SERANG, BANPOS – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam gerakan mahasiswa peduli rakyat Banten (Gempur), melakukan aksi memperingati 20 tahun Provinsi Banten, Minggu (4/10) di KP3B, Kota Serang. Organisasi yang tergabung adalah HAMAS, IMC, SWOT, LMND, HMI MPO, IMAWA, MAPING, HMTL DAN FMI.
Gempur menyebut, kepemimpinan WH-Andika Bobrok, dikarenakan rakyat Banten masih belum mendapatkan apa yang dicita-citakan dalam semangat pendirian Banten yaitu kesejahteraan.
Menurutnya, justru Banten dihadapkan problematika yang sama setiap rezimnya, yaitu Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Mereka menyatakan, janji penuntasan masalah KKN telah menjadi bualan semata, hingga rezim yang dipimpin oleh WH-Andika.
“Bagaimana tidak, banyak proyek pembangunan yang dilakukan oleh Pemprov Banten sarat akan nuansa korupsi. Terkini, megaproyek pembangunan Sport Center di Kecamatan Curug, Kota Serang tersandung kasus korupsi. Bahkan kasus tersebut menyeret nama salah satu pejabat yang saat ini duduk di kursi dewan,” ujar Korlap Aksi, Fahmi Fakhrurrozi.
Aroma kolusi dan nepotisme di kepemimpinan rezim WH-Andika pun semakin tercium oleh rakyat, mana kala WH-Andika mengangkat orang-orang terdekatnya dalam jabatan strategis di Pemprov Banten. Bahkan, WH menempatkan menantunya untuk jabatan Eselon III.
“Di sisi lain, masyarakat menghadapi berbagai problematika lingkungan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan dan hak akses bagi penyandang disabilitas,” jelas anggota SWOT tersebut.
Pihaknya juga menyoroti Pilkada yang akan di selenggarakan di beberapa daerah yang ada di Banten namun dilakukan saat pandemi Covid-19.
“Banyak permasalahan yang ada di Banten. Terlebih, beberapa daerah yang ada di Banten ini akan menyelenggarakan Pilkada serentak di tengah pandemi Covid-19,” katanya.
Menurutnya, Pilkada serentak yang di selenggarakan di tengah pandemi Covid-19 ini tidak efektif dan dapat menimbulkan klaster baru.
Sehingga Gempur menuntut, Pilkada agar dapat ditunda terlebih dahulu.
“Kami menuntut agar pilkada serentak ini dapat di tunda terlebih dahulu agar tidak terjadi klaster baru,” tandasnya.
Dalam aksi yang melibatkan puluhan mahasiswa itu, pihak kepolisian dianggap bertindak anarkis saat mengamankan jalannya aksi massa. Dalam aksi tersebut, sempat terjadi bentrok antara massa aksi dengan aparat keamanan.
Bentrokan berujung pada penyeretan salah satu peserta aksi, Diebaj. Beruntungnya, saat sedang diseret oleh salah satu oknum polisi, massa aksi lain menyelamatkan.
“Kami hanya bertahan di barisan sembari menunggu perwakilan Pemprov Banten menemui kami, tapi polisi malah mengatakan kami memprovokasi dengan memukul dan mengatakan kata-kata kasar,” ungkapnya kepada BANPOS.
Diebaj mengaku, ia yang ditendang terlebih dahulu oleh polisi dengan inisial B. Dan pada saat ia ingin menyelamatkan rekannya yang sedang ditarik oleh polisi, justru dia ditarik dan diseret oleh polisi.
“Tidak hanya itu, saya juga diinjak oleh pihak kepolisian. Saya menyayangkan hal tersebut,” ucapnya yang merupakan ketua HMI MPO Cabang Serang.
Ia menyayangkan sikap anarkis aparat kepolisian yang ditugaskan untuk mengamankan jalannya aksi.
Diebaj memandang bahwa saat itu pihak kepolisian bukan mengamankan, akan tetapi memprovokasi massa aksi.
“Seharusnya polisi mengamankan aksi bukan malah memprovokasi apalagi bertindak represif,” tandasnya.(MUF)