SERANG, BANPOS – Dua pejabat penting di Pemprov Banten, Senin (10/5) diperiksa tim penyidik Kejati. Mereka adalah Sekda Banten Al Muktabar dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti.
Dari informasi yang dihimpun, kedua pejabat teras itu diperiksa , terkait dengan dugaan korupsi hibah Pondok Pesantren (Ponpes) tahun anggaran 2020 sebesar Rp117 miliar. Mereka menjalani pemeriksaan selama 7 jam lebih.
Informasi itu menyebutkan, Al Muktabar dan Rina Dewiyanti mulai diperiksa penyidik pada pukul 10:10 WIB sampai menjelang berbuka puasa 17:30 WIB. Keduanya datang hampir bersamaan dengan menggunakan kendaraan dinasnya masing-masing.
Baik Al Muktabar maupun Rina ditanya kurang lebih 30 sampai 40 pertanyaan oleh tim penyidik. Dari mulai proses penganggaran, sampai dengan payung hukum dalam penyusunan kebijakan pemberian hibah Ponpes yang disalurkan oleh Biro Kesejahteraan Rakyat (sekarang menjadi Biro Pemerintahan dan Kesra).
“Iya tadi keduanya (Al Muktabar dan Rina) datang ke penyidik untuk memenuhi panggilan dari Kejati Banten,” kata salah seorang pejabat Pemprov Banten, yang enggan disebutkan identitasnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Pemerintahan yang juga aktivis di KP3B, Tb. Moch Syarkawie berharap Kejati Banten dapat mengungkap kasus hibah ponpes dengan terang benderang. Sebab, banyak oknum-oknum di pemerintahan yang harusnya sudah ditetapkan menjadi tersangka. Tetapi mereka sampai saat ini masih bisa bebas dan tertawa.
“Saya mengapresiasi Kejati Banten dengan terus melakukan pemeriksaan terhadap petinggi dan pejabat di Banten. Seperti tadi Pak Sekda dan Bu Rina sudah diminta keterangan oleh tim penyidik,” ujarnya.
Menurutnya, jika tim penyidik meminta keterangan dari Al Muktabar terkait dengan proses penyusunan dan penganggaran hibah ponpes, hal tersebut sangat tepat. Pasalnya, dalam Perda Nomor 8 tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah atau SOTK, tidak ada yang mengatur atau membenarkan sebuah Biro di Pemprov Banten yang melaksanakan kebijakan atau menyalurkan hibah.
“Tupoksi Biro Kesra menyusun kebijakan membantu gubernur menyusun kebijakan pada bidang pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Karena Biro Kesra itu di bawah Sekretariat Daerah (Setda). Menyusun kebijakan bukan melaksanakan. Itu amanat dari Perdanya,” ucap dia.
Oleh karena itu, selama kurun waktu pemerintahan Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) dan wakilnya, Andika Hazrumy, pelaksanaan kebijakannya sudah tidak tepat, termasuk dalam nomenklatur penyebutan Hibah.
“Bahwa gubernur apalagi sekda itu sudah salah kaprah menugaskan Biro Kesra untuk melaksanakan proses penyaluran Bansos kepada ponpes. Kalau mau hibah, hibah itu adalah bagi kelompok masyarakat yang membantu proses pembangunan. Di kasus Ponpes ini, pembangunan yang mana,” ungkapnya.
Menurutnya, pemberian bantuan kepada ponpes lebih tepatnya disebut sebagai bantuan sosial (Bansos). Karena Bansos diperuntukkan bagi kelompok masyarakat yang mungkin akan mendapatkan resiko sosial, apabila tidak dibantu.
“Ini pihak-pihak ponpes kalau tidak disuntik dari bantuan pemerintah, tidak bisa beroperasi. Makanya lebih pas disebut Bansos bukan hibah. Hibah itu membantu pemerintah dari proses pembangunan. Proses pembangunan itu sudah dibantu oleh Kanwil Kemenag bukan oleh pemprov. Ini salah besar,” jelasnya.
Ia juga mempertanyakan peran dari BPKP Provinsi Banten, atas pendampingan terhadap Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP). Menurutnya, BPKP Banten seharusnya melihat adanya kejanggalan yang terjadi dalam proses tersebut.
“Nah ini harusnya masuk di maturitas SPIP, tapi ini kok ini bisa lolos. Tim Verifikator Pesantren banyaknya TKS (tenaga kerja sukarela), bukan ASN. Dasarnya apa Biro Kesra?” tegasnya.
Menurutnya, hal itu yang harus dipahami oleh Sekda. Sebab Tupoksi dari Biro Kesra hanya membantu gubernur atau merumuskan kebijakan di bidang Kesra, tidak untuk melaksanakan.
“Biro itu tidak punya kewenangan melaksanakan kebijakan, tapi hanya menyusun kebijakannya saja. Di Biro Kesra ada bagian keagamaan. Bidang itu yang menyusun di bidang keagamaan di Provinsi Banten membantu WH dan Andika,” pungkasnya.
Sementara itu, BANPOS mencoba melakukan konfirmasi kepada Kasi Penkum Kejati Banten, Ivan Siahaan. Namun, hingga berita ini dirilis, pesan WhatsApp yang dikirimkan tidak mendapatkan balasan. (DZH/RUS/ENK)