Kategori: HEADLINE

  • Diduga Hina NU, Warga Serang Polisikan Gus Nur dan Refly Harun

    Diduga Hina NU, Warga Serang Polisikan Gus Nur dan Refly Harun

    SERANG, BANPOS – Warga Nahdlatul Ulama (NU) Serang melaporkan Refly Harun dan Sugi Nur Raharja atau Gus Nur kepada Polda Banten. Laporan dilakukan lantaran mereka menuding dua orang tersebut telah dengan sengaja melakukan penghinaan, terhadap salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia melalui konten YouTube.

    Pelaporan tersebut dilakukan oleh perwakilan dari kelompok yang mengatasnamakan Penumpang Resmi/Warga NU Serang-Banten, Ucu Syuhada. Dalam laporannya, ia menegaskan bahwa Gus Nur dalam video yang diupload oleh Refly Harun diduga telah melakukan penghinaan, ujaran kebencian dan permusuhan bahkan pencemaran nama baik terhadap NU dan anggotanya.

    “Gus Nur dalam hal ini mengaku dirinya NU tradisional, bahkan dirinya jelas mengatakan bahwa dirinya tidak faham apa itu NU kultural, NU struktural, tradisional itu apa. Tetapi bisa-bisanya mengatakan bahwa NU rezim sekarang berubah 180 derajat,” ujarnya melalui rilis yang diterima BANPOS, Rabu (21/10).

    Untuk diketahui, kalimat yang diduga telah menghina, bermuatan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik yakni perkataan Gus Nur yang berbunyi : ‘NU sekarang itu seperti bus umum, sopirnya mabuk, kondekturnya teler, sopirnya ugal-ugalan. Kernetnya juga begitu, dan penumpangnya kurang ajar semua. Merokok juga, nyanyi juga, buka-buka aurat juga, dangdutan juga, jadi kesucian NU yang selama ini saya kenal itu seakan-akan gak ada. Bisa jadi kernetnya Abu Janda, bisa jadi kondekturnya Gus Yaqut, dan sopirnya Kiyai Haji Aqil Siroj, mungkin begitulah. Nah penumpangnya liberal, sekuler macem-macem, PKI numplek disitu’.

    Hal tersebut menurut Ucu telah membuat warga NU geram. Sebab, perkataan yang dilontarkan oleh Gus Nur telah merusak nama baik NU dan membuat warga NU dimusuhi karena ujaran yang mengarah pada permusuhan itu.
    “Ini membuat kami Warga Nahdlatul Ulama merasa dihina, dibenci, dimusuhi dan merasa dirusak nama baik NU oleh seorang gus nur apapun latar belakang dia,” terangnya.

    Oleh karena itu, ia yang mewakili warga NU yang merasa dirugikan dengan perkataan Gus Nur pun melaporkan Gus Nur dengan dugaan melakukan penghinaan, ujaran kebencian, permusuhan dan pencemaran nama baik NU.

    “Kedua juga melaporkan Refly Harun kepada Polda Banten yang telah sengaja membuat konten dan menyebarkan video yang diduga kuat melakukan penghinaan, kebencian, permusuhan dan pencemaran nama baik NU tersebut,” ungkapnya.

    Ucu mengatakan, Gus Nur dan Refly Harun diduga kuat melanggar Pasal 45 ayat 4 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

    Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.

    “(Video itu) ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan, dan sebagaimana Pasal 45A ayat 2 ‘Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar,” tandasnya. (DZH)

  • Ulama Di Serang Ajak Masyarakat Santun Dalam Aksi Penolakan UU Omnibus Law

    Ulama Di Serang Ajak Masyarakat Santun Dalam Aksi Penolakan UU Omnibus Law

    SERANG, BANPOS – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Serang, KH Rahmat Fathoni mengatakan aksi unjukrasa yang bersifat anarkis tidak dibenarkan dimanapun dan oleh agama apapun. Iapun mengimbau demonstran yang menolak pengesahan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja tidak anarkis dan haruslah bersifat santun.

    “Silakan (demo aksi tolak UU Cipta Kerja) secara santun. Hak masyarakat, mahasiswa, atau buruh untuk berbicara, silakan karena setiap aksi unjuk rasa dilindungi undang-undang. Tapi MUI Kabupaten Serang menolak perilaku unjukrasa yang berujung kepada kekerasan dan anarkisme,” kata KH Rahmat Fathoni saat menghadiri acara deklarasi Cinta Damai yang digelar di Mapolres Serang, Senin (19/10/2020).

    Acara pelaksanaan deklarasi cinta damai yang diinisiasi Polres Serang ini juga dihadiri Kapolres Serang AKBP Mariyono, PJU Polres Serang, Ketua Nadhatul Ulama (NU), Ketua Muhamadiyah, Ketua FKUB serta Ketua PC Ansor Kabupaten Serang, serta 10 Ketua Organisasi Kemasyarakatan se Kabupaten Serang.

    Rahmat Fathoni menambahkan sebagai bangsa Indonesia, seharusnya kita semua patut bersyukur telah dianugerahi keanekaragam suku bangsa dan agama dengan kerukunan antar sesama yang sudah diakui dunia. Oleh karena itu, sikap dan tanggungjawab kita yaitu berupaya untuk menjaga persatuan, kesatuan serta keamanan NKRI dan jangan sampai terjadi perpecahan.

    “Saya berharap dengan pertemuan ini mendapat hikmah, semakin erat jalinan silaturahmi dan tetap menjaga kondusifitas wilayah, khususnya di Kabupaten Serang,” tandasnya.

    Sementara AKBP Mariyono menyampaikan ucapan terimakasih atas dukungan seluruh elemen masyarakat mulai dari Toga, Tomas dan Ormas dalam menjaga kondusifitas kamtibmas di wilayah Kabupaten Serang, dan berharap agar Deklarasi Cinta Damai ini terus digelorakan.

    Terkait perkembangan adanya aksi penolakan RUU Cipta Kerja, kata Mariyono agar disikapi dengan bijak dan tidak mudah terprovokasi terhadap berita hoax. Kata Kapolres, penyampaian pendapat sudah diatur oleh UU namun juga harus menghargai hak orang lain, jangan sampai unjukrasa yang dilakukan berpengaruh terhadap situasi kamtibmas yang tidak kondusif.

    “Acara Deklarasi Cinta Damai ini digelar bertujuan mencegah aksi anarkis di Kabupaten Serang, atau Provinsi Banten pada umumnya. Marilah kita bersama-sama menjaga situasi kamtibmas di Kabupaten Serang tetap kondusif, aman, nyaman dan sejuk,” kata Kapolres.

    Deklarasi Cinta Damai itu diakhiri dengan penandatanganan petisi dan pembacaan ikrar dipimpin oleh Ketua MUI Kabupaten Serang dan diikuti oleh seluruh peserta yang hadir. Dalam ikrarnya, mereka menolak segala bentuk kekerasan dan anarkisme di wilayah hukum Polres Serang, Mendukung TNI Polri dalam memelihara kamtibmas tetap kondusif serta NKRI harga mati. (AZM)

  • Walikota Serang, Syafrudin Protes Pemangkasan Wewenang

    Walikota Serang, Syafrudin Protes Pemangkasan Wewenang

    SERANG, BANPOS – Walikota Serang memprotes dipangkasnya kewenangan daerah, akibat dari adanya penyederhanaan birokrasi melalui Omnibus Law UU Cipta Kerja. Protes tersebut bukan hanya dari Kota Serang saja, namun juga dari kelembagaan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI).

    Hal tersebut disampaikan oleh Walikota Serang, Syafrudin, seusai melakukan rapat koordinasi dengan beberapa mentri secara daring di Balai Sandi Maya Diskominfo Kota Serang, Rabu (14/10). Hadir dalam rapat daring tersebut Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi.

    Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa dalam Omnibus Law Cipta Kerja itu, terdapat pemangkasan birokrasi di tingkat daerah. Padahal menurutnya, daerah harus memiliki kewenangan seperti yang telah diberikan sebelum adanya UU Cipta Kerja.

    “Daerah ini juga harus memiliki kewenangan. Jangan sampai daerah tidak memiliki kewenangan, semuanya jadi ditarik ke pusat begitu saja dalam hal Undang-undang tersebut,” ujarnya.

    Hal tersebut menurut Syafrudin, juga disuarakan oleh pengurus APEKSI yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja itu akan memangkas kewenangan dari pemerintah daerah, khususnya dalam hal perizinan. “Padahal kami dari pemerintah daerah yang tahu bagaimana kondisi daerah kami,” tuturnya.

    Sebagai masukan, Syafrudin meminta kepada pemerintah pusat agar jangan sampai ada pemangkasan kewenangan pemerintah daerah. Sebab, hal tersebut merugikan pemerintah daerah.(DZH)

  • Pejabat Untirta dan Eks Kadishub Masuk Sel

    Pejabat Untirta dan Eks Kadishub Masuk Sel

    SERANG, BANPOS – Kejati Banten menahan 4 tersangka kasus internet desa. Penahanan tersebut diklaim agar proses pelengkapan berkas perkara dapat semakin mudah dilakukan oleh pihak Kejati Banten.

    Berdasarkan pantauan BANPOS, keempat tersangka yang terdiri dari eks Kadishubkominfo Provinsi Banten, RA, Direktur Laboratorium Administrasi Negara Fisip Untirta DMH, pelaksana kegiatan MK dan seorang PNS berinisial H digelandang menggunakan mobil tahanan Kejati Banten bertuliskan Tipikor.

    Keempatnya pun terlihat menggenakan rompi berwarna merah bertuliskan tahanan Kejaksaan. Selain itu, keempatnya juga terlihat dalam kondisi tangannya diborgol menggunakan borgol besi.

    Kasi Penerangan Hukum (Penkum) pada Kejati Banten, Ivan Siahaan, mengatakan bahwa keempatnya akan ditahan selama 20 hari di Lapas Pandeglang. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah proses pelengkapan berkas.

    “Terhadap para tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan. Untuk sementara tersangka dititipkan di Lapas Pandeglang. Alasan penahanan agar cepatnya pemrosesan pemberkasan dalam penanganan pidana ini,” ujarnya di Kejati Banten, Selasa (13/10).

    Ia mengatakan, penahanan yang dilakukan oleh pihaknya merupakan penahanan dalam tahap penyidikan. Oleh karena itu, tim penyidik disebutkan telah berkomitmen untuk cepatnya proses pemeriksaan dan cepatnya berkas perkara kasus itu.

    Ivan mengatakan, para tersangka yang digelandang yakni RA selaku eks Kadishubkominfo Provinsi Banten, H selaku PNS, MK selaku direktur perusahaan swasta dan DMH selaku direktur Lab Administrasi Negara Untirta.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh BANPOS, kasus tersebut terjadi dimulai dari adanya program bimbingan teknis (Bimtek) untuk internet desa. Dalam program tersebut, RA selaku kadis pada saat itu menghubungi MK bahwa OPD yang ia pimpin memiliki program dengan angka diatas Rp3 miliar.

    Namun dalam pelaksanaannya, Bimtek tersebut perlu menggandeng perguruan tinggi selaku pelaksananya. Maka dari itu, MK menghubungi DMH untuk menjalin kerjasama antara Lab Administrasi Negara Untirta dengan Dishubkominfo Provinsi Banten dalam Bimtek itu.

    Akan tetapi, Lab Administrasi Negara Untirta itu ternyata hanya berfungsi untuk mencairkan anggaran saja. Sedangkan yang melaksanakan tetap MK, dengan catatan DMH mendapatkan prosentase dari kegiatan itu.

    Selain itu, diketahui juga bahwa target peserta dalan pelaksanaan Bintek tersebut yakni sebanyak 1.000 peserta. Akan tetapi peserta yang benar-benar hadir di bawah 1.000 peserta, sehingga merugikan negara sekitar Rp1 miliar.

    Ivan mengatakan, kepada empat tersangka tersebut disangkakan pasal primer pasal 2 ayat 1, subsidier ayat 3 jo pasal 18 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Adapun jumlah kerugian negara kurang lebih sebesar Rp1 miliar,” ucapnya.

    Tak sampai pada empat tersangka itu saja, Ivan mengatakan bahwa akan ada tindak lanjut pemeriksaan terhadap para tersangka dan para saksi lainnya. “Masih akan ada pemeriksaan lanjutan terhadap tersangka dan saksi-saksi lainnya,” tandasnya.

    Sementara itu, Humas Untirta, Veronica Dian, mengatakan bahwa pihaknya belum bisa memberikan tanggapan. Sebab, pihaknya belum berkoordinasi dengan pimpinan Untirta.

    Sementara sebelumnya, Dian mengatakan bahwa Untirta akan melakukan pendampingan hukum terhadap DMH selaku dosen di perguruan tinggi tersebut. “Kami ikuti proses hukum yang ada. Dampingi yang bersangkutan dengan menyiapkan pengacara untuk pendampingan hukumnya,” ujarnya kemarin.(DZH/ENK)

  • Apresiasi Penolakan UU Cipta Kerja, Walikota Serang: Kami Mengikuti Masyarakat

    Apresiasi Penolakan UU Cipta Kerja, Walikota Serang: Kami Mengikuti Masyarakat

    SERANG, BANPOS – Apresiasi dan dukungan terhadap gerakan penolakan UU Cipta Kerja terus berdatangan. Terbaru adalah dari Walikota Serang, Syafrudin yang menyatakan mengapresiasi dan mendukung penolakan UU Cipta Kerja yang dilakukan oleh beberapa elemen seperti mahasiswa dan buruh.

    “Kami mengapresiasi, terutama kepada masyarakat atau karyawan yang menyampaikan aspirasi keberatan. Tentunya, pemerintah Kota Serang akan mengikuti siapa lagi kecuali mengikuti masyarakat,” ujar Syafrudin kepada BANPOS, Minggu (11/10)

    Namun, ia menyatakan bahwa selain melakukan aksi demonstrasi, masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja dapat melakukan gugatan ke MK atau ke pihak lainnya yang berwenang.

    “Secara pribadi dan kedinasan, kami mengapresiasi dan mendukung para pekerja atau buruh yang mengajukan keberatan,” tegasnya.

    Ketika ditanyakan terkait apakah akan memberikan surat penyampaian aspirasi, seperti kepala daerah yang lainnya. Syafrudin menyatakan bahwa akan mempertimbangkan hal tersebut dengan mengajak rapat bersama forum pimpinan daerah, Ketua DPRD dan tokoh masyarakat.

    “Secepatnya akan kita bahas,” ungkapnya.(DZH)

  • Jurnalis Mahasiswa Hilang, Jurnalis Suara.com Diintimidasi

    Jurnalis Mahasiswa Hilang, Jurnalis Suara.com Diintimidasi

    SERANG, BANPOS – Sejumlah jurnalis kampus Politeknik Negeri Jakarta, dikabarkan hilang saat meliput aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja di Istana Negara, Kamis (8/10). Ketiganya yaitu Ajeng Putri, Dharmajati Yusuf dan Muhammad Ahsan Zaki.

    Diketahui, tim peliputan Badan Otonom Gerakan Mahasiswa (BO GEMA) berangkat pukul 07:48 WIB dengan jumlah 9 personil yang menggunakan Id Card, kecuali Ahsan yang memakai pakaian hitam, rompi serta celana cokelat tanpa memakai atribut GEMA. Sebagai antisipasi, mereka membawa jaket kuning di dalam tas masing-masing.

    “Ketemuannya kita di stasiun Juanda, salah satu tim liputan kita namanya Fikri, berkabar di jam 08:24 sudah berada di kawasan Istiqlal yang menjadi titik kumpul kita (tim GEMA, red),” ujar salah satu rekan jurnalis GEMA, Indah, saat dihubungi oleh BANPOS, Kamis (8/10) malam.

    Pukul 09:32 para jurnalis kampus menunggu anggota lainnya yang bernama Fero di titik kumpul yang sudah ditentukan. Kemudian, pukul 10:08 anggota lainnya yaitu Adnan memberikan kabar bahwa dirinya belum dapat menembus kawasan Monumen Nasional (Monas).

    “Berarti dia sudah bergerak ke tempat liputan. Pukul 10:41, Arya (anggota GEMA) berkabar sudah berada di Mahkamah Agung (MA),” katanya.

    Pada pukul 10:42, Indah berinisiatif untuk berkirim pesan melalui grup peliputan pada aplikasi perpesanan WhatsApp untuk meminta live report suasana. Selanjutnya pukul 10:51, ia mendapatkan kabar bahwa Ajeng dan Dharma serta Ahsan standby di Istana.

    “Pukul 11:07 di grup itu Ajeng laporan bahwa di lokasi itu belum ada siapa-siapa, masih sepi. Pukul 11:10 Ajeng live report suasana (lewat grup) dan bilang masih sepi, dia bilang ‘tapi tenang aja, gue bakal update terus’. Udah setelah itu kita lose kontak sama dia,” jelasnya.

    Ia berupaya untuk menghubungi Ajeng, menanyakan terkait dengan konten GEMA, mengingat Ajeng merupakan ketua reporter yang berurusan pada konten-konten berita GEMA. Hingga akhirnya, Indah membuat keputusan sendiri karena Ajeng sama sekali tidak membalas pesannya.

    “Padahal status WhatsApp media online. Sekitar pukul 14:00 saya mulai panik, dan akhirnya saya menelpon lewat WhatsApp dan berdering, posisinya juga online, tapi nggak diangkat sama sekali. Saya coba bertahap menghubungi dia dan menghubungi Dharma untuk minta konten. Sama sekali tidak ada balasan, padahal status mereka online,” tururnya.

    Ia pun meneruskan pesan ke grup reporter pusat GEMA, mengabarkan kalau kedua reporter yaitu Ajeng dan Dharma tidak ada kabar termasuk Ahsan. Sempat menelpon melalui panggilan seluler, statusnya semua berdering tapi tidak juga diangkat.

    “Akhirnya kita mencoba melacak, tapi karena kami kekurangan tim IT yang jago untuk melacak sampai sedalam itu, kami putuskan pakai aplikasi tapi ketika dicoba error. Mencoba pakai nomor lain, lokasi masih menunjukkan di tempat yang sama. Terkahir mereka berkabar ada di sekitar istana,” katanya.

    Pukul 16:00, ia mendapati nomor ketiga reporter GEMA berstatus panggilan sedang dialihkan. Sehingga tim GEMA berupaya untuk melakukan pencarian melalui pamflet yang disebarluaskan dan menghubungi Lembaga bantuan hukum (LBH) pers dan LBH pusat, serta berkontak dengan aliansi jurnalis independen (AJI).

    “Dan mereka sudah mau untuk mendampingi GEMA, apabila teman kita ditahan di kepolisian. Tapi sampai sekarang kita belum tau posisi mereka dimana, karena berita banyak banget simpang siur makanya kami membuat pers rilis, kalau teman kita belum ketemu,” tandasnya.

    Selain itu, dalam peliputan yang sama, terjadi penganiaayaan, intimidasi, dan perampasan alat kerja Jurnalis Suara.com, Peter Rotti. Ia mengalami kekerasan dari aparat kepolisian saat meliput aksi unjuk rasa penolakan Omnimbus Law Undang-undang Cipta Kerja di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (8/10).

    Pemred Suara.com, Suwarjono mengungkapkan dalam press rilisnya bahwa peristiwa itu terjadi sekitar pukul 18.00 WIB, saat Peter merekam video aksi sejumlah aparat kepolisian mengeroyok seorang peserta aksi di sekitar halte Transjakarta Bank Indonesia.

    Ketika itu, Peter berdua dengan rekannya, yang juga videografer, yakni Adit Rianto S, melakukan live report via akun YouTube peristiwa aksi unjuk rasa penolakan Omnimbus Law.

    “Melihat Peter merekam aksi para polisi menganiaya peserta aksi dari kalangan mahasiswa, tiba-tiba seorang aparat berpakaian sipil serba hitam menghampirinya,” kata Suwarjono.

    Kemudian disusul enam orang Polisi yang belakangan diketahui anggota Brimob. Para polisi itu meminta kamera Peter, namun ia menolak sambil menjelaskan bahwa dirinya jurnalis yang sedang meliput.

    “Namun, para polisi memaksa dan merampas kamera Peter. Seorang dari polisi itu sempat meminta memori kamera. Peter menolak dan menawarkan akan menghapus video aksi kekerasan aparat polisi terhadap seorang peserta aksi,” jelasnya.

    Para polisi bersikukuh dan merampas kamera jurnalis video Suara.com tersebut. Peter pun diseret sambil dipukul dan ditendang oleh segerombolan polisi tersebut.

    “Saya sudah jelaskan kalau saya wartawan, tetapi mereka (polisi) tetap merampas dan menyeret saya. Tadi saya sempat diseret dan digebukin, tangan dan pelipis saya memar,” kata Peter melalui sambungan telepon.

    Setelah merampas kamera, memori yang berisi rekaman video liputan aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di sekitar patung kuda, kawasan Monas, Jakarta itu diambil polisi. Namun kameranya dikembalikan kepada Peter.

    “Kamera saya akhirnya kembalikan, tetapi memorinya diambil sama mereka,” ujarnya.

    Kekinian Peter dalam kondisi memar di bagian muka dan tangannya akibat penganiayaan aparat kepolisian.

    “Saya selaku Pemred Suara.com mengecam aksi penganiayaan terhadap jurnalis kami, maupun jurnalis media-media lain yang mengalami aksi serupa,” kecamnya.

    Sebab, jurnalis dalam melakukan tugas-tugas jurnalistik selalu dilindungi oleh perundang-undangan.

    “Saya juga mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas hal ini,” tandasnya.(MUF/PBN)

  • 14 Orang Demonstran Ditetapkan Tersangka, LBH Rakyat Banten Lakukan Pendampingan

    14 Orang Demonstran Ditetapkan Tersangka, LBH Rakyat Banten Lakukan Pendampingan

    SERANG, BANPOS – Ditreskrimum Polda Banten telah menetapkan status tersangka terhadap 14 orang yang telah diamankan dalam aksi unjuk rasa di depan kampus UIN SMH Serang. Aksi yang berlangsung Selasa (6/10) lalu itu juga berakhir ricuh.

    Kabidhumas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi yang didampingi oleh Wadirreskrimum Polda Banten AKBP Dedi Supriadi mengatakan, berdasarkan hasil dari penyelidikan, pemeriksaan saksi-saksi dan bukti yang cukup serta berdasarkan hasil gelar perkara telah ditetapkan 14 orang sebagai tersangka. Mereka dianggap telah memenuhi unsur-unsur dalam melakukan tindak pidana saat aksi demo menolak UU Cipta Kerja.

    “Setelah waktu 1 x 24 jam, kami dari Polda Banten berhasil menetapkan status tersangka kepada 14 orang yang kami amankan saat demonstrasi mahasiswa kemarin,” ucap Edy.

    Edy juga mengatakan bahwa dari 14 tersangka tersebut, satu orang diantaranya dilakukan penahanan. Tersangka berinisial BS (18) tercatat sebagai mahasiswa STIE Banten. Sedangkan 13 orang tersangka lainnya tidak dilakukan penahanan.

    Edy mengatakan, BS ditahan karena disangkakan melanggar pasal 351 KUHP dengan ancaman pidana nya lebih dari lima tahun. Sedangkan 13 orang yang tidak dilakukan penahanan dengan pertimbangan ancaman hukumannya dibawah lima tahun yaitu OA (22) mahasiswa. Oa dikenakan pasal 212 KUHP dengan ancaman hukuman penjara 1 tahun 4 bulan.

    Selanjutnya delapan orang lainnya dikenakan Pasal 218 KUHP ancaman hukuman empat bulan penjara dengan inisial MNG, RN, DR, NA, AK, FS, MZS, FF dan 4 Pelajar SLTA dgn inisial RR, MI, MF, MM. Mereka dijadikan tersangka untuk pelanggaran UU Nomor 4 tahun1984 tentang Wabah Penyakit dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara.

    “13 Tersangka yang tidak dilakukan penahan tersebut, padanya dikenakan wajib lapor pada hari Senin dan Kamis, dan proses hukum nya tetap berlanjut hingga berkas perkaranya lengkap dan untuk kita sidangkan ke pengadilan,” tandasnya.

    Terkait dengan penetapan status tersangka kepada 14 massa aksi dengan satu orang yang dinyatakan memenuhi unsur pidana sehingga masih ditahan, LBH Rakyat Banten selaku kuasa hukum akan mengambil beberapa tindakan.

    “Upaya hukum yang akan kami lakukan adalah memberikan perlindungan hukum kepada satu orang tersebut (yang masih ditahan karena memenuhi unsur pidana). Kami akan mengajukan penangguhan penahanan. Namun jika tidak, kami akan menggunakan hak kami untuk melakukan praperadilan, untuk menguji sah tidaknya penahanan tersebut,” kata pengacara LBH Rakyat Banten, Raden Elang Yayan Mulyana.(DZH/ENK)

  • Simpan Sabu Di Bawah Karpet Mobil,  Oknum ASN Pemprov Banten Diciduk Polisi

    Simpan Sabu Di Bawah Karpet Mobil, Oknum ASN Pemprov Banten Diciduk Polisi

    TAKTAKAN, BANPOS – Dua warga, satu diantaranya oknum ASN diamankan personil Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Serang Kota di pinggir jalan Serang – Cilegon, Kelurahan Drangong, Kecamatan Taktakan, Kota. Serang, Rabu (7/10/2020) malam. Keduanya diamankan karena kedapatan memiliki paket yang disembunyikan dalam kendaraannya.

    Kedua tersangka itu GS (33) warga Kelurahan Drangong, Kecamatan Taktakan, Kota Serang dan TP (39) warga Kelurahan Cimuncang, Kecamatan Serang, Kota Serang. Dari tersangka ini petugas mengamankan barang bukti satu bungkus plastik klip bening yang diduga berisikan narkotika jenis sabu.

    Kepala Satresnarkoba Iptu Shilton mengatakan penangkapan bermula laporan masyarakat yang curiga ada kendaraan jenis mini bus bolak balik tak jauh dari rumah warga. Berbekal dari laporan itu, personil Satresnarkoba langsung bergerak ke lokasi yang disebutkan warga.

    “Setiba di lokasi petugas tidak menemukan kendaraan yang dicurigai. Tapi setelah dilakukan penyisiran, kendaraan mini bus berhasil ditemukan dan langsung dihentikan,” terang Iptu Shilton kepada awak media, Kamis (8/10/2020).

    Shilton menjelaskan saat akan dilakukan pemeriksaan para penumpang mini bus menunjukan sikap yang mencurigakan karena diduga telah menggunakan narkoba. Petugas kemudian melakukan penggeledahan dan ditemukan satu paket diduga sabu yang disembunyikan di balik karpet kendaraan.

    “Atas temuan itu, kedua tersangka berikut barang bukti sabu serta kendaraannya diamankan ke Mapolres Serang Kota untuk dilakukan pemeriksaan. Dari hasil tes urine, kedua tersangka positif telah menggunakan narkoba. Dari pemeriksaan, satu tersangka diketahui berstatus ASN yang berdinas di lingkungan Pemprov Banten,” kata Kasat didampingi Kanit 1 Ipda Yuli Khaerani.

    Lebih lanjut, Shilton menjelaskan sebelum diamankan kedua tersangka ini baru saja menjemput sabu yang dipesan di sekitaran Kelurahan Drangong. Meski demikian, kedua tersangka tidak mengenal lebih jauh dari pengedar karena transaksi tidak dilakukan secara langsung. Transaksi dilakukan melalui telepon, begitupun pembayaran dilakukan melalui transfer bank.

    “Tersangka dan pengedar sabu tidak saling kenal karena transaksi dan pembayaran tidak dilakukan secara langsung. Rencananya, paket sabu tersebut akan dikonsumsi berdua,” kata mantan Kapolsek Curug. (DZH)

  • UU Cipta Kerja Telan Korban, 4 Mahasiswa dan 2 Polisi Luka Berat

    UU Cipta Kerja Telan Korban, 4 Mahasiswa dan 2 Polisi Luka Berat

    SERANG, BANPOS – Penetapan UU Cipta Kerja memunculkan gesekan konflik yang cukup keras, hingga menimbulkan korban luka berat dan ringan akibat bentrokan antara massa aksi dengan aparat keamanan.

    Setelah Polda Banten menyampaikan adanya korban luka sebanyak dua orang dipihaknya. Aliansi Geger Banten yang melakukan aksi penolakan UU Cipta Kerja merilis, terdapat 4 peserta aksi yang luka berat dalam kericuhan aksi yang dilakukan kemarin.

    “Jumlah korban luka ringan lebih dari 20 orang, jumlah korban luka berat sebanyak 4 orang,” jelas Humas Aksi, Ishak melalui rilis yang diterima awak media, Rabu (7/10).

    Ia memaparkan, 3 dari korban tersebut dibawa ke Rumah Sakit dikarenakan mengalami luka cukup parah, akibat terkena lontaran gas air mata yang dilontarkan oleh aparat kepolisian pada saat menghalau massa aksi.

    “Ada yang terindikasi mengalami geger otak, kemudian ada yang mengalami luka di kepala dan dijahit sebanyak 8 jahitan,” ungkapnya.

    Ia menyatakan, sekitar 5 orang massa aksi yang diamankan aparat kepolisian terlihat mendapatkan tindakan represifitas seperti, tendangan, kepala diinjak, pukulan, dan diseret.

    “Kami secara aliansi mengutuk keras tindakan represifitas, kami bersama kuasa hukum Aliansi Geger Banten kecewa, karena sampai saat ini belum bisa melakukan pendampingan serta menemui kawan-kawan yang ditangkap pihak kepolisian,” katanya.

    Sebelumnya, Kapolda Banten Irjen Pol Fiandar mengatakan, massa aksi memiliki beberapa pelanggaran sehingga aparat keamanan melakukan tindakan tegas terhadap para demonstran.

    Selain itu, Polda Banten juga masih menyelidiki adanya penyusupan dari gerakan anarkis yang biasa disebut Anarko.

    “Cara kerjanya, tampilannya, implementasi aktivitas demonya seperti itu. Sedang kita dalami, belum kita simpulkan. Namun kearah sana menjadi perhatian dari Ditreskrimum terkait kelompok-kelompak yang diduga Anarko,” ujar Fiandar.

    Fiandar menyatakan, dua anggota kepolisian mengalami luka akibat terkena lemparan batu pada saat terjadi bentrok. “Karo ops benjol dahinya, dilempar batu,” ujarnya.(PBN)

  • Menunggu Ditetapkan Status Tersangka, Pendemo Omnibus Law Tidak Bisa Didampingi LBH

    Menunggu Ditetapkan Status Tersangka, Pendemo Omnibus Law Tidak Bisa Didampingi LBH

    SERANG, BANPOS – 14 pendemo yang diamankan oleh Polda Banten diklaim masih berstatus saksi, sebab itu, mereka tidak bisa didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang sempat berencana memberikan pendampingan kepada para demonstran yang diamankan.

    “Saat ini statusnya masih saksi. Nanti kalau sudah menjadi tersangka baru bisa didampingi,” ujar Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Martri Sonny, usai konferensi pers di Mapolda Banten, Rabu (7/10).

    Ia menyatakan, saat ini Polda Banten masih melakukan pendalaman terkait peran dan keterkaitan terkait peran para demonstran terkait dugaan kriminal yang disangkakan.

    “Mereka ditangkap di lokasi aksi unjuk rasa tersebut. Kita tahu bersama terjadi perlawanan dengan pelemparan batu dan mercon. Mereka diamankan dengan bukti yang ada dan akan didalami keterkaitan dengan pihak Anarko,” ungkapnya.

    Sementara itu, Kapolda Banten Irjen Pol Fiandar mengatakan, massa aksi memiliki beberapa pelanggaran sehingga aparat keamanan melakukan tindakan tegas terhadap para demonstran.

    Selain itu, Polda Banten juga masih menyelidiki adanya penyusupan dari gerakan anarkis yang biasa disebut Anarko.

    “Cara kerjanya, tampilannya, implementasi aktivitas demonya seperti itu. Sedang kita dalami, belum kita simpulkan. Namun kearah sana menjadi perhatian dari Ditreskrimum terkait kelompok-kelompak yang diduga Anarko,” ujar Fiandar.

    Fiandar menyatakan, dua anggota kepolisian mengalami luka akibat terkena lemparan batu pada saat terjadi bentrok. “Karo ops benjol dahinya, dilempar batu,” ujarnya.

    Terpisah, LBH Rakyat Banten selaku penasihat hukum massa aksi yang ditahan oleh Polda Banten, membenarkan bahwa mereka sampai saat ini tidak diperkenankan mendampingi para mahasiswa.

    Humas LBH Rakyat Banten, M. Syarifain, mengatakan bahwa pada sekitar pukul 22.00 WIB pasca penahanan pada Selasa (7/10) kemarin, pihaknya telah mendatangi Polda Banten untuk melakukan pendampingan hukum

    Namun, meskipun telah melakukan negosiasi dengan pihak kepolisian, mereka baru bisa masuk ke dalam ruangan pada pukul 00.00 WIB. Itu pun mereka masih belum diperkenankan untuk melakukan pendampingan hukum dan hanya bertemu salah satu massa aksi yang sedang diperiksa.

    Ia pun menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh Polda Banten telah melanggar pasal 54 KUHAP terkait dengan pendampingan hukum di segala tingkatan.

    “Dalam pasal 54, guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

    Pada prinsipnya, penasihat hukum berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya.

    “Ini yang sangat disayangkan sebenarnya. Karena kami tidak diberikan space untuk memberikan pendampingan pada saat berita acara,” tuturnya.(DZH)