SERANG, BANPOS – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan evaluasi terhadap Pj Gubernur Banten Al Muktabar pada Jumat tanggal 20 Januari lalu. Sementara, sejumlah elemen masyarakat tetap mendesak pemerintah pusat mengganti Al Muktabar dengan pejabat lain. Tahta Al masih terus digoyang.
Diketahui, Jaringan Nurani Rakyat Banten, sambangi Kantor Kementerian Dalam Negeri di Jakarta pada Jumat (20/1) untuk mengadukan Pj Gubernur Banten, Al Muktabar kepada Mendagri atas terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 45, 46, 47 dan 48 Tahun 2022 yang diduga melanggar Peraturan Perundangan dan melebihi kewenangan Penjabat Gubernur.
Ketua Jaringan Nurani Rakyat Banten, Ade Yunus menuding Pergub tersebut menyalahi peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
“Peraturan Gubernur sebagai peraturan pelaksanaan dapat dibentuk ketika terdapat peraturan pokoknya di daerah yaitu Peraturan Daerah, Perdanya kan masih dibahas di DPRD, ini malah terbit Pergubnya duluan, dalam hukum positif tidak dibenarkan Pergub Mendahului Perda,” jelas Ade melalui keterangan tertulisnya
“Apabila Pergub dipaksakan berlaku dan mendahului Peraturan Daerah maka akan menjadi preseden buruk serta merusak tatanan hukum dalam hierarki peraturan perundang-undangan,” tegasnya.
Menurut Ade dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 45,46,47 dan 48 Tahun 2022 disebutkan pada konsideran menimbang huruf a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi
Pemerintah untuk Penyederhanaan Birokrasi perlu diatur dalam suatu regulasi;
Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah pada Pasal 20 mengenai Ketentuan Penutup disebutkan bahwa penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini dilaksanakan paling lambat sampai dengan tanggal 30 Juni 2021
“Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah bila mengacu dalam Peraturan Menteri ini telah melewati batas waktu dan mestinya dilakukan oleh Gubernur Banten pendahulunya pada Tahun 2021 yang lalu bukan oleh Penjabat Gubernur saat ini,” ungkapnya.
Ade juga menyoroti bahwa dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 45, 46, 47 dan 48 Tahun 2022 disebutkan pada konsideran menimbang huruf b. bahwa untuk penyederhanaan struktur organisasi di Provinsi Banten, telah disetujui Menteri Dalam Negeri melalui surat Nomor 100.2.2.6/8786/OTDA tanggal 6 Desember 2022 Perihal Rekomendasi Rancangan Peraturan Gubernur.
Sementara berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah pada Pasal 15 Ayat 1 huruf d. “berdasarkan pertimbangan tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada huruf c, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri memberikan Persetujuan Penyederhanaan Struktur Organisasi kepada gubernur untuk dilakukan Penyederhanaan Struktur Organisasi.
“Surat dari Mendagri yang dimaksud adalah Rekomendasi Rancangan Peraturan Gubernur, bukan Persetujuan Peraturan Gubernur,” tukasnya.
Ade menganggap bahwa bila Peraturan Gubernur tersebut belum mendapatkan Persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri, maka Surat Perintah Gubernur Banten tentang penunjukan Plt sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Banten Tidak berlaku dan gugur secara hukum.
Bila Pergub Banten yang dipaksakan tersebut berlaku maka akan berdampak dan mempengaruhi pada banyak hal tatanan pemerintahan Provinsi Banten.
“Peraturan Gubernur dilakukan sepihak oleh Penjabat Gubernur kecenderungan terjadi abuse of power (penyalahgunaan wewenang) yang dilakukan Penjabat Gubernur, menimbulkan ketidakpastian hukum, tidak terlaksana secara efektif dan efisien, serta disfungsi hukum, artinya hukum tidak dapat berfungsi memberikan pedoman berperilaku kepada pegawai, pengendalian sosial, penyelesaian sengketa dan sebagai sarana perubahan sosial secara tertib dan teratur,” paparnya.
“Baiknya Penjabat Gubernur fokus saja pada Tugas Pokok dan Fungsi melaksanakan program RPJMD dan RPJP serta menjaga kondusifitas pemerintahan hingga terpilihnya gubernur definitif nanti,” Pungkasnya.
Terpisah, dalam diskusi publik yang diadakan oleh Komunitas Soedirman 30 (KMS 30) turut hadir sekaligus sebagai narasumber akademisi Banten, Ikhsan Ahmad dan Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB), Uday Suhada.
Ikhsan Ahmad dalam diskusinya meminta masyarakat melakukan evaluasi kritis terhadap kinerja Al Muktabar selama kurun waktu delapan bulan lebih ini. Alasannya, masyarakat lebih merasakan apa kelebihan dan kekurangannya.
“Mudah-mudahan Kementerian bisa objektif, presisi dan mempelajari banyak hal tentang kepemimpinan Pj Gubernur menjelang satu tahunnya,” katanya.
Apalagi kata Ikhsan, saat ini penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak berjalan dengan baik. Eksekutif dan legislatif terlihat sibuk dengan dunianya masing-masing.
“Saya lihat legislatif disibukkan pada proses persiapan di tahun politik, sementara eksekutif juga sibuk dengan persoalan-persoalan yang belum selesai. Mulai dari proses birokrasi, SOTK (struktur organisasi tata kerja), kepemimpinan dari mulai gaya dan sebagainya, dan berbagai hal yang berkaitan dengan kebijakan,” terangnya.
Padahal lanjut Ikhsan yang merupakan dosen Untirta Serang ini, masih banyak persoalan yang belum dituntaskan. Mulai dari tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, serta juga masih terjadinya ketimpangan daerah.
“Mestinya Pj Gubernur ini mampu memainkan perannya yang berpihak terhadap kepentingan masyarakat, dan tidak bermain pada persoalan-persoalan birokrasi. Dan sekarang saya menilai terjadi kegaduhan, daripada menyelesaikan persoalan masyarakat secara konkrit,” tegasnya.
Senada diungkapkan Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB) yang juga Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) Uday Suhada. Menurutnya, ada sejumlah persoalan yang terjadi di masa kepemimpinan Al Muktabar.
“Yang lebih fatal, sekarang faktanya, para pejabat dan ASN di lingkungan Pemprov Banten mengalami keresahaan, sejumlah pejabat Eselon II di-Plt (Pelaksana tugas)-kan, itu situasi yang tidak baik,” ujarnya.
Karenanya Uday berharap pemerintah pusat mengambil langkah tegas dan cepat atas persoalan yang terjadi di Pemprov Banten. “Sudah meresahkan bagi ASN Pemprov Banten, saya kira Kemendagri segera mengambil langkah strategis, agar kegaduhan tidak mengganggu sejumlah pihak,” ujarnya.
Bahkan kata Uday ada hal yang membuat dirinya bingung dan aneh dengan pernyataan Al Muktabar yang mengaku terbuka terhadap kritik. Namun fakta dilapangan, ada sejumlah pihak yang dilaporkan kepada aparat penegak hukum (APH) di masa kepemimpinannya.
“Saya sendiri terus menyampaikan persoalan ini ke Kemendagri, syukur-syukur sampai ke Presiden, bahwa Al harus diganti, bahwa Al selama ini one man show,” katanya.
Sementara itu, Al Muktabar pada saat dievaluasi oleh Kemendagri terkait dengan kinerja Triwulan II tahun 2022 bertempat di Inspektorat Jenderal Kemendagri memerintahkan 21 anak buahnya, para pejabat eselon II di lingkungan pemprov.
Informasi dihimpun Al Muktabar mengeluarkan surat perintah resmi sebagai Pj Gubernur Banten terkait dengan adanya evaluasi dari Kemendagri tersebut.
Dalam surat yang ditandatanganinya pada 19 Januari 2023 tersebut disebutkan, Al Muktabar memerintahkan 21 pejabat eselon II dan meminta agar Surat Perintah tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab.
Ke-21 pejabat anak buahnya itu juga diminta melaporkan hasilnya kepada Al Muktabar 3 hari setelah penilaian dimaksud dilakukan oleh Kemendagri.
Hingga berita ini diturunkan Al Muktabar belum menjawab pesan tertulis yang dikirim BANPOS. Demikian juga Pj Sekda Moch Tranggono.(RUS/PBN)