Kategori: HEADLINE

  • Wartawan Dilarang Potret Jembatan Bogeg, Memang Ada Apa Sih???

    Wartawan Dilarang Potret Jembatan Bogeg, Memang Ada Apa Sih???

    SERANG, BANPOS – Pembredelan kemerdekaan pers kembali terjadi di Provinsi Banten. Kali ini, wartawan fotografi BANPOS, Dziki Oktomulyadi, menjadi korban pelarangan liputan oleh oknum keamanan yang menjaga proyek pembangunan jembatan Bogeg.

    Dziki bercerita bahwa pada saat itu, dirinya ingin memotret progress pembangunan jembatan Bogeg pada Rabu (19/1) sekitar pukul 15.00. Saat itu, ia sedang melakukan setting kamera untuk keperluan liputan foto.

    “Masih setting kamera, namun dari belakang saya ditegur oleh satpam yang katanya bertugas di area tersebut dan melarang saya untuk memotret di area jembatan, karena alasan SOP,” ujar Dziki. “Maaf mas dilarang memotret di sini,” kata Dziki menirukan perkataan dari petugas keamanan tersebut.

    Hal itu sontak membuat Dziki kaget sekaligus heran. Ia pun menanyakan alasan mengapa dirinya tidak boleh memotret progres salah satu proyek yang dibangga-banggakan oleh Gubernur Banten itu.

    “Dia menjawab ‘ini sudah perintah dan SOP dari atasan’,” tiru Dziki.

    Terbiasa menghadapi kejadian seperti itu, Dziki pun menjelaskan kepada oknum tersebut bahwa dirinya merupakan wartawan surat kabar harian Banten Pos sembari menunjukkan kartu pers. Sebab, oknum itu pun menanyakan kartu pers miliknya.

    “Namun dengan nada keras satpam tersebut tetap melarang saya memotret sambil meminta saya untuk memotret dirinya dan nama jelasnya. ‘Silahkan foto saya, tampilkan di koran, kalau saya gak ngebolehin motret di sini’. Dia bilang dengan nada keras,” ucap Dziki.

    Tanpa berpikir panjang, ia pun memfoto oknum petugas keamanan itu. Bukan karena diperintah oleh oknum tersebut, melainkan sebagai pertanggungjawaban terhadap Pemimpin Redaksi dan sebagai bukti bahwa dirinya dilarang melakukan peliputan di proyek pembangunan itu.

    “Tidak berselang lama, entah itu mandor atau siapa lengkap dengan seragam kerja menghampiri saya, sama dia juga melarang saya memotret. Katanya harus ngasih surat dulu ke kantor, minta izin dan lain lain,” katanya.

    Meskipun berhadapan dengan dua orang, Dziki mengaku bahwa dirinya tetap tenang. Namun ia merasa aneh dengan pelarangan yang dilakukan oleh pihak keamanan proyek, sebab jembatan merupakan fasilitas umum dan seharusnya setiap orang berhak memfoto tempat itu.

    “Padahal jelas jelas saya gak ada maksud menjelek-jelekkan, hanya ingin memberitahu warga Serang dan sekitanya bahwa progres pembangunan jembatan Bogeg sudah seperti ini visualnya. Alhasil saya gak bisa motret jembatan Bogeg namun berhasil mengabadikan satpam yang melarang saya motret,” tandasnya.

    Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Banten, Rian Nopandra, mengatakan bahwa pers baik itu wartawan tulis, elektronik maupun fotografi dalam bertugas dilindungi oleh Undang-undang.

    “Jelas ketika dia (oknum petugas keamanan) menghalang-halangi tugas jurnalistik, dia berarti telah melanggar Undang-undang Pers,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

    Opan mengingatkan, sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, ada konsekwensi pidana terhadap orang atau lembaga yang menghalang-halangi kerja pers. Karena itu, dia meminta semua pihak menghormati kerja pers yang memiliki hak untuk memperoleh dan menyebarkan informasi kepada masyarakat.

    Ia pun mengaku heran, ada apa sebenarnya dengan proyek pembangunan jembatan Bogeg, sampai-sampai wartawan pun dilarang untuk mengambil foto dari progres pembangunan tersebut.

    “Yang jadi pertanyaan, ada apa dengan jembatan Bogeg? Kita perlu tanya jelas, kenapa wartawan dalam hal ini fotografer BANPOS dihalang-halangi dalam menjalankan tugas? Padahal sudah menunjuk identitas yaitu kartu pers,” tandasnya.(DZH)

  • Hanya Didukung Fraksi Golkar dan PDIP, Birahi Interpelasi Gagal Total

    Hanya Didukung Fraksi Golkar dan PDIP, Birahi Interpelasi Gagal Total

    CILEGON, BANPOS – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cilegon memastikan rapat usulan hak interplasi batal dilakukan. Batalnya hak interplasi ini mayoritas anggota Badan Musyawarah (Banmus) DPRD menolak adanya interplasi dilaksanakan. Hal tersebut terungkap dalam Rapat Pimpinan (Rapim) dan Badan Musyawarah (Banmus) yang digelar pada, Rabu (19/1).

    “Dalam rapat Rapim Banmus yang dihadiri oleh 14 anggota dari total 19 anggota menyatakan jika mereka tidak setuju jika interplasi dilanjutkan. Kami menyadari keputusan tersebut bukan dalam diri personil mereka. Tetapi, adanya kebijakan partai yang otomatis harus mereka lakukan. Mereka pun juga menjelaskan instruksi tersebut begitu juga kami sebagai anggota partai tetap konsisten apa yang diminta partai,” kata Ketua DPRD Kota Cilegon Isro Mi’Raj usai rapat kepada awak media ditemui di ruang kerjanya, Rabu (19/1).

    Isro menambahkan, pada hakikatnya, Partai Golkar dan PDIP tetap konsisten untuk melaksanakan Hak Interplasi. Karena kalah jumlah dalam voting, lanjutnya, maka hak interpelasi tidak bisa dilanjutkan.

    Lebih lanjut, Politisi Partai Golkar ini menyatakan, jika hak interplasi bukan seperti yang ditakutkan oleh masyarakat. Akan tetapi, hak interplasi ini, untuk mempertanyakan sejauh mana program dan janji kampanye Walikota Cilegon Helldy Agustian dan Wakil Walikota Cilegon Sanuji Pentamarta.

    “Jadi hak interpelasi ini kan sesungguhnya berdasarkan aspirasi arus bawah. Mereka menggantungkan harapannya kepada DPRD yang berisi para anggota partai,” tuturnya.

    Tetapi aspirasi arus bawah itu, lanjutnya, mentok di parlemen karena rencana usulan tidak disetujui oleh mayoritas anggota Bamus DPRD Kota Cilegon.

    “Ini realitas politik. Biarlah nanti masyarakat yang menilai. Kami Fraksi Golkar tidak akan pernah lelah memperjuangkan kepentingan rakyat melalui hak pengawasan yang melekat di kami,” pungkasnya.

    Tetapi perbedaan pendapat itu, lanjutnya adalah juga bagian dari demokrasi yang harus kita junjung.

    “Meskipun kami dari Fraksi Golkar dan Fraksi PDI-P bersikukuh memperjuangkan harapan masyarakat, kalau kenyataannya tidak disetujui oleh mayoritas anggota Bamus ya kami tidak bisa melanjutkan,” ungkapnya.

    Meski dua langkah fraksi gagal melaksanakan hak interpelasi yang gagal, bukan berarti DPRD Cilegon tidak kontrol dan kritisi terhadap kebijakan pemerintahan Helldy-Sanuji.

    “Oh tentu kami tetap kritik semua kebijakan di eksekutif jika tidak berpihak kepada masyarakat. Kami peran dan fungsi kami, fungsi kontroling memperjuangkan kepentingan masyarakat. Sebab kepentingan rakyat adalah diatas segala-galanya,” tandasnya.

    Seperti diketahui pada rapat Banmus sebelumnya ada beberapa fraksi yang mengusulkan rapat paripurna interpelasi yakni Fraksi Golkar dan Fraksi NasDem-PKB, Gerindra. Namun Fraksi Gerindra tidak hadir saat Rapat Paripurna Usul Hak Interpelasi DPRD Kota Cilegon terhadap Walikota Cilegon Helldy Agustian, Senin (17/1) lalu.

    Wakil Ketua DPRD Kota Cilegon dari Partai Gerindra Hasbi Sidik mengatakan Fraksi Gerindra DPRD Kota Cilegon menyatakan membatalkan niat untuk turut mengusulkan interpelasi.

    “Itu hasil Rapat DPC Gerindra Cilegon. Teman-teman menghendaki kita untuk tetap kritis meski kita tidak melakukan interpelasi,” kata Hasbi kepada awak media saat ditemui di Kantor DPRD Kota Cilegon, Selasa (18/1).

    Kemudian Hasbi menjelaskan, keputusan DPC Partai Gerindra, sudah menjadi keputusan Rapat Pleno DPC Partai Gerindra pada, Jumat (14/1). Lanjut Hasbi, keputusan partai merupakan keputusan tertinggi dan Fraksi di DPRD Kota Cilegon harus patuh. “Tidak hadir, kemarin kita harusnya Rapat di DPD Gerindra Banten, membahas rencana HUT Gerindra pada Februari,” pungkasnya.

    Politisi Partai Gerindra ini mengaku, Fraksi Gerindra tidak meninggalkan Fraksi lain yang telah mengusulkan interpelasi. Pihaknya juga tetap menjalin komunikasi yang baik. “Apa yang selama ini dilakukan Gerindra sudah cukup nyaring mengkritisi pemerintah, dan tentu bukan kebencian pribadi,” katanya.

    Hasbi menambahkan, tanpa hak interpelasi, Fraksi Gerindra DPRD Kota Cilegon tetap akan lantang memberikan kritikan yang membangun untuk Pemkot Cilegon. Adanya fraksi lain yang masih menginginkan interpelasi, dipersilakan lantaran itu hak masing-masing fraksi. “Mekanisme pengambilan keputusan di DPC Gerindra. Pandangan teman-teman, intinya kita diminta lebih kritis tanpa ada interpelasi,” tandasnya.(LUK)

  • Mangkir Rapat Paripurna Interpelasi, Ini Alasan Fraksi Gerindra DPRD Cilegon

    Mangkir Rapat Paripurna Interpelasi, Ini Alasan Fraksi Gerindra DPRD Cilegon

    CILEGON, BANPOS – Fraksi Gerindra akhirnya memberi penjelasan terkait ketidakhadiran saat Rapat Paripurna Usul Hak Interpelasi DPRD Kota Cilegon terhadap Walikota Cilegon Helldy Agustian, Senin (17/1).

    Seperti diketahui sebelumnya bersama Fraksi Golkar dan Fraksi NasDem-PKB, Gerindra turut menjadi pengusul hak interpelasi.

    Wakil Ketua DPRD Kota Cilegon dari Partai Gerindra Hasbi Sidik mengatakan Fraksi Gerindra DPRD Kota Cilegon menyatakan membatalkan niat untuk turut mengusulkan interpelasi.

    “Itu hasil Rapat DPC Gerindra Cilegon. Teman-teman menghendaki kita untuk tetap kritis meski kita tidak melakukan interpelasi,” kata Hasbi kepada awak media saat ditemui di Kantor DPRD Kota Cilegon, Selasa (18/1).

    Kemudian Hasbi menjelaskan, keputusan DPC Partai Gerindra, sudah menjadi keputusan Rapat Pleno DPC Partai Gerindra pada, Jumat (14/1). Lanjut Hasbi, keputusan partai merupakan keputusan tertinggi dan Fraksi di DPRD Kota Cilegon harus patuh. “Tidak hadir, kemarin kita harusnya Rapat di DPD Gerindra Banten, membahas rencana HUT Gerindra pada Februari,” katanya.

    Politisi Partai Gerindra ini mengaku, Fraksi Gerindra tidak meninggalkan Fraksi lain yang telah mengusulkan interpelasi. Pihaknya juga tetap menjalin komunikasi yang baik.

    “Apa yang selama ini dilakukan Gerindra sudah cukup nyaring mengkritisi pemerintah, dan tentu bukan kebencian pribadi,” katanya.

    Hasbi menambahkan, tanpa hak interpelasi, Fraksi Gerindra DPRD Kota Cilegon tetap akan lantang memberikan kritikan yang membangun untuk Pemkot Cilegon. Adanya fraksi lain yang masih menginginkan interpelasi, dipersilakan lantaran itu hak masing-masing fraksi.

    “Mekanisme pengambilan keputusan di DPC Gerindra. Pandangan teman-teman, intinya kita diminta lebih kritis tanpa ada interpelasi,” tandasnya.

    Di bagian lain, Sekretaris Fraksi Persatuan Demokrat (PPP – Demokrat) Rahmatullah mengaku heran kepada fraksi yang awalnya mengusul hak interpelasi akan tetapi pada akhirnya tidak kompak.
    Menurutnya pengusul hak interpelasi harus bertanggung jawab karena sudah melemparkan bola panas pada publik. Kemudian, publik yang tadinya tidak tahu sekarang sudah menjadi tahu dan akhirnya menjadi kecewa karena interpelasi gagal dilakukan.

    “Saran saya adalah ketika melemparkan bola panas pada publik mestinya dilakukan kajian lebih mendalam soal materi yang akan dipersoalkan dan juga apa untung dan ruginya bagi masyarakat dan DPRD itu sendiri,” tuturnya.

    “Soal interpelasi kami menanyakan mekanismenya apa sudah ditempuh, mulai dari pengusul adalah tujuh anggota atau lebih dari satu fraksi. Jika itu ada pengusul mestinya disampaikan oleh pimpinan terhadap anggota dprd dan bamus,” terangnya.

    “Jika ada pengusul yang katanya ada tiga fraksi kenapa kemaren pada saat paripurna para pengusul itu pada tidak hadir?,” tandasnya.(LUK/PBN)

  • Wahidin Halim Dinilai Gagal Urus Pendidikan

    Wahidin Halim Dinilai Gagal Urus Pendidikan

    SERANG, BANPOS – Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), dinilai gagal dalam mengurus pelayanan dasar di bidang pendidikan. Sebab, berbagai masalah pendidikan terus bermunculan di masa kepemimpinan WH-Andika.

    Ketua HMI MPO Badan Koordinasi (Badko) Jawa Bagian Barat (Jabagbar), Aceng Hakiki, mengatakan bahwa salah satu janji politik yang disampaikan oleh WH adalah mengenai pembangunan di bidang pendidikan, tepatnya pemberlakuan program pendidikan gratis.

    “Ini kan yang mendorong dikucurkannya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Daerah untuk sekolah negeri. Pemprov Banten mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur terkait dengan hal itu,” ujarnya kepada BANPOS, Selasa (18/1).

    Akan tetapi dalam praktiknya, Aceng menuturkan bahwa program tersebut menyimpang dari tujuan awalnya. Sebab, program pemberian BOS Daerah untuk sekolah negeri malah tersandung kasus dugaan korupsi yang saat ini tengah digarap Kejari Serang.

    “Kan aneh ketika salah satu janji politik unggulan dari WH, ternyata malah tersandung dugaan korupsi. Meskipun belum dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan oleh Kejaksaan,” katanya.

    Di sisi lain, pada Senin lalu para Kepala Sekolah SMA dan SMK swasta menggeruduk Kawasan Pusat Pemerintah Provinsi Banten (KP3B), untuk mempertanyakan terkait gagal cairnya BOS Daerah tahun 2021. Menurutnya, hal itu menggambarkan bagaimana buruknya kepemimpinan WH dalam mengurus permasalahan pendidikan.

    “Yang jelas, berbagai alasan yang disampaikan itu karena kurang koordinasi antara OPD. Sehingga para sekolah swasta ini tidak memasukkan proposal ke e-Hibah. Harusnya jika memang Pemprov konsen di bidang pendidikan, pencairan BOS Daerah untuk para sekolah swasta ini diprioritaskan, bukan malah dilupakan,” tuturnya.

    Aceng mengatakan, berbagai permasalahan lainnya pun banyak terjadi. Lebih khusus berkaitan dengan tindak pidana korupsi (Tipikor). Ia mengaku, sudah sering mendengar kasus korupsi berkaitan dengan dunia pendidikan.

    “Seperti kasus korupsi pembangunan SMK 7 Tangerang Selatan yang digarap KPK. Lalu ada juga permasalahan Feasibiliy Study (FS) fiktif pembangunan SMA/SMK di Provinsi Banten. Lalu dugaan korupsi pengadaan Tablet SMA/SMK di Lebak dan Pandeglang,” terangnya.

    Maka dari itu, ia menegaskan bahwa Provinsi Banten di bawah kepemimpinan WH, telah gagal dalam memajukan dunia pendidikan. “Bagaimana bisa maju jika permasalahan terus menerus datang di dunia pendidikan Banten,” tegasnya.(DZH/PBN)

  • Misi Mustahil WH-AA Tuntaskan RPJMD

    Misi Mustahil WH-AA Tuntaskan RPJMD

    SERANG, BANPOS – Janji akan menyelesaikan target rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Provinsi Banten selama 4 bulan terakhir ini disebut sebagai misi yang mustahil. Hal ini dikarenakan, banyak target RPJMD periode Wahidin Halim (WH) dan Andika Hazrumy (AA) yang tidak akan mencapai target pada 4 bulan terakhir masa jabatan. Namun, Wakil Gubernur Banten menyatakan optimistis dan akan fokus mengejar PR RPJMD tersebut.

    Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Informasi Regional (PATTIRO) Banten, Angga Andrias menyatakan, tahun 2022 banyak sekali Pekerjaan Rumah bagi Pemprov Banten, diantaranya adalah angka IPM sejak tahun 2020 belum dapat mencapai target, target tahun 2020 sebesar 72,75 namun berdasarkan data BPS realisasi hanya sebesar 72,45. Begitupun pada tahun 2021 yang realisasinya hanya sebesar 72,72.

    “Dalam intervensi Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), sejak tahun 2018 LPE Provinsi Banten selalu tidak mencapai target. Pada tahun 2019, realisasi LPE hanya mencapai 5,29 dan pada masa pandemi di tahun 2020 LPE Provinsi Banten terjun bebas di angka -3,38,” papar Angga, Rabu (18/1).

    Situasi Banten saat ini juga menjadi persoalan bagi Pemprov Banten sendiri, yakni belum optimalnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), diantaranya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mengalami perlambatan pertumbuhan, yaitu dibawah rata-rata nasional (naiknya 0,35 persen) sedangkan Provinsi Banten hanya naik sebesar 0,03 persen.

    “Kesenjangan distribusi pendapatan yang diukur dengan, Gini Ratio masih fluktuatif, data Maret 2021 menunjukkan angka 0,365. Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2021 tercatat sebesar 0,369 naik sebesar 0,008 poin dibanding Gini Ratio September 2020 yang sebesar 0,361,” terangnya.

    Angga menunjukkan data lainnya yaitu, angka kemiskinan bulan September 2020 sebesar 6,63 persen, mengalami peningkatan sebesar 0,71 poin dibanding periode sebelumnya (Maret 2020) yang sebesar 5,92 persen, dan mengalami peningkatan sebesar 0,03 poin menjadi sebesar 6,66 persen pada bulan Maret 2021.

    “Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2021 sebesar 8,98 persen, turun 1,66 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2020, namun merupakan peringkat 3 tertinggi secara nasional setelah Kepulauan Riau dan Jawa Barat, serta masih lebih tinggi dari rata-rata nasional yang sebesar 6.49 persen,” ujarnya.

    Pertumbuhan ekonomi juga belum bisa optimal, dalam kontribusi sektor unggulan daerah, mengalami penurunan PDRB Provinsi Banten dari 661.651,64 pada Tahun 2019 menjadi 626.437,44 pada Tahun 2020.

    Terbatasnya daya dukung lingkungan dan belum optimalnya ketahanan iklim dan pengendalian emisi GRK serta belum optimalnya mitigasi resiko bencana seperti penurunan kualitas air, udara, air laut, akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan hal ini dilihat berdasarkan Kondisi kualitas lingkungan hidup berada pada kriteria sedang (50-70). Dan belum optimalnya mitigasi, kesiapsiagaan, dan tanggap darurat bencana.

    “Dalam pemetaan permasalahan Reformasi Birokrasi, komitmen pemprov Banten dalam menerapkan reformasi birokrasi juga tidak berjalan mulus, dari seluruh Indikator mengindikasikan masalah dan tidak tercapai mengingat tidak ada yang terkategori baik dengan indeks > 3,00,” paparnya.

    Disparitas antar Kabupaten/ Kota khususnya wilayah selatan dan utara juga masih tinggi. Disparitas antar wilayah utara dan selatan Banten tercermin dari PDRB perkapita. Dalam 5 tahun terakhir Kab. Pandeglang dan Lebak masih selalu dibawah Kab/Kota yang lain. Kontribusi PDRB Pandeglang baru mencapai 4,3 % dan Lebak hanya mencapai 4,5 %. Sedangkan 6 daerah lainnya sudah diatas 10 %.
    Pemprov Banten juga mendapat skor 61,38, urutan 31 dari 34 Provinsi berdasarkan Survey Penilaian Integritas 2021. SPI yang mengukur kerawanan korupsi di sektor pemerintahan.

    “Komitmen Pemprov Banten dalam menyelesaikan target RPJMD dalam waktu 4 bulan dirasa mustahil mengingat banyak catatan dan selalu dibawah target khususnya dalam pelayanan publik, pembangunan sumber daya manusia dan reformasi birokrasi,” tegasnya.

    Terpisah, Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengaku pada wlawal tahun 2022 ini fokus mengejar target RPJMD 2017-2022

    Penegasan tersebut disampaikan Andika saat menghadiri pelantikan pengurus Gabungan Perusahaan Kontraktor Nasional (GABPEKNAS) Banten 2021-2026 di salah satu hotel berbintang lima di Kota Serang, Selasa (18/1).

    Dalam sambutannya Andika mengatakan Pemprov Banten kini tengah kembali fokus mengejar target RPJMD atau rencana pembangunan jangka menengah daerah 2017-2022.

    “Setelah sempat terhenti karena pandemi Covid 19, sekarang kita fokus kembali mengejar target-target RPJMD,” kata Andika.

    Hadir pada acara tersebut Anggota LPJK (lembaga pengembangan jasa konstruksi) dari unsur Pakar Kementerian PUPR, Manlian Ronald Adventus Simanjuntak dan Ketua Umum Kadin Banten M Azzari Jayabaya.

    Dikatakan Andika, laju pertumbuhan ekonomi atau LPE Banten sebagaimana juga di daerah lainnya sempat tertahan hingga terkontraksi minus 3 persen pada saat pandemi Covid 19 menghantam dunia pada awal tahun 2020.

    Namun begitu, perekonomian sudah mulai menggeliat sehingga Pemprov Banten sudah bisa kembali fokus mengejar target-target RPJMD yakni pembangunan pelayanan dasar seperti di pendidikan, kesehatan dan infrastuktur, setelah sebelumnya fokus semua pihak terpusat untuk penanganan pandemi Covid -19.

    “Untuk infrastruktur misalnya pembangunan jalan provinsi kita Alhamdulillah 98 persen sudah status mantap,” ujarnya disambut tepuk tangan peserta acara yang hadir.(RUS/PBN)

  • Potensi Megathrust di Banten Selatan Perlu Dimitigasi

    Potensi Megathrust di Banten Selatan Perlu Dimitigasi

    PANDEGLANG, BANPOS – Mengenai terjadinya megathrust berupa gempa berkekuatan 8,7 magnitudo yang bisa memicu tsunami di Selat Sunda, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendorong edukasi mitigasi bencana untuk menghindari jatuhnya korban jiwa.

    Koordinator Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Klas I Tangerang, Urip Setiyono mengatakan, untuk memberikan edukasi mitigasi bencana bukan hanya tugas Pemda saja, akan tetapi tugas semua pihak.

    “Sebetulnya bukan hanya Pemda, tapi harus semua pihak. Mitigasi bencana itulah yang begitu penting diketahui dan dipahami oleh masyarakat, Pemda yang menyiapkan infrastrukturnya,” kata Urip Setiyono di Pandeglang, Selasa (18/1).

    Dalam hal tersebut, Pemda perlu menyiapkan rambu-rambu zona evakuasi bagi warga. Rambu-rambu tersebut harus disosialisasikan agar warga paham peta evakuasi kemana harus menyelamatkan diri saat bencana terjadi.

    “Tadi di forum rapat saya sampaikan, titik-titik kumpul evakuasi harus diverifikasi yang betul-betul aman. Jangan sampai warga lari ke situ ternyata tidak aman, itu yang harus disiapkan Pemda,” terangnya.

    Menurutnya, Pemda perlu melakukan simulasi dengan warga, bagaimana mitigasi bencana ini dilakukan. Warga harus paham betul kemana mereka menyelamatkan diri, bahkan durasi simulasi tersebut juga harus dihitung demi menghindari jatuhnya korban jiwa lebih besar.

    “Karena waktu terjadinya potensi tsunami setelah gempa itu sangat pendek, maka memang harus disimulasikan. Latihan seolah-olah ada gempa, lalu dites dan dihitung berapa menit waktu tercepat menuju titik evakuasinya. Kan ada orang tua juga, supaya kita tahu kapasitas warga disitu bagaimana,” terangnya.

    Selain itu, Pemda perlu memperhatikan kapasitas titik evakuasi yang telah disiapkan, apakah cukup atau tidak untuk menampung warga sekitar. Jika tidak, maka Pemda perlu menyebar titik-titik evakuasi tersebut untuk memudahkan warga.

    Urip menambahkan, pemodelan simulasi ini selanjutnya harus dievaluasi oleh Pemda. BMKG menyarankan simulasi tersebut perlu dilakukan Pemda minimal setahun sekali agar warga tidak bingung ke mana mereka harus melarikan diri ketika gempa dan tsunami menerjang wilayah tersebut.

    “Minimal setahun sekali, latihan buat warga. Buat dievaluasi, kalau ternyata warga kebanyakan lari kesitu, kan numpuk. Maka perlu tempat evakuasi yang lain yang deket-deket situ, itu yang harus dicarikan segera,” ujarnya.

    Urip menjelaskan, untuk mengetahui ciri-ciri yang menandai gempa berkekuatan 8,7 magnitudo di Selat Sunda, yang bisa memicu tsunami setinggi 19 hingga 21 meter tersebut, ada beberapa tanda yang harus diketahui.

    “Ciri gempa yang berpotensi tsunami itu kita merasakan pusing, tidak bisa berdiri, sempoyongan dan mual. Nah itu adalah ciri-ciri yang bisa kita rasakan apabila terjadi gempa yang umumnya berpotensi tsunami,” jelasnya.

    Selain pertanda alamiah tersebut, ciri lainnya yaitu jaringan listrik dan saluran telekomunikasi akan mati seketika usai gempa ini terjadi. Urip pun menyarankan warga segera menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman jika guncangan berkekuatan besar dirasakan.

    “Karena kalau sudah guncangan gempa 8,7 pasti listrik mati, saluran telekomunikasi juga mati. Dengan merasakan seperti itu, setelah reda gempanya tidak mikir-mikir lagi, langsung evakuasi mandiri tanpa lagi lihat HP nyari-nyari peringatan dini, tidak perlu. Langsung saja lari menuju tempat evakuasi,” ujarnya.

    Urip menyatakan, BMKG memang masih belum mampu memprediksi secara presisi kapan gempa itu terjadi. Tapi berdasarkan hitungan permodelan para ahli pada tim pusat gempa nasional di Bandung, gempa ini bisa memicu tsunami setinggi 19-21 meter yang dampaknya terasa hingga ke daerah Lampung.

    Alasannya, karena lempengan Selat Sunda sudah lama tidak terjadi gempa besar. Kondisi itu, berbeda dengan lempengan di zona lain seperti di Pangandaran, Jawa Barat dan Bengkulu yang sudah terjadi gempa besar.

    “Kita tidak bisa memprediksi megathrust kapan terjadinya, karena ciri-ciri gempa sama saja seperti gempa pada umumnya. Tapi memang potensinya ada karena yang di zona ini titik kekosongan gempa, istilahnya tempat sunyi gempa. Ini makanya kenapa para ahli menentukan asumsi itu (Potensi megathrust 8,7 yang memicu tsunami),” katanya.

    “Jadi jangan dicampuradukan antara prediksi dan potensi, potensi itu ada peluangnya. Tapi tepat terjadinya kapan itu kita tidak tahu, tapi memang tempatnya itu kurang lebih ada disitu (Selat Sunda),” ungkapnya.(dhe/pbn)

  • Lepas Tersangka Pemerkosaan, Polres Serang Kota Dikecam

    Lepas Tersangka Pemerkosaan, Polres Serang Kota Dikecam

    SERANG, BANPOS – Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Banten, mengecam pembebasan dua orang terduga pelaku tindak pidana perkosaan terhadap gadis difabel mental berusia 21 tahun di Kota Serang oleh Polres Serang Kota. Kedua pelaku tersebut, sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan di Mapolres Serang Kota, beberapa waktu lalu.

    Koordinator Presidium KMS Banten, Uday Suhada, mengungkapkan bahwa pembebasan pelaku sebagai tindakan pembiaran dan impunitas terhadap pelaku. Sehingga membuka peluang bagi pelaku untuk mengulangi kekerasan seksual yang sama, pada korban atau orang lain.

    “Kerentanan kondisi korban dan keluarga seharusnya menjadi pertimbangan untuk menyelesaiakan proses hukum kasus tersebut,” ujarnya, Selasa (18/1).

    Ia mengungkapkan, praktek mediasi dalam kasus perkosaan yang dilakukan kepolisian, menyalahi prosedur asas keadilan di mata hukum, dan mencederai pelaksaan Undang-undang nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Saat ini, pemulihan dan rasa aman korban menjadi hal yang penting untuk terus diupayakan.

    “Dalam penanganan kasus ini seharusnya kepolisian berkoordinasi dengan lembaga pendamping dan/atau bantuan hukum untuk memastikan korban dan keluarga mendapatkan pendampingan dalam proses hukum,” ungkapnya.

    Uday menegaskan, kepolisian juga seharusnya mendukung hadirnya alat bukti tambahan, bukan malah membebaskan tersangka dan memfasilitasi perdamaian.

    “Pembebasan tersangka menjadi teror bagi korban dan keluarga korban, dan pembiaran penegakan hukum sehingga korban tetap terintimidasi dan tidak mendapat keadilan,” tandasnya.

    Ia menyebut bahwa tindak pidana perkosaan sebagaimana diatur dalam Pasal 285 KUHP merupakan delik biasa dan bukan delik aduan. Karena itu, pihak Kepolisian dalam hal ini penyidik, tetap berkewajiban untuk melanjutkan proses perkara perkosaan tersebut tanpa adanya persetujuan dari pelapor atau korban. Oleh karena itu, KMS Banten menuntut kepada Polres Serang Kota dan LPAI serta P2TP2A.

    “Kami menuntut kepada Polres Kota Serang untuk melanjutkan perkara dan menahan dua orang pelaku tersebut yang merupakan delik biasa sesuai pasal 285 KUHP, kami juga menuntut LPAI dan P2TP2A Kota Serang memberikan hak pemulihan dan rasa aman bagi korban dan keluarga korban akibat kasus pemerkosaan tersebut,” tandasnya.

    Presidium KMS Banten lainnya, Hunainah, mengungkapkan bahwa dirinya merasa sangat prihatin dengan kondisi lingkungan yang hanya bungkam akan keadaan. Hari Selasa tanggal 18 Januari, ia berkesempatan untuk berkunjung ke rumah korban.

    Namun, ia mengaku kecewa dengan pihak-pihak yang lebih banyak bungkam, ketimbang mengungkapkan kronologi kejadian. Bahkan, Ketua RT, bibi korban, bahkan korban sekalipun diungsikan oleh sang bibi bernama Titin.

    “Sangat sedikit informasi yang kami dapatkan, padahal, kalau saja masyarakat terbuka dengan hal ini, sangat diyakini bahwa kedepan akan meminimalisir korban kekerasan seksual,” katanya.

    Ia bersama dengan pendamping dari DP3AKB Kota Serang dan LPA Kota Serang, akan melanjutkan proses hukum dengan disertai bukti-bukti dan hukum yang berlaku. Ia juga menyayangkan adanya pernikahan yang dilangsungkan pada Senin malam, oleh salah seorang ustadz setempat, yang dimana pernikahan tersebut lemah hukum baik hukum syariat maupun hukum negara.

    “Saya diberi informasi bahwa semalam (kemarin, red), korban dinikahkan oleh ustadz, ini sangat tidak bisa diterima. Karena kami memikirkan perasaan korban, masa mau disatukan dengan pelaku yang besar kemungkinan membuatnya trauma,” ucapnya.

    Bahkan, pihaknya tidak akan berhenti sampai kunjungan hari itu saja. Secara persuasif, bersama tim lainnya, ia berupaya mengorek informasi lebih lanjut, untuk memperkuat bukti kepada pihak kepolisian.

    “Seharusnya pihak kepolisian juga menilai bagaimana seharusnya penanganan kasus perkosaan ini ditangani, saya juga menyayangkan kepada oknum yang terlibat dalam keberlangsungan pernikahan antara korban dengan tersangka. Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas, agar tidak ada lagi korban kekerasan kepada perempuan, terlebih ini dalam kondisi difabel,” tandasnya.

    Dosen Pidana Fakultas Hukum UNPAM, Halimah Humayrah Tuanaya, menyebutkan bahwa Polres Serang Kota keliru telah membebaskan dua tersangka perkosaan. Ia menyampaikan, perkosaan merupakan delik murni, bukan delik aduan.

    “Jadi meskipun pelapor mencabut laporannya, polisi wajib terus melanjutkan proses hukumnya,” tegasnya.

    “Ironis apabila Polres Serang Kota tidak melanjutkan proses hukum kejahatan perkosaan itu, lantaran pelapor sudah mencabut laporannya. Justru seharusnya dilakukan penyelidikan lebih lanjut terkait hal apa yang melatarbelakangi pelapor mencabut laporannya, apakah pelapor mengalami tekanan, ancaman, dan lain sebagainya,” jelas Halimah.

    Ia mengatakan, korban yang saat ini telah dinikahkan dengan pelaku perkosaan. Hal itu tidak dapat dipandang sederhana sebagai bentuk pemulihan situasi pasca terjadinya tindak pidana.

    “Restorative justice tidak diterapkan dengan tujuan memposisikan korban untuk menjadi korban kedua kalinya,” ucapnya.

    Perkawinan idealnya dilaksanakan atas dasar kehendak dari kedua belah pihak, dengan tujuan untuk kebahagiaan bersama. Ia mempertanyakan, apakah perkawinan antara pelaku dan korban perkosaan adalah perkawinan yang dikehendaki korban atau bukan.

    “Saya berharap, Polres Serang Kota segera melakukan korkesi atas kekeliruannya, dan melanjutkan proses hukum atas peristiwa tersebut,” tandasnya.

    Kepala DP3AKB Kota Serang, Anton Gunawan, mengatakan bahwa pihaknya memang mengurus kasus pemerkosaan yang menimpa seorang penyandang disabilitas asal Kasemen. Namun menurutnya, DP3AKB Kota Serang hanya mengurus terkait dengan korbannya saja, tidak masuk ke ranah hukum.

    “Kami ini mengembalikan kondisi korban dari dampak pemerkosaan itu. Apalagi kan sekarang sedang hamil yah. Makanya kami membantu dari sisi psikologisnya. Supaya jangan sampai dia sudah menjadi korban, lalu malah tertekan secara psikologis dan depresi,” ujarnya.

    Berdasarkan hasil identifikasi dari tim psikiater, diketahui bahwa meskipun korban secara fisik berumur 21 tahun, akan tetapi secara mental masih berumur lima tahun. “Memang secara mental teridentifikasi masih berumur lima tahun,” ucapnya.

    Anton menuturkan bahwa pihaknya tidak mengetahui bahwa korban telah dibawa pergi oleh bibinya. Ia pun tidak mengetahui apakah bibi yang membawa pergi korban merupakan istri dari salah satu pelaku atau bukan.

    “Nah kami belum mendapatkan laporannya. Namun jika memang si korban ini mau dibawa oleh keluarga, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Asalkan korban tidak malah bertambah depresi. Memang ini sangat dilematis juga yah,” ungkapnya.

    Termasuk pula terkait dengan telah dicabutnya laporan tindak pemerkosaan terhadap korban. Anton mengaku bahwa hal itu dia ketahui dari pemberitaan media, namun belum mendapatkan keterangan secara resmi.

    “Apakah yang bersangkutan dan pelaku ada penyelesaian secara kekeluargaan, karena memang sudah di ranah hukum maka kami tidak bisa melakukan intervensi. Saat ini kami akan lebih fokus pada penanganan korban,” terangnya.

    Anton menuturkan, pihaknya bisa saja mengambil langkah untuk menjadikan korban sebagai tanggungan negara, dengan merawatnya di rumah aman. Namun, pihaknya masih harus mencari tahu lebih dalam mengenai kondisi dari korban dan penilaian dari psikolog.

    “Kami ke keluarganya sudah menyampaikan seperti itu. Kami siap menangani (merawat) korban. Kalau hasil nanti dari psikolog dan hasil informasi yang kami cari dari RT dan warga sekitar, jika diperlukan untuk melakukan perawatan oleh kami, maka kami ada rumah aman untuk merawat korban,” jelasnya. (DZH/MUF/PBN)

  • Pasca Gempa Banten, Pemerintah Prioritaskan Perbaikan Sarana Pendidikan Dan Tempat Ibadah

    Pasca Gempa Banten, Pemerintah Prioritaskan Perbaikan Sarana Pendidikan Dan Tempat Ibadah

    JAKARTA, BANPOS – Gempa berkekuatan Magnitudo 6,6 telah mengguncang wilayah Provinsi Banten dan sekitarnya pada Jumat (14/1) pukul 16.05 WIB. Setidaknya 48 kecamatan dan 166 desa/kelurahan mengalami dampak dengan kondisi terparah di Kecamatan Sumur, Cikeusik, Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak.

    Pasca kejadian gempa tersebut, pemerintah lintas sektoral terus melakukan berbagai upaya tanggap darurat bencana termasuk rehabilitasi dan rekonstruksi. Salah satu yang menjadi prioritas ialah perbaikan sarana prasarana (sarpras) pendidikan dan juga sarana ibadah.

    “Saya melihat yang mendesak untuk diperbaiki adalah sarana pendidikan dan sarana ibadah. Ini harus segera ditangani, apalagi sudah ada kebijakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dari Kemendikbud,” ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy saat memimpin Rapat Tingkat Menteri Penanganan Dampak Bencana Gempa Bumi Provinsi Banten secara virtual, Selasa (18/1).

    Berdasarkan laporan Bupati Pandeglang Irna Narulita dalam rapat, data saat ini mencatat 43 sekolah dan 15 sarana ibadah di Kabupaten Pandeglang mengalami dampak akibat bencana gempa bumi tersebut.

    Sedangkan di Kabupaten Lebak, menurut Bupati Iti Oktavia Jayabaya, total yang terdampak yaitu 22 sekolah, 35 madrasah, dan 14 sarana ibadah.

    “Yang jelas, sekolah dan madrasah akan kita utamakan untuk diperbaiki selain puskesmas dan sarana ibadah. Kita harus pastikan agar anak-anak jangan sampai terganggu belajar-mengajarnya,” ujar Muhadjir.

    Muhadjir meminta kepada pihak-pihak terkait untuk dapat berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat guna mendata beberapa hal yang dibutuhkan termasuk kebutuhan alat bantu mengajar seperti papan tulis, jaringan internet, maupun wifi.

    Selain prioritas perbaikan sarpras umum terutama sekolah dan madrasah, upaya rehabilitasi rekonstruksi juga diutamakan pada perbaikan sarpras peribadatan dan kesehatan.

    Muhadjir menilai sejauh ini kementerian/lembaga diantaranya Kemensos, Kemenkes, BNPB, bersama Pemkab didukung TNI/Polri sudah melakukan langkah-langkah yang sangat baik dalam penanganan pasca gempa bumi di Provinsi Banten.

    Ia sangat mendukung beberapa usulan seperti yang diutarakan Bupati Pandeglang, yakni untuk dapat dilakukan relokasi terhadap beberapa Kepala Keluarga (KK) terdampak untuk dipindahkan ke tempat yang lebih aman dari lokasi pemukiman saat ini yang tergolong rentan bencana.

    “Usulan bupati untuk relokasi ini akan kita perhatikan dan ini akan menjadi agenda kita ke depan untuk dibicarakan dengan kementerian terkait,” ujar Muhadjir.

    Menurutnya selain dengan KLHK soal lahan, perlu dengan BMKG untuk mengetahui apakah lokasi itu rawan patahan atau tidak. “Kalau sekiranya itu bisa mengancam tentu tidak perlu diambil,” ujar Muhadjir.(DIR/ENK/RMID)

  • Ancaman Megathrust Mengkhawatirkan, Dampak Gempa Meluas

    Ancaman Megathrust Mengkhawatirkan, Dampak Gempa Meluas

    BAKSEL, BANPOS – Pascaterjadinya gempa, diketahui masyarakat mengalami kecemasan karena masih adanya potensi gempa megathrust yang lebih besar. Selain itu, dari hasil pendataan yang dilakukan oleh BPBD mencatat adanya perluasan dampak dari kejadian gempa yang terjadi pada Jumat yang lalu tersebut.

    Salah seorang warga Desa Cilangkahan Kecamatan Malingping, Usep Setiana mengaku karena kawasan pemukimannya tak jauh dari pantai, dirinya sejak terjadi gempa Jumat lalu sekeluarga selalu dirundung cemas. Menurutnya, tempatnya tinggal itu sekitar satu Kilometer dari perairan Baksel.

    “Jelas khawatir lah. Informasi ilmiah dari BMKG dan juga pemberitaan dari televisi dan media juga, itu tsunami megatrust bisa lebih 20 meter. Ya, kita yang tinggal di sekitaran dekat pantai yang cuma sekitar 15 meteran, jelas pastinya selalu cemas. Makanya itu beberapa baju dan dokumen sudah saya siapkan rapi di koper, takut benar-benar terjadi, ya tinggal ngungsi” ungkap Usep, Senin (17/01).

    Sementara, Tunggal P Nugraha warga Cisiih Kecamatan Panggarangan juga mengkhawatirkan isu megathrust benar-benar fakta. Oleh karenanya, Tunggal bersama warga lainnya sering berjaga-jaga untuk antisipasi.

    “Kalau tempat saya tinggal kan cuma ratusan meter aja dari pantai. Ketinggian dari tempat kita tinggal paling hanya 10 sampai 15 meter DPL. Ngeri juga. Waktu ada gempa kemarin juga saya langsung pulang ke rumah, ngungsi bersama istri dan anak ke saudara yang di atas, Desa Gunung Gede. Tadi pagi juga ada gempa lagi, kita langsung pergi ke atas. Jadi sekarang mah semua warga juga sudah bersiaga. Tapi tentu berharap semoga tidak sampai terjadi,” jelasnya

    Tunggal pun mengharapkan, jika dipastikan bencana megathrust di perairan selatan Banten ini bisa terjadi, sebaiknya pemerintah rutin mendesain mitigasi dan juga aba-aba yang bisa bermanfaat bagi penduduk.

    “Ya pemerintah harusnya giat menyiapkan mitigasi di setiap titik dan terus dipantau. Ini juga bisa bermanfaat bagi warga yang tinggal di dekat sepanjang pantai. Disamping itu sosialisasi dan informasi terkait ini sudah harus terus disosialisasikan agar kita tetap waspada,” harap Tuggal.

    Senada, Novi Heriyati warga Binuangeun Kecamatan Wanasalam mengaku kalau malam pasti ikut nginep di saudara yang berada di Desa Bejod, Wanasalam kebetulan posisinya agak di daerah atas.

    “Makanya saya lebih baik berjaga-jaga. Saya mah sekeluarga kalau habis magrib langsung ikut nginep ke saudara di Bejod, Karena saya tinggalnya kan sekitar 100 meter dari pantai Binuangeun. Apalagi sekarang hampir tiap hari selalu ada getaran, termasuk tadi pagi. Jarak ke Desa Bejod itu sekitar 6 Kilometer, itu kan tempatnya agak tinggi, aman lah,” katanya.

    Saat ditanya BANPOS tentang Shelter Tsunami yang ada di sekitar depan rumahnya yang bisa dijadikan tempat ngungsi. Novi pun tetap mengaku tidak aman, pasalnya, kata dia, dipastikan shelter itu akan penuh sesak oleh ribuan penduduk Desa Binuangeun dan juga dari Cikeusik Kecamatan Kabupaten Pandeglang.

    “Iya sih, walaupun shelter itu tingginya 40 meter, kita khawatir tak akan bisa nampung penduduk Binuangeun yang jumlahnya lebih 8000 lho. Belum lagi ditambah penduduk yang dari sebrang, huh tidak muat pastinya. Lagian Shelter itu akan kuat tidak bila nampung orang sebanyak itu, ngeri pokoknya, mendingan ke tempat saudara aja,” tuturnya.

    Terpisah, Warga Bayah Jamaludin yang tinggal beberapa puluh meter dari pantai Bayah mengaku hanya pasrah terhadap isu megathrust yang menurutnya bisa mungkin bisa tidak

    “Kalau saya mah pasrah aja kang. Namanya juga perkiraan. Jadi kalau kita setiap hari selalu cemas oleh isu itu, kita tak bisa kerja nyaman dong. Lahan pertanian saya kan di sini. Ya pasrah aja, mudah-mudahan kita dijauhkan oleh Allah dari malapetaka. Kalau memang harus terjadi, pastinya kami juga berusaha menyelamatkan ke daerah atas itu,” paparnya.

    Sementara itu, diketahui bahwa dampak gempa pada Jumat pekan lalu (14/1) bertambah banyak. Sebelumnya pada Minggu hanya 209 desa/kelurahan yang terdampak, namun sehari kemudian, Senin (kemarin, red) menjadi 225 desa/kelurahan.

    Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten hingga hari Senin pukul 09.00 WIB (17/1/), 4 wilayah di Provinsi Banten terdampak gempa. Sebanyak 225 desa/kelurahan di 55 Kecamatan yang tersebar di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang terdampak gempa.

    Data terakhir, kerusakan terjadi pada 2.531 rumah, 51 sekolah, 16 Puskesmas, 20 sarana ibadah, 4 kantor pemerintah, serta 3 tempat usaha.

    Dampak terluas di Kabupaten Pandeglang yang mencapai 163 desa/ kelurahan di 30 kecamatan. Sebanyak 2.244 rumah mengalami kerusakan. Selanjutnya 43 sekolah, 16 Puskesmas, 14 sarana ibadah, 3 kantor pemerintah, dan 3 tempat usaha mengalami kerusakan.

    Di Kabupaten Lebak, wilayah terdampak gempa tersebar di 55 desa/kelurahan pada 19 kecamatan. Sebanyak 274 rumah, 8 sekolah, 6 sarana ibadah, dan 1 kantor pemerintah mengalami kerusakan.
    Di Kabupaten Serang, wilayah terdampak gempa di 5 desa/kelurahan pada 4 kecamatan. Sebanyak 10 rumah mengalami kerusakan.

    Sementara di Kabupaten Tangerang, wilayah terdampak gempa terjadi pada 2 desa/kelurahan di 2 Kecamatan. Sebanyak 3 rumah mengalami kerusakan.

    “Tambahan jumlah kerusakan itu berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan oleh tim BPBD di daerah. Hingga saat ini BPBD Provinsi terus melakukan pendataan sesuai dengan instruksi Gubernur Banten paska kejadian gempa,” kata Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Banten, Nana Suryana.

    Masih menurut Nana, Gempa Banten bermagnitudo 6,6 tersebut,juga menyebabkan sekolah dan fasilitas umum serta tempat usaha mengalami kerusakan.

    “Jumlah kerusakan itu berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan oleh tim BPBD di daerah,” katanya.

    Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pandeglang, mencatat data sementara kerusakan sarana dan prasarana akibat gempa yang terjadi beberapa waktu lalu, per hari Senin (17/1) hingga pukul 11.30 WIB sekitar 2.286 yang tersebar di 167 desa di 30 kecamatan yang ada di Kabupaten Pandeglang.

    Plt Kepala Pelaksana BPBD Pandeglang, Girgijantoro mengatakan, hasil input data yang dilaporkan pihak kecamatan, saat ini data sementara kerusakan rumah yang terjadi akibat gempa, kembali bertambah. Data sebelumnya pada hari Minggu (16/1) pada pukul 23.30 WIB tercatat sebanyak 2.263 rumah yang mengalami kerusakan yang tersebar di 167 desa di 30 kecamatan.

    “Kini kembali di update menjadi 2.286 unit rumah rusak, tersebar di 167 desa, 30 kecamatan,” kata Girgi di Pandeglang, Senin (17/1).

    Dari jumlah data rumah yang mengalami kerusakan tersebut, lanjut Girgi, dibagi menjadi tiga bagian diantaranya rusak ringan, sedang dan rusak berat.

    “Data terbaru yang kami input, terdiri dari rusak ringan sebanyak 1.394 rumah, rusak sedang 498 rumah dan rusak berat 399 rumah. Tersebar di 167 Desa, 30 Kecamatan,” terangnya.

    Girgi memastikan bahwa data sementara yang dihimpun dari para camat tersebut bisa terus bertambah. Namun tetap, nantinya data tersebut akan diverifikasi dan dilakukan validasi ulang hingga benar-benar akurat.

    Girgi menambahkan, untuk fasilitas umum kerusakannya mengalami penambahan seperti sekolah yang sebelumnya hanya 37 unit, saat ini mengalami penambahan sebanyak 43 unit sekolah.

    “Fasilitas umum yang rusak meliputi sekolah 43 unit, semuanya rusak sedang. Puskemas ada 16 unit, terdiri rusak sedang 12 dan rusak ringan 2 unit. Kantor pemerintahan 4 unit, tempat usaha 3 unit dan sarana ibadah 16 unit, terdiri dari rusak ringan 8 unit dan rusak sedang 6 unit,” terangnya.

    Terpisah, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lebak Febby Riizki Pratama mengungkapkan, hingga Minggu (16/1) sore berdasarkan laporan pihaknya mencatat sebanyak 274 rumah, 8 sekolah, 6 tempat ibadah dan 1 perkantoran mengalami kerusakan akibat gempa.

    “Berdasarkan laporan kami mecatat terdapat 274 rumah terdampak dengan rincian 16 rusak berat, 32 rusak sedang dan 226 rusak ringan, 8 sekolah, 6 tempat ibadah dan 1 perkantoran mengalami kerusakan ringan, sedang dan berat. Dua orang warga mengalami luka ringan pada bagian kepala,” katanya

    Febby menjelaskan, dampak kerusakan rumah, sekolah, tempat ibadah, dan perkantoran itu terjadi di 55 desa di 19 kecamatan. Tapi sampai saat ini sembari mendistribusikan bantuan kedaruratan bagi masyarakat terdampak, BPBD masih terus melakukan pendataan. Setelah itu akan dilakukan verifikasi oleh tim dari Dinas PUPR dan Perkim.

    “Sementara kerugian materi kita estimas mencapai Rp5 miliar. Kita masih melakukan pendataan sembari mendistribusikan bantuan kedaruratan. Iya akan dilakukan verifikasi oleh tim dari Dinas PUPR dan Perkim,” jelasnya.

    Febby mengaku, pihaknya sudah memulai mendistribusikan bantuan kedaruratan bagi masyarakat terdampak gempa ke 55 desa di 19 kecamatan.

    “Pendistribusian bantuan kedaruratan sudah dimulai, yang tercatat baru 175 paket sembako tersampaikan kepada masyarakat yang terdampak. Semoga bantuan yang disalurkan dapat meringankan beban mereka,” ujarnya.

    Ia menyebut BPBD Kabupaten Lebak tidak menyediakan posko bagi masyarakat terdampak gempa, sebab masyarakat yang terdampak gempa yang rumahnya mengalami kerusakan cukup parah tidak berada di satu titik. Dan msyarakat yang terdampak itu lebih memilih mngungsi ke rumah saudarnya.

    “Ya kalau mengungsi itu ada tapi mereka mengungsi ke rumah saudaranya yang rumahnya tidak mengalami kerusakan,” ungkapnya.

    Febby mengimbau kepada masyarakat untuk tidak panik tapi tetap siaga dan waspada terhadap kemungkinan terjadinya gempa susulan. BPBD Kabupaten Lebak juga terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kecamatan, Desa dan Muspika, dan semua relawan BPBD yang tersebar di setiap kecamatan untuk memastikan kondisi terakhir.

    “Kalau masyarakat berdasarkan informasi sudah beraktifitas seperti biasa, ya yang mengalami kerusakan oleh pemiliknya dibantu petugas membersihkan puing bangunan yang roboh,” katanya.

    Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lebak akan segera melakukan verifikasi kerusakan rumah, sekolah, tempat ibadah dan perkantoran akibat gempa. Verifikasi dilakukan sebagai upaya pemulihan pasca bencana.

    Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Lebak, Irvan Suyatupika mengatakan, pihaknya akan segera melakukan identifikasi kerusakan bangunan rumah maupun sarana dan prasarana lain akibat gempa yang terjadi, Jumat (14/1).

    “Tim PUPR akan turun mengidentifikasi untuk mengetahui tingkat kerusakan bangunan berdasarkan data yang disampaikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lebak,” katanya, Senin (17/1).

    Menurut Irvan, berdasarkan update BPBD, tercatat sebanyak 274 rumah rusak dengan rincian 16 rusak berat, 32 rusak sedang dan 226 rusak ringan, 8 sekolah, 6 tempat ibadah dan 1 kantor perkantoran juga mengalami kerusakan. Ia menyebut untuk kerusakan jalan dan jembatan sampai saat ini belum ada laporan.

    “Sementara kerusakan infrastruktur lain seperti jalan dan jembatan belum ada. Nanti kami identifikasi kerusakan bangunannya,” ujarnya (CR-01/dhe/WDO/RUS/PBN)

  • Tabrani Dituding Lalai Karena Bosda Sekolah Swasta 2021 Tak Cair

    Tabrani Dituding Lalai Karena Bosda Sekolah Swasta 2021 Tak Cair

    SERANG, BANPOS – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten, Tabrani dituding lalai oleh para peserta aksi dari Asosiasi Kepala Sekolah Swasta (AKSeS) Provinsi Banten dan Forum Komunikasi Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Swasta (FK2SMKS). Tudingan itu dikarenakan tidak cairnya Bosda tahun 2021.

    Ratusan guru dan kepala sekolah (Kepsek) SMK/SMA swasta se-Provinsi Banten yang tergabung dalam Asosiasi Kepala Sekolah Swasta (AKSeS) Provinsi Banten dan Forum Komunikasi Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Swasta (FK2SMKS), melakukan aksi dalam bentuk doa bersama di KP3B, Curug, Kota Serang, Senin (17/1). Kemudian, ratusan massa aksi menggeruduk gedung Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten, lantaran tidak ditemui oleh Gubernur Banten, Wahidin Halim.

    Pada aksi tersebut, para guru mempertanyakan alasan Pemprov Banten tidak mencairkan dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) untuk ratusan ribu siswa SMA/SMK/ SKH Swasta di Banten pada tahun 2021. Padahal, Pemprov Banten telah melakukan penandatanganan MoU pencairan Bosda diatas materai dengan Forum Kepala Sekolah Swasta Provinsi Banten.

    Pantauan BANPOS, peserta aksi sampai pada pukul 09.00 WIB dan berkumpul di Masjid Raya Al-Bantani, KP3B. Mereka kemudian melakukan shalat dhuha bersama, dan dilanjutkan dengan doa bersama di masjid tersebut.

    Ketua FK2SMKS Banten, Ahmad Ali Subhan, mengungkapkan bahwa pihaknya mempertanyakan kejelasan pencairan Bosda tahun 2021, dan meminta penjelasan dari pemangku kebijakan dalam hal ini Gubernur. Namun, harapan bertemu dengan Gubernur sia-sia, dan mereka pun akhirnya diterima dan melakukan audiensi bersama dengan Dindikbud Provinsi Banten, yang langsung dipimpin oleh Kepala Dindikbud, Tabrani.

    “Harapan kami Pemprov dapat merealisasikan bantuan Bosda yang memang belum bisa dicairkan,” ungkapnya.

    Ia mengaku, sebetulnya para guru ingin sekali ditemui oleh Gubernur. Subhan menyebut, tidak cairnya Bosda Tahun 2021 ini merupakan kelalaian Kepala Dindikbud, Tabrani.

    “Apapun dalil mereka (Dindikbud), kami di swasta menilainya begitu. Karena prosesnya bukan hanya satu hari dua hari, melainkan satu tahun, ketika ini tidak cair dengan proses satu tahun itu, kami tidak mencari kambing hitam,” jelasnya.

    Proses sampai kepada MoU NPHD diproses selama satu tahun, mulai dari SK pembuatan proposal. Namun hal itu ditanggapi oleh Tabrani, bahwa dirinya lahir menjadi Kepala Dinas mulai Oktober 2020 dan tidak mengetahui hal-hal ke belakang, hanya tahu ke depan saja.

    “Kami tidak berprasangka buruk sama sekali, bahkan ketika Pak Kadis mengatakan bahwa ketika beliau masuk ke Dindibud, mekanisme hibah sudah tidak seperti tahun-tahun sebelumnya,” terangnya.

    Berdasarkan MoU antara Dinas Pendidikan Provinsi Banten dengan FK2SMK Swasta Banten dan AKSes Swasta Banten pada November 2021, seharusnya para murid SMA/SMK/ SKH swasta di Banten setiap orangnya mendapatkan Rp250.000. Total penerima Bosda 2021 di Banten, diperkirakan mencapai 140 ribu siswa, dengan rincian siswa SMK sekitar 40 ribu dan siswa SMK sekitar 100 ribu.

    Pihak guru swasta menyimpulkan bahwa tidak cairnya Bosda tahun 2021 adalah kelalaian Dindikbud Banten. Saat melakukan audiensi, pihaknya dijanjikan oleh Tabrani, bahwa Tabrani akan mengupayakan pencairan Bosda tahun 2021. Selanjutnya, Tabrani juga menjamin akan mengupayakan pencairan Bosda untuk tahun 2022.

    “Karena anggaran tahun 2022 itu sudah ada, beliau (Tabrani) menjamin dengan pribadinya, tapi kan tidak cukup seperti itu,” ucapnya.

    Subhan menegaskan agar Tabrani segera berkirim surat kepada seluruh sekolah swasta di Kabupaten Kota se-Provinsi Banten. Bisa dalam bentuk surat edaran yang berisikan hasil audiensinya bersama dengan perwakilan Kepsek, tentang kejelasan Bosda tahun 2021 dan tahun 2022.

    “Kalau alasan beliau (Tabrani) adalah e-hibah yang aplikasinya dipegang oleh Kominfo, memang betul. Tapi Dina situ kan punya bidang semacam IT, saya juga tidak tahu itu berfungsi atau tidak,” tuturnya.

    Subhan mengaku kaget, karena saat pelaksanaan aksi, sudah banyak aparat baik dari pihak kepolisian maupun Satpol PP yang berjaga. Padahal, kata dia, aksi tersebut hanya sebatas doa bersama dan istighosah yang dilanjutkan dengan audiensi.

    “Kendala tidak cair katanya prosedur administrasi yang belum diselesaikan. Karena ada aturan terbaru terkait dengan Pergub nomor 15 tahun 2019 tentang mekanisme e-hibah,” katanya.

    Ia menjelaskan, pada pelaksanaan audiensi, bukan bermaksud untuk adu argumentasi benar atau salah yang sifatnya adu nalar. Pihaknya hanya meminta penjelasan, apabila sudah jelas, maka jaminannya seperti apa, dan Tabrani pun disebutkan sudah menjamin bahwa Bosda tahun 2022 sudah dianggarkan dan Bosda tahun 2021 sedang diupayakan.

    “Hasil audiensi kami sampai dengan pa Kadis mengatakan akan berkirim surat kalau tidak akhir Januari atau awal Februari,” ucapnya.

    Subhan menyebut bahwa dampak Bosda sangat besar, bahkan sekolah sampai berhutang untuk memenuhi kebutuhan yang sudah teranggarkan melalui Bosda tersebut. Akan tetapi, dengan tidak cairnya Bosda, maka sejumlah sekolah menyisakan hutang kepada beberapa pihak dan terbengkalainya honor sejumlah guru.

    “Kendala lainnya seperti pembelian media pembelajaran yang terhambat, istilah kasarnya sekolah sudah hutang, tiba-tiba Bosda tidak cair padahal sudah MoU di NPHD, itu kan jadinya repot,” katanya.

    Diakhir ia mengatakan alasan memuncaknya emosi para guru swasta tersebut karena besarnya harapan mereka bahwa Bosda tahun 2021 akan cair. Sebab, prosopal SK nominasi sudah dicantumkan sejumlah nominal Bosda yang akan dicairkan beserta jumlah sekolah yang mendapatkan dana hibah melalui NPHD.

    “Tiba-tiba diakhir Desember, kabar buruk Bosda tidak bisa dicairkan sehingga teman-teman kalangkabut. Andaikata diawal mengabarkan, kecewa pasti, tapi tidak sampai sekecewa ini,” tandasnya.

    Sementara itu, Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani, mengungkapkan bahwa kedatangan sejumlah guru dan Kepsek Swasta itu mempertanyakan alasan kenapa dana bantuan BOSDa tahun 2021 tidak kunjung disalurkan. Pada audiensi tersebut, diikuti oleh kurang lebih sekitar 18 perwakilan Kepala Sekolah dan dihadiri oleh Kepala bidang SMK.

    “Saya bilang, itu bisa dikatakan tidak atau belum. Kenapa belum? Karena Bosda ke sekolah swasta skema penyalurannya adalah hibah,” ujarnya.

    Tabrani menyampaikan bahwa ketentuan hibah berdasarkan Pergub nomor 10 dan 15, ada mekanisme yang harus dijalani. Untuk penyalurannya, salah satu mekanismenya yaitu pemohon harus menginput permohonan ke e-hibah.

    “Sementara hal itu belum dilakukan oleh para sekolah sebagai pihak pemohon. Makanya saya ingin menyelesaikan administrasi ini. Kalau administrasi sudah selesai, insyaAllah nanti kita akan lakukan,” terangnya.

    Ia mengatakan, sebelumnya pihak sekolah bisa mengajukan BOSDa secara tertulis. Namun saat ada aturan baru, para pihak sekolah diminta untuk mengajukan Bosda melalui e-hibah.

    “Sebelum lahir Pergub 15 pengaju cukup secara tertulis, tapi setelah lahir Pergub itu, e-hibah jadi suatu keharusan,” ucapnya.

    Meskipun demikian, ia mengakui bahwa anggaran Bosda tahun 2022 telah dianggarkan. Sementara untuk Bosda tahun 2021, yang sampai saat ini belum kunjung disalurkan, pihaknya berencana untuk mengajukan permohonan kepada tim anggaran pemerintah daerah (TAPD).

    “Nanti saya akan memohon kepada TAPD untuk dianggarkan kembali, tentunya atas izin pimpinan,” katanya.

    Permohonan kepada TAPD akan dilakukan pihaknya pada akhir bulan Januari 2021. Selain itu, pihaknya juga berencana untuk berkoordinasi dengan Dinas Kominfo dan Biro Adpem Provinsi Banten, untuk mempertanyakan apakah bisa menginput data permohonan melalui e-hibah atau tidak.

    “Nanti saya akan koordinasikan dengan kominfo dan adpem kira-kira bisa ngga ini segera input. Kalau bisa, nanti kita perbaiki, kita ajukan dipenganggaran perubahan, kami akan mengusahakan untuk mengajukan permohonan kembali,” ujarnya.

    Dalam audiensi yang dilakukan di Aula Dindikbud Banten, Tabrani mengaku akan berhenti menjadi Kepala Dinas hari itu juga, apabila ia dipaksa untuk mencairkan Bosda tahun 2021 kepada sejumlah sekolah swasta yang hadir pada aksi tersebut. Ia pun menegaskan bahwa tidak ada niatan untuk mempertahankan jabatan, apabila dirinya harus melanggar aturan.

    “Bapak jangan maksa saya, berhenti saya menjadi Kepala Dinas kalau saya dipaksa melanggar aturan. Saya justru akan bantu bapak, kita selesaikan di tahun 2022 dengan prosedur yang benar, agar saya tidak tersangkut persoalan hukum dan bapak-bapak juga terbebas (hukum),” tandasnya. (MUF/PBN)