Kategori: HEADLINE

  • BBWSC3 Tak Bantah Dugaan Kerusakan

    BBWSC3 Tak Bantah Dugaan Kerusakan

    SERANG, BANPOS – Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Cidurian-Ciujung (BBWSC3) tidak memberikan bantahan terhadap dugaan kerusakan yang terjadi di Bendungan Sindangheula, hingga mengakibatkan banjir bandang Kota Serang terjadi.

    BBWSC3 dalam keterangan tertulisnya, hanya menyampaikan sejumlah jawaban atas pertanyaan tertulis yang disampaikan oleh BANPOS, tanpa menjawab pertanyaan berkaitan dengan dugaan kerusakan bendungan.

    Dalam keterangan yang ditulis oleh Kepala BBWSC3, I Ketut Jayada, diterangkan bahwa pihaknya melalui Unit Pengelolaan Bendungan, melakukan kegiatan Operasi, Pemantauan, Pemeliharaan dan Pengamanan Kawasan (OPPP) pada Bendungan Sindangheula dengan SOP sebagaimana yang tercantum dalam Pedoman OP Bendungan Sindangheula Tahun 2019.

    “Kegiatan Operasi dilakukan untuk mengatur debit air yang dikeluarkan agar tetap sesuai dengan Pola Operasi Waduk Sindangheula sehingga manfaat BSH (Bendungan Sindangheula) dapat terpenuhi,” ujarnya, Senin (10/7).

    Adapun kegiatan Pemantauan dilakukan melalui pembacaan alat instrumentasi, sehingga dapat mengetahui kondisi bendungan. Kegiatan itu melibatkan alat: Piezometer, V Notch dan Inklinometer dan Patok Geser.

    “Kegiatan Pemeliharaan dan Pengamanan Kawasan dilakukan untuk menjaga agar bendungan dan waduknya tetap terjaga kondisinya sesuai dengan desain awal,” terangnya.

    Ia mengatakan bahwa bendungan Sindangheula didesain dengan umur rencana 50 tahun. Umur tersebut dihitung berdasarkan prediksi besaran sedimen, yang dapat masuk dan menjadi tampungan mati pada waduk.

    Menurutnya, elevasi dasar pintu pengambilan air pada BSH didesain berada di atas tampungan mati tersebut, sehingga selama 50 tahun BSH dapat tetap beroperasi tanpa gangguan dari adanya endapan sedimen.

    “Untuk tinggi dan tampungan bendungan pun sudah didesain dengan analisis hidrologi, dimana menggunakan debit masukan (inflow) andalan dari Sungai Cibanten dan desain banjir maksimum boleh jadi. Hal ini bertujuan agar volume tampungan dan bagaimana cara pengeluaran airnya, dapat memenuhi kebutuhan air sebagaimana manfaat desain bendungan secara berkelanjutan,” katanya.

    Ia menjelaskan, pekerjaan yang saat ini tengah dilakukan di bendungan Sindangheula, merupakan pekerjaan penyempurnaan konstruksi bendungan. Adapun kegiatannya terdiri atas penambahan pintu early release, pemasangan perkuatan lereng jalan akses dan pemasangan Strongmotion Accelerograph (SMA).

    Untuk penambahan pintu early release, ia menuturkan bahwa hal itu dilakukan untuk mendukung fungsi reduksi banjir sebesar 51,53 m3/detik. Dengan adanya penambahan pintu early release tersebut, mengubah pola operasi waduk sebelumnya.

    “Konsep pola operasi waduk yang sebelumnya yaitu ketika ada prediksi curah hujan ektrem disampaikan oleh BMKG atau Pusat Monitoring Bendungan, BSH akan melakukan penurunan muka air waduk ke elevasi target untuk menyiapkan tampungan banjir yang akan datang dari hulu melalui Operasi Hollow Jet Valve. Pada kegiatan penyempurnaan ini dilakukan pemasangan pintu tambahan yaitu pintu early release agar proses penurunan muka air waduk dapat dilakukan lebih cepat dan memenuhi target elevasi tampungan banjir yang dibutuhkan sebelum hujan ekstrem terjadi,” jelasnya.

    Menurutnya, dalam pekerjaan konstruksi yang tengah dilakukan, tidak ada perubahan dalam rencana desain atau spesifikasi Bendungan Sindangheula. Sebab, pekerjaan yang sedang dilaksanakan hanya kegiatan penyempurnaan, agar BSH dapat beroperasi dengan lebih baik.

    Adapun mengenai keringnya bendungan Sindangheula saat ini, diterangkan oleh I Ketut Jayada bahwa hal itu untuk mengantisipasi seringnya hujan dan memberikan daya tampung.

    “Kondisi waduk saat ini terlihat kering untuk mengantisipasi kondisi terakhir yang sering hujan sehingga perlu disediakan tampungan untuk debit banjir,” ucapnya.

    Untuk diketahui, sehari sebelum edisi Indepth BANPOS berjudul ‘Mengungkap Tabir Sindangheula’ dan pada saat keterangan tertulis itu dikirimkan, BANPOS telah menyampaikan sejumlah pertanyaan berkaitan dengan dugaan kerusakan bendungan, yang mengakibatkan banjir bandang Kota Serang.

    Adapun pertanyaan pada sehari sebelum edisi Indepth terbit, yakni apakah benar telah terjadi kerusakan pada bendungan Sindangheula, terutama pada Hollow Jet Valve atau katup pemancar air. BANPOS pun mengirimkan kutipan kalimat pada Kerangka Acuan Kerja (KAK) pekerjaan yang saat ini tengah dilakukan.

    Adapun sebagian kutipan yang BANPOS kirimkan yakni: …terjadi permasalahan pengoperasian pada komponen hidromekanikal (Hollow Jet) sehingga membutuhkan penanganan yang segera agar supaya tidak bertambah kerusakannya apabila terjadi curah hujan yang cukup tinggi..

    Sekretaris BBWSC3, Hadian, yang menjadi penghubung antara BANPOS dengan Kepala BBWSC3 menjawab bahwa pertanyaan itu akan dijawab sekaligus pada dokumen jawaban tertulis. Sayangnya, tidak ada jawaban atas pertanyaan itu.

    Lalu pada Senin (10/7), tepat setelah jawaban diberikan melalui Hadian, BANPOS kembali bertanya mengenai dugaan kerusakan tersebut. Adapun pertanyaannya yakni berkaitan dengan keterangan narasumber, bahwa Hollow Jet rusak sebelum banjir bandang terjadi, dan Hollow Jet tidak dibuka pada saat banjir bandang terjadi. Hadian hanya membaca pesan yang disampaikan oleh BANPOS. (DZH)

  • Pemkot Siap Kawal Samaun Bakri Jadi Tokoh Pahlawan Nasional

    Pemkot Siap Kawal Samaun Bakri Jadi Tokoh Pahlawan Nasional

    SERANG, BANPOS – Pemerintah Kota Serang siap kawal pengusulan gelar tokoh Kh Samaun Bakri menjadi gelar Pahlawan Nasional secara resmi yang diakui gelar kepahlawanannya oleh Negara.

    Sebelumnya, pengajuan gelar kepahlawanan tersebut sempat diajukan di Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat. Akan tetapi, karena terdapat beberapa berkas yang tidak sesuai, pengajuan tersebut belum bisa dilanjutkan.

    Anak dari Tokoh Kh. Samaun Bakri, Fuad S Bakri mengatakan, bahwasannya beberapa tahun kebelakang, pihak keluarga serta masyarakat sempat mengajukan gelar pahlawan kepada Pemerintah, akan tetapi terdapat beberapa hal yang belum sesuai. Pengajuan tersebut dilakukan di Kota Pariaman, Sumatera Barat karena wilayah tersebut merupakan tempat kelahiran Samaun Bakri. Namun, karena terdapat proses yang tidak sesuai, proses pengajuan gelar pahlawan tersebut tidak dilanjutkan.

    “Saat itu kami sudah ajukan dari Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat, namun setelah diteruskan ke Pemerintah Pusat ada hal yang belum sesuai dari administrasi dan sebagainya sehingga proses pengajuan tidak bisa dilanjutkan,” katanya, Senin (10/7).

    Fuad menuturkan, dirinya tidak menyerah dalam mengajukan gelar Pahlawan Nasional Samaun Bakri. Yang kemudian, Ia pun mengajukan dan memohon kepada Pemerintah Kota Serang untuk mengajukan gelar Pahlawan Samaun Bakri melalui Pemerintah Kota Serang dan Provinsi Banten.

    “Dulu, ayah kami, Samaun Bakri, pernah menjadi Wakil Residen Banten yang diutus langsung oleh Presiden Pertama Soekarno, kemudian perjuangannya untuk NKRI dahulu juga sangat berjasa. Kh. Samaun Bakri, mendapat Misi membawa dua Peti Emas dari Banten untuk membeli Senjata dan Pesawat untuk NKRI ke India, namun pada saat melintasi jalur Lampung-Bengkulu, pesawat yang dinaiki ditembak oleh Belanda sehingga gugur pada saat menjalankan misi,” tuturnya.

    Selain itu, peneliti tokoh pahlawan Nasional, Mufti Ali mengatakan, bahwa Tokoh Nasional Samun Bakri juga sangat berjasa bagi Banten khususnya Kota Serang.
    “Kiprahnya dan gugurnya beliau ini saat menjadi wakil residen Banten, dan juga saat ini sampai dijadikan nama di jalanan Kota Serang,” katanya.

    Menanggapi hal tersebut, Walikota Serang, Syafrudin menyampaikan, dirinya mengaku ketika ada kesempatan akan langsung dibuatkan tim untuk membantu proses pengajuan gelar Pahlawan Nasional. Dirinya berharap di masa kepemimpinannya terdapat beberapa tokoh Nasional Banten terutama yang ada di Kota Serang agar dijadikan sebagai tokoh Pahlawan Nasional.

    “Saya akan mendukung apapun yang dipersyaratkan sampai dengan resmi diterima pengajuannya pahlawan Nasional InsyaAllah akan kami penuhi,” tandasnya. (CR-01).

  • Pemkab Lebak ‘Woles’ Dinilai Rendah

    Pemkab Lebak ‘Woles’ Dinilai Rendah

    SERANG, BANPOS – Bupati Kabupaten Lebak Iti Octavia Jayabaya mengaku ‘woles’ alias tidak mengambil pusing atas rendahnya hasil penilaian capaian kinerjanya di tahun ini oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    ”Gapapa dinilai rendah itukan by process, ya. Jadi kan ada indikator-indikator, makanya saya juga ingin mendalami indikator kinerja kita menurun itu dari segi apa ya?” katanya kepada BANPOS pada Senin (10/7).

    Namun, ia menduga beberapa faktor penyebab turunnya nilai capaian kinerja Pemkab Lebak di tahun ini.

    Iti menilai adanya ketidaksamaan persepsi antar lembaga dalam menentukan indikator-indikator penilaian terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.

    ”Karenakan sekarang ini, kemarin kita dikumpulkan di KemenPAN, jadi ada dokumen penilaiannya berbeda-beda ya, SAKIT Menpan, misalkan Kemendagri LPPJ. Jadi nanti akan disamakan persepsinya, sehingga indikatornya bisa sama,” jelasnya.

    Tidak hanya itu, Iti juga menjelaskan, selain disebabkan karena adanya ketidaksamaan persepsi dalam menentukan indikator penilaian. Hal itu juga turut disebabkan oleh adanya kendala yang dihadapinya selama menahkodai Kabupaten Lebak.

    Salah satu kendala yang dihadapinya selama ini adalah keadaan fiskal Kabupaten Lebak yang rendah, dan juga capaian penyerapan anggaran belanja pegawai yang tidak sesuai dengan target yang ditetapkan.

    ”Kendalanya apa? Banyak, ya. Kami fiskalnya masih rendah, kebutuhan masyarakatnya banyak. Terus lagi kan sekarang ini pemerintah juga harus menekankan dengan biaya rutin gaji pegawai 30 persen, tapi kita belum bisa mencapai itu 34 persen. Karena kita juga diwajibkan juga untuk terus mengangkat P3K, kan begitu. Jadi gak bisa mencapai itu semua kalau tadi ada kebijakan-kebijakan lain. Karena pemerintah daerah itu sebagai pelaksana teknis dari kebijakan pemerintah pusat,” erangnya.

    Meski capaian kinerjanya dinilai rendah, namun orang nomor satu di Lebak itu pun mengaku bahwa hal itu tidak turut berpengaruh terhadap jalannya roda pemerintahan di Kabupaten Lebak.

    Selain itu, ia juga menjelaskan, saat ini yang terpenting adalah menjalankan roda pemerintahan di Kabupaten Lebak sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan oleh aturan yang berlaku.

    ”Kami mah berjalan aja yang penting kami sesuai dengan aturan, regulasi yang ada di dalam menjalankan roda pemerintahan,” jelasnya.

    Sebelumnya, Kemendagri menggelar pertemuan bersama Pemprov Banten terkait dengan evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah di Gedung Pendopo Gubernur Banten pada Rabu (5/7) lalu.

    Dalam pertemuan tersebut disebutkan bahwa, Kabupaten Lebak dan Pandeglang menjadi daerah dengan nilai capaian kinerjanya yang terendah, bila dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Provinsi Banten.

    Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala Subdirektorat Evaluasi Kinerja Wilayah III Pada Direktorat Evaluasi Kinerja dan Peningkatan Kapasitas Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Imelda.

    “Capaian kinerja yang masih rendah adalah Lebak dan Pandeglang,” terangnya saat ditemui oleh awak media di Gedung Pendopo Provinsi Banten.

    Atas hasil tersebut Imelda berharap Pemprov Banten dapat segera mengambil langkah cepat untuk melakukan pembenahan. Tujuannya agar, kinerja pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota dapat terus meningkat.

    “Kami berharap untuk Pj Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah provinsi Banten bisa melaksanakan peningkatan capaian kinerja di kabupaten/kota,” tandasnya.(MG-01/PBN)

  • LPJ Al Muktabar Diterima dengan Catatan

    LPJ Al Muktabar Diterima dengan Catatan

    SERANG, BANPOS – DPRD Provinsi Banten mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2022 Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dalam rapat paripurna yang digelar pada Kamis (6/7).

    Dalam pembahasannya, laporan pertanggungjawaban tersebut menuai catatan dari anggota Dewan Provinsi Banten.

    Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten Budi Prayogo menyebutkan setidaknya ada dua hal yang menjadi catatan terhadap penggunaan APBD di tahun 2022 lalu, diantaranya adalah soal penyerapan belanja daerah dan juga realisasi pendapatan.

    “Ya tentunya kita rekomendasinya dua ya, OPD yang serapan anggaran yang rendah dan OPD yang tidak mencapai target pendapatan tentunya karena itu nafas kita,” katanya, saat ditemui usai menggelar Rapat Paripurna di Gedung DPRD Provinsi Banten.

    Kendati ada beberapa OPD yang serapan anggaran belanja masih terbilang rendah, Budi menjelaskan bahwa yang menjadi sorotan sebenarnya bukanlah itu.
    Menurutnya, hal yang menjadi sorotan anggota Dewan adalah soal realisasi pendapatan sejumlah OPD yang masih banyak meleset dari target yang sudah ditetapkan.

    “Kalau dilihat dari SiLPA nya sih sebagian besar OPD serapannya bagus ya. Mungkin ada 1-2 OPD yang serapannya rendah, cuma yang jadi perhatian kita pendapatan yang tidak tercapai itu aja,” terangnya.

    Padahal secara persentase realisasi pendapatan sudah mendekati capaian 100 persen. Namun meski begitu, Budi mengatakan bahwa hal itu belum bisa dikatakan berhasil.

    Pasalnya, jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, Pemprov Banten mampu mencapai target maksimal dalam realisasi pendapatan daerah.

    “Kalau pendapatan Bapenda ya, tanggung jawab Bapenda. 98 sekian (persen) capaian kita, tetap aja belum 100 persen karena sejarah kita dulu-dulu itu di atas 100 persen,” pungkasnya.

    Sementara itu di sisi lain, menanggapi soal evaluasi serapan belanja daerah Provinsi Banten tahun 2022 dinilai masih terbilang rendah, Pj Gubernur Banten Al Muktabar menjelaskan di tahun ini pihaknya akan berusaha untuk dapat mengoptimalisasi itu.

    “Kita terus menggiatkannya dengan metode intensifikasi dan ekstensifikasi itu dan pencapaiannya juga cukup baik. Dan dalam rangka pembelanjaannya kita tentu mengatur cash flow ini untuk 2023 ya,” katanya.

    Namun untuk di tahun ini, Al Muktabar mengklaim status kebijakan anggaran Provinsi Banten menunjukan hasil yang baik.

    Hal itu bisa dilihat dari serapan belanja daerah Provinsi Banten masuk ke dalam peringkat 10 besar daerah dengan serapan anggaran belanjanya tertinggi se-nasional.

    “Dalam pergerakannya kita di 10 besar nasional kurang lebih sekitar itu. Artinya progres kita memang masih cukup memadai ya,” tuturnya.

    Kemudian Al Muktabar juga mengatakan, saat ini Pemprov Banten tengah berusaha untuk menjaga keseimbangan arus kas, agar kas daerah tidak mengalami kolaps.

    “Ini penting juga diformulasikan karena jarak antara pendapatan dan pembelanjaan itu harus dijaga ritmenya, agar kita tidak terjadi gagal bayar. Ini maintenance cash flow-nya kita lakukan dan kita terus menguatkan rencana pendapatan dan juga proses pembelanjaan,” tandasnya.(MG-01/ENK).

  • Daging Ayam Beda Harga Di Tangerang Makin Tinggi, di Lebak Mulai Turun

    Daging Ayam Beda Harga Di Tangerang Makin Tinggi, di Lebak Mulai Turun

    TANGERANG, BANPOS – Harga ayam potong di wilayah Kabupaten Tangerang melambung tinggi. Kemarin, harganya menembus Rp55 ribu per kilogram di pasaran. Sementara di wilayah Kabupaten Lebak harganya justru mulai menurun.

    Di wilayah kabupaten Tangerang, kenaikan harga daging ayam yang terjadi mencapai Rp10 ribu per kilogram. Padahal harga sebelumnya berkisar di angka Rp45 ribu per kilogramnya.

    “Sekarang harga ayam potong naik, harganya sampai Rp55 ribu. Dari sebelumnya Rp45 ribu/kg,” ucap Rizal, salah satu penjual ayam potong di Pasar Tradisional Gudang Tigaraksa, Kamis (6/7).

    Ia menyebutkan, terjadinya kenaikan harga ayam potong tersebut disebabkan oleh tingginya harga pakan ternak. Sehingga sejumlah produsen pun menaikkan harga jual ke pedagang.

    Selain itu, kenaikan harga ini juga dipicu banyaknya peternak yang memanen dini ayam broilernya. Akibatnya, ayam potong yang datang ke pasaran ukurannya kecil-kecil yang disebabkan oleh kenaikan harga pakan tersebut.

    “Kalau penyebabnya itu karena sekarang harga pakan naik. Makanya para produsen menjual ke pedagang tinggi,” tuturnya.

    Ia mengaku, kondisi naiknya harga ayam potong itu sudah terjadi sejak beberapa bulan terakhir sebelum Ramadan.

    “Dari sebelum bulan puasa harga ayam potong di pasar sudah naik. Bahkan, sampai sekarang,” katanya.

    Atas dampak kenaikan harga itu, omset atau pendapatan para pedagang khususnya ayam potong, mengalami penurunan cukup drastis. Karena kenaikan harga itu justru membuat penurunan pembeli.

    “Ditambah kita mendapat komplain dari pelanggan juga,” ungkap dia.
    Terpisah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Tangerang, Banten, menyebutkan kenaikan harga daging ayam di pasar dipengaruhi oleh tingginya harga pakan ternak.

    “Ini memang akibat naiknya harga pakan ternak, yang saat ini masih cukup tinggi. Jadi pedagang ayam potong di pasar itu ikut menaikkan,” ucap Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan pada Disperindag Kabupaten Tangerang, Iskandar Nordat di Tangerang, kemarin.

    Dia menyebutkan tingginya harga pakan ternak mempengaruhi kestabilan sejumlah harga kebutuhan pokok masyarakat. Seperti salah satunya yang terkena dampak tersebut adalah pada sektor komoditas daging ayam dan telur ayam negeri.

    “Jadi ada dua komoditas yang terdampak itu, daging ayam dan telur dan harga itu sudah bertengger naik sejak Ramadhan sampai sekarang. Kalau kondisi itu terbilang bukan terjadi kenaikan lagi tapi berpindah harga,” ujarnya.

    Menurut dia, bila kondisi tersebut terus berlanjut harus ada keterlibatan pemerintah pusat dalam mengintervensi terhadap penyebab terjadinya kenaikan harga kebutuhan pangan tersebut.

    “Selama ini kalau dari daerah sudah mencoba untuk upaya stabilisasi itu dengan menggelar bazar-bazar murah. Namun, kalau penyebabnya harga pakan yang tinggi, harus ada keterlibatan pemerintah pusat untuk intervensi,” tuturnya.

    Hingga saat ini, kata dia, sudah seminggu lebih harga daging ayam dan telur masih belum beranjak turun, di mana harga daging ayam di pasar tradisional rata-rata mencapai Rp48.000-Rp55.000/kg padahal sebelumnya sekitar Rp25.000-Rp30.000/kg. Sedangkan harga telur ayam negeri saat ini Rp29.000-Rp31.000/kg.

    Ia menyebutkan ada perbedaan harga daging ayam di toko ritel dengan harga di pasar tradisional.

    “Kalau harga di toko ritel memang sudah tinggi sejak awal. Konsumen mereka juga tetap, jadi sudah terbiasa dengan harga tinggi itu,” tuturnya.

    Kendati demikian, dalam upaya menekan kenaikan harga tersebut, Disperindag Kabupaten Tangerang berkoordinasi dengan instansi lain menstabilkan harga dan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

    “Kami berupaya menekan kenaikan harga bahan pokok yang terjadi saat ini, antara lain dengan melakukan koordinasi,” katanya.

    Pada bagian lain, Harga daging ayam ras di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Lebak, Banten mulai menurun. Kini harga komoditas itu berkisar di angka Rp40 ribu per kilogram, turun dari pekan lalu yang menembus Rp60 ribu per kilogram.

    “Sekarang, harga daging ayam ras dijual Rp40 ribu/kilogram,” kata Samsul, seorang pedagang di pasar tradisional Rangkasbitung Kabupaten Lebak,Kamis.

    Kenaikan harga daging ayam sepekan lalu hingga menembus Rp60 ribu/kilogram, karena untuk kebutuhan konsumsi Idul Adha 2023. Permintaan pasar cenderung meningkat dan persediaan daging ayam di pasaran berkurang. Karena itu, harga daging ayam ras terjadi lonjakan sehingga dikeluhkan konsumen.

    Namun, kata dia, saat ini harga daging ayam ras mulai kembali menurun dijual Rp40 ribu/kilogram.

    “Kami sebagai pedagang tetap ingin harga daging ayam ras kembali normal dengan kisaran Rp32 ribu/kilogram,” katanya menjelaskan.

    Begitu juga pedagang lainnya, Suryadi mengatakan para konsumen masih menilai cukup tinggi harga daging ayam ras dijual Rp40 ribu/kilogram, sehingga berdampak terhadap omzet pendapatan.

    “Kami hanya bisa menjual daging ayam sebanyak 30 kilogram dari 50 kilogram selama sepekan terakhir ini, padahal sebelumnya terjadi kenaikan habis terjual 50 kilogram itu,” kata Suryadi.

    Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak Orok Sukmana mengatakan pemerintah daerah kini melakukan intervensi kepada pengelola peternakan unggas yang ada di wilayahnya agar mengutamakan kebutuhan pasar, sehingga dapat memenuhi ketersediaan pangan daging ayam.

    Saat ini, Kabupaten Lebak sebagai daerah produsen peternak unggas potong, sehingga dapat memenuhi ketersediaan daging ayam ras itu.

    “Kami sudah kerja sama dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan serta perusahaan ternak unggas potong jika sudah panen agar cepat didistribusikan ke pasar guna mengendalikan kenaikan harga di pasaran,” kata Orok.(DZH/ANT)

  • DPRD Kabupaten Pandeglang dan Lebak Harap Perbaikan Kinerja Pemda, Soal Penilaian dari Kemendagri

    DPRD Kabupaten Pandeglang dan Lebak Harap Perbaikan Kinerja Pemda, Soal Penilaian dari Kemendagri

    PANDEGLANG, BANPOS – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberi nilai capaian rendah terhadap Pemkab Pandeglang dan Pemkab Lebak.

    Penilaian itu harus jadi bahan untuk mengevaluasi diri bagi kedua pemerintahan agar pembangunan bisa berjalan sebagaimana mestinya.

    Sebelumnya, penilaian Kemendagri disampaikan Kepala Subdirektorat Evaluasi Kinerja Wilayah III Pada Direktorat Evaluasi Kinerja dan Peningkatan Kapasitas Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Imelda, Rabu (5/7).

    Pernyatan disampaikan dalam agenda evaluasi penyelenggara pemerintah daerah bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten pada Rabu (5/7).

    Menanggapi penilaian itu, kemarin Ketua Komisi I DPRD Pandeglang, Endang Sumantri mengatakan, bahwa Kemendagri tidak menyebutkan secara spesifik dari 126 indikator yang digunakan dalam memberikan penilaian tersebut.

    Menurutnya, indikator itu seharusnya bisa dijelaskan agar kemudian lembaga legislatf di daerah bisa melakukan fungsi kontrolnya.

    “Kami sebagai dewan bisa mengontrol, mana saja yang harus dibenahi dan nantinya akan kami sampaikan kepada pemerintah daerah. Karena kami juga warga dan bagian dari pemerintahan juga,” kata Endang kepada BANPOS melalui selulernya, Kamis (6/7).

    Menurutnya, jika evaluasi penilaian tersebut benar, pihaknya tetap akan menyampaikannya kepada pemerintah daerah untuk segera dibenahi agar kedepan kinerjanya lebih baik lagi.

    “Kinerja yang baik itu merupakan suatu keharusan, Ketika mendapatkan penilaian seperti ini dari Kemendagri maka harus secepatnya melakukan evaluasi dan pembenahan,” terang legislator dari Fraksi Partai Demokrat itu.

    Oleh karena itu, lanjut Endang, dengan mendapatkan penilaian kinerja rendah tersebut, tentunya menjadi tanggung jawab semuanya mulai dari masyarakat, OPD dan lainnya.

    “Kedepannya pemerintah daerah harus berinovasi, namun hal itu harus juga didukung oleh anggaran yang memadai. Jadi pada prinsipnya, pemerintah daerah kedapan harus melakukan pembenahan,” ungkapnya.

    Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Pandeglang dari Fraksi Partai Gerindra, Erin Fabiana mengatakan, dengan adanya penilaian kinerja rendah dari Kemendagri tersebut, pemerintah daerah harus melakukan evaluasi dan membutuhkan langkah-langkah yang harus dilakukan.

    “Seharusnya ini jadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah, bagaimana caranya bisa keluar zona tersebut. Capaian kinerja itu kan butuh langkah-langkah, ini kuncinya ada di pimpinan,” katanya.

    Menurutnya, jika selalu tertinggal tentunya membutuhkan pemimpin yang membuat terobosan dan harus melakukan lompatan-lompatan serta melakukan evaluasi.

    “Jadi harus melakukan evaluasi, salahnya dimana dan jangan sampai tahun depan terjadi lagi seperti in ikan sehrusnya seperti itu. Butuh kesadaran kolektif agar Pandeglang bangkit dari ketertinggalan. Kalau setelah dievaluasi masih tidak ada perubahan, berarti ada yang salah,” ungkapnya.

    Tanggapan juga disampaikan Wakil Ketua DPRD Lebak, Ucuy Mashuri Sajim. Dia mengatakan bahwa hasil evaluasi terhadap Pemkab Lebak bukan penilaian terhadap kinerja individu. Ia berharap, hasil tersebut dapat menjadi gambaran untuk meningkatkan kinerja Pemkab Lebak di kemudian hari.

    “Pada prinsipnya secara pribadi ini bisa jadi bahan evaluasi ke depan, kinerja pemerintah ini sistem, bukan orang per orang, Mudah-mudahan ke depan hasil evaluasi ini bisa jadi motivasi agar kinerja pemerintah kedepan bisa lebih baik lagi,” ujar Ucuy.

    Sehari sebelumnya, Kepala Subdirektorat Evaluasi Kinerja Wilayah III Pada Direktorat Evaluasi Kinerja dan Peningkatan Kapasitas Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Imelda menjelaskan, setidaknya ada sekitar 126 indikator yang digunakan untuk menilai capaian kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.

    Namun dari sejumlah indikator tersebut, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang dianggap belum mencukupi.

    “Capaian kinerja yang masih rendah adalah Lebak dan Pandeglang,” terangnya saat ditemui oleh awak media di Gedung Pendopo Provinsi Banten.

    Melihat hasil penilaian evaluasi tersebut, Imelda berharap, Pemprov Banten dapat segera mengambil langkah cepat untuk melakukan pembenahan. Tujuannya agar, kinerja pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota dapat terus meningkat.

    “Kami berharap untuk Pj Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah provinsi Banten bisa melaksanakan peningkatan capaian kinerja di kabupaten/kota,” ujarnya.(DHE/MYU/ENK)

  • Masyarakat Diharap Aktif Antisipasi Perubahan Iklim

    SERANG, BANPOS – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak masyarakat ikut berpartisipasi aktif dalam mengatasi berbagai tantangan yang harus dihadapi akibat perubahan iklim.

    Ajakan itu disampaikan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya dalam sambutannya yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Agus Justianto di acara Climate Change Expo and Forum (ICCEF) 2023, di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (7/7).

    Agus menyampaikan bahwa dunia saat ini menghadapi triple planet challenges, yakni perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan polusi. Ketiganya saling terkait dan sangat mendesak untuk diatasi.

    “Di tengah krisis tersebut, tidak ada pilihan lain selain bekerja sama. Menjadi panggilan kita semua untuk melakukan akselerasi aksi-aksi nyata memerangi tantangan dimaksud,” kata Agus di pameran yang berlangsung dari tanggal 6 hingga 9 Juli 2023 itu.

    Ia menambahkan, Indonesia saat ini terus berupaya memimpin agenda pengendalian perubahan iklim. Dalam dokumen Peningkatan Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (Enhanced NDC), Indonesia menargetkan penurunan emisi sebesar 31,89 persen dengan dukungan nasional dan 43,20 persen dengan dukungan internasional, dibandingkan dengan target sebelumnya yaitu 29 persen dan 41 persen secara berturut-turut.

    Selaras dengan itu, Indonesia juga bertujuan mencapai emisi karbon yang seimbang (net zero emission), di mana jumlah emisi karbon yang diserap setara atau lebih besar dari emisi yang dihasilkan.

    Salah satu langkah yang diambil adalah melalui program Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, yang berfokus pada pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya.

    Program ini, jelasnya, didasarkan pada pengelolaan hutan lestari, tata kelola lingkungan, dan tata kelola karbon. Tujuan dari Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030 adalah mencapai penurunan emisi gas rumah kaca sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030.

    Agus melihat ICCEF 2023 dengan tema “Collaboration For Ambitious FOLU Net Sink and Local Leadership Actions” adalah manifestasi semangat dan optimisme bersama dalam mempercepat implementasi pengendalian perubahan iklim di Indonesia.

    Ia menyebut acara ini sebagai momentum efektif untuk mengedukasi publik dan menyebarkan informasi mengenai keberhasilan Indonesia melalui kolaborasi semua pihak, termasuk pemerintah.

    “Kolaborasi ini diharapkan membangun keselarasan langkah dalam mengawal isu-isu perubahan iklim terutama dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya,” harapnya.

    Sebagai informasi, ICCEF 2023 diikuti oleh lebih dari 120 instansi yang terdiri dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah, perusahaan swasta, BUMN dan investasi, NGO/organisasi dan perguruan tinggi.

    Tidak ketinggalan komunitas masyarakat, pelaku eco-living, serta pengamat dan pemerhati lingkungan hidup dan perubahan iklim dari seluruh Indonesia.

    ICCEF 2023 merupakan rangkaian kegiatan menuju agenda internasional 28th Conference of the Parties United Nations Framework Convention on Climate Change (COP28 UNFCCC) tahun 2023 yang akan diselenggarakan di Dubai, UEA.

    “Perjuangan pengendalian perubahan iklim Indonesia menjadikan ICCEF ini sebagai bagian tidak terpisahkan sekaligus menempatkan sosialisasi persiapan delegasi Indonesia menuju COP28 UNFCCC,” tutup Agus.(ENK/RMID)

  • Investor Disebut Siap Kelola Liwungan Dan Popole

    Investor Disebut Siap Kelola Liwungan Dan Popole

    SERANG, BANPOS – Pulau Liwungan dan Pulau Popole dinilai dapat menjadi peluang investasi bisnis yang menggiurkan bagi Kabupaten Pandeglang. Sebab berdasarkan perhitungan penilaian terhadap Barang Milik Daerah oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Provinsi Banten, kedua pulau di perairan laut Pandeglang itu disebut-sebut memiliki nilai yang cukup fantastis.

    Kepala Kanwil DJKN Provinsi Banten Nuning Sri Rejeki Wulandari dalam Konferensi Pers yang digelar di Kantor Kanwil DJPb Provinsi Banten menyebutkan nilai wajar Pulau Liwungan mencapai Rp50,7 miliar sementara Pulau Popole mencapai di kisaran angka Rp42,7 miliar.

    “Untuk dikerjasamakan, pemanfaatan oleh pemerintah Pandeglang yaitu adalah sebagian tanah Pulau Liwungan dan Pulau Popole yang nilainya lumayan cukup tinggi untuk Pulau Liwungan ada sekitar Rp50,7 miliar sedangkan untuk Popole senilai Rp42,7 miliar,” ujarnya kepada awak media pada Rabu (5/7).

    Kemudian Nuning menjelaskan, melihat potensi tersebut, bukan tidak mungkin kedepannya pemerintah Kabupaten Pandeglang akan menjalin kerjasama dengan pihak investor untuk dapat mengelola pulau-pulau itu.

    Bahkan menurutnya, saat ini pun sudah ada investor yang menyatakan diri siap untuk menjalin kerjasama dengan pemerintah Pandeglang untuk dapat mengelola kedua pulau itu.

    “Terkait dengan dua pulau tersebut ini adalah aset yang dimiliki oleh Kabupaten Pandeglang dimana hal ini menurut pemerintah daerah Pandeglang memiliki potensi, dan investornya sudah siap,” jelasnya.

    Meski nilai harga wajar kedua pulau itu sudah dapat diketahui, namun Nuning mengaku bahwa hasil itu perhitungan itu belum bisa disampaikan kepada publik.
    Hal itu disebabkan karena sudah ada pihak yang sudah lebih dulu menyatakan berminat untuk berinvestasi di sana.

    “Jadi memang nilai tersebut sudah diketahui, sudah didapatkan dan namun belum diekspos dikeluarkan, diinformasikan kepada masyarakat banyak karena ada investor yang siap untuk kerjasama pemanfaatan,” kata dia.

    Hanya saja saat disinggung soal siapa pihak yang menyatakan diri berminat untuk menjalin kerjasama pengelolaan terhadap pulau-pulau itu, Kepala Kanwil DJKN Provinsi Banten itu mengatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui.

    “Siapanya, saya kurang tahu. Tapi yang jelas pemerintah Pandeglang sudah siap untuk memanfaatkan dua pulau tersebut,” tandasnya.(MG-01)

  • Realisasi APBD Pemprov Banten Kembali Jadi Sorotan

    Realisasi APBD Pemprov Banten Kembali Jadi Sorotan

    SERANG, BANPOS – Usai mendapatkan sorotan dari anggota Dewan Provinsi Banten, Pemprov Banten kini kembali menuai sorotan dari aktivis Jaringan Nurani Rakyat (JANUR) Banten, Ade Yunus.

    Ade Yunus menilai Pemprov Banten belum mampu memaksimalkan penyerapan anggaran APBD tahun ini. Sebab berdasarkan catatannya, hingga Semester I tahun ini serapan anggaran belanja Pemprov Banten hanya berkisar di angka 27,62 persen dari target yang ditetapkan.

    Melihat kenyataan itu, ia menyarankan kepada Pemprov Banten untuk segera melakukan pembenahan, agar sisa anggaran yang ada dapat terserap secara optimal.

    “Persentase Realisasi Belanja Barang dan Jasa APBD Provinsi Banten hingga akhir Juni 2023 hanya terealisasi 27,62 % atau hanya 1 Triliun dari target 3,8 triliun, bahkan secara persentase angka tersebut masih dibawah Belanja Pegawai yang mencapai 38,28%, maka tentu harus segera berbenah bukan beretorika mencari apologi pembenaran,” tegasnya kepada BANPOS pada Selasa (4/7).

    Ade Yunus menambahkan bahwa belanja daerah harus berorientasi hasil, karena hanya dengan realisasi yang maksimal, maka akan mendorong pergerakan perekonomian di lingkungan masyarakat.

    Selain itu, tidak hanya menyoroti perihal serapan anggarannya yang dianggap masih rendah, ia juga turut mengkritisi perihal realisasi pendapatan Pemprov Banten yang sama rendahnya dengan serapan belanja daerah.

    Kendati realisasi pendapatan daerah di Semester I tercatat sebesar 42,78 persen atau sekitar Rp3,6 Triliun, Pemprov Banten seharusnya mampu memaksimalkan kembali realisasi pendapatan itu.

    Sebab menurutnya investasi di Provinsi Banten tengah mengalami pertumbuhan tinggi, oleh sebab itu Pemprov Banten didesak harus mampu memaksimalkan celah potensi tersebut.

    “Padahal tren perekonomian dan investasi sedang tumbuh baik, maka mestinya Pendapatan Asli Daerah dapat digenjot secara maksimal hingga pertengahan tahun ini,” tambahnya.

    Ia kemudian membandingkan dengan tren realisasi pendapatan Pemprov Banten dari tahun-tahun yang dinilainya tidak konsisten.

    “Kita bisa lihat di tahun 2019 misalnya realisasi belanjanya mencapai 89,53 persen, lalu tahun 2020 itu tertinggi sampai di angka 94,90 persen, turun lagi pada tahun 2021 di akhir masa transisi menjadi 77,96 persen lalu 2022 hanya naik sedikit menjadi 82,94 persen,” tandasnya.

    Meski begitu, hal yang harus dipikirkan oleh Pemprov Banten adalah upaya memaksimalkan realisasi penyerapan belanja daerah. Pasalnya, hal itu lah yang justru manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

    “Yang dibutuhkan rakyat adalah realisasi penggunaan anggaran agar segera dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, bukan sekedar retorika kata-kata, silahkan buktikan kita tunggu hasilnya di akhir tahun nanti,” pungkasnya.

    Sebelumnya, terkait dengan serapan anggaran belanja daerah, Pj Gubernur Banten Al Muktabar menyebutkan bahwa serapan anggaran belanja daerah Provinsi Banten sudah mencapai di kisaran angka 32 persen.

    Bahkan menurutnya dengan capaian itu, upaya Pemprov Banten patut untuk diapresiasi lantaran mampu masuk ke dalam lima besar sebagai daerah dengan serapan anggarannya tertinggi se nasional.

    ”Serapan anggaran ada kan 32 persen. Kita (penyerapan anggaran) di atas nasional ya. Jadi nasional itu rata-rata 30 berapa gitu ya, kita masuk lima besar lah. Kalau tidak salah kemarin sempat terlempar ke nomor 12, kalau tidak salah saya cek,” terangnya pada Senin (3/7) kemarin.

    Kemudian menjawab tudingan terkait realisasi pendapatan yang dianggap masih rendah, Al Muktabar menjelaskan, justru hasil yang saat ini berhasil diraih sudah cukup baik.

    “Begitu juga pendapatan. Pendapatan juga space nya bagus di 8 persen sampai 10 persen. Jadi kalau belanjanya lebih banyak dari pendapatan kan nanti malah dibilangin ngutang lagi,”

    “Jadi kan harus kita jaga itu kedekatan antara pendapatan dan pembelanjaan. Dan pendapatan harus lebih tinggi, kita kalau tidak salah kemarin itu di 8 persen kalau tidak salah ya, kurang lebih gitu ya jaraknya dan itu ideal sampai 10 persen,” tandasnya.(MG-01/PBN)

  • Biaya Politik Jadi Pemicu Korupsi

    Biaya Politik Jadi Pemicu Korupsi

    JAKARTA, BANPOS – Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menilai modal puluhan miliar rupiah yang dikeluarkan para calon kepala daerah untuk mengikuti pemilihan umum mengakibatkan proses politik menjadi sebuah transaksi bisnis.

    “Kenapa banyak kepala daerah yang terjerat korupsi? Karena biaya politik kita yang sangat mahal,” kata Alexander dalam Media Gathering Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 di Hotel Pullman Jakarta, Senin (3/7).

    Menurut dia, mahalnya biaya politik membuat banyak kepala daerah usai terpilih justru terjerat kasus korupsi. Berdasarkan survei KPK dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), biaya yang dibutuhkan untuk mencalonkan diri sebagai bupati atau wali kota sebesar Rp20-30 miliar.

    Kendati demikian, lanjut Alexander, jumlah biaya politik itu belum tentu membuat kandidat para calon kepala daerah memenangkan kontestasi politik. Ia mengatakan para calon pemimpin itu harus merogoh kocek sekitar Rp50-Rp70 miliar.

    Apabila daerah yang akan dipimpinnya kaya akan sumber daya alam (SDA), maka biaya politik yang dikeluarkan lebih besar lagi.

    “Kalau mau menang harus dilipatgandakan Rp50-Rp70 miliar, tergantung daerah, apakah daerah kaya akan sumber daya alam, akan lebih tinggi lagi,” jelasnya.

    Alexander menjelaskan dari survei yang dilakukan KPK dan Kemendagri, tidak semua biaya berasal dari kandidat calon kepala daerah. Ia menyebutkan biaya tersebut juga berasal dari sponsor yang rata-rata merupakan pengusaha setempat.

    “Memang dari survei kami, tidak semua biaya itu dari kantong calon, tapi ada sponsor yang rata-rata adalah para vendor atau pengusaha setempat biasanya pengusaha konstruksi,” tutur dia.

    Ia mengatakan pihaknya melakukan survei terhadap para pengusaha yang mendukung pendanaan calon kepala daerah. Hasil survei tersebut mengungkapkan bahwa biaya yang dikucurkan tidak diberikan secara cuma-cuma.

    “Harapan mereka kalau calon yang didukung menang, setidaknya nanti kalau ikut lelang proyek itu dipermudah,” ucap Alexander.

    Melihat realitas ini, Alexander mengaku tak heran apabila terjadi permasalahan dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa maupun pembangunan infrastruktur yang tidak sesuai harapan. Pasalnya, ada utang politik yang harus dibayar kepada sponsor yang sudah mendukung selama pemilihan kepala daerah (pilkada)

    “Kalau kegiatan pengadaan barang dan jasa, pembangunan infrastruktur kita ada persoalan, salah satu akar persoalan di situ. Ada utang politik yang harus dibayar oleh kepala daerah kepada donatur pendukung para calon kepala daerah. Itu persoalannya,” tandasnya.(PBN/RMID)