SERANG, BANPOS – Satu orang tersangka dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lebak, Dra. S, ditetapkan sebagai tahanan rumah. Hal itu lantaran Dra. S dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk ditahan di Rumah Tahanan (Rutan).
Berdasarkan pantauan, Dra. S yang berusia 72 tahun, menjadi satu-satunya tersangka yang diperiksa oleh Kejati Banten pada Senin (24/10). Padahal seharusnya, selain Dra. S, anaknya yang juga merupakan tersangka yakni EHP juga turut diperiksa.
Informasi yang didapat, Dra. S diperiksa oleh Tim Penyidik Kejati Banten sejak pukul 11.00 WIB, dan baru selesai pada pukul 18.00 WIB. Usai diperiksa, Dra. S dilakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu, dan baru keluar dari Kejati Banten pada pukul 20.40 WIB.
Dra. S keluar tanpa mengenakan rompi yang biasa digunakan oleh tersangka. Dia keluar menggunakan kursi roda dengan didorong oleh seorang pria yang tidak diketahui siapa. Dra. S dijadikan sebagai tahanan rumah, dan dibawa ke rumahnya di bekasi menggunakan mobil Kejaksaan, dan dikawal oleh petugas Kejati Banten.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Banten, Ricky Tommy Hasiholan, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan panggilan terhadap dua tersangka yang sebelumnya tidak hadir yakni Dra. S dan EHP. Namun, hanya Dra. S saja yang hadir, sementara EHP tidak hadir dengan alasan sakit.
“Tersangka EHP dalam keadaan sakit sebagaimana surat keterangan dokter yang disampaikan oleh penasihat hukumnya, dan telah dilakukan pemanggilan kembali untuk hadir di Kejati Banten pada hari Kamis tanggal 27 November 2022 dan diperiksa sebagai tersangka,” ujarnya.
Ricky mengatakan bahwa pemeriksaan terhadap Dra. S dilakukan dengan pendampingan dari penasihat hukumnya. Dari hasil pemeriksaan itu, penyidik mengusulkan untuk dilakukan penahanan terhadap Dra. S selama 20 hari ke depan. Namun berdasarkan permintaan dari penasihat hukum, Dra. S diminta untuk dilakukan penahanan rumah, dan disetujui oleh Kejati Banten.
“Adapun pertimbangan penyidik menahan tersangka Dra. S alias MS dengan jenis penahanan rumah karena tersangka pada saat diperiksa tidak bisa beraktifitas dengan normal, sehingga membutuhkan bantuan kursi roda,” tuturnya.
Selain itu, penasihat hukum Dra. S pun menyampaikan hasil riwayat penyakit yang diderita, diantaranya diabetis melitus, sehingga untuk sementara tersangka ditahan jenis tahanan rumah. Tim penyidik pun akan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan Dra. S ke Rumah Sakit Adhyaksa di Jakarta, guna memperoleh hasil pemeriksaan medis secara independen.
Ricky menegaskan bahwa dalam pelaksanaan sebagai tahanan rumah, Dra. S diwajibkan untuk mematuhi sejumlah peraturan. Aturan tersebut yakni tersangka tidak boleh meninggalkan rumah tanpa seizin tim penyidik.
Selanjutnya, tersangka dalam hal keadaan darurat terhadap kondisi kesehatan, maka dapat langsung mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat dan segera menginformasikan kepada tim penyidik.
“Tersangka harus membagikan lokasi terkininya kepada tim penyidik dan Tersangka pun wajib lapor seminggu dua kali,” tuturnya.
Menurut Ricky, dalam perkara tersebut, Dra. S bersama dengan anaknya yakni EHP, melakukan percaloan terhadap pengurusan hak atas tanah yang semuanya berlokasi di Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak.
“Lokasi bidang tanah semuanya di Maja, Kabupaten Lebak. Terkait pengurusan yang dilakukan oleh tersangka, itu semuanya tanah-tanah yang terletak di Maja. (Untuk apa tanahnya) masih dalam tahap pengembangan, untuk kepentingan apa, apakah untuk properti atau perumahan atau apa nanti kami terus selidiki,” tandasnya. (DZH)