Kategori: HEADLINE

  • Virgojanti Janji Hadiri Rapat Perampingan SOTK

    Virgojanti Janji Hadiri Rapat Perampingan SOTK

    SERANG, BANPOS – Pj Sekda Banten Virgojanti yang mangkir dari undangan Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengaku akan memenuhi undangan, jika kembali diminta untuk datang. Bahkan pemenuhan itu sudah mendapatkan persetujuan langsung dari Pj Gubernur Banten Al Muktabar.

    Ditemui di Pendopo Gubernur KP3B, Curug Kota Serang malam (2/8) Al Muktabar menjelaskan, ketidakhadiran Virgojanti pada saat undangan Pansus Raperda Perampingan SOTK, dikarenakan ada agenda kegiatan di Kabupaten Lebak. “Karena ada acara kegiatan di sana (di hari yang sama dengan undangan Pansus). Kalau memang nanti ada undangan saya atau ke Bu Sekda (Virgojanti, red) pasti datang,” kata Al Muktabar.

    Ia menjelaskan, adanya rencana perampingan SOTK yang saat ini tengah dibahas oleh Pansus di DPRD tak lain dan tak bukan untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang Pj Gubernur Banten. “Penyesuaian kebutuhan organisasi itu mah, perampingan SOTK. Itu ada 8 area perubahan reformasi birokrasi, salah satunya penyesuaian organisasi,” imbuhnya.

    Dengan adanya reformasi birokrasi ke depan, diharapkan kata Al Muktabar pelayanan di Pemprov Banten lebih baik lagi, termasuk dengan penghematan anggaran.

    “Reformasi birokrasi ini menghemat struktur, kaya fungsi, sebagai kewajiban saya, saya menawarkan itu ke DPRD. Apalagi pembiayaan pegawai sesuai aturan dari pemerintah pusat tidak boleh 30 persen,” ujarnya.

    Meski berupaya untuk melakukan reformasi birokrasi dengan cara perampingan SOTK, Al Muktabar mengaku kebijakan selanjutnya ada di DPRD.
    “Arenanya ada di Ibu dan Bapak di dewan. Kalau diperbaiki, kurang substansi kita perbaiki. Saya kan tidak sempurna. Tapi saya sudah menjalankan fungsi-fungsi yang memang diperuntukan bagi efisiensi, untuk kemudahan layanan,” ungkapnya.

    Di tempat yang sama, Virgojanti mengaku pihaknya akan memenuhi panggilan Pansus di DPRD Banten, jika diminta untuk datang.

    “Kalau sekarang belum ada undangan. Kalau ada pasti saya datang. Karena waktu itu saya ada kegiatan di Lebak,” jelas Virgo.

    Diberitakan sebelumnya, Virgojanti mangkir dari undangan resmi Pansus Perampingan SOTK disebabkan adanya pembatasan kewenangan yang diperintahkan oleh Al Muktabar. “Gimana Pj Sekda Banten bisa dan mau memenuhi undangan Pansus Raperda Perampingan SOTK, lah wong di SK tentang Pj Sekda Banten Virgojanti, kewenangan kepegawaian itu tidak diperbolehkan. Perampingan SOTK ini kan membahas kepegawaian juga,” kata salah seorang sumber di KP3B yang enggan disebutkan namanya.(RUS/PBN)

  • Virgojanti Mangkir Bahas Perampingan SOTK

    Virgojanti Mangkir Bahas Perampingan SOTK

    SERANG, BANPOS – Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
    tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Banten atau Perampingan SOTK mengaku belum bisa mengambil kesimpulan atas pembahasan raperda tersebut, lantaran pejabat yang berwenang, yakni Pj Sekda, Virgojanti mangkir dari rapat resmi Pansus beberapa waktu lalu.

    Informasi dihimpun BANPOS , Selasa (1/8) mangkirnya Virgojanti dari undangan resmi Perampingan SOTK disebabkan adanya pembatasan kewenangan yang diperintahkan oleh Pj Gubernur Banten Al Muktabar.

    “Gimana Pj Sekda Banten bisa dan mau memenuhi undangan Pansus Raperda Perampingan SOTK, lah wong di SK tentang Pj Sekda Banten Virgojanti, kewenangan kepegawaian itu tidak diperbolehkan. Perampingan SOTK ini kan membahas kepegawaian juga,” kata salah seorang sumber di KP3B yang enggan disebutkan namanya.

    Ia menjelaskan, mangkirnya Virgojanti adalah perintah yang disampaikan oleh AL Muktabar.

    “Bisa jadi secara sadar Bu Virgojanti ini tidak hadir dalam rapat resmi Pansus karena kewenangannya untuk membahas itu dilarang oleh pimpinan (Al Muktabar, red). Jadi wajar kalau memang mangkir, lah wong tidak boleh campur tangan soal kepegawaian,” ujarnya.

    Sementara itu, Ketua Pansus Raperda tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Banten atau Perampingan SOTK, Tb Luay Sovani usai mengikuti rapat tertutup di Komisi IV DPRD Banten membenarkan bahwa pada pembahasan lanjutan pansus dengan mengundang Virgojanti tidak bisa dilanjutkan, karena yang bersangkutan tidak datang.

    “Kemarin kita undang Pj Sekda (Virgojanti) , beliau tidak hadir,” ujar Luay.

    Ketidakhadiran Virgojanti pada rapat resmi Pansus katanya disebabkan adanya kegiatan atau acara di Kabupaten Lebak.
    “Karena ada acara di Lebak. Jadi belum ada kesimpulan,” jelas Luay yang merupakan politisi PAN ini saat ditanya alasan Virgojanti mangkir.

    Meski Virgojanti mangkir pada saat diundang beberapa waktu lalu, namun Pansus pada bulan ini telah membuat jadwal untuk memanggilnya kembali.

    “Bulan Agustus ini Insyaallah kita akan undang lagi. Untuk tanggal persisnya akan kita buatkan jadwalnya,” imbuhnya.

    Pemanggilan Virgojanti sebagai Pj Sekda Banten, sangat penting dan mendesak mengingat APBD tahun 2023 ini masih berjalan,dengan postur anggaran menggunakan SOTK berjalan.

    “Pertanyaan masalah efisiensi, dampak Perda dicabut terhadap pelaksanaan APBD, kemudian APBD kan saat ini menggunakan Perda SOTK berjalan. Itu pertanyaan-pertanyaan yang sampai sekarang belum terjawab. Apalagi ini kan merupakan Raperda usulan dari eksekutif (pemprov),” ungkap Luay seraya mengatakan target pembahasan Raperda selesai pada akhir tahun.

    Untuk diketahui, berdasarkan dokumen kajian Raperda tersebut, akan ada 8 pos jabatan kepala dinas dan kepala badan di Pemprov Banten yang akan hilang. Secara keseluruhan ada 66 pos jabatan setingkat eselon dari mulai eselon 2 hingga eselon 4 yang akan hilang.

    Hilangnya pos-pos jabatan tersebut diyakini akan mengefisiensikan anggaran belanja pegawai seperti anggaran untuk membayar tunjangan kinerja para pejabat eselon. Pemprov Banten juga memastikan, hilangnya pos-pos jabatan eselon tersebut tidak berdampak langsung terhadap posisi orang per orang pejabat eselon yang sekarang menjabat.

    Hilangnya pos-pos jabatan eselon itu adalah, di level pos jabatan eselon 2 masing-masing akibat diajukannya penggabungan Dinas Ketenagakerjaan Dan Transmigrasi, Dinas Perindustrian Dan Perdagangan serta Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral menjadi satu dinas yaitu Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM, yang menyebabkan 2 pos jabatan kepala dinas hilang.

    Berikutnya, penggabungan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan Dan Keluarga Berencana dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa menjadi satu dinas yaitu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, yang menyebabkan 1 pos jabatan kepala dinas hilang.

    Selanjutnya, penggabungan Dinas Kepemudaan Dan Olah Raga dan Dinas Pariwisata menjadi satu dinas yaitu Dinas Pariwisata, Kepemudaan Dan Olah Raga, yang menyebabkan 1 pos jabatan hilang. Penggabungan Dinas Pertanian dan Dinas Ketahanan Pangan menjadi satu dinas yaitu Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Kehutanan juga menyebabkan 1 pos jabatan kepala dinas hilang.

    Terakhir penggabungan Dinas Kelautan Dan Perikanan Dinas Lingkungan Hidup Dan Kehutanan menjadi satu dinas yaitu Dinas Kelautan, Perikanan dan Lingkungan Hidup yang menyebabkan 1 pos jabatan kepala dinas hilang.

    Untuk OPD berbentuk badan, terancam hilangnya dua pos jabatan eselon 2 diakibatkan diajukannya penggabungan Badan Kepegawaian Daerah dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah menjadi satu badan yakni Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kepegawaian yang menyebabkan 1 pos jabatan kepada badan hilang.

    Berikutnya, diajukannya penggabungan Badan Pendapatan Daerah dan Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah menjadi satu badan yakni adan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah yang menyebabkan 1 pos jabatan kepala badan hilang.

    Untuk pos jabatan eselon 3 dan 4 yang akan hilang adalah sebanyak 58 pos jabatan. Rinciannya adalah 30 pos jabatan eselon 3 dan 28 pos jabatan eselon 4.(RUS/PBN)

  • 12 Potensi Bencana Besar Intai Cilegon

    12 Potensi Bencana Besar Intai Cilegon

    CILEGON, BANPOS – Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cilegon Maman Mauludin berharap agar Kota Cilegon bisa memiliki peranan penting sebagai leading sektor kebencanaan. Karena, Kota Cilegon memiliki tingkat kerawanan dan risiko kebencanaan yang cukup tinggi.

    Demikian disampaikan Maman saat membuka Seminar/Semiloka Rencana Kontinjensi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami di Aula Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cilegon, Selasa (1/8).

    “Saya berharap, kedepan Kota Cilegon memiliki peranan penting sebagai Leading Sektor Kebencanaan dengan dibantu oleh OPD (Organisasi Perangkat Daerah) lain, Instansi dan organisasi kebencanaan untuk melakukan pelatihan atau gladi berlanjut di setiap tahunnya,” kata Maman, Selasa (1/8).

    Dijelaskan Maman, Kota Cilegon merupakan kotamadya di Provinsi Banten yang berada di ujung barat laut Pulau Jawa, tepi Selat Sunda yang memiliki tingkat kerawanan bencana sangat tinggi.

    “Dengan cakupan wilayah seluas 175,5 kilometer persegi, Kota Cilegon memiliki potensi bencana yang sangat luar biasa besar,” jelasnya.
    Maman menyampaikan catatan kajian risiko bencana Kota Cilegon yang memiliki 12 kategori potensi bencana diantaranya gempa bumi, tsunami, kegagalan teknologi, letusan gunung berapi, cuaca ekstrim, banjir, kekeringan, kebakaran lahan atau hutan, longsor, abrasi, angin puting beliung, epidemi dan wabah penyakit.

    “Saya berterima kasih karena BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) sudah memfasilitasi dalam penyusunan dokumen rencana kontinjensi Gempa Bumi dan Tsunami di Kota Cilegon,” ungkapnya.

    Sementara itu, Direktorat Kesiapsiagaan BNPB Rini Ambarwati menerangkan bahwa pelaksanaan kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk implementasi dukungan BNPB bersama pemerintah melalui program Indonesia Disaster Resilience Initiatives Project (IDRIP) yang dilaksakan di 30 kabupaten/kota.

    “Hal ini dilakukan guna meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana,” terangnya.

    Rini berharap, pemerintah, masyarakat dan lembaga usaha bisa bersinergi dengan baik dalam menanggulangi bencana dan bisa sigap apabila ada bencana yang sewaktu-waktu terjadi.

    “Rencana ini bisa menjadi suatu peraturan dalam bentuk peraturan walikota yang dapat di pedomani bersama dalam penanganan darurat bencana,” katanya.(LUK/PBN)

  • Pengganti Iti Masih Teka-teki

    Pengganti Iti Masih Teka-teki

    LEBAK, BANPOS – Pembahasan mengenai siapa yang akan menggantikan posisi Iti Octavia Jayabaya pasca-pengunduran dirinya sebagai Bupati Lebak masih teka-teki. DPRD mengaku telah mengirimkan surat kepada Kemendagri melalui Pj Gubernur Banten pada tanggal Selasa, (1/8), namun diakui belum ada nama yang dimunculkan dikarenakan kesibukan dari DPRD.

    Wakil Ketua DPRD Lebak, Junaedi Ibnu Jarta, yang akrab disapa Bang Jun, menyatakan bahwa siapa pun yang akan ditunjuk sebagai Penjabat (Pj) Bupati Lebak akan sepenuhnya ditentukan oleh Kemendagri. Namun, sebagai politisi dari PDIP Lebak, ia berharap sosok yang ditunjuk memiliki pemahaman yang baik tentang budaya Lebak, siap untuk melaksanakan semua peraturan di Lebak, dan berkomitmen membangun Lebak dengan integritas.

    “Kami berharap sosok yang akan ditunjuk oleh Kemendagri adalah seseorang yang memahami Lebak, siap untuk melaksanakan dan menjalankan aturan yang ada, dan tentunya memiliki integritas untuk membangun Lebak,” ungkap Jun.

    Terkait kriteria sosok yang ditunjuk, Jun berharap bahwa penunjukan tersebut harus sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku.

    “Silahkan saja, itu merupakan kebijakan Kemendagri. Mungkin berasal dari ASN yang ada di Provinsi, atau bahkan lebih baik jika berasal dari ASN Lebak yang memenuhi kriteria. Tentunya, mereka harus menjadi pejabat yang berpengalaman dan memahami kondisi di Lebak,” tambahnya.

    Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Lebak, Budi Santoso, menjelaskan bahwa saat ini belum ada kekosongan pada posisi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Kada/Wakada) di Lebak, karena penetapan resmi belum dilakukan.

    “Paripurna DPRD kemarin merupakan salah satu tahapan proses politik dan administratif untuk pemberhentian Kada/Wakada. Proses ini akan disampaikan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, dan proses terakhirnya adalah ketika SK pemberhentian telah ditetapkan oleh Mendagri,” jelas Budi.

    Budi menegaskan bahwa jika terjadi kekosongan jabatan saat DCT Caleg telah ditetapkan, penunjukan Penjabat (Pj) Bupati akan menjadi kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Gubernur dapat menunjuk seorang Plh (Pelaksana Harian) untuk menjalankan tugas sementara, sampai Pj Kada ditetapkan secara resmi oleh Mendagri. Pada tanggal 4 November merupakan tanggal penetapan DCT, sehingga masih ada waktu tiga bulan lagi. Adapun SK pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati akan dikeluarkan oleh Kemendagri, termasuk juga SK Pj Kada.

    Saat ini, proses pengusulan dan pengajuan calon Pj Bupati sudah sedang berlangsung. “Meskipun kekosongan belum ada, kami sudah memulai proses pengajuan sejak saat ini,” jelas Budi kepada BANPOS.

    Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lebak, Muhammad Agil Zulfikar, menyatakan bahwa pihaknya belum mempersiapkan nama calon Pj Bupati Lebak untuk menggantikan posisi Iti Octavia Jayabaya beserta wakilnya, Ade Sumardi, yang sebelumnya telah mengundurkan diri dari jabatannya karena maju sebagai Calon Legislatif pada Pemilu 2024 mendatang.

    “Untuk nama calon Pj Bupati, kami belum membahasnya karena masih banyak pekerjaan yang sedang kami kerjakan, termasuk mengawal proses pengunduran diri Ibu Bupati hingga selesai,” kata Agil saat dihubungi oleh BANPOS.
    Agil menjelaskan bahwa pihaknya akan melaksanakan sidang Paripurna Istimewa sesuai dengan tahapan yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
    “Kami sedang menjalankan proses ini, dan yang jelas, calon Pj Bupati harus memahami betul tentang kondisi dan kebutuhan di Lebak,” tandasnya.
    Sebagai informasi, pada Pemilu 2024, Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya, mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dari dapil 1. Sementara itu, Wakil Bupati, Ade Sumardi, mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Banten.(MYU/DZH/PBN)

  • Pengelolaan Pariwisata Lebak Bermasalah

    Pengelolaan Pariwisata Lebak Bermasalah

    LEBAK, BANPOS – Pengelolaan sejumlah titik pariwisata yang masuk sebagai objek retribusi, dinilai bermasalah oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Banten. Hal itu berdasarkan dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Lebak tahun 2022.

    Dalam laporan tersebut, BPK menemukan adanya sejumlah ketidaksesuaian dalam pengelolaan empat destinasi wisata yang merupakan objek retribusi. Keempatnya yakni Pemandian Air Panas Tirta Lebak Buana, Pantai Sawarna, Wisata Terpadu Kebun Teh dan Pantai Bagedur.

    Adapun temuannya terdiri atas tidak adanya cantolan hukum dalam pelaksanaan kerjasama pengelolaan destinasi wisata dengan pihak ketiga berbentuk Perda atau Perbup, tidak memadainya kajian penentuan besaran nilai kontribusi dan tidak adanya mekanisme pemilihan dalam penunjukan pihak ketiga, penunjukan pihak ketiga yang bukan merupakan badan hukum dan belum dipenuhinya klausul perjanjian kerjasama oleh pihak ketiga.

    Terkait dengan penentuan besaran kontribusi dan penunjukan pihak ketiga, BPK menilai bahwa Pemkab Lebak melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) tidak melakukan kajian yang memadai. Hal itu mengakibatkan adanya kejomplangan dalam hal kontribusi, dengan nilai realisasi yang didapatkan oleh pihak ketiga.

    Menurut BPK, hal itu karena Disbudpar tidak menggunakan data laporan jumlah pengunjung tahun 2021 untuk setiap objek wisata, sebagai dasar kesepakatan nilai kontribusi dengan pihak ketiga. Padahal, data tersebut seharusnya digunakan sebagai acuan.

    Adapun perbandingan data kontribusi yang disepakati dengan perhitungan BPK sebagai berikut: Pemandian Air Panas Tirta Buana realisasi Rp155.760.000 dengan nilai kontribusi Rp70 juta, Pantai Sawarna realisasi Rp533.785.000 dengan nilai kontribusi Rp100 juta, Wisata Terpadu Kebun Teh realisasi Rp73.680.000 dengan nilai kontribusi Rp10 juta dan Pantai Bagedur realisasi Rp163.460.000 dengan nilai kontribusi Rp50 juta.

    “Nilai kontribusi di dalam perjanjian kerjasama dapat ditingkatkan dengan mempertimbangkan biaya pengelolaan obyek rekreasi, sehingga Pemerintah Kabupaten Lebak dapat mengoptimalkan penerimaan PAD,” tulis BPK dalam laporan tersebut.

    Selain itu, BPK juga menemukan bahwa pengelola Wisata Terpadu Kebun Teh yakni BUMDES AM Desa Hegarmanah, tidak menyetorkan kontribusi yang sebelumnya telah disepakati setiap tahunnya, yakni sebesar Rp10 juta. BUMDES AM Desa Hegarmanah hanya menyetorkan sebesar Rp1 juta.

    “Berdasarkan laporan data pengunjung tahun 2022, realisasi penerimaan BUMDES AM sebesar Rp61.500.000 sehingga terdapat perbedaan penerimaan yang cukup signifikan antara realisasi penerimaan dengan besaran kontribusi yang harus disetorkan,” tulis BPK lagi.

    Di sisi lain, BPK menyebut bahwa terdapat tiga destinasi wisata yang ternyata dikerjasamakan dengan orang pribadi. Padahal menurut BPK, kerjasama antara pemerintah dengan pihak ketiga, haruslah dilakukan dengan pihak berbadan hukum.

    “Ketiga objek retribusi yang dikelola oleh orang pribadi adalah objek Pemandian Air Panas Tirta Lebak Buana, Wisata Pantai Sawarna dan Wisata Pantai Bagedur,” tulis BPK.

    Menanggapi hal tersebut, Kabid Destinasi Disbudpar Lebak, Usep Suparno, mengatakan bahwa pengelolaan pihak ketiga tersebut merupakan pihak desa dengan alasan bahwa pihak desa lah yang paham betul dengan kondisi wilayah disana.

    Adapun terkait penyebutan pribadi dalam temuan tersebut, ia menegaskan bahwa itu merupakan Kepala Desa bukan perorangan.

    “Jadi memang MoU nya itu antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Desa. Karena memang sudah dari dulu hal tersebut terus terjalin. Karena yang tanda tangan memang kepala desa sendiri sebagai aparatur desa, bukan pribadi,” kata Usep saat dihubungi BANPOS melalui panggilan telepon, Selasa (1/8).

    Ia menjelaskan, pemberian hak atas pengelolaan terhadap pihak ketiga setelah melakukan mekanisme tertentu yang dinilai mampu dan kompeten dalam hal tersebut. Usep mengaku, Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak masih belum siap untuk mengelola destinasi wisata tersebut secara mandiri dikarenakan berbagai faktor.

    “Kita butuh mentor yang cukup banyak, lalu nantinya akan ada honor, biaya operasional dan lain sebagainya. Belum tentu pendapatannya bisa menutupi kebutuhan itu,” jelasnya.

    Selama ini, laporan yang pihaknya terima sesuai dengan data kunjungan yang dicatat oleh pengelola. Namun, pada kenyataannya terkadang terdapat perbedaan karena tidak semua pengunjung datang membeli tiket.

    Pihak Disbudpar sendiri pun melakukan pendataan dengan memastikan jumlah pengunjung yang hadir. Menurut Usep, ke depannya diperlukan palang pintu otomatis hingga tiket online (E-ticket) agar dapat memberikan data real time.

    Ia memaparkan, saat penekanan Perjanjian Kerjasama, pihaknya mempertanyakan terlebih dahulu kesanggupan dari pengelola dalam memberikan atau menentukan target.

    “Jadi kita diskusikan dulu, berapa sanggupnya mereka menyetor ke kas daerah. Umumnya memang meningkat, tapi pas ada covid-19 kemarin memang tidak ada kunjungan. Karena memang harus ada pemasukan ke kas daerah, akhirnya mereka mengajukan permohonan penurunan, akhirnya beberapa waktu lalu mengalami penurunan,” jelasnya.

    Saat ditanyakan terkait belum adanya dasar hukum pengelolaan destinasi wisata oleh pihak ketiga, ia menerangkan, hal tersebut dilakukan karena telah dilakukan kerjasama tersebut sejak lama. Namun, katanya, pihaknya akan segera mengubah mekanisme dengan senantiasa berkoordinasi bersama Bagian Hukum dan pihak-pihak terkait, dalam upaya memperbaiki pengelolaan yang berkaitan dengan pendapatan dan retribusi daerah.

    “Kita akan terus upayakan agar tetap bisa meningkatkan pendapatan daerah namun juga tanpa menyalahi regulasi yang ditetapkan,” terangnya.

    Ia menegaskan, pertanggungjawaban yang ditetapkan ialah ketika penargetan setoran tiap tahunnya telah disepakati bersama sejumlah sekian, maka pengelola harus menyetorkan langsung kepada Kas Daerah.

    “Memang selalu dengan kesepakatan bersama, adapun kendalanya kemarin yakni pada masa pandemi dengan adanya permohonan penurunan setoran pun hasil pertimbangan dan kesepakatan bersama,” tandas Usep.(MYU/DZH/PBN)

  • Realisasi APBD Hanya Untuk Operasional

    SERANG, BANPOS – Serapan anggaran sejumlah OPD yang menjadi mitra Komisi V DPRD Banten masih terlalu rendah, terutama dalam hal pelaksanaan belanja modal. Sedangkan diketahui, selama ini penyerapan anggaran hanya untuk operasional saja dan tidak banyak yang terserap untuk belanja bagi masyarakat.

    Ditemui di sela-sela agenda rapat evaluasi, Ketua Komisi V DPRD Banten Yeremia Mendrofa menyebutkan bahwa sejumlah OPD yang menjadi mitranya dalam melaksanakan penyerapan anggaran, jauh lebih besar diperuntukan untuk belanja operasional ketimbang belanja modal.

    “Kita melihat memang masih pada tataran pelaksanaan belanja operasional yang mendekati target, namun belanja modal masih belum memenuhi apa yang ditargetkan,” kata Yeremia kepada BANPOS pada Selasa (1/8).

    Yeremia mencontohkan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (DP3AKKB), Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, dan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) menganggarkan belanja modal hanya di kisaran angka 10 persen dari anggaran yang disediakan.

    Sementara sebagian besar lainnya, habis habis diperuntukkan untuk penyerapan belanja operasional.

    “Keempat dinas ini memang mata anggarannya, programnya lebih banyak pada belanja operasional, belanja modalnya berkisar di 5 sampai 10 persen,” jelas Yeremia.

    Alasan mengapa serapan anggaran belanja modal itu rendah, anggota Fraksi PDI Perjuangan itu menerangkan dalam pelaksanaannya, mereka menghadapi kendala dalam hal penyesuaian harga.

    “Ada beberapa kendala, seperti misalnya, harga yang tercantum di dalam SPD dengan harga di pasar itu tidak sesuai. Nah ini nanti mereka butuh penyesuaian di perubahan, itu salah satu kendala yang mereka sampaikan,” imbuhnya.

    Yeremia menjelaskan, secara keseluruhan serapan anggaran OPD yang menjadi mitra Komisi V saat ini sudah mencapai di angka 50 persen.
    “Jadi memang sangat kecil terkait dengan anggaran modal, sehingga dari sisi penyerapan anggaran masih pada kisaran 50 persen. Jadi deviasinya tidak terlalu besar,” ucap Yeremia.

    Meski begitu, ia meminta kepada mitra-mitra nya itu untuk dapat melakukan akselerasi, terutama dalam hal pelaksanaan program pembangunan. Harapannya agar, masyarakat dapat secara nyata merasakan hasil dari pelaksanaan program pembangunan itu.

    “Tapi kita berharap ke depan harus ada akselerasi sehingga program-program pembangunan yang telah direncanakan, dan disepakati bisa segera terealisasi. Dan masyarakat Banten bisa merasakan hasil pembangunan tersebut,” tandasnya.(MG-01/PBN)

  • Sejuta Nakes Belum Cukup

    Sejuta Nakes Belum Cukup

    JAKARTA, BANPOS – Kementerian Kesehatan menilai, sampai saat ini akses pelayanan kesehatan untuk masyarakat di Indonesia masih belum merata. Jumlah tenaga kesehatan di kisaran 1,5 juta orang dirasa masih kurang, untuk memenuhi layanan optimal dan merata.

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin masih berupaya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik ke seluruh Indonesia. Salah satu caranya dengan mendorong peran dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI). KTKI sangat dibutuhkan dalam meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia.

    “Peranan tenaga kesehatan khususnya dengan adanya Undang-Undang Kesehatan baru menjadi amat penting untuk bisa memastikan tujuan Pemerintah agar masyarakat bisa mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang baik,” ujarnya dalam keterangan pers, di Jakarta, kemarin.

    Ia menegaskan kualitas layanan kesehatan di Indonesia masih sangat perlu untuk ditingkatkan. Kondisi yang belum merata mendesak untuk diperbaiki.

    “Mayoritas masih terkonsentrasi di kota-kota besar, sementara di kota-kota kecil hingga Daerah Terpencil Pedalaman dan Kepulauan (DTPK) banyak akses pelayanan kesehatan yang masih minim,” katanya.

    Ketidakmerataan ini, salah satunya dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas tenaga kesehatan dan tenaga medis yang masih kurang. Berdasarkan data Kemenkes, saat ini terdapat 1,5 juta tenaga kesehatan dan 150 ribu tenaga medis. Meski begitu, jumlah tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan akan layanan kesehatan yang baik kepada masyarakat luas.

    “Di Puskesmas misalnya, ada Puskesmas yang tidak ada dokter gigi, adanya cuma asistennya saja. Kemudian, Puskesmas di daerah seperti Nias dan pulau Kalimantan itu baru 50 persen yang punya dokter gigi, dokternya juga kurang,” katanya.

    Kondisi ini dinilai memprihatinkan. Tak jarang, penduduk setempat terpaksa mengakses layanan kesehatan di luar daerah yang jaraknya sangat jauh. Upaya yang bisa dilakukan oleh KTKI untuk membantu Pemerintah dalam mengatasi persoalan tersebut. Di antaranya dengan merapikan data tenaga kesehatan dan menyediakan platform registrasi yang lengkap dan mudah.

    Menkes juga menginginkan agar platform tersebut dibuat semudah mungkin, tanpa biaya serta secara kolektif memenuhi kebutuhan data tenaga kesehatan.

    Menkes secara khusus meminta agar platform tersebut mencantumkan nomor rekening tenaga kesehatan. Belajar dari Covid-19, saat itu insentif bisa dibayarkan langsung kepada tenaga kesehatan tanpa terhambat birokrasi.

    “Progres pencatatannya sudah berjalan baik, data basenya juga sudah lebih baik. Sekarang disiapkan platformnya, supaya datanya terstruktur,” katanya.

    Selain itu, pendaftarannya juga gratis. Jangan ada pungutan biaya-biaya. Sehingga tenaga kesehatan tidak perlu mengeluarkan banyak biaya. Budi juga meminta peran KTKI untuk melakukan pembinaan dan pengembangan kompetensi tenaga kesehatan dengan lebih sistematis, terstruktur dan rutin.

    Budi mengatakan, tenaga kesehatan yang ada saat ini memiliki pengalaman dan standar kompetensi yang berbeda-beda. Sebab itu, perlu dilakukan pembinaan dan pengembangan yang sifatnya rutin dari KTKI agar kualitas nakes meningkat.

    “Sekarang Pemerintah sedang menyiapkan caranya supaya bisa terus menerus meningkatkan kompetensi dan kualitasnya, karena mereka garda terdepan pelayanan kesehatan,” katanya.

    Budi mengatakan, ada kecenderungan tenaga kesehatan masih enggan membagikan ilmunya kepada rekan sejawat. Akibatnya, kualitas dan mutu tenaga kesehatan antar daerah belum merata. Salah satunya terkait dengan kompetensi dokter spesialis obgyn yang masih jarang berpraktik di Puskesmas.

    “Masalah-masalah itu mungkin tidak dialami di kota besar, tetapi di kota-kota pinggiran kan jauh, harusnya sikap yang baik dari KTKI adalah diajarkan,” katanya. (AZM/RMID)

  • Handphone IMEI Ilegal Akan Diberangus

    JAKARTA, BANPOS – Kementerian Perindustrian akan melakukan cek manual terhadap nomor-nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) untuk melihat ada IMEI yang disusupkan secara ilegal atau tidak.

    “Sekarang kita cek satu-satu IMEI yang kita usulkan itu, sudah ada belum didalam IMEI yang sekarang beredar. Terus, yang mengusulkan itu siapa ? Bahkan agak sedikit jadul (jaman dulu) ya, kita lihat secara manual, satu-satu kita lihat, cek satu-satu IMEI yang kita usulkan, ada IMEI yang menyusup atau tidak,” kata Juru Bicara (Jubir) Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif ditemui seusai rilis IKI Juli 2023 di Jakarta, Senin.

    Meski akan cukup berat, pengecekan satu per satu menjadi jalan yang harus ditempuh untuk bisa mengidentifikasi pendaftaran ilegal IMEI.

    Febri juga mengingatkan masyarakat untuk selalu membeli ponsel di tempat resmi dan menghindari membeli ponsel di pasar gelap (black market) meski harganya jauh lebih murah.

    Ia juga meminta masyarakat selalu waspada dan tidak tergiur ponsel tertentu di bawah harga pasaran.

    “Maka harus hati-hati beli produk manufaktur. Manufaktur kan ada standar dan ada harga. Untuk masyarakat, hati-hatilah beli handphone, cek IMEI-nya. Dan kalau bisa beli di jalur resmi. Kalau misalnya ada handphone yang harganya murah banget gitu, untuk sekelas misalnya handphone tertentu, ya aneh saja kan,” katanya.

    Pendaftaran IMEI ke sistem pengelolaan Central Equipment Identity Register (CEIR) dikelola oleh empat institusi, yaitu Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan serta operator seluler.

    Adapun registrasi IMEI bisa dilakukan lewat empat cara, yaitu melalui operator seluler di mana bisa digunakan untuk setiap turis asing yang masuk ke wilayah Indonesia dan berlaku selama 90 hari.

    Kemudian, melalui Kominfo, di mana cara ini hanya bisa diakses oleh tamu VIP ataupun VVIP kenegaraan.

    Selanjutnya, melalui Bea dan Cukai, cara ini untuk masyarakat umum yakni melalui pembelian ponsel dari luar negeri yang masuk ke pelabuhan atau masuk ke bandara bisa didaftarkan lewat Bea Cukai.

    Dan, terakhir melalui Kemenperin, khusus bagi para pengusaha yang memproduksi ponsel ataupun melakukan importasi ponsel.

    “Jadi, sepertinya ada yang mengakses akun kami. Kami kan punya akun untuk mengusulkan nomor IMEI itu. Ya, diduga lah dia (oknum) memasukkan nomor-nomor IMEI ilegal itu. Nah, itu caranya. Jadi, makanya namanya itu perbuatannya itu, mengakses akses IMEI secara ilegal. Makanya yang dipakai undang-undang ITE, bukan undang-undang tindak pidana korupsi,” ungkap Febri.

    Lebih lanjut, Febri pun menyambut rencana Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk menonaktifkan atau shutdown ponsel atas kasus pelanggaran aturan IMEI yang melibatkan pegawai di Kemenperin. Namun, ia mengaku belum berkoordinasi lebih lanjut dengan kepolisian.

    Ia juga menyebut sejatinya Kemenperin pernah melayangkan surat ke pengelola CEIR untuk menonaktifkan IMEI-IMEI yang diduga ilegal.

    “Kami sudah pernah mengirim surat ke pengelola CEIR untuk menonaktifkan IMEI-IMEI yang diduga ilegal itu. Kalau Bareskrim mau mengirimkan itu berdasarkan proses hukum, itu akan lebih bagus. Nah, sekarang siapa yang punya otoritas menekan tombol on-off di IMEI itu? Nah, itu ada di pengelola CEIR sama operator seluler,” kata Febri. (ANT/AZM)

  • Alasan Diskresi, Al Batasi Tugas Virgojanti

    Alasan Diskresi, Al Batasi Tugas Virgojanti

    SERANG, BANPOS – Kewenangan Pj Sekda Banten, Virgojanti selama menjabat tidak sepenuhnya menjalankan tugas, pokok dan fungsinya sebagai seorang Badan Penilaian jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

    Informasi dihimpun BANPOS, Senin (31/7) Virgojanti yang dilantik sebagai Pj Sekda Banten pada tanggal 27 bulan April lalu oleh Pj Gubernur Banten AL Muktabar, kewenangannya tidak utuh, seperti jabatan seorang Sekda.

    “Semua kewenangan seorang Sekda boleh dilakukan oleh Virgojanti, kecuali urusan kepegawain,” kata salah seorang sumber di KP3B, Curug Kota Serang yang namanya enggan disebutkan.

    Ia menjelaskan, padahal sesuai dengan Perpres 3 tahun 2018 tentang Pj Sekda dan Permendagri Nomor 4 tahun 2023 tentang Pj Gubernur, Pj Bupati dan Pj Walikota sudah jelas bahwa jabatan seorang Sekda, menjalankan tugasnya sesuai aturan, termasuk soal kepegawaian.

    “Selain menjabat sebagai ketua TAPD (Tim Anggaran pemerintah Daerah), seorang sekda baik di provinsi atau di kabupaten/kota juga sebagai Ketua Baperjakat,”ujarnya.

    Penugasan Baperjakat tersebut katanya, adalah mengenai penempatan personel pegawai dalam suatu jabatan. Jadi sebagai Ketua Tim Penilai Akhir (Kinerja ASN), itu Sekda kalau ada hal urusan kepegawaian lainnya, seperti pegawai yang diberikan sanksi atau penghargaan harus melibatkan seorang Sekda juga. Tapi kenapa untuk Pj Sekda Banten tidak boleh masuk ke ranah itu (kepegawaian, red),” ungkapnya.

    Pembatasan kewenangan jabatan Pj Sekda Banten Virgojanti tersebut lanjut sumber di KP3B, secara tegas dan gamblang telah dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Pj Sekda Banten.

    \”Saya menduga kalau terkait kewenangan (Virgojanti dilarang urusi soal kepegawaian) itu tidak dalam pembahasan atau dibahas di Kemendagri,” ungkapnya.

    Pj Gubernur Banten, Al Muktabar ditemui usai menghadiri pelantikan pengurus DPD Ikatan Keluarga Alumni (IKAL-LEMHANNAS) Provinsi Banten Masa Bakti 2023-2028 di Pendopo Gubernur KP3B Curug, Kota Serang mengaku akan melihat substansi dari kewenangan kepegawaian untuk Virgojanti.

    “Bisa saja, substansi itu yah, nanti kita lihat pada bidang apa saja yang disebut kepegawaian. Tidak masalah kan, jadi ketentuan peraturan perundangan untuk bisa kita pedomani dalam rangka kita menjalankan tugas pokok dan fungsi itu,” kata Al Muktabar saat ditanya mengenai kewenangan Virgojanti yang tidak boleh mengurusi kepegawaian.

    Namun demikian Al Muktabar yang sudah hampir 15 bulan menjabat sebagai Pj Gubernur Banten mengklaim bahwa kewenangan Pj Sekda telah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, Permendagri Nomor 4 tahun 2023, dan telah dikonsultasikan ke Kemendagri.

    “Kewenangan Pj Sekda (Virgojanti), normatif seperti biasa mengikuti kewenangan Penjabat Gubernur dan beberapa diantara secara teknis, itu bentuknya berkonsultasi, jadi kita mendiskusikan apa-apa yang pada dasarnya kewenangan seperti yang diatur didalam peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

    Ketika ditanya mengenai alasan membuat kebijakan untuk Pj Sekda Banten, Al Muktabar mengaku bahwa langkah tersebut sudah disesuaikan dengan kondisi pemerintahan saat ini.

    “Itu kan substansi yang disesuaikan dengan keadaan saja sih. bukan berdasarkan dasar hukum, dasar hukum kan dibentuk berdasarkan peraturan perundangan,” ujar Al Muktabar saat ditanya mengenai dasar hukum kebijakannya yang telah diambilnya.

    Al juga menjelaskan bahwa kewenangan dirinya sebagai Kepala Daerah di Pemprov Banten saat ini dapat mengambil langkah berupa diskresi (sekalipun belum diatur dalam peraturan perundang-undangan atau terjadi kekosongan hukum, kepala daerah diberikan keluasan untuk mengambil suatu kebijakan dengan cepat dan tepat atas inisiatif diri sendiri, red).

    “Bisa saja, dalam terminologi bahwa berdasarkan hal hal tertentu yang spesifik menurut yang berbasis diskresi, hal-hal seperti itu,” jelasnya.

    Dan mengenai masa jabatan Virgojanti sebagai Pj Sekda Banten Al Muktabar mengaku secara berkelanjutan akan melakukan evaluasi, dan mengikuti Permendagri Nomor 4 tahun 2023. Nanti kita evaluasi sesuai dengan perkembangannya, pada Permendagri 4, mengatur tentang bahwa apabila Sekda berhalangan tetap, seperti saya ditunjuk sebagai Gubernur, maka Gubernur menunjuk sekda penjabat (Sekda) setelah mendapat persetujuan Mendagri,” jelas Al.

    Dikutip dari situs Setkab, Perpres 3 tahun 2018 ini menjabarkan bahwa Penjabat Sekretaris Daerah diangkat untuk melaksanakan tugas sekretaris daerah yang berhalangan melaksanakan tugas karena sekretaris daerah tidak bisa melaksanakan tugas; dan/atau b. terjadi kekosongan sekretaris daerah.

    Menurut Perpres ini, Sekretaris daerah dinyatakan tidak bisa melaksanakan tugas, karena mendapat penugasan yang berakibat sekretaris daerah tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya paling singkat 15 (lima belas) hari kerja dan kurang dari 6 (enam) bulan atau menjalankan cuti selain cuti di luar tanggungan Negara.

    Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, menurut Perpres ini, mengangkat penjabat sekretaris daerah provinsi untuk melaksanakan tugas sekretaris daerah provinsi setelah mendapat persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.(RUS/PBN)

  • Pembangunan Banten Tersendat, Kendala E-Katalog dan SE Refocusing

    SERANG, BANPOS – Program pembangunan di Provinsi Banten berjalan lambat. Hal ini terlihat dari rendahnya serapan anggaran di OPD-OPD yang ada. Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh BANPOS, rendahnya serapan anggaran tersebut dikarenakan adanya beberapa mekanisme dan kebijakan yang baru dan dianggap belum jelas praktiknya, seperti e-katalog dan SE Refocusing yang sempat menuai polemik.

    Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Banten, mengungkapkan bahwa perubahan mekanisme menjadi sistem e-Katalog membuat terhambatnya program pelaksanaan peningkatan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) tahun ini.

    Menurut penjelasannya, hal itu dikarenakan adanya penyesuaian terhadap pemberlakuan mekanisme baru dalam proses pengadaan barang dan jasa. Atas hal itulah kemudian pelaksanaan program peningkatan PSU yang seharusnya dapat dilaksanakan di tahun ini oleh DPRKP, akhirnya terhambat.

    Akibat keterlambatan itu juga kemudian berdampak pada rendahnya serapan anggaran DPRKP yang kini baru mencapai 14 persen, dan hal itu juga menjadi sorotan Komisi IV DPRD Provinsi Banten.

    “PSU masih dalam proses kita kan menggunakan e-Katalog, sehingga ada perubahan dari mekanisme pelelangan biasa menjadi e-Katalog, itu saja,” jelas Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Banten, Rachmat Rogianto saat ditemui di Gedung Pendopo Gubernur Banten pada Senin (31/7).

    Meski dalam prosesnya, pelaksanaan program peningkatan PSU itu menghadapi kendala dalam penyesuaian dengan penerapan mekanisme baru tersebut, namun bagi Rachmat hal itu bukanlah kendala yang berarti.

    “Sebenarnya gak ada, gak ada hambatan sih. Hanya mekanismenya aja nanti kita rubah dari mekanisme yang biasa kita lakukan ke e-Katalog,”

    “Ya beberapa harus disesuaikan, memang. Yang biasanya kita langsung, inikan dengan e-katalog perlu penyesuaian dulu dari penyedianya juga, dan dari kitanya juga,” ujarnya.

    Setelah berhasil melakukan penyesuaian, Kepala DPRKP itu pun merasa optimis jika di bulan Agustus tahun ini, semua ketertinggalan itu dapat diselesaikannya.

    Namun jika nanti pelaksanaan program tersebut tidak bisa diselesaikan di tahun ini, maka pihaknya akan melimpahkannya di tahun berikutnya.

    “Kalau melihat waktu mungkin masih memungkinkan, kalau di Agustus bisa selesai. Tapi kalau misalkan sampai ke perubahan nanti kita lihat, karena ada juga beberapa lokasi yang memang tidak bisa kita laksanakan dikarenakan ada kendala di lapangan,” katanya.

    Sementara itu, menanggapi soal diterapkannya e-Katalog sebagai mekanisme baru di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dalam proses pengadaan barang dan jasa, Pj Gubernur Banten Al Muktabar mengatakan bahwa hal itu bukanlah atas kewenangan kebijakannya, melainkan atas mandat kebijakan pemerintah pusat.

    “Jadi semua dilakukan langkah-langkah itu bukan saja kebijakan individu, tapi itu kebijakan daerah, dan menyesuaikan dengan kebijakan nasional. Dan e-Katalog adalah kebijakan nasional, peraturan perundangan mengarahkan seperti itu,” terangnya.

    Di samping itu juga Al merasa keberatan, atas penilaian Komisi IV DPRD Banten yang mengatakan bahwa pelaksanaan program peningkatan PSU di tahun ini tidak ada yang terealisasi satu pun.

    Menurutnya, PSU jangan hanya dipahami dengan arti sempit. Selama ini, Pemprov Banten sudah melakukan beberapa program yang berkaitan dengan program pembangunan PSU.

    “PSU itu kan ada beberapa kelompok ada yang jalan lingkungan, ada yang kemudian sarana prasarana pendukung kawasan kumuh, dan itu berjalan yang itu,” tegasnya.

    Namun saat disinggung soal serapan anggaran DPRKP yang masih tergolong rendah di tahun ini, baru mencapai 14 persen, Al Muktabar berkilah bahwa capaian tersebut dapat ditangani di sisa waktu yang ada dengan dilakukannya berbagai macam upaya.

    “Oh ya kita kan berkalkulasi dengan sistem kerjakan masih lima bulan, pengerjaan itu mungkin di sekitar tiga bulanan, masih punya waktu untuk itu. Dan yang lain-lain semua bergerak, gitu,” tandasnya.

    Terpisah, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Banten membantah adanya larangan secara lisan kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk melaksanakan proyek yang sebelumnya masuk dalam refocusing atau optimalisasi anggaran sesuai dengan Surat Edaran (SE) Pj Sekda yang dikeluarkan pada Februari lalu.

    Sementara itu, sejumlah OPD yang sebelumnya dilarang oleh BPKAD agar tidak menggunakan uang yang telah masuk dalam list optimalisasi anggaran atau refocusing sampai saat ini masih belum berani melaksanakan kegiatan yang dimaksud, dengan alasan khawatir akan dipersalahkan.

    Kepala BPKAD Banten, Rina Dewiyanti ditemui usai menghadiri pelantikan pengurus DPD Ikatan Keluarga Alumni (IKAL-LEMHANNAS) Provinsi Banten Masa Bakti 2023-2028 di Pendopo Gubernur KP3B Curug, Kota Serang, Senin (31/7) membantah adanya pernyataan larangan dinas dipimpinnya kepada OPD-OPD.

    “Nggak, tidak ada sama sekali. Tidak ada (lisan larangan dari BPKAD, red),” kata Rina meyakinkan.

    Ia menjelaskan, OPD di Pemprov Banten agar tetap menjalankan program kegiatan atau proyek yang telah dirancang sebelumnya di APBD 2023. Apalagi kegiatan tersebut sangat diperlukan.

    “Selama memang itu ada di APBD, dan dasarnya ada, sifatnya mendesak, kemampuan keuangan daerah mampu, silahkan saja dilakukan,” ujarnya saat ditanya bahwa larangan secara lisan dari BPKAD telah dilakukan konsultasi ke Irjen Kemendagri.

    Bahkan Rina juga meyakinkan kepada OPD agar tetap fokus pada setiap program 2023 yang telah dirancang dan dibahas di tahun 2022 lalu.

    “Sebetulnya gini ya, kita akan melakukan perubahan. SE itu tidak menjadi dasar kita untuk melakukan penundaan belanja. Penundaan belanja akan kita evaluasi di Perubahan APBD. Perubahan APBD ini melihat dari asumsi hasil evaluasi semester pertama, setelah evaluasi semester pertama, kita juga melakukan evaluasi terhadap Silpa (sisa lebih penggunaan anggaran) di 2022 kemarin.

    Rina juga mengungkapkan, bahwa SE Pj Sekda Banten pada bulan Februari bukan untuk menahan proyek-proyek atau kegiatan yang telah dibahas bersama antara DPRD, Pemprov dan evaluasi dari Kemendagri.

    “Namun SE ini menjadi pertimbangan saja, jangan sampai tujuan utama kita jangan meninggalkan lagi kewajiban penyelesaian kegiatan 2023 tidak akan terselesaikan.

    Itu kita hindari, sudah tidak ada lagi kita merancang sebuah kewajiban. Jadi harus betul-betul belanja yang kita setting ini akan terbiayai pada tahun anggaran itu (2023),” pungkasnya.

    Sementara itu, salah seorang pejabat dilingkungan Pemprov Banten, mengaku kecewa dengan perubahan kebijakan yang dibuat. Bahkan saat ini sejumlah OPD diakuinya, tetap tidak berani melaksanakan kegiatan optimalisasi anggaran atau refocusing.

    “Jujur saja, semua OPD yang masuk refocusing (optimalisasi anggaran) sesuai dengan SE Pj Sekda Banten pada bulan Februari, tetap tidak berani menggunakan anggaran dimaksud,” katanya.

    Jika memang BPKAD mempersilakan OPD agar tetap menyerap anggaran tersebut lanjut dia, maka hasilnya tidak akan maksimal.

    “ini jelas tidak fair (Adil), sebelumnya kita dilarang, dan sekarang diperbolehkan menggunakan anggaran proyek itu (refocusing). Ini sudah mau memasuki bulan Agustus. Saya yakin, ini semua OPD akan menunda itu proyek,” katanya.

    Ditambah sampai saat ini, OPD-OPD di pemprov belum mendapatkan pembatalan SE Pj Sekda tentang Optimalisasi Anggaran yang telah ditandatangani oleh Pj Gubernur Al Muktabar dan disampaikan ke pimpinan DPRD Banten.

    “Kita ini kan lembaga pemerintahan, semua program dan pelaksanaanya harus mengikuti aturan. surat pembatalan SE Pj Sekda Banten saja kita belum mendapatkan, sehingga semua OPD jadi gamang (ragu),” ungkapnya.(MG-01/RUS/PBN)