BAKSEL, BANPOS – Dana Bantuan Sosial Tunai (BST) Covid di Desa Neglasari Kecamatan Cibeber, diduga ada tidak penuh diterima oleh 501 keluarga penerima manfaat (KPM) karena diduga dipotong secara belah semangka.
Isu adanya dugaan penyunatan belah semangka dana BST oleh oknum di Desa Neglasari ini dengan dalih hasil kesepakatan musyawarah bersama warga, yakni disepakati BST tersebut dibelah semangka. Pihak politisi di Lebak menganggap, hal tersebut termasuk pelanggaran, akan tetapi Inspektorat Lebak menganggap ini dilematis bagi desa.
Saat di hubungi, Kepala Cabang Kantor Pos Pembantu Kecamatan Cibeber, Juandi mengatakan bahwa proses pencairan BST di Desa Neglasari semuanya sudah dikoordinasikan dengan pihak desa.
“Saya kurang tau persis, setahu saya semuanya sudah diatur oleh pihak desa,” terang Juandi kepada wartawan, Selasa (08/06).
Dijelaskan Juandi, bahwa pencairan dana BST di Desa Neglasari sudah memasuki tahap ke 13. “Terkait barcode KPM, setelah pencairan semuanya di kumpulkan dulu di Desa Neglasari,” jelas Juandi.
Menanggapi ini, anggota DPRD Lebak, Musa Weliansyah justru menganggap musyawarah itu hanya akal-akalan oknum di desa. “Jadi kalau saya lihat, datanya hampir 85 persen lebih warga desa di sana sebagai penerima BST, walau program sosialnya berbeda satu sama lain. Jadi kalau ada pemotongan dengan dalih untuk pemerataan atau mengedepankan azas keadilan, itu hanya akal-akalan oknum yang berperilaku koruptif,” tuding Musa.
Menurut Ketua Fraksi PPP DPRD Lebak ini, alasan yang selalu digunakan di hampir semua desa atau wilayah, pasti dengan dalih yang sama, yaitu azas pemerataan. “Ini memang modus atau pola koruptif program sosial, program bantuan langsung pada masyarakat, atau program bantuan hibah kepada masyarakat,” ungkapnya.
Terkait masalah ini pihaknya akan mendorong hingga ke penegakan hukum, “Untuk itu, saya mendesak Unit Tipikor Polres Lebak segera melakukan penyelidikan,” papar Musa.
Terpisah, Kepala Inspektorat Kabupaten Lebak, Nainggolan saat dimintai tanggapannya terkait ini oleh wartawan, pihaknya belum bisa bersikap karena mengaku belum survei ke lapangan.
“Saya belum bisa komentar banyak soal ini pak. Karena belum lihat fakta lapangannya. Yang jelas, pemotongan tidak dibenarkan, akan tetapi melihat beberapa kasus yang juga terjadi di beberapa desa lainnya, saya melihat aparat desa berada dalam kondisi dilematis, ketika ada warga yang terdampak yang tidak masuk daftar penerima, sehingga biasanya aparat desa melakukan musyawarah yang melibatkan penerima dan stakeholder,” ujar Nainggolan.
Menurut Nainggolan, itu tidak masalah selama itu diberikan kepada warga terdampak yang tidak terdaptar, asal jangan masuk kantong sendiri.
“Jadi, selama potongan yang sudah disepkati 100 persen dibagikan kepada penerima yang tidak terdaftar (tapi benar-benar terdampak-red) dan tidak ada yang masuk ke kantong aparat sepeser pun serta bikin Dokumen Berita Acara musyawarahnya lengkap dan sah, aparat desa diminta untuk menghentikan dan membuat usulan baru,” paparnya.(WDO/PBN)