SERANG, BANPOS–Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banten dan Rumah Sakit Hermina dinilai lalai dan menyebabkan akses masyarakat menjadi terhambat untuk mendapatkan layanan, khususnya bagi pasien yang menggunakan BPJS. Rumah Sakit dituding melakukan diskriminasi terhadap pasien BPJS dan jalur umum, selain itu ternyata sarana dan prasarana yang ada sudah tidak berfungsi.
Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Komisariat Unbaja, Rifqi Fatahilah, menyatakan, pihaknya pada Minggu (30/10) lalu, mendapatkan permintaan tolong dari salah satu warga Kabupaten Pandeglang.
“Mereka menghubungi melalui sambungan telepon kepada kami. Mereka mengaku kebingungan karena ibu mereka terkena stroke dan harus segera dirujuk ke RSUD Banten untuk dilakukan pemeriksaan, terutama CT Scan,” ujarnya, Selasa (1/11).
Namun ternyata, sudah beberapa jam mencoba menghubungi RSUD Banten untuk melakukan konsultasi sehingga ibunya dapat segera dirujuk ke sana dari Puskesmas setempat, namun tidak kunjung mendapatkan jawaban dari RSUD Banten.
“Sehingga mereka meminta kepada kami untuk bisa mendatangi RSUD Banten, dan berkonsultasi langsung terkait dengan perujukan ibunya ke RSUD. Itu sekitar pukul 19.20 WIB,” terang Rifqi.
Ketika mendatangi RSUD Banten, Rifqi mengatakan bahwa pihak RSUD mengakui jika hotline yang biasa digunakan untuk melakukan rujukan tengah mengalami kendala. Sehingga untuk menghubungi hotline tersebut, harus menggunakan cara lain.
“Ini menjadi catatan pertama kami. Bayangkan jika memang ada yang benar-benar butuh cepat dan layanan hotlinenya rusak seperti itu, pasti sangat menyusahkan. Bahkan orang Puskesmas saja tidak tahu bagaimana untuk menghubungi RSUD selain melalui hotline. Kami terpaksa menggunakan WhatsApp pribadi untuk menyambungkan pihak RSUD dengan Puskesmas untuk berkoordinasi,” katanya.
Setelah melakukan konsultasi dan koordinasi hampir sekitar tiga jam, Rifqi mengatakan bahwa pasien stroke itu dapat dirujuk ke RSUD Banten. Namun ternyata, alat CT Scan milik RSUD Banten juga tengah rusak dan tidak bisa digunakan.
“Hingga akhirnya RSUD mengarahkan untuk pergi ke Rumah Sakit Drajat Prawiranegara (RSDP) dulu untuk menjalankan CT Scan, lalu dirujuk lagi ke RSUD Banten untuk perawatan lanjutan,” tuturnya. Untuk saat ini, pasien diputuskan untuk dirawat di RSDP, dengan pihaknya mengupayakan BPJS pasien dapat diaktifkan kembali.
Menurut dia, hal tersebut sangat tidak efektif. Apalagi Rifqi mengatakan bahwa pasien tersebut terpaksa harus dirujuk ke RSUD Banten lantaran kondisi ekonomi pasien yang tidak memungkinkan untuk dirawat selain di RSUD Banten.
“Pasien hanya berbekal Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) karena memang masuk dalam kategori keluarga pra-sejahtera. Pasien memiliki BPJS, namun dalam keadaan non-aktif. Itu pun baru selesai hari ini (kemarin) berkat bantuan dari Dinas Sosial (Dinsos) Pandeglang, BPJS Pandeglang dan desa terkait,” ucapnya.
Rifqi menegaskan bahwa RSUD Banten merupakan garda terdepan dalam pelaksanaan program kesehatan gratis yang dicanangkan oleh Pemprov Banten. Meski gratis, namun RSUD Banten tetap harus memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.
“Jangan sampai mentang-mentang gratis, pelayanannya jadi tidak maksimal. Pelayanan seadanya, fasilitas seadanya. RSUD harus bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat. Kalau untuk menghubunginya saja sudah susah, bagaimana masyarakat bisa mudah dalam mengakses pelayanannya. Lalu bagaimana mereka melakukan perawatan alat, kok bisa sampai rusak begitu. Pasti kan ada anggaran rutin untuk perawatan,” tegas dia.
Berdasarkan penelusuran BANPOS pada situs Sirup LKPP Provinsi Banten, diketahui bahwa pada tahun 2022, RSUD Banten telah menganggarkan sebesar Rp400 juta untuk pemeliharaan alat CT Scan, dan sebesar Rp5,5 juta untuk melakukan kalibrasi alat.
Berdasarkan data pada situs Open Tender, anggaran pemeliharaan dan kalibrasi tersebut besar kemungkinan untuk alat CT Scan yang dimiliki oleh RSUD Banten, yang pengadaannya dilakukan pada 2013 lalu, dengan anggaran sebesar Rp16 miliar. Pengadaan alat itu dimenangkan oleh PT Agung Jaya Nusantara.
Masih berdasarkan situs Sirup LKPP, pada November ini, RSUD Banten juga menganggarkan pengadaan alat CT Scan baru. Pengadaan CT Scan 128 slice tersebut dilakukan melalui metode e-Purchasing, dengan anggaran sebesar Rp13,640 miliar.
Sementara itu, Humas dan Promkes RSUD Banten, Lilis Qouliyah, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon membenarkan bahwa CT Scan di RSUD Banten memang dalam kondisi rusak. Ia menuturkan, pihaknya sudah mengajukan proses untuk memperbaiki CT Scan tersebut.
“Rusaknya sudah sekitar seminggu yang lalu. Pemeliharaan oleh pihak penyedia. Kami sudah ajukan prosesnya (perbaikan), cuma memang kan nunggu antrian gitu. Karena kan memang banyak yang mengajukan,” ujarnya kepada BANPOS.
Namun beberapa pertanyaan BANPOS terkait dengan kerusakan apa yang terjadi pada CT Scan tersebut, perkiraan waktu pelaksanaan perbaikan dan waktu pelaksanaan pemeliharaan rutin, dia tidak bisa menjawab lantaran harus kembali bertanya kepada beberapa bagian lain.
“Yang punya datanya kan bagian instalasi, saya tidak tanya satu persatu. Yang pasti sih semua alat di kami itu dilakukan pemeliharaan,” ucapnya.
Adapun terkait dengan pengadaan alat CT Scan yang baru, ia pun tidak dapat menjawab. “Mohon maaf pak untuk terkait informasi pengadaan alkes apa saja, saya kurang tahu pak,” tandasnya.
Terpisah, Anggota DPRD Kota Cilegon Andi Kurniyadi mendatangi Rumah Sakit Hermina Kota Cilegon yang berlokasi di Bonakarta, pada Senin (31/10) sekitar pukul 16.30 WIB.
Kedatangan wakil rakyat tersebut, lantaran adanya aduan dari masyarakat sebagai pasien Demam Berdarah (DBD) yang diduga ditolak pihak rumah sakit Hermina karena menggunakan BPJS Kesehatan.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, Politisi Partai NasDem itu tiba di Rumah Sakit Hermina sekira pukul 16.30 WIB. Ia meminta satpam untuk dipertemukan dengan pimpinan rumah sakit.
Setelah itu, di lantai 4 rumah sakit Hermina dirinya bertemu dengan salah satu manajemen. Perdebatan sempat terjadi, tidak berselang lama manajemen menyuruh Andi masuk ke suatu ruangan untuk membahas hal tersebut.
Saat dikonfirmasi Andi mengatakan, dirinya datang ke rumah sakit Hermina lantaran adanya aduan dari warga yang ditolak pihak rumah sakit untuk dilakukan perawatan karena terserang DBD.
“Saya kesini karena ada aduan dari salah satu pasien yang ditolak oleh pihak rumah sakit Hermina karena menggunakan BPJS. Padahal pasien tersebut terkena DBD dan minta dirawat, kenapa tidak dirawat apa hanya karena menggunakan BPJS Kesehatan,” kata Andi kepada awak media usai mengeluhkan pelayanan di rumah sakit tersebut.
Saat berada di dalam ruangan dengan pihak manajemen rumah sakit Hermina, Andi menanyakan masalah aturan kepada pihak Rumah Sakit Hermina. Karena dirinya mendapatkan pernyataan, ditolaknya pasien DBD yang menggunakan BPJS itu tidak masuk kriteria.
Namun setelah dicecar oleh Andi, ternyata jika menggunakan umum itu bisa dirawat. Itu diperparah dengan informasi yang diterima Andi ketika berkomunikasi dengan salah satu manajemen rumah sakit Hermina lainnya, pasien ditolak karena kamar penuh.
“Saya tanya tadi, kenapa pake BPJS tidak bisa, jawabannya aturan. Tolong terangkan kepada saya, terus kalau pakai umum bisa, dan dia bilang bisa, begitu jawabannya. Berarti kan memang ada ketimpangan antara BPJS dan umum,” tuturnya.
“Bahkan pak Dodi bilang bahwa kamar penuh, tapi tadi dokter bilang tadi hasil diagnosanya tidak memenuhi kriteria di BPJS, artinya hal itu saja sudah berbeda ini ada apa?,” tambahnya.
Dikatakan Andi, dalam waktu dekat ini pihaknya akan memanggil pihak rumah sakit Hermina dengan Dinkes Cilegon untuk bisa menjelaskan hal tersebut. Mengingat, banyak aduan dari masyarakat karena menggunakan BPJS Kesehatan ditolak
“Kami akan panggil ini rumah sakit untuk dilakukan hearing, karena banyak juga pasien BPJS yang membuat keluhan kepada kita semakin marak penolakan dari pihak rumah sakit, berbagai macam alasan, entah kamar penuh,” pungkasnya.
Sementara itu, salah satu manajemen Rumah Sakit Hermina bernama Alit yang menerima langsung anggota DPRD ngamuk, itu berkilah bahwa permasalahan tersebut hanya miskomunikasi saja.
“Jadi masalahnya itu hanya miskomunikasi saja ya pak. Kita juga akan cek lagi pasien, kejadiannya tadi sore,” kata Alit yang juga merupakan Marketing rumah sakit Hermina.
Saat disinggung terkait pasien BPJS yang tidak memenuhi kriteria. Alit tidak bisa menjelaskan secara gamblang, bahkan tidak paham dan menyuruh untuk mencari sumber sendiri.
“Saya kurang paham (pasien BPJS tidak memenuhi kriteria dan ditolak rumah sakit) bisa di searching sendiri ada kriterianya,” cetusnya.(LUK/DZH/PBN)