PANDEGLANG, BANPOS – Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran (BPBD-PK) Pandeglang mencatat ada sekitar tujuh kecamatan di Kabupaten Pandeglang berpotensi mengalami kekeringan akibat fenomena El Nino.
“Kita memang punya data, punya sejarah kekeringan. Yang rentan itu 7 kecamatan dari total data 23 kecamatan,” kata Plt BPBD-PK Pandeglang, Hasan Basri kepada wartawan, Selasa (14/6).
Menurutnya, berdasarkan data Kajian Risiko Bencana (KRB), ada ribuan jiwa yang berpotensi terdampak kekeringan di tujuh wilayah kecamatan tersebut.
“Berdasarkan data KRB sebesar 228.450 orang,” ujarnya.
Dijelaskannya, berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), potensi kekeringan yang mungkin terjadi itu di daerah Banten Utara, Serang dan Cilegon. Meskipun begitu, di Pandeglang sendiri masyarakat perlu waspada akan terjadinya kekeringan.
Oleh karena itu, lanjut Hasan, BPBD-PK sendiri saat ini sudah menyiapkan dua posko untuk mendistribusikan pasokan air ke wilayah yang terdampak jika terjadi kekeringan. Ia juga mengaku sudah berkoordinasi dengan Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Pandeglang.
“BPBD-PK sudah menyiapkan dua posko untuk mensuport air bersih ke lokasi-lokasi jika ada kekeringan, yaitu Posko Labuan satu tangki air kapasitas 6.000 liter dan posko Pandeglang satu tangki air, terus juga saya sudah koordinasi dengan Perumdam jika terjadi kekeringan kami didukung oleh Perumdam,” terangnya.
Hasan menambahkan, tujuh wilayah tersebut diantaranya adalah Kecamatan Angsana, Patia, Sindangresmi, Picung, Bojong, Sukaresmi dan Kecamatan Panimbang.
Hasan mengatakan, BPBD-PK sendiri sudah melakukan mitigasi untuk mengantisipasi terjadinya kekeringan dan pihaknya juga sudah menyiapkan dua posko yang dipersiapkan untuk mendistribusikan air bersih ke wilayah terdampak.(dhe/pbn)
Kategori: HEADLINE
-
Pandeglang Waspada Kekeringan
-
Blank Spot Baduy Akan Dikabulkan
SERANG, BANPOS – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten sepertinya tidak bisa menolak permintaan masyarakat suku Baduy terkait penghentian fasilitas layanan internet di wilayahnya.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Pelaksana Harian (Plh) Sekda Provinsi Banten Virgojanti. Ia mengatakan bahwa pihaknya akan memenuhi tuntutan tersebut.
”Ya, kalau itu permintaan mereka yah, akan kita penuhi toh,” ucapnya.
Menurutnya permintaan penghentian fasilitas layanan internet itu tidak membawa dampak yang berarti di sana, sehingga Pemprov Banten tidak mempermasalahkan tuntutan tersebut.
“Karena mereka juga kan di sana nggak ada kaitan, kalau misalkan mau ujian atau apa sekolah juga enggak,” imbuhnya.
Ia menerangkan, sinyal internet itu disediakan bagi masyarakat yang membutuhkan, sementara masyarakat suku Baduy Dalam secara aturan adat tidak diperkenankan untuk memiliki telepon genggam.
Sehingga menurutnya, yang sebenarnya menolak itu bukan berasal dari suku Baduy secara menyeluruh, melainkan datang dari suku Baduy Dalam.
”Sebenarnya yang menolak itu bukan di (Baduy) luarnya tapi di (Baduy) dalam nya. Itu kan dari kasepuhan atau Puun kan tidak ingin.” jelasnya.
Menurutnya upaya penolakan itu didasari oleh rasa kekhawatiran kasepuhan Baduy Dalam terhadap layanan internet yang dinilai banyak membawa dampak negatif bagi masyarakat dan adat budaya mereka.
“Mungkin pengunjung ke dalam ngga ada bisa komunikasi, karena khawatir juga foto-foto, nanti di upload-upload. Mungkin itu mereka (warga Baduy Dalam) sudah membaca kondisi itu,” terangnya.
Oleh karenanya, berdasarkan pertimbangan tersebut Virgojanti menegaskan bahwa Pemprov Banten tidak bisa menolak permintaan tersebut. Ia bahkan menyerahkan kembali permasalahan tersebut kepada tetua adat setempat.
“Mangga silahkan, kalau itu mah kewenangan puun. Hanya area itu saja yang dibebaskan dari jaringan seluler, karena mereka punya pertimbangan sendiri,” tukasnya.
Sementara itu, Plt Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Provinsi Banten Nana Suryana mengatakan terkait hal itu pihaknya siap untuk memfasilitasi agar masalah tersebut dapat segera diatasi.
Namun, ia menjelaskan, perlu juga ada upaya edukasi kepada masyarakat termasuk masyarakat Baduy Dalam terkait dampak baik dari adanya layanan internet.
”Tentu itu sudah disampaikan oleh pemerintah kabupaten ke pemerintah pusat, kita nanti coba membantu memfasilitasi dalam artian bisa melakukan sosialisasi kepada warga bersama-sama tentunya peran temen media ini penting sekali menyampaikan apa yang menjadi dampak negatif apa yang menjadi dampak positif dengan adanya internet itu,” jelasnya.(MG-01/PBN) -
Kemiskinan Membelenggu, TPPO Terus Mewabah
SERANG, BANPOS – Tingginya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Provinsi Banten yang berhasil diungkap oleh kepolisian membuat pemerintah kembali mengingatkan tentang pentingnya partisipasi multi pihak.
Sementara pemerintah juga diminta untuk menyelesaikan akar permasalahan dari ‘wabah’ TPPO ini, yaitu tingginya angka kemiskinan dan sedikitnya lapangan kerja bagi masyarakat Banten.
Terkait hal ini, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Banten mengaku telah membentuk Gugus Tugas pencegahan agar kasus TPPO tidak terjadi.
Kepala DP3AKKB Banten Sitti Maani Nina mengatakan bahwa pihaknya telah membentuk Gugus Tugas Pencegahan TPPO dengan melibatkan semua pihak dari berbagai unsur, mulai dari aparat hukum hingga masyarakat sipil.
”Kalau di pencegahan kami memang sudah ada gugus tugas TPPO yang sudah dibentuk berdasarkan SK Gub di dalamnya, juga memang berbagai lintas sektor yang masuk. Sehingga peran dari APH (aparat penegak hukum), peran dari kami sesuai dengan porsinya masing-masing otomatis berjalan ya,” ujarnya saat dihubungi lewat sambungan WhatsApp pada Selasa (13/6).
Nina menjelaskan, selain dibentuk Gugus Tugas di level masyarakat perlu juga dibentuk komunitas berbasis masyarakat. Tujuannya adalah, agar sistem pencegahan dan pendampingan terhadap korban TPPO dapat jauh lebih efektif.
”Terkait dengan pencegahannya kembali diperlukan pembentukan komunitas TPPO berbasis masyarakat, memang. Ini akan lebih efektif lagi, karena komunitas TPPO berbasis masyarakat itu mereka sendiri yang proteknya, mereka yang mempersiapkannya, mereka yang betul-betul gerak cepat bersama-sama dengan kami, pemerintah,” tuturnya.
Tidak hanya itu, Nina juga mengatakan, pihaknya telah memberikan dukungan anggaran terhadap Gugus Tugas tersebut agar upaya pendampingan dan perlindungan terhadap korban dapat berjalan dengan baik.
”Dukungan pendanaan juga melalui APBD untuk pencegahan dan penanganan TPPO melalui Satgas TPPO juga kami masukan ke dalam program kegiatan,” jelasnya.
Selain itu, tidak hanya membentuk Gugus Tugas Pencegahan TPPO, Nina juga menjelaskan bahwa DP3AKKB telah berupaya melakukan koordinasi kepada semua pihak agar dapat membentuk fasilitas pelayanan pendampingan yang terpadu, agar kebutuhan korban TPPO terkait dengan pemulihan kesehatan dan sosial dapat segera terpenuhi.
”Termasuk juga koordinasi untuk memberikan kemudahan bagi korban dalam mengakses layanan rehabilitasi kesehatan, sosial maupun TKI, ini juga pusat layanan terpadu dan terintegrasi secara tuntas itu dilakukan langsung oleh UPTD PPA DP3AKKB Provinsi Banten,” tuturnya.
Sementara itu pegiat PATTIRO Banten Martina Nursaprudianti mengatakan, selain memberikan perlindungan dan pendampingan, pemerintah juga perlu untuk memastikan bahwa korban TPPO tidak kembali terjerat ke dalam kasus yang serupa.
Perlu adanya upaya pemulihan terhadap korban dengan cara memberikan pelatihan yang dapat memulihkan keadaan ekonomi para korban. Karena menurut Martina, akar dari terus terjadinya ‘wabah’ perdagangan orang ini tetap adalah kemiskinan.
Tingginya tingkat kemiskinan, serta rendahnya lapangan kerja menyebabkan masyarakat tidak memiliki pilihan dan mudah tertipu dengan janji-janji manis dari oknum-oknum pelaku TPPO tersebut.
”Selain membentuk satgas, pemerintah harus memastikan korban TPPO ini tidak kembali lagi ke pekerja sebagai WNA dengan memberikan pelatihan yang bisa mencukupi ekonomi mereka,” ucapnya.
Menurut Martina, memberikan pelatihan kepada korban TPPO dapat menjadi langkah preventif pemerintah agar korban tidak kembali terjerat.
”Pemberian pelatihan itu salah satu cara preventif pemerintah,” imbuhnya.
Selain itu, Martina juga menekankan selain memberikan perhatian pencegahan di level pendampingan masyarakat, pemerintah juga perlu memperkuat dari sisi hukum agar dapat memberikan efek jera terhadap pelaku TPPO.
”Kalau non preventif itu salah satunya melakukan penekanan hukum pidana dengan menjerat si pelakunya Kalau Banten belum ada perda, perlu mengeluarkan perda terkait pencegahan TPPO itu,” tegasnya.
Terpisah, Pj Gubernur Banten Al Muktabar mengimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menerima tawaran pekerjaan ke luar negeri. Perlu adanya pemahaman semua pihak, agar kejadian TPPO di Provinsi Banten tidak kembali terjadi.
”Dan juga dalam rangka itu perlu, pemahaman perhatian kita bersama segenap masyarakat. Komunikasi juga sangat menentukan agar didalami betul dipahami betul sesuatu yang akan kita jadikan keputusan hidup kita agar berangkat ke luar negeri,” terangnya.
Satreskrim Polres Pandeglang mengamankan dua orang diduga pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), kedua orang pelaku tersebut adalah US (25) dan OS (34).
Kasatreskrim Polres Pandeglang, AKP Shilton mengatakan, setelah mendapatkan informasi, kedua orang pelaku tersebut diamankan di wilayah Kecamatan Cikeusik sekitar pukul 05.00 WIB.
“Kami baru saja mengamankan dua orang pelaku terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang yang ada di wilayah Pandeglang,” kata Shilton.
Dijelaskan Shilton, dalam melakukan aksinya, kedua pelaku akan mengirimkan tenaga kerja ke negara Malaysia secara ilegal melalui salah satu perusahaan penyalur tenaga kerja bodong atau tidak terdaftar.
Selama kurun waktu hampir enam bulan beroperasi, kata Shilton lagi, kedua pelaku sudah sekitar 18 orang warga Pandeglang sudah diberangkatkan ke Malaysia secara ilegal bekerja di perkebunan sawit. Setelah bekerja, para korban tidak mendapatkan upah yang layak, bahkan tidak ada kepastian kontrak kerja.
“Dari hasil keterangan sementara, pelaku ini sudah enam kali melakukan pengantaran calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Malaysia dengan total sebanyak 18 orang dalam kurun waktu selama enam bulan,” terangnya.
Shilton menambahkan, para korban yang diberangkatkan ke Malaysia tersebut tidak dibekali keahlian dalam bekerja oleh pelaku. Agar bisa mengirim korban ke luar negeri, pelaku membuatkan paspor pelancong untuk para korban dan satu orang pekerja dipungut biaya sebesar Rp7 juta.
“Teknisnya mereka ini dipungut biaya sebesar Rp7 juta per orang saat akan diberangkatkan,” ujarnya.
Dengan diamankannya dua orang pelaku tersebut, lanjut Shilton, pihaknya berhasil menggagalkan upaya pengiriman lima orang calon tenaga kerja yang akan diberangkatkan dalam waktu dekat oleh para pelaku.
“Setelah kita melakukan pendalaman dan pemeriksaan, Alhamdulillah kita menggagalkan pemberangkatan sebanyak lima orang calon PMI yang sudah melakukan pendaftaran dan registrasi, dimana dalam waktu dekat orang-orang ini akan diberangkatkan,” ungkapnya.(MG-01/dhe/pbn) -
Proses Transmisi Energi Membutuhkan RUU EBT
JAKARTA, BANPOS – Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) dinilai penting dalam merealisasikan proses transmisi energi di Tanah Air. RUU ini diyakini menjadi kontrol atas penggunaan energi fosil seperti batubara.
“Untuk Indonesia, proses transisi energi menjadi penting. Undang-Undang Energi Baru Terbarukan ini menjadi sebuah payung hukum bagi kalau kita mau melakukan proses transisi,” kata peneliti tambang dan energi Alpha Research Database Indonesia, Ferdy Hasiman, dalam diskusi Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR bertajuk “RUU EBT untuk Pengembangan Energi Baru Terbarukan Adil dan Berkelanjutan”, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/6).
Dia optimistis, RUU EBT akan mempermudah proses transisi yang kerap digaungkan Presiden Jokowi. Karena itu, dia menyesalkan lamanya pengesahan RUU EBT, yang membuat ketidakpastian hukum pada sektor energi.
Ferdy heran, pembahasan RUU EBT tak kunjung menemukan titik terang. Padahal, sektor energi Indonesia bakal mengalami krisis besar untuk 10-12 tahun ke depan selama masih bertahan menggunakan energi fosil. “Kalau kita masih tetap bertumpu pada energi fosil yang saat ini menjadi dominan utama, yang jelas kita 10-12 tahun lagi akan mengalami krisis besar, krisis di sektor energi,” kata dia.
Dia lalu menyampaikan kondisi yang membuat Indonesia membutuhkan RUU EBT. Pertama, produksi minyak nasional Tanah Air semakin menurun. Ferdy mencatat, pada 2002 produksi minyak Indonesia masih di atas 1 juta barel per hari. Saat ini, produksi minyak tinggal 700 ribu barel per hari.
“Kita ini membutuhkan BBM setiap hari itu di angka 1,4 juta barel, dan itu yang membuat kita impor. Akibatnya, tarik impor ini hampir 50 persen dari luar,” ucapnya.
Dia mewanti-wanti anggota Komisi VII DPR untuk tidak ragu mendorong proses transisi energi. Khususnya, menggolkan RUU EBT tersebut.
Ferdy lalu mewanti-wanti DPR agar jangan sampai ada aturan power wheeling alias penggunaan bersama jaringan transmisi, dalam RUU EBT. Sebab, aturan ini bisa mengganggu PLN dalam menjadi pasokan listrik ke masyarakat.
Dalam power wheeling, perusahaan swasta bisa menjual langsung listrik ke masyarakat. PLN hanya bertugas sebagai penyedia jaringan. Menurut Ferdy, ini sangat berbahaya untuk sektor kelistrikan.
“Selama ini PLN itu ditugaskan konstitusi untuk mengamankan kelistrikan nasional. Kita tidak perlu risau kemampuan PLN untuk mendorong energi baru terbarukan. Bahkan sekarang PLN sudah menggunakan sekitar 12-15 Gigawatt untuk energi bersih energi baru terbarukan,” ucapnya.
Jika aturan power wheeling ini masuk RUU EBT, dia khawatir mengarahkan ke liberalisasi sektor kelistrikan dan itu akan melanggar Undang-Undang Nomor 30 tentang Kelistrikan Nasional. “Karena itu, sebagai masukan saja, saya titipkan supaya jika ada wacana power wheeling di Komisi VII itu, harus dipastikan ditolak karena itu akan melanggar Undang-Undang PLN,” tegasnya.(PBN/RMID)BalasTeruskan -
Tak Tersalurkan, Pemdes Bojongjuruh Kembalikan Beras Bansos
BANJARSARI, BANPOS – Pemerintah Desa Bojongjuruh, Kecamatan Banjarsari, mengembalikan sebanyak 120 kilogram beras Bantuan Sosial. Hal itu dikarenakan tidak tersalurkannya beras-beras tersebut kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).Diketahui, beras 120 kilogram tersebut dikemas dalam 12 karung, setiap karungnya berisikan 10 kilogram yang diserahkan langsung oleh Kepala Desa Bojongjuruh ke Kantor Pos, didampingi Ketua BPD Bojongjuruh, Linmas Desa dan disaksikan oleh Sekretaris kecamatan (Sekmat) Banjarsari Kurniawan, serta Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Banjarsari, Betry Marlyani.Kades Bojongjuruh, Sumantri, didampingi Ketua BPD, Encep Hidayat, menjelaskan bahwa pengembalian beras Bantuan Sosial Pangan ini tentunya bukan tanpa alasan. Pasalnya, KPM yang harus menerimanya ini telah meninggal dunia dan KPM yang tidak keberadaannya.“Kegiatan pengembalian beras Bansos pangan Ini juga telah tercatat dalam Berita Acara Penyerahan yang ditandatangani langsung oleh saya selaku Kepala Desa dan diketahui Sekmat Banjarsari beserta TKSK Kecamatan,” terangnya, kemarin.Menurutnya, hal itu dilakukan agar manajemen pembagian Bansos Pangan disalurkan secara jelas sesuai dengan data yang ada dan di update setiap waktu oleh petugas.“Saya selaku Kepala Desa Bojongjuruh jika menemukan hal serupa terkait penyaluran Bansos apapun itu programnya dari pemerintah, akan selalu tegas bahwa penyaluran Bansos harus sesuai dengan data yang ada, jangan sampai dipindah tangankan. Jika KPM meninggal, atau pindah domisili dan tidak diketahui, segera laporkan untuk segera kita verifikasi serta validasi langsung. Sehingga berapapun sisa yang tidak tersalurkan kita kembalikan kepada pemerintah sesuai aturan yang ada,” ungkap Kades..Pada bagian lain, Kades juga berpesan kepada seluruh masyarakat dan Kepala Keluarga di desanya, agar bersabar apabila belum dianggap layak untuk menerima bansos.“Kami juga sebagai Pemerintah Desa terus berupaya agar penyaluran Bansos dapat dilakukan seadil-adilnya. Karena selama ini Data penerima, kami tidak serta merta dapat mengubah begitu saja, mengganti atau menghapus KPM yang tidak layak menjadi penerima lagi bahkan pengajuan KPM baru. Ini disebabkan karena kami melanjutkan program selanjutnya yang datanya turun langsung dari pemerintah,” ujar Kades.Pihaknya berharap, pemerintah daerah atau pusat agar bisa membuka peluang bagi keluarga yang layak bantuan bisa segera tercatat.“Kami menunggu serta berharap mudah-mudahan pemerintah diatas agar membuka peluang seluas-luasnya agar Keluarga yang layak mendapatkan itu segera terkaper” jelas Sumantri.Terpisah, warga setempat, Ajat Sudrajat, mengapresiasi upaya Kades Bojongjuruh yang telah mengembalikan bantuan beras Bansos yang tidak tersalurkan tersebut.“Saya sangat mengapresiasi dengan langkah kepala desa yang tidak mau sembarangan memberikan bantuan Bansos tersebut kepada yang bukan hak nya, mudah-mudahan ke depan bantuan dari pemerintah tersebut bisa selalu tepat sasaran,” tuturnya. (WDO) -
Kejari Lebak Diminta Segera Tetapkan Tersangka
LEBAK, BANPOS – Aktivis Unma Banten Hadi Anwar Mutha meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak untuk segera menetapkan tersangka terkait kasus dugaan pungutan liar (Pungli) dan gratifikasi di Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping terkait pembebasan lahan tambak udang.
Dikatakan, bahwa kasus yang melibatkan Kepala Desa dan suaminya yang berstatus sebagai ASN itu sudah ramai menjadi sorotan publik.
Aktivis yang berstatus Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Himakom) Unma Banten ini menuding jika yang dilakukan oknum kades tersebut merupakan perilaku menabrak hukum, pasalnya ia telah menyalahgunakan wewenang dan jabatannya.
“Berdasarkan kajian kami di divisi Sospolkum Himakom, yang dilakukan Kades Pagelaran Kecamatan Malingping itu merupakan bentuk pelanggaran Undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa,” ungkap Hadi kepada BANPOS, Senin (12/6)
Ditambahkannya, selain pasal yang telah disebutkan, menurut Hadi, Kades Pagelaran dan suaminya yang berstatus sebagai ASN dipastikan bisa terkena delik Pasal 12 huruf e Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
“Tindakan Kades dan suaminya sebagai ASN yang memaksa meminta succes fee kepada korban termasuk pada kategori pemerasan demi mendulang keuntungan pribadi, ini tentu melanggar pasal 12 huruf e UU No 20 Tahun 2001 yang berbunyi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,” jelas Hadi.
Sesuai UU tersebut, terang Hadi, pelakunya harus dikenakan sanksi hukum dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar.
Karenanya, dalam hal ini pihaknya mendesak Kejari Lebak, dalam hal ini bagian Kasie Pidsus yang tengah menangani kasus itu seharusnya segera menaikan status yang bersangkutan sebagai tersangka. Kata Hadi, jika tidak ada kepastian terus pihaknya akan melakukan class action ke Kejari dan Kejati.
“Sebagaimana informasi yang kami ikuti dan kami kaji, maka kami mendesak Kejari Lebak bertindak objektif dan segera menetapkan status tersangka kepada Kades Pagelaran dan suaminya, karena barang bukti yang ada termasuk saksi sudah jelas. Jika tidak segera ada kepastian tak ada jalan lain kita akan menggelar aksi jalanan,” tegasnya.(WDO/PBN) -
Virgo Jamin Pasokan Bahan Pangan Aman
SERANG, BANPOS – Plh Sekda Provinsi Banten Virgojanti memastikan bahwa pasokan bahan pangan statusnya masih dalam kondisi aman untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di Provinsi Banten.
Hal itu disampaikan langsung olehnya saat ditemui seusai menggelar pertemuan rapat koordinasi pengendalian inflasi di Gedung Pendopo Gubernur Banten pada Senin (12/6).
Namun meski begitu, Virgojanti juga mengingatkan untuk tidak lengah, sebab berdasarkan data yang ada beberapa wilayah pemasok kebutuhan pangan kini tengah terancam terpapar cuaca ekstrem.
Tentunya hal itu juga dapat memberikan dampak terhadap pemenuhan pasokan bahan pangan di Provinsi Banten.
”Untuk ketersediaan bahan pangan di Provinsi Banten masih tetap terkendali, namun kita harus tetap waspada dan jangan sampai abai,” ucapnya.
Virgojanti menekankan kepada semua pihak untuk dapat terlibat dalam upaya aksi nyata guna mengantisipasi terjadinya kelangkaan akibat berkurangnya pasokan bahan pangan dari wilayah produsen.
Salah satu caranya, Virgojanti menjelaskan, adalah dengan melakukan gerakan pemanfaatan lahan yang tidak terpakai untuk digarap sebagai lahan penghasil bahan kebutuhan pangan.
”Dampak El Nino ini kan tidak menutup kemungkinan menyerang ke daerah penghasil, makanya nanti takut di sini meningkat harus siap juga melakukan aksi nyata. Misalnya untuk meningkatkan produksi pangan tersebut seperti sayurannya, cabai. Ya minimal pasti ada peningkatan tapi masih tetap tersedia,”
”Kita sampaikan ke Dinas Pertanian untuk bisa melakukan langkah kolaborasi baik itu dengan kabupaten/kota juga, kemudian juga dengan bapak-bapak dari TNI, misalnya bisa melakukan gerakan pemanfaatan lahan-lahan yang tidak terpakai untuk menanam komoditas sayuran, atau juga komoditas lainnya untuk memenuhi kebutuhan pangan kita,” jelasnya.
Tidak hanya itu, Virgojanti juga menjelaskan, pihaknya telah melakukan langkah antisipasi terhadap lahan pertanian di Provinsi Banten dari ancaman kekeringan ekstrim. Caranya dengan menyediakan pasukan Brigadir Pompa.
Nantinya tim tersebut akan disiapkan untuk mengatasi kekeringan yang melanda lahan pertanian di wilayah Selatan Provinsi Banten, jika sewaktu-waktu terjadi.
”Nah disamping itu juga Dinas Pertanian sudah kita minta kan untuk siap untuk beberapa wilayah yang rawan kekeringan, ya kita sudah siapkan untuk tim Brigade Pompanya tadi sudah kita siapkan untuk wilayah selatan, terutama karena lahan sawahnya cukup luas supaya tetap terjaga kebutuhan airnya,” terangnya.
Kemudian saat disinggung soal masih tingginya harga bawang putih di pasaran, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Provinsi Banten Babar menjelaskan, hal itu terjadi karena adanya masalah pendistribusian di pasar.
”Kemarin importir itu belum bisa mendistribusi penuh, terhambat di gudangnya gitu, di perizinan,” tuturnya.
Terkait dengan pemenuhan kebutuhan bawang putih, Babar menjelaskan, pasar di Indonesia khususnya Provinsi Banten masih mengandalkan pasokan dari negara Cina dan juga India. ”Luar negeri biasanya dari India sama Cina,” tambahnya.(MG-01/PBN) -
150 Ribu Motor BBM Dikonversi Listrik Tahun Depan
JAKARTA, BANPOS – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memiliki target untuk melakukan konversi motor BBM menjadi motor listrik sebanyak 50 ribu unit pada 2023 dan 150 ribu unit di 2024.
Untuk mengakselerasi program tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2023, yang mengatur pemberian insentif bagi masyarakat yang ingin melakukan konversi motor BBM ke listrik.
“Jadi jika memang ada yang berminat untuk melakukan konversi sepeda motor listrik ini akan mendapatkan bantuan dari Pemerintah sebesar Rp 7 juta. Menurut perkiraan kami saat ini, biaya untuk konversi sepeda motor sekitar Rp 15-17 juta, dengan adanya insentif ini, maka masyarakat hanya perlu mengeluarkan sisanya sekitar Rp 8-10 juta saja,” ujar Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (BBSP KEBTKE) Senda Hurmuzan Kanan pada acara Forum Bakohumas yang mengusung tema: No Emisi, Yes Konversi, di kantornya, Senin (12/6).
Senda juga mengatakan, saat ini jumlah sepeda motor di Indonesia terbanyak ketiga di dunia. Diproyeksikan, pada tahun 2025, jumlah sepeda motor di Indonesia sebanyak 150 juta, dengan rincian 139 juta unit sepeda motor BBM, 5 juta unit sepeda motor listrik baru, dan 6 juta unit sepeda motor konversi.
Saking besarnya jumlah sepeda motor, menghabiskan bensin sekitar 800 ribu barel per hari. Sementara produksi minyak mentah hanya 600 ribu barel, dari konsumsi itu pemerintah harus impor sekitar 800 ribu barel, karena konsumsi BBM nasional sekitar 1,5 juta barel per hari.
“Jadi kalau berhasil melakukan konversi sepeda motor BBM menjadi sepeda motor listrik, diharapkan kita nanti tidak perlu lagi impor BBM, karena dari sisi energi pun kita cukup, kita punya banyak sumber energi baru dan terbarukan (EBT),” ungkap Senda.
Saat ini, lanjut Senda, sudah ada 24 bengkel yang tersedia yang siap melayani proses konversi, salah satunya BBSP KEBTKE. Selanjutnya ada 23 bengkel swasta yang tersebar di seluruh Jawa dan siap menerima program konversi.
“Jadi tahun ini targetnya ada 50 ribu unit yang akan dikonversi dan anggarannya sudah tersedia dari Pemerintah, sekitar Rp 350 miliar. Jadi bantuan ini siap untuk dilaksanakan dan diberikan kepada masyarakat yang tertarik untuk melakukan konversi,” ujarnya.
Kemudian, setelah mendengarkan penjelasan dari Kepala BBSP, para peserta Forum Bakohumas mengunjungi Bengkel Konversi BBSP KEBTKE untuk melihat proses konversi sepeda motor secara langsung dan mengetahui secara teknis kebutuhan bahan baku konversi sepeda motor listrik.(PBN/RMID) -
Revisi UU ITE Diharap Hapus Pasal Karet
SERANG, BANPOS – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) kini tengah berupaya melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau biasa dikenal dengan UU ITE.
Revisi itu perlu dilakukan, lantaran UU ITE menuai banyak kritikan dari berbagai pihak, karena dinilai mengandung banyak sekali pasal karet yang dapat merugikan masyarakat.
”Karena banyak pasal-pasal yang dianggap, di antaranya yang ambigu kemudian menjadi istilah orang umum itu jadi pasal karet, gitu. Banyak hal yang atas masukan-masukan dari berbagai pihak dan masyarakat itu sebabnya kita revisi,” ucap anggota Komisi I DPR RI Jazuli Juwaini saat ditemui di Gedung Pendopo Gubernur Banten pada Jumat (9/6).
Juwaini menegaskan dalam rencana revisi kali ini, pihaknya ingin memastikan bahwa pasal-pasal yang terkandung di dalam undang-undang tersebut nantinya dapat lebih objektif dalam memutuskan suatu perkara.
”Ya sebenarnya jauh lebih objektif lah. Kita ingin undang-undang itu kan dibuat bagaimana pas gitu, mengatur yang tidak terlalu yang sebenarnya masalahnya ringan tapi diberatin gitu. Ada masalahnya berat, tapi diringankan gitulah,” terangnya.
Ia lantas mencontohkan dalam kasus judi online, bandar dan pemain tidak disamakan dalam penentuan hukumannya.
”Kaya tadi masukan dari Kapolda itu bagus tentang judi online. Masa bandar sama orang yang masang sama hukumannya. Ini contoh aja. Saya kira itu objektif masukan itu,” imbuhnya.
Saat disinggung perihal pasal 45A tentang ujaran kebencian, yang dalam praktiknya dinilai sebagai pasal karet karena kerap digunakan sebagai alat pembungkaman terhadap pihak-pihak yang dinilai keras mengkritisi kebijakan pemerintah, apakah akan tetap dipertahankan atau justru malah dihapuskan? Jazuli memiliki jawabanya sendiri.
Menurutnya, masyarakat harus bijak dalam membedakan mana kritik dan ujaran kebencian. Namun ia tidak menutup kemungkinan, jika memang pasal tersebut dianggap sebagai pasal karet maka akan dilakukan revisi terhadap pasal tersebut.
”Nah justru itu, jadi kita harus bedakan antara mengkritik dengan ujaran kebencian, ya kan gitu. Di negara Demokrasi kritik itu harus mendapat ruang, jangan sebenarnya orang mengkritik tetapi secara subjektif dia bisa dikriminalisasi. Itu yang tidak kita inginkan,”
”Makanya kita revisi, nah itu yang dimaknai pasal karet. Pasal karet itukan bisa berkembang, sebenarnya kesini tapi bisa dikembangin ke sini, Nah itu kita benahi,” jelasnya.
Selain itu, anggota Fraksi PKS itu pun berani menjamin bahwa pihaknya tidak tengah berencana menciptakan suatu pemerintahan yang diktator lewat revisi Undang-Undang ITE.
”Bukan untuk jadi lebih diktator, tidak. Saya kan partai oposisi. Gak mau rakyat dijerat bicara karena Ketua Fraksi kalau ngomong kritik pemerintah juga tidak boleh dijerat,” tegasnya.
Di samping itu, Jazuli juga mengingatkan kepada masyarakat dalam memberikan kritikan terhadap pemerintah, sepatutnya hal itu dilakukan dengan cara yang santun dan sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di Indonesia.
”Karena kritiknya yang penting membangun. Kritiknya itu adalah kritikal yang memberikan solusi alternatif, dengan bahasa-bahasa yang santun lah. Kita inikan negara yang dasarnya Pancasila, adat keTimuran, dan segala macam,” tuturnya.(MG-01/PBN) -
Masih Ada Kawasan Kumuh, Helldy Datangi Kemen PUPR
CILEGON, BANPOS – Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon tengah serius menangani kawasan kumuh di Kota Baja. Hal itu dapat terlihat dari dilakukannya beberapa program penanganan kawasan kumuh dengan melibatkan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait agar target penyelesaian kawasan kumuh bisa tercapai dengan baik. Demikian terungkap pada acara Sosialisasi Penanganan Kawasan Kumuh Terpadu di Kota Cilegon di Aula Setda II Kota Cilegon, Jumat (9/6).
“Pemerintah Kota Cilegon sangat peduli atas kesehatan masyarakat, yang salah satu faktor kesehatan dari bidang perumahan dan permukiman itu ada di beberapa wilayah yang masuk dalam kawasan kumuh,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cilegon Maman Mauludin usai sosialisasi, Jumat (9/6).
Melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim), tambah Maman, Pemkot Cilegon tengah berupaya mengarahkan semua alokasi penanganan untuk kawasan kumuh di Kota Cilegon.
“Sebetulnya kita ini sedang mengingatkan teman-teman OPD yang lainnya untuk mengarah semua alokasi penanganan terhadap beberapa kawasan yang masih kumuh. Dalam kurun waktu 4 tahun ini kita sudah baik,” tambahnya.
Dalam hal ini, Maman berharap, sosialisasi tersebut dapat menjadi salah satu langkah penyelesaian penanganan kawasan kumuh di Kota Cilegon.
“Kita harus serang (Bekerja bersama-red), kita harus selesaikan penanganan kawasan kumuh ini. Dengan diserang oleh seluruh OPD, termasuk kecamatan dan kelurahan, maka kita dapat konsentrasi dalam mengurangi dan menangani kawasan kumuh di Kota Cilegon,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkim Kota Cilegon M Ridwan mengatakan, Kota Cilegon masih memiliki permasalahan kawasan kumuh di beberapa wilayah.
“Kota Cilegon sebagai Kota industri, perdagangan dan jasa mempunyai beberapa permasalahan, diantaranya terdapat kawasan kumuh yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan dan kelurahan,” katanya.
Diterangkan Ridwan, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Nomor : 600/Kep/304/DPU/2016, terdapat 60 hektar kawasan kumuh di Kota Cilegon.
“Kemudian pada tahun 2020 diperbaharui dengan SK Wali Kota Nomor : 600/Kep/304-Disperkim/2020 tersisa 37,6 hektar,” jelasnya.
Ridwan berharap, sosialisasi penanganan kawasan kumuh terpadu dapat memberikan pemahaman terkait persoalan kawasan kumuh di Kota Cilegon.
“Saya berharap sosialisasi ini dapat memberikan pemahaman dan bermanfaat bagi kita semua dalam mengatasi permasalahan kawasan kumuh di Kota Cilegon,” harapnya.
Kemudian berdasarkan data yang dimiliki Dinas Perkim Kota Cilegon ada 12 titik kumuh di Kota Baja. Diantaranya, Kelurahan Jombang Wetan, Kecamatan Jombang, Kelurahan Pabean, Kecamatan Purwakarta, Kelurahan Karang Asem, Kecamatan Cibeber, Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Pulomerak, Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan dan Kelurahan Lebak Denok, Kecamatan Citangkil.
Ridwan mengatakan, dari 8 kecamatan di Cilegon, Kecamatan Pulomerak dan Kecamatan Grogol tergolong paling kumuh. Untuk Kecamatan Pulomerak yang masih kumuh seluas 14 hektar sedangkan Kecamatan Grogol 6 hektar. “Tertinggi wilayah Pulomerak dan Grogol,” kata Ridwan.
Terkait adanya penyusutan angka kekumuhan ini, karena sudah terbantu dengan kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan selama ini. Seperti adanya program DPW-Kel, pembangunan paving blok dan pembangunan TPT (Tembok Penahan Tanah).
“Dengan pembangunan yang dikerjakan di lingkungan ini, akhirnya mengurangi indeks kekumuhan di Cilegon. Untuk mengurangi angka kekumuhan di Cilegon, tentu membutuhkan keterpaduan anggaran, keterpaduan perencanaan, keterpaduan anggaran dan keterpaduan penanganan,” jelasnya.
Upaya yang dilakukan Dinas Perkim Cilegon, untuk menekan angka kekumuhan tersebut, pihaknya hanya melakukan perbaikan jalan lingkungan dan drainase lingkungan.
“Dalam persoalan ini, tentu bukan hanya tanggung jawab kami (Dinas Perkim). Melainkan tugas seluruh stakeholder. Mulai dari Dinkes Cilegon yang menyelesaikan masalah sanitasi san dinsos persoalan rutilahu,” paparnya.
Dikatakan Ridwan, faktor suatu wilayah kumuh, dilihat dari tingkat kepadatan suatu lingkungan dan ketidakteraturan bangunan rumah serta adanya bangunan diatas saluran air dan di jalan jalur kereta api.
“Jadi kumuh itu ada yang sudah lama dan muncul kumuh baru. Contoh kumuh baru, adanya bangunan diatas saluran air dan di jalan jalur kereta api. Untuk anggaran, saya belum tahu detail APBD Cilegon untuk menyelesaikan persoalan kekumuhan ini,” jelasnya.
Terkait upaya mengurangi angka kekumuhan di Cilegon, sambung Ridwan, pihaknya menargetkan dapat menyelesaikan dan menuntaskan kawasan kategori kumuh 5 hektar pada tahun ini. “Berharap 5 persen ini bisa tuntas di 2023,” tutupnya.
Sementara itu, menindaklanjuti hal tersebut, Walikota Cilegon Helldy Agustian kembali menyambangi Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (Kemen PUPR).
Ia didampingi sejumlah pejabat Plt Asisten Daerah (Asda) II Ahmad Aziz Setia Ade Putra, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sabri Mahyudi dan Kepala Dinas Kominfo Agus Zulkarnain, Plt Kepala Dinas PUTR Kota Cilegon Heri Suheri, serta beberapa pejabat teknis lainnya.
Pertama, Helldy dan rombongan langsung ke gedung Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya. Ia menyampaikan beberapa program yang diharapkan bisa bersinergi. Mulai soal kebutuhan air baku dari bendungan, sanitasi, kawasan kumuh dan juga pengolahan lumpur tinja.
Setelah itu, rombongan Walikota juga ke Direktorat Jenderal Bina Marga, Helldy secara khusus datang untuk menyampaikan terima kasih karena Pemkot Cilegon mendapatkan anggaran Rp112 miliar untuk memperbaiki Jalan Lingkar Selatan (JLS).
“Kami juga ingin jika jalan kota lainnya bisa dibangun lewat anggaran pusat,” harapnya.
Gencarnya Walikota mencari pembiayaan pembangunan dari pusat bukan tanpa alasan. Itu semua karena APBD diprioritaskan untuk pembangunan sumber daya manusia (SDM), seperti Rp120 miliar untuk beasiswa full sarjana sebanyak 5 ribu mahasiswa se-Cilegon.
“Jadi memang kami datang untuk menyampaikan beberapa program yang diharapkan bisa bersama disinergikan antara pemerintah pusat dan daerah,” katanya.
Disisi lain, Helldy juga datang ingin mematangkan program soal pembangunan pengelolaan sampah dari bank dunia senilai Rp120 miliar lebih.
“Harapannya ini bisa dilakukan dengan adanya penandatanganan nota kesepahaman, sebelum adanya pekerjaan sambil paralel terus menyempurnakan dokumen dan ketentuan yang dibutuhkan,” katanya.
Untuk kawasan kumuh, Helldy juga mengharapkan bisa bersinergi dengan pengentasan kawasan kumuh di Kota Cilegon seluas 37 hektar yang tersebar di sejumlah titik. Hal itu, papar Helldy, butuh sinergis dari kementerian.
Program selanjutnya, jelas Helldy yakni air baku, dimana Kota Cilegon melalui Perumda Cilegon Mandiri masih terbatas mendapatkan kuota air baku sehingga hingga kini hanya mampu memfasilitasi 20 persen warga.
“Untuk itu, diharapkan ada kebijakan untuk bisa meningkatkan kapasitasnya untuk Kota Cilegon,” kata dia.
Pihaknya berharap adanya bantuan dan sinergitas untuk pembangunan jalan tingkat kota yang bisa dialokasikan kembali untuk Kota Cilegon. “Tadi juga sudah koordinasi, ternyata bisa juga untuk jalan kota. Nanti ini akan ditindaklanjuti secara serius agar ada alokasi dari pusat,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Sanitasi Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian PUPR Tanozisochi Lase menyampaikan, ada dua media yang bisa dilakukan untuk mensinergikan program Kemen PUPR dengan pemerintah daerah.
Misalnya, pertama medianya lewat rencana induk, dimana itu menjadi jembatan untuk bisa dimohonkan kepada Kemen PUPR. “Perencanaan itu dari Pemkot dulu, misalnya rencana induk air minum, air limbah dan lainnya sebab jangan sampai kaki bantu malah tidak menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Media selanjutnya, yakni Kemen PUPR punya balai atau satuan kerja (Satker) di setiap daerah. Artinya bisa masuk dalam perencanaan melalui balai. “Kami punya balai dan tugasnya menyusun program cipta karya urutannya dari program kota nanti didampingi, mana yang menjadi prioritas jadi semacam program jangka menengah,” katanya.
Sedangkan, Ditjen Bina Marga Hedy Rahadian menyampaikan, jika pihaknya siap untuk terus mendorong pembangunan di daerah termasuk Kota Cilegon. Bukan saja soal JLS, tapi juga jalan kota bisa diajukan sepanjang secara spesifikasi besar.
“Bisa tinggal nanti koordinasi, dan tentu ada mekanismenya untuk input dahulu dalam sistem, baru nanti akan dialokasikan jika jadi prioritas dan memenuhi ketentuan,” paparnya.(LUK/PBN)