LEBAK, BANPOS – Terkait Kasus dugaan pembunuhan yang dialami oleh Mahasiswa Akademi Kebidanan Universitas Latansa Mashiro, Ayu Oktaviani yang sudah terjadi kurang lebih enam tahun yang lalu masih juga belum terungkap, membuat keluarga korban menuntut kejelasan terhadap Polres Lebak.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (Kominfo HMI MPO) Cabang Lebak, Tubagus Tri Aprilyandi meminta agar pihak Aparat Penegak Hukum (APH) tidak melalaikan kasus yang masih belum bisa terungkap.
“Tentu kami mendorong pihak polres agar segera menyelidiki kembali perkara yang belum selesai, apalagi pihak keluarga korban masih menanyakan kelanjutan dari perkara tersebut,” ujar Tubagus, saat ditemui BANPOS di Sekretariat HMI-MPO Cabang Lebak, Selasa (6/6).
Tubagus mengatakan, dengan adanya keluhan tersebut dapat menimbulkan asumsi dari masyarakat yang bisa menilai bahwa Polres Lebak abai dalam penanganan kasus pembunuhan.
Mengingat, lanjutnya, kasus pembunuhan terhadap sepasang suami-istri yang terjadi di Cipanas satu tahun lalu pun hingga kini masih belum ada kejelasan.
“Jika bukan para penyidik atau jajaran Polres Lebak yang bisa dipercaya, masyarakat mau mengadu kemana nanti. Tentu profesionalitas dan integritas dari petugas dipertanyakan,” jelas Tubagus.
Ia menegaskan, pihak kepolisian harus segera memberikan keterangan kepada masyarakat terkait hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan tersebut. Mengingat, citra Polisi yang semakin menurun di tengah masyarakat bisa menjadi bahan evaluasi dan peningkatan kinerja agar kepercayaan masyarakat bisa kembali utuh.
“Kami berharap polres bisa mengusut tuntas kasus pembunuhan yang terjadi di wilayah Lebak, khawatirnya jika kasus ini tidak ada kejelasan siapa pelakunya, tentu akan menimbulkan rasa keberanian seseorang untuk membunuh sesama akibat tidak terungkapnya kasus-kasus sebelumnya perihal pembunuhan ini,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Dugaan Pembunuhan terhadap salah satu Mahasiswa Akademi Kebidanan (Akbid) di Universitas Latansa Mashiro, Ayu Octavia pada tahun 2017 silam sampai saat ini masih belum ada kejelasan yang diterima oleh orang tua korban.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh ibu korban, Amas, yang didampingi oleh kuasa hukumnya di hadapan wartawan pada Konferensi Pers di Rangkasbitung, Senin (5/6).
Ayu Octavia salah satu mahasiswa dari Akademi Kebidanan (Akbid) La Tansa Mashiro diduga menjadi korban pembunuhan pada tahun 2017. Hingga kini, kasus tersebut tak ada kejelasan sehingga menyebabkan kedua orang tuanya mengalami kesedihan selama 6 tahun.
Amas melalui Kuasa Hukumnya, Yayan Sumaryono mengatakan, sejak enam tahun silam tidak kejelasan terkait kasus dugaan pembunuhan terhadap putri Amas yakni Ayu Octavia.
Terakhir informasi yang didapat keluarga ialah hasil visum dan otopsi terhadap jenazah korban menyatakan terdapat bekas luka di leher dan kepala bagian belakang.
Dengan tidak adanya kejelasan tersebut, keluarga korban mengalami tekanan psikologis hingga kondisi kesehatan menurun.
“Untuk itu, karena tak ada kejelasan sama sekali terkait kasusnya, maka saya mendampingi keluarga korban untuk menuntut keadilan,” kata Yayan kepada Wartawan, Senin (5/6).(MYU/DZH/PBN)
Kategori: HEADLINE
-
Polres Lebak Dituntut Selesaikan Kasus Pembunuhan
-
Dinkes Pandeglang Diminta Hati-hati dengan Tudingan Mahasiswa
PANDEGLANG, BANPOS – Menanggapi aksi unjuk rasa mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pandeglang yang menuding Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pandeglang melakukan dugaan korupsi pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), mendapat tanggapan dari Komisi IV DPRD Kabupaten Pandeglang.
Ketua Komisi IV DPRD Pandeglang, M Habibi Arafat mengatakan, aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa tidak menjadi persoalan. Akan tetapi terkait dengan adanya dugaan korupsi itu ranahnya Aparat Penegak Hukum (APH) dalam penanganannya.
“Kita mengedepankan praduga tak bersalah, itu tidak menjadi masalah. Ini juga merupakan teguran agar lebih hati-hati kedepan. Adapun kaitan dugaan adanya korupsi, ada penyelewengan itukan ranah hukum,” kata Habibi kepada BANPOS melalui selulernya, Selasa (6/6).
Oleh karena itu, dalam setiap kunjungan Komisi IV ke wilayah kecamatan maupun desa selalu menekankan jangan sampai ada hal-hal yang bertentangan dengan hukum.
“Kalau saya dari Komisi IV, setiap kunjungan ataupun pertemuan selalu menekankan jangan sampai ada pungutan ataupun hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Itu yang selalu saya bilang pada setiap kunjungan ke Puskesmas ataupun dengan Dinkes itu yang selalu saya tekankan,” terangnya.
Menurutnya, kalau hal itu memang ada di dalamnya tinggal menyerahkan ke APH untuk melakukan penelaahan dan kalaupun tudingan tersebut benar pihaknya mendukung untuk proses perbaikan.
“Kalau memang ada di dalamnya, ya kita serahkan ke APH untuk melakukan penelaahan. Kalau benar ya kita mendukung langkah-langkah untuk perbaikan apakah dengan proses hukum atau dengan apapun,” ungkapnya.
“Saya kira sekarang harus mulai dikikis kantong-kantong yang menimbulkan penyelewengan, korupsi dan sebagainya. Semua kan harus berkontribusi untuk memikirkan itu,” sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah Mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pandeglang melakukan aksi unjuk rasa di beberapa titik lokasi diantaranya Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pandeglang, Senin (5/6).
Dalam unjuk rasa tersebut, mahasiswa menilai adanya dugaan korupsi yang dilakukan secara sistematis dan masif yang dilakukan oleh pihak Dinkes Pandeglang pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Honorarium PNS dan Non PNS serta Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) pada seluruh UPT Puskesmas.
Ketua HMI Cabang Pandeglang, Entis Sumantri mengatakan, berbagai persoalan yang terjadi di Kabupaten Pandeglang salah satunya pada sektor Kesehatan yang diduga adanya komersialisasi yang dilakukan oleh Dinkes Kabupaten Pandeglang sebagai Instansi penanggung jawab dalam menaungi 36 UPT Puskesmas se-Kabupaten.
“Hasil dari investigasi yang kemudian dijadikan sebagai dasar kajian bahwa pada setiap UPT Puskesmas di Kabupaten Pandeglang ditemukan adanya dugaan Pungutan Liar (Pungli) serta dugaan Korupsi pada Program tersebut serta dugaan adanya Pengadaan Fiktif yang disinyalir terstruktur sistematis dan masif,” kata Entis kepada wartawan.(dhe/pbn) -
Kasus Dugaan Korupsi Kades Pagelaran Digarap Kejari
LEBAK, BANPOS – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak saat ini tengah menggarap dugaan pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oleh Kepala Desa Pagelaran, dalam pembebasan lahan tambak udang. Di sisi lain, salah satu pengelola tambak udang pun mengaku ditekan oleh Kades Pagelaran, untuk memberikan success fee dalam pembebasan lahan.
Kasi Intelijen pada Kejari Lebak, Andi Muhammad Indra, saat diwawancara oleh BANPOS di ruang kerjanya mengatakan bahwa pihaknya tengah melakukan investigasi mendalam, terkait dengan kasus tersebut.
“Memang khusus kasus di Pagelaran sedang ditangani oleh bagian Pidsus Kejari Lebak,” katanya kepada BANPOS, Selasa (6/6). Dari pengakuannya pun, penyelidikan terkait dengan pungli Kades Pagelaran merupakan penyelidikan inisiasi sendiri dari Kejari, setelah mendengar adanya isu tersebut.
Andi menjelaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak Polres Lebak dalam hal penanganan kasus tersebut. Pasalnya selain Kejari, Polres Lebak pun sempat menggarap dugaan pungli oknum kades itu.
“Kemarin memang sempat ada kabar dua APH yang menangani, tapi kita sudah koordinasi, khusus untuk kasus ini ada di Kejari,” jelasnya.
Ia menerangkan, saat ini pihaknya belum bisa memberikan keterangan lebih jauh untuk kasus tersebut, lantaran masih dalam tahap proses pendalaman. “Adapun informasi lebih jelasnya nanti kita berkabar lagi,” tandasnya.
Sementara itu, salah seorang pengelola tambak udang PT Royal Gihon Samudera (RGS) yang mengaku ditunjuk oleh perusahaan sebagai tim pembebasan lahan untuk tambak, HF, mengatakan jika pihaknya merasa ditekan untuk memberikan success fee.
Selain itu, ia menuturkan bahwa kehadiran Kades Pagelaran yang disebut merupakan bagian dari tim pembebasan lahan, muncul setelah pembebasan selesai dan perusahaan sedang melaksanakan pembangunan.
Kepada wartawan, HF mengatakan bahwa keberadaan Kades itu hanya sebagai pemerintah desa saja, tidak termasuk pada tim pembebasan lahan tersebut. Namun justru saat memasuki tahap pembangunan, mulai ada tekanan dari oknum Kades dan suaminya.
“Kan sudah siap mau di garap dari pihak pembangunannya, dan menang sudah beres dan klir dari pembebasannya. Sudah berjalan, nah mulailah disitu ada kendala-kendalanya ada yang ngotot dari Kepala Desanya termasuk suaminya, padahal kan suaminya tidak berperan atau ikut tim pembebasan tapi suaminya selalu terdepan,” ujar HF.
Sementara saat disinggung terkait Kades dan suaminya yang mengaku bagian dari tim pembebasan lahan itu, HF mengaku heran karena justru mereka hanya mengaku-ngaku saja saat soal ini mulai ramai.
“Nah, justru saya juga heran, setelah kejadian ini kok mengaku masuk tim, sedangkan kalau memang mereka mau masuk tim, kenapa tidak dari dulu saja dari awal. Semenjak pembebasan kurang lebih satu tahunan lah ya, ya kenapa gak dari dulu, malah pas kejadian ini mereka baru ngomong jadi tim,” tuturnya.
Dikatakannya, kaitan dengan success fee, pihaknya mengaku bahwa oknum kades itu sebelumnya meminta jatah sebesar Rp5 ribu per meter dengan nego yang cukup alot. Akhirnya terjadilah kesepakatan Rp1.500 per meter.
“Cuman kan mereka sebetulnya bukan tim pembebasan, atas dasarnya dari pihak desa saja bukan tim. Gak ada tim kecuali saya dengan pak Iwan. Akhirnya deal tuh Rp1.500, itu pun karena mereka maksa,” ungkap HF.
Selain itu, HF juga merasa terganggu dengan perlakuan tidak etis dari oknum Kades saat mendatangi rumahnya dengan maksud menagih sisa jatah pembebasan lahan tersebut.
“Ya sempat ke rumah saya dua kali, pertama siang hari, kedua kalinya pas magrib sambil marah-marah agak sedikit membentak juga sampai melontarkan kata-kata kasar yang tidak pantas. Bahkan warga yang mau berjamaah salat maghrib pun sempat keluar melihat karena suara berisik,” jelas HF. (WDO/MYU/DZH) -
Samad Minta APH Adil
SERANG, BANPOS – Terpidana kasus korupsi pengadaan lahan UPTD SAMSAT Malingping Samad kembali menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Serang pada Selasa (6/6).
Seperti pada persidangan sebelumnya, Samad kembali tampil seorang diri tidak didampingi oleh kuasa hukumnya, harus menjalani materi persidangan terkait jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap memori PK yang diajukan oleh Samad selaku pemohon.
Usai dilakukan pertimbangan terhadap memori PK yang diajukan oleh Samad, JPU menyatakan bahwa pada pokoknya menolak atas berkas yang dimohonkan tersebut.
Namun dalam proses persidangan tersebut, JPU tidak menjelaskan secara gamblang alasan penolakan memori PK yang diajukan oleh terpidana korupsi itu.
“Pada pokoknya menolak. Menolak semua permohonan memori Peninjauan Kembali pemohon, dan membebankan biaya perkara kepada pemohon,” katanya.
Ditemui seusai menjalani persidangan, Samad mengutarakan bahwa meski permohonan memori PK menuai tanggapan penolakan dari JPU, namun dirinya mengaku tidak merasa kecewa atas hal itu.
Mantan Kepala UPTD SAMSAT Malingping itu justru mengaku merasa senang, sebab menurut penuturannya, kini ia tinggal menunggu hasil putusan dari Mahkama Agung.
“Nggak kecewa, jadi saya senang,” ucapnya.
“Mereka silahkan saja menolak, tapikan yang memutuskan nanti Mahkamah Agung (MA) buka pengadilan. Pengadilan hanya memfasilitasi, menjembatani saja,” imbuhnya.
Selain itu, Samad juga kembali menyoroti perihal proses hukum yang menjeratnya dinilai syarat akan ketidakadilan. Ia melihat ada beberapa kejanggalan selama proses hukum itu berlangsung.
“Saya itu dari awal sempat kaget, masa dalam kondisi sakit empat jam divonis dari replik, duplik, pledoi itu empat jam jadi. Yang lain wah itu jadi di situ. Jadi kaya ada semacam permainan lah dalam hukum, maksud saya yang adilah kalau memutuskan perkara itu yang adil,” jelasnya.
“Ada apa nih dengan APH, yang ini (kasus lain, red) dikesampingkan, tidak diproses. Sementara kerugian negara, hukuman paling tinggi di saya semua,” tambahnya.
Kemudian ia juga turut mengkritisi sikap keberpihakan Aparat Penegak Hukum (APH) yang menurutnya, masih belum mampu berlaku adil. Oleh karenanya, Samad berharap ada perbaikan dalam sistem peradilan.
“APH itu kalau mau memberantas korupsi yang benarlah, jangan separo-separo lah. Saya setuju dengan korupsi diberantas. Tapi yang gimana dulu,” terangnya.
Menurut penuturan Samad, ia akan kembali menjalani persidangan di tingkat Mahkamah Agung guna mendengarkan putusan atas permohonan memori PK yang ia ajukan dalam lima bulan mendatang. (MG-01) -
Publikasi Bacaleg Psikopat Diangap Tak Elok
SERANG, BANPOS – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Serang dinilai tidak elok saat menyebutkan ada 19 Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) yang terindikasi mengalami gejala psikopat ringan. KPU diminta untuk lebih hati-hati dalam mempublikasikan informasi yang sifatnya pribadi atau hanya untuk konsumsi internal.
Diketahui, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Kota Serang Fierly Murdlyat Mabruri mempublikasikan temuan hasil Verifikasi Administrasi (Vermin) terhadap sejumlah berkas pendaftaran Bacaleg Kota Serang tersebut kepada awak media.
Namun,
Meskipun sejumlah Bacaleg terindikasi memiliki masalah pada kesehatan rohaninya, Fierly mengatakan bahwa mayoritas Bacaleg, justru terbebas dari masalah kesehatan jasmani dan juga terbebas dari masalah penggunaan narkoba.
”Ada beberapa kesehatan rohaninya yang harus diulang, ya kesehatan rohani. Kalau jasmani dan narkoba clear. Kalau sehat jasmani dan bebas narkoba 695 caleg itu, ya clear ya. Clear itu dalam pengertian surat dari dokternya ya bilang mereka sehat. Kalau yang rohani itu ada beberapa, belasan yang harus diulang tes kesehatan rohaninya ya,” ujar Fierly Murdlyat Mabruri saat dihubungi melalui sambungan WhatsApp.
Selain itu, Fierly juga menjelaskan bahwa masalah kesehatan rohani yang dimaksud adalah seseorang yang diindikasi mengalami gejala psikopatologi atau masalah Psikopat.
”Yang disebut sehat rohani itu direkomendasi dokternya kan bunyi dalam kondisi sehat rohani dan tidak tidak ditemukan gejala Psikopatologi, nah itu bunyi kalau yang bersangkutan sehat,”
”Tapi kalau yang tidak sehat itu bunyinya ditemukan gejala psikopat ringan, nah gitu kira-kira bunyinya. Itu dia harus diulang kalau yang kaya begitu,” jelasnya.
Berdasarkan hasil konsultasi dengan pihak ahli, Ketua Divisi Teknis KPU Kota Serang itu mengatakan bahwa gejala psikopat ringan yang diderita oleh 19 Bacaleg Kota Serang itu disebabkan oleh kurangnya istirahat.
Sehingga hal itu turut mempengaruhi tingkat konsentrasi Bacaleg pada saat mengikuti tes kesehatan rohani.
”Itukan sebetulnya kan soal kurang istirahat. Kita pernah berkomunikasi sama pihak rumah sakit itu soal kurang istirahat, soal kurang tidur berhari-hari, kemudian besok harus test pagi-pagi nah itu konsentrasi menurun,” terangnya.
”Bukan penyakit yang gimana gitu. Itu soal saat mengerjakan soal-soal psikologi dari rumah sakit dia kondisinya tidak fit,” imbuhnya.
Mendapati adanya Bacaleg yang terindikasi psikopat ringan, Fierly menjelaskan, bakal calon itu harus mengikuti ulang tes kesehatan rohani hingga hasilnya dinyatakan sehat.
Sebab jika tidak begitu, maka bisa dipastikan Bacaleg tersebut tidak bisa melaju ke tahap pendaftaran selanjutnya. Karena hal itu telah tertera jelas dalam Peraturan KPU.
”Kalau tidak sehat, kalau ada bunyi itu psikopat segala macam, ya tidak bisa melanjutkan ke tahap berikutnya karena memang itukan disebut tidak sehat. Sementara klausul di Undang-Undang itu di Perkpu itu sehat jasmani, rohani, dan bebas narkoba. Itukan tiga hal terpisah.” tegas Fierly.
Namun saat ditanya perihal ketentuan pengulangan tes kesehatan rohani, Fierly mengatakan bahwa hal itu merupakan kewenangan pihak ahli untuk menentukannya.
”Berapa kali tes nya itu urusan dia dengan rumah sakit, kita kan gak tahu ya. Pokoknya yang nyampe ke kita yang diupload ke Silon itu harus dalam kondisi rekomendasi isinya sehat rohaninya,” tandasnya.
Tindakan berbeda dilakukan KPU Banten terkait pengumuman hasil verifikasi terhadap berkas Bacaleg di tingkat Provinsi Banten.
Komisioner KPU Provinsi Banten, Mohammad Ihsan mengatakan bahwa hasil dari pemeriksaan terhadap berkas Bacaleg akan diumumkan melalui website KPU Provinsi Banten.
”Untuk hasilnya nanti akan kami publikasikan pada waktunya,” ungkapnya melalui pesan WhatsApp
Sementara itu, menanggapi perihal tersebut Ketua DPC Partai Gerindra Kota Serang Budi Rustandi menilai apa yang dilakukan oleh KPU Kota Serang tidaklah elok.
Sebab menurutnya, masalah rekam jejak medis sudah seharusnya menjadi rahasia dan tidak patut untuk dipublikasikan. Karena hal itu berkaitan dengan martaban Bacaleg yang akan ikut berkontestasi pada Pileg nanti.
”Harusnya jangan. Itu hanya internal di partai masing-masing yang ada Bacaleg nya terkait indikasi yang disebutkan. Saya berharap, terkait mempublikasikan lebih hati-hati lagi karena ini kaitannya dengan harkat dan martabat,” tegasnya.
Kemudian Budi juga mengatakan dengan diungkapnya latar belakang medis, tentu sangat merugikan Bacaleg tersebut. Ia meminta kepada KPU Kota Serang untuk lebih berhati-hati dalam mengungkap sebuah data ke publik.
”Tentu sangat merugikan. Seharusnya KPU bisa lebih berhati-hati dalam mengungkap suatu informasi,” tandasnya.
Sementara, Ketua DPD Nasdem Kota Serang Roni Alfanto menilai sah-sah saja bila masalah itu diungkapkan, sejauh informasi yang diungkap ke publik tidak spesifik menyebutkan data pribadi Bacaleg tersebut.
”Ya kalau secara umum sih menurut saya tidak ada masalah ya, kalau secara umum. Kecuali dia menyebut satu per satu itu jangan. Kalau secara umum bahwa ada terindikasi, itu sih menurut saya tidak ada masalah. Tapi yang tidak boleh itukan menyebutkan nama, orang per orang, nah itukan tidak boleh,” katanya.
Namun Roni Alfanto menegaskan, hal itu bisa saja tetap dilarang jika memang ada aturan yang melarangnya kendati tidak menyebutkan nama secara pasti perihal pengungkapan hasil rekam jejak medis tersebut ke publik.
Akan tetapi Roni tidak bisa menjelaskan lebih lanjut perihal aturan tersebut, oleh karenanya ia tidak bisa berkomentar lebih jauh terkait hal itu.
”Tapi kalau bertentangan dengan aturan, tentunya tidak boleh. Namun, saya belum tahu aturan hal tersebut. Saya pelajari dulu,” tegasnya.(MG-01/PBN) -
Gaji Honorer Tak Manusiawi, Kadinkes Akan Dipanggil
SERANG, BANPOS – Adanya kabar tentang honorer yang mendapatkan honor yang dianggap tidak manusiawi. Nampaknya membuat Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Serang, Nanang Saefudin dan Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi geram. Pasalnya honor yang diterima honorer tenaga kesehatan hanya sebesar Rp250 ribu. Bahkan, Kepala Dinas Kesehatan terancam akan dipanggil oleh Sekretaris Daerah.
Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi mengatakan, saat mendengar adanya kabar bahwa adanya honorer yang dibayar hanya sebesar Rp250ribu membuatnya geram.
“Parah banget Rp250 ribu. Ya makanya diubah, tidak manusiawi. Dengan apa yang terjadi, ya jelas tidak manusiawi,” ujarnya, Jumat, (2/6)
Budi juga meminta agar segera dilakukan perubahan serta memanggil semua Puskesmas yang ada di Kota Serang. Karena menurutnya hal tersebut perlu adanya perubahan dan juga hal tersebut dalam rangka untuk memanusiakan manusia.
“Saya selaku Ketua DPRD Kota Serang meminta agar segera melakukan perubahan, panggil semua Puskesmas dalam rangka memanusiakan manusia,” tegasnya.
Dirinya menyampaikan akan melakukan evaluasi dan meminta agar Walikota Serang untuk segera melakukan evaluasi terkait honor yang tidak manusiawi tersebut.
“Kalau ada aduan, saya akan melakukan evaluasi. Walikota harus mengevaluasi honor yang tidak manusiawi. Intinya, saya nggak sepakat, lakukan perubahan sesuai aturan,” jelasnya
Ia juga menuturkan kalau sampai tahun 2023 ini tidak adanya perubahan terkait honor yang dibayarkan. Pihaknya akan mengevaluasi terhadap rincian penggajian honorer di Kota Serang
“Kalau tahun ini nggak bisa (naik honor), kan anggarannya independen, Puskesmas itu sendiri. Kalau tidak tercover, kita minta rinciannya saja, sejauh mana pengelolaan keuangannya,” tuturnya.
Hal senada diungkapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Serang, Nanang Saefudin saat mendengar aduan tentang adanya tenaga honorer di Puskesmas yang bekerja dengan honor hanya Rp250 ribu perbulan mengaku akan melakukan pemanggilan kepada Kepala OPD terkait.
Dirinya juga menyampaikan bahwa seharusnya setiap kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melaporkan terkait hal tersebut. Pasalnya, dengan honor yang diterima oleh para honorer yang hanya Rp250 ribu tersebut dinilai tidak manusiawi.
“Harusnya kepala OPD itu laporkan ke saya, anggarkan, naikkan yang wajar. Karena ini anggaran sudah berjalan, nanti di (APBD) Perubahan akan saya panggil pak Kadinkes. Ini tidak manusiawi, dalam satu bulan Rp200 ribu,” ujarnya.
Ia juga mengimbau kepada para OPD di Kota Serang untuk tidak lagi merekrut tenaga honorer baru yang akan mengakibatkan bertambahnya beban Pemerintah Daerah.
“Harapan kami kepada kepala OPD, jangan mengangkat honorer, kecuali ada aturan yang membolehkan mengangkat tenaga honorer,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Nanang menjelaskan bahwa OPD di Kota Serang boleh mengangkat tenaga honorer apabila telah mendapatkan izin dari Walikota, serta jika memang hal tersebut dibutuhkan dan dengan kriteria tertentu.
“Itu menjadi komitmen kita, tidak boleh lagi mengangkat honorer, kecuali seizin dari pak Walikota. Misalnya ada pekerjaan yang harus dilakukan oleh tenaga honorer, tapi punya sertifikasi tertentu,” tandasnya.(MG-02/PBN) -
Dana Parpol Tahun Ini Naik
SERANG, BANPOS – Dana Partai Politik bagi Partai Politik (Parpol) di Provinsi Banten disebut alami kenaikan di tahun 2023 ini, bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Hal itu disampaikan langsung oleh Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Provinsi Banten Deden Apriandhi Hartawan pada Kamis (1/6).
Ditemui seusai menggelar Apel Hari Lahir Pancasila di lapangan Sekretariat Daerah (Sekda) Provinsi Banten, Deden menyebutkan anggaran Dana Parpol di tahun ini alami kenaikan sekitar kurang lebih 42,8 persen.
“Jadi yang Tahun Anggaran 2023 itu memang ada kenaikan dari tahun 2022. 2022 itu Rp3.500 yang sekarang Rp5.000,” terangnya.
Berdasarkan perolehannya, Deden menjelaskan, Partai Gerindra menjadi partai yang mendapatkan hibah Dana Parpol terbesar di tahun ini.
Hal itu menjadi wajar, sebab Gerindra merupakan partai dengan perolehan kursi terbanyak di DPRD Provinsi Banten.
Kemudian disusul oleh PDI Perjuangan di urutan kedua, selanjutnya Golkar, PKS, dan Demokrat sebagai partai yang mendapatkan Dana Politik terbesar.
“Sesuai dengan perolehan kursi itu Gerindra, terus kemudian yang kedua PDI, ketiga Golkar, terus PKS, Demokrat, dan seterusnya,” jelas Deden.
Untuk besarannya Sekwan DPRD Banten itu menyebutkan bahwa Partai Gerindra mendapatkan Dana Parpol dari Pemprov Banten kurang lebih sebesar Rp4 miliar di Tahun Anggaran 2023.
“Berarti kurang lebih hampir Rp4 miliar ,” imbuhnya.
Kemudian dijelaskan juga bahwa berdasarkan hasil koordinasi dengan BPK Perwakilan Banten, rencananya pencairan dana tersebut akan cair pada bulan Juni tahun ini.
“Awal Juni Insyaallah, kemarin kita sudah koordinasi dengan BPK Perwakilan Banten mudah-mudahan sih gak miss ya, tapi dari BPK menyampaikan ke kita kurang lebih di awal Juni ya,” katanya.
Namun untuk dapat melakukan pencairan tersebut, Deden menjelaskan, Parpol harus melengkapi beberapa persyaratan terlebih dahulu salah satunya adalah hasil audit penggunaan anggaran dari tim BPK Perwakilan Banten.
Lalu setelah bantuan Dana Parpol itu telah cair, Deden berharap anggaran yang ada dapat digunakan oleh Partai Politik dengan baik, sebagaimana aturan yang berlaku.
Tujuannya adalah agar di tahun berikutnya, Partai Politik yang ada tidak menghadapi kendala dalam proses pencairan Dana Politik tersebut.
“Karena memang persyaratan untuk pencairan di tahun berikutnya itu harus ada audit dari BPK dulu,”
“Maka kami berharap bahwa masing-masing partai menjalankan atau menggunakan uang itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta pertanggungjawaban yang memang bisa diakui oleh tim auditor. Ini untuk lebih memudahkan juga pencairan ke depannya,” tegasnya.(MG-01/PBN) -
DPR Harap Ombudsman Bisa Panggil Paksa
JAKARTA, BANPOS – Senayan menyoroti rekomendasi Ombudsman yang kerap dicuekin oleh kementerian/lembaga negara. Di undang-undang, aturan sanksi untuk pihak yang tidak menjalankan rekomendasi Ombudsman hanya bersifat administratif.
Anggota Badan Legislasi DPR Johan Budi Sapto Prabowo mengusulkan agar Ombudsman diberi kewenangan pro justitia. Ombudsman bisa memanggil paksa pihak terlapor jika enggan memenuhi panggilan Ombudsman.
Namun dia mengingatkan, kewenangan memanggil paksa ini sudah masuk wilayah pro justitia, sementara Ombudsman ini bukanlah penegak hukum seperti Kejaksaan Agung atau Kepolisian.
“Kalau mau begitu, Ombudsman harus diberi kewenangan untuk melakukan pro justitia,” kata Johan di Jakarta, kemarin.
Johan bilang, kewenangan memanggil paksa ini tentu harus ada kriteria-kriteria yang juga mengacu pada tindakan-tindakan pro justitia. Makanya, revisi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman ini bisa memberi penguatan pada lingkup tugas dan kewenangan Ombudsman.
“Saya setuju Ombudsman diperkuat tetapi ruang lingkup pekerjaannya dipersempit. Jadi jangan semua diambil oleh Ombudsman sampai masukan pejabat publik dan lain sebagainya,” katanya.
Menurutnya, bisa saja penguatan kelembagaan Ombudsman ini diberikan asal ruang lingkupnya dipersempit. Misal terkait pencegahan dalam hal mewujudkan sebuah lembaga yang ‘good governance’, tidak maladministrasi. Apalagi anggaran Ombudman juga sangat terbatas.
“Kalau semua diambil oleh Ombudsman sementara kapasitas dan kapabilitas lembaga Ombudsman itu sangat kecil sekali dari anggaran. Masa sebuah lembaga anggarannya hanya Rp230 miliar, Anda bisa apa gitu?” ujarnya.
Makanya, dia usul agar Undang-Undang Ombudsman diubah total. Dia lalu mencontohkan Ombudsman di Filipina yang rekomendasinya ampuh dan pasti dilaksanakan. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Filipina itu bermitra dengan Ombudsman.
“Kadang kita lupa juga ada Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tugasnya hampir mirip-mirip. Ombudsman kan diawasi juga Komisi ASN, oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sementara dia (Ombudsman) juga mengawasi. Ini membingungkan,” ujar eks Juru Bicara KPK ini.
Yang jelas, sambung Johan, pada prinsipnya Ombudsman jangan menjadi lembaga yang sudah makan anggaran yang banyak tapi tidak ada hasilnya. Apalagi faktanya, banyak rekomendasi yang dikeluarkan Ombudsman tapi tidak dijalankan alias dicuekin.
“Kalau mau diperkuat, ya kita perkuat dengan proses memberi kewenangan kepada Ombudsman. Jadi kalau rekomendasinya tidak dilaksanakan, itu sanksinya jangan administrasi tapi pidana. Kalau bisa,” ujarnya.
Ketua Ombudsman Mokhamad Najih mengusulkan agar dilakukan revisi terhadap pasal 7 dan 8 dalam terkait tugas dan kewenangan Ombudsman yang diatur dalam undang-undang ini.
Salah satunya berkaitan dengan investigasi atas prakarsa sendiri yang dipindah menjadi kewenangan.
“Karena inisiatif atas prakarsa sendiri merupakan satu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman secara pro aktif tanpa menunggu laporan masyarakat,” katanya.
Begitu juga terkait dengan masalah pemanggilan. Pengaduan penyelenggara publik itu kurang memperhatikan apa yang menjadi pemanggilan oleh Ombudsman dalam kaitan penyelesaian laporan, klarifikasi, ataupun mediasi.
Di undang-undang sekarang, Ombudsman telah difasilitasi kewenangan melakukan pemanggilan secara paksa. Namun, kewenangan ini hendaknya didukung oleh instrumen penegakan yang lebih kuat.
Sebab, di Undang-Undang Ombudsman, memanggil paksa boleh dilakukan apabila telah 3 kali dipanggil namun tak kunjung hadir. “Maka dilakukan pemanggilan secara paksa melalui bantuan oleh pihak kepolisian,” ujarnya.
Diakuinya, kewenangan ini jarang digunakan walau sudah ada kerja sama dengan kepolisian terkait hal tersebut. Hanya saja, pemanggilan ini menjadi terkendala jika berurusan dengan aparat kepolisian.
“Di situ seolah-olah ada persoalan ego sektoral mengenai apa kewenangan Ombudsman memanggil secara paksa,” ujarnya.(PBN/RMID) -
Dugaan Pungli KPU Lebak Masih Didalami
LEBAK, BANPOS – Terkait dugaan pungutan liar (Pungli) dengan dalih penarikan pajak penghasilan (PPh) pada honorarium Badan Ad Hoc Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) beberapa waktu lalu oleh KPU Lebak, Polres Lebak hingga kini masih mendalami kasus itu. Dugaan pungli tersebut dilakukan KPU Lebak dari PPh sebesar lima persen untuk setiap anggota komisioner PPK dan PPS, Rabu (31/05).
Kepada wartawan, Kanit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Lebak, Iptu Putu Ari Sanjaya, pihaknya masih menggali informasi dari para terduga korban, sehingga kasus tersebut saat ini masih dalam penyelidikan.
“Kasus ini dalam proses penyelidikan di Polres Lebak. Seperti wawancara, pengumpulan bahan keterangan (pulbaket), serta mengklarifikasi beberapa yang diduga menjadi korban pungli tersebut,” ujar Putu Ari baru-baru ini.
Sementara saat disinggung mengenai hasil pemeriksaan keterangan terhadap saksi, apakah ada indikasi tindak pidana kerugian negara, Kanit Tipikor ini menyatakan masih terlalu dini untuk menyimpulkan perkara tersebut karena masih diaudit juga oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Jika nanti ditemukan indikasi tindak pidana, kita bisa menggandeng instansi seperti BPK dalam proses penghitungan kalau memang ada kerugian negara, intinya saat ini masih dalam tahap penyelidikan,” jelasnya.
Menurutnya pihaknya akan terus melanjutkan penyelidikan dengan memanggil saksi-saksi yang selanjutnya akan tersimpulkan.
“Yang jelas kita running terus nih tidak stop. Kita rampungkan dulu, nanti kita simpulkan. Karena saksi yang akan kita mintai keterangan masih banyak, ada di setiap kecamatan,” jelasnya.
Sebelumnya, Sekretaris KPU Lebak Mohamad Rukbi membantah tuduhan Pungli tersebut. Dan menurutnya pungutan kepada anggota Badan Ad Hoc dilakukan sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang dilakukan bendahara KPU Lebak.
Diketahui, sebelumnya kasus ini sempat mencuat setelah Badan Ad Hoc mengeluhkan adanya pungutan dengan dalih untuk membayar pajak penghasilan. Padahal, berdasarkan Peraturan KPU, honorarium Badan Ad Hoc merupakan jenis penghasilan yang tidak kena pajak.(WDO/PBN) -
Krisis Air Bersih Ancam Kota Cilegon
CILEGON, BANPOS – Kota Cilegon menghadapi ancaman serius terhadap pasokan air bersih. Ancaman itu disebabkan oleh pencemaran air laut dan kegiatan industri yang mengkhawatirkan.
Kota Cilegon yang terletak di pesisir barat Pulau Jawa, memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya air tanah sebagai sumber pasokan air bersih. Namun, pencemaran air laut yang terjadi akibat kegiatan industri dan polusi lingkungan, telah mengancam keberlanjutan pasokan air bersih bagi penduduk Cilegon.
Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Cilegon, Taufiqurrohman menyampaikan, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cilegon menyebutkan bahwa beberapa tahun kedepan Kota Cilegon akan krisis air bersih yang diakibatkan oleh pencemaran air laut dan kegiatan industri.
Saat ini saja Taufiq mengungkapkan, terdapat dua kecamatan di Cilegon yang air bersihnya sudah berubah rasa menjadi payau. Yakni, Kecamatan Jombang dan Kecamatan Pulomerak Kota Cilegon.
“Bukan industri saja, ini kan artinya intrusi air laut segala macam coba daerah situ tuh daerah yang arah ke utara itu yang perbatasan Bojonegara ya seperti Kecamatan Jombang di Perumahan Taman Cilegon sudah tidak bisa menggunakan air sumur dalam itu nggak bisa sudah benar-benar tergantung pada PDAM,” kata Taufiq beberapa waktu lalu.
Dikatakan Taufiq, pencemaran air laut di Cilegon memiliki dampak serius terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem laut. Selain itu juga, warga setempat yang mengandalkan sumber air tanah sebagai sumber air bersih menghadapi risiko kesehatan yang tinggi.
“Seperti keracunan logam berat dan gangguan sistem pernapasan. Selain itu, kehidupan laut, termasuk ikan dan organisme laut lainnya, juga terancam oleh bahan kimia berbahaya yang masuk ke dalam rantai makanan,” ujarnya.
“Masyarakat ini harus dijaga ya kebutuhan airnya harus ya tadi itu, tidak membahayakan harus sehat dan sebagainya karena kita tahu kalau air sudah tercemar kita kan wilayah industri,” ucap Taufiq.
Lebih lanjut, Taufiq mengungkapkan, para ahli lingkungan memperingatkan bahwa jika pencemaran air laut dan kegiatan industri yang tidak terkendali terus berlanjut, Cilegon akan menghadapi krisis air bersih dalam waktu dekat.
Tingkat kerusakan ekosistem laut yang semakin parah dan penurunan kualitas air laut membuat air tidak lagi layak untuk dikonsumsi atau digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini akan berdampak pada kesehatan, pertanian, dan sektor industri di Cilegon.
“Pemerintah dan otoritas lingkungan harus melakukan penanganan yang serius dalam masalah tersebut dan sedang mengambil langkah-langkah penanggulangan yang diperlukan. Maka, upaya penegakan hukum yang lebih ketat terhadap industri yang mencemari lingkungan, perbaikan infrastruktur dan lain sebagainya harus dilakukan dengan tegas,” katanya.
Taufiqurrohman mengakui saat ini pihaknya baru memenuhi 20 persen kebutuhan air bersih atau sekitar 21.157 pelanggan rumah tangga dari jumlah penduduk di Kota Cilegon sebanyak 442.803 penduduk Kota Cilegon. Masih belum terpenuhinya air bersih untuk rumah tangga secara merata di Kota Cilegon, Taufiq mengaku lantaran jangkauan pipa air milik PDAM belum merata di Kota Cilegon.
“Iya baru 20 persen sangat jauh dari 100 persen. Karena keterbatasan jangkauan pipa kita (PDAM),” ujarnya.
Meski demikian, Taufiq mengungkapkan setiap tahunnya jumlah pelanggan air bersih di Cilegon terus meningkat yang mencapai sekitar 1.500 pelanggan air bersih untuk rumah tangga di Kota Cilegon dan akan terus berupaya memenuhi kebutuhan air bersih untuk masyarakat Cilegon dengan cara bekerja sama dengan PT Krakatau Tirta Industri (KTI) dan beberapa perusahaan yang lainnya di Cilegon.
“Kami terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Cilegon, salah satunya dengan cara menggandeng industri yang ada di Cilegon,” katanya.
Dibagian lain, Wakil Walikota Cilegon, Sanuji Pentamarta mengatakan kebutuhan air bersih untuk rumah tangga di Kota Cilegon baru terpenuhi sebanyak 20 persen dari jumlah penduduk yang ada di Kota Cilegon. Sisanya masyarakat masih mencari sumber air bersih secara mandiri. Oleh karena itu Pemkot Cilegon meminta bantuan Pemprov Banten agar menyalurkan air bersih dari Bendungan Sindangheula ke PDAM Kota Cilegon.
Sanuji mengatakan, kebutuhan air bersih untuk rumah tangga di Kota Cilegon baru terpenuhi sebanyak 20 persen dari jumlah penduduk Kota Cilegon. “Harus kolaborasi dengan semua pihak untuk menghadirkan kebutuhan air baku, jadi terus meningkatkan cakupan kita 100 persen. Karena saat ini kita baru bisa memenuhi kebutuhan air bersih untuk rumah anggaran sebesar 20 persen,” ujarnya.
Menurutnya, langkah itu perlu dilakukan lantaran Kota Cilegon tidak memiliki danau maupun sungai untuk memenuhi kebutuhan air baku yang bisa dijadikan untuk air bersih di Cilegon. Namun demikian, Sanuji mengklaim PDAM Kota Cilegon telah memberikan pelayanan yang maksimal untuk masyarakat Cilegon.
“Fasilitas menurut PDAM sudah cukup baik, tapi perlu ditanyakan kepuasan pelanggan kepada masyarakat. Tapi tetap harus terus ditingkatkan pelayanannya,” tandasnya.(LUK/PBN)