Kategori: HEADLINE

  • Pelaku Illegal Logging Ditangkap

    Pelaku Illegal Logging Ditangkap

    Jajaran Satreskrim Polres Lebak berhasil mengungkap kasus illegal logging yang terjadi di daerah hukum Polres Lebak.

    Dalam rilis yang diterima BANPOS, Reskrim Polres telah mengamankan pelaku berinisial MJ (34) yang diduga telah melakukan penebangan pohon jenis Akasia Mangium sebanyak kurang lebih 20 Pohon pada Jumat bulan lalu (06/08/21), di kawasan hutan Perhutani Petak 33 E, Blok Baregbeg, tepatnya di Kampung Neglasari Desa Mekarsari Kecamatan Muncang.

    “Pelaku MJ dengan menggunakan 1 unit mesin pemotong kayu atau senso menebang pohon tersebut, kemudian memotong dengan ukuran 4 Meter dan mengangkutnya menggunakan satu unit truk colt diesel Nomor Polisi A-8264-NA,” ungkap Kapolres Lebak, AKBP Teddy Rayendrs melalui Kasat Reskrim, AKP Indik Rusmono, dalam jumpa pers. Kamis, (09/09).
    Dijelaskan Induk, kayu hasil penebangan ilegal tersebut oleh pelaku akan dijual

    “Rencananya kayu tersebut akan dibawa dan diperjual belikan oleh pelaku MJ. Dari pelaku petugas berhasil mengamankan 1 unit mesin Senso merk Husqvarna warna orange, 1 unit kendaraan truk dan 80 gelondongan batang kayu jenis akasia mangium,” jelasnya dalam rilis.

    Oleh karena itu, terang Kasat Reskrim, akibat perbuatan pelaku pihak perhutani menderita kerugian jutaan rupiah. “Kerugian Perhutani Sekitar Rp 5 sampai 10 jutaan,” kata Indik.

    Kata dia, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pelaku MJ dikenakan Pasal 82 ayat 1 huruf b UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan pengrusakan hutan ,sebagaimana diubah dalam undang-undang RI nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

    “Ancaman hukuman penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 Miliar,” papar Kasat Reskrim. (WDO/PBN)

  • 730 Dokter Gugur Akibat Pandemi

    730 Dokter Gugur Akibat Pandemi

    JAKARTA, BANPOS – Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mencatat total jumlah dokter yang gugur akibat pandemi COVID-19 mencapai 730 dokter.

    “Kematian teman sejawat dokter, sampai Kamis ini, terhitung 730 dokter yang meninggal. Terbanyak dokter umum 385, diikuti oleh dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter spesialis penyakit dalam, dan kesehatan anak,” papar Ketua Tim Mitigasi Dokter PB IDI, Adib Khumaidi dalam webinar bertema “Penatalaksanaan COVID-19 dan Sosialisasi Standar Perlindungan Dokter” dipantau via daring di Jakarta, Kamis (9/9) dilansir dari Antara.

    Ia menambahkan, kematian tertinggi dokter akibat Covid-19 terjadi pada Juli 2021, hingga mencapai 216 orang. Pada Agustus 2021 lalu, Tim Mitigasi PB IDI mencatat sebanyak 72 dokter juga gugur akibat Covid-19.

    “Artinya, kematian dokter masih tinggi. Kita berharap pada September dan bulan selanjutnya tidak ada lagi kematian teman sejawat dokter,” katanya.

    Dalam kesempatan itu, Adin juga menyampaikan, jumlah dokter yang gugur berdasarkan wilayah paling banyak terjadi di Jawa Timur, yakni sebanyak 165 orang.

    Disusul Jawa Barat sebanyak 111 dokter, Jawa Tengah sebanyak 103 dokter, DKI Jakarta sebanyak 95, dan Sumatera Utara sebanyak 52 dokter meninggal. “Kematian tertinggi pada usia 50-60 tahun,” papar Adib.

    “Kita sudah kehilangan 43 guru besar yang tentunya itu akan sangat berarti bagi profesi, sangat berarti bagi negara, dan sangat berarti bagi masyarakat,” tuturnya.

    Sebagai upaya mengendalikan pandemi dan membantu para dokter, Adib juga mengatakan bahwa pihaknya telah mendistribusikan sumbangan alat pelindung diri (APD) ke sejumlah daerah, di antaranya Gorontalo, Kupang, Papua, Jawa Timur, dan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).

    “Di Jabodetabek, kami langsung serahkan kepada teman-teman yang ada di fasilitas kesehatan, yaitu rumah sakit dan Puskesmas,” ujarnya.

    Sementara, untuk perkembangan kasus Covid-19, kemarin terjadi penambahan sebanyak 5.990 kasus. Jumlah itu terdeteksi dari 231 ribu spesimen.

    Angka kematian Covid-19 turun separuhnya yakni 334 jiwa dibanding kemarin yang tercatat 626 jiwa. Kini total sudah 4.153.355 orang terinfeksi Covid-19 di tanah air.

    Sementara angka kematian sudah 138.116 jiwa meninggal dunia karena Covid-19. Kematian harian terbanyak terjadi di Jawa Tengah 78 jiwa, Jawa Timur 45 jiwa, Riau 22 jiwa.

    Kasus harian Covid-19 terbanyak disumbang Jawa Tengah 710 kasus, Jawa Barat 690 kasus, Jawa Timur 613 kasus, Sumatera Utara 459 kasus, DKI Jakarta 428 kasus.

    Kasus aktif turun 4.994 sehari. Jumlah pasien aktif kini sebanyak 127.829 orang. Ada 148.458 orang yang diperiksa dengan metode TCM, PCR, dan antigen. Angka positivity rate mencapai 4,03 persen.

    Pasien sembuh harian bertambah 10.650 orang. Paling banyak kasus sembuh paling banyak di Sumatera Utara yakni 900 orang. Total angka kesembuhan saat ini sebanyak 3.887.410 orang.

    Sudah 510 kabupaten kota terdampak Covid-19. Hanya ada 2 provinsi di bawah 10 kasus. Dan tak ada satupun provinsi dengan nol kasus.(ENK/JPG)

  • Kajati Banten ‘Bidik’ Banten Lama

    Kajati Banten ‘Bidik’ Banten Lama

    SERANG, BANPOS – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten, Reda Mantovani mengunjungi kantor redaksi BANPOS, Kamis (9/9) siang. Kunjungan dilakukan demi memperkuat sinergitas dalam mengoptimalkan fungsi institusi kejaksaan maupun institusi pers.

    Dalam kunjungan itu, Reda menyampaikan bahwa Kejati Banten selalu berusaha membangun sinergitas yang baik antara kejaksaan dan lembaga lain, termasuk institusi pers. Karena, tugas dan fungsi kejaksaan tidak melulu bicara penyelidikan dan penyidikan.

    “Kan kita juga punya fungsi pencegahan, bagaimana menyadarkan pejabat publik dan masyarakat soal pentingnya memberantas korupsi,” kata Reda.

    Mantan Kejari Cilegon itu menambahkan, dalam upaya pencegahan korupsi, salah satu yang tengah diupayakan oleh Kejati Banten adalah mendorong penertiban pengelolaan Banten Lama. Menurutnya, Kejati Banten memiliki kepentingan untuk menjadikan ikon Provinsi Banten itu tertib dan dapat dinikmati masyarakat secara baik.
    “Kami mendorong pemerintah daerah agar membentuk semacam badan pengelola yang bisa melakukan pengelolaan kawasan Banten lama secara terpadu,” cetusnya.

    Dia membeberkan, pembentukan badan pengelola itu bisa diwujudkan dalam bentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang didalamnya bisa melibatkan masyarakat, termasuk pihak kenadziran. Dalam badan itu, nanti diatur bagaimana mekanisme pengelolaan Banten Lama, termasuk bagaimana mengatur masyarakat yang terlibat di dalamnya.

    “Tentu adanya kawasan wisata Banten lama ini, masyarakat harus diuntungkan. Tetapi bukan berarti aturan boleh dilangkahi,” kata Reda.

    Reda menyebut, banyak hal-hal kecil yang dianggap sepele namun bisa berujung menjadi masalah, termasuk masalah korupsi. Dia mencontohkan permasalahan parkir di Kota Cilegon yang berujung penangkapan seorang pejabat yang diduga melakukan tindakan korupsi.

    “Di Banten lama juga banyak aktivitas yang melibatkan uang publik, seperti retribusi, termasuk parkir. Kita ingin ini dikelola secara baik oleh semua stakeholder agar tidak menjadi masalah di kemudian hari, dan tentunya agar kawasan Banten Lama meninggalkan kesan yang baik bagi para pengunjungnya,” kata Reda.

    Sementara itu, Pemimpin Redaksi BANPOS, Chandra Magga, mengapresiasi kunjungan Kajati. Menurutnya, sebagai lembaga pers, BANPOS siap mendukung dan mengawal Kejati Banten untuk melakukan perbaikan-perbaikan di Provinsi Banten.

    “Soal Banten Lama, ini menjadi sebuah terobosan yang sudah seharusnya didukung oleh semua elemen masyarakat dan pengambil kebijakan di Kota Serang maupun Provinsi Banten. Karena selama ini sudah banyak keluhan yang disampaikan terkait kondisi wisata Banten Lama,” kata pria yang kerap disapa Daeng itu.

    Daeng berharap, gagasan Kajati itu bisa terealisasi dengan baik demi meningkatkan citra wisata di Kota Serang. Apalagi, langkah itu merupakan upaya pencegahan korupsi yang saat ini masih marak terjadi di Provinsi Banten.

    “Tentunya kami mengapresiasi berbagai langkah pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi di Banten. Karena dengan pencegahan dini, akan semakin banyak uang rakyat yang bisa dimaksimalkan untuk pembangunan Banten demi kesejateraan masyarakatnya,” pungkas Daeng.(MUF/PBN)

  • 5 Pegawai Dishub Cilegon Terindikasi Positif Narkotika

    5 Pegawai Dishub Cilegon Terindikasi Positif Narkotika

    CILEGON, BANPOS – Lima pegawai Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Cilegon terindikasi positif narkotika.

    Hal itu diketahui setelah Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Cilegon melakukan tes urine kepada 163 pegawai Dishub Kota Cilegon pada, Senin (6/9/2021) lalu.

    Informasi yang berhasil dihimpun hasil tes urine dari BNNK Cilegon telah di serahkan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Maman Mauludin pada Selasa (7/9/2021).

    Saat dikonfirmasi Sekda Cilegon Maman Mauludin membenarkan sebanyak lima orang pegawai Dishub Kota Cilegon terindikasi positif zat yang ada di dalam narkoba.

    “Iya bener, tapi ke saya hanya tembusan saja,” kata Maman saat dikonfirmasi, Kamis (9/9).

    Lebih lanjut, Maman mengatakan BNNK Cilegon telah mengirimkan hasilnya kepada Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Cilegon, dan selanjutnya akan ditindak lanjuti untuk mengkonfirmasi ulang kepada BNNK Cilegon.

    “Nanti pak Kadishub yang ke BNNK Cilegon. Konfirmasi kepada dokter BNN. Apakah yang dimaksudkan itu benar zat tersebut. Atau zat dari obat sesuai dengan resep dokter,” ungkap Maman.

    Kemudian, Maman menjelaskan setelah nanti Kadishub konfirmasi dengan BNNK Cilegon dan hasilnya positif mengkonsumsi narkoba, tentunya yang bersangkutan akan di rehab oleh BNNK Cilegon.

    “Iya tentunya tentunya akan direhab, sesuai dengan peraturan yang berlaku, tapi kan nanti Plt Kadisnya komunikasi dulu sama BNNK,” tutupnya.

    Sementara itu, Plt Kadishub Kota Cilegon Andi Affandi saat dikonfirmasi beberapa kali melalui sambungan telepon selulernya tidak menjawab. (LUK)

  • Lapas Cilegon Deteksi Dini Gangguan Instalasi Listrik

    Lapas Cilegon Deteksi Dini Gangguan Instalasi Listrik

    CILEGON, BANPOS – Pasca terjadinya peristiwa kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Kota Tangerang, Rabu (8/9) dini hari. Lapas Kelas IIA Cilegon langsung bereaksi dengan melakukan pencegahan dan pemeriksaan instalasi listrik di blok hunian maupun lingkungan kantor.

    Deteksi dini ataupun pencegahan terhadap gangguan kamtib tak hanya dilakukan oleh petugas pemasyarakatan, tetapi semua penghuni yang ada didalamnya, dalam hal ini yaitu Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).

    Kepala Lapas (Kalapas) Cilegon, Erry Taruna mengatakan terjadinya peristiwa kebakaran pada Lapas Kelas I Tangerang, Rabu (8/9) dini hari, menjadi kabar duka mendalam bagi seluruh insan pemasyarakatan.

    Tak lama mendapat kabar tersebut, pihaknya bergegas melakukan deteksi dini kembali dan melakukan pemeriksaan instalasi listrik pada gedung hunian Lapas Kelas IIA Cilegon.

    Lebih lanjut, Erry mengingatkan kepada seluruh petugas untuk selalu menjaga dan memantau sarana prasarana yang ada di sekitar blok hunian maupun lingkungan kantor.

    “Petugas pengamanan bukan saja melakukan penjagaan di area blok hunian, memonitoring aktifitas dan kesehatan WBP, melainkan konsisten melakukan pemeriksaan sarana prasarana yang dapat memicu adanya gangguan Kamtib,” kata Erry saat dikonfirmasi, Rabu (8/9).

    Hal senada dikatakan, Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Lapas Kelas IIA Cilegon, Zulkarnain mengingatkan kepada jajaran pengamanan untuk meningkatkan kepedulian pada sarana prasarana khususnya yang ada di blok hunian.

    “Tidak hanya kontrol hunian, lakukan juga pengecekan ketersediaan APAR dan sarana prasarana lainnya. Ini menjadi tugas kita bersama,” tuturnya.

    Dikatakan Zulkarnain untuk pencegahan terjadinya kebakaran di dalam Lapas, pihaknya mengatakan akan secara rutin melakukan monitoring instalasi listrik dan ketersediaan APAR, bekerjasama dengan PLN dan Damkar.

    “Kita secara rutin melakukan monitoring instalasi listrik dan ketersediaan APAR di Lapas Kelas IIA Cilegon,” tutupnya. (LUK/AZM)

  • SILEMPER Kejati Banten Didorong Jadi Pilot Project untuk Nasional

    SILEMPER Kejati Banten Didorong Jadi Pilot Project untuk Nasional

    SERANG, BANPOS- Wakil Gubernur Andika Hazrumy menghadiri peluncuran aplikasi Sinergitas Lembaga dan Institusi Pemerintah atau SILEMPER oleh Kejaksaan Tinggi Banten di gedung Kejati Banten, Kota Serang, Rabu (8/9).

    Dalam sambutannya Andika mengaku mendorong aplikasi yang diperuntukkan bagi instansi pemerintah dan BUMN/BUMD di Banten dalam mengakses layanan bidang perdata dan tata usaha Negara di Kejati Banten dapat menjadi role model atau prototype bagi kejaksaan di daerah lain.

    “Menurut informasi yang kami terima aplikasi ini murni inovasi Kejati Banten khususnya Bidang Datun (perdata dan tata usaha Negara). Jadi kalau di Banten berhasil, tidak menutup kemungkinan akan dipakai oleh daerah-daerah lain di Indonesia,” kata Andika dalam acara peluncuran aplikasi yang dilakukan oleh Kepala Kejati Banten Reda manthovani tersebut.

    Dikatakan Andika, Pemerintah Provinsi Banten mengapresiasi adanya aplikasi SILEMPER sebagai bentuk inovasi pelayanan hukum tata negara yang dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) kepada Pemerintah Daerah. Tugas Jaksa Pengacara Negara dalam bidang Perdata maupun tata usaha untuk mewakili lembaga negara, Instansi Pemerintah di pusat/daerah, BUMN/BUMD berdasarkan Surat Kuasa Khusus, baik sebagai tergugat yang dilakukan secara litigasi maupun non litigasi.

    Lebih jauh Andika mengatakan, Pemerintah Provinsi Banten berharap kemitraan Pemerintah Daerah dengan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Kejaksaan Republik Indonesia, Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D). Pengawalan adalah upaya TP4D menjaga, mengawal dan memastikan prosedur, mekanisme dan tahapan kegiatan pembangunan dan pemerintahan yang dilaksanakan oleh lingkungan Pemerintah Daerah dan BUMD, dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

    “Serta agar terhindar dari berbagai bentuk hambatan dari pihak-pihak yang berpotensi menghambat atau mengganggu kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang akan dan sedang dijalankan,” imbuhnya.

    Pemerintah Provinsi Banten, kata Andika, juga berharap Aplikasi SILEMPER dapat mewujudkan sinergitas antara pemerintah daerah Provinsi Banten, Kabupaten/ Kota seProvinsi Banten dengan Kejaksaan Tinggi Banten dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel.

    “Kegiatan pada hari ini juga diharapkan dapat membentuk kesamaan langkah dan tindakan dalam upaya mencegah terjadinya penyimpangan dan tidak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Provinsi Banten, dan juga mendorong percepatan pembangunan dan program-program strategis di Provinsi Banten,” paparnya.

    Sementara itu, Kajati Banten Reda Manthovani dalam sambutannya mengatakan, SILEMPER merupakan terobosan dari Bidang Datun Kejati Banten dalam melakukan pelayanannya di masa pandemi Covid 19 saat ini. “Jadi sekarang semua pelayanan Bidang Datun kepada instansi pemerintah dan BUMN/BUMD di Banten bisa dilakukan secara online dalam rangka membantu pemerintah memutus penyebaran mata rantai Covid 19,” katanya. (RUS/AZM)

  • Korupsi Masker Tanggung Jawab Penyedia, Invoice Jadi Temuan Gegara Manipulasi

    Korupsi Masker Tanggung Jawab Penyedia, Invoice Jadi Temuan Gegara Manipulasi

    SERANG, BANPOS – Saksi perkara kasus dugaan korupsi pengadaan masker pada Dinkes Provinsi Banten menyebut bahwa Lia Susanti selaku PPK tidak ada tanggungjawab dalam perkara tersebut. Sebab, tanggungjawab sepenuhnya berada di penyedia.

    Selain itu, nominal harga pokok pada invoice pembelian masker PT RAM kepada PT BMM yang diduga telah dimanipulasi oleh penyedia, menjadi landasan Satgas Akuntabilitas Keuangan Daerah (AKD) berpendapat adanya ketidakwajaran harga pada proyek pengadaan masker tersebut.

    Hal tersebut diungkapkan oleh saksi Primandono, yang merupakan tim Satgas AKD Provinsi Banten. Saksi Primandono ditemani oleh saksi lainnya dari Satgas AKD juga bernama Rohman.

    Dalam keterangannya, Primandono mengungkapkan bahwa tugas dari Satgas AKD salah satunya yakni melakukan audit terhadap pengadaan barang dan jasa, yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Banten. Maka dari itu, pengadaan masker KN-95 pun menjadi salah satu kegiatan yang pihaknya audit.

    Dalam audit yang dilakukan oleh pihaknya, ditemukan adanya ketidakwajaran harga pada pengadaan masker yang dibeli dari PT RAM sebanyak 15 ribu masker. Ketidakwajaran tersebut terendus setelah pihaknya melakukan konfirmasi, atas harga pokok pengadaan masker PT RAM, dari pemasoknya yakni PT BMM.

    “Kami anggap tidak wajar karena invoice harga pokok pembelian barang yang diberikan oleh PT RAM kepada Dinkes sebesar Rp170 ribu per buah, namun dari PT BMM harga pokok sebesar Rp88 ribu per buah,” ujarnya di persidangan, Rabu (8/9).

    Majelis Hakim pun menanyakan perihal pengadaan masker PT BMW dan PT RNI, yang memiliki harga hampir serupa dengan PT RAM, namun tidak tersandung masalah. Menurut Primandono, hal tersebut karena tidak ditemukan kejadian yang sama dengan PT RAM.

    “Hasil konfirmasi yang kami lakukan kepada penyedia dan pemasoknya, tidak ditemukan nilai yang tidak wajar. Jadi sinkron antara yang disampaikan oleh penyedia dengan pemasok,” terangnya.

    Kuasa Hukum Lia Susanti pun bertanya, dalam perkara tersebut, apakah pihak penyedia telah menyampaikan pernyataan bahwa akan bertanggungjawab apabila terjadi permasalahan. Primandono pun mengatakan bahwa penyedia menyatakan bertanggungjawab, dibuktikan dengan surat pernyataan.

    “Setahu saya, apapun hasilnya apabila terdapat ketidakwajaran harga, akan menjadi tanggungjawab penyedia. Itu sudah ada dalam surat pernyataannya,” ungkap dia.

    Kuasa hukum lainnya pun menanyakan, apakah jika PT RAM melampirkan invoice dengan harga pokok yang sesuai yakni Rp88 ribu dan tetap menjual seharga Rp200 ribu, apakah akan dianggap tidak wajar pula harganya. Ia pun menjawab bahwa hal tersebut bukan menjadi ranah tugasnya.

    “Itu bukan wewenang saya pak. Tadi saya sudah sampaikan, seharusnya pada saat menyampaikan surat kewajaran harga, harga pokok yang disampaikan adalah Rp88 ribu, bukan Rp170 ribu. Yang namanya keuntungan, itu bukan ranah kami. Tapi karena PT RAM tidak ada itikad baik dalam menyampaikan harga pokok, kami anggap tidak wajar,” jelasnya.

    Lalu, Primandono pun mengatakan bahwa dalam hal pengadaan barang dan jasa, termasuk pengadaan masker, PPK tidak memiliki tanggungjawab apabila terjadi permasalahan. Sebab, permasalahan tersebut menjadi tanggungjawab dari penyedia.

    “Pertanggungjawabannya secara penuh oleh penyedia. Tugas PPK hanyalah untuk meminta penyedia untuk meminta dokumen-dokumen, untuk nanti diserahkan untuk diaudit. Tapi dokumen-dokumen yang kami dapatkan, itu diterima dari penyedia. Dokumen-dokumen semua (yang salah nama), semua kami terima dari direktur PT RAM,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Pimpinan KPK Dilaporkan ke Bareskrim

    Pimpinan KPK Dilaporkan ke Bareskrim

    JAKARTA, BANPOS – Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar ke Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Rabu (8/9). Laporan berkaitan dengan komunikasi Lili dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial, yang merupakan pihak berperkara di KPK.

    “Landasan laporan ICW merujuk pada putusan Dewan Pengawas KPK yang menjelaskan secara gamblang komunikasi antara Lili dan Syahrial,” ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (8/9).

    ICW beranggapan, tindakan Lili itu diduga melanggar Pasal 36 juncto Pasal 65 UU KPK. Pasal tersebut melarang Pimpinan KPK mengadakan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan pihak yang sedang menjalani perkara di KPK dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara.

    ICW pun berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajarannya untuk bekerja profesional dan independen dalam mengusut dugaan pelanggaran yang dilakukan Lili.

    “Jika kemudian ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka ICW meminta agar Kepolisian segera menetapkan Lili Pintauli Siregar sebagai tersangka,” tegasnya.

    Terpisah, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Lili Pintauli Siregar mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua KPK.

    “Menghormati putusan Dewas KPK yang menyatakan Lili Pintauli Siregar bersalah melanggar kode etik berat dan sanksi pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan. Putusan Dewas ini sebagai sebuah proses yang telah dijalankan berdasar UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Revisi UU KPK,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya kepada Koran ini.

    Meski begitu, Boyamin menilai, putusan Dewas KPK dirasakan belum memenuhi rasa keadilan masyarakat. Semestinya sanksi yang dijatuhkan terhadap Lili berupa pemecatan.

    Lantaran tak dipecat Dewas, MAKI meminta Lili mengundurkan diri dari jabatannya demi kebaikan KPK dan upaya pemberantasan korupsi.

    “MAKI meminta Lili Pintauli Siregar untuk mengundurkan diri dari pimpinan KPK demi kebaikan KPK dan demi kebaikan pemberantasan korupsi serta demi kebaikan NKRI,” tegasnya.

    Dikatakan Boyamin, pengunduran diri Lili harus dilakukan untuk menjaga kehormatan KPK. Dia khawatir, jika tak mengundurkan diri, pelanggaran etik yang dilakukan Lili akan menjadi noda yang selalu menyandera KPK. “Sehingga KPK akan kesulitan melakukan pemberantasan korupsi,” imbuh Boyamin.

    MAKI sendiri, juga akan melaporkan perkara ini ke Bareskrim Polri. “Itu berdasarkan dugaan perbuatan yang pasal 36 UU KPK masih dikaji berdasar putusan Dewas KPK yang baru saja dibacakan,” bebernya.

    Diketahui, Lili dinyatakan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terbukti melanggar dua kode etik selaku pimpinan komisi antirasuah.

    Pertama, menggunakan pengaruhnya selaku insan KPK guna kepentingan pribadi. Yakni meminta Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial untuk membantu pembayaran uang jasa pengabdian saudaranya, Ruri Prihatini Lubis, yang pernah bekerja di PDAM Tirto Kualo di Tanjungbalai selaku plt direktur.

    Kedua, Lili dinyatakan terbukti menjalin komunikasi secara langsung dengan M Syahrial. Padahal, Syahrial saat itu tengah berstatus sebagai pihak yang berperkara di KPK.(OKT/ENK/RMID)

  • Puluhan Napi Tewas Terbakar, Pemprov Belum Terima Laporan Resmi

    TANGERANG, BANPOS – Petaka terjadi di sel penjara lembaga pemasyarakatan (Lapas) Klas 1 Tangerang, Rabu (7/9/2021) dinihari. Sebanyak 41 narapidana atau warga binaan pemasyarakatan tewas dalam kebakaran yang menghanguskan satu blok penjara, tepatnya blok C2 Lapas Klas 1 Tangerang. Para korban terkunci di kamar ketika kebakaran terjadi.

    Kebakaran berlangsung cukup singkat, tak sampai dua jam sejak pukul 01.45 wib dinihari hingga pukul 03.00 dinihari. Kendati berjalan cepat, dampaknya sangat besar. Jumlah korban tewas mencapai 41 orang. 40 orang ditemukan tak bernyawa di dalam sel penjara sementara 1 orang lainnya tewas di dalam perjalanan menuju rumah sakit umum (RSU) Kabupaten Tangerang.

    “Adapun yang meninggal dunia sebanyak 41 orang. 8 orang menderita luka berat dan 72 orang lainnya menderita luka ringan. Yang luka segera kita lakukan perawatan di RSU Kabupaten Tangerang. Yang luka ada 8 orang. 72 orang luka ringan dirawat di poliklinik Lapas Tangerang,”ungkap Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran saat mendatangi tempat kejadian perkara, Rabu (7/9/2021) pagi.

    Seluruh korban dibawa ke RSU Kabupaten Tangerang pada Rabu pagi. Namun demi kepentingan identifikasi, jenazah yang sudah dalam kondisi sulit dikenali itu akhirnya dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta pada sore harinya. Sedangkan 6 korban yang mengalami luka bakar hingga 50 persen dan 2 lainnya mengalami luka bakar di bawah 50 persen. Mereka masih dirawat di RSU Kabupaten Tangerang.

    Kebakaran itu terjadi di Blok C2 yang memiliki ruang aula dan 9 kamar. Total narapidana atau warga binaan pemasyarakat di blok tersebut berjumlah 122 orang. Sebagian napi yang menjadi korban, tidak sempat menyelamatkan diri karena sesuai protokol, sel penjara harus dikunci pada malam hari.

    Kapolda menambahkan berdasarkan pengamatan di lapangan, dia menduga kebakaran terjadi akibat korsleting listrik. Namun polisi masih melakukan penyelidikan terkait penyebab terjadinya peristiwa mengenaskan tersebut.

    “Tadi saya sudah lihat di TKP, berdasarkan pengamatan awal patut diduga karena terjadi hubungan pendek arus listrik. Nanti akan didalami lagi. Tim dari Puslabfor Mabes Polri dari Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya bersama Satreskrim Polres Tangerang bekerja maraton untuk mengetahui sebab kebakaran,”ungkap Irjen Fadil.

    Direktur Jenderal Pemasyarakatan Reinhad Silitonga mengungkapkan kebakaran terjadi di satu blok yakni blok C2. Secara keseluruhan ada 9 blok di lapas yang biasa disebut dengan Lapas Dewasa tersebut.

    “Lapas ini ada 9 blok dimana per blok ada 9 kamar. Nah yang terbakar ini adalah blok C2, dimana disitu ada aula dan 9 kamar. Jadi di blok inilah terjadi diduga awal hubungan pendek. Ini musibah yang dialami di lapas klas i Tangerang,”ungkap Reinhad Silitonga di lokasi kejadian kemarin pagi.

    Reinhad menyatakan pihaknya berusaha mengamankan blok-blok lainnya. Untuk sementara kata Reinhad, blok penjara yang lain aman.

    “Yang selamat dipindahkan ke blok yang lain. Sangat jauh letaknya, jadi aman,”pungkasnya.
    Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasona Laoly mengakui saat kebakaran terjadi para warga binaan sedang berada dalam sel yang terkunci. Kata dia sel dikunci menang sudah menjadi Standar Operational Procedur (SOP) Lapas tersebut.

    “Memang protapnya dikunci. Maka ketika diketahui petugas yang di atas melihat gelombang api hebat di sana. Langsung melakukan penyelamatan,”ujarnya saat meninjau Lapas Klas 1 Tangerang, Rabu (8/9/2021).

    Kata Yasona api sangat cepat membesar. Sehingga, petugas pun tidak sempat menyelamatkan semua warga binaan.
    “Bahwa api yang cepat besar beberapa kamar tidak sempat dibuka karena api yang sudah cepat besar,” katanya.
    Ditambah petugas saat itu terbatas. Awalnya petugas menggunakan alat pemadam kebakaran ringan untuk memadamkan api. Namun, api terus membesar.

    “Karena sudah tidak memungkinkan lagi, petugas tidak mampu menerjang api,” tutur Yasona.
    Petugas pun langsung berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tangerang untuk memadamkan api. Tak sampai dua jam api berhasil dipadamkan.

    “Kami awalnya pake APAR tapi tidak bisa karena apinya cepat membesar. Maka kita tidak berhasil menyelamatkan semuanya,”ungkapnya.

    Yasonna menambahkan kebakaran tersebut diduga karena korsleting listrik. Hal itu bisa terjadi lantaran usia lapas tersebut yang sudah tua.

    Kata dia, Lapas Kelas 1 A Tangerang dibangun pada 1972. Sejak saat itu instalasi listriknya belum pernah diperbaiki. Meskipun ada penambahan daya listrik.

    “Karena persoalan listrik arus pendek. Ini (Lapas Klas 1 A Tangerang) dibangun pada 1972 jadi sudah 42 tahun sejak itu kita tidak memperbaiki instalasi listriknya. Ada penambahan daya tapi tidak diperbaiki,” ujarnya.
    Lapas tua kata dia bukan hanya terdapat di Tangerang saja. Namun banyak tersebar di Indonesia. Bahkan ada yang peninggalan zaman Belanda yang masih difungsikan.

    “Kita sudah instruksikan agar instalasi lapas tua diperbaiki sehingga kejadian ini tidak terulang kembali,” katanya.

    Terpisah, Pemprov Banten mengaku belum mendapatkan laporan resmi dan detail penyebab kebakaran Lapas Klas I Tangerang. Semua pihak juga diminta untuk tidak berspekulasi atas musibah tersebut.

    Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy kepada pers usai menghadiri rapat paripurna DPRD Banten tentang Jawaban Fraksi atas Nota Pengantar Gubernur Rancangan APBD 2021 Perubahan, di gedung DPRD Banten, Kota Serang, Rabu (8/9). Dirinya turut berbelasungkawa kepada keluarga korban kebakaran Lapas Klas I Tangerang, dan meminta semua pihak menahan diri untuk tidak berspekulasi tentang penyebab dan peristiwa kebakaran yang menelan korban jiwa sebanyak 41 narapidana.

    “Atas nama pribadi dan mewakili Pemprov Banten saya turut berbelansungkawa kepada keluarga korban,” katanya.

    Andika meminta semua pihak menahan diri untuk tidak berspekulasi tentang penyebab dan peristiwa kebakaran tersebut. Menurutnya, peristiwa tersebut sebagai musibah yang tidak diinginkan semua pihak.

    Lebih jauh ia mengatakan, Pemprov Banten siap berkoordinasi dengan pihak berwenang terkait, dalam hal ini Dirjen Pas Kemenkumham melalui Kanwil Kemenkumham Banten kaitannya dengan upaya penampungan para narapidana di lapas tersebut. “Tapi saya kira kalau terkait itu kan tidak bisa sembarangan. Tapi prinsipnya sebagai pemda kami siap,” imbuhnya.

    Pemprov Banten siap berkordinasi dengan pemda dari daerah asal korban, khususnya yang berasal dari Provinsi Banten, kaitannya dengan pemulangan jenazah para korban ke rumah duka masing-masing. “Kalau memang dibutuhkan kami siap berkordinasi dengan kabupaten kota untuk pemulangan jenazah korban yang berasal dari Banten,” ujarnya.

    Andika mengaku belum mendapatkan laporan data pasti terkait korban yang berasal dari wilayah Provinsi Banten tersebut. “Saya kira pihak berwenang terkait sedang melakukan proses verifikasi dan konfirmasi terlebih dahulu untuk memastikan data-data tersebut,” katanya.(MG-05/IRFAN/RUS/ENK/BNN)

  • Jaksa Sebut WH Punya Andil, Seluruh Hibah Ponpes 2018 Dinilai Kerugian Negara

    Jaksa Sebut WH Punya Andil, Seluruh Hibah Ponpes 2018 Dinilai Kerugian Negara

    SERANG, BANPOS – Seluruh anggaran dana hibah yang diberikan kepada 3.122 Pondok Pesantren (Ponpes) dan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) pada tahun 2018 dengan total Rp66.280.000.000 dinilai sebagai kerugian negara. Sebab, hibah yang disalurkan melalui FSPP tersebut dianggap tidak sesuai dengan aturan, karena FSPP disebut bukan penerima yang berhak.

    Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), disebut memiliki andil dalam masuknya anggaran tersebut ke dalam APBD Provinsi Banten tahun 2018. WH disebut mengarahkan terdakwa Irvan Santoso, untuk menganggarkan dana hibah sesuai dengan keinginan FSPP.

    Hal tersebut terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi dana hibah Ponpes tahun anggaran 2018 dan 2020. Dalam pembacaan dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan bahwa dalam perkara dugaan korupsi tersebut, negara telah dirugikan sebesar Rp70.792.036.300.

    Untuk anggaran 2018, JPU menyampaikan bahwa munculnya anggaran hibah tersebut bermula dari adanya pengajuan proposal dari FSPP Provinsi Banten kepada Gubernur melalui Kepala Biro Kesra yang saat itu dijabat oleh Irvan Santoso, sebesar Rp27 miliar.

    “Terdakwa Irvan Santoso hanya menyetujui untuk direkomendasikan kepada TAPD Provinsi Banten sebesar Rp6.608.000.000, sesuai Nota Dinas Kepala Biro Kesra Nomor: 978/718-kesra/VII/2017 tanggal 27 Juli 2017,” ujar JPU Yusuf, Rabu (8/9).

    Lantaran nilai dana hibah yang direkomendasikan oleh Irvan Santoso terlampai kecil dibandingkan dengan nilai yang diajukan, FSPP pun melakukan audiensi dengan Gubernur Banten dan menyampaikan terkait dengan hal tersebut.

    “Terdakwa Irvan Santoso yang mengetahui adanya audiensi antara FSPP dengan Gubernur, kemudian menghadap kepada Gubernur dan menerima arahan untuk memenuhi permohonan FSPP dalam menyalurkan bantuan hibah uang kepada Pondok Pesantren tahun 2018,” terangnya.

    FSPP pun kembali mengajukan proposal bantuan dana hibah. Namun berbeda dengan pengajuan sebelumnya, FSPP memasukkan nominal bantuan tersebut menjadi sebesar Rp71.740.000.000 dengan rincian untuk program pemberdayaan Ponpes dan operasional kegiatan FSPP tahun 2018.

    Atas proposal tersebut, Irvan pun memberikan rekomendasi besaran bantuan hibah sebesar Rp68.160.000.000 dengan FSPP sebagai calon penerima. Namun berdasarkan hasil evaluasi dari terdakwa Toton Suriawinata yang merupakan Ketua Tim Evaluasi, nominal hibah tersebut disesuaikan menjadi Rp66.280.000.000.

    JPU menilai bahwa pemberian hibah kepada FSPP tersebut tidak sesuai dengan peruntukkannya. Sebab, FSPP disebut bukan merupakan penerima hibah yang berhak karena bukan Pondok Pesantren. “FSPP Provinsi Banten adalah organisasi kemasyarakatan dan bukan pondok pesantren sebagai lembaga yang berhak menerima bantuan dana hibah uang pondok pesantren dari APBD Provinsi Banten tahun Anggaran 2018,” jelasnya.

    Selanjutnya, setelah rekomendasi besaran bantuan hibah tersebut disetujui, terdakwa Toton pun melakukan evaluasi usulan pencairan hibah dengan tanpa melakukan penelitian secara cermat, kemudian memberikan persetujuan terhadap usulan tersebut.

    “Adapun dana hibah yang masuk pada rekening FSPP tersebut digunakan untuk dana operasional kegiatan FSPP sebesar Rp3.840.000.000 dan program pemberdayaan pondok pesantren se-Provinsi Banten kepada 3.122 pondok pesantren, masing-masing menerima sebesar Rp20 juta melalui transfer dan secara tunai yang seluruhnya berjumlah Rp62.440.000.000,” terangnya.

    Tak sampai di situ, JPU pun menilai bahwa penggunaan anggaran tersebut dalam pelaksanaannya tidak sesuai peruntukkan dan tidak ada bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan. Begitu pula dengan bantuan untuk Ponpes yang disalurkan oleh FSPP, disebut tidak ada bukti laporan pertanggungjawaban yang lengkap dan sah.

    Dari keseluruhan anggaran hibah yang digelontorkan pada 2018, terdapat pengurangan lantaran FSPP mengembalikan kelebihan anggaran sebesar Rp883.963.700 ke rekening kas umum daerah (RKUD) Provinsi Banten. Sehingga, kerugian yang timbul pada 2018 sebesar Rp65.396.036.300.

    “Terdakwa Irvan Santoso dan Toton Surawinata melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak melakukan tahapan evaluasi sebagaimana mestinya sesuai ketentuan, serta tidak melakukan penelitian secara cermat atas proposal,” tuturnya.

    Begitu pula dengan anggaran tahun 2020. JPU menyampaikan bahwa terdakwa Irvan Santoso dan Toton Surawinata tidak melakukan tahapan evaluasi dan penelitian sebagaimana mestinya. Hal tersebut membuat celah bagi terdakwa Agus Gunawan, Asep Subhi dan Epieh Saepudin untuk menjalankan aksinya.

    Epieh Saepudin dalam menjalankan aksinya, menghubungi delapan pondok pesantren yang telah ditetapkan akan menerima bantuan hibah sebesar Rp30 juta per pondok pesantren. Epieh menyampaikan kepada delapan pondok pesatren tersebut bahwa untuk mencairkan bantuan hibah itu, mereka harus bersedia ‘belah semangka’ alias separuh dana hibah diberikan kepadanya.

    “Separuh dana hibah uang masing-masing sebesar Rp15 juta dengan jumlah seluruhnya Rp120 juta,” katanya.
    Sementara Agus Gunawan dan Tb. Asep Subhi menghubungi sebanyak 11 pondok pesantren yang telah ditetapkan oleh Biro Kesra akan menerima bantuan hibah ponpes, dan meminta sebagian dana hibah kepada mereka. Total uang yang dikantongi oleh keduanya sebesar Rp104 juta.

    “Uang sejumlah Rp104 juta tersebut terdakwa Asep Subhi peroleh dari 11 pondok pesantren yang disiapkan di rumahnya,” ungkapnya.

    Kelimanya didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 jo Pasal 18 undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.(DZH/ENK)