Kategori: HEADLINE

  • Pencegahan Dini Aksi Kekerasan dan Intoleransi di Sekolah

    Pencegahan Dini Aksi Kekerasan dan Intoleransi di Sekolah

    JAKARTA, BANPOS – Beberapa fakta mengkhawatirkan muncul ketika aksi kekerasan dan intoleransi yang mengatasnamkan agama dalam beberapa tahun terakhir sudah masuk di kalangan remaja dan dunia pendidikan. Sebagai contoh, di masa pandemi Covid-19, dua tahun lalu kita dikejutkan dengan penyerangan bom yang terjadi di Makassar pada 28 Maret 2021, pelakunya dalah pasangan muda suami istri. Selain itu, kita juga bisa melihat kejadian penyerangan di Mabes Polri pada 31 Maret 2021 adalah Zakiah Aini, merupakan simpatisan ISIS serta mahasiswi yang tidak selesai dalam studinya.

    Aksi-aksi terorisme dan kekerasan yang menimpa kalangan muda dan terpelajar yang terjadi di atas tidak terlepas dari adanya paham ekstremisme, radikalisme, dan intoleransi yang sudah masuk ke dalam sekolah, mulai dari TK sampai SMA. Survei nasional yang dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta menunjukkan, radikalisme yang berkaitan dengan dukungan terhadap ide negara Islam dan intoleransi sedang mengancam guru-guru muslim di Indonesia, mulai dari TK sampai SMA. Walaupun dari segi perilaku mereka cenderung moderat, tetapi dari sisi opini persentase yang intoleran lebih besar dibanding dengan yang toleran. Kondisi tersebut sangat berbahaya, kerena opini yang radikal dan intoleran tersebut bisa menjadi jembatan bagi lahirnya perilaku yang radikal dan intoleran (Ferdiansyah, 2022).

    Maraknya paham radikalisme agama di dunia pendidikan terlihat dalam hasil riset tentang “Sikap Keberagamaan Gen Z” yang juga dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) pada 2018. Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa pada level opini, pelajar kita cenderung memiliki pandangan keagamaan yang intoleran, opini radikal sebesar 58,5 persen, adapun yang memiliki opini intoleransi internal sebesar 51,1 persen, kemudian opini intoleransi eksternal sebanyak 34,3 persen.

    Sedangkan dari tinjauan terkait aksi, siswa memiliki perilaku keagamaan yang cenderung moderat atau toleran, maka dapat dilihat bahwa yang melakukan aksi radikal sebanyak 7 persen dan aksi intoleransi eksternal sebanya 17,3 persen. Yang menarik, dalam temuan tersebut bahwa aksi intoleransi internal komunitas Islam sendiri cenderung lebih tinggi, yaitu sebesar 34,1 persen. Ini menunjukan bahwa masalah kita bukan hanya pada kerukunan antar umat beragama namun juga dalam keharmonisan sesama muslim sendiri.

    Media Online dan Intoleransi di Dunia Pendidikan

    Paham ekstremisme dan intoleransi diduga masuk ke sekolah, salah satunya, melalui media online. Dalam survei PPIM UIN Jakarta disebutkan, sebagian besar guru Muslim di Indonesia menggunakan media online atau media sosial untuk mendapatkan informasi keagamaan. Dari total keseluruhan guru yang diteliti, 31,22 persen mencari informasi keagamaan melalui media online setiap saat, 30,22 persen dua sampai tiga kali sepekan, 9,17 persen sebulan sekali, 6,50 persen hampir tidak pernah, dan 5,56 persen tidak pernah sama sekali.

    Hasil survei ini juga memperlihatkan para guru sekolah lebih banyak mengakses situs radikal dan intoleran. Jumlah guru yang mengakases situs tersebut adalah 58,86 persen. Sisanya mengakses situs non-radikal. Situs radikal yang dimaksud PPIM di sini adalah Voa-Islam.com, Salafy.or.id, Panjimas.com, Nahimunkar.com, Hidayatullah.com, EraMuslim.com, dan Arrahmah.com. Sementara yang mengakses situs moderat, seperti NU Online dan Muhammadiyah.id, totalnya sekitar 41,14 persen (Nasuhi dan Abdala, 2020).

    Selain itu, penelitian yang dilakukam Noorhaidi Hasan dkk (2018) tentang Literatur Keislaman Generasi Milenial, ditemukan bahwa adanya situasi serba tidak pasti yang dihadapi oleh generasi milenial ketika berhadapan langsung dengan masifnya pengaruh ideologi Islamis yang datang menawarkan harapan dan mimpi tentang perubahan dan masa depan yang lebih menjanjikan. Hasil penelitian tersebut juga menemukan bahwa di atas narasi yang menekankan pentingnya semangat kembali kepada dasar-dasar fundamental Islam dan keteladanan generasi awal, maka berusaha membuat jarak dan demarkasi antara Islam dengan dunia terbuka (open society) yang digambarkan penuh dosa-dosa bid’ah, syirik, immoralitas dan kekafiran. Hal ini menurut riset tersebut kemudian menjadi ladang subur bagi munculnya simpatisan ideologi khilafah yang menganggap bahwa hanya sistem Islam yang dapat mengubah keadaan Ketika umat Muslim tertinggal dari dunia Barat.

    Permendikbudristek PPKSP sebagai Pencegahan Efektif

    Melihat fakta dan fenomena yang mengkhawatirkan di atas, Kemendikbudristek akhir-akhir ini mempertimbangkan pengesahan payung hukum bagi seluruh satuan pendidikan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan dengan meluncurkan Merdeka Belajar ke-25 yaitu Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Peraturan tersebut dibuat dengan tujuan yang jelas untuk mengatasi dan mencegah kasus kekerasan seksual, perundungan, diskriminasi, dan intoleransi. Selain itu, peraturan ini bertujuan untuk membantu lembaga pendidikan dalam menangani kasus-kasus kekerasan, termasuk bentuk daring dan psikologis, sambil memberikan prioritas pada perspektif korban (Kemendikbud, 2023).

    Menurut Mendikbudristek Nadiem Makarim, dalam beberapa tahun terakhir, Kemendikbudristek telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam merancang regulasi yang dapat mencegah dan menangani kekerasan di dalam lembaga pendidikan. Menurutnya, perlu digarisbawahi bahwa Permendikbudristek PPKSP bertujuan melindungi siswa, pendidik, dan staf pendidikan dari kekerasan selama kegiatan pendidikan, baik di dalam maupun di luar lembaga pendidikan. Mas Menteri menekankan bahwa Permendikbudristek PPKSP memainkan peran penting dalam memenuhi mandat undang-undang dan peraturan pemerintah yang bertujuan melindungi anak-anak. Peraturan ini juga menggantikan peraturan sebelumnya, yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Lembaga Pendidikan.

    Semoga upaya konkret dari Kemendikbudristek yang dipimpin Menteri Milenial melalui Permendikbudristek PPKSP sebagai kebijakan preventif mampu memutus rantai kekerasan dan intoleransi yang selama ini menjadi momok mengkhawatirkan di dunia pendidikan. (RMID)

  • SIM Keliling Tangerang Kota Kamis 26 Oktober

    SIM Keliling Tangerang Kota Kamis 26 Oktober

    JAKARTA, BANPOS – Bagi warga Tangerang Kota yang ingin melakukan perpanjangan masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM), Anda dapat mengunjungi Satpas atau pelayanan SIM Keliling Polrestro Tangerang Kota yang sudah disediakan.

    Layanan SIM Keliling pada Kamis (26/10) dilaksanakan di dua lokasi, yaitu:

    1. Pos Polisi (Pospol) Pinang Cipondoh, pukul 08.00 – 12.00 WIB.

    2. Pos Polisi (Pospol) Duta Garden Benda, pukul 08.00 – 12.00 WIB.

    Layanan SIM Keliling Polrestro Tangerang Kota hanya melayani permohonan perpanjangan SIM A dan C yang dapat dilakukan sebelum masa berlaku habis. Apabila masa berlaku SIM habis diberlakukan penerbitan seperti SIM Baru.

    Untuk biaya perpanjangan sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2016 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah Rp 80.000,- untuk perpanjangan SIM A dan Rp. 75.000,- untuk perpanjangan SIM C.

    Syarat perpanjangan SIM A atau C sebagai berikut:

    1. Membawa KTP asli dan Foto Copy.

    2. Membawa SIM asli yang masih berlaku.

    Baca juga : SIM Keliling Bogor Kamis 26, Hadir Di Mall Boxies Tajur

    3. Tes Psikologi SIM.

    4. Surat Keterangan Sehat. (RMID)

    Berita ini telah terbit di https://rm.id/baca-berita/megapolitan/194232/sim-keliling-tangerang-kota-kamis-26-oktober-hadir-di-2-lokasi

  • Dikepung Laporan Korupsi, Al Muktabar Akui Lanjutkan Perencanaan Hibah Ponpes

    Dikepung Laporan Korupsi, Al Muktabar Akui Lanjutkan Perencanaan Hibah Ponpes

    SERANG, BANPOS – Sejumlah mahasiswa Banten mendatangi Kantor JAM Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Selasa (24/10/2023).

    Mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Pejuang Keadilan (KOMPAK) Banten mendatangi Kejagung RI untuk melaporkan dugaan keterlibatan PJ Gubernur Banten dalam kasus korupsi hibah pondok pesantren Provinsi Banten tahun anggaran 2020.

    “Yang dilaporkan itu terkait dugaan keterlibatan PJ Gubernur terkait korupsi dana hibah Ponpes 2020, Baang,” ujar Sifan Rusdiansyah, Ketua Presidium Koalisi Mahasiswa Pejuang Keadilan (KOMPAK) kepada wartawan, Rabu (25/10/2023).

    Sifan mengatakan dugaan keterlibatan Al Muktabar terjadi saat yang bersangkutan menjabat sebagai Sekda Provinsi Banten.

    “Pada tahun tersebut Al Muktabar menjabat sebagai Sekda Pemprov Banten, sekaligus mengetuai TAPD (Tim Anggran Pemerintah Daerah). Otomatis yang bersangkutanlah yang meloloskan anggaran para calon penerima dana hibah tersebut yang hanya berupa usulan dan bukan hasil rekomendasi yang telah terverifikasi,” katanya.

    Sifan menegaskan bahwa akar dari korupsi dana hibah ponpes terletak pada persetujuan anggaran dan juga calon penerima yang tidak diverifikasi terlebih dahulu.

    “Menurut saya, akar persoalan korupsi dana hibah ponpes itu berawal dari persetujuan anggaran tersebut (oleh Ketua TAPD–red) dan para calon penerima yang tidak diverifikasi terlebih dahulu. Dengan demikian, perlu dibuka pengusutan kembali terkait pihak-pihak yang terlibat,” tegasnya.

    Sifan mendorong Kejagung kembali mengusut semua pihak yang terlibat dalam kasus korupsi dana hibah Ponpes 2020.

    “Harapan saya kejagung dapat mengusut kembali semua pihak yang terlibat dalam kasus ini dan dapat ditindak secara tegas, supaya menciptakan pemerintahan banten yang bebas dari KKN,” ujarnya.

    Sementara itu Deputi Direktur Pattiro Banten, Amin Rohani, mengatakan  turut prihatin atas dugaan keterlibatan Sekretaris Daerah Provinsi Banten dalam kasus Hibah Pondok Pesantren 2020.

    Dalam konteks ini, perlu melihat beberapa aturan yang relevan, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU 23/2014) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

    “Berdasarkan UU 23/2014, Sekretaris Daerah (Sekda) mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk membantu kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) dalam koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Selain itu, sekda juga menjadi penghubung antara kepala daerah dengan kepala perangkat daerah,” ujarnya.

    Sementara itu, Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 menegaskan peranan Sekda sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). TAPD bertanggung jawab menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang mencakup komponen hibah, seperti halnya hibah Pondok Pesantren.

    “Oleh karena itu, dugaan keterlibatan Sekda dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai kuntabilitas dan transparansi dalam proses perencanaan anggaran,” kata Amin.

     

    Dalam konteks ini, sangat penting untuk mendalami dugaan keterlibatan Sekda yang saat itu dijabat Al Muktabar terkait penyimpangan dalam proses perencanaan hibah Pondok Pesantren 2020. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dan masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang serta memastikan pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan.

    Amin juga menerangkan akuntabilitas, terutama dalam peran Sekretaris Daerah, harus ditegaskan. Pemerintah harus memastikan ada mekanisme untuk memeriksa dan menegakkan pertanggungjawaban dalam pengelolaan keuangan daerah, termasuk dalam hal pengelolaan hibah.

    “Dengan mempertimbangkan ketiga aspek ini, kita dapat meningkatkan tata kelola keuangan daerah yang lebih transparan, partisipatif, dan akuntabel, yang pada gilirannya dapat mengurangi risiko penyalahgunaan wewenang dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dan masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang serta memastikan pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan,”terangnya.

    Menanggapi hal itu PJ Gubernur Banten Al Muktabar membantah terlibat, meski ia mengakui telah melanjutkan perencanaan usulan dana hibah tersebut yang belakangan bermasalah.

    “Pertama saya menjadi Sekda itu dilantik 27 Mei 2019 dan saya mulai aktif itu di bulan Juni 2019. Proses perencanaan pada waktu itu secara menyeluruh itu sudah berjalan oleh sekda-sekda sebelumnya. Dan di dalam kerangka itu tim TAPD bekerja, dan saya sebagai ketua TAPD ex officio dengan momen itu kan tidak mungkin saya menghentikan program karena itu harus berlanjut terus, maju ke KUA dan PPAS,” ujarnya.

    Al Muktabar mengatakan setelah program dilaksanakan, pelaksanaannya ada masalah dan itu tanggung jawab teknis pelaksanaan.

    “Dan itu semua proses berjalan. Dan sampai programnya ditetapkan, lalu dilaksanakan. Nah tingkat pelaksanaannya ada problem itu adalah tanggungjawab teknis pelaksanaan. Di proses perencanaan semua sudah kita lakukan dengan sebaik-baiknya dan juga itu telah masuk ke proses hukum. Dan dalam proses hukumnya sudah ditetapkan siapa yang bertanggung jawab terhadap itu,” katanya.

    Al Muktabar mengaku siap kembali diperiksa oleh kejaksaan terkait hal itu bila kasus korupsi dana hibah  ponpes 2020 kembali dibuka pihak kejaksaan.

    “Yah, tentu kan sebagai warga negara, saya taat hukum. Terus apa yang harus disampaikan, saya sampaikan. Keterangannya seperti itu,” ujarnya. (Red)

  • Waspada Dini Gangguan Kesehatan Mental

    Waspada Dini Gangguan Kesehatan Mental

    Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia Wilayah Banten, Sake Pramawisakti, mengatakan bahwa gangguan kesehatan mental bermula dari seseorang yang mengalami rasa cemas, ketakutan dan tidak memiliki keberanian. Menurut dia pada prinsipnya, seseorang yang tidak bahagia sudah mulai terganggu kesehatan mentalnya.

    “Jadi orang yang sehat mentalnya adalah mereka yang bisa beraktivitas, berkarya, bekerja dan berinteraksi sosial tanpa mengalami kecemasan, kekhawatiran, ketakutan berlebih yang mengganggunya,” kata Sake saat dihubungi BANPOS melalui panggilan telepon, Kamis (19/10).

    Ia yang juga sebagai Psikolog RSUD dr Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang ini menjelaskan, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami gangguan dalam kesehatan mental, seperti tekanan-tekanan yang didapatkan dalam kehidupan, perubahan kultur bahkan perubahan nilai bisa sangat berdampak kepada kesehatan mental.

    Lanjut Sake, orang dengan kesehatan mental yang baik akan dapat mampu mengatasi segala tekanan-tekanan tersebut, mulai dari tekanan ekonomi, pekerjaan, lingkungan, pertemanan dan lain sebagainya.

    “Kalau mereka tidak bisa menghadapi tekanan tersebut, maka sudah dipastikan kesehatan mentalnya terganggu. Misalnya, saat bercanda bersama teman, padahal mereka menyadari bahwa sedang bercanda. Tapi, karena ditanggapi secara berlebihan akhirnya mengakibatkan tekanan-tekanan yang muncul yang dapat mempengaruhi kesehatan mental,” jelas Sake.

    Ia menerangkan, dengan adanya faktor-faktor tersebutlah bagaimana seseorang bisa menanggapi hal-hal tersebut. Menurutnya, ada yang menghindari tekanan-tekanan tersebut, ada yang melawan agar tidak kalah tekanan tersebut, dan berbagai respon lain sesuai kemampuan dari individunya masing-masing.

    Ia memaparkan, gangguan terhadap kesehatan mental ini awalnya berdampak kepada individu saja. Namun, lambat laun, karena manusia merupakan makhluk sosial maka akan berdampak bagi orang lain. Seperti, keluarga, teman atau bahkan rekan kerja.

    “Awalnya memang untuk diri sendiri, tapi pasti akan berpengaruh bagi orang lain. Maka dari itu, misalkan ada seseorang yang mengalami atau merasakan tanda-tanda mentalnya terganggu, haruslah berani bercerita atau mulai dari keluarga, teman atau sahabat terlebih dahulu. Atau, jika memang dirasa sudah cukup parah, bisa kepada ahlinya,” terang Sake.

    Ia menegaskan, peran penting masyarakat dalam ikut serta memperhatikan orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan mental agar dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi penderita.

    “Hal kecilnya saja misalkan dari keluarga, harus peka terhadap perubahan karakter anggota keluarganya. Ketika seseorang mengalami gangguan kesehatan mental atau sedang down, mereka butuh pendampingan. Peran serta masyarakat inilah yang bisa memberikan rasa aman dan nyaman untuk mereka yang banyak merasakan tekanan,” tandasnya.

    Sementara itu, Psikolog lainnya, Rika Kartika Sari menjelaskan bahwa orang yang terkena gangguan kesehatan mental, ada beberapa ciri yang dapat dilihat dari keseharian orang tersebut yang tidak seperti biasanya.

    “Ciri-ciri orang yang terkena gangguan kesehatan mental itu yang pertama keberfungsian sehari-harinya sudah berkurang, misalnya orang itu biasa kerja, mungkin saat ini dia masih bisa kerja tapi dia melamun saja. Biasanya berhubungan dengan orang lain harmonis dan baik, tapi sekarang emosional, gampang rusuh misalnya, intinya sejak dia keberfungsiannya sehari-hari entah sebagai pribadi atau sebagai makhluk sosial sebagai individu bekerja atau individu sekolah itu sudah mulai tidak optimal dan terganggu itu mulai tanda-tanda awalnya,” kata Rika.

    Penyebab orang terkena gangguan kesehatan mental, lanjut Rika, karena adanya stresor yang cukup berat atau berat sekali, misalnya tiba-tiba kehilangan orang yang disayangi atau akibat bencana alam atau stres biasa tapi tidak dapat tertangani.

    “Misalnya stres karena pekerjaan yang dia anggap berat, pasti awalnya dari situ. Stres yang besar seperti dampak traumatik kejadian tertentu, misalnya seperti yang saya tangani korban pelecehan seksual, kekerasan seksual atau korban KDRT atau anak seperti dipukuli secara berulang oleh keluarganya sampai dia ketakutan. Atau dia pernah jadi korban bullying bisa saja stres seperti itu yang menjadi pemicu,” paparnya.

    Rika menyebutkan, dampak dari gangguan kesehatan mental itu bisa dilihat dari spektrumnya, poinnya dari ringan sampai sangat parah. “Kalau dia misalnya masih ringan, paling keberfungsian sehari-harinya berpengaruh, jadi misalnya karena ada masalah jadi tidak mau masuk kantor. Kemudian ada yang di tengah-tengah, normal bermasalah seperti dia masih normal akan tetapi ada saja masalahnya seperti bikin rusuh atau yang lainnya.

    Paling akhirnya dia kena gangguan mental, misal ada yang menjadi gila istilah medisnya skizofrenia atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), atau misalnya gangguan depresi atau Post Traumatik Sindrom Disorder (PTSD, seperti habis terkena bencana tsunami dia takut melihat air dan lainnya. Jadi spektrumnya berbeda-beda, tergantung orangnya juga,” ucapnya.

    “Lalu gangguan kecemasan menyeluruh, jadi dia kalau di tempat umum panik, deg-degan sampai pingsan. Misalnya dia pernah dipukuli, itu spektrumnya biasanya berbeda-beda tergantung karakter orangnya juga. Tapi ada orang normal cenderung cepat kena dibanding orang lain, contoh dia karakternya pencemas banget, misalkan kalau kata saya telat sekolah biasa saja, tapi bagi orang ini telat sekolah itu sudah masalah besar sampai dia takut bahkan ada yang sampai bunuh diri. Stressornya terlalu berat buat dia,” sambungnya.

    Untuk mencegah gangguan kesehatan mental, Rika menyebutkan dapat dengan melakukan upaya menjaga kesehatan mental, salah satunya dengan menjaga gizi dan tidak berlebihan.

    “Misalnya kita terlalu banyak memakan daging, kita menjadi responsif terhadap masalah tertentu. Jadi ini kolaborasi antara psikolog dengan kedokteran. Kemudian menjaga kesehatan dengan berolahraga, karena olahraga itu respiratori oksigennya itu bekerja, sehingga otak lebih mudah memikirkan hal positif daripada hal negatif. Namun kadang-kadang orang yang sudah dengan pola hidup sehat ternyata tetap saja gampang stres, itu bisa jadi karena dia tidak terlatih untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jadi ketika ada tanda seperti itu, dia butuh manajemen problem solving atau manajemen penyelesaian masalah,” ungkapnya.

    Saat ditanya terkait peran masyarakat untuk mencegah gangguan mental dan pelarian yang kerap terjadi seperti bunuh diri dan narkoba bagi pengidapnya, Rika mengatakan bahwa peran masyarakat harus mendukung orang tersebut untuk berbuat lebih baik.

    “Jadi sebenarnya masyarakat ketika punya masalah tapi ketika di luar tidak menunjukan, tiba-tiba gantung diri. Kalau seperti itu harus dibantu oleh masyarakat, berikan support dan hilangkan sifat seperti netizen ketika orang punya masalah bukannya dibantu malah dihakimi. Jadi masyarakat itu harus menjadi support sistem pendukung bagi orang-orang yang terkena masalah, bukan malah melabel negatif orang yang sedang kena masalah,” tandasnya.(MYU/LUK/DZH)

  • ‘Generasi Lemah’ Rentan Depresi

    ‘Generasi Lemah’ Rentan Depresi

    BERDASARKAN data World Health Organization (WHO), pada tahun 2019 terdapat sebanyak 800 ribu kasus bunuh diri di seluruh dunia. Angka tersebut didominasi oleh kalangan remaja. Pada tahun tersebut, Asia Tenggara menyumbang cukup banyak kasus. Indonesia sendiri menyumbang sebanyak rerata 3,7 kasus per 100 ribu populasi, menempati urutan kelima dari seluruh negara di Asia Tenggara.

    Gangguan kesehatan mental seperti depresi, menyumbang sekitar 55 persen dorongan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Di sisi lain, praktik copycat suicide atau peniruan bunuh diri pun menjadi latar belakang maraknya kasus bunuh diri. Berdasarkan data dari Kepolisian RI, pada tahun 2022 terjadi kasus bunuh diri sebanyak 826 kasus. Jumlah itu meningkat dari tahun 2021 yang berjumlah 613 kasus.

    Seorang mantan mahasiswa salah satu universitas di Kota Serang, sebut saja Farqi, pada saat aktif berkuliah sempat berupaya mengakhiri hidupnya sendiri. Mulai dari pembiaran terhadap kesehatan dirinya dengan tidak makan dalam kurun waktu lama, membiarkan dirinya hampir dibunuh oleh kelompok bersenjata tajam, hingga mencoba menembak dirinya sendiri dengan pistol.

    Peristiwa itu terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, yakni kisaran 2013 hingga 2021. Farqi seperti itu lantaran dirinya tengah mengalami permasalahan gangguan mental. Bisa dikatakan, dirinya mengalami depresi akut dalam kurun waktu tersebut.

    Kepada BANPOS, pria yang berasal dari Tangerang itu mengatakan bahwa gangguan kesehatan mental tersebut dialami akibat adanya permasalahan keluarga. Orang tuanya berpisah pada saat dirinya duduk di bangku SMA. Semenjak itu, ia meluapkan masalahnya dengan bertawuran. Sempat di-Drop Out karena masalah tawuran, sosialisasi dirinya semakin sempit setelah dirinya disekolahkan dengan metode homeschooling.

    Keinginan untuk mengakhiri hidupnya semakin tinggi saat ia duduk di bangku kuliah. Ia yang pada dasarnya merupakan anak dari kalangan ekonomi menengah ke atas, semakin terguncang di perantauan dengan menurunnya perekonomian ibunya. Usai bercerai, ia memang memilih untuk tinggal dengan ibunya.

    Namun, semua itu berhasil dilewati olehnya. Ia kembali bangkit, dan menjalani kehidupan seperti halnya dulu, sebelum kedua orang tuanya berpisah. Kini, Farqi bekerja sebagai seorang akuntan di salah satu perusahaan di Jakarta. Bahkan, ia mengaku tengah berjuang untuk membentuk keluarga kecilnya sendiri.

    Kepada BANPOS, Farqi pun menceritakan, bagaimana dirinya bisa melalui kondisi ‘neraka’ tersebut. Menurutnya, ada dua hal yang menjadi alasan dia keluar dari gangguan kesehatan mental dan mengurungkan niat untuk mengakhiri hidupnya: agama dan teman sebagai support system.

    “Jadi ketika pisau sudah dipegang, atau pistol sudah di dagu (pada saat itu), saya teringat ‘bagaimana nanti saya pada saat afterlife atau di akhirat?’. Alhamdulillah itu terus teringat, karena mungkin saya sudah dibekali pemahaman agama sejak kecil,” ujarnya kepada BANPOS.

    Ketika situasi sudah sangat tidak dapat dikendalikan, dan tidak ada yang dapat dijadikan sebagai tempat bercerita, Farqi menuturkan bahwa dirinya ‘memaksakan’ diri untuk salat. Di sana, ia mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan, pada saat sedang salat itu.

    Lingkungan dirinya ketika tengah berkuliah pun cukup membantu dirinya keluar dari kondisi depresi. Teman-teman kuliah dirinya, dengan senang hati mendengarkan pelbagai masalah yang dirinya hadapi. Meskipun terkadang teman-temannya bercanda dalam menanggapi permasalahan yang ia ceritakan, bahkan ketika dirinya mengungkapkan keinginan untuk mengakhiri hidup, teman-temannya tidak ada yang menghakimi.

    Ia pun berpesan kepada mereka yang saat ini tengah berjuang menghadapi situasi depresi hingga mengarah kepada keinginan untuk menyakiti diri sendiri bahkan mengakhiri hidup, untuk berpikir lebih jauh. Ia pun meminta kepada mereka, untuk tidak kehilangan harapan, dan terus berpikir bahwa akan ada hal keren yang mungkin mereka temui di hari esok.

    “Karena perjalanan hidup belum selesai, kalian belum lihat secara keseluruhan. I Don’t Know, mungkin kalau saya dulu benar-benar mengakhiri hidup, saya gak bakal menjalani hidup saat ini, gak ada di sini (tempat kerja), gak akan ketemu orang-orang yang menurut saya keren,” ungkapnya.

    Ps. Kaur Identifikasi Sat Reskrim Polres Pandeglang, Bripka Bayu Kurniawan, mengatakan bahwa berdasarkan data yang dilaporkan ke Polres Pandeglang, jumlah kasus kematian yang telah ditangani sepanjang tahun 2023 sebanyak 50 kasus.

    “Data yang di register atau data yang dilaporkan ke kita selama tahun 2023, sebanyak 50 kasus kematian. Di antaranya gantung diri 6 kasus, meninggal biasa atau sakit 40 kasus dan pembunuhan sebanyak 4 kasus. Untuk data tahun 2022, arsipnya ada namun belum kita benahi di gudang karena bertumpuk dengan arsip yang lain,” kata Bripka Bayu Kurniawan kepada BANPOS, Kamis (19/10).

    Dari sebanyak kasus bunuh diri yang ditangani, lanjut Bayu Kurniawan, berdasarkan hasil penyelidikan dan penanganan yang telah dilakukan, rata-rata kasus kematian faktor penyebabnya adalah ekonomi.

    “Sekitar 75 persen kasus kematiannya permasalahan ekonomi dan 25 persen permasalahannya itu seperti yang bosan hidup dan seperti ada kelainan jiwa atau bunuh diri. Jadi rata-rata itu faktor ekonomi, menurut saksi yang kita wawancara itu karena dia punya hutang dan yang bunuh diri karena suaminya yang tidak mau kerja, dan yang 25 persen itu karena depresi kejiwaannya terganggu,” terangnya.

    Sementara itu di Kota Cilegon, Polres Cilegon mencatat pada tahun 2022 terdapat tiga kasus mengakhiri hidup dengan gantung diri yang ditangani. Ketiga kasus tersebut motifnya berbeda. Kasus pertama diduga motifnya adalah masalah keluarga. Kemudian kasus yang kedua diduga motifnya adalah gangguan jiwa. Kasus yang ketiga diduga motifnya adalah masalah keluarga.

    Kemudian pada tahun 2023, Polres Cilegon menangani dua kasus gantung diri. Yang pertama diduga motifnya adalah masalah keluarga. Kemudian kasus kedua diduga motifnya adalah masalah asmara.

    Seperti yang disampaikan oleh Farqi, support system yang baik dapat menjadi jalan keluar bagi mereka yang tengah berjuang menghadapi permasalahan gangguan kesehatan mental. Hal itu yang membuat Dompet Dhuafa Banten membentuk lembaga bernama Aku Temanmu.

    Diketahui, Aku Temanmu merupakan layanan konseling gratis, yang dapat dilaksanakan secara daring maupun luring. Berlokasi di Kota Serang, Aku Temanmu dibentuk berangkat dari kepedulian dan keprihatinan akan masalah sosial remaja yang marak terjadi.

    Wafiq Ajizah, mahasiswa BK Untirta yang juga menjadi volunteer Aku Temanmu, mengatakan bahwa terdapat banyak program yang disiapkan oleh Aku Temanmu terkait dengan konseling kesehatan mental.

    “Kegiatannya ada pelatihan konselor sebaya, kajian tentang kesehatan mental, pendampingan konselor sebaya ke sekolah-sekolah, kampanye kesehatan mental di berbagai tempat seperti Alun-alun Kota Serang, Kota Cilegon di CFD dan di kampus kolaborasi dengan mahasiswa,” ujarnya.

    Ia mengatakan, pendaftaran konseling tersebut dibuka setiap hari Senin pada pukul 09.00 WIB hingga 16.00 WIB. “Hari Senin khusus untuk pendaftarannya, proses layanan konsultasi dilakukan setiap hari Selasa hingga Jumat dari pukul 09.00-15.00 WIB,” tuturnya.

    Selain itu, pihaknya juga kerap melaksanakan sosialisasi terbuka berkaitan dengan kesehatan mental. Dalam waktu dekat, pihaknya pun akan menggelar Festival Kesehatan Mental yang puncaknya akan dilaksanakan pada 29 Oktober 2023.

    “Ada event besar Festival Kesehatan Mental Aku Temanmu, puncak kegiatannya tanggal 29 Oktober, untuk panitianya kolaborasi dengan HMJ BK Untirta, oprek relawan juga untuk kegiatan festival kesehatan mental,” terangnya. (LUK/DHE/MUF/DZH)

  • Gangguan Mental Ancam Banten

    Gangguan Mental Ancam Banten

    Berdasarkan penelitian Kemenkes RI melalui publikasi Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) tahun 2018, Provinsi Banten menempati urutan keenam secara nasional tingkat depresi tertinggi dengan persentase 8,67 persen. Sementara berdasarkan riset Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), 15 juta remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental dalam satu tahun terakhir.

    SEJAK tahun 1992, setiap tanggal 10 Oktober seluruh negara memperingati Hari Kesehatan Mental Se-Dunia. Hari tersebut menjadi penanda bahwa kesehatan mental merupakan hak asasi dari setiap manusia, yang untuk mendapatkannya diperlukan fasilitasi dari berbagai pihak.

    Berdasarkan riset Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), didapati bahwa satu dari tiga remaja Indonesia (34,9 persen) mengalami gangguan kesehatan mental dalam setahun terakhir. Jumlah itu setara dengan 15,5 juta jiwa remaja. Selain itu dari hasil riset yang sama, didapati bahwa satu dari 20 remaja Indonesia (5,5 persen), mengalami gangguan kesehatan mental dalam satu tahun terakhir.

    Usia remaja menjadi usia yang produktif dan merupakan masa keemasan atas fisik manusia. Namun dari data yang dimiliki Kemenkes, justru terjadi paradoks atas hal tersebut. Pasalnya, meskipun dalam kondisi yang paling prima, angka kesakitan dan kematian kelompok remaja meningkat hingga 200 persen. Tidak sehatnya mental para remaja, menjadi penyumbang terbesar peningkatan kesakitan dan kematian kelompok remaja itu.

    Di Banten, tidak ada data terbaru yang dapat menggambarkan kondisi kesehatan mental warganya. Namun berdasarkan data Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) tahun 2018, sebanyak 8,67 persen warga Provinsi Banten mengalami depresi. Nilai tersebut menempatkan Provinsi Banten dengan persentase warga mengalami depresi tertinggi ke 6 se-Indonesia. Sementara data untuk Gangguan Mental Emosional (GME), persentasenya sebesar 13,96 persen.

    Kepala Dinkes Kabupaten Serang, Agus Sukmayadi, mengatakan bahwa kesehatan mental ini tidak hanya berhubungan dengan orang gila, tapi kesehatan mental ini juga berhubungan dengan kesehatan pada umumnya.

    “Kita juga sedang mengupayakan bebas pasung dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk keluarga, atau masyarakat yang ada anggota keluarga menderita sakit jiwa berat untuk bisa langsung menghubungi puskesmas,” ujarnya.

    Selain itu, dirinya juga menyampaikan bahwa pihaknya tengah melakukan sosialisasi kepada para tenaga pendidik untuk mengedukasi terkait dengan kesehatan mental.

    “Kemudian yang berhubungan sosial, kita sudah mensosialisasikan kepada tenaga pendidik yang disosialisasikan oleh dokter spesialis jiwa. Kemudian, sosialisasi kepada para kader kesehatan jiwa melalui kader kesehatan, salah satunya untuk memberikan edukasi kesehatan jiwa dan mental kepada masyarakat,” terangnya.

    Dirinya juga mengatakan bahwa saat ini di Provinsi Banten masih terkendala dengan tidak adanya Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Oleh karenanya, saat ini pihaknya dalam menangani masyarakat yang mengalami gangguan mental masih di rujuk ke Rumah Sakit yang ada di luar kota.

    “Karena Provinsi Banten belum mempunyai RSJ, kita bekerjasama dengan Rumah Sakit di Jakarta. Jadi, bila ada pasien yang pasca pelepasan pasung memerlukan perawatan kita kirim ke RSJ di jakarta,” katanya.

    “Kemudian, terhadap tenaga dokter dan perawat yang ada di puskesmas, kita lakukan peningkatan kapasitas dan kompetensi dalam peningkatan pelayanan,” tambahnya.

    Dirinya menuturkan, bahwa salah satu penyebab yang sering mempengaruhi kesehatan jiwa ini berasal dari interaksi sosial yang kurang baik.

    “Kesehatan jiwa ini penyebab pertama tentunya karena adanya gangguan interaksi sosial. Ini perlu melibatkan peran orang tua dan masyarakat sekitar. Kalau usia sekolah atau usia produktif tentunya dengan sebaya, dengan teman-teman sebaya dan melibatkan guru. Dinas pendidikan juga dilibatkan dalam sosialisasi tentang kesehatan mental dan jiwa di lingkungan sekolah,”katanya.

    “Jadi ini cenderung mengalami tekanan sosial, atau stres. Sehingga menimbulkan penyakit yang berkelanjutan, ini perlu adanya pengobatan yang lebih lanjut,” lanjutnya.

    Dirinya mengaku bahwa penanganan awal di Kabupaten Serang dilakukan oleh dokter dan perawat puskesmas dibawah bimbingan dari dokter yang berasal dari RS Dr.Drajat.

    “Penanganan awal kita sudah melakukan pelatihan kepada 31 dokter di puskesmas dan kurang-lebih sekitar 60 perawat yang sudah memperoleh pelatihan penanganan awal kesehatan jiwa. Untuk konsultan di RS Dr.Drajat itu ada dua. Kalau dihitung dengan banyaknya kasus jiwa, dokter yang menangani kesehatan jiwa di Kabupaten Serang masih minim,” jelasnya.

    Kepala Bidang Upaya Kesehatan Perorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat pada Dinkes Kota Cilegon Febri Naldo mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang pihaknya miliki, jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kota Cilegon pada tahun ini mencapai 548 orang, terdiri dari laki-laki 375 dan perempuan 173. Faktor penyebabnya beragam, mulai dari depresi, masalah keluarga, ekonomi, masalah penggunaan narkoba hingga putus cinta.

    Diketahui pada tahun 2021 Dinkes mencatat ada 580 dan 2022 ada 588 kasus. “Kalau usia yang paling banyak mengalami gangguan jiwa di usia produktif dan mayoritas penderitanya adalah pria,” katanya.

    Febri menambahkan, salah satu langkah yang dilakukan Dinkes Cilegon dalam menyelesaikan persoalan gangguan jiwa di Kota Cilegon, yakni terus melakukan skrining ke setiap puskesmas serta pengobatan gratis dengan menghadirkan dokter spesialis jiwa.

    “Untuk pelayanan jiwa di puskesmas itu sudah berjalan, ada program jiwa di setiap puskesmas. Kan setiap bulan itu ada pelayanan dari dokter spesialis jiwa, kita kerjasama dengan persatuan spesialis jiwa Banten. Jadi keliling seperti bulan ini di Puskesmas Jombang bulan besoknya di Puskesmas Purwakarta ada jadwalnya,” kata Febri kepada BANPOS, Kamis (19/10).

    Sejauh ini kata dia, program tersebut tidak ada kendala karena pihaknya menggandeng dokter spesialis jiwa. “Pelayanan kesehatan jiwanya seperti ODGJ yang ringan, yang sedang yang berat. Itu semua dilayani dan ngambil obatnya juga di puskesmas gratis. Program ini Ini merupakan SPM juga, alhamdulillah nggak ada kendala. Karena kita kerjasama dengan dokter persatuan jiwa Banten,” paparnya.

    Selain itu, kata dia di RSUD Cilegon juga sudah ada dokter spesialis jiwa dan juga ada poli jiwa. “Untuk di RSUD dokter spesialis jiwa sudah ada, poli jiwa juga ada jadwalnya. Tinggal rawat inap yang belum ada,” ujarnya.

    Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Serang Tata mengungkapkan bahwa kasus gangguan mental yang terjadi di Kota Serang, jika dilihat dari kasus yang ada pada tahun 2023 mengalami peningkatan. “Kalau lihat dari kasus, ada peningkatan,” ungkapnya.

    Dalam upaya penanganan kasus kesehatan mental, Tata mengatakan bahwa pihaknya telah membuat program yang untuk menanganinya. Selain itu, pihaknya juga bekerjasama dengan rumah sakit di luar Kota Serang sebagai rujukan jika terdapat pasien yang perlu dilakukan perawatan yang lebih lanjut.

    “Kita ada 16 puskesmas, itu ada program jiwa di setiap puskesmas. Termasuk juga kita ada kerjasama dengan Rumah Sakit rujukan. Jika ada kasus gangguan jiwa, kalau sampai ada yang harus dirujuk maka kita rujuk ke rumah sakit,” katanya.

    Dalam menangani kesehatan mental, dirinya mengungkapkan bahwa peran pihak keluarga sangat penting. “Memang harus sama-sama untuk bagaimana mensupport, seperti rutin memberikan obat untuk yang gangguan mental berat,” ucapnya.

    “Kita berkoordinasi dengan OPD terkait termasuk juga kecamatan dan kelurahan. Secara program tertangani, alurnya ini dari puskesmas atau klinik nanti ke RSUD Kota Serang, kalau harus ditangani lebih lanjut kita rujuk ke rumah sakit di Bogor, dan Grogol Jakarta,” tandasnya.

    Tingginya angka gangguan kesehatan mental di kalangan remaja disebabkan oleh berbagai hal. Di antaranya terjadinya kekerasan terhadap mereka, maupun perundungan yang kerap terjadi di kalangan remaja. Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF), dua dari tiga anak berusia 13 hingga 17 tahun pernah merasakan kekerasan setidaknya satu kali. Selain itu, dua dari lima anak berusia 15 tahun, mengalami tindak perundungan beberapa kali dalam sebulan.

    Kepala DP3AKB Kota Serang, Anthon Gunawan, mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya terus membantu para anak dan remaja yang mengalami kekerasan baik secara fisik maupun mental. Bagi korban yang mengalami tekanan maupun depresi, pihaknya membantu dengan memberikan pelayanan langsung dari psikolog, agar bisa menangani korban yang mengalami kekerasan mental supaya segera pulih.

    “Semua jenis kekerasan verbal, bagi yang mengalami tekanan maupun depresi, kita menyediakan psikolog untuk menanganinya. Sampai dia kembali lagi sembuh,” katanya.

    Selain itu, pihaknya juga bekerjasama dengan beberapa rumah sakit jika diharuskan melakukan pengobatan secara medis.

    “Prinsipnya kita menyediakan, kalaupun harus melalui pengobatan medis, kita bekerjasama dengan beberapa rumah sakit untuk menanganinya,” ucapnya.

    Dalam upaya mengembalikan mental para korban, pihaknya juga menyediakan tempat-tempat untuk mereka mengadu dan menceritakan permasalahan yang mereka dalam hal ini para korban alami.

    “Kita menyediakan pertama di kantor, di UPT dan juga rumah aman. Jadi bagi yang mau curhat itu kita sediakan tempatnya, dan jika mau privasi, kalau perlu kita samperin ke rumahnya. Itu langkah yang selalu kita lakukan,” ucapnya.

    Anthon menuturkan, pada tahun 2023 ini, kasus yang pihaknya bantu sudah sebanyak 60 kasus, hampir mencapai banyaknya kasus pada tahun 2022 sebanyak 65 kasus. Padahal, saat ini baru sampai bulan Oktober dan masih ada rentang waktu dua setengah bulanan lagi untuk sampai akhir tahun.

    “Dari 2022 hingga 2023, ada peningkatan kasus. Dari semester pertama saja sudah terlihat. Kalau dari jumlah angka, ini sudah meningkat. Dari semester satu kemarin sudah lebih dari 2022. Tahun 2023 ini, untuk satu semester sudah lebih tinggi dari sebelumnya sebesar 10 sampai 15 persen,” tuturnya.

    Dirinya berharap, di tahun 2023 ini tidak lagi ada kasus-kasus yang membuat mental masyarakat Kota Serang terganggu. Selain itu, Anthon menuturkan bahwa peran dari semua pihak sangat dibutuhkan.

    “Kita berusaha mengembalikan psikis korban karena banyak yang depresi karena adanya kekerasan seksual juga. Kalau kita pilah dari jenis kelamin paling banyak dari perempuan, malah kalau laki-laki kita belum menemukan anak laki-laki yang depresi karena dia jadi korban. Tingkat depresinya tidak sampai seperti perempuan yang sampai mengkhawatirkan. Tidak mau ketemu dengan orang luar, tidak mau sekolah dan melamun,” terangnya.

    “Saya harap dengan upaya yang kita lakukan baik dari pemkot dan lembaga lainnya, kasus ini tidak bertambah dan pegiat lapangan juga bisa meminimalisir kasus-kasus kekerasan ini. Peran orang tua juga sangat dibutuhkan untuk mengontrol kegiatan anaknya,” lanjutnya.

    JFT Bidang PA DP3AP2KB Lebak, Nina Septiana, mengatakan bahwa pihaknya melalui UPTD PPA memberikan layanan pengaduan dan curhat melalui hotline yang telah disediakan. Hal tersebut merujuk kepada tugas dan fungsinya masing-masing, dimana Dinas sebagai pencegahan dan UPTD PPA sebagai penanganan kasus.

    Menurut Nina, banyak kasus bully yang harus berakhir dengan bunuh diri. Hal tersebut dikarenakan kurang matangnya mental mereka menghadapi tekanan. Apalagi, usia-usia remaja yang secara psikologis mereka masih sangat labil.

    “Berkaitan dengan gangguan mental inilah yang mengakibatkan banyaknya kekerasan hingga perilaku hidup menyimpang. Mengapa? Karena biasanya korban kekerasan akan merekam apa yang mereka dapatkan. Ketika dewasa atau suatu hari ada pemicu, mereka akan mengingat kembali dan inilah yang disebut dengan trauma,” jelasnya.

    Ia mengatakan, Pemerintah Kabupaten Lebak senantiasa melakukan sosialisasi baik kepada sekolah maupun masyarakat terkait berbagai hal seperti pencegahan bullying, berbagai jenis kekerasan hingga penyalahgunaan Napza.

    “Kalau dari kami memang senantiasa memberikan sosialisasi ke tiap-tiap sekolah. Kalau dari Kesbangpol ada yang namanya Badan Narkotika Kabupaten (BNK) dan di Dinkes Satpol PP ada sosialisasi Kesehatan Jiwa,” kata Nina.

    Plt Kepala DP3AP2KB Kota Cilegon, Agus Zulkarnain mengatakan untuk korban gangguan kesehatan mental terjadi karena adanya tindak kekerasan maupun perundungan yang dialami saat masih anak-anak dan remaja, pihaknya mengaku sudah menyiapkan program tersebut.

    “Kita punya program psikoedukasi dan terapi kelompok yang dilakukan di sekolah apabila ada siswa yang menjadi korban kekerasan baik bullying maupun kekerasan lainnya. Atau di lingkungan masyarakat apabila ada masyarakat yang menjadi korban kekerasan,” ujarnya Agus kepada BANPOS, Kamis (19/10).

    Kemudian saat ditanya terkait program atau saluran yang disediakan oleh DP3AP2KB, bagi mereka yang mengalami gangguan mental untuk ‘curhat’ mengungkapkan permasalahannya, Agus mengaku program tersebut ada.

    “Sebetulnya kita ada Puspaga (pusat pembelajaran keluarga), nah itu adalah tempat untuk konseling atau konsultasi berkaitan dengan permasalahan keluarga yang lebih fokus kepada permasalahan anak sebetulnya tapi keluarga juga bisa,” ungkapnya.

    Diketahui berdasarkan data dari DP3AP2KB Kota Cilegon dari Januari sampai September 2023, untuk kasus kekerasan anak dan perempuan mencapai 180 kasus. Meliputi psikis 90, fisik 34, seksual 35, penelantaran 15, TPPO 6.

    “Yang masuk kategori psikis itu sebetulnya gangguan kejiwaan, gangguan mental yah. Kalau yang fisik gangguan secara badan, yang seksual kekerasan seksual, yang TPPO adalah tindak pidana perdagangan orang sama penelantaran,” tandasnya. (CR-01/MYU/LUK/DHE/DZH)

  • Hari Santri Nasional Lahir dari Gagasan Ulama Banten

    Hari Santri Nasional Lahir dari Gagasan Ulama Banten

    SERANG, BANPOS – Tak banyak yang tahu, gagasan awal Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober justru lahir dari Banten, tepatnya melalui Piagam Perjuangan Al Fathaniyah.

    Piagam Penghargaan itu ditanatangani Calon Presiden RI Joko Widodo pada 5 Juli 20214. Kemudian Joko Widodo menjadi presiden dua perioden, dan Hari Santri Nasional ditetapkan pada tanggal 22 Oktober.

    Peringatan Hari Santri Nasional itu dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 22 tahun 2015.

    KH Matin Syarkowi, Pimpinan Ponpes Al Fathaniyah merupakan pelaku dan penggagas awal hingga munculnya Hari Santri Nasional.

    Ditemui di Kebon Kebangsaaan di Walantaka, KH Matin Syarkowi menuturkan, sebelum Pemilu 2014, hampir seluruh pesantren tradisional atau sering disebut pesantren kobong di Banten berkeinginan lulusan pesantren ini diakui oleh pemerintah.

    Pengakuan pemerintah itu dalam bentuk pemberian sertifikasi kelulusan berdasarkan keahlian dan kompetensi santri seperti ahli fiqih, ahli sunah, penghafal Al Quran adan sebagainya.

    Termasuk pengakuan itu dalam bentuk memberikan beasiswa atau bantuan pendidikan kepada para santri yang kebanyakan dari kalangan masyarakat kalangan bawah.

    “Kelak gagasan ini ditangkap menjadi Kartu Indonesia Pintar untuk santri,” kata KH Matin Syarkowi.

    Di tingkat Provinsi Banten, semua gagasan tentang kepedulian terhadap Ponpes Kobong diusung dengan mendirikan Majlis Pesatren Salafiyah (MPS) Banten.

    Salah satu usulan mendasar adalah menggagas Perda Pesantren Salafiyah, baik ke DPRD Banten. Namun entah mengapa usulan ini menghilang begitu saja, meski sudah disampaikan ke para tokoh dan politisi nasional.

    Menurut KH Matin, menjelang pelaksanaan Pilpres tahun 2014, pihaknya kedatangan utusan dari tim pemenangan pasangan Pilpres Jokowi dan Jusuf Kala.

    Sadar bahwa perubahan terhadap ponpes Kobong di Banten juga menjadi bagian dari keputusan politik, maka dukungan terhadap Presiden dan Wapres saat itu disetujui dengan syarat jika pasangan ini menang maka mereka mesti memberikan perhatian dan kebijakan yang dapat mengubah wajah pesantren tradisional di seluruh Indonesia, khususnya di Banten.

    Kesepakatan itu dituangkan dalam bentuk Piagam Perjuangan Al Fathaniyah yang ditandatangani Joko Widodo, Calon Presiden tahun 2014 pada 5 Juli 2014.
    “Bisa dikatakan ini merupakan kontrak politik untuk memperjuangkan nasib pesantren tradisional atau kobong,” kata KH Matin Syarkowi.

    Kesepakatan itu bersiti tiga poin penting. Yaitu pertama, Ponpes tradisional diberikan peran dan menjadi jembatan dalam menghadapi problem keotentikan dan kemoderanan persoalan bangsa.

    Kedua, mewujudkan tujuan dasar syariat Islam dalam bentuk keadailan dan kemaslahatan umat manusia. Dan ketiga, menghadirkan negara dalam bentuk kebijakan politik regulasi dan politik anggaran.

    Sejak ditandatangani piagam tersebut, KH Matin Syarkowi menggulirkan gagasan untuk melahirkan peringatan Hari Santri Nasional, sekaligus berkampanye kehadiran nagera dalam Ponpes Trasional jika Jokowi – JK menang.

    Gagasan hari santri itu juga disampaikan KH Matin Syarkowi ke politisi nasional seperti Jusuf Kala (Cawapres), Surya Paloh, Rieke Diyah Pitaloka, para akademisi Untirta (di antaranya Ikhsan Ahmad) dan lainnya.

    Ketika isu hari santri terus bergulir, ketetapan mengenai tanggal berapa hari santri sebaiknya diperingati, diputuskan oleh PB NU. “Saya sebagai orang NU ya harus mematuhi keputusan tersebut,” katanya

    Sebenarnya masih banyak lagi program yang diusulkan berkaitan dengan hari santri, seperti membangun rumah pangan santri dan sebagainya yang hingga sekarang belum terwujud. (**)

  • Belasan SKh Swasta di Pandeglang Dipalak Oknum Mahasiswa

    Belasan SKh Swasta di Pandeglang Dipalak Oknum Mahasiswa

    PANDEGLANG, BANPOS – Sebanyak 14 Sekolah Khusus (SKh) swasta di Kabupaten Pandeglang merasa dipalak oleh oknum mahasiswa, yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat untuk Keadilan (AMMUK). Belasan sekolah untuk penyandang disabilitas itu merasa dipalak dengan ancaman akan dilaporkan terkait dugaan sejumlah masalah.

    Berdasarkan informasi yang BANPOS kumpulkan, modus yang dilakukan oleh AMMUK untuk memalak belasan SKh tersebut yakni dengan memberikan surat somasi kepada para kepala sekolah, terkait dugaan tindak pidana korupsi. Somasi tersebut awalnya ditujukan kepada enam SKh swasta di Pandeglang.

    Dalam somasi tersebut, disebutkan bahwa enam sekolah tersebut diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang, yakni melaporkan kegiatan belajar mengajar yang fiktif, siswa yang fiktif, manipulasi laporan pertanggungjawaban anggaran, tidak menyiapkan tempat belajar yang sesuai dengan aturan, menyalahgunakan bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) dan memiliki tenaga pendidik dan kependidikan yang tidak sesuai dengan persyaratan.

    Belum hilang kekagetan para Kepala SKh swasta tersebut, selang dua hari kemudian setelah surat somasi mereka terima, kembali muncul surat Laporan Pengaduan (Lapdu) yang ditujukan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang. Dalam Lapdu tersebut, materi yang disampaikan sama, namun dengan tambahan 8 SKh swasta lainnya. Sehingga, jumlah SKh menjadi 14 sekolah.

    Pada Jumat (29/9) lalu, sejumlah perwakilan Kepala Sekolah dan AMMUK melakukan pertemuan. BANPOS pada saat itu, turut hadir dalam pertemuan, atas seizin para Kepala Sekolah. Dalam pertemuan tersebut, AMMUK pun hadir bersama dengan oknum wartawan media online lokal setempat, RN (inisial media).

    Sebelumnya, para Kepala Sekolah telah bersepakat bahwa baik somasi dan Lapdu yang dikirimkan oleh AMMUK, sama sekali tidak berdasar. Mereka pun menyepakati untuk melakukan gerakan ‘perlawanan’, dengan mencari bukti pemalakan yang dilakukan oleh AMMUK, untuk selanjutnya dapat dilaporkan.

    Meski demikian, para Kepala Sekolah telah memegang bukti tidak langsung, upaya pemalakan yang dilakukan oleh AMMUK. Dengan kode ‘uang ngopi’, para Kepala Sekolah melalui perantara AMMUK, sempat diminta menyiapkan minimal Rp1 juta agar AMMUK tidak lagi ‘iseng’.

    Kembali pada pertemuan, AMMUK saat itu diwakili oleh ketuanya yakni Aning Hidayat. Sementara media RN, diwakili oleh pria mengaku bernama Risman. Pada pertemuan yang digelar di salah satu rumah makan di Labuan, para Kepala Sekolah mencecar Aning berkaitan dengan alasan pemberian somasi tersebut.

    Aning saat itu, tidak terlalu banyak memberikan jawaban. Aning hanya mengatakan bahwa somasi yang dilontarkan oleh pihaknya, untuk meminta jawaban dari para Kepala Sekolah. Saat ditegaskan bahwa somasi hanya dilakukan untuk hal-hal yang berkaitan dengan perikatan perdata, Aning mengaku tidak tahu.

    “Karena berdasarkan diskusi yang kami lakukan, ada beberapa temuan yang harus dijawab oleh pihak sekolah. Tidak ada unsur kebencian dari somasi ini, kami ingin meluruskan temuan dan keinginan kami ya pihak sekolah membalas surat somasi,” kata Aning dalam pertemuan tersebut.

    Sementara itu, berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh Kepala Sekolah, lebih banyak dijawab oleh pria yang mengaku bernama Risman. Saat para Kepala Sekolah mencoba melancarkan aksinya untuk memancing AMMUK menyebutkan nominal, pria mengaku bernama Risman itu mengatakan bahwa jika pihak sekolah tidak mau menjawab surat somasi, dapat menggunakan alternatif lain.

    Pertemuan tersebut berakhir dengan ‘damai’. Baik pihak sekolah maupun AMMUK menyampaikan tidak akan memperpanjang permasalahan itu. AMMUK diwakili oleh Aning, juga menyampaikan jika surat Lapdu tersebut bukan pihaknya yang membuat. Usai pertemuan, para Kepala Sekolah meminta hak embargo kepada BANPOS, untuk tidak menerbitkan berita terlebih dahulu. Mereka ingin memastikan niat baik dari pihak AMMUK.

    Berdasarkan penuturan salah satu Kepala Sekolah, surat somasi tersebut tiba-tiba datang diantarkan oleh mahasiswa salah satu universitas swasta di Pandeglang. Surat itu diantarkan ke rumah pribadi dirinya.

    Ia mengaku bahwa surat tersebut aneh, lantaran AMMUK sama sekali tidak pernah datang ke sekolah, untuk mengonfirmasi berkaitan dengan dugaan-dugaan tersebut. Tiba-tiba datang surat somasi, yang menurutnya juga tidak relevan dengan tuduhan yang disampaikan AMMUK.

    “Kami beberapa kali berkomunikasi dengan AMMUK, salah satu bahasanya adalah siapkan saja uang minimal Rp1 juta, untuk mereka ngopi. Trus kalau sudah masuk ke Kejaksaan, nanti minimal per kepala diminta Rp20 juta, disuruh pilih,” katanya.

    Selang 5 hari kemudian, tepatnya Rabu (4/10), salah satu Kepala Sekolah dikonfirmasi oleh media RN, berkaitan dengan somasi itu. Merasa AMMUK tidak memiliki itikad baik, para Kepala Sekolah pun mencabut hak embargo mereka.

    BANPOS melakukan penelusuran melalui media RN. Diketahui, pria yang datang bersama dengan Aning bukanlan Risman, melainkan Irfan Bule. Pihak RN membenarkan jika Irfan Bule memang merupakan wartawan mereka.

    Irfan saat dikonfirmasi, menegaskan bahwa kehadiran dirinya bukan sebagai wartawan RN, namun sebagai pembina dari AMMUK. Ia pun membantah bahwa dalam pertemuan itu, pihak AMMUK memalak sejumlah uang, dengan alasan tidak ada nominal yang disebutkan.

    “Saya datang di situ, menyarankan kepada AMMUK untuk tidak meminta nominal apapun. Saya juga bilang kepada pihak sekolah, balas saja surat somasinya tersebut. Nah kan pihak sekolah bilang tidak mau membalas, saya bilang kalau akang tidak bisa membalas surat dari AMMUK, kemungkinan teman-teman ada alternatif lain, ya sampaikan kepada saudara Aning. Jadi upaya pemalakan itu jauh banget ya,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (4/10).

    Saat ditanya terkait dengan kalimat yang dia sampaikan bahwa lebih baik pihak SKh yang menyampaikan nominal, ia menuturkan bahwa tidak etis apabila AMMUK yang menyampaikan nominal. Di sisi lain, ia mengaku bahwa alternatif yang dimaksud adalah melakukan pertemuan untuk klarifikasi, jika tidak mau melalui surat tertulis.

    “Saya sarankan, enggak etis dong jika pihak AMMUK menyampaikan nominal, sementara pihak AMMUK sendiri mengonfirmasinya dengan surat. Ya balas saja dengan surat kalau mau. Alternatifnya terserah mau apa, ngobrol di darat gitu tidak dengan surat. Begitu saya kasih saran,” terangnya.

    Sementara itu, Aning saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, tidak memberikan respon. Berkali-kali BANPOS mencoba menghubungi, baik melalui sambungan telepon seluler maupun sambungan WhatsApp, juga tidak memberikan respon. (DZH)

  • Kekeringan Meluas, Bikin Warga Serang Jarang Mandi

    Kekeringan Meluas, Bikin Warga Serang Jarang Mandi

    SERANG, BANPOS – Wilayah yang mengalami kekeringan dan krisis air bersih di Kota Serang kian hari kian bertambah. Saat ini tak kurang lima kecamatan dari enam kecamatan mengalami krisis air bersih.

    Kepala Pelaksana BPBD Kota Serang Diat Hermawan mengatakan, jumlah wilayah yang terdampak ada lima Kecamatan yaitu, Kasemen, Taktakan, Walantaka, Serang dan Cipocok Jaya.

    “Jumlah Kelurahan yang terdampak ada 12 Kelurahan yaitu, Terumbu, Mesjid Priyayi, Bendung, Sawah Luhur, Margaluyu, Cibendung , Teritih, Kilasah, Sukawana, Banjar Agung , Banjar Sari dan Banten,” katanya, Senin (2/10).

    Sementara itu, ada 35 titik lingkungan yang masuk krisis air. 28 titik di Kecamatan Kasemen, satu titik di Kecamatan Serang, Kecamatan Walantaka satu titik, tiga titik di Kecamatan Taktakan dan dua titik di Kecamatan Cipocok jaya.

    “Rekapitulasi kejadian bencana kekeringan dan krisis air bersih di lingkungan, Kelurahan Margaluyu Kecamatan Kasemen ada 100 keluarga yang terdampak. Di lingkungan Sukawali, Keluruhan Mesjid Priyayi Kecamatan Kasemen 322 keluarga,” ujarnya.

    Sedangkan di lingkungan Babadan Kelurahan Terumbu Kecamatan Kasemen ada 70 keluarga yang terdampak. Linkungan Bendung Kelurahan Bendung 115 keluarga. Lingkungan Lamaran Kelurahan Bendung ada 200 keluarga.

    Di Linkungan Kecacang Kelurahan Sawah Luhur ada 201 keluarga yang terdampak, Komplek Persada 450 keluarga. Di linkungan Terwana Cilik, Kelurahan Mesjid Priyayi Kecamatan Kasemen 106 keluarga.

    Kemudian di lingkungan Sinaba Kelurahan Kilasah Kecamatan Kasemen ada 112 keluarga. Lingkungan Suci Kelurahan Terumbu ada 200 keluarga.

    “Linkungan Kali Salak, Kelurahan Sukawana  ada 350 keluarga yang terdampak, di lingkungan Kalipangpang Kelurahan Kilasah Kecamatan Kasemen ada 488 keluarga yang terdampak, di Ciwaru Kelurahan. Banjar Agung Kecamatan Cipocok Jaya ada 275 keluarga dan di Kebon Lama Kelurahan Sawah Luhur Kecamatan Kasemen ada 258 keluarga,” ucapnya.

    Salah satu warga Kebasiran Tanggul, Kelurahan Sawah Luhur, Kecamatan Kasemen, Kota Serang,  Marni (47) mengaku saat ini kesulitan air bersih.

    “Mandi juga jarang, paling sikat gigi, cuci muka. Kalau nggak ada, air galon buat cuci muka. Mandi sehari sekali, kadang-kadang dua hari gak mandi. Mau beli nggak punya uang kan, ya dua hari nggak mandi,” ujarnya.

    Untuk memenuhi kebutuhannya, dirinya bahkan harus membeli air untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan untuk mencuci pakaian pun hanya sekedar membilas.

    “Mandi, nyuci. Kalau mau bagus beli, segerobak Rp20 ribu. Nyuci juga paling dibilas sama yang bagus. Kan dapat beli harus hemat,” ucapnya.

    Dirinya mengaku, di musim kemarau ini dirinya bahkan sampai membuat sumur buatan. Meski demikian air yang keluar pun memiliki rasa yang cenderung asin.

    “Padahal asin ini (airnya). Bekas empang dikasih jaer nila, tapi ada hikmahnya juga tumbuh kangkung. Hampir 2 bulan bikin sumur buatan. Paling semeter, paling dalam1,5 meter,” ujarnya.

    “Kalau banjir, nyuci baju, bersihin beras di kali. Kalinya kering, makanya bapak-bapaknya ngambil air. Bantuan baru sekali, buat mandi, masak, nyuci. Seminggu sekali, dicukup-cukupin aja,” tandasnya. (CR-01) 

  • Mantan Bupati Lebak Diajak Duel Pendemo Jayasari

    Mantan Bupati Lebak Diajak Duel Pendemo Jayasari

    LEBAK, BANPOS – Kasus dugaan penyerobotan tanah warga Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak yang sampai saat ini masih belum rampung, membuat ratusan massa kembali melakukan aksi demonstrasi ke Gedung DPRD dan Pemerintah Kabupaten Lebak, Senin (2/10) untuk menuntut keadilan atas kasus tersebut.

    Diketahui, pada 16 hingga 17 Agustus lalu, puluhan warga Jayasari bersama aktivis telah melakukan aksi demonstrasi di depan gedung Mabes Polri. Aksi tersebut dilakukan hingga membuat puluhan massa aksi bermalam di depan gerbang mabes menggunakan spanduk sebagai alas. Pada aksi tersebut telah dijanjikan bahwa dalam waktu dekat akan segera muncul penetapan nama tersangka.

    Pada aksi kali ini, ratusan warga Jayasari yang juga diikuti oleh sejumlah ibu-ibu dan anak-anak didampingi oleh puluhan aktivis yang tergabung dalam Masyarakat Banten Bersatu (MBB).

    Salah satu orator pada aksi tersebut, Romeo mengatakan, dirinya bersama seluruh massa aksi datang tanpa ada bayaran dan perintah dari siapapun. Ia menerangkan, pihaknya telah mendapatkan banyak tekanan, intimidasi bahkan ancaman pembunuhan selama melakukan aksi memperjuangkan hak warga Jayasari mulai dari aksi Jilid I, II dan III hingga datang ke Pemerintah Kabupaten Lebak.

    “Kalau mememang JB berani, ulah make batur. Datang kadie kana aing gelut jeng aing hiji lawan hiji, (jangan pakai orang lain, datang kesini kehadapan saya berantem satu lawan satu),” tegas Romeo dalam orasinya.

    Salah satu warga, Masnah mengatakan, dirinya memiliki luas tanah dengan sertifikat seluas 110.000m². Namun, sertifikatnya dipinjam oleh RT setempat dengan pengakuan untuk difotokopi.

    “Sertifikatnya masih ada di saya, tapi tanah saya sudah jadi tambang pasir,” ujar Masnah.

    Ia menegaskan, dirinya tidak mendapatkan ganti rugi bersama dengan 30 warga lain.
    “Kami ingin perampas ditangkap dan diadili seadil-adilnya,” tandasnya.

    Sementara itu, Aktivis Pemuda Pejuang Keadilan (PPK), Harda Belly yang juga ikut mendampingi sejak awal pergerakan warga Jayasari dilakukan menilai kasus tersebut mandeg dan warga masih belum mendapatkan kabar terkait tindak lanjutnya.

    “Yang pasti kami meminta keadilan atas hukum yang ditegakan dalam kasus mafia tanah ini. Maka dari itu, kami kembali melakukan aksi,” kata Harda kepada BANPOS, Senin (2/10).

    Ia menerangkan, terdapat beberapa tuntutan yang dibawa warga Jayasari diantaranya, menuntut agar Praktek Penguasa yang sewenang-wenang di Kabupaten Lebak bisa dihentikan, menegakan hukum dengan adil dan mengusut tuntas permasalahan Mafia Tanah.

    “Kami meminta agar para mafia tanah yang merampas tanah warga Jayasari dan tanah negara bisa segera dijebloskan ke penjara,” tegasnya.

    Harda menjelaskan, kehadiran warga Jasayari ke Depan Gedung Kantor Bupati Lebak Dan DPRD Lebak sudah sangat tepat untuk memohon agar para pejabat di Kabupaten Lebak terketuk hati untuk menyelesaikan permasalahan yang ada saat ini.

    “Bupati dan wakil rakyat di pilih oleh rakyat dan digaji oleh rakyat tentu haruslah berpihak kepada rakyat,” jelasnya.

    Ia memaparkan, warga Jayasari hanya meminta hak mereka untuk diberikan pergantian tanah yang diduga dirampas oleh mafia tanah, harusnya bupati maupun wakil rakyat bisa menjadi penengah menyelesaikan masalah ini dan memanggil kedua belah pihak untuk duduk bersama dan di dengarkan siapa yang benar dan siapa yang salah.

    “Bupati maupun DPRD harus ingat bahwa tahun 2024 mereka akan meminta suara masyarakat tapi harusnya mereka juga mau mendengarkan jeritan masyarakat,” paparnya.

    Lanjut Harda, aksi damai yang dilakukan oleh warga Jayasari merupakan perjuangan untuk mencari keadilan, jangan sampai para pejabat Lebak tutup telinga.

    “Ingat, negara kita sudah 78 tahun merdeka jangan biarkan kembali ada penjajahan di tanah Lebak, mereka ingin hidup tenang dan senang, mereka ingin melanjutkan hidup dan menyekolahkan anak mereka agar kedepan bisa menjadi kebanggaan keluarga. Tapi jika sawah dan tanah mereka dirampas dan tidak diganti, bagaimana mereka bisa mewujudkan cita-cita mereka untuk memiliki anak dan cucu yang pintar dan dapat sekolah tinggi,” katanya.

    Harda berharap, kasus tersebut cepat diselesaikan oleh Aparat Kepolisian dengan menetapkan semua yang terlibat dan tanah yang dirampas diganti dan dikembalikan ke pemiliknya.

    “Segera tangkap semua mafia tanah di Lebak dan kembalikan tanah yang sudah dirampas ke warga,” tandasnya.

    Sejumlah warga Jayasari mengaku mendapatkan tindakan intimidasi dari berbagai pihak, seperti yang diungkapkan oleh salah satu warga Jayasari, Sanajaya saat diwawancarai wartawan.

    Ia mengaku mendapatkan banyak tekanan dari berbagai pihak setelah melakukan aksi ke Mabes Polri.

    “Sejak aksi jilid I di Jakarta, kami dihubungi banyak pihak yang mengatakan mau diganti rugi dengan sebanyak apa hingga ancaman kekerasan. Namun, kami menolak dan mengatakan biar Mabes Polri yang menyelesaikan,” jelasnya.

    Di tempat yang sama, Koordinator aksi, Rizwan mengatakan, kedatangan masyarakat Jayasari untuk mempertanyakan keberpihakan Pemkab Lebak dalam menanggapi permasalahan tambang ilegal yang ada di lokasi tersebut.

    Ia menjelaskan, 40 hektare lahan diserobot paksa untuk dijadikan tambang pasir yang mana didalamnya terdapat 29 kuburan.

    “Kami menuntut kepada pihak Pemkab Lebak untuk menutup tambang ilegal tersebut. Kami sulit sekali mendapatkan keadilan yang padahal sudah melakukan pelaporan sejak empat tahun lalu mulai ke Polsek, Polres, Polda hingga Mabes Polri agar hak masyarakat dapat dikembalikan,” tandasnya.(MYU/DZH)