Kategori: HUKRIM

  • Diduga Rudapaksa Gadis Tuna wicara, Kakek Uzur Asal Carenang Ditangkap

    Diduga Rudapaksa Gadis Tuna wicara, Kakek Uzur Asal Carenang Ditangkap

    SERANG, BANPOS – Seorang kakek uzur warga Desa Mandaya, Kecamatan Carenang, Kabupaten Serang, MS (67), ditangkap Tim Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Serang.

    Penangkapan kakek yang berprofesi sebagai petani itu dilakukan di rumahnya pada Selasa (25/1/) sore, karena diduga melakukan rudapaksa gadis penyandang tuna wicara.

    Kapolres Serang, AKBP Yudha Satria, menjelaskan bahwa peristiwa asusila yang menimpa gadis penyandang tuna wicara berusia 15 tahun ini, terjadi sekitaran bulan Juli tahun lalu. Korban yang tinggal bersama pamannya ini, diketahui sering main di sekitaran rumah MS.

    “Karena lama menduda, MS akhirnya melampiaskan nafsu bejadnya kepada korban di rumah tersangka. Setelah melampiaskan nafsu bejadnya, korban diberi uang sambil mengancam agar korban tidak memberitahu kepada orang lain dengan bahasa isyarat,” terang Kapolres saat ekspose di Mapolres Serang, Senin (31/1) didampingi Kasatreskrim, AKP Dedi Mirza dan Kanit PPA, Ipda Stefany Panggua.

    Karena takut dengan ancaman, korban tidak berani menceritakan kepada paman maupun bibinya. Diamnya korban kemudian dimanfaatkan pelaku untuk mengulangi perbuatan bejadnya hingga korban mengalami kehamilan.

    “Korban diketahui hamil setelah pamannya curiga dengan kondisi perut korban yang buncit. Dan setelah diperiksa, korban dinyatakan positif hamil,” tuturnya.

    Setelah dinyatakan hamil, pihak keluarga meminta korban untuk memberitahu pelakunya. Karena tidak bisa bicara, korban membawa pamannya ke rumah MS yang hanya berselang beberapa rumah dan menunjuk MS sebagai pelakunya.

    Setelah mengetahui siapa pelaku yang telah menghamili ponakannya, pihak keluarga melakukan visum dan kemudian melaporkan kasus pencabulan tersebut ke Mapolres Serang.

    Berbekal dari laporan tersebut, Tim Unit PPA yang dipimpin Ipda Stefany Panggua, mulai diterjunkan untuk melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan tersangka MS, di rumahnya saat sedang minum kopi di ruang tamu.

    “Setelah diamankan, tersangka langsung dibawa ke Mapolres untuk dilakukan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan, tersangka MS mengakui perbuatannya,” tandasnya. (MUF)

  • Penculikan Restorative Justice di Serang Kota

    Penculikan Restorative Justice di Serang Kota

    KEPOLISIAN Resort (Polres) Serang Kota kembali melanjutkan penyidikan kasus pemerkosaan penyandang disabilitas asal Kasemen. Dilanjutkannya penyidikan tersebut setelah adanya rekomendasi atas gelar perkara khusus yang diasistensi langung oleh Bidpropam dan Wasidik Ditreskrimum Polda Banten.

    Untuk diketahui, gelar perkara khusus dilakukan dengan dua tahapan. Tahapan pertama yaitu tahapan yang digelar secara terbuka dan dihadiri oleh insan pers dan pihak pelapor maupun terlapor.
    Sedangkan tahap berikutnya digelar secara internal, dihadiri oleh Bagwasidik Polda Banten, Bidkum Polda Banten, Bidpropam Polda Banten, Kapolres Serang Kota, Wakapolres Serang Kota, Kasi Pengawas, Kasi Propam, Kasikum, Kasatreskrim dan penyidik Satreskrim Polres Serang Kota.

    Gelar perkara khusus tersebut pun akhirnya menghasilkan keputusan bahwa penyidikan terhadap kasus pemerkosaan penyandang disabilitas asal Kecamatan Kasemen yang sempat dihentikan oleh Polres Serang Kota, harus kembali dilanjutkan.

    Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Ahiles Hutapea, melakui Kasatreskrim Polres Serang Kota, AKP David Adhi Kusuma, mengatakan bahwa surat perintah penyidikan lanjutan telah dikeluarkan untuk perkara pemerkosaan tersebut.

    “Benar, sesuai rekomendasi gelar perkara khusus, penyidikan pemerkosaan gadis difabel akan dilanjutkan,” ujar David dalam pers rilis yang diterima BANPOS, kemarin.

    Menurutnya, penghentian penyidikan kasus pemerkosaan penyandang disabilitas tersebut telah menimbulkan gelombang reaksi negatif dari masyarakat. Sehingga, dilanjutkannya penyidikan perkara tersebut diharapkan dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat.

    “Guna memenuhi rasa keadilan masyarakat, Penyidik Satreskrim Polres Serang Kota akan menyelesaikan pemberkasan terhadap dua tersangka dalam kasus dugaan pemerkosaan,” tutur David.

    Kembali dilanjutkannya proses penyidikan pada perkara pemerkosaan tersebut dinilai oleh Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Cabang Serang, sebagai bukti bobroknya penegakkan hukum oleh Polres Serang Kota.

    “Keputusan dilanjutkannya penyidikan kasus pemerkosaan penyandang disabilitas, mengindikasikan bahwa ada yang salah dalam proses penegakkan hukum yang dilakukan oleh Polres Serang Kota. Ini justru membuka kepada publik bagaimana bobroknya penanganan hukum oleh mereka,” ujar Sekretaris Umum HMI MPO Cabang Serang, Ega Mahendra, Sabtu (29/1).

    Ega mengatakan, sejak awal pihaknya sudah merasa aneh dengan keputusan yang diambil oleh Polres Serang Kota, yang menghentikan perkara pemerkosaan penyandang disabilitas dengan dalih restorative justice.

    “Bagi kami ini sudah cacat sejak awal. Karena kok bisa kasus pemerkosaan dilakukan restorative justice. Apalagi posisi perwalian korban pada saat dilakukan perdamaian itu sarat akan kepentingan, karena diwalikan oleh istri dari pelaku,” terangnya.

    Ia menuturkan bahwa pada hasil gelar perkara khusus pun, tidak menyebutkan siapa yang bertanggungjawab pada penghentian penyidikan itu. Padahal seharusnya, jika memang terjadi kekeliruan bahkan pelanggaran terhadap aturan, harus ada yang bertanggungjawab.

    “Aneh, kalau emang ada yang dilanggar, maka siapa yang melanggar itu yang harus dihukum. Tapi dalam pemberitaan yang kami dapatkan, tidak ada yang bertanggungjawab. Kalau gitu, akan ada potensi melanggar kembali,” ungkapnya.

    Selain itu, ia pun mendesak agar motif utama diberhentikannya kasus pemerkosaan tersebut dapat diungkap. Karena menurutnya, tidak mungkin motif pemberhentian kasus tersebut hanya karena alasan kemanusiaan sebagaimana yang beredar.

    “Kami rasa tidak mungkin pemberhentian hanya karena alasan kemanusiaan. Lagi pula setahu kami, kasus yang paling dibenci oleh siapapun adalah kasus pelecehan seksual. Bahkan oleh sesama narapidana pun juga sangat dibenci. Tapi ini kok bisa-bisanya dengan mudah diberhentikan,” katanya.

    Sedikit kilas balik, Ega menuturkan bahwa dalam kurun waktu kepemimpinan Kapolres Serang Kota saat ini, yaitu AKBP Maruli, banyak terjadi tindakan yang dianggap telah melanggar aturan, bahkan mengancam demokrasi.

    “Sebagai contoh, ketika demisioner Ketua Umum HMI MPO Cabang Serang dan pimpinan Komisariat Unbaja periode kemarin ditangkap dan ditahan selama hampir satu hari oleh Satreskrim Polres Serang Kota, hanya karena kami ingin menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo,” ujarnya.

    Ia mengatakan bahwa hal tersebut sudah sangat mencederai demokrasi, dan melanggar aturan. Karena menurutnya, dalam Undang-undang nomor 9 tahun 1998 tidak ada larangan untuk menyampaikan aspirasi di hadapan Presiden.

    “Terlebih kami sangat ingat betul, kami tidak berorasi atau unjuk rasa seperti halnya yang biasa dilakukan. Kami hanya ingin membentangkan poster dengan tulisan ayat suci al-Quran, mendoakan beliau (Jokowi) agar menjadi pemimpin yang adil,” katanya.

    Termasuk pada saat akan digelar aksi protes di Markas Polres Serang Kota, dimana pada saat itu anggota dari Polres Serang Kota menghalau massa aksi di persimpangan lampu merah menuju Mapolres.

    “Kan sudah jelas bahwa dalam Undang-undang nomor 9 itu, Markas Kepolisian tidak termasuk tempat yang dilarang untuk menggelar unjuk rasa. Maka dari itu, ini jelas-jelas merupakan bobroknya Kapolres Serang Kota dalam memimpin,” tegasnya.

    Ia pun mendesak agar Kapolres Serang Kota untuk secara jantan mengakui kesalahan dari para anak buahnya, baik dari kasus penculikan hingga pemberhentian penyidikan kasus pemerkosaan penyandang disabilitas.

    “Tidak ada anak buah yang salah, tapi pimpinannya yang salah. Karena tentu baik tindakan penculikan maupun pemberhentian kasus pemerkosaan itu atas persetujuan Kapolres. Jadi lebih baik minta maaf dan mundur atau silahkan pimpinan baik Polda maupun Polri segera mencopot Kapolres Serang Kota. Dari pada wilayah hukum di bawah Polres Serang Kota ini terus tidak kondusif,” tegasnya.

    Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Ahiles Hutapea, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon tidak mau merespon banyak mengenai hal tersebut. Ia pun menyuruh agar pihak yang mendesak agar Kapolres meminta maaf dan mengundurkan diri untuk datang ke Polres Serang Kota.

    “Suruh datang ke Polres aja, nanti kita temui. Datang ke Polres nanti dihadapkan pada Kasatreskrim yang bagian penyidikan, nanti tinggal ketemu. Begitu aja. Ini kan atas nama Polres, nah penanganan penyidikan ada di Reskrim, nanti siapa yang mengoordinir silahkan ketemu, biar kami tahu,” katanya.

    Sementara Kabid Humas Polda Banten, Kombes Shinto Silitonga, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp belum kunjung membalas.

    Untuk diketahui, dilaksanakannya gelar perkara khusus oleh Polda Banten atas penghentian penyidikan kasus pemerkosaan disabilitas asal Kasemen, lantaran banyaknya protes yang dilakukan oleh masyarakat dan rekomendasi yang diberikan oleh Kompolnas.

    Juru bicara Kompolnas, Poengky Indarti, mengatakan bahwa Kompolnas akan melakukan klarifikasi terhadap perkara tersebut. Ia pun meminta agar segera dilakukan pemeriksaan terhadap penyidik yang ditugaskan pada perkara itu.

    “Kami merekomendasikan Wassidik dan Propam turun untuk memeriksa penyidik kasus tersebut,” ujar Poengky dalam rilis yang diterima.

    Poengky menilai, kasus perkosaan bukan merupakan delik aduan. Sehingga meskipun pelapor bermaksud mencabut kasus, proses pidananya tetap harus berjalan. Selain itu, restorative justice pun tidak bisa dilakukan untuk kasus pemerkosaan.

    “Alasan restorative justice itu untuk kasus-kasus pidana yang sifatnya ringan. Bukan kasus perkosaan, apalagi terhadap difabel yang wajib dilindungi. Dalam kasus ini, sensitivitas penyidik harus tinggi,” tegas Poengky.

    Ia pun menyayangkan jika penyidik menghentikan penyidikan terhadap dua pelaku dugaan perkosaan, dengan alasan laporan sudah dicabut. Ia menegaskan bahwa polisi memiliki tugas melakukan kontrol sosial dengan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan.

    “Alasan pencabutan laporan karena adanya perdamaian dengan cara kesediaan pelaku untuk menikahi korban yang telah hamil 6 bulan juga perlu dikritisi, mengingat pelaku sebelumnya telah tega memerkosa korban. Sehingga aneh jika kemudian menikahkan pelaku pemerkosaan dengan korban,” tuturnya.

    (MUF/ENK)

  • Pengedar dan Kurir Sabu Dicokok Saat Transaksi di Tirtayasa

    Pengedar dan Kurir Sabu Dicokok Saat Transaksi di Tirtayasa

    SERANG, BANPOS- Pengedar dan kurir narkoba warga Kecamatan Tirtayasa dicokok Tim Opsnal Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Serang di dua lokasi berbeda di Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang.

    SA alias Bendol (29) warga Desa Samparwadi, Kecamatan Tirtayasa, ditangkap saat akan menempel sabu pesanan di pinggir jalan tidak jauh dari rumahnya pada Kamis (27/1) sekitar pukul 23:00 WIB.

    Sedangkan tersangka FE alias Aspuro (22) ditangkap saat nongkrong disebuah warung tidak jauh dari rumahnya di Desa Samparwadi, Kecamatan Tirtayasa, Jumat (28/1) sekitar pukul 00:30.

    Dari masing-masing tersangka, petugas mengamankan barang bukti 2 paket sabu yang ditemukan dalam kantong celana.

    Kapolres Serang AKBP Yudha Satria menjelaskan penangkapan terhadap pengedar dan kurir sabu ini setelah Tim Satresnarkoba menerima laporan dari masyarakat tentang adanya bisnis sabu.

    Berbekal dari laporan tersebut, Tim Opsnal yang dipimpin Ipda Jonathan Sirait langsung diterjunkan untuk melakukan penyelidikan.

    “Personil Opsnal berhasil mengamankan tersangka SA alias Bendol dengan barang bukti 2 paket sabu yang ditemukan dalam kantong celana. Saat ditangkap, tersangka akan menempel sabu yang sudah dibeli pemesan,” terang Kapolres didampingi Kasatresnarkoba Iptu Michael K Tandayu, Sabtu (29/1).

    Dalam pemeriksaan, tersangka Bendol mengaku bahwa dirinya hanya diperintah oleh FE alias Aspuro untuk menyimpan sabu di lokasi yang ditentukan. Tersangka juga mengaku sudah 1 bulan membantu FE menyimpan sabu yang sudah dibeli pemesan dengan diimingi imbalan.

    Setelah mengetahui identitas dan rumah si pemilik sabu, Tim Opsnal langsung bergerak melakukan penangkapan. Tersangka FE yang tinggal se kampung dengan tersangka Bendol berhasil diamankan saat nongkrong di sebuah warung tidak jauh dari rumahnya pada Jumat (28/1) sekitar pukul 00:30 dini hari.

    “Tersangka FE berhasil diamankan sekitar 1 jam setelah Bendol ditangkap. Dari tersangka FE petugas juga mendapatkan barang bukti sabu sebanyak 2 paket dari saku celana,” terang Yudha Satria.

    Sementara Kasatresnarkoba Iptu Michael K Tandayu menambahkan tersangka FE mendapatkan sabu dari seorang bandar sabu yang mengaku bernama Dede warga Tangerang. Bisnis sabu ini, kata Michael, sudah dijalani FE selama satu tahun dengan alasan menganggur.

    “FE mengaku sudah 1 tahun mendapat pasokan sabu dari warga Tangerang namun lokasi tidak tau karena transaksi melalui telepon. Alasan berbisnis sabu untuk kebutuhan sehari-hari karena menganggur,” kata Michael.

    Michael menjelaskan atas perbuatannya kedua tersangka dijerat Pasal 112 ayat (1) UU.RI No. 35 Th. 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman paling singkat 4 tahun dan maksimal 12 tahun penjara.

    (MUF/AZM)

  • Pemeriksaan Skandal BOP PAUD Disebut Sandiwara

    Pemeriksaan Skandal BOP PAUD Disebut Sandiwara

    PANDEGLANG, BANPOS – Terkait dengan kasus dugaan pemotongan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) di 672 lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kabupaten Pandeglang, yang saat ini sedang dilakukan Pemeriksaan Khusus (Riksus) oleh Inspektorat Kabupaten Pandeglang. Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Kabupaten Pandeglang menilai pemeriksaannya lamban dan terkesan mengulur waktu.

    Ketua DPC GMNI Kabupaten Pandeglang, TB Affandi mengatakan, Riksus dugaan pemotongan BOP PAUD yang dilakukan oleh Inspektorat Pandeglang lambat dan tidak jelas progress pemeriksaannya.

    “Jangan-jangan Inspektorat bersandiwara dalam melakukan Riksus dugaan pemotongan BOP PAUD agar terlihat melakukan pemeriksaan saja di mata publik, karena hingga kini progress pemeriksaannya tidak jelas,” kata TB Affandi kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp, Minggu (30/1).

    Selain itu, inspektorat juga dalam memeriksa pengelola PAUD hanya orang-orang yang telah dipilih oleh seseorang, sehingga informasi yang diterima dari pengelola PAUD satu suara.

    “Sudah menjadi rahasia umum bahwa hampir seluruh pengelola PAUD tidak berani dan takut untuk menyampaikan fakta sebenarnya, sehingga hasil pemeriksaannya sama. Ada pengelola PAUD yang berani menyampaikan adanya pembelian buku dan dalam pembeliannya dibawah tekanan, ini malah belum pernah dipanggil,” ujarnya.

    Menurutnya, jika Inspektorat hanya memanggil pengelola PAUD yang tidak berani menyampaikan fakta. Pihaknya menilai bahwa Inspektorat sedang memainkan peran dalam sebuah sinetron yang ujung ceritanya happy ending bagi seseorang yang diduga terlibat dalam dugaan pemotongan BOP PAUD.

    “Kalau Riksus nya seperti itu, saya kira Inspektorat sedang memainkan peran dalam sebuah kisah sinetron yang berujung happy ending bagi pemeran utamanya,” ucapnya.

    Oleh karena itu, untuk memastikan sejauh mana pemeriksaan yang sudah dilakukan oleh Inspektorat. Pihaknya akan melakukan aksi unjuk rasa.

    “Kita akan unjuk rasa untuk menanyakan progress pemeriksaannya,” tegasnya.

    (DHE/PBN)

  • Gercep Tangani Kasus Bea Cukai Soetta, Kejati Banten Dipuji Legislator Golkar

    Gercep Tangani Kasus Bea Cukai Soetta, Kejati Banten Dipuji Legislator Golkar

    JAKARTA, BANPOS – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Supriansa mengapresiasi jajaran Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten yang berhasil menyita duit Rp 1,1 miliar dari Kantor Pelayanan Umum Ditjen Bea Cukai Tipe C Bandara Soekarno Hatta (Soetta). Duit tersebut diduga merupakan hasil pemerasan terhadap perusahaan jasa titipan.

    “Saya memberikan apresiasi kepada jajaran Kejati Banten atas upaya kerja cepatnya melakukan penggeledahan terhadap kantor Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta,” ujar Supriansa kepada RM.id, Kamis (27/1).

    Menurut dia, kasus dugaan pemerasan itu telah dilaporkan secara resmi oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada Kejati Banten beberapa waktu yang lalu.

    “Dan saya sudah mengetahui hal tersebut sebelum Rapat Kerja dengan jajaran Jaksa Agung melalui informasi dari mas Boyamin Saiman,” ujarnya.

    Supriansa pun meminta Kejati Banten tidak ragu mengusut tuntas siapa-siapa yang terlibat dalam kasus ini.

    Sebelumnya, Penyidik Kejati Banten menggeledah Kantor Pelayanan Umum Ditjen Bea Cukai Tipe C Bandara Soetta. Dalam penggeledahan tersebut Kajati Banten berhasil menyita sejumlah uang senilai lebih dari Rp1,1 Miliar. Selain itu, penyidik menyita sejumlah dokumen-dokumen terkait sekitar satu koper.

    Kasi Penkum Kejati Banten, Ivan H Siahaan mengatakan, penyitaan tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan terhadap perusahaan jasa titipan di Bandara Soekarno-Hatta yang dilakukan oleh oknum pegawai Bea dan Cukai Kantor Pelayanan Utama Tipe C Soekarno Hatta.

    Ia mengungkapkan penyitaan dilakukan setelah mendapatkan penetapan izin dari Pengadilan Negeri Tangerang. Menurutnya, dalam kegiatan penyitaan tersebut pihak Bea Cukai Soetta kooperatif dalam memberikan dokumen-dokumen yang diperlukan, sehingga berjalan lancar.

    (DIT/ENK/RMID)

  • Uang Rp1 Miliar Disita Dari Kantor Ditjen Bea Cukai Soetta

    Uang Rp1 Miliar Disita Dari Kantor Ditjen Bea Cukai Soetta

    TANGERANG, BANPOS – Penyidik Kejati Banten menggeledah kantor pelayanan umum Ditjen Bea Cukai Tipe C Soekarno-Hatta (Soetta). Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah dokumen dan uang sebesar Rp1.169.900.000.

    Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, mengatakan bahwa setelah perkara dugaan pemerasan dan pungli di Bandara Soetta dinaikkan status menjadi penyidikan, bidang Pidana Khusus (Pidsus) pada Kejati Banten langsung melakukan penggeledahan terhadap kantor Pelayanan Umum Bea Cukai Tipe C Soetta.

    “Secara gerak cepat maka pada hari ini Kamis tanggal 27 Januari 2022 sekira pukul 11.00, Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Banten sekitar lima orang yang langsung dipimpin oleh Asisten Pidana Khusus Iwan Ginting, telah melakukan penyitaan terhadap beberapa dokumen dan barang bukti di Kantor Pelayanan Umum Ditjen Bea Cukai Tipe C Soekarno Hatta,” ujarnya, Kamis (27/1).

    Ivan menuturkan bahwa penyitaan tersebut dilakukan setelah Kejati Banten mendapatkan penetapan izin dari Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.

    “Bahwa dalam kegiatan penyitaan tersebut pihak Bea Cukai Soetta kooperatif dalam memberikan dokumen-dokumen yang diperlukan, sehingga berjalan lancar,” katanya.

    Menurutnya, sejumlah barang bukti berupa dokumen dan uang tunai, berhasil disita oleh Pidsus Kejati Banten.

    “Adapun yang berhasil disita dalam kegiatan tersebut, yaitu uang sejumlah Rp1.169.900.000, dokumen-dokumen terkait perkara dimaksud, yang jumlahnya sekitar satu koper, untuk selanjutnya dijadikan barang bukti dalam perkara dimaksud,” ungkapnya.

    Selain melakukan penggeledahan dan penyitaan, Pidsus Kejati Banten pun melakukan pemeriksaan terhadap sebanyak empat orang saksi di ruang riksa tindak pidana khusus. Saksi tersebut berasal dari pihak swasta, untuk dimintai keterangan terkait perkara itu.

    “Proses penyitaan tersebut dilakukan selama kurang lebih 2,5 jam. Selanjutnya Tim Penyidik kembali ke kantor Kejati Banten,” tandasnya.

    (DZH/PBN)

  • Darurat Narkoba di Pandeglang, Dari IRT Hingga Honorer Tersangkut Kasus

    Darurat Narkoba di Pandeglang, Dari IRT Hingga Honorer Tersangkut Kasus

    PANDEGLANG, BANPOS – Setelah sebelumnya, honorer ditangkap pesta sabu, kali ini, dua orang Ibu Rumah Tangga (IRT) di Kabupaten Pandeglang, nekat menjadi pengedar narkoba jenis sabu. Akibatnya, IRT berinisial EN (27) dan (DS), warga Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang ini, diringkus personel Satres Narkoba Polres Pandeglang, di rumahnya masing-masing, Minggu (11/1) lalu. Sementara itu, oknum pegawai honorer Pemkab Pandeglang, berinisial DO dan YA, yang ditangkap jajaran Polres Pandeglang, karena kedapatan mengonsumsi sabu, terancam dipecat.

    Kasat Narkoba Polres Pandeglang, AKP Ilman Robiana mengatakan, hasil dari informasi masyarakat, akhirnya pihaknya berhasil menangkap dua orang wanita yang menjadi pengedar sabu di wilayah Pandeglang.

    “Kami tangkap keduanya di rumahnya masing-masing, di Kelurahan Kabayan, Pandeglang, pekan lalu (Minggu, 11/1/2022),” kata AKP Ilman, Kamis (27/1).

    Katanya, wanita yang berprofesi ibu rumah tangga yang pertama tertangkap, EN, di kediamannya sekitar pukul 00.30 WIB. Dari situlah, pihaknya bisa mendapatkan informasi pelaku lainnya.

    “Setelah diinterogasi, tersangka EN mengakui sabu tersebut ia simpan di rumah rekannya, DS, dan pukul 03.15 WIB tersangka DS diamankan,” tambahnya.

    Dari tersangka DS-lah, pihaknya berhasil mengamankan barang bukti sabu di kediamannya. Bahkan, barang bukti sebanyak 28,98 gram itu sudah siap diedarkan oleh para pelaku.

    “Barang bukti puluhan paket sabu siap edar yang dikemas dalam cangkang permen, kami dapatkan dari DS. Total barang buktinya itu ada sebanyak 28,98 gram sabu. Saat ini, barang bukti berikut tersangka sudah diamankan di Mapolres Pandeglang,” ujarnya lagi.

    Wakapolres Pandeglang, Kompol Andi Suwandi menegaskan, dari pengakuan para tersangka, barang haram tersebut mereka dapat dari seseorang berinisial T di wilayah Tangerang, yang kini statusnya masuk Daftar Pencarian Orang (DPO)

    “Mereka biasa mendapatkan barang dari seseorang di wilayah Tangerang dengan cara memesan terlebih dahulu dan nantinya mereka ketemu langsung. Saya menduga mereka sudah lama mengedarkan sabu karena saat penangkapan mereka ini sangat tenang,” ungkapnya.

    Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya ,para tersangka bakal dijerat dengan pasal 114 ayat (2) Jo pasal 112 ayat (2) Undang-undang RI nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman 20 tahun kurungan penjara.

    Terpisah, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Pandeglang, M. Amri menyatakan, honorer yang tertangkap tangan sedang mengkonsumsi narkoba itu, bisa langsung dipecat tanpa harus melalui proses apapun.

    “Kalau tertangkap tangan sedang pesta narkoba, tidak harus diperiksa lagi. Artinya, tidak harus melalui pemeriksaan layaknya Aparatur Sipil Negara (ASN), bisa langsung dipecat saja,” tegas Amri.

    Namun, kebijakannya bukan ada di BKPSDM. Tetapi ada di masing-masing Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang bersangkutan, atau tempat para honorer itu bekerja.

    “Kalau tentang tindakan atau sanksi, bisa diberikan langsung oleh OPD-nya. Aturannya langsung saja OPD-nya, kalau bisa pecat langsung. Kecuali ASN, harus melalui Inspektorat dulu,” tambahnya.

    Sejauh ini, pihaknya belum menerima laporan secara resmi dari OPD yang bersangkutan. Namun untuk memastikan kabar itu, ia langsung berkoordinasi dengan jajaran Polres Pandeglang.

    “Saya coba telusuri dari inisial (Do dan YA), yang disebutkan pihak Kepolisian, dan betul bahwa yang narkoba itu adalah pegawai honorer Kabupaten Pandeglang. Keduanya, bekerja di OPD berbeda di lingkungan Pemkab Pandeglang,” tandasnya.

    (PBN/BNN)

  • SP3 Kasus Pemerkosaan oleh Polres Serang Kota Langgar Aturan

    SP3 Kasus Pemerkosaan oleh Polres Serang Kota Langgar Aturan

    SERANG, BANPOS – Bidpropam dan Bagian Pengawasan Penyidikan (Bagwasidik) Ditreskrimum Polda Banten menilai, penghentian penyidikan atau SP3 perkara pemerkosaan penyandang disabilitas prematur dan tidak sesuai Peraturan Kepolisian (Perpol). Hal itu mengemuka usai dilaksanakannya pemeriksaan serta audit, atas penanganan perkara pemerkosaan penyandang disabilitas yang dilakukan oleh Satreskrim Polres Serang Kota.

    “Polda Banten sejak Jumat lalu telah melakukan pemeriksaan dan audit penyidikan perkara pemerkosaan gadis difabel, sesuai hasil diskusi dengan Komisioner Kompolnas, Poengki Indarti, juga mendengarkan masukan dari beberapa pihak,” kata Kabidhumas Polda Banten, Kombes Shinto Silitonga, Rabu (26/1).

    Menurut Shinto, Kapolda Banten, Irjen Pol Rudy Heriyanto, menaruh perhatian besar terhadap pendapat para tokoh dan dinamika informasi di media, terkait penanganan perkara pemerkosaan gadis penyandang disabilitas tersebut.

    Menurut Shinto, Kapolda Banten memonitor langsung pelaksanaan pemeriksaan dan audit penyidikan yang dilakukan Polda Banten.

    “Kapolda Banten menginstruksikan kepada tim pemeriksa dan tim audit penyidikan untuk memprioritaskan rasa adil bagi korban dengan mendengarkan masukan dari banyak pihak,” katanya.

    Salah satu temuan signifikan pada pemeriksaan dan audit tersebut adalah, penghentian penyidikan yang dilakukan Satreskrim Polres Serang Kota terlalu prematur dan tidak sesuai dengan Perpol Nomor 8 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

    “Benar ada permohonan pencabutan laporan polisi sebagai salah satu syarat restorative justice, namun penghentian penyidikan tidak seharusnya dilakukan oleh penyidik, melainkan tetap melanjutkan perkaranya hingga dapat disidangkan ke pengadilan,” jelasnya.

    Guna memenuhi rasa keadilan, Bidpropam dan Bagwasidik Ditreskrimum Polda Banten merekomendasikan agar Polres Serang Kota melakukan gelar perkara khusus terkait keluarnya SP3, dengan asistensi langsung dari Bidpropam dan Bagwasidik Ditreskrimum Polda Banten.

    Gelar tersebut diagendakan akan dilaksanakan di Ruang Gelar Ditreskrimum pada Rabu (26/1) pagi yang diikuti oleh penyidik Satreskrim Polres Serang Kota, Bidpropam Polda Banten bersama dengan fungsi pengawasan dari Inspektorat Polda Banten.

    “Gelar perkara khusus merupakan tindak lanjut pengawasan Polda Banten terhadap penghentian penyidikan yang dilakukan oleh Polres Serang Kota, dan ini sesuai dengan Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif,” ucapnya.

    Sementara hingga pukul 17.52 WIB, saat dihubungi kembali Shinto menuturkan bahwa belum ada hasil dari gelar perkara khusus tersebut. “Kami masih menunggu lembar rekom (rekomendasi-Red) dari Krimum,” tandasnya.

    Sebelumnya diketahui, pembebasan pemerkosa penyandang disabilitas mendapat sorotan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Lembaga yang salah satu tugasnya mengawasi kinerja Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tersebut menilai bahwa pembebasan pelaku atas dasar restorative justice tidak bisa dibenarkan.

    Bahkan, Kompolnas meminta bagian Pengawasan dan Penyidikan (Wassidik) dan Propam Polda Banten, untuk memeriksa penyidik yang menangani perkara dugaan pemerkosaan penyandang disabilitas tersebut. Apalagi Polres Serang Kota telah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

    Juru bicara Kompolnas, Poengky Indarti, mengatakan bahwa Kompolnas akan melakukan klarifikasi terhadap perkara tersebut. Ia pun meminta agar segera dilakukan pemeriksaan terhadap penyidik yang ditugaskan pada perkara itu.

    “Kami merekomendasikan Wassidik dan Propam turun untuk memeriksa penyidik kasus tersebut,” ujar Poengky dalam rilis yang diterima.

    Sementara, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Nur’aeni, mengaku miris dan kecewa dengan langkah restorative justice yang dilakukan oleh Polres Serang Kota, atas kasus pemerkosaan disabilitas mental asal Kecamatan Kasemen, Kota Serang.

    Menurut Nur’aeni, restorative justice yang ditempuh oleh Polres Serang Kota sehingga membebaskan para pelaku, sangat bertentangan dengan semangat dari pemerintah pusat dalam mengentaskan masalah kekerasan seksual.

    “DPR dalam paripurna sudah mengetok RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), untuk masuk ke Prolegnas tahun 2022. Namun anehnya, di daerah justru muncul kasus seperti ini. Berarti daerah masih setengah-setengah dalam memandang masalah ini,” ujarnya.

    Politisi perempuan asal Partai Demokrat ini menegaskan, langkah pembebasan pelaku pemerkosaan oleh Polres Serang Kota dapat berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.

    (DZH/PBN)

  • Puluhan Napi Lapas Cilegon Dikirim ke Nusakambangan

    Puluhan Napi Lapas Cilegon Dikirim ke Nusakambangan

    CILEGON BANPOS – Puluhan narapidana narkoba dari Lapas Kelas IIA Serang dan Lapas Kelas IIA Cilegon dipindah ke Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (25/1) malam. Pemindahan napi narkoba itu dilakukan lantaran mereka terindikasi kendalikan peredaran narkoba dari dalam jeruji besi.

    Berdasarkan data Kantor Wilayah Kemenkumham Banten, total keseluruhan napi yang dipindah ke Lapas Nusakambangan berjumlah 58 orang. Jumlah tersebut terdiri atas 55 napi kasus narkoba dan tiga napi kasus pembunuhan yang high risk.

    Kalapas Kelas IIA Cilegon Sudirman Jaya mengatakan, pihaknya memberangkatkan 40 napi yang mayoritas divonis hukuman mati dan seumur hidup. “Semuanya itu terindikasi menjadi bandar-bandar narkoba, yang masih dalam kategori high risk (Resiko tinggi-red),” kata Sudirman kepada awak media saat ditemui di kantornya, Rabu (26/1).

    Sudirman mengatakan penentuan high risk napi yang dipindah ke Lapas Nusakambangan berdasarkan hasil assessment. “Mereka menyatakan bahwa orang ini (puluhan napi yang dipindahkan) berpeluang untuk melakukan tindak pidana lagi, dan melihat juga kasus-kasus mereka yang sebelumnya,” tuturnya.

    Lebih lanjut, puluhan napi narkoba dari Lapas Kelas II Cilegon juga terindikasi masih mengendalikan narkoba dari dalam lapas. “(Mereka) terindikasi sebanyak 40 orang mengendalikan narkoba. Belum ada bukti mereka mengendalikan dan berpeluang untuk mengendalikan, jadi untuk memutus itu kita gerak cepat kita sikat,” pungkasnya.

    Sementara itu, Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kanwil Kemenkumham Banten Masjuno membenarkan adanya puluhan narapidana yang dipindahkan ke Nusakambangan, Jateng.

    “Benar, total ada 58 narapidana yang dipindahkan dari Lapas Kelas IIA Cilegon dan Lapas Kelas IIA Serang. 55 orang merupakan narapidana kasus narkoba sedang 3 orang lainnya adalah narapidana kasus pembunuhan dengan kategori High Risk,” katanya.

    Dikatakan Juno sapaan akrabnya, pemindahan narapidana bandar narkoba ke Lapas dilakukan dengan pengawalan keamanan yang ketat itu merupakan salah satu bentuk komitmen Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Banten dalam memberantas peredaran narkoba. Serta sebagai upaya meminimalisir adanya gangguan keamanan dan ketertiban.

    “Kami sangat berkomitmen untuk memerangi peredaran gelap narkoba. Tidak main-main,” tegasnya.

    Juno mengatakan, komitmen tersebut dibuktikan dengan mengirimkan narapidana kategori bandar ke Lapas Super Maximum Security Nusakambangan. “Ini tak lain bertujuan untuk memutus mata rantai peredaran narkoba,” tandasnya.

    (LUK/RUL)

  • Tiga Honorer Pemkab Pandeglang dan Pemprov Banten Tertangkap Kolaborasi Pakai Sabu

    Tiga Honorer Pemkab Pandeglang dan Pemprov Banten Tertangkap Kolaborasi Pakai Sabu

    PANDEGLANG, BANPOS – Sedang asik pesta sabu didepan Stadion Badak Pandeglang, tiga orang pegawai honorer yatiu DO, YA dan ER diciduk jajaran Satresnarkoba Polres Pandeglang.

    “Ketiga orang honorer yang berhasil ditangkap yakni DO dan YA yang berprofesi sebagai honorer di Kabupaten Pandeglang, dan satu orang lagi berinisial ER yang berstatus sebagai honorer di Provinsi. Ketiganya ditangkap saat sedang pesta sabu didalam sebuah mobil di depan Stadion Badak Pandeglang,” kata Wakapolres Pandeglang, Kompol Andi Suwandi saat konferensi pers di Mapolres Pandeglang, Rabu (26/1).

    Kronologis kejadian tersebut, lanjut Andi, pada hari Kamis (13/1) lalu, sekitar pukul 14.30 WIB bertempat dipinggir jalan depan Stadion Badak Pandeglang di Kampung Kuranten, Kelurahan Saruni, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang telah terjadi tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh pelaku DO, ER dan YA.

    “Pada saat ditangkap oleh anggota Satresnarkoba Polres Pandeglang, mereka sedang pesta narkotika jenis sabu didalam mobil merk Toyota Avanza warna hitam, dengan Nopol A 1826 KH. Ketika di lakukan penggeledahan terhadap saudara DO, ditemukan barang bukti berupa satu bungkus plastik klip bening berisikan narkotika jenis sabu,” terangnya.

    Selain itu, tambah Andi, ditemukan juga barang bukti berupa alat hisap sabu dan satu bungkus rokok merk Sampoerna Mild yang di dalamnya terdapat satu linting narkotika jenis ganja. Sedangkan di tangan YA tidak ditemukan barang bukti.

    “Selanjutnya menginterogasi saudara ER dan mengaku jika narkotika tersebut dibeli secara patungan kepada saudara BOY yang kini DPO,” ujarnya.

    Kemudian lanjut Andi lagi, uang pembelian sabu tersebut oleh ER ditransfer kepada AC. Selanjutnya, sekitar pukul 15.00 WIB dilakukan penangkapan terhadap AC disebuah warung kopi di Kecamatan Pandeglang.

    “Para tersangka dijerat pasal 112 ayat 1 dan pasal 114 ayat 1, dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun. Dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009, tentang Narkotika dengan hukuman maksimal hukuman mati,” ungkapnya.

    (dhe)