Kategori: HEADLINE

  • Dugaan ‘Garong’ di Gubuk ‘si Miskin’?

    Dugaan ‘Garong’ di Gubuk ‘si Miskin’?

    RUMAH lazimnya digunakan sebagai tempat untuk berlindung dari panas, dingin, hujan dan kondisi cuaca lainnya. Namun rumah tidak selalu bisa dan layak untuk melindungi penghuninya dari hal-hal demikian.

    Pemerintah melalui UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan PP No. 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, membuat kategori Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) untuk mendefinisikan rumah tersebut.

    Secara singkat, RTLH adalah rumah yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan bangunan, kecukupan minimum luas bangunan, dan kesehatan penghuni. Berdasarkan data pada situs dataertlh.perumahan.go.id, hingga awal tahun 2021 di Provinsi Banten tercatat sebanyak 152.496 unit rumah yang masuk dalam kategori tidak layak huni.

    Secara nasional, Provinsi Banten berada di peringkat ke-7 provinsi terbanyak jumlah RTLH, satu peringkat di bawah Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah 190.894 unit rumah dan satu peringkat di atas Provinsi Jawa Timur dengan jumlah RTLH sebanyak 148.630 unit.

    Berbagai bantuan digelontorkan oleh pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, untuk menuntaskan persoalan RTLH tersebut. Di tingkat Pusat, terdapat program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Sedangkan di Provinsi Banten dikenal dengan nama program Peningkatan Kualitas Rumah Tidak Layak Huni (PK-RTLH).

    Namun, semangat penuntasan RTLH tersebut dinilai tercoreng dengan adanya dugaan penyunatan bantuan, yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu. Bukan hanya masyarakat, bahkan pemborong pun diduga turut menjadi korban penyunatan tersebut.

    Salah satu penerima manfaat BSPS di Kecamatan Cinangka, sebut saja Mirna, mengatakan bahwa pelaksanaan BSPS yang ia terima banyak sekali kendala. Berbagai kendala yang dihadapinya berkaitan dengan persoalan anggaran.

    “Seperti genteng itu kan tidak dapat, katanya genteng ini ditukar dengan batu, jadi genteng modal sendiri. Intinya yang dari bantuan itu hanya sampai mapar (bangunan saja tidak sampai genteng),” ujarnya saat diwawancara di kediamannya.

    Ia menuturkan, dari rencana pembangunan rumah yang sebelumnya telah ditetapkan, ternyata justru ia lebih banyak menombok anggaran. Seperti biaya untuk membayar tukang yang membangun rumahnya.

    “Uang yang untuk tukang dikasih Rp2,5 juta nombok. Banyak sih nomboknya. Ini juga masih ada sangkutan sama tukangnya, belum beres, nomboknya kurang. Saya bilang ke tukangnya, jangan nagih lah, nanti kalau saya ada rejeki, saya bayar,” tuturnya.

    Selain menombok untuk bayar tukang, Mirna juga menombok untuk bahan-bahan material lainnya yang disebut masuk dalam pembiayaan pembangunan rumah. Seperti semen, kaso dan lain sebagainya.

    “Kendalanya ya kayak semen kurang. Kalau batu batanya masih, cuma semennya yang habis. Kalau tidak salah 50-60 sak semen yang dikasih, kalau pondasi ini modal sendiri semennya, 10 sak semen,” kata dia.

    Ia mengatakan, berdasarkan pernyataan dari petugas terkait, besar kemungkinan seorang fasilitator lapangan, 10 sak semen yang beli sendiri tersebut untuk membangun pondasi akan diganti. Namun ternyata tidak.

    “Sudah ngomong kalau itu (semen) katanya mau digantiin. Petugasnya juga melihat waktu bikin pondasi, tapi enggak diganti. Kendala itu sudah dilaporkan ke pihak desa, tapi karena katanya itu sudah prosedurnya segitu, kami sih percaya-percaya aja,” ungkapnya.

    Berdasarkan perencanaan awal, bantuan BSPS tersebut seharusnya bisa untuk membangun dua kamar tidur dan satu kamar mandi. Namun karena kurangnya material dan adanya batas waktu pembangunan yang hanya selama 25 hari saja, rumah dirinya hanya terbangun satu kamar tidur saja.

    “Baru jadi ruang tengah, kamar satu. Disuruhnya kamar dua, cuma kan ngejar waktu biar cepat selesai, ya sudah kaya gini aja. Katanya ditarget waktu 15 hari paling lambat 25 hari. Ketika sudah 25 hari, selesai. Katanya lebih dari itu, dana sendiri,” ucapnya.

    Ia pun mengaku bahwa untuk bahan material, ia tidak tahu membeli dimana. Sebab, pihak desa yang mengatur tempat pembelian bahan materialnya. “Jadi pihak desa yang ngatur beli material dimana, terus uangnya ditransfer ke material tersebut oleh pemerintah,” terangnya.

    Kepala Desa setempat saat ingin dikonfirmasi, mengaku sedang melaksanakan takziah dan akan memberi kabar setelahnya. BANPOS sempat menunggu di Desa Cinangka hingga waktu Maghrib, namun tidak ada konfirmasi lebih lanjut.

    BANPOS pun mencoba melakukan konfirmasi melalui pesan WhatsApp maupun sambungan telepon seluler. Sayangnya, Kepala Desa tersebut nomor teleponnya sedang tidak aktif.

    Sementara itu, Plt. Kepala Desa Cinangka, Nana Kurnia, mengaku selama pelaksanaan BSPS di desanya tidak terjadi kendala apapun. Menurutnya, masyarakat puas dengan program tersebut.

    “Dari pusat juga melakukan uji petik ke sini, Alhamdulilah lulus jadi nggak ada yang bermasalah, terbangun semua. Jadi tidak ada yang mangkrak. Kan kadang-kadang orang minta bantuan tapi malah tidak dibangun,” ujarnya.

    Menurutnya, program tersebut memang hanya memberikan bantuan sebesar Rp20 juta, dengan rincian Rp2,5 juta untuk biaya tukang dan Rp17,5 juta untuk belanja material. Apabila memang dalam proses pembangunannya kurang, maka penerima manfaat harus mau secara swadaya melanjutkan pembangunannya.

    “Kami tanyakan dulu ke KPM yang dapat, mau apa enggak untuk membangun dengan anggaran segitu. Tapi harus benar-benar dibangun. Dengan nominal segitu, harus sampai kebangun. Kalau dananya kurang, maka pemilik rumah harus mau swadaya sampai terbangun semua. Dari pendamping peraturannya seperti itu,” ungkapnya.

    Sementara, seorang penerima bantuan di Kampung Kedungleles, Kelurahan/Kecamatan Kasemen, Kota Serang juga mempertanyakan rincian dari bantuan BSPS. Dia menilai, sejauh ini apa saja bantuan yang harus diterima warga tidak jelas rinciannya.

    Warga Kampung Kedung Leles, Nasir (55), mencontohkan, dari ketidakjelasan rincian itu, menduga ada beberapa jenis bantuan yang hilang. Dia mencontohnkan adanya catatan yang menyebutkan pengadaan genteng sebagai salah satu item dalam bantuan itu. Namun ketika diminta, pihak penanggungjawab tidak memberikan genteng.

    “Kaya genteng nggak dapet, terpaksa pakai yang lama. Saya kan sudah minta, Pak minta gentengmya, tapi nggak dikasih, katanya nanti duitnya ga kebagian bangunannya,” ungkapnya.

    Ia mengungkapkan, bantuan yang didapat bukan pembangunan dari awal, tapi hanya memperbaiki bagian atap, balok atap dan tembok bata. Pada awalnya tidak diperbolehkan saat mengajukan perbaikan bagian tertentu, tapi akhirnya diperbolehkan dengan diberitahukan RT dan beberapa penanggungjawab.

    “Ini mah cuma rehaban, kamar mah cuma dipancang doang, yang parah atapnya, tadinya itu minta rehaban. Tadinya sih nggak boleh, takutnya kan kalo dibongkar kan nggak cukup, biayanya besar, jadi rehab atap doang, tadinya kan mau roboh atapnya. Kalo kamar mandi cuma dikasih closet,” terangnya.

    Ia pun menyebutkan beberapa penanggungjawab perbaikan rumahnya, diantaranya Imam, dan Zaenal. Bahkan ia mengakui mengeluarkan uang pribadi sebanyak Rp6 juta selama perbaikan rumahnya. Uang itu pun merupakan hasil dari meminjam.

    Terpisah, Ketua LSM Gerakan Masyarakat Untuk Perubahan (Gempur) Mulya Nugraha menilai program yang dikeluhkan PKM mengindikasikan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam pelaksanaan program itu. Menurutnya, pihak pemberi bantuan seharusnya bertindak transparan dengan mensosialisasikan hak dan kewajiban penerima maupun pemberi bantuan.

    “Setidaknya terlihat ada yang disembunyikan dalam program ini. Karena keluhan-keluhan masyarakat yang mengemuka memperlihatkan program ini banyak diselipi indikasi-indikasi penyimpangan,” kata Mulya, kemarin.

    Dengan kondisi itu, Mulya menilai sudah selayaknya program-program yang mengatasnamakan RTLH diselidiki oleh aparat hokum. Menurutnya, laporan-laporan warga bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap kebobrokan dalam pelaksanaan program itu.

    “Jangan sampai program yang seharusnya meringankan masyarakat justru jadi memberatkan karena ulah oknum-oknum yang bermain di lapangan,” tuntasnya.

    Sementara, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Banten, Muchamad Rachmat Rogianto tak bisa dikonfirmasi. Hingga kemarin malam, BANPOS berupaya menghubungi Rachmat melalui sambungan telepon. Tetapi telepon yang bersangkutan tidak aktif.(MG-01/MUF/DZH/ENK)

  • Kisruh Pelantikan Menuju Kemendagri

    Kisruh Pelantikan Menuju Kemendagri

    SERANG, BANPOS – Kisruh dan kegaduhan pelantikan 128 pejabat eselon III dan IV di lingkungan pemprov yang baru saja dilakukan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dan wakilnya, Andika Hazrumy (Aa) berbuntut panjang. Kebijakan mereka yang baru saja dilakukan itu akan berujung di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    Salah satu lembaga, Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) menyatakan dengan tegas, segera melaporkan WH-Aa kepada pemerintah pusat. Salah satu alasannya adalah agar keputusan yang diambil oleh pejabat publik dilakukan secara terbuka alias transparan. Dan tidak terulang lagi mengeluarkan kebijakan yang membuat bingung masyarakat.

    Pelantikan ratusan pejabat eselon III dan IV yang dilakukan secara tertutup tersebut, ALIPP juga melihat adanya aji mumpung WH selaku gubernur yang akan berakhir masa jabatanya pada Mei 2022 mendatang, atau terhitung Oktober tahun ini, WH dilarang merubah atau merotasi pejabat eselon.

    Sesuai Peraturan Mendagri (Permendagri) Nomor 73 tahun 2016 tentang Pendelegasian Wewenang Penandatangani Persetujuan Tertulis untuk Melakukan Penggantian Pejabat di Lingkungan Pemerintah Daerah. Dalam Permendagri itu ditegaskan, bahwa Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

    “Betul, ada satu lagi kesempatan mereka (WH-Andika) lakukan rotasi. Dalam waktu dekat saya akan komunikasi dengan Kemendagri. Sebab jika dibiarkan, seolah kelakuan mereka itu benar,” kata Direktur Eksekutif ALIPP, Uday Suhada saat dihubungi BANPOS, Minggu (14/8).

    Namun penempatan jabatan eselon III dan IV yang baru saja terjadi di pemprov, pihaknya melihat indikasi WH tidak melibatkan Aa, sementara Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Balerjakat) yang diketuai oleh Sekda Al Muktabar, didalamnya ada Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Komarudin tidak memainkan peranya. Padahal Baperjakat sangat penting sekali dalam penempatan jabatan seseorang, sehingga kesalahan dan pelanggaran aturan tidak terjadi.

    “Saya nggak melihat ada kaitannya dengan Pilkada, sebab masih 3 tahun lagi. Toh Penjabat Gubernur kelak punya hak untuk merombaknya. Saya lebih melihat ini akibat dari one man show WH, yang susah menerima masukan dari orang lain. Kedua, Kepala BKD-nya juga nampak tidak profesional dalam memenej administrasi birokrasi. Apa coba maksudnya, pejabat publik yang harus menjadi pelayan publik, tapi diumpetin. Kan konyol Karena tidak transparan, maka dampaknya ya begitu, cuma katanya dirotasi, tidak jelas,” terangnya.
    Uday juga melihat tidak singkronnya penghargaan yang diberikan sejumlah lembaga seperti Komisi Informasi (KI) atas keterbukaan informasi publik kepada WH.

    “Ah, KI juga ngaco. Pengelolaan Birokrasi carut marut begitu dianggap transparan. Apa dasar mereka untuk berikan penghargaan itu? Lihat fakta dong, jangan ABS (asal bapak senang),” ungkapnya.

    Adapun aturan dilabrak WH menurut Uday diantaranya, Pasal 57 PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen ASN sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 17 tahun 2020 tentang Perubahan PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen ASN.

    “Terkait Pasal 57 ini pelantikan tidak didukung dengan bukti, undangan pelantikan kepada masing masing yang bersangkutan ASN yg dilantik, dokumentasi jika itu melalui virtual/zoom, adanya Sumpah Jabatan bagi ASN yang dilantik, dokumen aturan khusus melakukan pelantikan jabatan di saat pandemi Covid-19 khususnya di saat sekarang ini masa PPKM” kata dia.

    “Dari 128 yang kemarin dilantik, hanya 2 yang sah, sedangkan 126 tidak sah. Ini serba aneh. Bahkan saya mendapatkan dari ASN di Pemprov Banten, sampai sekarang banyak yang belum mendapatkan SK,” ujarnya.

    Sementara itu, Kepala BKD Provinsi Banten, Komarudin, mengatakan bahwa untuk SK mutasi dan rotasi jabatan baru, sudah diberikan kepada masing-masing OPD baru tempat ASN tersebut berdinas. Hal itu dilakukan lantaran saat ini Pemprov Banten masih menerapkan Work From Home (WFH).

    “Sekarang kan lagi WFH, tapi SK setelah pelantikan itu sudah diserahkan ke OPD masing-masing. Jadi memang kalau mau mendapatkan SK langsung ke OPD saja,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

    Menurutnya, meskipun SK belum diterima oleh pejabat terkait, tidak menggugurkan status hukum SK tersebut. Namun memang, selain menerima SK masih perlu adanya serah terima jabatan.

    “Ya berlaku, kan sudah di-SK-kan. Namun memang biasanya perlu waktu untuk melakukan serah terimanya. Bisa sehari, bisa seminggu dari waktu pelantikannya,” ucapnya.

    Menurutnya, pelantikan untuk pejabat Eselon III dan IV sudah dilakukan beberapa hari yang lalu. Pelantikan dilaksanakan secara hybrid, yakni ada yang mengikuti secara luring maupun daring.

    “Pelantikan sudah kemarin itu. Memang karena sekarang masih PPKM, jadi tidak bisa hadir. Jadi perwakilan saja yang hadir. Sisanya mengikuti melalui zoom meeting,” ucapnya.(RUS/DZH/ENK)

  • Polisi Gelar Patroli Berskala Besar, Pantau Pusat Keramaian dan THM di Kabupaten Serang

    Polisi Gelar Patroli Berskala Besar, Pantau Pusat Keramaian dan THM di Kabupaten Serang

    SERANG, BANPOS- Petugas gabungan Polres, Kodim dan Pemkab Serang menggelar patroli bersama berskala besar dalam rangka PPKM level 3 di sepanjang jalan raya Serang – Jakarta, mulai dari wilayah Kecamatan Ciruas hingga Cikande, Sabtu (14/8/2021) malam.

    Dalam patroli berskala besar ini, petugas gabungan terus melakukan pemantauan serta mengimbau para pelaku usaha untuk menutup usahanya hingga pukul 21:00.

    Selain menyasar para pedagang serta tempat-tempat keramaian, patroli personil gabungan juga mendatangi lokasi tempat hiburan malam (THM) yang ada di wilayah hukum Polres Serang.

    Dalam patroli itu, pelanggar PPKM yang ditemukan tidak menggunakan masker dihukum push up. Setelah dihukum, mereka mendapatkan hadiah masker serta diminta untuk pulang.

    “Patroli berskala besar melibatkan personil Kodim, BPBD, Satpol PP dan Dishub Serang ini dalam rangka pendisiplinan masyarakat di masa PPKM pandemi Covid-19. Selain itu juga guna mengantisipasi terjadinya gangguan kamtibmas dan kriminalitas,” ungkap Kapolres Serang AKBP Yudha Satria kepada awak media, Minggu (15/8/2021).

    Kapolres menjelaskan dalam patroli gabungan ini pihaknya masih menemui sejumlah toko, pedagang makanan kaki lima yang masih melakukan aktivitas diatas pukul 21:00, namun setelah diberikan imbauan dan pemahanan para pelaku usaha dengan sendirinya menghentikan aktivitas usahanya.

    Selain penegakan disiplin prokes, patroli bersama juga menyasar klub-klub motor agar kendaraannya tidak menggunakan knalpot brong. Kepada klub motor yang biasa mangkal di parkiran pertokoan, petugas juga mengingatkan agar tidak berlaku melanggar hukum.

    “Kita tekankan untuk tidak berlaku melanggar hukum. Pengendara yang tidak bermasker diberikan peringatan dan juga diberikan sanksi push up sebelum diperintahkan pulang,” kata Kapolres.

    Disebutkan Kapolres, selama patroli bersama digelar hingga pukul 23.30, mobilitas warga mulai berkurang dibandingkan sebelumnya. Warga yang tidak punya kepentingan terlihat lebih memilih tinggal di rumah. (MUF)

  • Sempat Zona Merah, Warga Taman Puri Indah Serang Antusias Ikuti Vaksinasi Covid-19

    Sempat Zona Merah, Warga Taman Puri Indah Serang Antusias Ikuti Vaksinasi Covid-19

    SERANG, BANPOS- Warga Taman Puri Indah, Ciracas, Kota Serang begitu antusias mengikuti vaksinasi Covid-19. Acara tersebut terselenggara atas kerja sama unsur Muspika Kecamatan Serang dan Puskesmas Ciracas.

    Vaksinasi yang diikuti oleh 300 warga itu dihadiri oleh Camat Serang, Danramil Serang, Kapolsek Serang dan Lurah Serang.

    Ketua RW 17 Ihsan Panduwinata
    mengapresiasi terselenggaranya serbuan vaksinasi Covid-19 di perumahan Taman Puri Indah. “Tentu warga merasa terbantu dengan kegiatan semacam ini. Kepada Muspika baik Camat, Kapolsek dan Danramil kami mengucapkan terima kasih,” kata Ihsan kepada awak media, Sabtu (14/8/2021).

    Ihsan juga menuturkan bahwa warga di lingkungan Taman Puri Indah Serang mendukung sepenuhnya program percepatan vaksinasi nasional. Ia mengklaim bahwa program vaksinasi Covid-19 di Taman Puri Indah Serang merupakan perumahan pertama di Kota Serang yang menyelenggarakan vaksinasi untuk warganya. “Kalau di tempat lain masyarakat takut divaksin, kalau di tempat kami justru antusias,” ujarnya.

    Salah satu pengalaman zona merah akibat banyaknya warga yang terpapar Covid-19 menjadi pelajaran berharga supaya tidak terulang dan agar warga mendapatkan perlindungan diri dari virus.

    “Sekarang Alhamdulillah sudah sembuh 100 persen. Makanya warga antusias hari ini mengikuti vaksinasi, kuota yang disediakan hari ini untuk 300 orang terpenuhi,” tandasnya.

    Bayu, warga setempat yang mengikuti vaksinasi Covid-19 mengucapkan terima kasih kepada unsur Muspika yang telah memfasilitasi warga. “Ya terima kasih sekali karena vaksinasi hari ini, kami tidak harus datang ke tempat lain untuk vaksinasi hanya di lingkungan kami,” ujarnya.

    Ia berharap, pemerintah melalui unsur Muspika bisa kembali menyelenggarakan vaksinasi Covid-19 tahap dua yang jatuh pada 11 September 2021 mendatang.

    Pantauan di lokasi, pelaksanaan vaksinasi berlangsung dengan protokol kesehatan yang ketat. Warga diwajibkan mengenakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak antara satu dengan yang lain. (DZH)

  • Banyak Warga Miskin Tak Tersentuh Bantuan, Dewan Minta Walikota Cilegon Evaluasi Kinerja Anak Buahnya

    Banyak Warga Miskin Tak Tersentuh Bantuan, Dewan Minta Walikota Cilegon Evaluasi Kinerja Anak Buahnya

    CILEGON, BANPOS – Anggota DPRD Kota Cilegon Rahmatulloh meninjau kondisi rumah milik keluarga Nana Maulana warga Kampung Barokah, Kecamatan Jombang yang kondisinya memprihatinkan dan tidak layak untuk ditempati.

    Menurut pengakuan pihak keluarga. Keluarga Nana Maulana sama sekali tidak pernah mendapat bantuan dari Pemkot Cilegon apalagi masuk dalam program bedah rumah atau program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang digaungkan oleh Dinas Sosial (Dinsos) Kota Cilegon.

    “Saya mendapat informasi bahwa, didepan Yayasan Al-Ishlah, ada rumah warga yang tak layak huni. Katanya kalau hujan kebanjiran, gentengnya bocor eternitnya jebol,” kata Rahmatulloh saat dikonfirmasi, Sabtu (14/8/2021).

    Politisi Partai Demokrat ini mengatakan setelah melakukan pengecekan ke lapangan mendapatkan rumah tersebut diisi oleh empat orang anggota keluarga yakni orang tua dan dua anaknya.

    Ia meminta kepada pimpinan daerah agar mengevaluasi anak buahnya dari tingkat bawah sampai kepala dinas agar hal serupa tidak terjadi kembali.

    “Saya meminta (Walikota Cilegon-red), agar di evaluasi jajaran RT, RW, lurah, camat, hingga dinsos. Karena sering ditemukan masih ada orang tak mampu atau miskin yang butuh perhatian pemerintah, tapi tak tersentuh,” tegasnya.

    “Kita di DPRD akan tegur RT, RW, lurah, camat dan dinsos untuk banyak turun langsung ke lapangan supaya tau, dan bisa kita anggarkan kegiatan RTLH untuk masyarakat yang membutuhkan,” kata Ketua DPC Demokrat ini.

    Anggota Komisi III DPRD Kota Cilegon ini mendesak agar dinas terkait segera mengupdate data masyarakat agar mendapatkan bantuan sosial (bansos) baik dari pemerintah daerah maupun pusat baik rehab RTLH, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) dan bantuan yang lainnya.

    “Masih belum tepat sasaran. Banyak masyarakat yang layak menerima malah ngga dapet,” tandasnya. (LUK)

  • Samad Mulai Didakwa, Dugaan Korupsi Lahan Samsat Malingping

    Samad Mulai Didakwa, Dugaan Korupsi Lahan Samsat Malingping

    SERANG, BANPOS – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten mendakwa Kepala UPTD Pengelolaan Pendapatan Daerah (PPD) Malingping, Samad, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Samsat Malingping. Samad didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp680 juta.

    Hal itu setelah Samad diduga melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) dengan membeli lahan yang akan dibeli oleh Pemprov Banten dengan harga yang lebih murah. Tetapi kemudian dia menjualnya kepada Pemprov Banten dengan selisih harga 5 kali lipat dari harga pembelian.

    Jaksa Penuntut Umun (JPU), Dwi Kustoni, dalam pembacaan dakwaannya mengatakan, dalam lampiran Keputusan Kepala Bapenda Provinsi Banten Nomor 027/058-KEP-BAPENDA/2019, Samad diketahui menjabat sebagai Sekretaris Tim Persiapan Pengadaan Lahan Pembangunan Kantor UPTD PPD Malingping.

    Dengan jabatannya selaku Kepala UPTD PDD Malingping atau Samsat Malingping, Samad mengetahui adanya mata anggaran Rp5 miliar untuk pengadaan lahan UPTD Samsat Malingping. Besaran anggaran tersebut untuk melakukan pengadaan lahan seluas 10 ribu meter persegi.

    Dengan jabatannya selaku Sekretaris Tim pun membuat Samad mengetahui lokasi lahan yang akan dibeli oleh Pemprov Banten. Lokasi tersebut merupakan lokasi dengan poin tertinggi berdasarkan hasil studi kelayakan atau Feasibility Study, yang dilakukan oleh PT Saeba Konsulindo pada 2016 lalu.

    Kepala Bapenda Provinsi Banten, Opar Sohari, selaku Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pun menunjuk PT Trigada Laroiba Mitra untuk membuat Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT). Hasilnya, lokasi yang sama dengan yang direkomendasikan PT Saeba Konsulindo pun menjadi lokasi dengan poin tertinggi.

    Lokasi tersebut antara lain yang berada di tepi Jalan Baru Malingping-Saketi, Desa Malingping Selatan. Terdapat tiga bidang tanah yang dimiliki oleh orang-orang yang berbeda. Pertama yakni bidang tanah seluas 2.100 meter persegi milik Uyi Sapuri. Kedua, bidang tanah seluas 1.707 meter persegi milik Cicih Suarsih. Ketiga, bidang tanah seluas 4.400 meter persegi milik Ade Irawan Hidayat.

    “Terdakwa yang telah mengetahui lokasi dan pemegang hak tanah, berupaya menawar dan membeli ketiga bidang tanah dari yang berhak,” ujar Dwi Kustoni, Kamis (12/8).

    Dari upayanya tersebut, Samad berhasil membeli dua bidang tanah dari saksi Cicih Suarsih dan Ade Irawan Hidayat. Untuk bidang tanah Cicih, Samad membelinya dengan harga Rp170 juta dan bidang tanah Ade Irawan dengan harga Rp430 juta.

    Dalam melakukan transaksinya, Samad menutupi identitas dirinya dengan menyuruh orang lain untuk bertindak sebagai pembeli. Pihak tersebut yakni Apriyatna dan Uyi Safuri yang juga merupakan pemilik lahan yang akan dibebaskan.

    “Terdakwa menyiapkan dokumen legalitas penguasaan bidang tanah berupa fotocopy sertifikat hak milik nomor 01144/Malingping, fotocopy AJB 48/2019 dan AJB 95/2019 kepada Arie Setiadi selaku PPTK,” ungkapnya.

    Jaksa Penuntut Umum menilai, perbuatan Samad secara jelas telah merugikan keuangan negara dan merupakan tindakan memperkaya diri. Sama didakwa telah merugikan keuangan negara dan menguntungkan diri sendiri sebesar Rp680 juta.

    “Sesuai laporan hasil audit penghitungan kerugian negara atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan untuk UPTD PPD Malingping pada Bapenda Provinsi Banten yang bersumber dari dana APBD Provinsi Banten tahun 2019 dengan nomor LHAPKKN-258/PW30/5/2021 dari BPKP Perwakilan Provinsi Banten,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Jaminan Terdakwa Korupsi Masker Bakal Digugat

    Jaminan Terdakwa Korupsi Masker Bakal Digugat

    SERANG, BANPOS – Sertifikat kepemilikan tanah senilai Rp1,9 miliar yang diberikan oleh terdakwa Agus Suryadinata kepada Dinkes Provinsi Banten, sebagai jaminan atas kelebihan bayar pengadaan masker KN-95 ternyata bukan milik Agus. Pemilik sebenarnya, Rojali, mengaku kaget sertifikat kepemilikan lahannya dijadikan jaminan oleh Agus.

    Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan keterangan saksi yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Serang. Sebelum keterangan Rojali, bendahara keuangan Dinkes Provinsi Banten, Neneng Kartika, bersaksi bahwa Agus menyanggupi untuk membayar kelebihan bayar pada pengadaan masker KN-95, dengan cara dicicil.

    “Cicilan pertama dibayarkan sebesar Rp100 juta. Lalu tiba-tiba berhenti dibayar dan penyedia memberikan jaminan dua sertifikat kepemilikan. Pertama atas nama Rojali dan kedua Irma,” ujar Neneng, Kamis (12/8).

    Sementara dalam kesaksiannya, Rojali menuturkan bahwa sertifikat lahan miliknya yang dijadikan jaminan oleh Agus, merupakan lahan yang berada di Kabupaten Pandeglang dengan luas 5 ribu meter persegi. Di atasnya terdapat bangunan pasar. Menurut Rojali, tanah miliknya itu senilai Rp1,9 miliar.

    Pada saat itu, Rojali ingin menjual lahannya tersebut. Ia pun menawarkan kepada Agus, dengan pikiran bahwa mungkin saja Agus ingin membeli lahan miliknya. Dan ternyata Agus memang berminat untuk membeli lahan tersebut.

    “Pada 2020 itu, saya tawarkan kepada pak Agus. Siapa tau pak Agus, saudaranya atau kenalannya ada yang berminat. Nah waktu itu pak Agus seperti keluarganya berminat dengan harga Rp1,9 miliar,” katanya.

    Selanjutnya, Rojali menuturkan bahwa dirinya sempat menanyakan kepada Agus pada awal tahun 2021, perkembangan transaksi lahan miliknya. Agus hanya menuturkan bahwa akan ada cicilan pertama pada bulan Juni.

    “Katanya nanti akan ada cicilan di bulan Juni. Maka saya pun iyakan. Namun ternyata saat saya membaca berita di media online, ada kasus yang menjerat pak Agus sebagai tersangka,” ungkapnya.

    Hakim Ketua, Slamet, mempertanyakan bagaimana kronologis sertifikat kepemilikan tersebut bisa dipegang oleh Agus. Rojali pun mengatakan bahwa dirinya terlalu percaya dengan Agus, sehingga memberikan begitu saja sertifikat kepemilikan lahan yang ia punya.

    “Jadi nggak ada cicilan, nggak ada bukti kwitansi, tidak ada Akta Jual Beli (AJB). Jadi tidak ada peralihan kepemilikan. Saya begitu yakin pak Agus, relasinya atau keluarganya memang ingin membeli lahan milik saya,” tuturnya.

    Rojali mengaku kenal dengan Agus sejak lama. Namun pertemuan intens dengan Agus terjadi sejak tahun 2019 hingga 2020. Saat itu, ia sedang mengerjakan konstruksi bangunan milik Agus.

    “Pertengahan 2020 itu melakukan pembangunan. Saya yang disain. Dari rumah yang tidak layak huni, saya bangun menjadi dua lantai. Nilainya itu Rp1 miliar,” katanya.

    Ia pun mengaku kecewa dengan tindakan Agus yang membohongi dirinya, dan menjadikan sertifikat kepemilikannya sebagai jaminan atas kasus dugaan korupsi pengadaan masker. Sebab, Agus sama sekali tidak menyinggung hal itu.

    “Sama sekali tidak pernah ada (menyinggung jaminan Dinkes). Sayang pak Agus membohongi saya. Katanya lahan mau dijual, tapi ternyata menjadi jaminan. Itu tanah warisan saya, saya akan melakukan gugatan,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Pemda Diminta Sigap Respon Pengaduan

    Pemda Diminta Sigap Respon Pengaduan

    JAKARTA, BANPOS – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Muhammad Hudori mengajak pemerintah daerah agar berkomitmen mengelola pengaduan masyarakat dengan baik.

    Pemerintah daerah diharapkan tidak memaknai pengaduan masyarakat sebagai beban kerja maupun tanggung jawab kinerja. Namun, pengaduan itu merupakan harapan masyarakat terhadap pemerintah sebagai pelayan publik.

    “Mari bersama-sama kita berkomitmen untuk merespons dan menyelesaikan dengan sebaik mungkin setiap pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat,” ujar Hudori saat memberi sambutan pada acara Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan SP4N-LAPOR! Tengah Tahun 2021 untuk Pemerintah Daerah Wilayah Tengah dan Timur secara virtual, Kamis (12/8).

    Dia menjelaskan, sebagai koordinator pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah, Kemendagri melaksanakan sejumlah peran. Di antara peran itu misalnya melakukan koordinasi, pemantauan, dan evaluasi terhadap pengelolaan pengaduan pelayanan publik oleh daerah.

    Selain itu, Kemendagri juga mendorong penguatan kelembagaan pengelola pengaduan pelayanan publik di daerah. Secara berkala, lanjut Hudori, Kemendagri melakukan pemantauan data pengelolaan pengaduan di lingkungan pemerintah daerah.

    Hudori mengatakan, berdasarkan monitoring dan evaluasi serta komunikasi yang dibangun daerah, Kemendagri masih menemukan sejumlah kendala dan permasalahan dalam memberikan pelayanan pengaduan. Kendala dan permasalahan ini tidak bisa diselesaikan secara parsial tetapi didukung oleh semua pihak.

    “Pemerintah pusat membutuhkan dukungan dari pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat dan juga kerja bersama seluruh pemerintah, kabupaten dan kota,” ujar Hudori.

    Karena itu, lanjut Hudori, dirinya meminta pemerintah daerah untuk memberi dukungan melalui sejumlah langkah. Pertama, pemerintah daerah segera menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat dengan cepat, akurat, dan tuntas.

    Selain itu, pemerintah daerah dapat menyusun rencana aksi kegiatan pengelolaan pengaduan pelayanan publik untuk mendukung peningkatan kualitas pelayanan pengaduan.

    Pemerintah daerah perlu juga menyosialisasikan secara proaktif kepada masyarakat untuk menyampaikan pengaduan. Tak hanya itu, Hudori juga meminta daerah agar memanfaatkan data pengelolaan pengaduan untuk perbaikan kebijakan.(DIR/ENK/RMID)

  • Pelantikan Pejabat Pemprov Dituding Cacat Hukum

    Pelantikan Pejabat Pemprov Dituding Cacat Hukum

    SERANG, BANPOS – Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) melantik ratusan pejabat eselon III dan IV di lingkungan Pemprov Banten pada Senin (9/8) lalu. Namun, dari ratusan yang dilantik, hanya diwakili oleh beberapa pejabat, sehingga dinilai cacat hukum, bahkan dinilai meriupakan yang teraneh dalam sejarah berdirinya Provinsi Banten.

    Akademisi dari Untirta, Ikhsan Ahmad, Kamis (12/8) mengungkapkan, pelantikan seratus lebih pejabat eselon III dan IV bertentangan dengan peraturan perundang-undangan berlaku.

    “Ini (pelantikan) tak sesuai dengan norma hukum. Sebab bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS,” katanya.

    Pada pasal 87 PP Nomor 11 tahun 2017 itu disebutkan, bahwa setiap PNS yang diangkat menjadi pejabat wajib dilantik dan diambil sumpah atau janjinya menurut agama atau kepercayaannya masing-masing.

    “Patut diduga, pelantikan yang dilakukan oleh tersebut adalah pelantikan ‘kucing dalam karung’ dalam kerangka membangun kepentingan politik. Bahkan patut dicurigai pelantikan itu menjadi ajang pasar gelap jual beli jabatan,” tegas Ikhsan Ahmad.

    “Pasar gelap tentu saja tidak memerlukan perencanaan, aturan apalagi kompetensi, yang ada adalah adanya pertemuan kepentingan dalam suatu jabatan yang dikehendaki,” imbuh Ikhsan.

    Birokrasi seperti ini, lanjut dia, tentu saja beresiko berjalan sempoyongan dalam menjalankan amanat, fungsi, capaian dan tugasnya untuk memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat.

    “Suatu birokrasi yang tak mampu mengidentifikasi dirinya pada situasi dan tantangan yang dihadapinya. Birokrasi seperti akan menjadi potensi mata rantai korupsi yang lebih kuat kedepannya,” ujarnya.

    Oleh karena itu, kata Ikhsan, gubernur sebagai penanggungjawab utama sudah selayaknya mendapat pengawasan tegas DPRD Banten melalui hak interpelasi dewan. “Interpelasi. Itu juga kalau dewan tidak ikut menjadi pedagang pasar gelap jabatan. melalui hak interpelasi dewan karena momentum pelantikan ini adalah kegiatan strategis dan akan berdampak luas terhadap jalannya pembangunan kedepan,” ujarnya.

    Terpisah, Direktur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada juga mempertanyakan pelantikan itu. Ia menuding, janji politik WH untuk melakukan reformasi birokrasi terbukti hanya bualan belaka. Hal ini terlihat dari kacaunya rotasi dan pengisian jabatan di berbagai dinas instansi.

    “Pelantikan yang dilakukan beberapa waktu terakhir ini nampak sangat sekehendak hati, tanpa memperhatikan aspek kompetensi, regulasi dan ketelitian,” katanya.

    Pertama, proses open bidding atau lelang jabatan hanya menghamburkan anggaran, sebab hasilnya diabaikan. Kedua, rotasi dilakukan tertutup, sebab dua kali pelantikan, daftar nama pejabat yang dilantik di masing-masing dinas/instansi tidak di-publish, serba gaib.

    “Ketiga, aspek kompetensi sama sekali diabaikan. Sebagai contoh, seorang instruktur menjahit di BLKI menjadi pejabat pengawas di lingkungan Disnakertrans. Banyak jabatan yang diemban seseorang tidak linier dengan basis keilmuan dan keahliannya,” katanya.

    Kemudian, keempat, seorang EE sudah jelas pindah menjadi ASN pemerintah pusat yang ditempatkan di Satker BKKBN Bantul, Yogyakarta. SK kepindahannya tertanggal 1 Maret 2021 dan diterima oleh EE pada bulan April 2021. Pada pelantikan beberapa hari yang lalu EE justru dipromosikan BKD menjadi eselon IV di BPMD Banten. Padahal semestinya berbasis Simpeg.

    “Mengutip seorang ASN di lingkungan Pemprov Banten, “Ini pelantikan teraneh sepanjang sejarah pemprov Banten”. Ada pula kalimat “Penempatan tidak sesuai dengan kualifikasi geus teu (sudah tidak, red) aneh. Tuh ada bidan di Samsat”, mengisyaratkan betapa bobroknya pengelolaan birokrasi di Pemprov Banten,” kata Uday.

    Kelima, seorang pejabat di lingkungan Inspektorat, ditempatkan di lingkungan Dinas Kelautan dan Perikanan. Padahal ada aturan yang mensyaratkan harus mendapat rekomendasi dari Kemendagri.

    Kepala Bapaerjakat yang juga Sekda Banten Al Muktabar dihubungi melalui teleponnya tidak merespon. Begitu juga Kepala BKD Banten, Komarudin.(RUS/ENK)

  • Pekan Depan Kejari Cilegon Umumkan Tersangka

    Pekan Depan Kejari Cilegon Umumkan Tersangka

    CILEGON, BANPOS – Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon telah memeriksa 20 saksi dan akan menetapkan tersangka terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dan tindakan korupsi pada salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon. Rencananya, tersangka bakal diumumkan pekan depan.

    Seperti diketahui Kejari Cilegon telah menandatangani penetapan peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan kasus yang tengah ditangani oleh Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) tersebut, pada Kamis (22/8/2021) lalu, tepat di Hari Bhakti Adhyaksa Ke-61. Kepala Kejari (Kajari) Cilegon Ely Kusumastuti mengatakan akan menetapkan tersangka minggu depan melalui konferensi pers khusus.

    “Kita rencana ada penetapan tersangkanya dan sebagainya. Insya Allah minggu depan sudah langsung ke penetapan tersangka,” kata Ely kepada awak media saat kegiatan vaksinasi di Kantor Kejari Cilegon, Kamis (12/8).

    Ely mengatakan tahap progres penyidikan sampai saat ini sudah mencapai 90 persen. “Tapi kami sengaja tidak memblow up dulu karena situasi juga, supaya menjaga situasi kondusif. Kami juga tidak ingin ada kegaduhan pada saat tahap penyidikan dan progressnya sudah 90 persen,” terangnya.

    Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini mengatakan sudah memeriksa 20 saksi baik dari Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkot Cilegon dan pihak swasta.

    “Ada kurang lebih 20-an. Pihak swasta iya, dari dalam (pemerintahan, red) iya, tapi yang jelas nanti temen-teman juga kami undang pada saat penetapan tersangka,” ujarnya.

    Saat disinggung terkait kasus apa, kerugian negara berapa dan OPD mana yang sedang dilakukan penyidikan, Ely belum bisa membuka kepada publik.

    “Tidak berani sebut dulu, karena sifatnya masih rahasia kan menjaga supaya menghindari kegaduhan. Yang jelas kami hanya memberikan yang terbaik mendukung upaya reformasi di tubuh Pemerintahan Kota Cilegon. Mohon doanya kita bisa memberikan yang terbaik,” pungkasnya.

    Lebih lanjut, Ely mengatakan terkait penindakan hukum di Kota Cilegon, pihaknya konsisten dan komitmen melakukan penegakan hukum terhadap pejabat-pejabat yang menyimpang.

    Seperti sebelumnya, Kejari Cilegon melakukan pencegahan, pendampingan sampai dengan pengembalian aset-aset Pemda, BUMN, kemudian penindakan bagi pejabat negara yang korup. Selain itu, kata Ely pihaknya juga memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat Cilegon.

    “Yang jelas Kejari Cilegon konsisten dan komitmen melakukan penegakan hukum itu dari sisi pencegahan kami juga mendampingi, dari sisi penindakan kalau melakukan tidak pidana korupsi kami juga tindak,” ungkapnya.

    “Jadi kami melakukan pencegahan, pendampingan, penindakan sampai dengan pengembalian aset-aset Pemda, BUMN, kami juga tindak pejabat negara yang korup,” sambungnya.

    Di sisi lain, Kejari Cilegon mengingatkan kepada para pejabat di lingkungan Pemkot Cilegon agar tidak main-main terhadap uang negara.

    “Bulan ini kami target satu pejabat, tetapi tidak menutup kemungkinan pejabat-pejabat yang lain jika ada indikasi korupsi ya kami sikat,” tuturnya.

    “Tidak boleh main-main sama uang rakyat apalagi situasi pandemi seperti ini kok malah main-main uang rakyat nuraninya dimana,” tegasnya.

    Ely menambahkan jabatan merupakan amanah bukan alat untuk memanfaatkan dan mencari keuntungan sendiri dan harus dipertanggungjawabkan.

    “Kalau kalian niat jadi pejabat jangan berpikir mindsetnya kaya, kalau mau kaya jadi pengusaha jangan jadi pejabat,” tandasnya.

    Diketahui sebelumnya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Cilegon mendesak Kejari Cilegon untuk mengusut tuntas dugaan kasus korupsi di salah satu OPD yang masih dirahasiakan tersebut.

    “Kami minta Kejari Cilegon untuk mengungkap secara terang benderang dugaan korupsinya apa?, siapa tersangkanya?, dan berapa kerugian uang negara yang disalahgunakan,” tegasnya.

    Kendati demikian, HMI mendukung langkah Kejari Cilegon untuk mengusut tuntas segala bentuk tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Cilegon. Supaya bersih dan terbebas dari korupsi.

    “Menurut kami karena sudah masuk ke dalam ranah penyidikan, sudah saatnya dibuka ke publik, supaya jelas dan terang-benderang, jangan sampai ada yang ditutup-tutupi,” tutupnya.(LUK/ENK)