SERANG, BANPOS – Manajemen Bank Banten (BB) diduga menghapus ratusan miliar kredit macet atau Non Performing Loan (NPL). Sehingga saat ini data kredit bermasalah di bank tersebut mengalami penurunan.
Pegiat Informasi yang juga salah satu nasabah BB, Moch Ojat Sudrajat dalam siaran persnya, Minggu (26/6) mengungkapkan, ada ratusan miliar NLP yang dihapusbukukan oleh manajemen Bank Banten.
“Berdasarkan informasi yang saya himpun penurunan kredit macet di BB diduga lebih dikarenakan hapus buku di tahun 2021. Dan nilainya pun diduga ratusan miliar,” kata Ojat.
Ia menjelaskan, dengan adanya dugaan penghapusan buku kredit macet di BB tersebut maka secara otomatis, jumlah tersebut di tahun 2021 lalu mengalami penurunan.
“Artinya NPL (Rasio Kredit Macet) di Bank Banten turun, bukan disebabkan tertagihnya kredit macet oleh manajemen,” ujarnya.
Dugaan hapus buku kredit macet ini diperkuat dengan tidak adanya pendapatan BB di tahun 2021. Malah kondisi BB saat ini tidak lebih baik, atau jalan ditempat seperti Direksi BB sebelumnya.
“Jika memang hasil penagihan tentunya penurunan kredit sebesar itu juga akan berdampak positif kepada pendapatan bank dan besar kemungkinan bank tidak akan merugi kembali di tahun 2021. Padahal kita tahu justru pendapatan bank di 2021 lebih rendah atau lebih kecil dibanding pendapatan bank di tahun 2020,” ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta management Bank Banten yang ada saat ini harus komprehensif dan perlu menjelaskan penurunan kredit macet tersebut kepada publik.
“Apakah karena hasil pencegahan atau adanya keputusan atau diskresi manajemen BB berupa hapus buku,” imbuhnya.
Akan tetapi jika penurunan kredit macet tersebut disebabkan oleh hapus buku, artinya BB tidak dalam keadaan positif. “Ini justru menimbulkan tanda tanya besar,” ujarnya.
Dan agar persoalan kredit macet serta pendapatan BB tergambarkan dengan jelas, maka harus ada akuntan publik independen.
“Menjadi lebih fair jika manajemen mengundang akuntan publik dan OJK yang mengaudit laporan Keuangan BB 2021 untuk membuka dan menjelaskan masalah Laporan keuangan BB 2021,” harapnya.
Dirut Bank Banten Agus Syabarrudin.hingga berita ini diturunkan belum dapat dimintai tanggapanya. Pesan tertulis yang dikirim BANPOS masih ceklis satu.
Sebelumnya, Pengamat Ekonomi yang juga merupakan akademisi Untirta, Agus David Ramdansyah menyampaikan pendapatnya terkait polemik kerugian yang dialami oleh Bank Banten. Menurutnya, saat ini secara status keuangan terlihat bahwa ada kinerja baik yang diperlihatkan.
Menurut Agus, kerugian yang saat ini masih dialami Bank Banten harus dipahami secara komprehensif, terutama pada aspek masa lalunya. Ia menyatakan, kondisi saat ini tidak boleh dipukul rata.
Menurut Agus, Pada saat Bank Pundi diakuisisi Pemprov Banten melalui PT Banten Global development, menjadi Bank Banten tahun 2016 lalu, posisi NPL (kredit macet) sebesar 48 persen dengan kondisi Capital Cost Ratio (kecukupan modal) sebesar 13 persen.
“Total kerugian mencapai Rp405 miliar. Oleh manajemen lama (periode 2016-2020) disiasati dengan menyalurkan kredit dan DPK (Dana Pihak Ketiga). Sayangnya langkah ini justru mengakibatkan penambahan NPL sekitar Rp400 miliar di akhir tahun 2019, profitabilitas tertekan, modal bank tergerus, menyeret Capital Cost Ratio ke level 9 persen dari ambang batas minimum sebesar 11 persen hingga tahun tahun [ADR2] 2020,” papar pria yang merupakan lulusan Fu Jen Catholic University, Taiwan tersebut.
Ia melanjutkan, dengan kondisi itu, Bank Banten pun mengalami kesulitan likuiditas, DPK turun drastis. Nasabah, termasuk Pemerintah provinsi menarik dana simpanannya. Loan to Deposit Ratio meningkat hingga 146 persen. OJK kemudian menetapkan Bank Banten sebagai bank dalam pengawasan khusus. Aktivitas kredit yang diberikan dihentikan sementara, kerugian Bank Banten pada tahun 2020 mencapai Rp308 miliar.
“Untuk menanggulangi kerugian yang begitu besar, dilakukan amortisasi (perpanjangan pembayaran hutang) sebesar Rp1 triliun yang berdampak kepada manajemen baru yang diangkat pada RUPS bulan Maret 2021 untuk mengalokasikan pembayarannya,” ungkap Agus.
Menurut Agus, apa yang dilakukan oleh manajemen baru ini sudah tepat, yakni fokus pada kinerja. Menurutnya, hal ini membuahkan hasil. Sejak Maret 2021 pendapatan operasional, dan pendapatan fee Based income meningkat cukup signifikan, di triwulan satu, mencapai Rp4 miliar dan diakhir tahun 2021, meningkat Rp40 miliar.
“Dari sisi pendapatan bunga, pada saat Bank Banten diserahkan kepada manajemen baru, di triwulan pertama hanya Rp46 miliar kemudian berhasil ditingkatkan menjadi Rp310 miliar. Pada tahun 2020, kredit macet saat itu Rp1,9 triliun. Per bulan Maret 2021, kredit macet yang diselesaikan turun menjadi 517 milyar,” papar Agus.
Agus menyatakan, pada akhir 2021, kredit macet yang diselesaikan turun menjadi Rp436 miliar. Oleh karena itu, kinerja kerugian Bank Banten saat ini, tidak bisa dilepaskan dari persoalan masa lalu.
Menurut Agus, manajemen Bank Banten saat ini semakin fokus kepada upaya peningkatan pendapatan operasional. Hal ini nampak dari perencanaan di tahun pertama, yakni menyelesaikan hutang masa lalu, membangun foundation building, yakni tata kelola, SDM, infrastruktur dan IT, penyelesaian kredit bermasalah sebagai langkah prioritas yang akan menjadi pendapatan bagi perusahaan.
“Tahun kedua, peluncuran pelayanan digital yang akan mempercepat pertumbuhan percepatan kinerja dan pendapatan. Tahun ketiga menjaga stabilitas perusahaan agar di tahun 2024 menjadi market leader dan berkontribusi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banten,” tandasnya.(RUS/PBN)