Kategori: HEADLINE

  • Dukung Program Kapolri, 3 Polsek di Serang Gelar Vaksinasi

    Dukung Program Kapolri, 3 Polsek di Serang Gelar Vaksinasi

    SERANG, BANPOS- Dalam rangka percepatan vaksinasi menuju Indonesia herd Immunity dari Covid-19, Polres Serang menggelar vaksinasi massal bertajuk “Serbuan Vaksinasi Presisi” di 3 markas polsek yaitu Polsek Kragilan, Ciruas dan Cikande, dengan masing masing sasaran sebanyak 300 peserta.

    Kapolres Serang AKBP Yudha Satria mengatakan, vaksinasi massal ini merupakan program nasional untuk mendukung percepatan menuju Indonesia bebas dari pandemi Covid-19 yang telah berjalan 2 tahun.

    Kapolres menjelaskan, program Serbuan Vaksinasi Presisi menyasar warga yang belum melaksanakan vaksin. Oleh karena itu, untuk membantu memudahkan masyarakat mendapatkan vaksinasi, Polres Serang melaksanakan kegiatan di polsek jajaran.

    “Untuk warga masyarakat yang ingin melaksanakan vaksinasi cukup membawa fotocopy KTP,” kata Kapolres ditemui awak media, saat melakukan peninjauan di Mapolsek Kragilan, Jumat (3/9/2021).

    Adapun mekanisme terhadap penerima vaksin, kata Yudha, masyarakat melaksanakan pendaftaran terlebih dahulu, kemudian verifikasi, lanjut melakukan skrining, kemudian vaksinasi dan melaksanakan pencatatan serta observasi selama 30 menit.

    “Jadi sebelum divaksin, peserta melakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu. Setelah dinyatakan layak, barulah dilakukan vaksinasi,” kata AKBP Yudha Satria didampingi Kapolsek Kragilan Kompol Andhi Kurniawan.

    Kapolres mengimbau kepada masyarakat yang belum menerima vaksin segera datang ke tempat-tempat vaksinasi yang telah disiapkan pemerintah ataupun TNI dan Polri. Masyarakay tidakak perlu takut karena vaksin aman digunakan karena sudah uji klinis oleh BPOM dan halal sesuai fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

    “Kami juga mengimbau kepada warga masyarakat yang sudah melaksanakan vaksinasi untuk tetap menerapkan protokol kesehatan demi kesehatan bersama, diantaranya patuh menggunakankan masker dan hindari kerumunan. (MUF)

  • Dugaan Penguburan Bayi Secara Diam-diam, Polisi Sita Celana Dalam dan BH

    Dugaan Penguburan Bayi Secara Diam-diam, Polisi Sita Celana Dalam dan BH

    CILEGON, BANPOS- HD (32) yang diketahui hendak menguburkan bayinya sendiri yang masih berusia dua hari di Makam Jabalintang, Lingkungan Kranggot, Kelurahan Jombang Wetan, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon pada Jumat (27/8) lalu ditetapkan tersangka.

    Hal ini setelah diungkap kepolisian. Diketahui bayi yang hendak dimakamkan oleh HD merupakan anak kandung hasil hubungannya dengan sang suami bernama Abdullah.

    Sebelumnya, HD yang mengaku warga Jakarta saat ini sudah berdomisili di Serang bersama suaminya yang merupakan warga Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Serang. Awal mula HD hendak menguburkan bayinya lantaran HD melahirkan bayi hasil hubungan gelapnya dengan sang suami beberapa bulan lalu. Namun, HD dan AB baru menikah sekitar sebulan lalu sebelum HD melahirkan bayi pada Kamis (26/8) pukul 03.00 dinihari.

    Kapolres Cilegon AKBP Sigit Haryono mengatakan, HD melahirkan di dalam toilet saat HD akan buang air.

    “Menurut pengakuan HD, saat melahirkan bayi tidak menangis. Kemudian bayi itu disimpan dengan kerudung di sebuah lemari rumahnya yang berada di Gunungsari, Serang,” kata Sigit kepada awak media saat pres rilis di Mako Polres Cilegon, Jumat (3/9).

    Lebih lanjut dikatakan Sigit, pada Jumat (27/8), HD mengajak AB ke Pasar Baru Kranggot Kota Cilegon untuk makan soto. Setelah makan soto, HD meninggalkan suaminya AB dan membawa tas yang digendongnya yang ternyata di dalamnya berisi bayi yang sudah meninggal.

    “HD kemudian meminta kepada petugas makam di Jabalintang untuk memakamkan bayinya, namun petugas makan enggan memakamakan dan melaporoan ke polisi,” tuturnya.

    Setelah mendapatkan laporan, polisi mendatangi lokasi dan menginterograsi HD selaku ibu bayi dan beberapa saksi warga sekitar.

    “Hasil penyelidikan, HD ditetapkan sebagai tersangka. HD disangkakan pasal 77B jo 76B, pasal 359 KUHP dan pasal 181 KUHP. Tersangka HD terbukti melakukan penelantaran anak dan atau kelalaian yang mengakibatkan matinya orang dan menyembunyikan kematian dan kelahiran orang, ancaman hukuman tujuh tahun penjara,” terangnya.

    Menurut tersangka HD, kata Sigit, usia kehamilan HD menurut dokter sudah 38 minggu. Bayi diduga meninggal beberapa saat setelah melahirkan lantaran masih tertutup plasenta.

    “HD hamil setelah melakukan hubungan dengan AB, namun sebelum menikah,” ujarnya.

    “Saat ini HD sudah ditahan. Kami sudah memeriksa enam saksi. Barang bukti yang kami amankan, satu buah tas warna kuning, satu buah kantong plastik hitam, satu potong kerudung, satu buah gayung, satu potong kain, satu potong baju, satu potong BH dan satu potong celana dalam,” tandasnya. (LUK)

  • Dugaan Tugboat Fiktif PT PCM Rp24 Miliar Diusut Polres Cilegon

    Dugaan Tugboat Fiktif PT PCM Rp24 Miliar Diusut Polres Cilegon

    CILEGON, BANPOS – Polres Cilegon tengah melakukan penyelidikan kepada salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon yaitu PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM).

    Informasi yang berhasil dihimpun, penyelidikan yang dilakukan Polres Cilegon terkait pengadaan tugboat tahun 2019 di PT PCM yang dikabarkan menelan anggaran Rp24 miliar. Namun pengadaan tugboat tersebut tidak ada wujudnya hingga sekarang atau gaib.

    Saat dikonfirmasi Kasat Reskrim Polres Cilegon AKP Arief Nazaruddin Yusuf membenarkan pihaknya saat ini tengah melakukan penyelidikan terhadap PT PCM.

    “Benar bahwa pihak kepolisian Polres Cilegon khususnya Satreskrim Polres Cilegon telah melakukan upaya penyelidikan terhadap PCM,” kata Arief kepada awak media saat ditemui di Mapolres Cilegon, Jumat (3/9/2021).

    Kemudian kata dia, pihaknya tengah melakukan pemanggilan kepada beberapa saksi-saksi untuk mendalami kasus tersebut.

    “Kemudian karena ini masih ranah penyelidikan kami masih menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Untuk selanjutnya kami akan lebih intens lagi untuk mendalami meminta keterangan dari saksi-saksi mendukung daripada peristiwa yang terjadi dan untuk membuat terang sebelum dipidana,” terangnya.

    Saat disinggung terkait siapa saja yang diperiksa, Arief enggan memberikan keterangan lebih jauh.

    “Nanti kita akan lihat. Ya pokoknya itu tentang PCM. Teknis sedang mendalami hal itu yah,” tutupnya. (LUK)

  • Open Bidding Harus Bersih dari Transaksi

    Open Bidding Harus Bersih dari Transaksi

    SERANG, BANPOS – Pelaksanaan Open Bidding atau seleksi terbuka di lingkungan Pemkot Serang ditegaskan harus bersih dari praktik jual beli jabatan. Apalagi saat ini tengah marak Kepala Daerah yang ditangkap oleh KPK perihal jual beli jabatan.

    Sekretaris Umum HMI MPO Komisariat Untirta Ciwaru, Ega Mahendra, mengatakan bahwa Open Bidding yang saat ini dilakukan oleh Pemkot Serang untuk 7 jabatan Eselon II, harus benar-benar bersih dari praktik jual beli jabatan. Sebab menurutnya, Open Bidding dilakukan untuk mencegahnya penyalahgunaan kekuasaan dari Kepala Daerah.

    “Tentu semangat adanya Open Bidding itu untuk meningkatkan kepercayaan publik akan penempatan pejabat di pemerintahan. Jangan sampai masyarakat jadi kecewa karena Pemkot Serang gagal menyeleksi pejabatnya yang kompeten, untuk menduduki jabatan tersebut, karena melakukan jual beli jabatan,” ujarnya, Kamis (2/9).

    Ia menegaskan, kompetensi harus menjadi tolok ukur Kepala Daerah, dalam hal ini Walikota Serang, untuk menempatkan seseorang pada jabatan-jabatan itu. Menurutnya, jangan sampai ada seseorang yang duduk di jabatan tertentu, yang padahal dia tidak kompeten di bidangnya.

    “Dampaknya akan buruk terhadap pemerintahan Kota Serang. Jelas, orang yang gak paham misalkan, disuruh memimpin OPD yang bahkan dia tidak menguasai bidang itu. Jangan sampai membuat rakyat kecewa,” ungkapnya.

    Menurut Ega, meskipun penentuan posisi jabatan akan ditentukan oleh tim seleksi independen, namun masih terdapat celah untuk melangsungkan praktik jual beli jabatan. Yakni pada saat munculnya tiga rekomendasi nama.

    “Pada saat tiga rekomendasi nama, itu yang sangat berpotensi dilakukan jual beli jabatan. Karena pada saat itu, kuasa untuk menentukan siapa yang akan menduduki jabatan, sepenuhnya dipegang oleh kepala daerah. Kami tegaskan, jangan ada main mata dalam pelaksanaan Open Bidding ini,” tuturnya.

    Pihaknya pun mengacu pada hasil laporan dari Komisi Pemberantasan Korupsi, yang menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 2016 hingga 2021, sudah ada 7 Kepala Daerah yang ditangkap karena menjalankan praktik jual beli jabatan.

    “Sudah ada 7 Kepala Daerah yang ditangkap karena jual beli jabatan. Yang terakhir adalah Bupati Probolinggo. Jangan sampai Kota Serang menambah daftar nama kepala daerah yang ditangkap karena jual beli jabatan,” tegasnya.

    Menanggapi hal tersebut, Wakil Walikota Serang, Subadri Ushuludin, mengatakan bahwa untuk mencegah terjadinya jual beli jabatan, ia meminta agar seluruh pihak berkolaborasi untuk mengawasi.

    “Teman-teman (media) kan selaku kontrol sosial. Jadi ayo kita awasi bareng-bareng, apabila ada indikasi ke situ (jual-beli jabatan) berikan saya informasi, agar tidak terjadi hal-hal malapetaka seperti itu,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Kasus Hibah Ponpes Siap Disidang

    Kasus Hibah Ponpes Siap Disidang

    SERANG, BANPOS – Kejati Banten akhirnya melimpahkan berkas perkara kasus dugaan korupsi hibah Ponpes ke Pengadilan Tipikor pada PN Serang. Berkas perkara yang dilimpahkan tersebut merupakan berkas untuk kelima tersangka yang sebelumnya telah ditahan di Rutan Pandeglang.

    Kasi Penerangan Hukum (Penkum) pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, membenarkan bahwa pihaknya telah melimpahkan berkas perkara ke PN Serang. Menurutnya, pelimpahan dilakukan pada Rabu kemarin.

    “Berkas perkara sudah dilimpahkan. Pelimpahannya kemarin,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kamis (2/9).

    Ia mengatakan, pelimpahan tersebut meliputi seluruh tersangka kasus dugaan korupsi hibah ponpes. Kelimanya yakni IS atau Irvan Santoso, TS atau Toton Suriawinata, ES atau Epieh Saepudin, AS atau Asep Subhi dan AG atau Agus Gunawan. “(Berkas perkara) untuk lima-limanya,” kata Ivan.

    Ivan menuturkan bahwa saat ini, PN Serang telah menetapkan tanggal sidang perdana kasus tersebut. Sidang perdana akan dilaksanakan pada Rabu (8/9) pekan depan. “Jadwalnya juga sudah muncul. Tanggal 8 nanti sudah sidang pertama,” ucapnya.

    Pada situs sipp.pn-serang.go.id, diketahui bahwa kelima tersangka didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi, hingga merugikan keuangan negara sebesar Rp5.396.000.000.

    Heboh kasus hibah ponpes bermula dari penahanan terhadap tersangka ES pada Kamis 15 April yang lalu. Kasus ini juga dilaporkan oleh Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) pada Rabu, (14/4) oleh Direktur Eksekutif ALIPP, Uday Suhada.

    Kepada media Uday Suhada mengatakan, dugaan korupsi dalam kasus hibah ini merupakan jilid kedua setelah 10 tahun yang lalu ALIPP melaporkan kasus hibah Bansos senilai Rp340 miliar.

    “Motifnya sama, yakni lembaga penerima hibah atau Bansos itu fiktif dan terjadi pungutan liar. Pada APBD 2018, Pemprov Banten mengucurkan dana hibah untuk 3.364 Ponpes, masing-masing sebesar Rp20 juta dan totalnya Rp66,280 miliar,” terang Uday.

    Kemudian pada APBD 2020, Pemprov Banten mengucurkan dana hibah untuk 4.042 Ponpes, masing-masing sebesar Rp30 juta dengan total Rp117,780 miliar.

    Sedangkan pada APBD 2021, Pemprov Banten kucurkan kembali dana hibah untuk 3.364 Ponpes, masing-masing sebesar Rp40 juta dengan total Rp161,680 miliar.

    “Total dana yang dihibahkan untuk Ponpes melalui Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) dalam tiga tahun APBD itu sebesar Rp345,74 miliar.

    Hasil investigasi ALIPP menemukan data bahwa terdapat banyak lembaga penerima adalah fiktif. Nama Ponpesnya ada, tapi tak ada wujudnya. Di satu kabupaten saja ditemukan 46 lembaga Ponpes yang diduga fiktif,” terangnya.

    Demikian pula pengakuan sejumlah pimpinan Ponpes yang saat dilakukan konfirmasi, terang Uday lagi, banyak yang menyatakan tidak utuh menerima bantuan tersebut.

    “Disadari bersama bahwa Ponpes adalah lembaga pendidikan agama yang semestinya menjadi tempat untuk menyiapkan generasi penerus yang berakhlaq mulia, terlepas dari praktek korupsi.” paparnya.(DZH/ENK)

  • Transaksi Jual Beli Jabatan Rp 120 Triliun

    Transaksi Jual Beli Jabatan Rp 120 Triliun

    JAKARTA, BANPOS – Praktik jual beli jabatan di negeri ini sudah cukup parah. Jika ditotal, jumlahnya bisa mencapai ratusan triliun!

    Mantan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) Sofian Effendi mengungkapkan, praktik jual beli jabatan selama lima tahun mencapai Rp 120 triliun. Dia menyebut, angka itu terakumulasi selama dirinya di Komisi ASN pada periode 2014-2019.

    Sofian menghitung, rata-rata total nilai jual beli jabatan di lingkungan kepala daerah setiap tahun mencapai sekitar Rp 24 triliun. “Itu Rp 120 triliun yang terakhir waktu saya di sana tahun 2019. Saya kira sekarang sudah melebihi angka tahun 2019 itu,” kata Sofian seperti dirilis RM.ID dari CNN.

    Ia menjelaskan, angka itu dihitung berdasarkan data yang terungkap lewat hasil penangkapan oleh aparat. Termasuk kasus yang ditangani KPK. Sofian menyebut Rp 120 triliun tersebut berasal dari 200 kasus jual beli jabatan yang telah terungkap.

    Menurut dia, tingginya nilai praktik jual beli jabatan di lingkungan pemerintahan karena ongkos politik yang terlalu besar. Sofian mencontohkan, saat ini rata-rata ongkos yang dikeluarkan untuk menjadi bupati antara Rp 50 miliar hingga Rp 100 miliar dan berbeda di setiap daerah.

    “Karena mahalnya biaya politik. High cost politics itu. Itu yang menjadi penyebab utama,” ujar mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini.

    Ia menyoroti UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memberi kewenangan pada kepala daerah dalam mengangkat dan memberhentikan ASN.

    Padahal di beberapa negara, kepala daerah tak memiliki kewenangan tersebut. Kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan suatu jabatan ada pada sekretaris atau sekjen.

    “Itulah yang diberi kewenangan sebagai pejabat pembina kepegawaian. Bukan menteri, bukan bupati,” jelas Sofian.
    Sementara dalam lima tahun terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tujuh kasus jual beli jabatan dilakukan kepala daerah. “Yaitu Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jombang, Tanjungbalai, dan terakhir Probolinggo,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding, kemarin.

    Ketujuh kepala daerah itu, yakni Bupati Klaten Sri Hartini, Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, Bupati Kudus Muhammad Tamzil, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial dan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari.

    Meski sudah banyak yang dicokok, praktik jual beli jabatan tetap marak. “KPK mengingatkan kepada para kepala daerah, agar menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang,” kata Ipi.

    Potensi korupsi itu terbuka dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi dan promosi ASN di lingkungan pemerintahan. Ini salah satu modus korupsi kepala daerah.

    Hasil pemetaan atas titik rawan korupsi di daerah, KPK mengidentifikasi beberapa sektor yang rentan terjadi korupsi. Di antaranya pengadaan barang dan jasa, serta pengisian jabatan.

    Untuk mencegah benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang kepala daerah dalam pengisian jabatan, KPK mendorong implementasi manajemen ASN berbasis merit system.(GPG/ENK/RMID)

  • Komnas HAM Serahkan Rekomendasi Pada Presiden, Soal TWK Pegawai KPK

    Komnas HAM Serahkan Rekomendasi Pada Presiden, Soal TWK Pegawai KPK

    JAKARTA, BANPOS – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyerahkan rekomendasi terkait temuan dalam asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Temuan itu diserahkan ke kepala negara pada pekan lalu.

    “Tinggal menunggu respons Presiden,” kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara dikonfirmasi, Kamis (2/9).
    Beka menyampaikan, pihaknya meminta waktu untuk bisa bertemu dengan Presiden Jokowi, agar dapat menjelaskan secara langsung terkait temuan Komnas HAM. Terlebih Komnas HAM menyebut, terdapat 11 pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.

    “Supaya bisa menjelaskan secara lengkap temuan dan rekomendasi yang ada,” ucap Beka.

    Adapun 11 pelanggaran HAM dalam asesmen TWK, yang merupakan syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) antara lain, hak atas ketidakadilan dan kepastian hukum; hak perempuan; hak untuk tidak diskriminasi; hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan; hak atas pekerjaan; hak atas rasa aman; hak atas informasi; hak atas privasi; hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat; hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan hak atas kebebasan berpendapat.

    Sementara itu, terkait isi dari rekomendasi Komnas HAM kepada Presiden Jokowi terkait polemik asesmen TWK sempat dijelaskan oleh Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik. Presiden Jokowi diminta untuk memulihkan status pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) untuk dapat diangkat menjadi ASN KPK. Hal ini dapat dimaknai sebagai bagian dari upaya menindaklanjuti arahan Presiden RI yang sebelumnya telah disampaikan kepada publik.

    Sebab sebelumnya Jokowi meminta agar alih status pegawai KPK tidak merugikan para pegawai lembaga antirasuah tersebut. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 70/PUU-XVII/2019 dalam pertimbangan hukumnya yang menyatakan bahwa pengalihan status pegawai KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun di luar yang telah ditentukan tersebut.

    “Mengingat MK berperan sebagai pengawal konstitusi dan hak konstitusional, maka pengabaian atas pertimbangan hukum dalam putusan MK tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk pengabaian konstitusi,” ujar Taufan, Senin (16/8).

    Jokowi juga diminta untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses penyelenggaraan asesmen TWK terhadap pegawai KPK. Serta, Jokowi juga diminta untuk melakukan pembinaan terhadap seluruh pejabat Kementerian/Lembaga yang terlibat dalam proses penyelenggaraan asesmen TWK.

    Menurutnya, perlu adanya penguatan terkait wawasan kebangsaan, hukum dan hak asasi manusia dan perlunya nilai-nilai tersebut menjadi code of conduct dalam sikap dan tindakan setiap aparatur sipil negara. Komnas HAM juga meminta pemulihan nama baik pegawai KPK yang dinyatakan TMS.

    “Laporan Pemantauan dan Penyelidikan ini akan disampaikan kepada Presiden RI. Komnas HAM RI berharap agar rekomendasi dimaksud dapat segera mendapat perhatian dan tindak lanjut Bapak Presiden RI,” tegas Taufan menandaskan.

    Terpisah, Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) Yudi Purnomo Harahap meyakini, Presiden Jokowi akan merespons rekomendasi Komnas HAM. “Optimis presiden akan memberi respons positif demi menyelamatkan pemberantasan korupsi,” kata Ketua Yudi Purnomo Harahap dikonfirmasi, Kamis (2/9).

    Yudi meyakini, kepala negara akan berpihak kepada pegawai KPK yang saat ini sedang dibebastugaskan. Terlebih dalam pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) alih status pegawai KPK tidak boleh merugikan pegawai.

    “Beliau (Jokowi) pernah menyatakan bahwa 75 pegawai KPK tidak boleh diberhentikan dan merujuk kepada pertimbangan Mahkamah Konstitusi bahwa alih status tidak boleh merugikan pegawai KPK yang telah berjasa memberantas korupsi,” tegas Yudi.(ENK/JPG)

  • Ada SK WH di Kasus Garapan KPK, Dugaan Mark Up Lahan Rp10,6 miliar

    Ada SK WH di Kasus Garapan KPK, Dugaan Mark Up Lahan Rp10,6 miliar

    SERANG, BANPOS Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI memulai penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pengadaan tanah pembangunan SMK Negeri 7 Tangerang Selatan pada Dindikbud Provinsi Banten. Sejumlah informasi menyebutkan sudah ada beberapa tersangka yang ditetapkan untuk kasus ini.

    Plt. Juru bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan upaya paksa penggeledahan, terhadap beberapa kediaman dan kantor pihak-pihak yang berkaitan dengan pengadaan lahan SMKN 7 Tangerang Selatan.

    “Tim Penyidik telah selesai melakukan upaya paksa penggeledahan di beberapa tempat di wilayah Jakarta, Tangerang Selatan, Serang dan Bogor, yaitu rumah kediaman dan kantor dari para pihak yang terkait dengan perkara ini,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis (2/9).

    Ia mengatakan, dalam penggeledahan yang dilakukan pada Selasa (31/8) lalu tersebut, pihaknya mengamankan beberapa barang. Ke depan, barang tersebut akan dijadikan sebagai barang bukti perkara.

    “Selama proses penggeledahan tersebut, telah ditemukan dan diamankan berbagai barang yang nantinya akan dijadikan sebagai barang bukti diantaranya dokumen, barang elektronik dan dua unit mobil,” tuturnya.

    Barang-barang tersebut pun akan dilakukan analisa dan menurutnya akan segera dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara tersebut. Kendati demikian, Ali Fikri mengaku belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut, termasuk siapa saja pihak yang sudah ditetapkan menjadi tersangka.

    “KPK belum dapat menginformasikan secara menyeluruh konstruksi perkaranya dan siapa saja pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka,” katanya.

    Namun menurutnya, informasi lebih detail mengenai perkara tersebut akan diumumkan apabila telah dilakukan upaya paksa penangkapan dan atau penahanan terhadap para tersangka.

    “KPK nantinya akan selalu menyampaikan kepada publik setiap perkembangan penanganan perkara ini, dan kami berharap publik untuk juga turut mengawasinya,” terangnya.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun BANPOS, KPK sudah hampir enam bulan lebih melakukan pendalaman terhadap dugaan mark up atau pengelembungan harga lahan unthk SMKN 7 di Kota Tangsel. Dan sebelum adanya penggeledahan dibeberapa tempat seperti Jakarta, Tangsel dan Serang, dua minggu lalu, tim KPK melakukan pemeriksaan sejumlah saksi-saksi, dari mantan pejabat, pejabat aktif di Pemprov Banten dan pihak swasta.

    Informasi dihimpun, pemeriksaan saksi-saksi tersebut adalah mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten, Engkos Kosasih (sudah pensiun, terakhir menjabat Asda II), mantan Kepala Dindikbud, Ardius Prihatono (sekarang menjabat Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan), dan pihak luar atau swasta, Farid.

    Sementara, Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP) adalah yang melaporkan kasus adanya dugaan mark up dalam pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel sebesar Rp17,9 miliar pada APBD Banten tahun anggaran 2017 kepada KPK. Pelaporan dilakukan sejak tahun 2018.

    Sejumlah dokumen lengkap pada saat itu disamapaikan kepada KPK oleh Direktur Eksekutif ALIPP, Uday Suhada kepada KPK. Salah satunya, adalah dokumen Surat Keputusan (SK) Gubernur Banten Nomor 596/Kep-453-Huk/2017 yang ditandatangani Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) pada tanggal 29 November 2017.

    SK itu terbit berdasarkan nota dinas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten Nomor 800/7262-Dindikbud/2017 tanggal 6 November 2017 tentang Draf SK Penetapan Tim Koordinasi Pengadaan Lahan/Tanah. Sementara lahan untuk pembangunan SMK Negeri 7 Tangsel itu terletak di antara Jalan Cempaka III, RT 002/003 dan Jalan Punai I, RT.007/008, Bintaro Jaya, Sektor II, Kelurahan Rengas, Kecamatan Ciputat Timur

    Pengadaan lahan SMKN Tangsel tahun 2017, yang berdasarkan hasil audit investigatif BPKP ditemukan potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp10,6 miliar,” kata Direktur Eksekutif ALIPP, Uday Suhada saat dihubungi BANPOS, Kamis (2/9)

    Ia menjelaskan, dugaan kerugian negara lebihbdari Rp10 miliar berdasarkan fakta di lapangan.

    “Kwitansi yang ditandatangani pemilik tanah Rp7,3 miliar atas nama My.Sofia. Sedangkan SP2D dari Dindikbud Banten sebesar Rp17,9 miliar. Dan ini sudah diaudit oleh BPK,” ungkapnya.

    Adapun langkah KPK yang sudah mengamankan sejumlah barang bukti termasuk dua unit mobil, Uday pun mengatakan, itu langkah taktis dan strategis untuk mengungkap sampai sejauh mana kasus ini pada akhirnya. Pihaknya sangat percaya sepenuhnya kepada para penyidik KPK dalam menangani perkara itu.

    “Saya rasa nanti kita akan tahu semua, siapa yang telibat, siapa yang akan menjadi tersangka. Kita serahkan sepenuhnya ke KPK. Hasil audit BPK juga sudah ada di tangan KPK,” katanya.

    Diungkapkan Uday, kasus dugaan korupsi pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel dengan kerugian Rp10 miliar lebih, dananya tersebut diduga telah dibagi-bagi oleh pejabat Dindikbud Banten.

    “Sebagai Pelapor, tentu saya mengapresiasi langkah yang diambil oleh tim penyidik KPK. Meskipun saya lapor pada 20 Des 2018, hampir tiga tahun yang lalu, saya memaklumi. Sebab dipastikan di KPK itu ada ribuan perkara yg dilaporkan banyak pihak dari berbagai pelosok negeri ini,” ujarnya.

    KPK tentu lebih faham dalam mengambil sikap, terkait siapa saja yang terlibat dalam perkara ini. Demikian pula aliran uangnya ke pihak mana saja, raanya tidak akan sulit.

    Terpisah, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) mengapresiasi KPK dalam pengusutan kasus lahan SMKN 7 Tangsel yang diduga terjadi tindak pidana korupsi. “Saya mengapresiasi langkah-langkah KPK,” kata WH dalam siaran persnya.

    Menurutnya, tindakan KPK sejalan dengan dirinya dalam komitmen pemberantasan korupsi di Provinsi Banten. “Tentunya ini sejalan dengan komitmen saya sebagai Gubernur untuk memberantas korupsi di Provinsi Banten,” ujarnya.(RUS/DZH/ENK)

  • Rencana Nikah Pemuda Serang Ini Terancam Batal Gara Gara Ketangkep Jual Sabu

    Rencana Nikah Pemuda Serang Ini Terancam Batal Gara Gara Ketangkep Jual Sabu

    SERANG, BANPOS- Gegara jualan sabu, MR (26), warga Kelurahan Cipare, Kecamatan Serang, terancam gagal menikahi wanita idamannya. Pernikahan yang direncanakan bakal dilaksanakan awal tahun depan ini terancam batal setelah MR ditangkap tim satresnarkoba Polres Serang di rumahnya.

    Dari tersangka yang berstatus buruh lepas ini diamankan barang bukti 6 paket sabu yang disembunyikan di kantung celana. Selain 6 paket sabu, turut diamankan 1 handphone yang digunakan sebagai alat transaksi.

    Kapolres Serang AKBP Yudha Satria menjelaskan tersangka MR diamankan di rumahnya pada Senin (30/8) sekitar pukul 21:00 WIB. Penangkapan tersangka berawal dari laporan warga yang resah lantaran ada warganya dicurigai mengedarkan narkoba.

    “Dari informasi tersebut, tim satresnarkoba yang dipimpin Ipda Jonathan Sirat bergerak menyelidiki dan berhasil mengamankan tersangka di rumahnya. Dari dalam saku celana, petugas menemukan 6 paket sabu,” terang Kapolres didampingi Kasatresnarkoba Iptu Michael K Tandayu kepada awak media, Kamis (2/9/2021).

    Sementara Iptu Michael K Tandayu menambahkan dari pemeriksaan tersangka mengaku 6 paket sabu tersebut didapat dari bandar bernama Jono yang mengaku warga Kota Cilegon. Bisnis sabu tersebut diakui tersangka baru berjalan 1 bulan.

    “Tersangka MR mendapatkan sabu dari orang yang mengaku warga Cilegon, namun tidak mengetahui karena pemesanan maupun pengambilan sabu tidak secara langsung. Tersangka mengaku tidak membeli tapi wajib setor jika barang terjual,” tambah Michael.

    Tersangka mengakui jika dirinya nekad menjadi pengedar sabu lantaran untuk kebutuhan sehari-hari serta untuk kebutuhan rencana pernikahannya yang rencananya dilaksanakan awal tahun depan.

    “Tersangka nekad menjual sabu karena tidak memiliki pekerjaan tetap dan tergiur dengan iming-iming keuntungan besar dengan harapan dapat membantu biaya menikah,” kata Kasatresnarkoba. (MUF)

  • Ada Politisi & Petinggi Polda di Sidang Korupsi Masker

    Ada Politisi & Petinggi Polda di Sidang Korupsi Masker

    SERANG, BANPOS – Berbagai fakta terungkap dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi masker KN-95 pada Dinkes Provinsi Banten. Mulai dari munculnya nama Ari Winanto yang disebut sebagai Direktur PT RAM hingga Agus Suryadinata yang dikenalkan oleh salah satu Kasubbag Dinkes sebagai saudara petinggi Polda pada saat menawarkan masker.

    Saksi pertama yakni Inspektur Pembantu (Irban) II Provinsi Banten, Dicky Hardiana. Dicky dicecar berbagai pertanyaan oleh para kuasa hukum, sebab Dicky beserta timnya merupakan pihak yang menyampaikan adanya temuan ketidakwajaran harga dengan potensi kerugian negara sebesar kurang lebih Rp1,2 miliar dalam pengadaan masker.

    Kuasa hukum Lia Susanti mempertanyakan terkait dengan dasar Inspektorat menentukan adanya temuan ketidakwajaran harga dalam proyek pengadaan masker tersebut. Dicky pun menyampaikan isi SE Kepala BPKP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Tata Cara Audit Tujuan Tertentu.

    “Dapatkan dokumentasi pembayaran dan bukti kewajaran harga. Lalu bandingkan pembayaran dengan bukti kewajaran harga. Setelah itu, konfirmasi kepada pihak terkait, dokumen pembentuk kewajaran harga. Kemudian identifikasi bukti kewajaran harga,” ujarnya, Rabu (1/9).

    Kuasa hukum Agus Suryadinata pun mempertanyakan kepada Dicky terkait dengan dokumen pembanding harga yang digunakan oleh Inspektorat, sehingga menyimpulkan adanya ketidakwajaran harga pada pengadaan masker tersebut.

    “Kami membandingkan harga invoice dari PT RAM dengan PT BMM. Yang disampaikan oleh PT RAM tidak sama dengan PT BMM sebagai pemasok,” tutur Dicky.

    Persidangan selanjutnya menghadirkan tiga orang saksi yang sudah pernah bersaksi sebelumnya, yakni Ati Pramudji Hastuti selaku Kepala Dinkes, Khania selaku mantan Pembantu PPK, dan Abdurrahman selaku tim LPJ. Bedanya, kali ini mereka bersaksi untuk terdakwa Lia Susanti lantaran pada persidangan sebelumnya, Lia tidak bisa hadir karena sakit.

    Saksi Abdurrahman dalam kesaksiannya menyebut nama Ari Winanto sebagai direktur PT Right Asia Medika (RAM) berdasarkan surat penawaran dan Company Profile pada pengajuan pengadaan masker yang bermasalah.

    Abdurrahman mengatakan bahwa mulanya ia mendapatkan surat penawaran dan Company Profile PT RAM dari saksi Khania melalui pesan WhatsApp. Pada surat penawaran pertama dan Company Profile itu, tertulis bahwa Ari Winanto merupakan Direktur PT RAM, bukan Wahyudin Firdaus.

    “Pertama mendapatkan surat penawaran atas nama Ari Winanto sebagai Direktur. Lalu pada 9 Mei itu saya mendapatkan surat penawaran kembali atas nama Wahyudin Firdaus sebagai direktur,” ujarnya di persidangan, Rabu (1/9).

    Akan tetapi, Abdurrahman mengaku bahwa untuk penawaran yang ditandatangani oleh Ari Winanto tidak dibuat kontraknya. Sebab, penawaran tersebut tidak jadi lantaran tidak ada barangnya.

    “Untuk surat penawaran pertama yang ditandatangani oleh Ari Winanto itu tidak jadi. Karena barangnya tidak ada. Kalau di Company Profile pertama itu Ari Winanto memang menjabat Direktur,” jelasnya.

    Abdurrahman pun mengaku bahwa dirinya sempat pusing mengenai struktur pengurus PT RAM. Sebab, perubahan sering terjadi dengan begitu cepat.

    “Untuk susunan pengurusnya memang berubah-rubah saya bingung. Kadang marketingnya siapa, lalu berubah. Tapi tidak ada nama Agus Suryadinata,” ucapnya.

    Untuk diketahui, Ari Winanto merupakan salah satu anggota DPRD Kota Serang dari Fraksi PAN. Berdasarkan profil Ari Winanto yang beredar di internet, dia memang diketahui merupakan pendiri dari PT RAM.

    Sementara saksi Khania Ratnasari pun menyebutkan fakta baru dalam persidangan. Ia mengungkapkan bahwa pertemuan pertamanya dengan Agus Suryadinata ternyata ‘dijembatani’ oleh salah satu Kasubag di Dinkes. Dalam pertemuannya pun, Kasubag tersebut memperkenalkan Agus sebagai saudara dari petinggi Polda.

    “Awal mula saya dihubungi oleh Agus melalui WhatsApp, saya tidak respon. Karena takut (bawa-bawa nama Kadis). Lalu saya bertemu dengan pak Agus karena diantar oleh Kasubag dan dikenalkan sebagai saudara orang (petinggi) Polda,” ujarnya.

    Setelah itu, ia pun mengirimkan kepada Abdurrahman surat penawaran sekaligus Company Profile PT RAM melalui pesan WhatsApp. Dalam pesan WhatsApp tersebut pun, Khania menyampaikan kepada Abdurrahman bahwa Agus merupakan saudara petinggi Polda.

    “Setelah pertemuan pertama, Ujang (Abdurrahman) bertanya, itu (Agus) siapa? Saya jawab, itu yang masih kerabat orang Polda. Tapi saya lupa siapa namanya,” terang Khania.

    Sedangkan dalam kesaksiannya Ati, tidak ada yang berbeda dengan kesaksian sebelumnya. Hanya saja, Ati kembali menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak mengarahkan Agus untuk bisa mendapatkan proyek masker di Dinkes. Bahkan Ati sempat berceletuk mengenai hal tersebut yang membuat seisi persidangan riuh.

    Saat itu, kuasa hukum Lia Susanti bertanya kepada Ati yang merupakan Kepala Dinkes Provinsi Banten, terkait kesaksian Khania bahwa terdakwa Agus Suryadinata mengaku kepada Khania bahwa ia diarahkan untuk menghubungi Khania oleh Kepala Dinkes.

    Ati pun membantah bahwa dirinya memberikan arahan kepada Agus, untuk menghubungi Khania. Ia pun mengaku tidak ada laporan bahwa Agus membawa-bawa namanya untuk menghubungi Khania. Ati pun berceletuk jika tahu kelakuan Agus seperti itu, maka ia akan menggantung Agus.

    “Kalau saya tau, saya bakal gantung itu orang,” kata Ati di persidangan. Jaksa Penuntut Umum, Kuasa Hukum, bahkan Anggota Majelis Hakim pun tertawa mendengar jawaban Ati. Kecuali Ketua Majelis Hakim, Slamet Widodo.

    Slamet menegur Ati karena berujar tidak sopan di dalam persidangan. Menurutnya, jika memang itu merupakan luapan emosi, jangan sampai terucap di dalam persidangan sebagai bentuk penghormatan.

    “Jangan seperti itu. Ini persidangan. Benar itu emosi yang diluapkan, tapi jangan diucapkan di sini,” tegas Slamet.

    Ati pun mengaku salah dan meminta maaf. Menurutnya, itu merupakan spontanitas dirinya karena merasa kesal dengan Agus. “Mohon maaf yang mulia, itu spontanitas saya. Iyah maaf itu spontanitas karena kesal, saya emosi,” tandasnya. (DZH)