SERANG, BANPOS – Kebijakan penghapusan pegawai non-PNS atau honorer membuat para pegawai honorer di lingkungan Pemprov Banten akan bergerak menggelar aksi unjuk rasa. Mereka mendesak adanya kepastian nasib, mengingat 2023 menjadi batas akhir penyelesaian permasalahan honorer oleh masing-masing daerah.
Berdasarkan pamflet seruan aksi yang beredar, aksi tersebut rencananya akan digelar pada Senin (13/6) dengan tuntutan agar Pemprov Banten dapat berkomitmen dalam memprioritaskan honorer Pemprov Banten, untuk diangkat menjadi CPNS atau PPPK.
“(Menuntut) komitmen Pemerintah Provinsi Banten (untuk) menyelesaikan tenaga non-PNS menjadi CPNS dan PPPK, di prioritaskan untuk tenaga non-PNS yang bekerja di Pemprov Banten, tidak dibuka untuk rekrutmen umum,” tulis salah satu tuntutan dalam pamflet tersebut.
Selain itu, persoalan kesejahteraan pegawai honorer pun menjadi salah satu tuntutan mereka yang tergabung dalam Forum Pegawai Non-PNS Pemprov Banten. Diantaranya yakni agar Pemprov Banten memberikan upah yang layak kepada pegawai honorer yang bekerja di lingkungan Pemprov Banten.
Selanjutnya, mereka pun menuntut agar Pemprov Banten memberikan jaminan sosial kepada pegawai honorer, dengan mendaftarkan pegawai honorer ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Ketua Forum Pegawai Non-PNS Banten, Taufik Hidayat, membenarkan bahwa pihaknya akan menggelar aksi unjuk rasa. Bahkan menurutnya, Polres Serang Kota pun telah membuka komunikasi terkait dengan aksi itu.
“Untuk anggota dan peserta aksi estimasi sekitar 7 ribu sampai 17 ribu. Sampai saat ini kami masih melakukan pengumpulan karena masih akan terus bertambah, termasuk dari Kota dan Kabupaten yang merasa senasib,” ujarnya saat dihubungi BANPOS melalui sambungan telepon, Minggu (5/6).
Ia mengaku, pihaknya menggelar aksi unjuk rasa membawa tiga tuntutan. Keseluruhannya berkaitan dengan kejelasan nasib serta kesejahteraan para pegawai honorer.
“Kalau tuntutan kami ada tiga. Salah satunya kami ingin penyelesaian permasalahan tenaga honorer yang ada di Pemprov Banten, agar segera diangkat menjadi PNS dan PPPK. Seleksinya jangan dibuka untuk umum,” katanya.
Menurutnya, bukan tanpa alasan pihaknya meminta agar seleksi CPNS dan PPPK tidak dibuka untuk umum, dan dikhususkan untuk para pegawai honorer di lingkungan Pemprov Banten.
“Karena memang berdasarkan PP 49 juga dan surat edaran Menpan, itu dikhususkan untuk para honorer yang telah mengabdi selama lima tahun,” ungkapnya.
Taufik mengatakan, upah yang diberikan oleh Pemprov Banten kepada para tenaga honorer masih jauh dari kata layak. Bahkan menurutnya, upah tersebut jauh di bawah upah yang diberikan oleh Kota dan Kabupaten yang ada di Provinsi Banten. Terlebih, saat ini banyak barang kebutuhan pokok yang meningkat, namun upah yang mereka terima tidak berubah.
“Upah pegawai honorer itu, untuk tenaga SMA aja Rp1,7 kalau S1 itu sekitar Rp2,250 juta. Itu untuk OPD di luar OPD kesehatan ya. Jadi gaji mereka masih di bawah UMK. Masa Provinsi upahnya kalah sama Kota Kabupaten. Kota Serang aja sudah Rp3,8 juta, Pemprov Banten masa masih Rp2,5 juta. Sangat miris,” terangnya.
Di sisi lain, pihaknya juga menuntut adanya proteksi lebih dari Pemprov Banten, melalui BPJS Ketenagakerjaan. Ia mengatakan, saat ini para pegawai honorer di Pemprov Banten baru terjamin pada program jaminan kematian dan kecelakaan kerja saja.
“Ya kan teman-teman ini tidak selamanya bekerja. Ada yang pensiun, ada yang berhenti dan lain sebagainya. Makanya kami meminta BPJS Ketenagakerjaan jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kehilangan pekerjaan. Setidaknya ketika kami sudah tidak bekerja, kami terproteksi dengan jaminan-jaminan tersebut,” tuturnya.
Sejauh ini, pihaknya telah melakukan upaya pertemuan dengan Pemprov Banten untuk membicarakan mengenai permasalahan itu. Pada Jumat pekan lalu pun pihaknya telah dipanggil oleh BKD Provinsi Banten, untuk membicarakan tuntutan mereka.
Akan tetapi, Taufik mengaku jika pertemuan-pertemuan itu tidak bisa menghasilkan solusi terbaik atas permasalahan tenaga honorer itu. Bahkan menurutnya, pihaknya pesimistis jika permasalahan honorer dapat terselesaikan, apabila Pemprov Banten tidak bekerja ekstra untuk menyelesaikannya.
“Di tahun 2022 ini, Pemprov mengajukan 1.800 CASN. Tapi itu dibuka untuk umum, bukan untuk tenaga honorer. Dan informasi terakhir yang kami terima, ada 214 untuk tenaga teknis dan 800 untuk tenaga guru yang baru diterima oleh pusat. Terus sisa 16 ribu harus selesai pada 28 November 2023, bayangkan bagaimana Pemprov dapat menyelesaikannya,” tegas Taufik.
Sementara itu, Kepala BKD Provinsi Banten, Nana Supiana, saat hendak konfirmasi melalui pesan WhatsApp tidak kunjung memberikan respon. (DZH)