CILEGON,BANPOS,- Nenek Rosmayati (63) warga Link.Kepudenok Mesjid, RT 01/01 Kelurahan Lebak Denok, Kecamatan Citangkil, Kota Cilegon, tak menyangka upaya melindungi anaknya dari tindak kekerasan sekelompok orang pada Minggu 22 Agustus 2020 membawa dirinya terseret permasalahan hukum. Ia dituduh menganiaya/pengeroyokan terhadap anggota Polri.
Nenek renta itu pun kini terancam dijebloskan ke jeruji besi berdasarkan dakwaan jaksa Kejari Cilegon, antara lima sampai enam bulan.
Kisah tragis nenek renta yang kini sudah menyandang gelar sebagai terdakwa, berawal saat rumahnya di kedatangan empat orang tak dikenal yang salah satunya adalah anggota Polri bernama Ir yang aktif berdinas di salah satu kesatuan di Jakarta.
Dalam sepucuk surat yang diterima BANPOS berupa tulisan tangan, nenek Rosmayati menceritakan nasib yang menimpanya.
Sekira pukul 12.30 WIB, keempat orang tersebut tanpa mengucapkan salam dan mengetuk pintu, secara tiba- tiba sudah masuk rumah dan berada di dalam ruang makan rumah Rosmayati.
Tidak banyak cerita, tiga dari empat orang tersebut langsung menyeret anaknya bernama Rudi Dermawan yang dicarinya. Keributan pun terjadi. Ir yang belakangan dikatahui sebagai anggota polisi itu pun terlibat adu mulut dengan nenek Rosmayati.
Siang menjelang sore, rumah nenek Rosmayati mendadak gaduh dan ramai. Merasa keselamatan anaknya terancam, spontan nenek Rosmayati berteriak meminta tolong. Tiga orang teman polisi itu terus menyeret tubuh Rudi Dermawan ke luar rumah. Sedangkan anggota polisi itu terus berteriak- teriak kasar. Tak terima dengan kata- kata dan perlakuan kasar itu, nenek Rosmayati spontan mengeremus mulut polisi tersebut.
Pun demikian, sekejap kemudian beberapa tetangga Rosmayati datang untuk melerai keributan. Hingga akhirnya empat orang tak dikenal itu meninggalkan rumah nenek kelahiran 16 Desember 1968.
Sore harinya, di hari yang sama, sejumlah anggota Polres Cilegon datang ke rumah nenek Rosmayati. Polisi datang karena menerima laporan dari Ir yang merasa telah dikeroyok oleh nenek Rosmayati.
Sejak kedatangan anggota Polres Cilegon ke rumahnya, nenek Rosmayati dipanggil dan diperiksa, hingga akhirnya dijadikan tersangka. Namun meski tersangka, nenek Rosmayati tak ditahan. Kini sang nenek menunggu ketuka palu keputusan hakim Pendadilan Negeri (PN) Serang.
“Saya spontan meminta pertolongan warga. Saya panik dan kaget. Tiba- tiba sudah ada empat orang yang langsung berteriak- teriak mencari anak saya dan langsung menyeretnya ke luar rumah dan akan dibawa ke mobil mereka. Saya hentikan upaya paksa Irfan itu dengan tangann kanan saya dengan cara mengeremos agar mulutnya diam. Alhamdulillah kekhawatiran saya tidak terjadi penculikan karena warga datang dan mengamankan empat orang itu. Ia sempat berteriak ada penculikan karena cara bertamu kasar, tidak ada itikad baik dari mereka cara bertamu,” ujar nenek Rosmayati.
Sejak diperiksa polisi, nenek Rosmayati tidak bisa berbuat banyak, Ia hanya pasrah mengikuti apa yang diketik polisi. Penyidik polisi Polres Cilegon hanya mengatakan bahwa dirinya diminta menjelaskan di Pengadilan terkait bahasa yang disangkakan kepadanya.
“Saya dituduhkan menampar- menganiaya- mengeroyok anggota polisi bernama Ir itu. Sejak di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) polisi tidak menemukan bahasa yang pas karena saya hanya mengeremos (meremas,red) bukan menampar. Mereka datang ke rumah saya bak preman penagih utang. Cara dan tindakannya kasar dengan berbuat seenaknya di rumah orang lain. Ini yang saya tidak terima,” keluh nenek Rosmayati.
Ia menjelaskan, antara ia dan Ir dkk tidak ada permasalahan sebelumnya. Urusan lain di luar terkait anaknya tidak seharusnya dirinnya dibawa- bawa. Bahkan yang membuat ia miris adalah terkait sertifikat rukmahnya yang dirampas oleh Ir.
“Memang benar Rudi itu anak saya. Namun kehidupan kami berbeda dan punya urusan masing- masing. Tidak pantas korban (ia menyebut Ir) mengambil sertifikat rumah saya dan memaksa membayar hutang yang bukan urusan saya. Pak hakim yang mulia saya mohon keadilan,” tulis nenek Rosmayati.
Goresan tangan dan ungkapan hati Rosmayati lainnya adalah, ia yg sudah lanjut usia dan sskit- saluran mengapa harus dijadikan target untuk dipenjarakan.
“Saya sudah lanjut usia dan saya juga punya penyakit yang sering kumat. Saya tidak bisa bayangkan bagaimana nasib mereka, cucu- cucu saya yang sudah piatu, jika saya tidak ada disamping mereka. Saya hanya memohon keadilan yang seadil-adilnya. Mohon bebaskan saya dari segala dakwaan,” tandas Rosmayati di akhir pledoinya.
Sementara itu, Rudi Dermawan anak dari Rosmayati menjelaskan bahwa permasalahan antara ia dan Ir adalah miskomunikasi antara berdua yang bermula dari permainan aplikasi virtual dengan cara membeli koin doge.
Rdui mengungkapkan, bahwa awalnya ia tidak kenal dengan Ir dan tidak pernah menerima uang langsung dari Ir. Akan tetapi melalui temannya dua orang lagi, dan itu pun bukan bentuk uang akan tetapi sudah berbentuk koin permainan. Terkait kasus yang sekarang menimpa ibu kandungnya, ia memohon kepada majelis hakim untuk membebaskannya dari segala dakwaan.
“Tetapi yang jelas dalam kasus ibu saya ini, saya mohon kepada majelis hakim untuk membebaskan ibu kandung saya dari segala tuduhan. Ibu saya tidak bersalah dan tolong kembalikanm sertifikat rumah ibu saya,” tandas Rudi.(BAR/PBN)