Kategori: HEADLINE

  • Sidang Perdana Korupsi Masker, Pejabat Dinkes Batal Didakwa

    Sidang Perdana Korupsi Masker, Pejabat Dinkes Batal Didakwa

    SERANG, BANPOS – Sidang perdana dugaan kasus korupsi pengadaan masker KN-95 pada Dinkes Provinsi Banten selesai digelar. Dari tiga tersangka, hanya Wahyudin Firdaus dan Agus Suryadinata saja yang sidangnya digelar. Sedangkan untuk Lia Susanti, persidangan ditunda lantaran ia sakit dan tidak bisa mengikuti persidangan. Ditundanya persidangan Lia pun menjadi kesempatan dilanjutkannya sidang praperadilan yang tinggal menunggu sidang putusan saja.

    Berdasarkan pantauan BANPOS, persidangan mulai digelar sekitar pukul 10.20 WIB. Persidangan digelar di ruang sidang Sari dengan urutan dakwaan Wahyudin yang paling pertama dibacakan oleh penuntut umum. Selanjutnya, penuntut umum menyampaikan dakwaan terhadap Agus. Sementara untuk Lia, ditunda hingga Rabu pekan depan.

    Dalam penyampaiannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Wahyudin selaku pemilik PT RAM telah melakukan mark up harga pengadaan masker KN-95. Wahyudin pun dalam pelaksanaan pengadaan masker melakukan sub-kontrak dengan PT Berkah Mandiri Manunggal (BMM) senilai Rp1,3 miliar, namun dengan kuitansi sebesar Rp3 miliar.

    Selain itu, Wahyudin juga didakwa telah memperkaya diri lantaran adanya pemberian fee dari Agus sebesar Rp200 juta, sebagai imbalan atas pinjam bendera dalam pengambilan proyek pengadaan masker tersebut. Sementara Agus didakwa memperkaya diri dengan mendapatkan keuntungan atas pengadaan masker sebesar Rp1,4 miliar.

    Sementara saat JPU ingin menyampaikan dakwaan terhadap Lia, disampaikan bahwa Lia tidak bisa mengikuti persidangan, meskipun dilakukan secara daring. Berdasarkan penuturan dokter yang bertugas di Rutan tempat Lia ditahan, Lia terkena infeksi pada kupingnya hingga mengeluarkan nanah.

    Ketua Majelis Hakim pun memutuskan untuk menunda sidang untuk Lia hingga pekan depan. Ketua Majelis pun menyampaikan kepada dokter yang merawat Lia, untuk bisa melakukan tindakan medis sesegera mungkin demi keselamatan Lia.

    “Tidak perlu menunggu putusan hakim. Kesehatan tersangka tetap menjadi prioritas. Jadi langsung saja dilakukan upaya medis,” ujar Ketua Majelis Hakim.

    Dikonfirmasi seusai sidang, kuasa hukum Lia Susanti, Basuki Utomo, membenarkan bahwa Lia jatuh sakit sejak Senin (19/7) lalu. Menurut Basuki, saat awal mula sakit, kuping Lia terus mengeluarkan cairan. Hingga saat ini diketahui terinfeksi dan sudah sampai mengeluarkan nanah.

    “Alasannya memang karena kami mengalami sakit yah sejak Senin kemarin. Dari telinganya mengeluarkan cairan sehingga tidak memungkinkan untuk mengikuti persidangan,” kata Basuki kepada awak media, Rabu (21/7).

    Ia mengaku pihaknya mengira sakit yang dialami oleh Lia akan segera membaik menjelang persidangan. Namun ternyata berdasarkan penuturan dari dokter yang bertugas di Rutan Pandeglang, kondisi Lia justru memburuk.

    “Tapi tadi majelis hakim menyampaikan bahwa pihak dokter dapat segera melakukan tindakan medis. Karena memang nyawa seseorang itu lebih berharga ketimbang perkara yang sedang dialaminya,” tutur Basuki.

    Sementara itu, Basuki menuturkan bahwa saat ini progres gugatan praperadilan yang diajukan oleh kliennya telah selesai pada agenda kesimpulan. Sidang putusan akan digelar pada Kamis (22/7) hari ini.

    “Tadi kesimpulan itu terkait fakta persidangan. Kami tidak menyampaikan tertulis, namun secara lisan. Fakta persidangan itu kami sampaikan saksi ahli kemarin. Kami juga memohon agar semua bukti dan saksi yang diajukan oleh pihak termohon untuk ditolak, karena mereka tidak memberikan jawaban sebelumnya,” ucap Basuki.

    Ia pun optimistis praperadilan akan berakhir sesuai dengan petitum yang diajukan oleh pihaknya. Apalagi kemungkinan praperadilan diputuskan untuk batal demi hukum itu mengecil, lantaran persidangan pokok Lia ditunda hingga pekan depan.

    “Kita lihat ya hasilnya besok. Mudah-mudahan hal yang terbaik untuk ibu Lia ya. Karena kan kasihan juga ya ini berkaitan dengan nasib seseorang,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Daerah Rawan Pangan Dipantau

    Daerah Rawan Pangan Dipantau

    SERANG, BANPOS – Dinas Ketahanan Pangan (Ketapang) Provinsi Banten memantau daerah-daerah yang rawan pangan terutama di masa PPKM melalui program Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP).

    “Di Kabupaten Pandeglang lokasi PDRP sudah panen dan menghasilkan keuntungan dan akan mengolah lahannya kembali untuk penanaman berikutnya,” kata Kepala Dinas Ketapang Banten, Aan Muawanah, Rabu (21/7).

    Selain di Pandeglang, kata Aan, masih banyak kelompok pengelola PDRP lainnya yang masih belum panen. Pihaknya terus memantau daerah-daerah atau lokasi yang rawan pangan tersebut untuk selanjutnya optimalisasi program ketahanan pangan.

    Ia mengatakan, program yang lain adalah Pekarangan Pangan Lestari untuk ketersediaan sayuran di masyarakat. Salah satunya sinergitas dengan pemanfaatan lahan di Rutan Kelas II Serang melalui pemberian benih, pupuk, media tanam dan sarana sederhana bagi warga binaan Lapas.

    Pada masa PPKPM juga pihaknya melakukan pengawasan keamanan pangan di ritel dan pasar tradisional mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dan apabila ada hal-hal yang mencurigakan ditindaklanjuti pengujian laboratorium terutama untuk residu kimia maupun pestisida.

    “Pada prinsipnya di masa PPKM Dinas Ketahanan Pangan tetap melaksanakan tugas dan fungsinya dalam menjaga ketersediaan, stabilitas pasokan, pemantauan harga dan pengawasan keamanan pangan,” kata Aan.

    Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Ketahanan Pangan mengoptimalkan layanan Toko Tani Indonesia Center Daerah (TTICD) atau Pasar Mitra Tani untuk melakukan pesan antar kebutuhan pokok bagi masyarakat selama pelaksanaan PPKM.

    Pemprov Banten menyiapkan 1 kendaraan R4 dan 2 kendaraan R3 yang melayani konsumen ke titik-titik perumahan dan lokasi-lokasi strategis bagi masyarakat yang membutuhkan barang kebutuhan pokok dengan kualitas bagus, harga terjangkau, dan mudah diakses.

    Selain pesan antara melalui mobile TTICD, kata Aan, juga bisa dilakukan melalui digitalisasi aplikasi pasar tani dan Gojek degan fitur ‘gofood’, untuk memudahkan masyarakat mendapatkan bahan pangan dengan mudah, murah dan bermutu

    Adapun komoditas yang dijual adalah beras, cabe merah, cabe keriting, cabe rawit, telur, daging sapi, daging ayam, minyak goreng, gula pasir.(RUS/ENK)

  • Pemda Diminta Segera Cairkan Insentif Nakes

    Pemda Diminta Segera Cairkan Insentif Nakes

    JAKARTA. BANPOS – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta agar pemerintah daerah (Pemda) segera mencairkan insentif bagi tenaga kesehatan (nakes). Sebab, hingga saat ini insentif nakes yang sudah cair di daerah baru sebesar 21 persen.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah mencairkan dana sebesar Rp 1,48 triliun untuk insentif 200 ribu lebih nakes yang ada di bawah naungannya. “Tahun ini pemerintah dari Kemenkes sudah Rp 1,48 triliun untuk 200,5 ribu nakes,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (21/7).

    Sri Mulyani menyayangkan, pencairan dana insentif tenaga kesehatan masih sangat minim, yaitu belum mencapai 100 ribu orang. Padahal jumlah nakes daerah mencapai 800 ribu orang. Adapun daerah yang sumber pembayaran nakes dari biaya operasi kesehatan senilai Rp 245 miliar yang dibayarkan per 20 Juli 2021. ’’Ini masih kecil dibandingkan jumlah tahun lalu. Nakes daerah bisa mencapai 800 ribu. Sekarang yang dibayarkan 50.849 plus 23.991 nakes atau baru 21 persen,” ungkapnya.

    Dengan demikian, Sri Mulyani meminta Pemda bisa segera mencairkan insentif nakes yang masih tersendat. Sebab, angka pasien Covid-19 masih tinggi yang membutuhkan jasa tenaga kesehatan untuk meredam angka kematian. ’’Kami akan minta ke daerah untuk pencairan insentif nakes apalagi situasi Covid yang melonjak,” ungkap dia.

    Sebelumnya, tuntutan agar pemda segera menunaikan kewajiban kepada nakes dilontarkan Ketua Pelaksana Harian Mitigasi Pengurus Besar (PB) IDI, Mahesa Paranadipa. Menurutnya, insentif tersebut merupakan penghargaan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penanggulangan dan sebagai apresiasi pada garda terdepan penanganan Covid-19. Hal itu sebagaimana yang diamanahkan pada UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

    “Karena Pemda di bawah koordinasi Kementerian Dalam Negeri maka sudah seharusnya diperintahkan untuk menjalankan perintah UU,” ujarnya dalam keteranganya, Rabu (21/7).

    Seperti diketahui, Mendagri Tito Karnavian memberikan teguran kepada beberapa pemerintah provinsi (Pemprov) yang belum mencairkan insentif nakes di daerahnya. Tercatat, saat ini baru Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel), Sumatera Selatan (Sumsel), dan Pemprov Bali yang telah mencairkan insentif para nakes.

    Mahesa mempertanyakan sejumlah Pemda yang hingga kini belum memenuhi hak-hak para nakes. Namun, dia mengaku belum memonitor berapa jumlah pemerintah daerah yang belum dan sudah membayarkan insentif kepada nakes.

    Padahal, kewajiban pemerintah itu sudah digariskan di dalam regulasi. Pemberian insentif nakes untuk 2020 dilakukan pemerintah daerah atau sebelum Keputusan Menkes Nomor 4239 tahun 2021, aturan pembayaran oleh pemerintah pusat melalui rekening masing-masing nakes.

    “Namun sebelum terbit keputusan tersebut, insentif nakes khususnya yang bekerja di fasilitas milik pemerintah masih ditransfer melalui rekening pemerintah daerah masing-masing,” ucapnya.

    Seharusnya, kata Mahesa, tidak ada kendala berarti bagi pemerintah daerah menjalankan amanah dari pusat untuk membayarkan insentif kepada nakes. “Seharusnya sudah tuntas diberikan kepada nakes. Perlu ditanyakan kepada pemerintah daerah yang belum memberikannya,” pungkasnya.

    Sementara, Anggota Komisi VIII DPR RI, Lisda Hendrajoni mengapresiasi sejumlah pemerintah daerah yang sudah mencairkan inakesda. Daerah lain harus segera mengikuti langkah tersebut. “Karena kita sangat faham bahwa peran tenaga kesehatan yang merupakan garda terdepan dalam penanganan Covid-19. Tanggung jawab dan resiko mereka sangat tinggi,” ujarnya.

    Seperti diketahui, terdapat kenaikan penyerapan anggaran usai Mendagri Tito Karnavian menegur sejumlah pemerintah daerah untuk segera membayar insentif nakes. Data per 17 Juli 2021 kenaikan penyerapan atau realisasi anggaran inakesda di tingkat provinsi mencapai 11,63 persen dan tingkat kabupaten/kota sebesar 9,25 persen atau 10,11 persen secara nasional.(ENK/JPC)

  • Overload, Rumdin Sekda Kabupaten Serang Jadi Rumah Sakit

    Overload, Rumdin Sekda Kabupaten Serang Jadi Rumah Sakit

    SERANG, BANPOS – Lonjakan pasien Covid-19 di rumah sakit (RS) Kencana, Kota Serang tersu terjadi. Hal itu berdampak terhadap penuhnya ruang-ruang perawatan yang tersedia di RS tersebut.

    Dengan kondisi tersebut, pihak RS Kencana memutuskan untuk melakukan peminjaman terhadap Rumah Dinas (Rumdis) Sekretaris Daerah (Sekda) Daerah Kabupaten Serang yang berada di Jalan Jendral Ahmad Yani Lingkungan/Kelurahan Cimuncang, Kecamatan Serang, Kota Serang. Peminjaman gedung yang saat ini digunakan untuk Sekretariat Darma Wanita Kabupaten Serang itu, nantinya digunakan sebagai ruang perawatan khusus pasien Covid-19.

    “Jadi (RS Kencana) minta pinjam pakai Gedung Darma Wanita atau Rumah Dinas Sekda sementara selama masa pandemi covid-19,” ujar Wakil Bupati Serang, Pandji Tirtayasa, usai menghadiri penandatanganan perjanjian pinjam pakai bangunan gedung antara Pemerintah Kabupaten Serang dengan Kepala RS Kencana di Aula KH Syam’un, Rabu (21/7).

    Hadir pada kesempatan tersebut, Kepala RS Kencana Mayor dr Muchlas Fahmi, DandenKesyah Serang, Letkol dr Dedi Herlambang, Dandim 0602/Serang, Kolonel Inf Suhardono, Asda I, Nanang Supriatna, Asda III, Ida Nuraida, Inspektur, Rahmat Jaya, Kepala Dinkes, dr Sukmayadi, Dirut RSDP, dr Rahmat Setiadi, Kepala BKPSDM, Muhamad Abdul Ishak Abdul Raup, Kepala DKBP3A, Tarkul Wasyit, dan Plt Sekretaris Diskominfosatik, Hartono.

    Pandji mengungkapkan, peminjaman gedung Darma Wanita tersebut selanjutnya akan digunakan mulai tanggal 26 Juli hingga akhir Desember 2021. Akan tetapi, ia menyatakan apabila masa pandemi belum usai, gedung akan digunakan kembali untuk pasien Covid-19 RS Kencana. “Untuk kegiatan Darma Wanita dialihkan ke Gedung Korpri,” terangnya.

    Kepala RS Tingkat IV Kencana Serang, Mayor dr Muchlas Fahmi, mengatakan bahwa peminjaman gedung Darma wanita milik Pemkab Serang, dikarenakan kondisi tempat tidur atau bed occupancy rate di RS Kencana sudah mencapai 65 persen dari total sebanyak 71 unit bed. Bahkan, ruangan yang diperuntukkan bukan untuk pasien Covid-19 pun saat ini digunakan untuk pasien Covid-19.

    “Hal itu sangat membahayakan tenaga kesehatan dan anggota RS Kencana. Karena tempat itu dipersiapkan bukan untuk pasien Covid-19, sehingga kami sangat membutuhkan sekali gedung yang berdekatan dengan RS agar semua bisa terkendali,” ujarnya.

    Dengan pinjam gedung, kata dia, daya tampung untuk masyarakat banyak yang akan dirawat di RS tersebut. Menurutnya, setiap pasien Covid-19 yang datang ke RS Kencana, mayoritas dalam kondisi gejala berat sehingga membutuhkan perawatan.

    “Kalau yang tidak berat, kondisinya ringan, dia tidak akan ke RS dan lebih baik mereka isolasi mandiri (Isoman). Jadi yang datang ke RS pasti harus membutuhkan pertolongan, kondisinya sudah sesak nafas,” ucapnya..

    Tak berbeda dengan RS lainnya di bilangan Kota Serang, ruang ICU RS Kencana pun antri. Maka pihaknya akan menambah 10 bed lagi di ruang ICU.

    “Untuk saat ini tempat tidur di RS Kencana tersedia sebanyak 71 unit dan sudah terisi sebanyak 65 unit bed,” ungkap Muchlas.

    Dengan dipinjamkan gedung darma wanita, dia merinci, dapat menampung sebanyak 30 bed. Pihaknya telah meninjau kondisi gedung yang berada tepat bersebelahan dengan RS Kencana.

    “Sudah kami tinjau bisa nampung sekitar 30 bed dan ruangan terpisah, ini akan menguntungkan semua pihak, terutama tenaga kesehatan terhindar dari penularan karena pasien akan terisolasi lebih enak,” tuturnya.

    Untuk saat ini, ia mengaku tidak bisa membedakan mana pasien Covid-19 atau bukan ketika ada pasien yang masuk RS Kencana. Akan tetapi, jika sudah menggunakan gedung darma wanita, diharapakan akan lebih terjaga.

    “Orang lebih tahu kalau yang disitu pasien Covid-19, jadi lebih aman. Kami tidak melihat darimana pasien baik Covid-19 maupun tidak, yang pasti kami membedakan tentara atau masyarakat, sekarang rata-rata masyarakat mencapai 80 persen kalau TNI hanya 20 persen,” tandasnya.(MUF/ENK)

  • Lanjutan PPKM Darurat Tunggu Arahan Pemprov

    Lanjutan PPKM Darurat Tunggu Arahan Pemprov

    TANGERANG, BANPOS – Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat telah diumumkan oleh pemerintah pusat. Namun, pemerintah di daerah tetap menunggu arahan dari Pemprov Banten untuk mengikuti kebijakan tersebut.

    Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Tangerang, dr. Hendra Tarmizi mengatakan, secara umum daerah yang masuk dalam penerapan PPKM Darurat, tentu akan melakukan perpanjangan sesuai yang telah diumumkan Presiden Joko Widodo, Selasa (20/7) lalu.

    “Secara umum ya pasti ikutin, tapi kita tunggu arahan lebih lanjut juga dari Provinsi Banten, seperti apa teknisnya,” kata Hendra di Tigaraksa, Rabu, (21/7).

    Selama penerapan PPKM Darurat yang dimulai dari tanggal 3 hingga 20 Juli 2021, angka kasus Covid-19 di Kabupaten Tangerang justru mengalami kenaikan signifikan, meskipun mobilitas masyarakat bisa ditekan.

    “Mobilitasnya bisa ditekan, tapi angka kasusnya meningkat, karena saat PPKM Darurat itu, kita meningkatkan tracing,” jelasnya.

    Hendra menambahkan, peningkatan angka Covid-19 di Kabupaten Tangerang dalam satu hari mencapai 200 kasus, padahal sebelumnya hanya berkisar 100 kasus.

    “Angkanya tembus 200 dan itu dominasi oleh orang tanpa gejala (OTG), makanya kami tidak henti-hentinya terus melakukan vaksinasi dalam membentuk herd immunity dan mengingatkan agar masyarakat disiplin protokol kesehatannya,” ujarnya.

    Terpisah, Walikota Cilegon Helldy Agustian menyampaikan pihaknya tetap menerapkan PPKM Darurat melalui Surat Keputusan Walikota Cilegon dengan Nomor: 360/Kep. 173-BPBD/2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat tingkat Kota Cilegon. Pemberlakuannya selama lima hari terhitung sejak Tanggal 21-25 Juli 2021 diterapkan Pemerintah Kota Cilegon.

    Dalam Surat Keputusan Walikota Cilegon tentang PPKM juga tercantum, terhadap wilayah Rukun Tetangga/ Rukun Warga dengan kriteria Zona Merah yaitu wilayah yang terdapat lebih dari 5 (lima) rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7 (tujuh) hari terakhir.

    Menurut Walikota Cilegon Helldy Agustian dalam Surat Keputusannya, selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua yaitu, meniadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi menimbulkan penularan, membatasi akses keluar masuk wilayah RT/RW terhitung mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan jam 20.00 WIB.

    Dikatakan Helldy, untuk pengawasan pelaksanaan ketentuan PPKM dilakukan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Tingkat Kota Cilegon sampai dengan tingkat RT/RW dengan melibatkan unsur TNI, Kepolisian dan unsur masyarakat antara lain Satlinmas, Tim Penggerak PKK, Kader Posyandu, Dasawisma, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Penyuluh, Pendamping, Tokoh Pemuda, Tenaga Kesehatan, Karang Taruna serta relawan lainnya.

    “Lurah dan Ketua RT/RW mengoptimalkan Posko pengawasan PPKM dalam pelaksanaan Keputusan ini,” katanya

    Helldy menegaskan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 tingkat Kota Cilegon melakukan evaluasi pelaksanaan PPKM. Adapun biaya yang timbul akibat pelaksanaan PPKM, dibebankan pada Anggaran Pendapatan Daerah Kota Cilegon dan sumber pembiayaan lain yang sah dan tidak mengikat

    “Satgas Covid-19 harus melakukan evaluasi, biayanya dari APBD Kota Cilegon,” tegasnya.
    Terpisah, Juru Bicara Satgas Covid-19 Kabupaten Pandeglang, dr. Achmad Sulaeman mengklaim, adanya keterlambatan input data perkembangan kasus Covid-19 di beberapa Puskesmas. Alhasil, Kabupaten Pandeglang yang sebelumnya berstatus zona kuning, kini menjadi zona merah atau wilayah dengan resiko penularan paling tinggi.

    Ia menerangkan, jika keterlambatan pengiriman input data bukan tanpa alasan. Pasalnya, beberapa operator yang biasa melakukan input data, sebagian sedang menjalani isolasi mandir karena terpapar covid-19. Akibatnya, data perkembangan kasus covid-19 di Kabupaten Pandeglang yang seharusnya dilaporkan setiap hari mengalami penumpukan.

    “Karena seminggu kemarin, orang yang bertugas mencatat dan mengirim update data ke Provinsi sebagian atau 50 persen itu terpapar covid-19. Kemudian trennya terus naik, akhirnya menjadikan Pandeglang ditetapkan menjadi zona merah. Secara otomatis, Kabupaten Pandeglang saat ini tidak lagi menerapkan Instruksi Bupati (Inbup) Nomor 2 Tahun 2021, tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Skala Mikro Diperketat. Namun, menerapkan PPKM Darurat, sesuai instruksi Menteri Dalam Negeri (InMendagri),” ungkap Sulaeman.

    Sulaeman menambahkan, bahwa Penerapan PPKM Darurat sudah mulai dilaksanakan. Selain itu, kata dia, PPKM Darurat adalah, kebijakan yang tidak bisa dihindari. Karena itu sesuai instruksi Mendagri Nomor 22 tahun 2021 tentang, PPKM Darurat Covid-19 di Jawa dan Bali.

    “PPKM darurat sudah kita laksanakan dari Minggu kemarin ya, sebelum kita memasuki zona merah. Untuk itu, mari kita semua bekerjasama, untuk melaksanakan PPKM Darurat ini. Dengan harapan, kasus penyebaran Covid-19 di Pandeglang akan segera turun,” katanya.

    Diketahui, jumlah kasus konfirmasi atau positif terpapar Covid-19 di Kabupaten Pandeglang, saat ini tercatat sebanyak 4.854 orang.

    “Dari jumlah total yang positif 4.854 orang, terdiri dari 3.148 orang selesai dirawat atau sembuh, sebanyak 1.576 orang masih diisolasi atau dirawat, dan 130 orang telah meninggal dunia,” terang Sulaeman.

    Pada bagian lain, massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Selatan (Aras) akan melakukan unjuk rasa di area Malingping, Lebak selatan (Baksel) pada Kamis (22/7) ini. Disebutkan, aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap keputusan pemerintah yang telah memperpanjang PPKM Darurat.

    “Kami menolak PPKM Darurat. Kami menuntut pemerintah pusat dan daerah untuk segera memberlakukan karantina wilayah dengan syarat dipenuhi semua kebutuhan dasar masyarakat sesuai amanat konstitusi UU Nomor 6 Tahun 2018,” ungkap Alif Ibnu Sina Korlap Aksi Aras kepada BANPOS, Rabu petang (21/07).

    Menurut Alif, pijakan konstitusi harus digunakan sebagai landasan dalam pengambilan kebijakan, seperti halnya ketika diterapkan karantina wilayah, maka selama karantina wilayah kebutuhan dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, hal ini tertuang dalam pasal 55 ayat 1 dan 2 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan.

    “Tanggung-jawab pemerintah pusat dalam penyelenggaraan karantina wilayah dilakukan dengan melibatkan pemerintah daerah dan pihak terkait,” jelasnya.

    Selain itu, lanjut mantan Ketua Ikatan Mahasiswa Cilangkahan (IMC) ini, untuk menciptakan suasana yang berkeadilan, maka pemerintah juga harus menghentikan laju kedatangan Tenaga Kerja Asing (TKA) selama situasi negara dalam keadaan darurat kesehatan seperti sekarang ini. Selain itu, pihaknya mengecam tindakan arogansi dan represif aparat keamanan dalam menertibkan masyarakat di masa Pandemi.

    “Kami juga menuntut pemerintah pusat dan daerah untuk menyetabilkan harga dan distribusi barang kebutuhan pokok di seluruh wilayah NKRI,” tandas Alif.

    Tambahnya, sebagai negara yang menjunjung nilai-nilai toleransi dalam kegiatan keagamaan. Maka, kata Alif, pemerintah harus segera merevisi instruksi Mendagri Nomor 19 dan 20 tahun 2021 poin g, yang kaitannya dengan pembatasan tempat ibadah.

    “Semua pihak yang terdampak harus menjadi perhatian pemerintah dengan segera, baik itu pedagang, ojek, seniman, tenaga honorer dan masyarakat yang terdampak lainnya sesuai dengan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” papar Alif.(CR-01/WDO/DHE/ENK)

  • ASJ Tolak PPKM dan Desak Transparansi Anggaran Covid-19 Lebak

    ASJ Tolak PPKM dan Desak Transparansi Anggaran Covid-19 Lebak

    LEBAK, BANPOS-Sejumlah massa yang terdiri dari perwakilan masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Social Justice (ASJ) melakukan aksi unjuk rasa untuk menolak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat dan menuntut Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak, melakukan transparansi anggaran penanganan Covid-19. Aksi unjuk rasa itu dilakukan di depan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Lebak, Jalan RM Nata Atmaja, Rangkasbitung, Senin (19/7).

    Aksi tersebut sempat diwarnai adu mulut antara aparat kepolisian dengan pengunjuk rasa. Hal tersebut terjadi saat aparat kepolisian yang meminta kepada peserta aksi untuk menerapkan protokol Kesehatan (Prokes) dengan melakukan test swab yang telah disediakan, akan tetapi ditolak oleh para peserta aksi. Tetap menolak melakukan swab, pengunjuk rasa terus melanjutkan orasi. Entah apa yang menjadi pemicunya, adu mulut kedua pihak nyaris berujung ricuh.

    Korlap aksi, Nukman Paluti mengatakan, dalam aksi tersebut pihaknya menyampaikam penolakan terhadap pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat. Karena kebijakan tersebut dinilai sangat merugikan masyarakat khususnya bagi para pelaku usaha mikro dan kecil.

    “Kami menolak PPKM Darurat dan menuntut Pemkab Lebak untuk segera melakukan transparansi anggaran penanganan Cocid-19. PPKM Darurat yang merupakan upaya pemerintah untuk menangani Covid-19, justru membawa sengsara bagi masyarakat khususnya mereka yang bergantung dari penghasilan sehari-hari,” kata Nukman.

    Oleh karena itu, lanjut Nukman, dengan kewenangan otonomi daerah, pihaknya mendesak agar Pemkab Lebak menyesuaikan aturan PPKM Darurat dengan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat setempat.

    “Pemkab Lebak dengan kewenangan otonomi daerahnya kami harapkan untuk bisa menyesuaikan aturan PPKM Darurat agar rakyat kecil tidak semakin sengsara,” ujarnya.

    Nukman menambahkan, selain menolak PPKM Darurat, pihaknya mempertanyakan anggaran penanganan Covid-19 yang dialokasikan oleh pemerintah daerah. Karena hingga saa ini, tidak ada bentuk ketransparansian dari Pemkab Lebak terkait besaran anggaran penanganan Covid-19 tersebut.

    “Kami tidak melihat di akun-akun media sosial dinas pemerintah daerah atau baliho yang memampang berapa anggaran penanganan Covid-19 yang alokasikan. Padahal anggaran tersebut wajib untuk diketahui oleh masyarakat,” ungkapnya.(DHE/PBN)

  • Salah Hari Kejati

    Salah Hari Kejati

    KEJAKSAAN Tinggi (Kejati) Banten akhirnya datang pada pelaksanaan sidang keempat gugatan praperadilan yang diajukan oleh tersangka kasus dugaan korupsi masker, LS, pada Jumat (16/7) lalu. Sayangnya, kehadiran Kejati selaku pihak termohon bisa dikatakan terlambat. Sebab pada proses sidang keempat tersebut, tidak ada agenda yang melibatkan Kejati. Hanya ada agenda penyampaian keterangan dari saksi pemohon.

    Untuk diketahui, Kejati Banten telah tiga kali mangkir dari panggilan sidang yang disampaikan oleh Pengadilan Negeri (PN) Serang. Pada sidang pertama yakni Rabu (7/7), Kejati tidak hadir lantaran adanya salah satu tim dari penyidik yang disebut terpapar Covid-19. Sidang pun akhirnya ditunda hingga Rabu (14/7) atau minggu depannya. Di sisi lain, Kejati diketahui telah melimpahkan berkas perkara kasus dugaan korupsi pengadaan masker tersebut ke PN Serang pada Jumat (9/7), dua hari pasca-sidang pertama.

    Pada sidang kedua, Kejati Banten kembali tidak hadir. Kali ini, Kejati Banten beralasan bahwa saat itu tengah diterapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan sehingga hanya 25 persen pegawai di Kejati Banten yang bekerja dari kantor atau work from office (WFO). Atas dasar itu pun Kejati Banten secara tertulis mengajukan penundaan sidang praperadilan kepada PN Serang. Hal itu diakui oleh Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan Siahaan.

    “Tim Jaksa sudah mengajukan permohonan secara tertulis, untuk dilakukan penundaan sidang. Karena lagi PPKM itu tidak boleh sidang kan, kami kan 25 persen boleh masuknya. Jadi sebagian dari Pidsus itu WFH,” ujarnya saat dikonfirmasi BANPOS melalui sambungan telepon usai pelaksanaan sidang kedua.

    Persidangan ketiga digelar sehari setelah sidang kedua, yakni pada Kamis (15/7). Pada sidang tersebut pun Kejati kembali mangkir. Padahal sidang ketiga itu merupakan kesempatan terakhir Kejati Banten selaku pihak termohon, menyampaikan jawaban atas permohonan dari pihak pemohon. Kendati tidak hadir, Hakim Tunggal tetap melanjutkan persidangan dengan agenda pembuktian.

    Baru lah pada sidang keempat yang digelar pada Jumat (16/7), rombongan dari pihak termohon hadir dalam persidangan. Berdasarkan informasi yang diterima BANPOS, Kejati Banten berupaya menyampaikan jawaban atas permohonan pada sidang keempat tersebut. Sayangnya, permintaan dari Kejati Banten ditolak lantaran pada persidangan keempat itu, beragendakan keterangan saksi.

    Kuasa Hukum LS, Basuki Utomo, saat diwawancara usai sidang menuturkan bahwa apa yang dilakukan oleh Kejati Banten sangat diduga kuat hanya untuk mengulur-ulur waktu pelaksanaan sidang saja. Apalagi sidang pokok perkara kasus yang menjerat kliennya itu sudah akan dilakukan pada Rabu (21/7) lusa. Kehadiran Kejati pada persidangan Jumat kemarin pun dinilai salah hari lantaran sudah bukan agendanya untuk pembacaan jawaban.

    “Ini kalau kami lihat cenderung hanya untuk mengulur-ulur waktu saja. Karena kan tata urutan sidang praperadilan itu sudah jelas yah. Pertama pembacaan permohonan, kemudian jawaban, baru nanti pembuktian secara tertulis dan bukti saksi. Mereka hadir dengan harapan bisa membacakan jawaban mereka,” ujarnya Jumat (16/7).

    Ia menuturkan, jika Kejati Banten kooperatif sejak awal pelaksanaan sidang praperadilan, seharusnya persidangan sudah selesai pada Rabu (14/7) kemarin. Namun karena Kejati Banten tidak hadir pada pelaksanaan sidang pertama, Hakim Tunggal pun memutuskan untuk menunda persidangan selama satu minggu.

    “Seharusnya sidang sudah selesai pekan ini. Kami kan memulai persidangan pada Rabu pekan lalu. Namun diundur selama satu minggu karena mereka (Kejati) tidak hadir dengan berbagai alasannya. Hari ini (Jumat kemarin-Red) hadir karena mereka katanya baru mendapatkan surat negatif Covid-19. Padahal itu bisa cepat jadinya. Bahkan mereka ketika melimpahkan berkas perkara pun hadir semua penyidiknya,” tutur Basuki.

    BANPOS pun mencoba melakukan konfirmasi kepada pihak Kejati Banten. Namun saat ingin dikonfirmasi, Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan Siahaan, tidak merespon panggilan telepon dari BANPOS.

    Terpisah, Ketua Umum PP Himpunan Mahasiswa Serang (Hamas), Busaeri, menyayangkan sikap Kejati Banten yang tidak hadir dalam persidangan praperadilan, dan mencoba mengatur persidangan dengan meminta membaca jawaban pada persidangan hari keempat.

    Ia pun mengaku aneh dengan Kejati Banten yang bisa melimpahkan berkas perkara kasus dugaan korupsi masker hanya selang beberapa hari setelah persidangan praperadilan pertama digelar. Padahal, banyak dari kasus-kasus korupsi lainnya yang telah lama menetapkan tersangka, namun belum kunjung dilimpahkan ke pengadilan.

    “Dugaan Korupsi masker yang baru kemarin-kemarin naik ke tahap penyidikan, tiba-tiba sudah dilimpahkan berkas perkaranya. Sedangkan kasus-kasus lain yang lebih dulu, seperti kasus pengadaan lahan Samsat Malingping dan hibah ponpes sampai sekarang sama sekali belum ada perkembangan,” ucapnya.

    Maka dari itu, tidak aneh jika masyarakat menganggap Kejati Banten sedang melakukan permainan dalam penanganan perkara kasus dugaan korupsi yang saat ini ditangani oleh Kejati Banten. Apalagi Kejati terkesan enggan menghadapi tersangka dalam gugatan praperadilan, dengan buru-buru melimpahkan perkara ke pengadilan.

    “Karena berdasarkan KUHAP, ketika persidangan pokok sudah mulai digelar, namun praperadilan belum selesai, maka praperadilan itu batal. Tentu tidak heran jika muncul dugaan bahwa Kejati memang sengaja ingin membatalkan praperadilan. Ada apa dengan Kejati Banten ini?,” tegasnya.

    Dalam menangani kasus-kasus korupsi, Busaeri menuturkan bahwa pihak Kejati pernah berjanji akan menuntaskan kasus dengan cepat dan transparan. Tetapi pada kenyataannya, kasus yang sedang ditanganinya seolah-olah sengaja diperlambat.

    “HAMAS berkomitmen akan terus mengawal kasus korupsi ini sampai tuntas serta mendesak Kejati Banten agar tidak ada ‘main’ dalam menangani kasus korupsi ini,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Isoman Para Pahlawan

    Isoman Para Pahlawan

    PROFESI sebagai tenaga kesehatan (Nakes), membuat mereka menjadi pasukan paling depan dalam pertempuran melawan Covid-19. Resiko kehilangan nyawa dan meninggalkan keluarga demi memenangkan perang itu tak membuat mereka gentar. Namun, sebagai manusia biasa, mereka juga punya resiko terpapar. Seperti juga yang dialami sejumlah nakes yang berhasil diwawancara BANPOS.

    Seorang kepala puskesmas di Kabupaten Serang, menolak untuk menerima kedatangan BANPOS untuk kepentingan wawancara. Alasannya, ida sedang menjalani isolasi mandiri (Isoman) karena terpapar Covid-19. Namun, sang kepala puskesmas tak keberatan menceritakan pengalamannya menjalani ‘karantina mandiri’ di rumahnya, di wilayah Kota Serang.

    “Nggak tahu puguh ini entah kontak sama siapa. Karena kan (tugas, red) ke desa iya, terus (pegawai) di Puskesmas juga kan sudah banyak yang terpapar,” ujar sang kepala Puskesmas, saat ditanya bagaimana dirinya bisa terpapar virus asal Cina tersebut, Minggu (18/7).

    Si kepala puskesmas mengisahkan, setiap pekannya, selalu ada petugas di puskesmas yang dipimpinnya, terpapar covid-19. Meski begitu, pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat kecamatan itu tetap dilaksanakan dengan minimalisasi kontak dan memperketat protokol kesehatan.

    “Jadi semacam kloter gitu, ketika kami (dirinya dan beberapa nakes lainnya) Isoman, yang lainnya sudah selesai dan kembali melakukan pelayanan di Puskesmas, bergantian ini. Sudah tiga minggu, per minggu itu pasti ada saja yang Isoman. Saat ini pun bukan hanya saya yang memiliki keluhan terpapar Covid-19,” jelasnya.

    Ia mengaku tidak merasakan ada gejala pada saat dilakukan tes swab. Ketika dites antigen, hasilnya ia negatif, namun hasil swab PCR dinyatakan positif.

    “Saat Swab kelihatan, ketika itu batuk-batuk saja sih. Tidak terlalu seperti yang lain, kan ada yang muntah dan sebagainya,” tuturnya.

    Saat menjalani Isoman, sang kepala puskesmas terus berusaha meningkatkan imun tubuhnya dengan mengkonsumsi vitamin pendukung agar segera pulih. Ia juga mengaku tidak memiliki riwayat asma, sehingga tidak ada keluhan soal pernapasan.

    “Alhamdulillah saya nggak punya asma dan sebagainya. Jadi masih sedikit batuk-batuk saja,” ucap dia.

    Berdomisili di Kota Serang, selama Isoman ia menghabiskan waktu di rumah dengan membaca novel dan menonton film. Bersama suami dan anaknya, ia selalu kompak dalam menjalani hari-hari saat Isoman dengan hal-hal yang positif.

    “Karena hidup di perumahan, jadi tetangga juga cuek. Harus diberitahu kalau saya sedang Isoman, sehingga mengantisipasi ketika anak mau ngaji pun saya tahan dulu, sudah biar di rumah dulu selama beberapa hari ini, karena kan kasihan guru ngajinya,” jelasnya.

    Tepat hari ini, ia sudah melakukan Isoman selama 14 hari, dan akan dilakukan tes swab PCR kembali untuk memastikan ia masih perlu Isoman atau tidak. Selama waktu tersebut ia mengaku sudah menonton berbagai film, termasuk yang baru-baru ini viral di kanal Twitter yaitu film ‘Ayla’.

    “Senengnya baca buku sama nonton. Seneng baca novel, karena kalau sudah masuk ke Puskesmas tidak ada waktu untuk membaca lagi. Banyaknya membaca novel karya Asma Nadia, untuk film kemarin ini nonton Ayla, itu sedih banget dan lucu juga filmnya,” katanya.

    Memiliki hobi di rumah saja, ia pun sangat menikmati 14 harinya dengan baik. Sebab, menurutnya, sebelum ada pandemi Covid-19 pun ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah setelah pekerjaan di Puskesmas selesai.

    “Jadi dari dulu nggak pernah keluyuran, hobinya di rumah saja. Kalau tidak ada yang perlu dibeli banget, saya tidak keluar rumah,” katanya.

    Meski menikmati masa-masa Isoman di rumah, dia mengaku memiliki satu tanggung jawab yang mengganjalnya. Yaitu soal pengurusan administrasi di puskesmas. Karena isoman, hal-hal yang bersifat administratif dan perlu ditandatangani kepala puskesmas, termasuk soal verifikasi bantuan obat-obatan yang tengah dilakukan oleh Pemkab Serang, atau bantuan obat-obatan untuk nakes dari koramil setempat, ikut terhambat.

    “Ribet, ketika harus ada tandatangan dari saya, nah saya kan sedang Isoman. Macam mana saya mau tandatangan. Bahkan, daripada menunggu bantuan dari koramil harus nunggu tanda tangan saya, saya menganjurkan nakes untuk membeli obat sendiri,” ujarnya.

    Soal banyaknya nakes yang berguguran selama menangani pandemi, ia tak sampai detil melihat informasi yang masuk melalui aplikasi perpesanan dan media sosial. Ia lebih memilih menjalankan aktivitas yang positif, sehingga tidak terpikirkan kekhawatiran akan dirinya pun ikut tumbang seperti nakes lainnya.

    “Makanya saya itu kalau WhatsApp jarang dilihat. Kalau lihat-lihat terus mah, di grup itu banyak sekali informasi berita duka cita seperti itu, jadi down juga jadinya. Makanya kadang-kadang telat lihat informasinya, lebih baik begitu daripada bikin saya down,” katanya.

    Dengan banyaknya para nakes di Puskesmas yang terpapar, ia berharap warga di wilayah manapun untuk menaati prokes yang sudah ditentukan. Ia mengaku saat ini banyak kasus meninggal, dan ada juga yang mengusulkan pihak Puskesmas untuk melakukan pemulasaran.

    “Kami menyampaikan tidak bisa kalau Puskesmas dijadikan ujung tombak, apalagi di tempat saya kebanyakan perempuan. Kita saja pada tumbang ini,” katanya.

    Ia mengaku memang sesuai Permenkes ada aturan tentang memandikan jenazah di Puskesmas. Namun kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk melakukan hal itu.

    “Rencana saya akan meminta bantuan dari pihak TRC atau darimana, akhirnya kami memutuskan yasudah kita belajar pemulasaran jenazah, nanti sebagian petugas dari kami, sebagian lagi dari desa,” tandasnya.

    Nakes lainnya, Harum Prihanti adalah penyintas Covid-19 yang berhasil sembuh melalui isolasi mandiri. Harum menjelaskan, di tempatnya bekerja dirinya merupakan orang yang pertama kali terpapar. Setelah mengetahui positif temen-temen yang kontak dengannya pun di tracing dalam kurun waktu 14 hari kebelakang.

    “Saya kurang tahu pasti dari mana terpapar Covid-19, sebelum positif bolak-balik Tangerang-Cilegon. Saat perjalanan saya sering makan di tempat, ada juga sempat ngumpul bareng temen. Yang pasti ada 9 orang hasil swabnya positif,” katanya soal teman-temannya yang memiliki kontak langsung dengannya.

    Harum yang bekerja sebagai PNS di Pemkot Cilegon dan salah satu nakes di RSUD Cilegon ini tak menyangka gejala tipes yang pernah dialami merupakan gejala dirinya terjangkit Covid-19.

    “Dalam seminggu gejalanya bertahap, pertama kali sakit punggung panas dan nyeri banget. Saat itu suhu normal 36,6 derajat lalu minum parasetamol, ketika bangun badan semakin jadi sakitnya, kepala pusing, mual, muntah, badan bangun sempoyongan, makan pun tidak ada rasanya, saya memutuskan ke UGD karena seharian tidak ada makanan masuk dan makin sakit,” paparnya.

    Dua hari kemudian sakit yang dirasakannya berkurang namun masih tidak nafsu makan, Harum pun melakukan tes rapid dan swab tes karena memiliki riwayat masuk UGD dan bolak-balik ke zona merah.

    “Keesokannya makan sudah ada rasanya badan sudah terasa enak tapi muncul batuk sama tenggorokan agak gatal dua hari berikutnya sudah tidak terasa sakit di hari berikutnya hasil swab menyatakan positif Covid-19,” katanya.

    Setelah dinyatakan positif Covid-19, Harum memutuskan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah sebab sudah tidak merasakan sakit di badan namun tetap mendapatkan obat dan konsultasi dari dokter paru. Selama isolasi mandiri aktivitas di rumah dilakukan seperti biasa saja.

    “Selama isolasi tak pernah lepas masker, kecuali tidur. Pintu rumah dan jendela pun dibuka untuk sirkulasi udara. Setiap Jam 10 berjemur sekitar 20 menit sambil nonton, lalu olahraga 15 menit. Makan tinggi protein,” ujarnya.

    Harum pun mendapatkan vitamin dari petugas kesehatan yang bertugas memantau perkembangan kesehatannya setiap hari. “Saya minum obat sampai 10 hari karena masih ada batuk,” katanya.

    Harum menjelaskan, masyarakat di sekitar rumahnya turut mendukung isolasi mandiri yang dilakukannya. “Warga mendukung mulai membantu membeli kebutuhan pokok dan dukungan moral jadinya tidak merasa seperti sedang isolasi,” ujar dia.

    Total 3 minggu menjalani isolasi dengan hasil swab menyatakan negatif Covid-19 ditambah hasil rontgen menerangkan tidak ada flek di paru-paru.

    Sebagai seorang yang pernah terpapar Covid-19 Harum mengimbau masyarakat agar lebih peduli dengan kondisi kesehatan saat ini. Kemudian bagi yang sedang menjalani pengobatan ataupun isolasi, ia meminta agar tetap semangat.

    “Jangan stres dibawa enjoy aja memang agak berat tetapi tetap paksakan agar imun kita nggak drop,” sambungnya.

    Ditambahkannya, bagi masyarakat yang di sekitarnya terdapat pasien Covid-19 untuk tidak menganggap sebagai aib.

    “Karena toh mereka juga nggak tahu akan terpapar Covid-19. Dukung moral dan materi, karena dukungan masyarakat sangat membantu biar ngga merasa kesepian dan stres,” ujarnya.

    Sementara, nakes lain di Kota Cilegon, berinisial S yang dinyatakan sembuh merasa bersyukur kepada tim medis maupun nonmedis yang telah memberikan pelayanan kesehatan dan motivasi selama masa karantina di RSUD Cilegon.

    “Alhamdulillah, saya bisa pulang ke rumah untuk bertemu keluarga. Kami semua di sini butuh dukungan dan doa agar kami tetap sehat, kuat, dan tabah dalam mengemban tugas ini,” katanya.

    Selama masa karantina, lanjutnya, dia hanya bisa melakukan kegiatan keagamaan, seperti mengaji, salat serta berzikir, berjemur sambil berolahraga, dan mengikuti arahan dari tim medis Gugus Tugas agar bisa melewati masa dari positif menjadi negatif Covid-19.

    “Kami mohon, ke depannya masyarakat tidak memberikan stigma negatif kepada pasien positif covid dan keluarganya karena mereka membutuhkan support, baik moril maupun materil, untuk menjalani karantina dan isolasi mandiri ” tutupnya.

    Terpisah, Nakes yang bertugas di Puskesmas Sumur, Kabupaten Pandeglang yang terpapar Covid-19, Siti Rofikoh, saat ini tengah melakukan Isolasi Mandiri (Isoman). Namun saat ini kondisinya sudah membaik.

    “Alhamdulillah sudah membaik. Saya masih Isoman sampai hari Rabu (21/7),” kata Siti Rofikoh kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp, Minggu (18/7).

    Saat diminta tanggapannya terkait kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19, dia mengatakan bahwa dalam melakukan penanganan, pemerintah sangat maksimal. Akan tetapi, penanganan tersebut akan sangat maksimal jika masyarakat turut andil dalam penerapan Protokol Kesehatan (Prokes) khususnya 5 M.

    “Allhamdulillah kalau menurut saya pemerintah sudah sangat maksimal dalam menangani pendemi saat ini, tapi pemerintah melalui tenaga kesehatan dalam penanganan pendemi ini sangat akan maksimal jika seluruh masyarakat juga ikut andil dalam penerapan 5M seperti apa yang dianjurkan pemerintah,” terangnya.(MUF/LUK/DZH/ENK)

  • Menunggu Insentif Tak Berujung

    Menunggu Insentif Tak Berujung

    BERJUANG menjadi garda terdepan menghadapi Covid-19, para tenaga kesehatan (Nakes) layak disematkan status pahlawan. Namun, pada kenyataannya, pekerjaan mereka kurang dihargai. Termasuk insntif yang menjadi hak mereka, juga datang tersendat.

    Seorang kepala puskesmas di Kabupaten Serang, mengaku
    Insentif tenaga kesehatan yang menjadi haknya, terakhir ia terima pada September 2020. Setelah itu, pihaknya hanya diminta mengirimnkan surat pengajuan, tanpa kepastian kapan insentif bakal dicairkan.

    “Kalau jujur mah dari tahun 2020 juga belum ada, apalagi tahun 2021. Katanya mah buat SPJ-SPJ (Surat Pejalanan DInas, red), tapi tidak ada yang keluar. Atuh yang kita buat saja SPJ-nya, sudah bablas,” terangnya.

    Per Januari-Juni tahun ini pun ia sudah dimintai SPJ. Berkali-kali ia merevisi SPJ melalui Dinas kesehatan (Dinkes) sebagai verifikatornya.

    “Saya bilang ini perbaikan sudah berkali-kali tapi dananya belum keluar. Memperbaiki tapi yang kemarin-kemarin juga belum keluar, sedih kadang-kadang,” ungkapnya.

    Namun ia bersyukur seraya mengatakan rejeki datang darimana saja. Ia menegaskan kepada pemerintah, apabila memang akan diberikan insentif, boleh saja. Kalaupun memang ada dana tetapi tidak terlalu besar, ya sudah yang ada saja.

    “Nggak harus perbaikan lagi perbaikan lagi, saya kan sedang Isoman, sambil mengerjakan sambil ditelepon terus-menerus,” ucapnya.

    Menurutnya, seluruh Puskesmas di Kabupaten Serang sebanyak 31 Puskesmas, belum ada pencairan keculai di bawah Septembefr tahun 2020. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia mengandalkan honor praktik di rumah sakit dimana ia bekerja.

    “Sekarang kan banyak juga pasien di sana (rumah sakit) yang terjangkit Covid-19. Namanya dokter kerja sana-sini, tapi ngeri juga kalau keadaannya seperti ini, kasihan sama pasien juga, alhamdulilah ada saja rejeki mah,” ungkapnya.

    Ia mengaku, ia meminjamkan tabung oksigen kepada pihak rumah sakit yang diketahui keterbatasan tabung oksigen. Kebetulan, kata dia, ada satu tabung oksigen yang awalnya dipakai oleh sang ibu yang kini berada di luar daerah.

    “Punya orangtua saya yang saat ini di Medan, dari rumah sakit bilang pinjam dulu. Yasudah saya kasih saja,” katanya bercerita.

    Sementara, Siti Rofikoh, nakes yang bekerja di Puskesmas Sumur, mengaku tak terpangruh dengan insentif yang diberikan pemerintah. Karena, saat ini dia masih berstatus sebagai tenaga kerja sukarela (TKS).
    “Alhamdulillah karena saya masih TKS, jadi tidak mempengaruhi insentif,” ujarnya.(MUF/DHE/ENK)

  • Pesan dari Garda Depan

    Pesan dari Garda Depan

    TENAGA kesehatan (Nakes) menjadi garda terdepan dalam peperangan melawan Covid-19. Banyak dari mereka berguguran, sakit, ikut terpapar virus, hingga meninggal dunia. Di sisi lain mereka terkesan berjuang sendirian, karena protokol kesehatan banyak tak diindahkan.

    Ketua Pelaksana Harian Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr. Mahesa Paranadipa mengungkapkan, hingga akhir pekan lalu, sebanyak 545 orang dokter di Indonesia meninggal dunia akibat covid-19. Bahkan, sampai pertengahan Juli ini, jumlah nakes yang wafat telah menyamai jumlah total nakes yang meninggal di bulan sebelumnya.

    “Kalau melihat data kematian dokter saja sebaran per bulan, untuk bulan Juli ini angkanya sudah melebihi 100 persen dari jumlah kematian bulan Juni lalu. Total kematian dokter saat ini 545 sejawat dokter (per 17 Juli 2021),” ungkap dia dalam Diskusi Media via daring bertajuk “Update kondisi Dokter dan Strategi Upaya Mitigasi Resiko mencegah Kolapsnya Fasilitas Kesehatan”, Minggu.

    Dari angka ini berdasarkan wilayah, dokter di wilayah Jawa Timur yang menempati posisi tertinggi dengan total 110 orang, DKI Jakarta (83), Jawa Tengah (81), Jawa Barat (76) dan Sumatera Utara (38).

    Berdasarkan jenis kelamin, dokter laki-laki yang paling banyak meregang nyawa dengan total 84 persen atau 453 orang. Menurut Mahesa, hal ini mengingat tugas-tugas yang banyak dikerjakan sejawat dokter laki-laki di area isolasi COVID-19 walaupun memang banyak juga dokter perempuan yang bertugas.

    Sementara dari sisi spesialisasi, dokter umum menempati urutan tertinggi dari total kematian yakni 292 orang, lalu spesialis (241 dokter) yang meliputi spesialis kandungan dan kebidanan, spesialis penyakit dalam, spesialis anak, bedah, anestesi dan THT-KL.

    Di sisi lain, data dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) per 18 Juli 2021 menunjukkan sekitar 7.392 perawat yang terkonfirmasi positif, suspek sebanyak 309, dan mereka yang gugur sebanyak 445 teman perawat.

    Mahesa lalu menyoroti kondisi melonjaknya pasien COVID-19 beberapa waktu terakhir sehingga menyebabkan tenaga kesehatan mendapatkan beban kerja berlebihan. Hal ini dia khawatirkan memunculkan potensi kelelahan pada tenaga kesehatan, yang berimbas pada menurunnya imunitas mereka.

    “Kami, Tim Mitigasi PB IDI sudah memberikan pedoman terkait perlindungan dokter. Hanya memang, walaupun sudah sebagian besar tenaga dokter divaksinasi sampai suntikan kedua, namun karena lonjakan pasien yang cukup tinggi menyebabkan overload beban kerja,” kata dia.

    Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kondisi ini, menurut dia, harus tetap ada edukasi pada masyarakat untuk patuh menerapkan protokol kesehatan (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, membatasi mobilisasi dan menghindari kerumunan).

    Di sisi lain, Tim Mitigasi IDI percaya pemerintah mengambil kebijakan untuk tetap melindungi dan menyelamatkan seluruh rakyat.

    “Kami mohon kerja sama seluruh pihak untuk sama-sama menjadikan pertarungan melawan pandemi ini pertarungan bersama agar kasus-kasus bisa kita tekan,” demikian tutur Mahesa.

    Ketika pandemi melanda, kabar duka memang menyedihkan ketika datang dari mereka para nakes. Karena mereka adalah perisai pertama yang menyelamatkan kehidupan ketika ancaman Covid-19 datang. Profesi mereka sebagai nakes, tak bisa menghindarkan mereka dari kontak dengan pasien-pasien yang terkonfirmasi mengidap virus Covid-19 di tubuhnya.

    Semakin banyak yang gugur, semakin berkurang juga ‘pasukan’ yang bertempur di garda terdepan. Musuh pun lebih leluasa ‘menyerang’.

    Pekan lalu, tepatnya Rabu 14 Juli 2021, tepatnya pukul 05.34 WIB. Kepala Bidang Penunjang Medis pada RSUD Berkah Pandeglang, dr. Edwin Afrian meninggal dunia. Dia wafat setelah menjalani perawatan intensif selama kurang lebih dua hari di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta.

    Kabar tersebut dikonfirmasi oleh Ketua Humas RSUD Berkah Pandeglang dr. Achmad Chubaesy Y, dalam release yang disampaikan kepada wartawan.

    “Kami keluarga besar RSUD Berkah Pandeglang sangat berduka, dan sangat kehilangan, Dokter Edwin orang baik. Beliau (dr. Edwin-red) meninggal setelah berjuang melawan Covid-19”, ungkap Hubes, Rabu lalu.

    Hubes menambahkan, sebelum menghembuskan napas terakhir, dokter Edwin yang juga sebagai pengurus IDI Kabupaten Pandeglang itu, sempat mendapat penanganan intensif selama 3 hari di RSUD Berkah.

    “Penanganan intensif telah kami lakukan semaksimal mungkin, sebelum selanjutnya di rujuk ke RS Persahabatan Jakarta. Namun Allah berkehendak lain, salah satu dokter terbaik kita telah meninggal dunia,” tutupnya.

    Masih di pekan lalu, Plt Kepala Dinkes Kota Cilegon Dana Sujaksani juga mengungkapkan ada dua nakes di Kota Cilegon yang wafat karena Covid-19. Disamping itu, ada sekitar 20 nakes yang ikut terpapar virus yang pertama ditemukan di Cina itu.

    Meski banyak nakes yang terpapar, Dana berkeyakinan, nakes di Kota Cilegon akan terus mengupayakan pelayan kesehatan terhadap masyarakat semaksimal mungkin. “Kita atur, kita manajerial, jangan sampai tugas kita jadi terbengkalai karena kekurangan nakes. Jadi yang ada tetep kita atur tugas pokoknya nanti,” tuturnya.

    Sementara, Pelaksana tugas (Plt) Direktur RSUD Cilegon, Ujang Iing mengungkapkan kondisi terkini di RS yang dipimpinnya. Mnurutnya, ada 29 orang, terdiri dari tiga orang dokter dan perawat, bidan hingga fisiotherapis sampai saat ini mereka masih menjalani isolasi mandiri, sebagian lainnya menjalani perawatan.

    “Saat ini kami membutuhkan sukarelawan tenaga kesehatan,” jelas Pelaksana tugas (Plt) Direktur RSUD Cilegon, Ujang Iing.

    Ditambahkan Ujang Iing, relawan nakes nantinya diharapkan bisa membantu menangani perawatan Covid-19 di rumah sakit, dia pun berharap nakes sukarela berasal dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan perawat.

    Di Kabupaten Lebak, sepanjang Juni lalu saja ada ratusan nakes yang ikut terpapar Covid-19. Bahkan, Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, pada pekan terakhir Juni tercatat 181 nakes positif ikut terkonfirmasi Covid-19. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Lebak, Triatno Supiyono mengatakan, nakes yang tertular Covid-19 tersebut tersebar di sejumlah puskesmas.

    “Paling banyak seperti di Puskesmas Maja dan Rangkasbitung masing-masing 32 orang, Cihara 31 orang dan Mandala 10 orang,” kata Triatno awal Juli lalu.

    Opidemiologi Kemeterian Kesehatan (Kemenkes) RI, Masdalina Pane menyatakan, kebanyakan nakes terinfeksi vaksin bukan karena mereka abai protokol kesehatan atau kelelahan. Menurutnya, mayoritas tenaga kesehatan telah dilindungi alat perlindungan diri (APD) terbaik.

    “Justru banyak nakes terpapar karena berhadapan dengan pasien covid-19 yang tidak jujur. Mereka tidak mengakui terkena covid-19 sehingga nakes mudah terpapar,” kata Masdalina dalam Diskusi Virtual Polemik Ketimpangan Vaksin yang digelar Disasterchannel.co, akhir pekan lalu.

    Untuk mengantisipasi terus bertumbangannya nakes, Masdalina menekankan pentingnya program vaksinasi yang tengah digencarkan pemerintah. Menurutnya, meski nakes yang divaksin jumlahnya sudah lebih dari 95 persen, bukan berarti resiko terpapar Covid-19 hilang. Karena, di luar masih banyak masyarakat yang belum tersentuh vaksin.

    “Secara total, di Indonesia pemberian vaksin baru mencapai 40 persen dari jumlah yang ditargetkan. Memang dilematis, karena jumlah vaksinnya sendiri memang terbatas,” kata Masdalina.

    Dalam diskusi virtual yang sama, terungkap juga kesadaran masyarakat untuk mendapatkan vaksin juga tergolong masih rendah. Bukan hanya nakes, para relawan yang mendorong pemberian vaksin juga kerap menghadapi kendala ketidakpercayaan masyarakat terhadap vaksin.

    Seperti disampaikan anggota Forum Perempuan Pandeglang, Isun Suntiah. Dia kerap mendapatkan penolakan warga ketika berbicara soal vaksin. Bahkan, dia seolah bekerja sendiri saat mensosialisasikan vaksin karena kurang mendapat dukungan dari tokoh masyarakat maupun tokoh agama.

    “Seringkali saya dimarahi, dibilang saya kaya menteri kesehatan, seperti bidan atau kepala puskesmas, padahal saya hanya masyarakat kecil yang ingin masyarakat sehat terhindar dari virus,” kata Isun dalam diskusi.

    Isun menyayangkan penerimaan warga, karena saat mensosialisasikan soal vaksin, dirinya merasa mengorbankan keselamatan, karena juga terancam terkena virus. Apalagi, dia tinggal di sebuah kawasan wisata yang cukup popiler, yaitu Taman Nasional Ujung Kulon, dimana banyak wisatawan datang tanpa mengindahlan protokol kesehatan.(DZH/MUF/LUK/DHE/ENK)