Kategori: HEADLINE

  • Orang Miskin Disebut Tidak Bisa Masuk Sekolah

    Orang Miskin Disebut Tidak Bisa Masuk Sekolah

    SERANG, BANPOS – Polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 di Provinsi Banten masih terus bermunculan. Dugaan demi dugaan pun bermunculan terkait berbagai pihak yang ikut andil dalam praktik ilegal PPDB, mulai dari pihak internal sekolah hingga pejabat publik yang memanfaatkan posisi dan kekuasaannya.

    Akibat hal tersebut, sejumlah warga Kabupaten Tangerang menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Dindikbud Provinsi Banten, Senin (31/7).

    Mereka memprotes terkait dugaan kecurangan, yang terjadi dalam pelaksanaan PPDB tingkat SMK di wilayah Sepatan, Kabupaten Tangerang.

    Dalam aksinya, para warga membawa mobil komando dan membentangkan sejumlah banner dan karton tuntutan, terkait dengan pelaksanaan PPDB.

    Salah satu tuntutan yang dibawa yakni memeriksa Plt Kepala SMKN 2 Kabupaten Tangerang, yang dituding telah meloloskan peserta PPDB hasil titipan dan pungutan liar (pungli).

    Dalam orasinya, salah satu orator mengatakan bahwa kondisi pendidikan yang seperti ini, sangat menyedihkan.

    Menurutnya, pendidikan yang sejatinya bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa, justru malah dinodai oleh praktik-praktik buruk.

    “Pendidikan yang seharusnya mencerdaskan, malah dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dengan melakukan praktik titip menitip dan pungli,” tegasnya.

    Bahkan menurutnya, apabila Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan di Indonesia, masih hidup dan mengetahui kelakuan para oknum itu, maka akan sangat marah.

    “Jika Ki Hajar Dewantara masih hidup dan melihat kelakuan mereka (oknum) dan kondisi dunia pendidikan seperti saat ini, pasti akan marah,” tuturnya lagi.

    Sementara itu aktivis senior, Muhammad Jembar yang juga hadir dalam aksi tersebut mengungkapkan, dugaan pungli yang terjadi dalam pelaksanaan PPDB di SMKN 2 Kabupaten Tangerang, mencapai angka Rp8 juta.

    Nominal tersebut diduga untuk mengamankan satu kursi di SMK Negeri yang menjadi incaran 7 kecamatan itu.

    Akibatnya, banyak calon peserta didik yang kurang mampu, terpaksa tak bisa masuk SMKN 2 Kabupaten Tangerang karena tidak bisa menyiapkan ‘mahar’.

    “Yang miskin, yang yatim tidak bisa masuk. Tapi tetangganya bisa, karena titipan, pakai orang dalam, bayar duit. Ada yang Rp4 juta, ada yang Rp8 juta, luar biasa ini. Banyak sekali itu. Dan kami sudah sampling, bawaan-bawaan siapa saja itu mereka,” ungkapnya.

    Dia menegaskan bahwa apa yang dirinya sampaikan, dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan, ia berani mengadu data apabila memang diperlukan.

    “Kami siap bawa data. Kami juga siap kalau memang harus uji forensik data, karena data ini kami real dapati. Kalau mau dengan keterbukaan informasi, silakan dibuka data sekolahnya,” tutur dia.

    Di sisi lain, ia mengaku bahwa persoalan itu dapat dibawa ke ranah pidana, apabila tidak ada tindakan tegas dari Dindikbud Provinsi Banten sebagai atasan para Kepala Sekolah.

    Pihaknya bahkan telah menyiapkan sebanyak 7 pengacara, yang siap membela para orang tua siswa yang merasa dizolimi oleh sistem pungli dan titip menitip itu.

    “Ada potensi ke arah pidana. Kalau tidak diselesaikan sekarang, padahal ada pengakuan dari Plt Kepsek, ini bisa kami bawa ke sana. Kami juga sudah ada 7 pengacara yang siap mendampingi warga yang terzalimi,”

    Tidak hanya pungli, Jembar juga mengatakan bahwa pihaknya telah mendapatkan bukti kecurangan lain yang terjadi selama pelaksanaan PPDB berlangsung.

    Menurutnya, pihaknya telah mendapatkan sejumlah data dan pengakuan dari Plt Kepala SMKN 2 Kabupaten Tangerang, yang mengakui bahwa PPDB di tempatnya penuh dengan titipan.

    “Begitu banyak titipan dari oknum wakil rakyat, pejabat-pejabat. Kita itu mau ada kejelasan, ini maksudnya titipan apa? Lalu kalau tes, itu seperti apa penilaiannya? Karena Plt Kepala Sekolah mengakui itu kemarin di berita (ada titipan),” ujarnya usai audiensi dengan Dindikbud Provinsi Banten, Senin (31/7).

    Ia mengatakan, sejumlah titipan itu berasal dari kalangan berada, mulai dari anak TNI, anak anggota Polri, hingga Aparatur Sipil Negara (ASN). Sementara yang ditendang justru anak-anak dari kalangan kurang mampu.

    “Jangan sampai yang dikorbankan ini anak-anak miskin, anak-anak yatim. Ini anak-anak tentara, anak-anak polisi, anak-anak PNS diprioritaskan. Harusnya skala prioritas, bagaimana caranya mereka (anak miskin dan yatim) itu bisa bersekolah,” ungkapnya.

    Oleh karena itu, pihaknya menegaskan bahwa aksi yang dilakukan oleh pihaknya, semata-mata untuk memperjuangkan hak anak-anak kurang mampu yang tidak dapat sekolah, akibat proses penerimaan yang dituding telah direkayasa.

    “Kami menuntut supaya mereka anak-anak yatim, anak-anak miskin, yang memang tidak punya kemampuan keuangan namun berprestasi, nilai-nilainya bagus, supaya bisa mengenyam sekolah. Jangan sampai anak yatim, anak miskin, buat masuk ke sekolah negeri itu susah karena adanya proses-proses yang direkayasa,” tegasnya.

    Berdasarkan data yang pihaknya miliki, bahkan anak-anak titipan itu mencapai ratusan orang. Maka dari itu, pihaknya mengancam apabila Dindikbud tidak segera mengambil tindakan, akan membawa persoalan tersebut ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

    “Apabila tidak ada keputusan dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten, maka kami akan bawa permasalahan ini ke Kementerian Pendidikan, dengan massa yang lebih besar serta data-data yang telah kami kumpulkan,” tandasnya.

    Sementara, Pelajar Islam Indonesia (PII) Provinsi Banten pun menyoroti hak tersebut. Melalui Ketua Umumnya, Ihsanudin mengaku miris melihat proses PPDB yang hingga saat ini masih menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.

    “Tentu sangat miris melihat kondisi pendidikan di Provinsi Banten, apalagi ini dimulai dari proses PPDB yang mana ialah tahap penyeleksian generasi bangsa,” ujar Ihsan.

    Ihsan mengatakan, di salah satu daerah yang ada di Banten terdapat oknum dari pihak sekolah dan pemangku kebijakan yang ‘bermain’ pada PPDB ini. Namun sayangnya, pemerintah tidak serius dalam menanggapi kasus tersebut.

    “Bahkan dari awal-awal saja berbagai pihak bahkan orang tua sudah mengadukan kepada inspektorat, tapi sampai saat ini belum ada langkah konkret yang dilakukan,” kata Ihsan.

    Ia menjelaskan, saat ini masyarakat dibuat kebingungan harus mengadu kepada siapa yang bahkan wakilnya (DPRD) pun ikut andil dalam kecurangan tersebut.

    Bahkan, Aparat Penegak Hukum (APH) pun tidak tanggap dengan cepat dalam setiap pengaduan pada kasus ini. Hal ini yang membuat kemajuan SDM Banten tidak meningkat karena sektor pendidikan masih tidak terbenahi.

    Ia memaparkan, seharusnya pihak-pihak terkait merespon dengan cepat dan melakukan langkah konkret untuk menciptakan ketenangan bagi masyarakat.

    Menurutnya, Pemerintah Provinsi Banten bertanggung jawab penuh atas kejadian ini, serta terhadap masa depan anak bangsa yang menjadi korban dalam praktik kotor di PPDB.

    “Kami akan terus mengawal permasalahan ini, segera akan kami layangkan surat,” tandasnya.(MG-01/MYU/DZH)

  • Pertanian Organik Diklaim Makin Diminati

    JAKARTA, BANPOS – DPR bersama Pemerintah terus menggalakkan pertanian organik untuk peningkatan produksi dan nilai tambah bagi petani. Diharapkan, melalui pengembangan pertanian organik, petani mulai meninggalkan penggunaan pupuk dan pestisida berbahan kimia.

    Anggota Komisi VI DPR Nevi Zuairina menuturkan, pembangunan pertanian organik diperlukan sebagai upaya me­ningkatkan produksi pangan ramah lingkungan. “Salah satu tanaman yang berhasil dipanen dengan kualitas bagus melalui pertanian organik ini adalah Kol,” tutur Nevi saat panen bersama petani di Desa Kubu Gulai Bancah, Bukit Tinggi, Sumatera Barat, kemarin.

    Nevi bersyukur, hasil panen petani ini memiliki kualitas lebih baik setelah menggunakan pupuk organik dan pestisida dari bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia. Selain membuat lingkungan semakin baik, pupuk organik menjadi solusi ketergantungan petani pada pupuk subsidi yang memang jumlahnya sangat terbatas.

    Terpisah, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) menuturkan, salah satu inovasi pertanian organik yang dapat meningkatkan kualitas pertanaman dan kesuburan lahan adalah biosaka. Inovasi ini sudah diuji dan diaplikasikan oleh banyak petani. Dan hasilnya, mantap.

    Profesor Kehormatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ini bilang, pembuatan biosaka sangat mudah. Bahannya dari berasal dedaunan dan rerumputan yang dimasukkan ke dalam air kemudian diaduk dan diremas selama kurang lebih 15 menit. Adapun daun dan rumput yang diambil haruslah dari tanaman yang ada di sekitar. Tidak boleh dari luar.

    Karena merupakan kearifan lokal, larutan biosaka ini tidak bisa diperjualbelikan, bahkan tidak dapat dibuat dalam skala industri. “Jadi tidak boleh dibawa ke Makassar, atau ke Yogya, tidak bisa. Kalau bikin di Semarang, ya pakainya di Semarang,” ungkapnya.

    Menurut Syahrul, jika bahan yang diambil berasal dari daerah lain, maka kemungkinan besar tidak akan memberi dampak bagi tanaman. Selain itu, biosaka harus dibuat sendiri oleh petani dan tidak boleh bergantian. Daun atau rumput yang diambil pun adalah yang hijau, memiliki ­bentuk yang bagus dan segar, serta pastinya tidak memiliki kuman.

    “Jadi tidak boleh itu kalau satu kali remas itu, dua orang bergantian. Tidak boleh. Satu kali masuk tangannya (aduk dan remas) 15 menit baru keluar. Hasilnya ini,” ujarnya sembari mengangkat botol biosaka yang sudah jadi.

    Satu botol biosaka ukuran 500 mililiter, ungkap Syahrul, bisa digunakan untuk menyemprot satu hektare tanaman. Hasilnya pun, sangat terasa. Perbedaan antara tanaman yang diberi biosaka dengan yang tidak, rata-rata bedanya 1 hingga 3 ton. Misal, kalau padi yang tidak menggunakan biosaka hasilnya 5 ton per hektare, maka padi yang menggunakan biosaka itu bisa menjadi 7 ton per hektare.

    Dan yang lebih penting, biosaka ini bisa menyuburkan tanah dan sangat signifikan dalam mengurangi penggunaan pupuk kimia. “Penggunaan pupuk kimia apalagi pupuk subsidi turun sampai 50 persen (tahun pertama, red),” sebutnya.

    Begitu masuk tahun ke dua, lanjutnya, penggunaan pupuk kimia tinggal 40 persen dan biosaka 60 persen. Bahkan ada daerah yang mampu menekan penggunaan pupuk kimianya tinggal 20 persen dengan penggunaan biosaka ini.

    “Jadi penurunannya itu luar biasa. Penggunaan satu hektare untuk pupuk kimia itu sekitar 12 sampai 22 sak, itu terlalu banyak. Nah dengan biosaka ini, cukup 6 sak,” ungkap Syahrul.(PBN/RMID)

  • DPR RI Minta Mendikbud Perbaiki PPDB zonasi, Hapuskan Sekolah Favorit

    JAKARTA, BANPOS – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) meminta Kemendikbudristek memperbaiki pengawasan pelaksanaan seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi sehingga mewujudkan prinsip keadilan.

    “Kekacauan yang terjadi di lapangan saat ini menggambarkan lemahnya pengawasan,” kata Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PAN Zainuddin dalam keterangan di Jakarta, Minggu (30/7).

    Menurut dia, sistem zonasi pada PPDB sebenarnya sudah relatif bagus namun yang masih harus diperbaiki adalah pengawasan pelaksanaan di lapangan karena adanya pelanggaran menggambarkan kelemahan pengawasan.

    Selain itu, sosialisasi secara masif dan baik harus dilakukan agar pemahaman masyarakat terkait seleksi PPDB sistem zonasi bisa diterima dan dijalankan dengan baik sehingga pelanggaran berpotensi berkurang.

    “Kalau merasa kebijakan yang ada itu ada yang insecure maka kewajiban menteri sekarang memperbaiki,” ujarnya.

    Dosen Universitas Negeri Malang (UM) Endang Sri Rejeki mengatakan karut-marut pelaksanaan PPDB 2023 harus segera dicari solusi agar tidak terulang pada masa mendatang.

    Solusi yang dimaksud dia, diantaranya membuat sekolah negeri baru maupun membuat regulasi baru yang tetap berbasis zonasi yakni misalnya tidak seratus persen berdasarkan zonasi dari jumlah pagu.

    “Alternatif lain mendirikan lembaga swasta dengan persyaratan tertentu,” katanya.

    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan, sebagai tahap awal, pihaknya akan menginventarisir lebih dahulu setiap problem yang ditemukan pada PPDB tahun 2023.

    “Barulah proses evaluasi dilakukan dengan melibatkan instansi terkait,” terang Hetifah, kemarin.

    Hetifah menuturkan, sejatinya sistem zonasi ataupun jalur prestasi dalam sistem ­PPDB ini bertujuan agar terjadi peme­rataan sekolah di seluruh wilayah. Sehingga tidak muncul lagi sekolah unggulan atau sekolah favorit di tengah-tengah masyarakat.

    Sayangnya, istilah sekolah favorit ini tetap muncul. Ini pula yang membuat sistem PPDB masih diwarnai kecurangan di lingkungan sekolah. “Inilah mengapa evaluasi harus dilakukan sebagai proses pembenahan,” tuturnya.

    Evaluasi ini, lanjutnya, terkait dengan penerapan sistem zonasi maupun sistem prestasi yang menjadi aspek utama dalam sistem PPDB.

    “Intinya penerapan PPDB itu selalu dievaluasi, kami akan segera membicarakan hal itu dengan lembaga terkait di pusat,” jelas politisi Fraksi Golkar ini.

    Dia bilang, problem yang muncul dalam sistem PPDB ini hampir terjadi di semua wilayah, termasuk di daerah pemilihannya, Kalimantan Timur (Kaltim). Problem umum yang muncul dalam PPDB ini seperti adanya manipulasi data untuk meloloskan peserta didik dan lainnya.

    “Inilah yang akan kami sikapi dengan melakukan evaluasi ­untuk penyempurnaan,” terangnya.

    Karena itu, Hetifah mendorong agar ada kebijakan signifikan menghadirkan pemerataan pendidikan di seluruh kawasan. Pemerataan pendidikan ini tidak hanya dari sarana dan prasarana sekolah, tapi juga menyangkut kualitas sumber daya manusia tenaga pendidik.

    “Keterbatasan kapasitas sekolah negeri mengharuskan menyebabkan tidak semua yang mendaftar bisa mendapatkan tempat,” tambah dia.

    Beberapa waktu lalu, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menyatakan bahwa kebijakan sistem zonasi PPDB bukan kebijakannya melainkan kebijakan Mendikbud sebelumnya, yaitu Muhadjir Effendy.

    Nadiem pun mengakui bahwa kebijakan ini tentu membuatnya repot namun ia merasa sistem zonasi PPDB penting sehingga perlu dilanjutkan.

    “Itu zonasi, kebijakan zonasi itu bukan kebijakan saya, kebijakan sebelumnya. Kebijakan Pak Muhadjir. Tetapi kita sebagai satu tim merasa ini adalah suatu kebijakan penting yang pasti akan merepotkan saya,” kata dia.

    Terpisah, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan, penerapan sistem zonasi dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya tampung sekolah (supply) dan jumlah siswa di daerah tersebut (demand).

    “Penerapan kebijakan PPDB harus dilakukan secara bertahap, dimulai dari wilayah-wilayah yang minim ketimpangan supply dan demand – nya. Kemudian seiring dengan perbaikan, ketimpangan di wilayah lain semakin melebarkan pemberlakuan sistem zonasi ini. Dengan begitu, pemerataan sekolah negeri akan berjalan sesuai dengan tujuan tanpa memberi imbas kepada persaingan sekolah swasta,” jelas Peneliti CIPS Natasya Zahra.

    Dia melanjutkan, implementasi secara bertahap ini juga sekaligus untuk tetap menghadirkan unsur kompetisi karena kompetisi dengan tujuan untuk meningkat mutu pendidikan sudah tidak dihindari.

    Kompetisi diperlukan untuk meningkatkan efisiensi biaya, mutu, serta mendorong inovasi sebuah produk atau layanan.

    Kompetisi antar sekolah dalam menyediakan layanan pendidikan sangatlah penting bagi pertumbuhan pendidikan itu sendiri.

    Lalu, untuk memperbaiki kualitas sekolah hingga menjadi setara butuh upaya untuk memetakan sekolah mana yang paling tertinggal dan mengidentifikasi masalah yang ada agar bentuk dukungan yang diberikan tepat sasaran.

    Untuk melakukan ini, Pemerintah Daerah harus terus memperbaharui dan mengintegrasikan data dari Rapor Pendidikan dan basis data lokal yang ada agar dapat gambaran yang paling akurat dan terkini mengenai kondisi sekolah di wilayahnya.

    Dengan ini, penetapan zonasi wilayah akan lebih menyesuaikan dengan daya tampung sekolah (supply) dan jumlah siswa serta kebutuhannya (demand). (PBN/RMID)

  • Data Anak Putus Sekolah di Banten Belum Terbaharui

    Data Anak Putus Sekolah di Banten Belum Terbaharui

    SERANG, BANPOS – Pendataan anak tidak sekolah atau putus sekolah ternyata masih belum maksimal, hal ini terlihat dari adanya perbedaan data yang cukup signifikan antara pihak kecamatan dengan tingkat kota.

    Camat Taktakan, Mamat Rahmat, menjelaskan, sebelumnya yang dipaparkan Kadis Dindik Kota Serang, Tb.Suherman yang menyebut terdapat 133 siswa putus sekolah di Kota Serang sedikit berbeda dengan data yang dimiliki oleh pihaknya. Per tanggal 26 juli 2023, di Kecamatan Taktakan sudah terdata sebanyak 167 anak yang putus sekolah.

    “Sebetulnya data yang sebelumnya itu baru sebagian, karena di Taktakan sendiri ada sebanyak 167 anak tidak sekolah,” jelasnya, Minggu (30/7).

    Ia juga menyampaikan bahwa sampai saat ini pihaknya masih melakukan pendataan anak tidak sekolah di Kecamatan Taktakan. Karena menurutnya, di Kecamatan Taktakan masih banyak anak yang tidak sekolah namun belum terdata.

    “Memang updatenya masih terus kita dilakukan. Jadi sebetulnya masih banyak anak-anak yang tidak sekolah dan saat ini masih belum terdata semua,” ujarnya.

    Selain itu menurutnya, pemahaman masyarakat yang masih cenderung berfikir praktis, sempit dan instant (pragmatis). Ternyata berdampak juga pada bidang pendidikan.

    Dimana pola berpikir pragmatis tersebut mengakibatkan angka anak putus sekolah semakin meningkat. Pasalnya, orang yang mempunyai sifat pragmatis selalu menginginkan segala sesuatu yang dikerjakan atau yang diharapkan segera tercapai tanpa mau berfikir panjang dan tanpa melalui proses yang lama.

    Mamat mengatakan bahwa sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 2 yang mana kewajiban mendapatkan pendidikan yang layak untuk anak adalah kewajiban orang tua dan pemerintah. Oleh karenanya, ia sangat mendukung program ‘aje kendor sekolah’ di Kota Serang.

    Rahmat menjelaskan, bahwa warga di Kecamatan Taktakan saat ini masih cenderung memiliki pemahaman pragmatis yang membuatnya enggan untuk melanjutkan sekolah.

    “Banyak alasan warga Taktakan yang putus sekolah, diantaranya biaya dan pemahaman pragmatisme, yaitu mencari penghidupan dan bekerja di usia dini,” jelasnya.

    Dalam mengatasi hal tersebut, dirinya berkoordinasi dengan para RT RW, Lurah dan para kader posyandu untuk dapat memberikan edukasi tentang pentingnya pendidikan

    “Maka peran Lurah, RT RW dan kader posyandu untuk mendata dan mengedukasi tentang pentingnya pendidikan sangat diperlukan,” ujarnya.

    Rahmat menuturkan, dalam mengurangi angka putus sekolah di Kota Serang khususnya di Kecamatan Taktakan, dirinya akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar anak-anak yang saat ini putus sekolah bisa kembali melanjutkan pendidikannya.

    “Karena ini sangat penting, jadi dalam waktu dekat, kita akan lakukan sosialisasi kepada masyarakat sekaligus mendata anak-anak yang putus sekolah, agar anak yang putus sekolah dapat melanjutkan pendidikannya. Ke depan, kita juga akan ada kegiatan penyaluran bantuan untuk kegiatan pembelajaran,” tandasnya.

    Terpisah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang, Banten, melalui Dinas Pendidikan dan Olahraga menyebutkan sekitar 700 anak di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) drop out atau putus sekolah.

    “Dari total kisaran 49 ribu siswa di tingkat SMP, ada sekitar 700 anak atau 1,5 persen mengalami drop out,” kata Sekretaris Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Pandeglang Sutoto saat di konfirmasi di Pandeglang, Jumat (28/7).

    Atas kondisi tersebut, dia menyebutkan Pemkab Pandeglang tengah berupaya menyusun rancangan peraturan bupati (perbup) yang akan mengatur penanganan dan solusi untuk mengatasi anak-anak putus sekolah itu.

    “Saat ini Pemkab Pandeglang sedang menyusun draf peraturan bupati yaitu gerakan sarerea lulus sekolah,” katanya.

    Ia menyebutkan gerakan itu dibentuk oleh beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk mengatasi permasalahan putus sekolah dan menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif serta mendukung bagi seluruh siswa di Pandeglang.

    “Nanti akan dibentuk dengan beberapa OPD terkait, seperti Dinas Sosial dan dinas yang menangani perlindungan anak serta dengan Baznas sebagai kemitraan dan Dinas Pendidikan sebagai leading sector,” kata Sutoto.

    Ia menyebutkan penyebab anak drop out mayoritas faktor sosial budaya, antara lain dibully, korban pelecehan seksual, serta ajakan pindah ke pesantren salafi dan madrasah.

    Pemkab Pandeglang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pendidikan bagi semua anak di daerah tersebut.

    “Bekerja sama antara pemerintah daerah, sekolah, orang tua, dan seluruh pihak terkait, diharapkan masalah ini dapat dikurangi dan setiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas serta berkelanjutan,” ujar Sutoto. (MG-02/ANT/PBN)

  • Yang Tidak Kompeten Akan Digeser, Politik Penyebab Rendahnya Profesionalisme ASN

    SERANG, BANPOS – Rendahnya kinerja dan profesionalisme Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia, termasuk juga di Provinsi Banten, dianggap sudah menjadi rahasia umum. Bahkan, karena sudah sangkin akut nya, permasalahan kinerja dan profesionalisme ASN dianggap sebagai patologi atau penyakit di lingkungan birokrasi pemerintahan.

    Hal itulah yang diungkap oleh aktivis anti korupsi, Ade Irawan saat diwawancarai oleh BANPOS pada Minggu (30/7).

    “Ini kan kritik dari dulu, patologi birokrasi gitu ya. Birokrasi kita gendut, tidak cekatan dan dalam beberapa konteks korup,” kata Ade Irawan.

    Kaitannya dengan konteks korupsi, Ade menuturkan, birokrasi pemerintahan kerap kali menjadi aktor yang terlibat langsung dalam praktik kasus tersebut.

    Menurut Ade segala keputusan yang menyangkut kebijakan korupsi, cenderungnya berada di tangan birokrasi pemerintahan.

    “Dalam konteks korupsi, ya, birokrasi biasanya menjadi eksekutor putusan korup yang di atasnya,” jelas Ade.

    Ade menjelaskan, kepentingan politik para politikus rupanya turut andil terhadap rendahnya kualitas kinerja birokrasi pemerintahan.
    Karena menurut penjelasannya, para pejabat yang berada di lingkungan birokrasi pemerintahan, tersandera oleh tuntutan kepentingan politik yang sarat akan praktik licik semacam itu.

    “Saya kira penyebab utama sakitnya birokrasi kita politik. Karena kerap, birokrasi dipakai oleh politikus untuk kepentingan mereka, nyari duit. Kan yang bisa eksekusi duitkan birokrasi,” imbuhnya.

    Oleh karenanya dalam upaya pembenahan dan perbaikan kinerja, menurut Ade hal pertama yang harus dibenahi adalah soal ikut campurnya kepentingan politik dalam tatanan birokrasi pemerintahan.

    “Kalau menurut saya sih hal yang harus diperbaiki ya dimulai dari politik. Atau bisa bareng birokrasinya diperbaiki, politiknya diperbaiki. Tapi kalau kemudian cuman birokrasinya aja, politiknya enggak diperbaiki nggak akan pernah bisa,” tandasnya.

    Sementara itu, dalam rangka mewujudkan kinerja yang baik untuk para aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan pemerintah Kota Serang.

    Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Serang akan merotasi para ASN yang kinerjanya tidak kompeten.
    Rotasi tersebut juga dilakukan untuk menyesuaikan kompetensi yang dimiliki oleh para ASN dengan bidang pekerjaan yang akan mereka tempati. Supaya para ASN tersebut dapat bekerja dengan maksimal.

    Rotasi juga dilakukan sebagai bentuk dari evaluasi yang dilakukan oleh BKPSDM dalam meningkatkan kualifikasi para pegawai ASN di Kota Serang.

    BKPSDM Kota Serang, Karsono mengatakan bahwa masih terdapat para pegawai ASN di Kota Serang yang secara kinerja, dinilai masih tidak profesional. Oleh sebab itu, Karsono mengaku akan melakukan evaluasi kinerja para ASN.

    “ASN yang masih kurang profesional dari segi kinerjanya di kota Serang kita evaluasi melalui periodisasi rotasi, nanti jika tidak lolos kita pindahkan,” katanya, Kamis (27/7).

    Karsono mengaku bahwa pihaknya juga akan melakukan evaluasi jika masih terdapat pegawai yang dalam bekerja tidak berkompeten, karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan bidang kompetensi yang dimiliki.

    “Sebelumnya kita sudah berupaya agar pegawai-pegawai yang kita tempatkan di suatu OPD itu sesuai dengan kompetensinya. Misalnya dia orang kesehatan nanti kita tempatkan di unit-unit kesehatan, seperti dinkes dan rumah sakit. Kita sudah upayakan seperti itu,” ujarnya.

    Ia juga mengungkapkan, di Kota Serang masih terdapat ASN yang bekerja bukan pada bidang kompetensinya dan akan dilakukan rotasi kembali agar bisa sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

    “Untuk pegawai yang tidak sesuai kompetensinya di Kota Serang masih ada, akan tetapi tidak banyak. Karena sebelumnya sudah dilakukan rotasi juga sekitar empat bulan yang lalu, itu yang tidak sesuai dengan kompetensinya sudah kita pindahkan sesuai dengan kompetensi yang dia miliki,” ungkapnya.

    Dirinya menuturkan, jika pegawai yang sudah dilakukan rotasi ternyata masih belum menunjukkan kinerja yang baik, pihaknya akan melakukan evaluasi kembali guna bisa menempatkan pegawai tersebut pada bidang yang lebih sesuai.

    “Nanti kalau setelah ditempatkan ternyata masih tidak kompeten di bidang yang saat ini kita tempatkan, maka nanti kita lakukan evaluasi lagi,” tandasnya. (MG-02/MG-01/PBN)

  • Program PSU Mandek Bikin DPRD Banten Bingung

    Program PSU Mandek Bikin DPRD Banten Bingung

    SERANG, BANPOS – Kinerja Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi Banten menuai sorotan dari Komisi IV DPRD Banten.

    Pasalnya, menurut Ketua Komisi IV DPRD Banten Muhammad Nizar, ada sekitar seribu program peningkatan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) di tahun 2023 tidak ada satupun yang terlaksana.

    “PSU di Perkim sekitar seribu an, satu pun (di tahun 2023) belum terlaksana,” kata Muhammad Nizar saat ditemui pada Jumat (28/7).

    Saat ditanya mengapa sejumlah program PSU itu tidak terlaksana di tahun ini? Ketua Komisi IV itu pun mengaku bahwa pihaknya tidak mengetahui, kendala apa yang dihadapi oleh DPRKP Banten.

    Padahal secara mekanisme, semuanya sudah ditempuh dengan baik oleh DPRKP Banten dalam upaya pelaksanaan program tersebut.

    “Karena di dinas Perkim pun secara normatif sudah clear semua. Makanya kan saya bilang, ini apa problemnya? Jangan menghambat pembangunan, kalau seandainya ini tidak dilaksanakan berarti tidak menjalankan APBD berarti tidak melaksanakan Perda,” ucapnya.

    Sejauh ini, alih-alih melakukan upaya penyerapan realisasi anggaran untuk pelaksanaan program, DPRKP Banten hanya melaksanakan penyerapan anggaran untuk gaji para pegawainya sebesar kurang lebih 14 persen.

    “Nah saya tanya, apa yang jalan itu? Yang jalan itu hanya gaji udah, operasional. Ya kan ini harus kita tindak lanjuti, kita follow up,” ujar Nizar.

    Nizar menilai, masalah ini terjadi diakibatkan oleh diubahnya metode teknis oleh Pj Gubernur Banten, Al Muktabar. Sehingga atas hal itulah kemudian, turut berpengaruh juga pada pelaksanaan program tersebut.

    “PJ hari ini menginginkan konsolidasi, ingin ada metode yang dirubah. Karena kemarin PL (penunjukkan langsung), dia menginginkan ini gak boleh ada PL. Kenapa ada PL, dan sebagainya,” terangnya.

    Anggota Fraksi Partai Gerindra itu pun secara tegas menyatakan bahwa Pj Gubernur menghambat proses pembangunan di Provinsi Banten, akibat dari pemberlakuan kebijakannya itu.

    “Kalau ini tidak dilaksanakan, artinya Pj Gubernur menghambat pembangunan, tidak peduli terhadap jeritan rakyat bawah, dan melakukan pelanggaran terkait dengan Perda. Karena tidak menjalankan Perda APBD,” tegasnya.

    Oleh karenanya, usai menggelar rapat dengan para anggota Komisi IV DPRD Banten, Nizar berencana akan mengirimkan nota kesimpulan kepada pimpinan dewan, agar permasalahan tersebut dapat segera ditanggapi oleh Pemprov Banten.

    “Karena apapun ceritanya, inikan sudah melalui mekanisme dan proses yang panjang. Ada KUA, sampai ditetapkan dalam sebuah peraturan daerah kan,” tandasnya. (MG-01/PBN)

  • Cegah Penularan TBC di Tempat Kerja

    Cegah Penularan TBC di Tempat Kerja

    JAKARTA, BANPOS – Sejumlah organisasi sosial masyarakat dan pemangku kepentingan yang terdiri dari Rumah Kebangsaan, Medco, Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), Stop TB Partnership Indonesia (STPI), dan Perkumpulan Alumni Harvard University di Indonesia (Harvard Club Indonesia) menggelar Arifin Panigoro (AP) Dialog ke-6 bertajuk ‘Satukan Langkah, Stop TBC di Tempat Kerja.’
    Dialog tersebut bertujuan untuk menginformasikan pentingnya mencegah penularan Tuberkulosis di tempat kerja.

    Pasalnya menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), TBC masuk dalam 10 penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia.

    Diperkirakan terdapat 969 ribu orang dengan TBC di Indonesia dan sekitar 75 persen diantaranya telah dilaporkan ke Kementerian Kesehatan di tahun 2022.

    Kelompok usia yang paling banyak terinfeksi TBC adalah usia produktif (15-54 tahun) yang merupakan tenaga kerja.

    Sementara data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga menemukan, jenis pekerjaan yang paling banyak terinfeksi TBC Sensitif Obat (SO) adalah buruh (54.800), petani (51.900) dan wiraswasta (44.200).

    Sementara TBC Resisten Obat (RO) diduduki oleh wiraswasta (751), buruh (635) dan pegawai swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) (564).

    Faktanya pekerja yang mengalami TBC akan kehilangan pekerjaan dan pendapatan rata-rata selama 3-4 bulan (Stop TB Partnership, 2011).

    Melalui sambutannya, Dewan Pembina STPI dan Badan Pengawas PPTI, Yani Panigoro menyampaikan pentingnya penanggulangan TBC di tempat kerja, guna mencapai eliminasi TBC 2030.

    Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, Indonesia saat ini menjadi negara dengan jumlah kasus TBC terbanyak kedua di dunia setelah India, atau 354 kasus dari 100.000 penduduk mengakibatkan 144.000 kematian atau setara 52 kematian per 100.000 penduduk.

    Permasalahan TBC bukan hanya sekedar menanggulangi kesakitan yang ditimbulkan melainkan juga penanganan masalah sosial dan ekonomi yang ditimbulkan, agar dapat berhasil pengobatan TBC ini.

    “TBC dapat menjadi penyumbang bertambahnya angka kemiskinan di Indonesia, data mengestimasikan 73,8 persen kasus TBC di Indonesia berusia 15-64 tahun dimana usia tersebut adalah usia produktif,” jelasnya di Jakarta, Rabu (26/7).

    Sebagai informasi, saat ini Indonesia telah memiliki Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2022 tentang Penanggulangan Tuberkulosis di Tempat Kerja untuk menjadi payung hukum bagi pekerja yang mengalami TBC agar tidak mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan.

    Permenaker tersebut menjadi dasar bagi seluruh perusahaan dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi bagi pekerja yang positif TBC serta upaya untuk bisa terus memberdayakan mereka agar tetap produktif sesuai dengan kondisinya.

    Para pekerja dan perusahaan tidak perlu khawatir terkait pembiayaan pengobatan TBC karena sudah disediakan gratis di Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah, sehingga apabila terdapat pekerja yang positif TBC sangat disarankan untuk melakukan pengobatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah terdekat.

    Sementara, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, TBC ini penyakit menular seperti Covid-19, tapi menyebabkan kematian lebih dari Covid-19.

    Saat ini 245.000 orang dengan TBC belum ditemukan, artinya penularan terus terjadi. TBC tidak bisa ditangani sendirian oleh Kemenkes.

    “Penanganannya membutuhkan gerakan kolaboratif yang inklusif, termasuk oleh sektor swasta dan di tempat kerja, sesuai tema dialog malam ini,” ujar Menkes.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, sebagai upaya mengeliminasi TBC di tempat kerja, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh segenap pihak terkait terutama dalam mengatasi stigma dan diskriminasi.

    “Stigma terkait penyakit ini membuat perusahaan maupun kerja merasa malu dan menghambat akses perawatan dan pencegahan TBC. Untuk itu, yang harus dilakukan sekarang adalah sinergi dari semua stakeholder untuk mengatasi TBC,” kata Ida.

    Ketua Yayasan STPI Nurul HW Luntungan juga menekankan, Pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk penanggulangan TBC di sektor kesehatan maupun ketenagakerjaan.

    “Para pemimpin dunia usaha juga perlu mengetahui besarnya masalah TBC di Indonesia dan mengambil andil untuk memutus mata rantai penularan di lingkungan kerja,” ujarnya.

    Presiden Harvard Club Indonesia (HCI) Melli Darsa mengatakan, TBC merupakan salah satu penyakit yang perlu ditanggulangi dengan serius, termasuk di tempat kerja karena memiliki potensi penyebaran yang masif dan dapat mempengaruhi kesehatan dan produktivitas, bahkan keberlanjutan dari sebuah perusahaan.

    Menurut Melli, penanggulangan TBC di tempat kerja bukan hanya tentang meningkatkan produktivitas atau mendukung manusia Indonesia yang sehat demi mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, tetapi lebih dari itu, karena kesehatan adalah bagian tak terpisahkan dari Hak Asasi Manusia.

    “Untuk itu, jelas setiap pelaku industri harus mengedepankan kesadaran dan kesehatan para karyawan, termasuk dalam pencegahan dan penanggulangan TBC di lingkungan kerja,” pintanya.

    Melli mengajak seluruh komponen bangsa untuk berkontribusi dalam memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan bangsa, salah satunya TBC.

    Pihaknya, berharap HCI dapat menjadi mitra kolaborasi dan menjadi motor penggerak putera dan puteri terbaik Indonesia dalam memberikan solusi terhadap masalah-masalah strategis bangsa agar cita-cita Indonesia Emas 2045 dapat terwujud.

    Ia mengatakan, Indonesia Emas 2045 diawali dengan manusia Indonesia yang sehat. Ini menjadikan isu TBC sebagai isu strategis nasional yang solusinya membutuhkan pendekatan holistik mencakup formulasi kebijakan, inisiatif promotif, tindakan preventif dan kuratif, serta pendidikan yang luas.

    “HCI mengajak seluruh pihak dan insan terbaik Indonesia untuk turut untuk berkontribusi dan bahu-membahu menuntaskan TBC di Indonesia,” kata Melli. (PBN/RMID)

  • 30 Persen SD Pandeglang Rusak

    PANDEGLANG, BANPOS – Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Dindikpora) Pandeglang, mencatat sekitar 30 persen kondisi Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Pandeglang masuk dalam kategori rusak dan jumlah tersebut berada di wilayah rawan bencana.

    “Kalau SD jumlahnya 850, nah masih ada sekitar 30 persen yang masuk kategori rusak sedang dan berat, 200 sekolahan lah untuk SD,” kata Sekretaris Dindikpora Pandeglang, Sutoto kepada wartawan beberapa waktu lalu.

    Selain itu, lanjut Sutoto, dari sebanyak 150 Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di Pandeglang, sekitar 20 persen yang mengalami kerusakan dan sekolah rusak tersebut berada di wilayah rawan terjadinya bencana alam.

    “Kalau SMP sedikit lagi, SMP hanya 20 persen, karena jumlahnya hanya 150 sekolah jadi hampir tuntas. Yang masuk kategori rusak sedang, berat itu umumnya ada di daerah rawan bencana,” terangnya.

    Menurutnya, untuk sekolah yang masuk dalam kategori rusak ringan itu menjadi tanggung jawab Kepala Sekolah (Kepsek). Ia berharap, Kepsek juga berperan aktif, agar kondisi sekolah tidak mengalami kerusakan berat.

    “Ada juga yang sekolah kurang diperhatikan oleh kepala sekolah, misalnya dia rusak ringan. Kalau rusak ringan tanggung jawab sekolah, misalnya genteng bocor ketika dibiarkan jadi ke plafon bisa rusak sedang, malah bisa jadi rusak berat, sehingga ketika dibiarkan rusak otomatis,” jelasnya.

    Oleh karena itu, ia menargetkan pada tahun 2026 Pemkab Pandeglang bisa menyelesaikan persoalan kondisi sekolah-sekolah yang rusak. Terlebih, saat ini diuntungkan dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 211 dan 212 ahun 2022 yang memprioritaskan kepentingan sektor pendidikan.

    “Anggaran yang disiapkan dari DAK, kalau DAK itu kita biasanya berbasis dapodik. Nggak pernah banyak DAK, paling 10 sekolah, paling 20 sekolah (Pertahun), tapi kita akan masuk di anggaran APBD ini dengan kebijakan ada PMK dan mudah-mudahan maksimal, tahun ini yang di PMK saja ada 100 sekolah bisa tertangani, jadi 2026 bisa selesai,” ungkapnya.(dhe/PBN)

  • Bank Banten Mantap ‘Cerai’ dengan BGD

    Bank Banten Mantap ‘Cerai’ dengan BGD

    SERANG, BANPOS – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten beserta jajaran direksi Bank Banten dan juga Banten Global Development (BGD) menggelar pertemuan terkait rencana upaya pemisahan Bank Banten dari BGD di Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten pada Rabu (26/7).

    Dalam pertemuan tersebut, nampak hadir Pj Gubernur Banten Al Muktabar dengan didampingi oleh Pj Sekda Banten Virgojanti yang juga merupakan Komisaris Bank Banten, Dirut Bank Banten Muhammad Busthami, serta Kajati Banten Didik Farkhan Alisyahdi.

    Kajati Banten Didik Farkhan menjelaskan, pertemuan tersebut digelar dalam rangka Pemprov Banten berkonsultasi dengan Kejaksaan Tinggi terkait upaya pemisahan Bank Banten dari BGD.

    Dari hasil pertemuan tersebut disepakati bahwa Bank Banten pada akhirnya harus dipisahkan dari BGD, dan saham mayoritas dikuasai sepenuhnya oleh Pemprov Banten.

    “Pj Gubernur Banten dan Komisaris Bank Banten juga datang ke Kejaksaan Tinggi, intinya adalah konsultasi dengan JPN terkait dengan rencana pemisahan Bank Banten dari BGD. Dari rapat kita sudah sepakati bahwa memang Bank Banten segera dipisahkan dari BGD,” kata Didik Farkhan kepada awak media pada Rabu (26/7).

    Kemudian ia juga menambahkan, terkait dengan rencana pemisahan itu, segala keperluan administratif sudah disiapkan. Sehingga langkah-langkah pemisahan tersebut dapat segera dilakukan oleh pemerintah.

    “LO (Legal Opinion) sudah kita sampaikan sebelumnya, tadi lanjutan dari konsultasi LO itu. Sudah dapat segera langkah-langkah untuk pemisahan itu sudah dapat dilakukan. JPN juga sekali lagi, akan melakukan pendampingan untuk langkah-langkah itu,” imbuhnya.

    Pernyataan itu pun kemudian kembali ditegaskan oleh Pj Gubernur Banten, Al Muktabar yang mengatakan bahwa Pemprov Banten telah menyiapkan sejumlah aturan pendukung dalam upaya memuluskan rencananya itu.

    “Aturan pendukung lainnya ya sudah siap, karena urutan pertama kan bahwa mandatory melakukan pemisahan itu dari RUPS nya BGD, sehingga dasar itu dilakukan langkah Legal Opinion mendapat pendampingan dari jaksa pengacara negara dan semua sesuai dengan tata urut peraturan perundangan. Insyaallah tidak kendala lagi kedepan,” terangnya.

    Meski segala perangkat sudah disiapkan, namun, Al belum bisa memastikan kapan proses pemisahan Bank Banten dari BGD itu akan segera rampung. Ia hanya bisa berharap seluruh tahapan proses pemisahan itu dapat segera terpenuhi.
    “Secepat-cepatnya,” katanya singkat.

    Di samping itu Al berharap, nantinya setelah Bank Banten benar-benar telah berpisah dari Banten Global Development, performanya dalam menjalankan usaha di sektor jasa keuangan dapat meningkat.

    Selain itu, ia juga menginginkan agar Bank Banten memiliki status yang kuat sebagai Bank Pembangunan Daerah di Provinsi Banten.

    “Tentu Bank Banten akan makin kuat, dan seperti pada RUPS yang lalu, Bank Banten telah melaporkan ke publik sudah mulai untung. Dan itu akan menjadi kebanggaan Banten terus akan kita kuatkan sebagai parameter instrumen ekonomi di Provinsi Banten,” ucapnya.

    Sementara itu Direktur Utama Bank Banten Muhammad Busthami mengungkapkan bahwa nantinya setelah dilakukan pemisahan, pemerintah daerah di delapan kabupaten/kota segera akan turut serta menjadi pemegang saham di Bank Banten.

    “Seperti yang tadi pak PJ sampaikan bahwa setelah proses pengalihan ini, lanjutnya adalah delapan kabupaten dan kota itu insya allah segera bergabung menjadi pemegang saham di Bank Banten,”

    “Karena saat ini, Pemerintah Provinsi Banten itu menjadi ultimate shareholder tetapi kabupaten dan kota kan belum menjadi pemegang saham,” ungkapnya.

    Selain itu ia juga menerangkan bahwa dengan diambilnya langkah pemisahan itu juga, pihaknya diberikan keleluasaan oleh Pemprov Banten untuk melakukan pengembangan potensi bisnis Bank Banten dan juga dipercaya untuk mengelola RKUD.

    “Kemudian dengan ini, kita nanti akan diberikan kemudahan-kemudahan. Kita diberikan kepercayaan pengelolaan RKUD, terus kemudian diberi kesempatan yang luas untuk menggali bisnis, potensi bisnis,” tandasnya. (MG-01/PBN)

  • DPRD Kota Serang Dorong Investigasi Sindangheula

    SERANG, BANPOS – Penyebab banjir di Kota Serang yang terjadi pada 2022 silam hingga kini seolah menjadi misteri. Banjir yang menimpa Kota Serang pada waktu itu tentu terjadi bukan tanpa sebab.

    Ada yang menduga bahwa Bendungan Sindangheula merupakan penyebab dari terjadinya peristiwa tersebut. Seiring berjalannya waktu, rupanya dugaan itu semakin diperkuat dengan bocornya data Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang memuat perihal penyempurnaan konstruksi bendungan Sindangheula.

    Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa, telah terjadi kerusakan sejumlah infrastruktur penunjang bendungan Sindangheula. Kerusakan tersebut kemudian disinyalir menjadi penyebab terjadinya banjir di Kota Serang.

    “Pada tanggal 1 Maret 2022, terjadi banjir di Daerah Aliran Sungai Cibanten. Hal ini dikarenakan setelah hujan datang secara terus menerus dalam 4 hari dengan peningkatan intensitas hujan yang sangat signifikan. Yang mengakibat kan beberapa infrastruktur penunjang pada Bendungan Sindang Heula seperti access road ( jalan akses ke bendungan Sindang Heula) dan jalan operasional ke v- notch mengalami longsor pada bagian bahu jalan,”

    “terganggunya instrumentasi pada bendungan Sindang heula, terjadi permasalahan pengoperasian pada komponen hidromekanikal (Hollow Jet) sehingga membutuhkan penanganan yang segera agar supaya tidak bertambah kerusakannya apabila terjadi curah hujan yang cukup tinggi yang akan berakibat pada terkendalanya petugas operasi dan pemantauan dalam melaksanakan tugas rutin lapangan. Pekerjaan pada paket ini memiliki ruang lingkup pekerjaan besar, mempunyai tingkat resiko tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan dan penggantian pada bagian infrastruktur yang rusak dan atau dimakan usia operasional bendungan Sindang Heula,” kutip BANPOS dari dokumen tersebut pada Rabu (26/7).

    Saat BANPOS berusaha untuk meminta keterangan atas informasi tersebut, pihak Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) hingga kini belum juga memberi tanggapan atas hal itu.

    Sementara itu di sisi lain, Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri saat dimintai keterangan mengenai penyebab banjir yang terjadi beberapa waktu silam, ia mengatakan bahwa permasalahan itu sebenarnya sudah lama dibahas oleh pihaknya.

    Bahkan, politisi PKS itu pun menjelaskan, kendati sudah disampaikan hingga ke tingkat provinsi, namun permasalahan itu terkesan tidak ditanggapi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.

    “Tempo hari sudah ada diskusi itu. Saya ada dua rapat waktu itu di kantor BPBD kita juga sampaikan, terus dengan rapat Forkopimda ada pak Wali, ada pak Sekda, ada pak Kapolres, ada pak Dandim, kita sampaikan juga. Dan itu kemudian disampaikan juga sama pak Wali ketika rapat dengan pak Gubernur, tapikan tindak lanjutnya tidak ada,” katanya pada Rabu (26/7).

    Di samping itu, ia juga turut menyinggung soal bocornya dokumen yang memuat bukti adanya kerusakan infrastruktur pada bendungan Sindangheula yang kemudian diduga menjadi penyebab terjadinya banjir itu.

    Menurut Hasan Basri, temuan itu bisa menjadi bahan pembuktian untuk dapat menjelaskan penyebab terjadinya banjir yang selama ini ditutup-tutupi oleh pihak terkait.

    “Jadi, nah ini gambaran umum nya itu kan jelas ternyata, penyempurnaan ini tuh ada kaitannya sama banjir tahun kemarin. Nah kalau ada, ya itu kan berarti ada nokum ya, ada bukti baru lah begitu. Ya silahkan saja, siapa yang sekarang berkepentingan proses saja secara hukum, kan begitu,” ucapnya.

    Selama ini opini yang dibangun mengenai penyebab banjir adalah disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang tidak disiplin dalam mengelola dan memanfaatkan sungai.

    Namun dengan adanya dokumen tersebut, maka tidak secara langsung anggapan selama ini yang terbangung terpatahkan.
    Ia juga mendukung kepada pihak-pihak yang ingin melakukan investigasi terhadap adanya dugaan kerusakan bendungan Sindangheula yang ditutup-tutupi oleh pihak pengelola bendungan.

    “Saya setuju aja sih kalau misalnya itu ada investigasi lagi. Supaya tadi ke depan kita lebih hati-hati dan di situ ya, harus lebih baik penanganannya,” tandasnya. (MG-01/PBN)