SERANG, BANPOS – Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB) menyampaikan evaluasi atas kondisi Provinsi Banten selama kurun waktu tahun 2022. Dalam evaluasi itu, terdapat sejumlah isu yang disorot oleh KMSB, salah satunya terkait dengan perampingan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dinilai tidak tepat dan masih belum fokusnya Pj Gubernur Al Muktabar dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Evaluasi itu disampaikan melalui Workshop Kolaborasi yang digelar oleh KMSB di Rumah Dunia, dan juga dituangkan melalui serangkaian essay dalam publikasi berbentuk bunga rampai dengan tema ‘Rakyat Banten Menagih’.
Anggota DPRD Provinsi Banten yang menjadi penanggap dalam workshop tersebut, Fitron Nur Iksan, mengatakan bahwa pihaknya merasa terbantu dengan kehadiran KMSB, terutama dalam menjaring aspirasi-aspirasi dari masyarakat.
“Yang penting masyarakat sipil memiliki tempat, merumuskan sesuatu dan menyampaikan kanalnya dengan tepat. DPRD merasa terbantu dengan forum seperti ini dan memiliki masukan yang berkualitas. Forum ini harus diintensifkan, pemerintah membutuhkan itu,” ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini Provinsi Banten tengah berada di masa transisi kepemimpinan definitif. Hal itu membuat banyak kemungkinan terjadi, sehingga ketidakpastian pun meningkat. Oleh karena itu, Pemprov Banten pun diharapkan dapat membuka kanal komunikasi yang baik, agar kebijakan di masa transisi ini benar-benar mewakili kepentingan masyarakat.
“Kalau seandainya tidak membuka keran itu, pemerintahan yang legitimasinya ini secara hukum masih transisi ini, selama dua tahun setengah ini akan kurang berbobot. Karena kan kita ini tidak mengacu pada RPJMD, tapi kepada RPD. Maka perlu untuk mendengarkan masukan dari masyarakat,” tandasnya.
Koordinator KMSB, Uday Suhada, mengatakan bahwa digelarnya Workshop Kolaborasi dan penerbitan bunga rampai untuk mengevaluasi kinerja Pemprov Banten di tahun 2022 ini, lantaran pihaknya tidak melihat ada gerakan masyarakat sipil yang melakukan hal tersebut.
“Makanya kami menggelar acara itu dengan melibatkan sejumlah komponen, kami undang banyak pihak ya termasuk dari DPRD serta berbagai komponen masyarakat sipil lainnya. Sebetulnya kami ingin mengungkapkan fakta yang terjadi selama tahun 2022,” ujarnya, Rabu (21/12).
Ia menuturkan, Penjabat Gubernur, Al Muktabar, mulai menjabat sebagai orang nomor satu di Banten sejak 12 Mei 2022. Menurutnya, Al memiliki tanggung jawab untuk mengamankan dan menjalankan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) yang diamanatkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“RPD itu memang tidak bisa diutak-atik. Sementara setelah kami lakukan evaluasi, ternyata ada sejumlah persoalan yang muncul. Pertama soal adanya usulan untuk dilakukan perampingan OPD, dan saat ini masih berlangsung di DPRD Banten,” tuturnya.
Menurut Uday, hal tersebut menjadi sorotan lantaran upaya perampingan itu justru akan membuat APBD tahun 2023 yang telah disahkan menjadi berantakan. Sebab, para OPD berpotensi terlalu fokus pada persoalan perampingan itu.
“Manakala akhir tahun ini bisa menjadi ketuk palu di DPRD adanya perampingan, perubahan itu tidak butuh waktu singkat. Itu pasti butuh waktu lama. Maka secara otomatis akan berpengaruh terhadap penyerapan anggaran,” katanya.
Ia mengatakan, Al Muktabar sebagai Penjabat Gubernur seharusnya lebih fokus pada tugas-tugas yang termaktub dalam RPD. Termasuk untuk mengisi sejumlah pos-pos jabatan yang masih kosong, ketimbang melakukan perampingan OPD yang dampaknya akan luas.
“Lebih baik evaluasi itu para pejabat yang ada, mana yang sudah terlalu lama, lakukan penyegaran gitu. Kan dia kan punya kewenangannya. Terus isi itu para Kepala Dinas, Badan, Bidang atau apa yang dirangkap jabatan oleh seseorang,” katanya.
Menurutnya, hal itu lebih prioritas untuk dilakukan ketimbang perampingan OPD, lantaran jika ada jabatan kosong atau dirangkap oleh satu orang, bisa membuat penyelenggaraan pemerintah berjalan tidak optimal.
“Di samping itu, dia akan berdampak serius pada proses kaderisasi di pemerintahan. Eselon III jadi terhambat, Eselon IV terhambat, apalagi staf. Apalagi kita tahu banyak Eselon IV dan Eselon III itu yang sudah difungsionalkan. Di zaman kepemimpinan WH-Andika saja sudah 400-an pejabatnya yang difungsionalkan,” katanya.
Uday menegaskan, pihaknya bukan berarti tidak sepakat dengan efisiensi anggaran melalui perampingan OPD. Ia menuturkan bahwa pihaknya sepakat, namun bukan sekarang saatnya untuk melakukan hal itu.
“Karena saya bilang tadi, dia adalah penjabat yang harus mengamankan RPD yang sudah diamanatkan dari Kemendagri. Rekomendasi kami tadi di dalam diskusi, ya sudahlah SOTK itu lebih baik ya disetop pembahasannya, karena akan menghabiskan anggaran, akan menghabiskan energi,” tegasnya.
Persoalan lainnya yang disorot oleh KMSB adalah tidak adanya tandem yang ditunjuk oleh Al Muktabar dari kalangan Pemprov Banten, untuk menjadi orang kepercayaan dalam menjalankan tugasnya sebagai Penjabat Gubernur Banten.
“Membangun Banten itu enggak bisa sendirian. Banten itu harus dibangun dengan kebersamaan. Saya lagi-lagi mengingatkan, harus ada orang yang dipercaya oleh seorang Pj Gubernur di lingkungan pemprov, yang bisa menjembatani komunikasi antara dia dengan para kepala dinas atau birokrat di Banten atau pihak di luar pemerintahan,” tuturnya.
Padahal menurutnya, orang kepercayaan itu bisa ditunjuk dari Sekda, Kepala Dinas, Asda atau Staf Ahli Gubernur. Namun sayangnya, Uday melihat bahwa Al mengabaikan hal itu. Bahkan, asisten khusus atau Juru Bicara pun tidak disediakan oleh Al.
“Misalkan asisten khusus untuk misalnya memegang handphonenya. Jadi ketika ada telepon dari kepala dinas yang membutuhkan tanda tangan segera atau hal-hal yang sifatnya urgent gitu, emergency, itu kan akhirnya menjadi terhambat. Ini adalah suatu peringatan keras buat Al Muktabar, selain percaya kepada Allah, percayalah kepada salah satu orang di lingkungan pemprov, karena membangun Banten tidak bisa sendirian,” ucapnya.(DZH)