Kategori: HEADLINE

  • Pj Gubernur Al Muktabar Kecewa Honorer Banten Tetap Aksi

    Pj Gubernur Al Muktabar Kecewa Honorer Banten Tetap Aksi

    SERANG, BANPOS – Pj Gubernur Banten Al Muktabar dibuat kecewa, lantaran sejumlah tenaga honorer tetap bersikukuh berangkat menuju Jakarta untuk menggelar aksi di depan Gedung DPR RI guna menuntut pengangkatan status mereka menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
    Padahal, Al menjelaskan, dirinya telah mengimbau kepada tenaga honorer itu untuk bersabar menanti pengangkatan status mereka itu.
    “Saya selalu menyampaikan bahwa mohon untuk bersabar, karena terakhirkan kan pak MenPAN RB sudah mengeluarkan surat edaran bahwa pemerintah daerah untuk tetap menganggarkan dalam rangka keberlanjutan saudara-saudara kita non ASN,” kata Al Muktabar saat ditemui di Gedung Pendopo Gubernur Banten pada Senin (7/8).
    Di samping itu Al juga mengaku, jika Pemprov Banten selama ini tidak diam saja melihat nasib para tenaga honorer di Provinsi Banten.
    Ia mengatakan bahwa selama ini, Pemprov Banten telah melakukan berbagai upaya memperjuangkan nasib mereka agar sesuai dengan apa yang diharapkan.
    “Saya pikir kita akan berusaha, dan di berbagai kesempatan telah disampaikan bahwa semua memperhatikan itu untuk dicarikan solusi yang menyeluruh dan yang baik bagi bersama. Kita tidak diam saja, kita terus mengupayakan,” ucap pejabat yang kini masih menjabat sebagai Sekda Banten definitif itu.
    Terkait dengan pemberian sanksi terhadap tenaga honorer yang bersikukuh berangkat ke Jakarta untuk menggelar aksi, Pj Gubernur Banten itu pun mengatakan akan menyerahkan sepenuhnya ke masing-masing OPD.
    Namun, tidak menutup kemungkinan jika ternyata hal itu dapat mengganggu kinerja pelayanan publik, maka sanksi akan diberikan kepada tenaga honorer tersebut.
    “Nanti kita lihat dari komposisi OPD nya, apakah itu mengganggu kerjanya atau seperti apa. Karena yang punya evaluasi teknis itu di OPD. Nanti kita lihat laporannya seperti apa,” tuturnya.
    Sebelumnya, beredar sebuah surat yang berisikan imbauan dari Pj Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Virgojanti, berkaitan akan dilaksanakannya aksi tuntutan tenaga honorer di Senayan, Jakarta.
    Isi dari surat tersebut, Pj Sekda Banten itu mewajibkan kepada masing-masing kepala OPD untuk melakukan pembinaan kedisiplinan dan pengawasan terhadap tenaga honorer di masing-masing lingkup kerjanya.
    ”Berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai ASN serta sehubungan dengan rencana Aksi Damai untuk menyampaikan aspirasi dari Pegawai Non ASN Pemerintah Provinsi Banten di Gedung DPR RI dan Kantor Kemenpan RB Jakarta, diinformasikan kepada seluruh kepala perangkat daerah WAJIB melaksanakan pembinaan kedisiplinan dan pengawasan atas capaian kinerja terhadap Pegawai Non ASN di masing-masing perangkat daerah,” kutip BANPOS dari surat imbauan tersebut.
    Saat berusaha untuk dikonfirmasi oleh rekan media, Virgojanti nampak enggan untuk menanggapi perihal surat yang dikeluarkannya itu.
    Sementara itu diketahui, dalam aksinya di DPR RI, pekerja Non ASN (Kategori dan Non Kategori) yang mengaku sudah mengabdikan diri menuding adanya ketidakadilan. Banyak pekerja Non ASN yang saat ini sudah lebih dari 15 tahun mengabdikan diri, akan tetapi tidak memiliki kepastian hukum dan kejelasan statusnya.
    Menurut mereka, pengangkatan tenaga Honorer menjadi CPNS yang dilakukan oleh Pemerintahan sebelum Joko Widodo masih meninggalkan persoalan, dimana masih banyak tenaga honorer yang tersisa dan belum menjadi PNS dengan dilabeli Tenaga Honorer Kategori (THK) I dan II.
    Sekretaris Presidium Forum Honorer se-Provinsi Banten, Achmad Herwandi menyampaikan bahwa hingga saat ini tenaga honorer masih banyak yang belum mendapatkan kejelasan dari statusnya.
    “Tersisanya tenaga honorer ini diakibatkan dari carut marutnya proses pengangkatan yang dilakukan oleh Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil karena ditengarai banyak terdapat kecurangan,” ujarnya, Senin, (7/8).
    Selain itu, dirinya menjelaskan, bahwa THK I dan THK II, rata-rata sampai dengan saat ini sudah melakukan pengabdian selama puluhan tahun. Bahkan, banyak dari para pekerja tersebut yang umurnya sudah memasuki masa pensiun.
    Capaian tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Pemerintahan Joko Widodo sebesar 82 persen (LSI, 3/5), ia menuturkan, capaian tersebut merupakan capaian tertinggi selama Pemerintahan Joko Widodo. Menurutnya, hal ini tidak lepas dari peran Tenaga Non ASN yang selalu berjibaku mensukseskan program Pemerintah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
    “Namun seringkali peran Tenaga Non ASN ini diabaikan, bahkan upah yang diterimanya sangat memprihatinkan di bawah upah minimum padahal keterlibatan Tenaga Non ASN sangat besar dalam menentukan keberhasilan kinerja pemerintahan dalam melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik,” paparnya.
    Saat ini, total Tenaga Non ASN di Indonesia sebesar 2.355.092 orang. Bekerja sebagai guru sebanyak 731.524, tenaga kesehatan 204.902, penyuluh 74.362, tenaga teknis 609.255, dan administrasi 734.749. Dimana sebesar 325.517 berada di instansi Pusat dan 2.029.575 berada di instansi Daerah.
    Pemerintah melalui MENPANRB telah mengeluarkan Surat Nomor B/1527/M.SM.01.00/2023 perihal Status dan Kedudukan Eks THK-2 dan Tenaga Non ASN tertanggal 25 Juli 2023.
    Selain itu, diketahui MENPANRB juga menerbitkan Surat Keputusan Nomor 571 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Pengisian Kebutuhan Jabatan Fungsional Teknis Pada PPPK Tahun Anggaran 2022, Keputusan ini ditandatangani pada tanggal 2 Agustus 2023.
    “Dua kebijakan yang sudah dikeluarkan ini sejatinya belum memenuhi rasa keadilan bagi Tenaga Non ASN yang saat ini ada. Surat yang diterbitkan juga tidak memberikan kepastian hukum yang jelas,” ungkapnya.
    Menurutnya, hal tersebut karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen Pegawai Pemerintah yang diundangkan pada tanggal 28 November 2018. Dengan demikian, pemberlakuan lima tahun sebagaimana hal tersebut dalam Pasal 99 ayat (1) jatuh pada tanggal 28 November 2023 yang mewajibkan status kepegawaian di lingkungan Instansi Pemerintah terdiri dari dua jenis kepegawaian yaitu PNS dan PPPK.
    Kemudian, terkait dengan Surat Keputusan Nomor 571 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Pengisian Kebutuhan Jabatan Fungsional Teknis Pada PPPK Tahun Anggaran 2022, dirinya mengaku bahwa sedari awal, pihaknya menolak hal tersebut.
    “Sejak awal kami menolak adanya perekrutan PPPK melalui seleksi yang dibuka juga untuk umum, bagaimana mungkin kami yang sudah bekerja puluhan tahun dengan rutinitas pekerjaan yang dilakukan setiap hari sesuai dengan bidang kami masing-masing dapat bersaing dengan pelamar umum yang baru lulus sekolah atau fresh graduate, ditambah nilai ambang batas kelulusan sangat tinggi,” ujarnya.
    “Untuk itu kami Tenaga Non ASN yang tergabung dalam Presidium Forum Honorer se-Provinsi Banten (FHPB) bersama dengan Forum Non ASN Jawa Tengah, menuntut agar, segera sahkan RUU Perubahan tentang ASN, dengan memuat Pasal Pengangkatan Non ASN menjadi PNS/PPPK, merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK dengan memuat Pengangkatan secara langsung menjadi PPPK tanpa batasan jenjang pendidikan, juga mendesak pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengangkatan tenaga Non ASN menjadi ASN,” tandasnya.
    Ratusan Tenaga Honorer asal Kabupaten Lebak juga ikut berangkat menuju Jakarta dalam agenda Aksi Demonstrasi dengan tuntutan agar diangkat menjadi ASN.
    Diketahui, sebanyak 140 orang yang hadir dalam aksi tersebut merupakan Tenaga Kesehatan (Nakes) dan Tenaga Honorer Kementerian Agama Lebak. Pemberangkatan dimulai pada Senin (7/8) pukul 03.00 dini hari waktu setempat dengan titik kumpul di Alun-alun Rangkasbitung.
    Salah satu Peserta Aksi, Anjas Badrudin, menerangkan, dalam aksi tersebut seluruh peserta sama-sama memperjuangkan hak dan harapan sesama honorer.
    “Iya betul, aksi kami ke DPR RI untuk menyuarakan aspirasi sesama honorer,” kata Anjas saat dihubungi BANPOS melalui panggilan Telepon.
    Anjas yang juga Alumni HMI tersebut memaparkan, seluruh peserta aksi memiliki harapan aspirasi tersebut dapat didengar dan diterima demi meningkatkan kesejahteraan seluruh honorer.
    “Selama ini, honorer memiliki peranan besar dalam pembangunan di setiap program pemerintah,” tandasnya.
    Terpisah, Sekda Pandeglang, Ali Fahmi Sumanta berpesan kepada ribuan honorer peserta aksi Unjuk Rasa (Unras) ke gedung DPR RI untuk tidak anarkis selama berlangsungnya aksi. Hal tersebut disampaikan Sekda Pandeglang, Ali Fahmi Sumanta saat melepas peserta aksi Unras ribuan honorer teknis administrasi Kabupaten Pandeglang ke DPR RI, pukul 03.00 WIB di Pancaniti Alun-alun Pandeglang, Senin (7/8).
    “Aksi kalian adalah aksi damai, sampaikan apa yang menjadi keinginan kalian semua dengan santun, damai dan tertib,” kata Fahmi.
    Menurutnya, aksi unjuk rasa ini merupakan aksi damai untuk menuntut kejelasan nasib para honorer.
    “Niat kalian melakukan aksi unjuk rasa adalah niat baik, berjuang meminta kejelasan, jadi jangan sampai niat baik ini tercoreng oleh sikap-sikap yang tidak terpuji,” ucapnya.
    “Saya menekankan kepada para honorer yang akan melakukan aksi unjuk rasa, agar selalu menjaga ketertiban dan jangan sampai membuat keributan yang menyebabkan anarki,” sambungnya.
    Oleh karena itu, ia berharap dari aksi yang dilakukan oleh para honorer ini ditemukan solusi.
    “Dari aksi para honorer ini ada langkah terbaik dari pemerintah pusat terkait nasib para honorer,” ungkapnya.
    Sementara itu, Ketua Forum Honorer Teknis Kabupaten Pandeglang, Yosef Gumilar mengatakan, massa peserta aksi dari Kabupaten Pandeglang jumlahnya ribuan dan berangkat menggunakan puluhan bus.
    “Untuk para peserta aksi unjuk rasa ke gedung DPR RI hari ini berjumlah 1.500 orang, berangkat menggunakan kendaraan bus sebanyak 23 unit,” katanya.
    Ia menegaskan, aksi demo yang dilakukan oleh para honorer teknis di Kabupaten Pandeglang sebagai langkah memperjuangkan nasib tenaga honorer yang tersebar di seluruh instansi pemerintah Kabupaten Pandeglang.
    “Insyaallah aksi kami aksi damai, kami ingin para honorer teknis ada kepastian, aksi demo ini merupakan bentuk perjuangan untuk merubah nasib kami,” ungkapnya.
    Berdasarkan informasi, terdapat tiga tuntutan yang akan dibawa dalam aksi tersebut, yakni sahkan segera RUU Perubahan tentang ASN, mendesak Presiden untuk merevisi PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, serta mendesak pemerintah menerbitkan PP terkait pengangkatan honorer menjadi ASN. (MG-01/CR-01/DHE/MYU/DZH/PBN)

  • Tentang Merak Beach Hotel, Dewan Sebut BPN Cilegon Kurang Ajar

    Tentang Merak Beach Hotel, Dewan Sebut BPN Cilegon Kurang Ajar

    CILEGON, BANPOS – Anggota DPRD Kota Cilegon Hasbudin murka saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Lintas Komisi I, II dan III dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon terkait Pengelolaan Aset, bertempat di Ruang Rapat DPRD Kota Cilegon, Senin (7/8).

    Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu murka lantaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Cilegon mangkir saat RDP, padahal Sekretariat DPRD Kota Cilegon sudah mengundang secara resmi untuk hadir di rapat tersebut.

    Dalam RDP itu, DPRD Cilegon dari lintas komisi membahas permasalahan aset di Kecamatan Pulomerak. Aset yang dibahas yaitu lahan eks Sangkanila, lahan Merak Beach Hotel dan lahan Pulau Merak Kecil.

    Dalam RDP itu, DPRD Kota Cilegon dari Komisi I, II dan III mengundang Badan Pengelola Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Bagian Hukum, Bagian Perekonomian, Camat Pulomerak, Manajemen Merak Beach Hotel dan BPN Kota Cilegon.

    Namun dalam rapat itu, tidak ada perwakilan yang hadir dari BPN Kota Cilegon.
    Hal itu membuat Anggota Komisi III DPRD Cilegon Hasbudin naik pitam. Ia merasa Lembaga DPRD Cilegon dilecehkan oleh pihak BPN Cilegon.

    “Ini saya anggap kurang ajar BPN,” kata Hasbudin dalam RDP di Ruang Rapat DPRD Cilegon, Senin (7/8).

    Hasbudin menegaskan, tidak adanya perwakilan BPN Cilegon yang hadir dalam RDP tersebut, disebut sebagai pelecehan terhadap institusi DPRD Cilegon.

    “Tidak menghargai lembaga DPRD, lembaga yang terhormat. Diundang tidak datang, suratnya diterima, ditelepon tidak diangkat, di WA (WhatsApp) tidak dijawab tapi dibaca. Artinya ini jelas-jelas BPN sudah melecehkan lembaga DPRD Kota Cilegon. Dan saya menganggap akhirnya diduga ini ada hal yang tidak beres antara BPN dengan Merak Beach Hotel,” kata Hasbudin dengan nada tinggi.

    Padahal, kehadiran BPN Cilegon, sedianya untuk memperjelas tentang permasalahan aset di Kota Cilegon. Saat ini, Pemkot Cilegon sedang melakukan penatausahaan aset.

    “Memang tidak ada orang di BPN?. Ini sudah melecehkan Lembaga DPRD Cilegon. Nah kalau begini diduga ada penyimpangan ada permainan kotor, diduga ada permainan antara BPN dengan Merak Beach,” tegasnya.

    Anggota DPRD dari Dapil Grogol-Pulomerak ini mencurigai adanya kongkalikong di BPN Kota Cilegon. “Tidak transparan (BPN). Kalau memang tidak ada persoalan jelaskan saja. Kewajibannya kan menjelaskan,” tandasnya.

    Di tempat yang sama, Anggota Komisi I DPRD Cilegon Aam Amarulloh mengatakan, pada RDP yang membahas penatausahaan aset di Pemkot Cilegon, ada 3 masalah aset di wilayah Kecamatan Pulomerak yang menjadi perhatian DPRD.

    Dikatakan Aam, pertama aset eks lahan Sangkanila yang saat ini menjadi lahan Pemkot Cilegon untuk penggunaan kedepannya. Kemudian, lahan Merak Beach Hotel yang status lahannya miliki hotel tersebut, namun dinilai tidak ada sumbangan pajak hotel ke Pemkot Cilegon. Terakhir, terkait rencana pengembangan wisata di Pulau Merak Kecil.

    “Terkait Merak Beach Hotel, itu ada pungutan 20 ribu bagi orang yang mau masuk ke Pantai, tetapi tidak ada pajak hotel yang diserahkan ke Pemkot Cilegon,” tutur Aam.

    Dikatakan Aam, saat ini keberadaan Merak Beach Hotel, banyak dipertanyakan oleh warga sekitar Kecamatan Pulomerak.

    “Awalnya masyarakat kami yang menanyakan Merak Beach Hotel, sekedar mandi di Pantai Rp20 ribu, setelah ditanyakan ke BPKPAD tidak membayar pajak hotel. Kami minta Manajemen Merak Beach Hotel menunjukkan bukti kepemilikan tanah dan bukti pajak yang disetorkan ke Pemkot Cilegon kalau memang ada, dan kami minta kalau untuk wisata ke pantai jangan juga Rp20 ribu, cuma mandi di pantai Rp20 ribu,” paparnya.

    Sementara itu, perwakilan Merak Beach Hotel Mulyaningsih mengatakan, mengenai lahan saat ini Merak Beach Hotel sertifikat kepemilikan pribadi.

    “Awal mulanya saya kurang tahu. Tapi, Merak Beach Hotel ini awalnya Bapak Roy Sungkono, kemudian dialihkan ke anaknya Roy Sadewo, setahu saya selama ini,” tuturnya.

    Sementara itu, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp Senin (7/8), Kepala BPN Cilegon Elfidian Iskariza terkait ketidakhadiran perwakilan dari BPN saat RDP tidak memberikan jawaban. Padahal pesan WhatsApp yang dikirim BANPOS sudah dibaca ditandai dengan centang biru.(LUK/PBN)

  • Rp38 Miliar Dana BOS Kota Cilegon Jadi Temuan BPK, Inspektorat: Harus Duduk Bareng

    Rp38 Miliar Dana BOS Kota Cilegon Jadi Temuan BPK, Inspektorat: Harus Duduk Bareng

    CILEGON, BANPOS – Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon menjadi catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Banten. Dalam catatannya mekanisme pengesahan pendapatan dan belanja Dana BOS belum sesuai peraturan serta Pemerintah Kota Cilegon belum memiliki Pejabat Pengelola Keuangan Dana BOS.

    Hal tersebut mengakibatkan risiko adanya kesalahan data dan informasi terkait penerimaan dan penggunaan Dana BOS dalam Laporan Pendapatan dan Belanja Dana BOS di satuan pendidikan.
    Kepala Inspektorat Kota Cilegon Mahmudin menjelaskan temuan BPK terkait Dana Bos hanya kesalahan administrasi.

    “Kalau BOS rekomendasi BPK RI hanya administrasi aja,” ujar Mahmudin kepada BANPOS, Senin (7/8).

    Kemudian Mahmudin menjelaskan, terkait dengan dana BOS yang diluncurkan oleh pemerintah pusat itu langsung meluncur ke bendahara sekolah baik sekolah SD maupun SMP.

    Seharusnya, ketika dana BOS sudah diluncurkan ke sekolah-sekolah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Cilegon melakukan proses validasi membuat SP3B (surat permintaan pengesahan pendapatan dan belanja) kepada bendahara umum daerah.

    “Maksudnya biar anggaran yang diluncurkan itu masuk ke khas daerah dulu, nanti setelah dindik membuat SP3B, bendahara umum daerah baru menerbitkan SP2B (surat pengesahan, pendapatan dan belanja). Nah itu yang kemarin yang tidak ditempuh oleh dindik dan BPKPAD sehingga kemarin nyaris sama BPK dihitung total loss Rp38 miliar. Tapi Alhamdulillah kemarin terselamatkan,” terangnya.

    Dikatakan Mahmudin, hal itu menjadi krusial karena BPK melihatnya tidak lazim lantaran dana BOS tidak tercatat di khas daerah.

    “Administrasi saja yang tidak ditempuh. Itu krusial karena BPK melihat itu tidak lazim, harusnya dana BOS yang masuk itu dicatat dulu dalam bentuk permintaan pengesahan pendapatan dan belanja masuk ke khas daerah di APBD Kota Cilegon baru bendahara umum daerahnya (BUD) mengeluarkan surat pengesahan dalam bentuk SK kepala BUD,” tuturnya.

    Agar tidak terulang kembali, ia menyarankan agar Dindikbud dan BPKPAD bisa duduk bareng agar tidak menjadi temuan BPK.

    “Penekanan kedepannya Dindikbud dengan BPKPAD harus duduk bareng terutama dengan BUD nya. Jadi ketika dana BOS masuk harus segera di verifikasi, di validasi segera dibuatkan SP3B nya. Dindik membuat SP3B nya ke bendahara umum daerah (BUD) kemudian bendahara umum daerah mengesahkan dalam bentuk SP2B, baru clear n clear. Jadi kedepan mudah-mudahan nggak jadi temuan lagi dana BOS,” paparnya.

    Ia menegaskan kembali bahwa catatan dari BPK terkait Dana BOS di Pemkot Cilegon hanya administrasi tidak ada pengembalian dalam bentuk uang.

    “Tidak bentuk pengembalian (uang), hanya administrasi saja,” tutupnya.

    Terpisah, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Cilegon Suhendi mengaku sudah ditindaklanjuti terkait temuan tersebut.

    “Sudah ditindaklanjuti, dari bidang dikdas sudah mengajukan permohonan SK pejabat pengelola keuangan dana BOS ke Walikota. Karena awalnya pengelolaan dana BOS cukup di satuan pendidikan, dengan juknis BOS baru harus ada di dindik,” tuturnya.

    Kedepan kata dia, agar tidak terulang kejadian serupa, pihaknya akan mengikuti aturan dari pusat.

    “Kami mengikuti ketentuan/juknis yang dibuat oleh pusat. Karena biasanya juknis suka ada perubahan-perubahan,” tandasnya.(LUK/PBN)

  • Hanya Rp10 Miliar Target Serapan Anggaran PSU Banten

    Hanya Rp10 Miliar Target Serapan Anggaran PSU Banten

    SERANG, BANPOS – Pemprov Banten hanya menargetkan proyek prasarana sarana dan utilitas (PSU) pada tahun anggaran 2023 ini terserap Rp10 miliar, dari total anggaran Rp240 miliar.
    Informasi dihimpun, proyek PSU Rp240 miliar yang menyebar di delapan kabupaten/kota dengan dipecah-pecah menjadi 1.400 paket kegiatan, atau masing-masing paket Rp190 juta, rencananya hanya diserap 5 persennya saja.

    “Dokumen pada program RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah) 2023, yang sudah disinkronkan dengan program peningkatan PSU, itu hanya Rp10 miliar saja. Jadi tidak diserap semuanya,” kata salah seorang sumber di KP3B yang enggan disebutkan namanya, Senin (7/8).

    Ia mengungkapkan, kegaduhan proyek PSU yang saat ini terjadi antar pemprov dan DPRD sesungguhnya telah dibahas sebelumnya, akan tetapi. masih ada ketidakpuasan dari pihak legislatif.

    “Saat ini isu yang mengemuka, adalah serapan rendah. DPRD sepertinya masih terus melakukan negosiasi, agar PSU dapat direalisasikan, walaupun jika dihitung waktunya mepet,” katanya.

    Adanya kendala ada sistem E-katalog dan surat edaran (SE) Pj Sekda pada akhir Februari lalu (saat itu dijabat oleh Moch Tranggono) adalah trik saja.

    “Kita lihat saja nanti, sekarang sudah mau memasuki minggu kedua bulan Agustus, sementara proyek PSU masih di review. Belum ada progres lebih banyak lagi pengerjaannya. Dan jika nanti pada akhir Agustus ini tidak juga ada progres, maka dipastikan akan menjadi Silpa (sisa lebih penggunaan anggaran)). Apalagi memang sekarang ditarget hanya terserap Rp10 miliar atau kurang lebih 50 paket saja, tidak sampai 1.000 paket,” katanya.

    Sebelumnya, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Banten, M Rachmat Rogianto mengungkapkan, kendala belum terlaksananya PSU adalah hal teknis yang sampai saat ini masih ditinjau ulang.

    “Ada E-katalog, dan untuk PSU kita kroscek ulang,” kata Omi (panggilan akrab M Rachmat Rogianto).
    Pihaknya membenarkan saat ini, dari total pagu anggaran 2023 yang dikelola pihaknya sebesar Rp500 miliar, serapan belum mencapai 20 persen.

    “Fisiknya 14 persen, keuangan 2,4 persen,. Untuk fisik realisasinya Rp4 miliar, sedangkan belanja pegawai atau keuangan Rp9 miliar, dan untuk PSU itu ada 1.400 paket dengan anggaran Rp240 miliar. Kita optimistis, ini dapat dikerjakan dengan waktu tersisa di tahun 2023 ini, walaupun sangat sulit,” ujarnya seraya mengatakan, serapan PSU 2023 sama dengan tahun 2022, sebesar 96 persen.

    Ketua Komisi IV DPRD Banten, M Nizar mengaku akan terus meminta pemprov agar dapat menjalankan programnya sesuai dengan rencana, termasuk serapan PSU dan program lainnya yang bersentuhan dengan masyarakat.

    “Kita akan ambil sikap tegas,” kata politisi Gerindra ini.(RUS/PBN)

  • Yeremia Dorong Bankeu Desa di Provinsi Banten Naik Jadi Rp100 Juta

    Yeremia Dorong Bankeu Desa di Provinsi Banten Naik Jadi Rp100 Juta

    SERANG, BANPOS – Komisi V DPRD Banten tengah berupaya mendorong Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) untuk dapat meningkatkan jumlah Bantuan Keuangan (Bankeu) Desa yang semula dianggarkan oleh Pemprov Banten sebesar Rp60 juta menjadi Rp100 juta.

    Hal itu diungkapkan langsung oleh Ketua Komisi V DPRD Banten, Yeremia Mendrofa saat ditemui oleh BANPOS di ruangannya pada beberapa waktu yang lalu.

    “Ke depan kita akan mendorong Rp60 juta ini bisa naik jadi Rp100 juta,” kata Yeremia Mendrofa.

    Yeremia berharap, usulan tersebut dapat terealisasikan usai penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) usai.

    Sebab, jika di tahun ini, Yeremia menjelaskan anggaran yang ada lebih difokuskan untuk suksesi penyelenggaraan Pemilu 2024 nanti. Oleh karenanya, ia mendorong usulan tersebut dapat terlaksana di tahun berikutnya.

    “Kita usahakan, kita dorong untuk tahun depan Rp100 juta setelah setelah beban pemilu. Inikan sekarang anggaran lebih banyak diserap oleh beban Pemilu,” jelasnya.

    Namun untuk sementara ini, Yeremia mengatakan Bankeu Desa yang nominalnya sebesar Rp60 juta akan segera disalurkan pada Agustus tahun ini.

    “Bantuan keuangan desa yang nilainya Rp60 juta ini sedang berproses dan kita berharap di bulan Agustus ini sudah bisa dicairkan, direalisasikan,” katanya.

    Dalam proses pengajuannya, Yeremia menjelaskan, pihak Desa harus melampirkan proposal berkaitan dengan program yang akan dilaksanakan di wilayahnya.

    Namun, Ketua Komisi V DPRD Banten itu mengingatkan bahwa dana yang disalurkan peruntukannya harus sesuai dengan Petunjuk Teknis (Juknis), seperti misal untuk pelaksanaan pembangunan infrastruktur jalan desa, peningkatan kualitas pendidikan desa, dan lain sebagainya.

    “Desa bisa mengajukan proposal, setelah itu kan ada juknis, harus sesuai dengan juknis. Baik dalam juknis,” tandasnya.

    Senada, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Provinsi Banten Rafik Rahmat Taufik mengatakan, sejauh ini menurutnya bantuan keuangan Pemprov Banten dirasa masih kurang mencukupi untuk membantu pelaksanaan pembangunan di desa.

    “Bayangkan Banprov cuman Rp15 juta setahun, APBDes hampir Rp12 triliun. Akhirnya kita kompak ngotot ke Pemprov tahun ini dinaikkan menjadi Rp60 juta, masih kurang itu,” kata Rafik dikutip dari youtube podcast BANPOS.

    Rafik menjelaskan, jika hanya mengandalkan APBDes yang sumbernya dari Dana Bagi Hasil (DBH) pemerintah kabupaten dan Dana Desa (DD), anggaran tersebut masih kurang mencukupi. Sebab, sebagian besar pengeluaran habis diperuntukan untuk belanja operasional, seperti honorarium pegawai desa, serta pelaksanaan rapat rutin desa.

    “Total APBDes kalau desa saya paling sekitar Rp1,2 miliar. Jumlah RT ada 35, jumlah RW ada 10, jumlah BPD ada 10, jumlah Posyandu ada 80, PKK ada 20 itu yang dibebankan dari APBDes untuk penggajian nya,”

    “Belum operasional desa, belum rapat rutin, kegiatan rutin misalkan PKK dan lain-lain. Jadi total Rp1,2 miliar palin sisa 45 persen untuk infrastruktur. Untuk pengembangan SDM misalkan, atau untuk menciptakan, mengoptimalkan pariwisata di desa misalkan, mana cukup?” jelas mantan jurnalis tersebut.

    Oleh karenanya, ia meminta kepada Pemprov Banten untuk bisa meningkatkan jumlah nominal bantuan keuangan yang disalurkan ke desa, demi berjalannya program pembangunan di desa.

    “Akhirnya saya dan kawan-kawan lobby lagi, ngomongnya mah tahun depan itu Rp100 juta mau dikasih. Tapi sebenarnya angka minimal bukan segitu, minimal Rp120 juta desa itu. Karena apa? Dilihat dengan total APBDes,” tandasnya. (MG-01/PBN)

  • Pedagang Penolak Penutupan JPL 183 Kabupaten Lebak Diteror OTK

    Pedagang Penolak Penutupan JPL 183 Kabupaten Lebak Diteror OTK

    LEBAK, BANPOS – Sejumlah pedagang yang berada di Jalan Rt. Hardiwinangun dan Jalan Kimaklum mengaku mendapatkan teror dari orang tak dikenal (OTK). Teror tersebut diduga akibat adanya rencana unjuk rasa menolak penutupan JPL 183, yang akan digelar pada Senin (7/8) hari ini di gedung DPRD.

    Seperti yang diakui salah satu pedagang yang meminta namanya dirahasiakan. Kepada BANPOS, ia mengatakan bahwa sejak dipasangnya banner penolakan dan dilayangkannya surat untuk aksi kepada pihak Kepolisian, ia beserta beberapa temannya mendapatkan telepon dari nomor yang tidak dikenali.

    Ia mengaku, hal tersebut beberapa kali didapati hingga membuat keributan di dalam kelompok pedagang yang hendak menggelar aksi. “Sempat ada yang meminta untuk tidak dilanjutkan aksinya, bahkan ada juga yang meminta batal atau digantikan dengan audiensi,” ujarnya kepada BANPOS, Minggu (6/8).

    Sementara itu, salah satu pedagang di Jalan Rt Hardiwinangun, Roni, memaparkan bahwa hingga saat ini omzet penjualan menurun drastis dikarenakan sepinya masyarakat yang melintasi jalan tersebut, sejak ditutupnya pintu perlintasan atau JPL 183.

    Roni menerangkan, dirinya beserta puluhan pedagang siap melanjutkan aksi yang akan dilaksanakan Senin pagi tanpa mengurangi rencana yang telah disiapkan.

    “Aksi terus akan tetap berlanjut, saya ga ngerti ada keributan atau hal apapun yang jelas kita aksi cuma mau mengadu, meminta jawaban dan solusi saja. Insyaallah kita ga anarkis, kita cuma pedagang,” tandas Roni.

    Diketahui, salah satu tujuan ditutupnya jalur perlintasan tersebut untuk mengurai kemacetan. Berdasarkan pemantauan BANPOS dalam beberapa waktu terakhir sejak ditutupnya JPL tersebut, kondisi lalu lintas memang mulai sepi dari masyarakat atau pengendara motor dan mobil, yang melintasi jalur tersebut. (MYU/DZH)

  • DI Cilangkahan II Terbengkalai, Persawahan 4 Desa Mati Fungsi

    DI Cilangkahan II Terbengkalai, Persawahan 4 Desa Mati Fungsi

    MALINGPING, BANPOS – Tidak berfungsinya saluran pengairan pada Daerah Irigasi Cilangkahan II selama bertahun-tahun dituding menjadi penyebab mati fungsinya persawahan di empat desa. Hal tersebut mendapat sorotan dari warga petani dan aktivis KNPI Malingping. Mereka meminta pihak dinas terkait agar tidak membiarkan irigasi itu ditelantarkan dengan dipenuhi rumput dan sedimen lumpur, sehingga irigasi bisa berfungsi normal.

    Ketua KNPI Malingping, Febi Firmansyah, kepada BANPOS mengatakan bahwa keberadaan saluran irigasi milik Pemkab Lebak saat ini terbengkalai. Persawahan di tiga desa telah mengalami krisis akibat gagal panen.

    “Sebenarnya tuntutan perbaikan untuk saluran irigasi Cilangkahan II sudah disampaikan pada Tahun 2022 lalu, namun hingga kini belum ada realisasi dari pemerintah. Jelasnya irigasi itu sudah lebih dari 4 tahun tidak pernah dilakukan pemeliharaan ataupun perbaikan,” kata Febi, Minggu (6/8).

    Menurut Febi, pihaknya sudah dua kali menggelar aksi unjuk rasa dan melakukan audien agar irigasi tersebut segera diperbaiki.

    “Kami prihatin dengan nasib petani di empat desa, yaitu Sukaraja, Malingping Selatan, Cilangkahan, dan Sukamanah yang sawahnya mengalami mati fungsi. Dan kami pun sudah dua kali menggelar demonstrasi dan audien agar pihak Dinas PUPR Lebak segera memperhatikan irigasi tersebut,” tuturnya.

    Senada dengan itu, salah seorang petani bernama Bahtiar juga mengungkapkan bahwa karena saluran Daerah Irigasi (DI) Cilangkahan II tidak berfungsi, hal ini telah berdampak besar pada menurunnya produksi padi di lahan pertaniannya.

    “Iya, benar. Sawah saya dan yang lainnya jelas tidak teraliri air dari irigasi itu. Paling-paling kita hanya menunggu hujan saja. Cobalah lihat, irigasi tersebut sudah lama dibiarkan terlantar dan tidak berfungsi lagi. Bahkan sekarang banyak dipenuhi rumput dan tertimbun lumpur,” jelasnya.

    Di sisi lain, mewakili Kepala Dinas PUPR Lebak, Kabid Sumber Daya Air (SDA), Dade Yan Apriyandi, membenarkan kondisi DI tersebut. Pihaknya sudah menerima tuntutan para petani agar saluran irigasi Cilangkahan II segera diperbaiki dan hal ini sudah dalam perencanaan Dinas PUPR Lebak.

    “Sesuai dengan hasil pengecekan kami di lapangan, memang benar saluran irigasi Cilangkahan II sudah banyak yang rusak, karena saluran irigasi ini dibangun pada tahun 1990-an melalui Proyek Irigasi Teluk Lada. Namun, untuk bangunan utamanya masih dalam kondisi baik dan berfungsi,” ujarnya.

    Dade menjelaskan bahwa di beberapa ruas aliran saluran irigasi sudah terjadi sedimentasi. Selain itu, ada penyempitan pada DI tersebut sejak pembangunan perumahan di daerah Simpang, Cilangkahan. Di pertengahan ruas saluran juga terdapat armco yang berada di bawah kedalaman tanah 5-10 meter dan tidak dapat dilalui oleh aliran air.

    “Untuk merehabilitasi saluran irigasi Cilangkahan II, diperlukan biaya yang cukup besar. Kami akan segera membuat perencanaan dan pemetaan ulang, termasuk perhitungan biaya yang diperlukan, agar saluran irigasi tersebut dapat diperbaiki,” jelasnya.

    Dade menjelaskan bahwa pasokan air DI Cilangkahan II sebenarnya merupakan sisa air buangan dari DI Cilangkahan I milik Pemprov Banten yang berada di hulu. Saat ini, pasokan air tidak sampai ke Desa Sukamanah karena debit air sudah berkurang akibat musim kemarau dan banyaknya bangunan, sehingga terjadi penyempitan saluran.

    Ia menambahkan bahwa jumlah DI yang menjadi kewenangan Kabupaten Lebak adalah 463 DI, yang tersebar di berbagai wilayah.

    “Pemkab Lebak baru mampu memelihara dan memperbaiki sekitar 20 DI setiap tahunnya, dengan anggaran berkisar antara Rp300 hingga Rp500 juta. Dengan jumlah saluran irigasi sebanyak 463, diperlukan waktu 20 tahun untuk menyelesaikan semuanya. Namun, pemerintah akan berupaya untuk merealisasikannya dengan diawali mekanisme, perencanaan, dan alokasi anggaran yang tepat,” paparnya.(WDO/PBN)

  • 373 Bacaleg Banten Gagal Sebelum Bertanding

    373 Bacaleg Banten Gagal Sebelum Bertanding

    SERANG, BANPOS – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banten setidaknya mencoret 373 nama bakal calon legislatif (Bacaleg) dari daftar nama peserta pemilihan umum tahun ini, lantaran dianggap tidak memenuhi syarat (TMS) dalam tahapan verifikasi administrasi persyaratan Bacaleg.

    Ketua KPU Banten Mohammad Ihsan menerangkan, pihaknya telah melakukan verifikasi administrasi terhadap 1.548 Bacaleg dari 18 partai politik peserta Pemilu 2024.

    Dari hasil verifikasi yang dilakukan sejak 10 Juli hingga 31 Juli 2023 didapati ada sekitar 1.175 Bacaleg yang dinyatakan lolos tahapan tersebut. Sementara sisanya, 373 Bacaleg dinyatakan tidak memenuhi syarat dan otomatis dicoret dari keikutsertaannya dalam Pemilu nanti.

    “Dari 1.548 Bacaleg ditemukan 1.175 orang Bacaleg memenuhi syarat (MS) dan 373 orang Bacaleg TMS, mereka pun dicoret dari data peserta Pemilu,” terang Mohammad Ihsan pada Minggu (6/8).

    Gugurnya Bacaleg itu disebabkan oleh tidak dipenuhinya sejumlah dokumen yang diminta oleh pihak penyelenggara Pemilu, seperti misal dokumen ijazah Bacaleg tidak diunggah di aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon), atau adanya ketidaksesuaian nama antara ijazah dengan KTP yang dimiliki oleh Bacaleg.

    “Data bacaleg yang TMS diantaranya Dokumen Ijazah tidak dilegalisir, Dokumen yang tidak di upload, Dokumen bukan atas nama yang bersangkutan, Dokumen ijazah berbeda nama dengan KTP tidak disertai pernyataan dari yang bersangkutan, penulisan nama pada Silon berbeda dengan KTP, pada prosesnya tentu KPU Banten diawasi oleh Bawaslu Banten,” jelasnya.

    Sementara itu, Ihsan menyebutkan untuk calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang berjumlah sebanyak 24 orang, seluruhnya dinyatakan telah memenuhi persyaratan.

    Alhasil kini, seluruh calon DPD RI dan juga Bacaleg Provinsi Banten ditetapkan dalam Daftar Calon Sementara (DCS) oleh KPU Banten.

    “Tahapan penetapan sudah dilakukan dan penandatanganan berita acara melalui pleno KPU Provinsi Banten yang dilakukan beberapa hari yang lalu. Dan hasilnya pun sudah diserahkan kepada perwakilan parpol,” ucapnya.

    Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Banten, Akhmad Subagja menyampaikan usai penetapan DCS, partai politik diberikan waktu sekitar satu minggu lamanya sejak tanggal 6-11 Agustus 2023 untuk melakukan pencermatan rancangan DCS.

    Ia meminta kepada peserta pemilu 2024 untuk dapat memaksimalkan waktu yang diberikan dalam melakukan pembahasan rancangan DCS itu.

    “Kami meminta parpol dalam pencermatan rancangan DCS, dapat memaksimalkan waktu yang tersedia untuk mengganti bakal calon, mengganti nomor urut maupun memperbaiki dokumen Administrasi bakal calon,” tandasnya. (MG-01/PBN)

  • Pengelolaan Aset Pemerintah di Banten Banyak Masalah

    Pengelolaan Aset Pemerintah di Banten Banyak Masalah

    SERANG, BANPOS – Aset selalu saja menjadi permasalahan dalam pengelolaan daerah. BPK hingga KPK beberapa kali menemukan adanya pengelolaan aset yang tidak sesuai dengan aturan atau belum dikelola dengan baik.

    Berdasarkan data yang dimiliki oleh BANPOS, setidaknya ada tiga temuan permasalahan aset yang melingkupi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.

    Sementara Pemerintah Kota Cilegon didapati adanya dua temuan berkaitan dengan permasalahan aset, sedangkan Pemerintah Kabupaten Lebak didapati adanya enam temuan, kemudian Pemerintah Kabupaten Pandeglang sebanyak empat temuan terkait dengan aset.

    Dalam upaya pengamanan terhadap 1.086 bidang tanah yang dimiliki oleh Pemprov Banten, sebanyak 803 bidang tanah telah bersertifikat sampai dengan tahun 2022 atas nama Pemerintah Provinsi Banten.

    Termasuk di dalamnya adalah sertifikat 8 buah situ/danau/embung/waduk (SDEW) seperti Situ Cipondoh, Situ Gede, Situ Palayangan, Situ Sindang Mandi, Situ Rampones, Situ Cibirai, Situ Telaga Wangsa, dan Situ Waduk Sindangheula.

    Sebab itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten gencar melakukan pendataan terhadap sejumlah aset yang dimilikinya. Tidak hanya aset berupa bangunan fisik semata, melainkan aset lain berupa tanah juga tidak luput dari pendataan tersebut.

    Menurut Kepala Bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Banten, Berly Rizki Natakusumah, saat ini Pemprov Banten tengah berupaya mengoptimalisasi pendapatan daerah melalui pengelolaan aset daerah.

    “Saat ini BPKAD Provinsi Banten berorientasi aset adalah modal. Kenapa modal? Karena mengingat aset merupakan salah satu hal yang berharga, yang bisa dimanfaatkan dan bisa menghasilkan dana yang akan masuk kepada Pemerintah Provinsi Banten,” kata Berly.

    Dalam melakukan pengelolaan terhadap aset-aset tersebut, Pemprov Banten memiliki sejumlah skema yang bisa dilakukan.

    Salah satunya adalah dengan cara meminjamkan aset kepada pelaku usaha. Pemprov Banten dapat melakukan penyertaan modal kepada pelaku usaha, caranya dengan meminjamkan aset yang dimilikinya itu.

    “Kita melaksanakan penyertaan modal kepada perusahaan daerah, bisa dengan meminjamkan aset,” jelasnya.

    Rencana pengelolaan itu pun juga rupanya telah disampaikan oleh BPKAD kepada DPRD Provinsi Banten.

    Berly menjelaskan dalam rapat pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak dan Retribusi Daerah, BPKAD telah memberikan sejumlah masukan dan pertimbangan terkait pengelolaan aset yang dinilai mampu memberikan pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Banten.

    “Kemarin juga kami sudah melakukan koordinasi-koordinasi teknis berkaitan dengan Raperda pajak daerah dan retribusi daerah yang diusulkan oleh DPRD Provinsi Banten. Kita sudah memberikan masukan-masukan , memberikan pertimbangan-pertimbangan bahwa aset bisa memberikan kontribusi terhadap PAD,” terangnya.

    Di samping itu Berly juga menyebutkan bahwa saat ini Pemprov Banten telah memiliki sebanyak 1.297 aset tanah yang kepemilikannya telah dikuasai seutuhnya oleh Pemprov Banten.

    Namun, ia juga tidak menampik jika ada sebagian aset lain yang belum sepenuhnya dimiliki oleh Pemprov Banten dalam hal kepemilikannya.

    Karena masih ada sejumlah aset yang saat ini statusnya masih bersengketa dengan pihak lain, baik itu bersengketa dengan pemerintah daerah kabupaten/kota maupun perorangan, maka pemanfaatannya pun juga belum bisa dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Banten.

    “Dipastikan bahwa kita memiliki 1.297 aset tanah tapi itu tidak semua clear and clean. Jadi tidak semua bisa kita manfaatkan karena masih ada hal-hal yang kita lalui bersama, proses pengakuan kepemilikan itu tidak mudah,” ungkap Berly.

    Oleh karenanya agar permasalah sengketa aset itu dapat segera diselesaikan, maka Pemprov Banten menggandeng pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) supaya dapat menengahi urusan permasalahan tersebut.

    “Dan kita juga sudah mengupayakan beberapa tahun terakhir dibantu oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, dengan metode kita berikan surat kuasa khusus untuk membantu kami sebagai pengacara negara,” tandasnya.

    Terpisah, Barang Milik Daerah (BMD) Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon akan di sensus oleh Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Kota Cilegon.

    Sensus BMD akan dilakukan pada Agustus sampai akhir tahun dengan menyasar seluruh OPD.

    Kepala BPKPAD Kota Cilegon, Dana Sujaksani mengatakan, sensus BMD dilakukan untuk menghasilkan data secara mutakhir terkait aset. Di mana nanti hasilnya mendukung validitas nilai aset pada laporan keuangan.

    “Ini program kita, jadi kita harus tahu nilai aset sesungguhnya di Cilegon. Itu semua harus ada perhitungan akhir di neraca, harus muncul di laporan keuangan,” kata Dana, Minggu (7/8).

    Dana mengungkapkan, memang selama ini OPD telah mencatat seluruh nilai asetnya. Namun menurutnya masih ada yang dinilai belum sesuai dengan pencatatan.

    Kemudian, Dana mencontohkan, ketika seorang pejabat memegang tanggung jawab untuk mengurusi suatu barang yang digunakan OPD tempatnya bekerja dan kemudian yang bersangkutan berpindah tugas ke OPD maka harus ada pelaporannya.

    “Memang tercatat (oleh OPD), tetapi ada yang tercecer. Semisalnya, ada (barang) yang tercatat, kemudian terbawa oleh yang pensiun (tidak ada pelaporan). Kemudian misalnya ada yang pindah dari OPD A ke OPD B, laptop dibawa, tetapi tidak dipindahkan oleh pengurus barang. Itu masalah, itu banyak itu. Rotasi mutasi barang yang tidak terlaporkan oleh OPD masing-masing. Otomatis menjadi tidak tercatat asetnya,” tuturnya.

    Ia berharap dengan sensus BMD ini seluruh aset yang ada di Pemkot Cilegon dapat diinventarisir dengan baik dan tercatat secara akurat.

    Sementara itu, Kepala Bidang Aset pada BPKPAD Kota Cilegon, Hendra Pradita mengatakan, sensus yang dilaksanakan mengikuti aturan Permendagri Nomor 47 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan Barang Milik Daerah.

    “Sensus ini memang untuk memastikan data di data base dengan data barang fisik di lapangan agar terdapat kesesuaian dan akurat,” ujarnya.

    Dikatakan Hendra, sensus BMD akan dilakukan di seluruh OPD dengan masa waktu selama 3 bulan.

    “Kita lakukan sensus selama 3 bulan di semua OPD, di 39 OPD. Kita akan inventarisasi barang mulai dari barang yang ada di KIB (Kartu Inventaris Barang) A sampai KIB F,” tandasnya.(MG-01/LUK/PBN)

  • Tarif Penyeberangan Kelas Ekonomi Resmi Naik

    Tarif Penyeberangan Kelas Ekonomi Resmi Naik

    MERAK, BANPOS – Mulai Rabu (3/8) pukul 00.00 Wib, PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) resmi menerapkan penyesuaian tarif baru pada 29 lintasan penyeberangan di seluruh Indonesia. Hal ini mengacu kepada telah disahkannya Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 61 Tahun 2023 tentang Tarif Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan Kelas Ekonomi Lintas Antarprovinsi dan Lintas Antarnegara.

    Corporate Secretary PT ASDP Indonesia Ferry (persero) Shelvy Arifin mengatakan penyesuaian tarif ini dipastikan selaras dengan peningkatan kualitas pelayanan. Perbedaan nilai tarif ini juga tidak semata untuk keuntungan salah satu pihak, ada dasar pertimbangan dimana akhirnya diputuskan penyesuaian tarif ini memang diperlukan.

    “Kenaikan biaya bahan bakar minyak (BBM), kenaikan Upah Minimum Kota (UMK), inflasi, serta kenaikan kurs dollar berdampak signifikan pada biaya perawatan dan perbaikan kapal. Komponen-komponen tersebut berdampak pada peningkatan biaya layanan penyeberangan kapal, termasuk yang dikelola ASDP. Berdasarkan pertimbangan ini, penyesuaian tarif dirasa perlu dilakukan,” jelas Shelvy.

    Adapun penyesuaian tarif resmi diberlakukan pada 3 Agustus 2023 di 29 lintasan penyeberangan yakni, Merak – Bakauheni, Ketapang-Lembar, Jangkar-Lembar, Jangkar-Kupang, Ketapang-Gilimanuk, Padangbai-Lembar, Surabaya-Lembar, Kendal-Kumai, Sape-Waikelo, Sape-Labuan Bajo, Sape-Waingapu, Tanjung Api Api-Tanjung Kalian, Batam-Kuala Tungkal, Batam-Mengkapan, Batam-Sei Selari, Karimun-Mengkapan, Karimun-Sei Selari, Mengkapan-Tanjung Pinang, Dumai-Malaka, Dabo-Kuala Tungkal, Bajoe-Kolaka, Balikpapan-Taipa, Balikpapan-Mamuju, Bitung-Ternate, Bira-Sikeli, Bitung-Tobelo, Pagimana-Gorontalo, Siwa-Lasusua, dan Batulicin – Garongkong.

    Seiring penyesuaian tarif, ASDP juga telah mengupayakan peningkatan pelayanan penyeberangan dan pelabuhan dengan mempersiapkan layanan Dermaga Eksekutif II di Merak-Bakauheni. Hal ini sebagai bentuk komitmen ASDP untuk melakukan optimalisasi pelayanan dengan mengutamakan kepuasan pelanggan.

    Selain itu, juga dilakukan penambahan infrastruktur penunjang layanan pengguna jasa diantaranya access bridge penghubung terminal eksekutif, penyediaan garbarata dermaga eksekutif II, penambahan kapasitas serta renovasi ruang tunggu layanan eksekutif II, khususnya di Pelabuhan Merak dan Bakauheni yang diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan pengguna jasa. (LUK)