperti ini. Berarti daerah masih setengah-setengah dalam memandang masalah ini,” ujarnya.

    Polres Serang Kota pun menurutnya, masih memandang masalah tindak kekerasan seksual, apalagi terhadap penyandang disabilitas, sebagai perkara yang biasa, sampai-sampai pelakunya dibebaskan. Ia menegaskan bahwa hal itu tidak boleh terjadi lagi.

    “Ini yang tidak benar menurut saya. Jangan berikan ruang bagi pelaku pemerkosaan, apalagi dibebaskan dengan dalih apapun. Meskipun diklaim sudah dilakukan upaya perdamaian secara kekeluargaan,” tegasnya.

    Politisi perempuan asal Partai Demokrat ini menegaskan, langkah pembebasan pelaku pemerkosaan oleh Polres Serang Kota dapat berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.

    “Kalau seandainya setiap kasus pemerkosaan dilakukan lewat cara-cara perdamaian ataupun ada lobi, ini tidak akan membuat efek jera. Walaupun ada dalih ini kan untuk melindungi korban karena difabel, khawatir ada ancaman. Makanya, perlu pendampingan khusus. Karena ini bukan kasus ecek-ecek, ini kasus pemerkosaan yang merupakan pelanggaran HAM, terlebih terhadap disabilitas,” ungkapnya.

    Ia pun menyayangkan dinikahinya korban dengan salah satu pelaku. Menurutnya, perlu diusut siapa yang berinisiatif untuk mengambil langkah perdamaian melalui pernikahan itu. Karena menurutnya, hal itu bisa mengarah pada kekerasan seksual yang lebih jauh lagi.

    “Jadi mengapa bisa diputuskan dengan mudah? Kan ini bukan persoalan yang gampang. Jangan mentang-mentang hamil lalu dinikahkan. Kalau menurut saya, ini bukan menyelesaikan satu persoalan, malah akan menambah persoalan yang baru bagi si korban,” tandasnya.

    Sementara itu, Sekretaris Umum HMI MPO Cabang Serang, Ega Mahendra, mengatakan bahwa diputuskannya langkah Restorative Justice terhadap perkara pemerkosaan penyandang disabilitas, merupakan salah berpikir dari Polres Serang Kota atas konsep Restorative Justice.

    “Kalau kasus pemerkosaan ini bisa dilakukan Restorative Justice cukup dengan keterangan bahwa pelaku siap menikahi korban, tentu akan banyak kasus pemerkosaan-pemerkosaan lainnya. Tinggal kuat-kuatan relasi dan harta kalau seperti itu. Jelas ini merupakan salah pikir terkait Restorative Justice,” ujarnya.

    Di sisi lain, pelaku pemerkosaan terdiri dari dua orang. Salah satu klausul perdamaian yang disebut merupakan keinginan dari pihak keluarga, mewajibkan pelaku untuk menikahi korban serta menafkahi lahir batin hingga akhir hayatnya.

    “Menurut saya ini aneh, karena dari dua orang ini, siapa yang akan menikahi? Atas dasar apa dia yang harus menikahi? Keduanya kan sama-sama pelaku. Tidak mungkin keduanya menikahi korban. Artinya, kalau hanya satu orang yang akan menikahi, mengapa pelaku lainnya dibebaskan. Ini jelas tidak adil,” tegasnya.

    Selain itu menurutnya, secara aturan Islam pun dilarang untuk menikahi wanita yang tengah hamil di luar pernikahan. Sebab, hal itu akan terjadi bias nasab, meskipun jika sudah jelas siapa ayah kandungnya tetap tidak bisa dinasabkan kepada sang ayah.

    “Apalagi berdasarkan informasi yang perwakilan kami dapatkan pada saat turun ke lapangan, ternyata pernikahan korban dengan pelaku tidak dihadiri oleh Wali dari korban. Jelas ini merupakan bentuk permainan terhadap agama dan hukum,” ungkapnya.

    Pernikahan yang terjadi antara korban dan salah satu pelaku pun dikhawatirkan oleh pihaknya, malah menambah permasalahan yang dialami korban. Sebab, bisa saja korban mengalami trauma terhadap pelaku, dan dipaksa untuk tinggal serumah dengan ikatan pernikahan yang ia anggap sebagai paksaan.

    “Kalau dinikahkan, apa enggak ada ketakutan bahwa si korban malah akan tersiksa lahiriah dan batiniyah. Justru korban akan tertekan dinikahkan dengan salah satu pelaku, karna korban dinikahkan bukan dengan orang yang dia sukai, justru yang dia benci saat ini,” ucapnya.

    Maka dari itu, ia pun mendesak agar negara, khususnya Pemerintah Kota Serang, untuk turun tangan mengambil alih hak asuh korban, dan dijadikan sebagai tanggungan negara. Karena, pihak keluarga korban pun sangat sulit untuk dipercaya, mengingat salah satu pelaku merupakan paman korban, dan yang mewakili korban merupakan bibi dari korban yang diduga istri pelaku.

    “Korban ini tengah hamil enam bulan. Ini seharusnya menjadi tanggungan negara, agar dirawat oleh Pemerintah Kota Serang karena pihak keluarga pun tidak bisa menjaganya. Supaya korban memiliki rasa aman dan kenyamanan pada dirinya, sebagai proses pemulihan atas kejadian itu,” ungkapnya.

    Ia pun mendesak Polres Serang Kota untuk mencabut keputusan Restorative Justice yang dibuat, dan membuka kembali penyelidikan kasus tersebut. Sebab tanpa laporan pun, kasus pemerkosaan tetap bisa diselidiki oleh Kepolisian lantaran bukan delik aduan.

    “Kami mendesak Polres Serang Kota untuk menindak kasus kejahatan seksual ini dengan tuntas dan pelaku harus dihukum, jangan sampai dibiarkan begitu saja. Ini adalah delik biasa, maka dari itu walaupun tidak ada laporan, polisi harus menindak pelaku kejahatan tersebut. Jangan biarkan predator seksual berkeliaran,” tandasnya.

    (DZH/ENK)

  • Melawan, Gembong Pencurian Mobil Asal Pandenglang Dibedil Tim Resmob

    Melawan, Gembong Pencurian Mobil Asal Pandenglang Dibedil Tim Resmob

    SERANG, BANPOS- Gembong pencurian mobil spesialis kendaraan pickup atau bak terbuka berhasil diringkus Tim Reserse Mobile (Resmob) Polres Serang. Selain pelaku pencurian, Tim Resmob juga mengamankan tersangka So alias Rehan (40), perantara penjualan mobil hasil pencurian.

    Tersangka TK alias Aceng (28) warga Kampung Batu Lingga, Desa Kadu Maneuh, Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang ditangkap di tempat persembunyiannya di wilayah Jasinga Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

    Tersangka yang merupakan diburu personil Satreskrim jajaran Polda Banten ini terpaksa dilumpuhkan dengan timah panas karena melakukan perlawanan saat diminta menunjukkan tempat persembunyiannya tersangka lainnya.

    “Petugas terpaksa melakukan tindakan tegas dan terukur karena melakukan perlawanan saat diminta menunjukkan tempat persembunyiannya tersangka lainnya,” terang Kapolres Serang AKBP Yudha Satria didampingi Kasatreskrim AKP Dedi Mirza, Minggu (23/1/2022).

    Kapolres menjelaskan pengungkapan kasus pencurian spesialis mobil bak terbuka ini merupakan tindak lanjut dari laporan Vidia Mainda (33) warga Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang pada Minggu (26/12/2022).

    Dalam laporannya, korban menceritakan telah kehilangan mobil Carry Futura pick up A 8625 AF yang di parkir di garasi berikut tabung gas melon sebanyak 32 buah yang ada di atas mobil.

    “Berbekal dari laporan tersebut, Tim Resmob langsung bergerak melakukan penyelidikan,” ungkap Kapolres.

    Dari hasil penyelidikan diketahui, para pelaku pencurian berada di daerah Jasinga. Tanpa membuang waktu, Tim Resmob yang dipimpin Kasatreskrim AKP Dedi Mirza, Kamis (20/1), bergerak ke lokasi persembunyian pelaku dan berhasil menangkap tersangka TK saat sedang tidur di tempat kontrakannya.

    “Dari keterangan TK, aksi pencurian mobil dilakukan bersama RD alias Kaceng, juga warga Kecamatan Banjar, yang tinggal masih di sekitaran Jasinga dibantu So alias Rehan perantara penjualan mobil curian,” ungkap Kapolres.

    Berbekal pengakuannya, tersangka RK langsung digelandang menunjukkan persembunyian RD alias Kaceng. Namun saat rumah kontrakannya digerebeg, tersangka RD tidak ada di tempat.

    “Saat menunjukan persembunyian Kaceng, tersangka TK mencoba melakukan perlawanan dan terpaksa dilakukan tindak tegas dan terukur. Setelah itu, tim kembali bergerak dan berhasil meringkus tersangka Rehan,” kata Yudha Satria.

    Tersangka TK alias Aceng, kata Kapolres, diketahui merupakan residivis dan tercatat baru bebas dari Rutan Serang pada 2020 dalam kasus yang sama. Setelah bebas, tersangka TK kembali berulah dan mengakui 4 kali mencuri mobil di wilayah hukum Polres Serang.

    “Diakui 4 kali mencuri mobil di wilayah hukum Polres Serang. Tersangka merupakan buruan jajaran Polda Banten karena melakukan aksi serupa di wilayah Pandeglang, Lebak, Kota Serang dan Cilegon. Untuk tersangka RD alias Kaceng masih dalam pencarian,” tandasnya.

    Barang bukti yang diamankan dari tersangka, 1 unit mobil Daihatsu Grand Max hasil kejahatan, Honda Vario, 11 buah songket, 1 kunci T dan 6 mata kunci T, 2 golok, obeng dan palu yang merupakan sarana kejahatan. (RED)

  • MAKI Laporkan Pejabat Bea Cukai Bandara Soetta Karena Dugaan Pemerasan dan Pungli

    MAKI Laporkan Pejabat Bea Cukai Bandara Soetta Karena Dugaan Pemerasan dan Pungli

    TANGERANG, BANPOS – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan tindak pemerasan dan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum pejabat Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten.

    Dalam laporannya, oknum pejabat Bea Cukai Bandara Soetta itu memeras perusahaan jasa ekspedisi sebesar Rp5 ribu per kilogram barang yang dikirimkan dari luar negeri. Jika tidak dipenuhi, perusahaan jasa ekspedisi tersebut akan ditutup. Total uang yang dikuras oleh oknum tersebut pada satu perusahaan, mencapai hingga Rp1,7 miliar.

    Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan bahwa pelaporan dugaan pemerasan dan pungli itu merupakan hasil koordinasi dengan Menkopolhukam, Mahfud MD. Sehingga pafa 8 Januari lalu, dirinya pun langsung berkirim surat kepada Kejati Banten, melalui sarana media elektronik.
     
    “Adanya dugaan pemerasan/pungli yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) di Bea dan Cukai berdinas di Bandara Soekarno Hatta Tangerang, dimana peristiwa tersebut terjadi pada bulan April 2020 hingga bulan April 2021 atau tepatnya selama setahun,” ujar Boyamin dalam rilis yang diterima BANPOS, Sabtu (22/1).

    Menurutnya, dugaan pemerasan dan pungli tersebut dilakukan dengan modus menekan kepada sebuah perusahaan jasa ekspedisi yaitu PT. SQKSS baik secara tertulis maupun lisan atau verbal.

    “Tertulis berupa surat peringatan tanpa alasan yang jelas dan verbal berupa ancaman penutupan usaha perusahaan tersebut. Semua dilakukan oknum tersebut dengan harapan permintaan oknum pegawai dipenuhi oleh perusahaan,” katanya.
     
    Boyamin mengatakan, oknum tersebut diduga meminta uang setoran sebesar Rp5 ribu per kilogram barang kiriman dari luar negeri. Namun, pihak perusahaan hanya mampu memberikan sebesar Rp1 ribu per kilogram.

    “Oleh sebab itu usahanya terus mengalami gangguan selama satu tahun, baik verbal maupun tertulis. Meskipun perusahaan telah melakukan pembayaran dugaan pemerasan/pungli, menurut oknum tersebut jumlah yang dibayarkan di bawah harapan sehingga akan ditutup usahanya, meskipun berulang kali perusahaan telah menjelaskan kondisi keuangan sedang sulit karena terpengaruh kondisi Covid-19,” terangnya.
     
    Ia mengatakan, oknum tersebut berinisial AB yang merupakan pejabat bea cukai setingkat Eselon III dengan jabatan sejenis Kepala Bidang, dan inisial VI merupakan pejabat setingkat Eselon IV dengan jabatan sejenis Kepala Seksi di kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta Tangerang.
     
    “Modus dugaan pemerasan/pungli adalah Terlapor menelpon dan meminta pertemuan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur. Untuk menghilangkan jejak, terlapor pada saat pertemuan meminta agar nomor HP orang keuangan dan staffnya yang terlibat dalam penyerahan uang selama setahun diserahkan dan diganti nomor karena takut disadap,” katanya.

    Ia menduga, kedua oknum itu menghubungi pihak perusahaan melalui sambungan telepon untuk meminta ‘jatah’ mereka agar dapat segera diserahkan. “Akhirnya terlaksana penyerahan uang  dugaan nominal sekitar Rp1,7 miliar,” ucapnya.

    Ia pun menduga masih banyak perusahaan lainnya yang menjadi korban pemerasan dan pungli oleh oknum Bea Cukai Bandara Soetta tersebut. Namun yang berani untuk buka suara, hanya satu perusahaan saja. Kemungkinan, perusahaan yang lain lebih memilih tetap mempertahankan kelangsungan usaha mereka.

    “Laporan aduan dugaan pemerasan/pungli ini telah mendapat tanggapan untuk ditindaklanjuti oleh Kejati Banten. MAKI akan mengawal laporan ini dalam bentuk mengajukan gugatan Praperadilan apabila mangkrak proses penanganannya,” tandasnya.

    (RUS/DZH/ENK)

  • 5 Suspek Omicron Sehari, Ratusan Warga Kota Tangerang Positif Covid

    5 Suspek Omicron Sehari, Ratusan Warga Kota Tangerang Positif Covid

    TANGERANG, BANPOS – Dalam sehari, sebanyak 101 orang terkonfirmasi positif Covid-19 di Kota Tangerang. Sehingga total keseluruhan ada 30.089 kasus. Merujuk situs Covid-19 Kota Tangerang, angka tersebut berdasarkan laporan hingga 20 Januari 2022, pukul 21.50 WIB.

    “Perubahan data hari ini: Dalam perawatan 97, sembuh 4 dan meninggal tidak ada,” tulis keterangan dalam situs Covid-19 Kota Tangerang, Jumat (21/1).

    Menyikapi temuan ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang pun menerapkan aturan baru. Terlebih dari ratusan itu, lima diantaranya suspek varian Omicron.

    Walikota Tangerang Arief R Wismansyah mengatakan, pihaknya akan membatasi sejumlah aktivitas mulai dari perkantoran hingga titik keramaian.

    “Kita sudah tracing, jadi 5 yang Omicron, karena masih keluarga dan hasil tracing positif. Dan rencananya kita sosialisasikan kegiatan kantor-kantor dibatasi 50 persen dan tempat keramaian akan kita kendalikan. Ada juga yang akan ditutup sementara,” terang Arief Jumat (21/1).

    Selain itu, sebagai langkah antisipasi, pihaknya akan melakukan pecepatan vaksin booster kepada seluruh warga Kota Tangerang. Pihaknya akan bekerja sama dengan puskesmas di setiap kecamatan Kota Tangerang.

    “Yang mau booster bisa hubungi puskesmas terdekat dan Pemerintah Kota pagi tadi sudah musyawarah dengan pimpinan daerah,” tuturnya.

    Perihal fasilitas kesehatan juga sudah disiagakan. Guna mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19. “Alhamdulillah mereka semua sudah siagakan rumah sakit-sakit,” kata Arief.(DRS/RMID)

    Berikut Update Covid-19 lengkap seluruh kecamatan Kota Tangerang:

    Kecamatan Benda, suspek aktif ada 20 orang dan 6 pasien dirawat
    Kecamatan Priuk suspek aktif 50 orang dan 28 pasien dirawat 3
    Kecamatan Cibodas suspek aktif 113 orang dan 22 pasien dirawat
    Kecamatan Jatiuwung suspek aktif 33 orang dan 3 pasien dirawat
    Kecamatan Batuceper, suspek aktif 24 orang dan 11 pasien dirawat
    Kecamatan Karang tengah suspek aktif 70 orang dan 32 pasien dirawat
    Kecamatan Neglasari suspek aktif 35 orang dan 13 pasien dirawat
    Kecamatan Ciledug suspek aktif 59 orang dan 42 pasien dirawat
    Kecamatan Larangan suspek aktif 52 orang dan 29 pasien dirawat
    Kecamatan Tangerang suspek aktif 107 orang dan 45 pasien dirawat
    Kecamatan Cipondoh suspek aktif 108 orang dan 50 pasien dirawat
    Kecamatan Pinang suspek aktif 121 orang dan 49 pasien dirawat
    Kecamatan Karawaci suspek aktif 97 orang dan 55 pasien dirawat.
    Berita Terkait : Duh, Lima Pemain Arema FC Positif Covid

  • Dua Warga Cilegon Jadi Korban Kecelakaan Maut di Balikpapan

    Dua Warga Cilegon Jadi Korban Kecelakaan Maut di Balikpapan

    SERANG, BANPOS – Kecelakaan maut yang terjadi di simpang traffic light Muara Rapak, Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (21/1) pagi. Lima orang tewas dalam peristiwa itu, termasuk dua orang warga Cilegon.

    Dalam peristiwa itu, truk toronton dengan nomor polisi KT 8534 AJ menabrak lebih dari 20 kendaraan yang sedang berhenti karena traffic light sedang berwarna merah. Diduga rem kendaraan sudah tidak berfungsi.

    Nahasnya, lima orang warga yang sedang mengantri di lampu merah, tewas dalam peristiwa itu. Pihak kepolisian mengkonfirmasi ada dua warga Kota Cilegon yang ikut tewas di rumah sakit setelah terlibat dalam kecelakaan.

    “Benar, ada dua korban laka lantas di Turunan Muara Tak Balikpapan yang merupakan warga Cilegon atas nama Jhon Efendi Harahap (38) warga Citangkil Cilegon, saat ini keluarga masih menunggu kedatangan jenazah di kediaman. Untuk korban kedua adalah Juni Dedi Ricardo Saragih (44) warga Gedong Dalem Kecamatan Jombang Kota Cilegon, informasi awal jenazah akan dibawa ke Medan,” kata Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol. Shinto Silitonga, Jumat (21/1).

    Selanjutnya Shinto Silitonga mengatakan sesuai dengan informasi dari Ditlantas Polda Kaltim, kedua korban diketahui menggunakan motor dalam posisi berboncengan, pasca laka dibawa ke RS Kanujoso Balikpapan dan meninggal dunia di rumah sakit tersebut,” ujar Shinto Silitonga.

    Shinto menyampaikan Kapolda Banten turut berdukacita yang mendalam atas meninggalnya warga Cilegon Banten dalam kecelakaan maut di Balikpapan. “Atas nama Polda Banten kami turut berduka cita atas meninggalnya warga Cilegon pada kecelakaan tersebut,” tutur Shinto.

    Terpisah, Kapolres Cilegon AKBP Sigit Haryono menyampaikan bahwa personel Satlantas Polres Cilegon telah berkunjung ke rumah salah satu korban kecelakaan maut di Balikpapan, yaitu mendiang Deddy Ricardo Saragih . Selain menyampaikan ucapan belasungkawa, pihak kepolisian juga akan membantu proses kepulangan ke rumah duka untuk proses pemakaman.

    “Polres Cilegon akan membantu pengawalan kepulangan jenazah ke rumah duka sampai dengan proses pemakaman kemudian kami juga akan berkoordinasi dengan PT Jasa Raharja untuk mempermudah pencairan santunan kecelakaan lalu lintas,” ujar Sigit.(ENK)

  • Kapolres Serang Pimpin Sertijab Wakapolres

    Kapolres Serang Pimpin Sertijab Wakapolres

    SERANG, BANPOS – Kapolres Serang, AKBP Yudha Satria, memimpin upacara serah terima jabatan (sertijab) Wakil Kepala Kepolisian (Wakapolres) dari Kompol Feby Harianto kepada Kompol Rahmat Sampurno.

    Mutasi orang kedua tingkat Polres ini dilakukan menyusul turunnya Surat Telegram (TR) Kapolda Banten, bernomor ST/ 1 /I/KEP./2022 tertanggal (4/1). Upacara sertijab dilakukan di halaman Mapolres Serang, Jumat (21/1), dengan protokol kesehatan yang ketat.

    Setelah menyerahkan jabatan Wakapolres, Kompol Feby Harianto selanjutkan akan bertugas di Direktorat Reserse Kriminal Khusus sebagai Kanit 2 Subdit 3. Sementara, Kompol Rahmat Sampurno, sebelumnya menjabat Wakapolres Pandeglang.

    Kepada Kompol Rahmat Sampurno, Kapolres Serang mengucapkan selamat datang dan segera menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang baru. Karena situasi ke depan tidak bisa dianggap enteng, mengingat banyak kegiatan yang akan dihadapi.

    “Dengan pengalaman sebagai Wakapolres Pandeglang saya yakin dan percaya akan mampu melaksanakan tugas tersebut,” ujar Yudha Satria.

    Yudha juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kompol Feby Harianto, yang telah melaksanakan tugas di Polres Serang lebih kurang 5 bulan. Ia juga berharap di tempat yang baru akan lebih berprestasi lagi.

    “Kepada ibu Iis Feby, saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang telah membantu Ketua Cabang Bhayangkari dalam membimbing ibu-ibu Bhayangkari,” tandasnya. (MUF)

  • Seluruh Terdakwa Hibah Ponpes Divonis Bersalah, Hakim Minta Kasus Dilanjut

    SERANG, BANPOS – Majelis Hakim yang menyidangkan perkara korupsi hibah Ponpes menjatuhkan vonis bersalah bagi seluruh terdakwa. Selain itu, Majelis Hakim pun menyeret beberapa pihak yakni TAPD Provinsi Banten, BPKAD Provinsi Banten, FSPP, Dikri dan ratusan Ponpes penerima hibah pada tahun 2020 sebagai pihak yang turut terlibat dan bertanggungjawab atas perkara itu.

    Dalam perjalanan persidangan, majelis hakim memberikan berbagai pertimbangan dalam menjatuhi hukuman terhadap kelima terdakwa. Seperti pertimbangan untuk terdakwa Irvan Santoso dan Toton Suriawinata, yang disebut terbukti telah menguntungkan FSPP dalam perkara tersebut.

    “Majelis Hakim berpendapat bahwa FSPP telah diuntungkan oleh terdakwa 1 (Irvan Santoso) dan terdakwa 2 (Toton Suriawinata) sebesar Rp2 miliar lebih,” ujar Ketua Majelis Hakim, Slamet Widodo, di persidangan dengan agenda putusan yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Serang, Kamis (20/1).

    Selain itu, dalam pertimbangannya Majelis Hakim mengatakan bahwa pihaknya tidak sependapat dengan perhitungan yang dilakukan ahli mengenai kerugian negara. Sebab, terdapat beberapa pertimbangan yang seharusnya dilihat pada saat penentuan kerugian negara.

    Dalam perhitungan ahli, disebutkan bahwa terjadi kerugian total pada pencairan dana hibah Ponpes tahun 2018 sebesar Rp66,280 miliar. Ahli berpendapat bahwa penetapan terjadinya kerugian total tersebut karena hibah dicairkan kepada FSPP yang disebut bukan merupakan penerima yang berhak.

    Namun, Majelis Hakim berpendapat bahwa meskipun demikian, perlu dilihat dari sudut pandang asas manfaat. Majelis Hakim memandang bahwa dari total anggaran hibah yang disalurkan kepada Ponpes melalui FSPP, lebih dari setengahnya telah diterima oleh Ponpes dan telah dibuatkan pertanggungjawabannya.

    Adapun dari sudut pandang tersebut, maka yang dianggap kerugian negara oleh Majelis Hakim adalah penggunaan anggaran hibah oleh kurang lebih 562 Ponpes yang tidak dapat dipertanggungjawabkan senilai Rp11,250 miliar.

    Di sisi lain, Majelis Hakim berpendapat bahwa terdapat kerugian negara pada pengalokasian dana hibah tahun 2018, yang ditujukan untuk biaya operasional FSPP. Kerugian tersebut sebesar Rp2,890 miliar, sehingga kerugian keseluruhan dari pencairan hibah tahun 2018 sebesar kurang lebih Rp14,100 miliar.

    Sementara pada tahun 2020, Majelis Hakim berpendapat bahwa terdapat kerugian negara sebesar Rp5,256 miliar. Kerugian tersebut terdiri dari kerugian yang ditimbulkan oleh keuntungan yang diambil oleh terdakwa sebesar Rp96 juta.

    “Dan dari 173 pondok pesantren yang tidak memenuhi syarat, tidak tercatat pada data EMIS dan tidak memiliki IJOP namun menerima hibah dengan nilai total Rp5,164 miliar,” ungkap Majelis Hakim.

    Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa para terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituntut oleh JPU dalam dakwaan primer. Namun Hakim berpendapat bahwa para terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider.

    Maka dari itu, Majelis Hakim menerima nota pembelaan yang disampaikan oleh para terdakwa untuk dapat meringankan hukum yang akan dijatuhkan kepada para terdakwa. Selain itu juga, Majelis Hakim berpendapat bahwa untuk menuntaskan permasalahan pencairan dana hibah Ponpes tahun 2018 dan 2020, maka harus ada pihak lain yang bertanggungjawab.

    “Yaitu TAPD Provinsi Banten dan BPKAD selaku PPKD yang menjabat saat itu. Serta pihak FSPP selaku penerima hibah tahun 2018. Demikian pula dengan kegiatan pemberian hibah pada tahun anggaran 2020, yaitu 173 Ponpes yang tidak memiliki syarat menerima hibah namun menerima hibah, serta saudara Dikri Hafdiansyah selaku inisiator pemotongan hibah (Pandeglang),” tutur Majelis Hakim.

    Dalam amar putusannya, Majelis Hakim memvonis Irvan Santoso dan Toton Suriawinata hukuman pidana penjara selama 4 tahun 4 bulan, serta denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan apabila tidak dapat dibayarkan.

    Sedangkan Epieh Saepudin dan Tb. Asep Subhi divonis pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan. Adapun Agus Gunawan divonis 1 tahun 8 bulan dengan pidana denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan.

    “Menghukum terdakwa Asep Subhi untuk membayar uang pengganti sebesar Rp96 juta. Jika tidak membayar uang pengganti paling lambat satu bulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa untuk dilelang. Jika terdakwa tidak memiliki harta benda untuk disita, maka dipidana penjara selama satu tahun,” kata Slamet Widodo.

    Kuasa hukum Toton Suriawinata, Fahad Surahman, mengatakan bahwa pihaknya puas dengan putusan yang ditetapkan oleh Majelis Hakim. Sebab menurutnya, putusan itu sudah sangat adil dan bijaksana karena menyeret sejumlah pihak lainnya yang memang seharusnya bertanggungjawab.

    “Bahwa dalam fakta persidangan, TAPD dan BPKAD itu tidak disebutkan. Ternyata pada fakta persidangan pada akhirnya mereka harus bertanggungjawab kan. Jadi dengan putusan ini, saya sangat mengapresiasinya,” ujarnya.

    Menurutnya, baik TAPD, BPKAD maupun FSPP sekali pun memang harus turut dimintai pertanggungjawabannya. Jangan sampai pertanggungjawaban hanya dibebankan kepada klien mereka.

    “Kalau sudah diputuskan oleh Majelis Hakim, penyidik Kejati harus menindaklanjuti. Kalau tidak ditindaklanjuti, maka saya selaku pengacara Toton, saya akan praperadilankan itu penyidik Kejati Banten. Itu kan sudah jelas dalam putusan majelis,” tandasnya.

    (DZH)