Kategori: HUKRIM

  • Antisipasi Covid-19 Pasca PAM Aksi Buruh, Ratusan Personel Polres Serang Jalani Rapid Test

    Antisipasi Covid-19 Pasca PAM Aksi Buruh, Ratusan Personel Polres Serang Jalani Rapid Test

    SERANG, BANPOS – Memutus mata rantai penyebaran virus corona (Covid-19), diinternal kepolisian, petugas Urkes Polres Serang melakukan rapid test terhadap personil Polres Serang, Kamis (15/10/2020). Rapid test yang berlangsung di pintu masuk gedung utama Mapolres Serang dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat oleh personil Urusan Kesehatan (Urkes).

    Kapolres Serang AKBP Mariyono mengatakan kegiatan rapid test tersebut penting dilakukan dalam rangka mengecek kesehatan personil Polres Serang dibalik padatnya aktivitas melayani masyarakat, termasuk pengamanan berbagai aksi unjukrasa di tengah pandemi Covid-19 yang belum menunjukan penurunan angka pandemi.

    “Rapid test rutin kita lakukan, ini untuk mengetahui kondisi kesehatan anggota. Alhamdulillah, untuk gelombang pertama sebanyak 222 personil yang menjalani rapid tes, semuanya non reaktif,” kata AKBP Mariyono.

    Kapolres menjelaskan, dalam pelaksanaan tugas dilapangan, personel Polri sangat rentan terpapar virus Covid-19. Selain itu sekaligus untuk mencegah penularan Covid -19 di antara sesama anggota maupun saat berinteraksi dengan masyarakat dalam bertugas menjaga keamanan masyarakat.

    “Maka dari itu kegiatan ini merupakan upaya kami dalam menjaga imunitas dan mengetahui ada atau tidak adanya anggota yang reaktif saat dilakukan rapid test. Semoga dengan rapid test ini kita semua bisa saling menjaga dari wabah Covid-1 dan tetap memberikan pelayanan prima kepada masyarakat,” ujarnya.

    Kapolres kembali menekankan kepada seluruh personel Polres Serang yang telah melaksanakan rapid test untuk tetap mematuhi protokol kesehatan, baik dalam bertugas maupun saat bermasyarakat. Selalu ingat 3M, menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak saat berada di kerumunan massa.

    “Yang tak kalah penting, konsumsi makanan bergizi serta rutin melaksanakan olah raga,” tandasnya.

    Berdasar pantauan, satu persatu anggota dilakukan rapid rapid test yang dilaksanakan Tim Urkes Polres Serang. Petugas medis dari Urkes mengawali pemeriksaan dengan mendata identitas dan riwayat petugas. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan dan pengambilan sampel darah. (MUF)

  • Dua Profesor Untirta Diperiksa Kejati

    Dua Profesor Untirta Diperiksa Kejati

    SERANG, BANPOS – Kasus dugaan korupsi Internet Desa (Interdes) yang melibatkan salah seorang pejabat Untirta, DMH terus bergulir.

    Hari ini, dua Profesor Untirta dan satu bendahara fakultas dipanggil untuk memberikan konfirmasi tentang hal ini.

    Diketahui, Kejati Banten memanggil mantan rektor Untirta, Soleh Hidayat, Kartina dan Ema, yang merupakan mantan Rektor Untirta, mantan Wakil Rektor bidang IV dan bendahara Fisip Untirta. Diketahui mereka diperiksa selama lebih dari 5 jam.

    Pantauan BANPOS di lapangan, ketiganya beberapa kali keluar masuk dari kantor Kejati Banten untuk beristirahat dan salat. Namun saat coba dikonfirmasi, mereka enggan memberikan tanggapan.

    Hingga pada akhirnya, sekitar pukul 16.05 WIB, ketiga orang tersebut usai diperiksa oleh Kejati Banten. BANPOS pun mencoba melakukan konfirmasi kepada Soleh Hidayat.

    Ia membenarkan bahwa dirinya diperiksa oleh Kejati Banten terkait dengan kasus korupsi Bintek internet desa yang menjerat salah satu dosen Untirta.

    Ia mengaku bahwa pemanggilannya karena ia merupakan rektor pada saat itu yaitu periode 2015-2019.

    “Iyah (terkait Bimtek internet desa). Yah kan saya sebagai rektor waktu itu dikonfirmasi benar tidak. Kan seperti itu,” ujarnya seusai keluar dari gedung Kejati Banten, Rabu (14/10).

    Saat ditanya perihal aliran dana yang masuk ke rekening Fisip Untirta bukan ke rekening Untirta, Soleh mengatakan bahwa bukan hal tersebut yang dipertanyakan oleh Kejati Banten.

    “Hal lain. Jadi hanya konfirmasi saja, koordinasi apakah ini benar. Jadi yah hanya konfirmasi saja,” tegasnya.

    Sementara itu, Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan Siahaan, mengatakan bahwa terdapat tiga orang dari pihak Untirta yang dipanggil oleh Kejati Banten. Mereka dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

    “Yang dipanggil mantan rektor, wakil direktur Fisip dan bendahara Fisip. Untirta semua. Iyah untuk dimintai keterangan,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.

    Ia mengatakan, kemungkinan masih ada potensi penambahan tersangka dalam kasus yang merugikan negara sebesar kurang lebih Rp1 miliar tersebut. Namun saat ini masih pihaknya kaji.

    “Untuk sementara masih dikaji,” tandasnya. (DZH)

  • Pejabat Untirta dan Eks Kadishub Masuk Sel

    Pejabat Untirta dan Eks Kadishub Masuk Sel

    SERANG, BANPOS – Kejati Banten menahan 4 tersangka kasus internet desa. Penahanan tersebut diklaim agar proses pelengkapan berkas perkara dapat semakin mudah dilakukan oleh pihak Kejati Banten.

    Berdasarkan pantauan BANPOS, keempat tersangka yang terdiri dari eks Kadishubkominfo Provinsi Banten, RA, Direktur Laboratorium Administrasi Negara Fisip Untirta DMH, pelaksana kegiatan MK dan seorang PNS berinisial H digelandang menggunakan mobil tahanan Kejati Banten bertuliskan Tipikor.

    Keempatnya pun terlihat menggenakan rompi berwarna merah bertuliskan tahanan Kejaksaan. Selain itu, keempatnya juga terlihat dalam kondisi tangannya diborgol menggunakan borgol besi.

    Kasi Penerangan Hukum (Penkum) pada Kejati Banten, Ivan Siahaan, mengatakan bahwa keempatnya akan ditahan selama 20 hari di Lapas Pandeglang. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah proses pelengkapan berkas.

    “Terhadap para tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan. Untuk sementara tersangka dititipkan di Lapas Pandeglang. Alasan penahanan agar cepatnya pemrosesan pemberkasan dalam penanganan pidana ini,” ujarnya di Kejati Banten, Selasa (13/10).

    Ia mengatakan, penahanan yang dilakukan oleh pihaknya merupakan penahanan dalam tahap penyidikan. Oleh karena itu, tim penyidik disebutkan telah berkomitmen untuk cepatnya proses pemeriksaan dan cepatnya berkas perkara kasus itu.

    Ivan mengatakan, para tersangka yang digelandang yakni RA selaku eks Kadishubkominfo Provinsi Banten, H selaku PNS, MK selaku direktur perusahaan swasta dan DMH selaku direktur Lab Administrasi Negara Untirta.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh BANPOS, kasus tersebut terjadi dimulai dari adanya program bimbingan teknis (Bimtek) untuk internet desa. Dalam program tersebut, RA selaku kadis pada saat itu menghubungi MK bahwa OPD yang ia pimpin memiliki program dengan angka diatas Rp3 miliar.

    Namun dalam pelaksanaannya, Bimtek tersebut perlu menggandeng perguruan tinggi selaku pelaksananya. Maka dari itu, MK menghubungi DMH untuk menjalin kerjasama antara Lab Administrasi Negara Untirta dengan Dishubkominfo Provinsi Banten dalam Bimtek itu.

    Akan tetapi, Lab Administrasi Negara Untirta itu ternyata hanya berfungsi untuk mencairkan anggaran saja. Sedangkan yang melaksanakan tetap MK, dengan catatan DMH mendapatkan prosentase dari kegiatan itu.

    Selain itu, diketahui juga bahwa target peserta dalan pelaksanaan Bintek tersebut yakni sebanyak 1.000 peserta. Akan tetapi peserta yang benar-benar hadir di bawah 1.000 peserta, sehingga merugikan negara sekitar Rp1 miliar.

    Ivan mengatakan, kepada empat tersangka tersebut disangkakan pasal primer pasal 2 ayat 1, subsidier ayat 3 jo pasal 18 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Adapun jumlah kerugian negara kurang lebih sebesar Rp1 miliar,” ucapnya.

    Tak sampai pada empat tersangka itu saja, Ivan mengatakan bahwa akan ada tindak lanjut pemeriksaan terhadap para tersangka dan para saksi lainnya. “Masih akan ada pemeriksaan lanjutan terhadap tersangka dan saksi-saksi lainnya,” tandasnya.

    Sementara itu, Humas Untirta, Veronica Dian, mengatakan bahwa pihaknya belum bisa memberikan tanggapan. Sebab, pihaknya belum berkoordinasi dengan pimpinan Untirta.

    Sementara sebelumnya, Dian mengatakan bahwa Untirta akan melakukan pendampingan hukum terhadap DMH selaku dosen di perguruan tinggi tersebut. “Kami ikuti proses hukum yang ada. Dampingi yang bersangkutan dengan menyiapkan pengacara untuk pendampingan hukumnya,” ujarnya kemarin.(DZH/ENK)

  • Jelang Aksi Buruh, Mabes Periksa Senpi Personel Polres Serang

    Jelang Aksi Buruh, Mabes Periksa Senpi Personel Polres Serang

    SERANG, BANPOS – Tim Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Polri yang dipimpin AKBP Haryono melakukan kunjungan kerja ke Mapolres Serang, Selasa (13/10). Kunker tim peneliti ini bertujuan untuk mendalami penggunaan senpi oleh personil Polri dalam keamanan dan kenyamanan terhadap senpi pendek jenis Revolver.

    “Kedatangan kami bersama tim dalam rangka melaksanakan supervisi dan evaluasi standardrisasi sistem pengadaan, distribusi dan menganalisa karakteristik senjata api laras pendek dilingkungan Polri,” ungkap AKBP Haryono dalam sambutannya.

    Kedatangan Tim Puslitbang disambut langsung Wakapolres Serang Kompol Didid Imawan beserta sejumlah pejabat Utama (PJU) dan diikuti oleh responden dari masing-masing satfung pemegang senpi.

    AKBP Haryono berharap didalam penelitian ini para responden dapat memberikan data secara faktual sehingga data yang diberikan dapat diolah menjadi informasi untuk merumuskan rekomendasi dalam mengatasi permasalahan baik mutu maupun keamanan bagi anggota yang mengunakannya.

    Sementara itu, Wakapolres Kompol Didid Imawan dalam sambutannya menyampaikan permohonan maaf jika sejumlah PJU dan pemegang senpi tidak seluruhnya hadir dikarenakan tugas dalam rangka rencana PAM buruh yg akan dilaksanakan besok hari Rabu 14 Oktober 2020.

    Kepada personel pemegang senpi, Wakapolres meminta agar personel memberikan data seakurat mungkin terkait penelitian tersebut. Didid juga berharap personil Polres Serang dapat memanfaatkan pertemuan ini untuk melakukan komunikasi dengan pihak Puslitbang Polri terkait penggunaan senpi.

    “Saya berharap kepada seluruh personil yang hadir, dapat memanfaatkan pertemuan ini untuk komunikasi terkait penggunaan senpi. Sehingga jika nantinya mengalami hambatan ataupun lainnya dapat dianalisis dan dikembangkan oleh pihak Puslitbang Polri untuk kedepannya,” tandasnya. (MUF)

  • Edarkan Obat Keras Di Serang, Dua Warga Aceh Dibekuk Polisi

    Edarkan Obat Keras Di Serang, Dua Warga Aceh Dibekuk Polisi

    SERANG, BANPOS – Dua warga asal Aceh yang diketahui sebagai pengedar obat keras diamankan setelah digerebeg personil Unit 2 Satuan Reserse Narkoba Polres Serang Kota di rumah kontrakannya di Komplek Bumi Indah Permai, Kota Serang. Meski demikian, Bos besarnya yang berstatus DPO masih bebas berkeliaran.

    Kedua tersangka itu MR (32) warga Desa Kumba, Kecamatan Bandar Dua, Kabupaten Pidie dan RI (28) warga Desa Sama Dua, Kecamatan Peudawa, Kabupaten Aceh Timur. Dari kedua tersangka ini berhasil diamankan sebanyak 904 butir obat keras berlogo MF yang dikemas dalam 113 paket.

    “Obat yang kita amankan ini merupakan obat keras yang tidak sembarang diperjualbelikan kecuali dengan resep dokter. Selain barang bukti obat, juga diamankan uang Rp600 ribu hasil penjualan obat,” ungkap Kepala Satuan Reserse Narkoba Iptu Shilton kepada wartawan, Selasa (13/10/2020).

    Shilton mengatakan penangkapan pengedar obat keras ini dilakukan pada Minggu (11/10/2020) sekitar pukul 01.30. Berawal dari informasi masyarakat, petugas segera bergerak ke lokasi untuk melakukan penyelidikan. Beberapa saat setelah kedua tersangka masuk rumah usai mengedarkan obat, petugas langsung melakukan penangkapan dan penggeledahan.

    “Barang bukti ratusan paket obat beserta uang hasil penjualan kami amankan dalam lemari pakaian. Kedua tersangka selanjutnya diamankan ke mapolres untuk dilakukan pemeriksaan,” terang Kasat didampingi Kanit 2 Ipda M Nurul Anwar Huda.

    Dari hasil pemeriksaan, lanjut Shilton, kedua tersangka masih satu jaring dengan para pengedar lainnya yang tertangkap sebelumnya. Modus agar bisnis ilegal ini tidak terendus, jaringan pengedar obat keras kelompok Aceh ini tidak tinggal disatu tempat, melainkan selalu berpindah tempat kontrakan.

    “Dalam menjalankan bisnis ilegalnya ini, para pelaku tidak akan pernah tinggal tetap, melainkan berpindah-pindah tempat kontrakan dari satu perumahan ke perumahan lainnya,” kata Shilton.

    Kedua tersangka juga mengaku bisnis jual beli obat keras sudah dilakukan selama sekitar 4 bulan di Kota Serang. Tersangka mendapatkan obat ilegal ini dari SAP (DPO) warga Aceh yang tinggal di Kota Cilegon seharga Rp600 ribu untuk satu dus berisi 1.000 butir. Kemudian obat keras ini dikemas ke dalam plastik bening dengan jumlah 8 butir setiap paketnya.

    “Satu paket berisi 8 butir dijual seharga Rp20 ribu. Dalam satu minggu, 1.000 butir ini bisa habis terjual dan kita dapat meraih keuntungan sebesar Rp1.900.000,” kata kedua tersangka. (MUF/AZM)

  • Mantan Kadis Cilegon dan Pengusaha Ditahan

    Mantan Kadis Cilegon dan Pengusaha Ditahan

    CILEGON, BANPOS – Kasus korupsi Jalan Lingkar Selatan (JLS) jilid II yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten memasuki babak baru. Dugaan kasus korupsi peningkatan lapis beton JLS yang kini bernama Jalan Aat Rusli Kota Cilegon kini dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon.

    Setelah proses penyidikan di Kejati Banten dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat formil dan materil. Kejati kemudian melakukan tahap dua ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon.

    Diketahui tiga tersangka yang ditahan dan langsung dijebloskan ke penjara yaitu mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPU-TR) Kota Cilegon Nana Suklasana, kemudian dari pihak swasta Tb Dhoni Sudrajat yang merupakan subkontraktor dan Syachrul kontraktor dari PT Respati Jaya Pratama.

    Kasi Penyidikan Kejati Banten, Zainal Efendi menyatakan ketiganya ditahan setelah berkas perkara korupsi JLS Cilegon memenuhi syarat formil dan materiil. Kemudian kejati melakukan tahap dua ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon.

    “Jadi agenda kita hari ini dari Kejaksaan Tinggi Banten melakukan tahap II kepada Jaksa Penuntut Umum di mana menurut kami Jaksa Penyidik telah memenuhi syarat formal dan materil yaitu kita sudah melakukan P21 dalam berkas ini,” kata Zainal Efendi kepada awak media saat ditemui di Kantor Kejari Cilegon, Jumat (9/10).

    Sebelum ditahan kata dia, ketiga tersangka itu dibawa ke Kejari Cilegon untuk diperiksa kesehatannya terlebih dahulu. Kemudian tim dokter yang memeriksa kesehatan menyatakan sehat secara jasmani. Dengan demikian, Jaksa kemudian menahan ketiganya ke Lapas Cilegon.

    “Kemudian dalam kasus (korupsi) Jalan Lingkar Selatan (JLS) Cilegon waktu itu anggaran 2013 yaitu sebesar Rp 14 miliar, waktu itu dikerjakan oleh PT Respati Jaya Pratama. Kemudian dari perhitungan kerugian negara Rp 1,3 miliar,” ujarnya.

    Untuk diketahui bahwa kasus korupsi JLS Cilegon berawal dari ambruknya jalan di KM 8 arah Anyer pada 2018 silam. Adanya kejadian itu, Kejati Banten kemudian melakukan penyelidikan pada 2019 dan menemukan potensi korupsi atas kasus itu.

    Kemudian Kejati Banten memeriksa pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembangunan proyek tersebut. Diketahui proyek itu berasal dari APBD tahun 2013 menghabiskan dana hingga Rp.14.800 Miliar. Dari hasil pemeriksaan jaksa menemukan kerugian negara Rp 1,3 miliar dan menetapkan ketiganya sebagai tersangka.

    Selain memeriksa para tersangka, Kejati Banten juga turut melibatkan saksi ahli yang menghitung besaran kerugian negara.

    “Saksi yang kami mintai keterangan sebanyak 25 orang dan dua orang saksi ahli terdiri dari ahli teknik, dan ahli perincian kerugian negaranya,” jelas Zainal.

    Sementara itu, Kajari Cilegon melalui Kasi Intel Kejari Cilegon, Hasan Asy’ari mengatakan pihaknya akan melakukan pengamanan untuk tahap selanjutnya.

    “Kalau dari kami tahap II hari ini yang pertama kita akan melakukan pengamanan kemudian untuk tahap selanjutnya, karena memang ini proses penyelidikan dan penyidikannya di kejati kami dari kejari sendiri akan menunjuk jaksa dulu. Kita akan tunjuk jaksa siapa yang akan menangani perkara ini ditahap penuntutannya,” kata Hasan.

    Atas kasus tersebut Jaksa menyangkakan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

    Perlu diketahui bahwa kasus korupsi JLS ada dua kasus masing-masing ditangani oleh Kejati Banten dan Kejari Cilegon. Kejati Banten menangani jalan ke arah Anyer sedangkan Kejari Cilegon jalan ke arah PCI Cilegon. Sebelumnya pada 2019 Kejari Cilegon sudah menetapkan dua tersangka kasus JLS Cilegon yang ditangani oleh kejari. Kedua orang tersebut yakni mantan pejabat Bakhrudin merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kota Cilegon yang kini sudah pensiun. Sementara mendiang Suhaemi adalah pihak swasta selaku pelaksana proyek pembangunan JLS sepanjang 2,5 km.(LUK)

  • LBH Rakyat Banten Sebut Ada Celah Kelalaian Polisi Dalam Penetapan Tersangka 14 Demonstran

    LBH Rakyat Banten Sebut Ada Celah Kelalaian Polisi Dalam Penetapan Tersangka 14 Demonstran

    SERANG, BANPOS – LBH Rakyat Banten akan mengambil beberapa langkah untuk melepaskan 14 pelajar dan mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Banten, terkait dengan kasus aksi demonstrasi yang berujung bentrokan pada Selasa (7/10) malam kemarin.

    Langkah tersebut antara lain meminta penangguhan penahanan terhadap satu mahasiswa yang masih di tahan Poda Banten.

    “Kami akan mengupayakan penangguhan terlebih dahulu bagi satu orang yang di dalam (ditahan). Minimal dia bisa bertemu dengan keluarga dulu dan lain-lainnya,” ujar kuasa hukum LBH Rakyat Banten, Carlos, saat konferensi pers di salah satu kafe di Kota Serang, Jumat (9/10).

    Selain itu, ia menuturkan bahwa LBH Rakyat Banten juga akan melakukan gugatan praperadilan, terkait dengan keabsahan penangkapan massa aksi.

    “Mengenai ke-14 orang tersebut, kemungkinam besar kami akan melakukan upaya gugatan praperadilan, untuk menguji sah atau tidaknya penahanan, sah atau tidaknya penangkapan dan penetapan tersangka,” tuturnya.

    Menurutnya, terdapat beberapa kelemahan dalam proses penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka atas 14 massa aksi dari aliansi Geger Banten tersebut.

    “Namun soal bukti mungkin saya tidak bisa menyampaikan ke publik, apa saja yang menjadi poin-poin atau celah untuk melakukan gugatan. Namun kami melihat ada celah atas kelalaian polisi,” terangnya.

    Ia mengatakan, 14 orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka atas beberapa pasal. Salah satunya yakni terkait dengan UU nomor 4 tahun 2004 tentang Wabah Penyakit. Padahal penjatuhan pidana dengan UU tersebut tidak diketahui sasarannya seperti apa.

    “Kalau karena persoalannya adalah masker dan kerumunan, kita semua tahu apakah hanya 14 orang itu yang berkerumun disana. Soal tertib atau tidaknya penggunaan masker, apakah polisi juga tertib,” jelasnya.

    Mengenai penahanan terhadap satu mahasiswa yang dikenakan pasal 351, menurutnya hal tersebut perlu diuji pula dalam gugatan praperadilan yang akan dilakukan oleh pihaknya.

    “Walau praperadilan itu sangat formil. Dia akan menguji formil penetapan tersangka, formil penahanan dan formil penangkapan. Belum masuk ke pokok perkara, namun akan kami upayakan ke sana,” tandasnya. (DZH)

  • 14 Orang Demonstran Ditetapkan Tersangka, LBH Rakyat Banten Lakukan Pendampingan

    14 Orang Demonstran Ditetapkan Tersangka, LBH Rakyat Banten Lakukan Pendampingan

    SERANG, BANPOS – Ditreskrimum Polda Banten telah menetapkan status tersangka terhadap 14 orang yang telah diamankan dalam aksi unjuk rasa di depan kampus UIN SMH Serang. Aksi yang berlangsung Selasa (6/10) lalu itu juga berakhir ricuh.

    Kabidhumas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi yang didampingi oleh Wadirreskrimum Polda Banten AKBP Dedi Supriadi mengatakan, berdasarkan hasil dari penyelidikan, pemeriksaan saksi-saksi dan bukti yang cukup serta berdasarkan hasil gelar perkara telah ditetapkan 14 orang sebagai tersangka. Mereka dianggap telah memenuhi unsur-unsur dalam melakukan tindak pidana saat aksi demo menolak UU Cipta Kerja.

    “Setelah waktu 1 x 24 jam, kami dari Polda Banten berhasil menetapkan status tersangka kepada 14 orang yang kami amankan saat demonstrasi mahasiswa kemarin,” ucap Edy.

    Edy juga mengatakan bahwa dari 14 tersangka tersebut, satu orang diantaranya dilakukan penahanan. Tersangka berinisial BS (18) tercatat sebagai mahasiswa STIE Banten. Sedangkan 13 orang tersangka lainnya tidak dilakukan penahanan.

    Edy mengatakan, BS ditahan karena disangkakan melanggar pasal 351 KUHP dengan ancaman pidana nya lebih dari lima tahun. Sedangkan 13 orang yang tidak dilakukan penahanan dengan pertimbangan ancaman hukumannya dibawah lima tahun yaitu OA (22) mahasiswa. Oa dikenakan pasal 212 KUHP dengan ancaman hukuman penjara 1 tahun 4 bulan.

    Selanjutnya delapan orang lainnya dikenakan Pasal 218 KUHP ancaman hukuman empat bulan penjara dengan inisial MNG, RN, DR, NA, AK, FS, MZS, FF dan 4 Pelajar SLTA dgn inisial RR, MI, MF, MM. Mereka dijadikan tersangka untuk pelanggaran UU Nomor 4 tahun1984 tentang Wabah Penyakit dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara.

    “13 Tersangka yang tidak dilakukan penahan tersebut, padanya dikenakan wajib lapor pada hari Senin dan Kamis, dan proses hukum nya tetap berlanjut hingga berkas perkaranya lengkap dan untuk kita sidangkan ke pengadilan,” tandasnya.

    Terkait dengan penetapan status tersangka kepada 14 massa aksi dengan satu orang yang dinyatakan memenuhi unsur pidana sehingga masih ditahan, LBH Rakyat Banten selaku kuasa hukum akan mengambil beberapa tindakan.

    “Upaya hukum yang akan kami lakukan adalah memberikan perlindungan hukum kepada satu orang tersebut (yang masih ditahan karena memenuhi unsur pidana). Kami akan mengajukan penangguhan penahanan. Namun jika tidak, kami akan menggunakan hak kami untuk melakukan praperadilan, untuk menguji sah tidaknya penahanan tersebut,” kata pengacara LBH Rakyat Banten, Raden Elang Yayan Mulyana.(DZH/ENK)

  • Simpan Sabu Di Bawah Karpet Mobil,  Oknum ASN Pemprov Banten Diciduk Polisi

    Simpan Sabu Di Bawah Karpet Mobil, Oknum ASN Pemprov Banten Diciduk Polisi

    TAKTAKAN, BANPOS – Dua warga, satu diantaranya oknum ASN diamankan personil Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Serang Kota di pinggir jalan Serang – Cilegon, Kelurahan Drangong, Kecamatan Taktakan, Kota. Serang, Rabu (7/10/2020) malam. Keduanya diamankan karena kedapatan memiliki paket yang disembunyikan dalam kendaraannya.

    Kedua tersangka itu GS (33) warga Kelurahan Drangong, Kecamatan Taktakan, Kota Serang dan TP (39) warga Kelurahan Cimuncang, Kecamatan Serang, Kota Serang. Dari tersangka ini petugas mengamankan barang bukti satu bungkus plastik klip bening yang diduga berisikan narkotika jenis sabu.

    Kepala Satresnarkoba Iptu Shilton mengatakan penangkapan bermula laporan masyarakat yang curiga ada kendaraan jenis mini bus bolak balik tak jauh dari rumah warga. Berbekal dari laporan itu, personil Satresnarkoba langsung bergerak ke lokasi yang disebutkan warga.

    “Setiba di lokasi petugas tidak menemukan kendaraan yang dicurigai. Tapi setelah dilakukan penyisiran, kendaraan mini bus berhasil ditemukan dan langsung dihentikan,” terang Iptu Shilton kepada awak media, Kamis (8/10/2020).

    Shilton menjelaskan saat akan dilakukan pemeriksaan para penumpang mini bus menunjukan sikap yang mencurigakan karena diduga telah menggunakan narkoba. Petugas kemudian melakukan penggeledahan dan ditemukan satu paket diduga sabu yang disembunyikan di balik karpet kendaraan.

    “Atas temuan itu, kedua tersangka berikut barang bukti sabu serta kendaraannya diamankan ke Mapolres Serang Kota untuk dilakukan pemeriksaan. Dari hasil tes urine, kedua tersangka positif telah menggunakan narkoba. Dari pemeriksaan, satu tersangka diketahui berstatus ASN yang berdinas di lingkungan Pemprov Banten,” kata Kasat didampingi Kanit 1 Ipda Yuli Khaerani.

    Lebih lanjut, Shilton menjelaskan sebelum diamankan kedua tersangka ini baru saja menjemput sabu yang dipesan di sekitaran Kelurahan Drangong. Meski demikian, kedua tersangka tidak mengenal lebih jauh dari pengedar karena transaksi tidak dilakukan secara langsung. Transaksi dilakukan melalui telepon, begitupun pembayaran dilakukan melalui transfer bank.

    “Tersangka dan pengedar sabu tidak saling kenal karena transaksi dan pembayaran tidak dilakukan secara langsung. Rencananya, paket sabu tersebut akan dikonsumsi berdua,” kata mantan Kapolsek Curug. (DZH)

  • Menunggu Ditetapkan Status Tersangka, Pendemo Omnibus Law Tidak Bisa Didampingi LBH

    Menunggu Ditetapkan Status Tersangka, Pendemo Omnibus Law Tidak Bisa Didampingi LBH

    SERANG, BANPOS – 14 pendemo yang diamankan oleh Polda Banten diklaim masih berstatus saksi, sebab itu, mereka tidak bisa didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang sempat berencana memberikan pendampingan kepada para demonstran yang diamankan.

    “Saat ini statusnya masih saksi. Nanti kalau sudah menjadi tersangka baru bisa didampingi,” ujar Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Martri Sonny, usai konferensi pers di Mapolda Banten, Rabu (7/10).

    Ia menyatakan, saat ini Polda Banten masih melakukan pendalaman terkait peran dan keterkaitan terkait peran para demonstran terkait dugaan kriminal yang disangkakan.

    “Mereka ditangkap di lokasi aksi unjuk rasa tersebut. Kita tahu bersama terjadi perlawanan dengan pelemparan batu dan mercon. Mereka diamankan dengan bukti yang ada dan akan didalami keterkaitan dengan pihak Anarko,” ungkapnya.

    Sementara itu, Kapolda Banten Irjen Pol Fiandar mengatakan, massa aksi memiliki beberapa pelanggaran sehingga aparat keamanan melakukan tindakan tegas terhadap para demonstran.

    Selain itu, Polda Banten juga masih menyelidiki adanya penyusupan dari gerakan anarkis yang biasa disebut Anarko.

    “Cara kerjanya, tampilannya, implementasi aktivitas demonya seperti itu. Sedang kita dalami, belum kita simpulkan. Namun kearah sana menjadi perhatian dari Ditreskrimum terkait kelompok-kelompak yang diduga Anarko,” ujar Fiandar.

    Fiandar menyatakan, dua anggota kepolisian mengalami luka akibat terkena lemparan batu pada saat terjadi bentrok. “Karo ops benjol dahinya, dilempar batu,” ujarnya.

    Terpisah, LBH Rakyat Banten selaku penasihat hukum massa aksi yang ditahan oleh Polda Banten, membenarkan bahwa mereka sampai saat ini tidak diperkenankan mendampingi para mahasiswa.

    Humas LBH Rakyat Banten, M. Syarifain, mengatakan bahwa pada sekitar pukul 22.00 WIB pasca penahanan pada Selasa (7/10) kemarin, pihaknya telah mendatangi Polda Banten untuk melakukan pendampingan hukum

    Namun, meskipun telah melakukan negosiasi dengan pihak kepolisian, mereka baru bisa masuk ke dalam ruangan pada pukul 00.00 WIB. Itu pun mereka masih belum diperkenankan untuk melakukan pendampingan hukum dan hanya bertemu salah satu massa aksi yang sedang diperiksa.

    Ia pun menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh Polda Banten telah melanggar pasal 54 KUHAP terkait dengan pendampingan hukum di segala tingkatan.

    “Dalam pasal 54, guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

    Pada prinsipnya, penasihat hukum berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya.

    “Ini yang sangat disayangkan sebenarnya. Karena kami tidak diberikan space untuk memberikan pendampingan pada saat berita acara,” tuturnya.(DZH)