Kategori: HUKRIM

  • Penyidik Polres Serang Kota Diperiksa Karena Beri Restorative Justice Pada Kasus Pemerkosaan

    Penyidik Polres Serang Kota Diperiksa Karena Beri Restorative Justice Pada Kasus Pemerkosaan

    SERANG, BANPOS – Pembebasan pemerkosa penyandang disabilitas mendapat sorotan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Lembaga yang salah satu tugasnya mengawasi kinerja Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tersebut menilai bahwa pembebasan pelaku atas dasar restorative justice tidak bisa dibenarkan.

    Bahkan, Kompolnas meminta bagian Pengawasan dan Penyidikan (Wassidik) dan Propam Polda Banten, untuk memeriksa penyidik yang menangani perkara dugaan pemerkosaan penyandang disabilitas tersebut. Apalagi Polres Serang Kota telah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

    Juru bicara Kompolnas, Poengky Indarti, mengatakan bahwa Kompolnas akan melakukan klarifikasi terhadap perkara tersebut. Ia pun meminta agar segera dilakukan pemeriksaan terhadap penyidik yang ditugaskan pada perkara itu.

    “Kami merekomendasikan Wassidik dan Propam turun untuk memeriksa penyidik kasus tersebut,” ujar Poengky dalam rilis yang diterima.

    Poengky menilai, kasus perkosaan bukan merupakan delik aduan. Sehingga meskipun pelapor bermaksud mencabut kasus, proses pidananya tetap harus berjalan. Selain itu, restorative justice pun tidak bisa dilakukan untuk kasus pemerkosaan.

    “Alasan restorative justice itu untuk kasus-kasus pidana yang sifatnya ringan. Bukan kasus perkosaan, apalagi terhadap difabel yang wajib dilindungi. Dalam kasus ini, sensitivitas penyidik harus tinggi,” tegas Poengky.

    Ia pun menyayangkan jika penyidik menghentikan penyidikan terhadap dua pelaku dugaan perkosaan, dengan alasan laporan sudah dicabut. Ia menegaskan bahwa polisi memiliki tugas melakukan kontrol sosial dengan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan.

    “Alasan pencabutan laporan karena adanya perdamaian dengan cara kesediaan pelaku untuk menikahi korban yang telah hamil 6 bulan juga perlu dikritisi, mengingat pelaku sebelumnya telah tega memerkosa korban. Sehingga aneh jika kemudian menikahkan pelaku perkosaan dengan korban,” tuturnya.

    Di tempat terpisah, Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Hutapea, mengaku akan meneliti kembali penangguhan dua tersangka pemerkosa yang sebelumnya ditahan selama 41 hari sejak 27 November 2021.

    “Kami sudah melakukan restorative justice, karena keinginan kedua belah pihak. Tapi, kalau ada masukan-masukan akan kami teliti kembali. Bisa dilanjutkan. Memang ini (restorative justice) inisiatif pelapor karena dasar kemanusiaan,” terangnya.

    Sementara itu, Polda Banten pun langsung menindaklanjuti rekomendasi dari Kompolnas dengan melakukan pemeriksaan terhadap penyidik yang menangani perkara pemerkosan gadis disabilitas mental asal Kecamatan Kasemen itu.

    Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Shinto Silitonga, dalam keterangan tertulisnya mengatakan bahwa Polda Banten menindaklanjuti rekomendasi dan saran dari Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti.

    “Polda Banten menurunkan personel dari tim Bidpropam untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap para penyidik yang melakukan penanganan perkara pemerkosaan gadis difabel,” ujar Shinto pada Jumat (21/1).

    Selain itu, Shinto menuturkan bahwa Polda Banten juga mengerahkan tim Wassidik Ditreskrimum untuk melakukan fungsi pengawasan terkait penerapan restorative justice yang dilakukan oleh Polres Serang Kota.

    “Apakah sesuai dengan ketentuan dalam Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif,” kata Shinto.

    Dikecam DPR RI

    ANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Nur’aeni, mengaku miris dan kecewa dengan langkah restorative justice yang dilakukan oleh Polres Serang Kota, atas kasus pemerkosaan disabilitas mental asal Kecamatan Kasemen, Kota Serang.

    Menurut Nur’aeni, restorative justice yang ditempuh oleh Polres Serang Kota sehingga membebaskan para pelaku, sangat bertentangan dengan semangat dari pemerintah pusat dalam mengentaskan masalah kekerasan seksual.

    “DPR dalam paripurna sudah mengetok RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), untuk masuk ke Prolegnas tahun 2022. Namun anehnya, di daerah justru muncul kasus seperti ini. Berarti daerah masih setengah-setengah dalam memandang masalah ini,” ujarnya.

    Polres Serang Kota pun menurutnya, masih memandang masalah tindak kekerasan seksual, apalagi terhadap penyandang disabilitas, sebagai perkara yang biasa, sampai-sampai pelakunya dibebaskan. Ia menegaskan bahwa hal itu tidak boleh terjadi lagi.

    “Ini yang tidak benar menurut saya. Jangan berikan ruang bagi pelaku pemerkosaan, apalagi dibebaskan dengan dalih apapun. Meskipun diklaim sudah dilakukan upaya perdamaian secara kekeluargaan,” tegasnya.

    Politisi perempuan asal Partai Demokrat ini menegaskan, langkah pembebasan pelaku pemerkosaan oleh Polres Serang Kota dapat berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.

    “Kalau seandainya setiap kasus pemerkosaan dilakukan lewat cara-cara perdamaian ataupun ada lobi, ini tidak akan membuat efek jera. Walaupun ada dalih ini kan untuk melindungi korban karena difabel, khawatir ada ancaman. Makanya, perlu pendampingan khusus. Karena ini bukan kasus ecek-ecek, ini kasus pemerkosaan yang merupakan pelanggaran HAM, terlebih terhadap disabilitas,” ungkapnya.

    Ia pun menyayangkan dinikahinya korban dengan salah satu pelaku. Menurutnya, perlu diusut siapa yang berinisiatif untuk mengambil langkah perdamaian melalui pernikahan itu. Karena menurutnya, hal itu bisa mengarah pada kekerasan seksual yang lebih jauh lagi.

    “Jadi mengapa bisa diputuskan dengan mudah? Kan ini bukan persoalan yang gampang. Jangan mentang-mentang hamil lalu dinikahkan. Kalau menurut saya, ini bukan menyelesaikan satu persoalan, malah akan menambah persoalan yang baru bagi si korban,” tandasnya.

    Sementara itu, Sekretaris Umum HMI MPO Cabang Serang, Ega Mahendra, mengatakan bahwa diputuskannya langkah Restorative Justice terhadap perkara pemerkosaan penyandang disabilitas, merupakan salah berpikir dari Polres Serang Kota atas konsep Restorative Justice.

    “Kalau kasus pemerkosaan ini bisa dilakukan Restorative Justice cukup dengan keterangan bahwa pelaku siap menikahi korban, tentu akan banyak kasus pemerkosaan-pemerkosaan lainnya. Tinggal kuat-kuatan relasi dan harta kalau seperti itu. Jelas ini merupakan salah pikir terkait Restorative Justice,” ujarnya.

    Di sisi lain, pelaku pemerkosaan terdiri dari dua orang. Salah satu klausul perdamaian yang disebut merupakan keinginan dari pihak keluarga, mewajibkan pelaku untuk menikahi korban serta menafkahi lahir batin hingga akhir hayatnya.

    “Menurut saya ini aneh, karena dari dua orang ini, siapa yang akan menikahi? Atas dasar apa dia yang harus menikahi? Keduanya kan sama-sama pelaku. Tidak mungkin keduanya menikahi korban. Artinya, kalau hanya satu orang yang akan menikahi, mengapa pelaku lainnya dibebaskan. Ini jelas tidak adil,” tegasnya.

    Selain itu menurutnya, secara aturan Islam pun dilarang untuk menikahi wanita yang tengah hamil di luar pernikahan. Sebab, hal itu akan terjadi bias nasab, meskipun jika sudah jelas siapa ayah kandungnya tetap tidak bisa dinasabkan kepada sang ayah.

    “Apalagi berdasarkan informasi yang perwakilan kami dapatkan pada saat turun ke lapangan, ternyata pernikahan korban dengan pelaku tidak dihadiri oleh Wali dari korban. Jelas ini merupakan bentuk permainan terhadap agama dan hukum,” ungkapnya.

    Pernikahan yang terjadi antara korban dan salah satu pelaku pun dikhawatirkan oleh pihaknya, malah menambah permasalahan yang dialami korban. Sebab, bisa saja korban mengalami trauma terhadap pelaku, dan dipaksa untuk tinggal serumah dengan ikatan pernikahan yang ia anggap sebagai paksaan.

    “Kalau dinikahkan, apa enggak ada ketakutan bahwa si korban malah akan tersiksa lahiriah dan batiniyah. Justru korban akan tertekan dinikahkan dengan salah satu pelaku, karna korban dinikahkan bukan dengan orang yang dia sukai, justru yang dia benci saat ini,” ucapnya.

    Maka dari itu, ia pun mendesak agar negara, khususnya Pemerintah Kota Serang, untuk turun tangan mengambil alih hak asuh korban, dan dijadikan sebagai tanggungan negara. Karena, pihak keluarga korban pun sangat sulit untuk dipercaya, mengingat salah satu pelaku merupakan paman korban, dan yang mewakili korban merupakan bibi dari korban yang diduga istri pelaku.

    “Korban ini tengah hamil enam bulan. Ini seharusnya menjadi tanggungan negara, agar dirawat oleh Pemerintah Kota Serang karena pihak keluarga pun tidak bisa menjaganya. Supaya korban memiliki rasa aman dan kenyamanan pada dirinya, sebagai proses pemulihan atas kejadian itu,” ungkapnya.

    Ia pun mendesak Polres Serang Kota untuk mencabut keputusan Restorative Justice yang dibuat, dan membuka kembali penyelidikan kasus tersebut. Sebab tanpa laporan pun, kasus pemerkosaan tetap bisa diselidiki oleh Kepolisian lantaran bukan delik aduan.

    “Kami mendesak Polres Serang Kota untuk menindak kasus kejahatan seksual ini dengan tuntas dan pelaku harus dihukum, jangan sampai dibiarkan begitu saja. Ini adalah delik biasa, maka dari itu walaupun tidak ada laporan, polisi harus menindak pelaku kejahatan tersebut. Jangan biarkan predator seksual berkeliaran,” tandasnya.

    (DZH/ENK)

  • Begini Cara Rubah Bentuk dan Ganti Warna Kendaraan Bermotor di STNK dan BPKB

    Begini Cara Rubah Bentuk dan Ganti Warna Kendaraan Bermotor di STNK dan BPKB

    SERANG, BANPOS – Memodifikasi tampilan kendaraan kesayangan wajar untuk dilakukan. Meski begitu, jangan lupa melaporkan pengubahan tampilan mobil atau sepeda motor tersebut ke Kepolisian. Tidak terkecuali modifikasi berupa penggantian bentuk dan warna dasar kendaraan karena tidak sesuai standar.

    Secara hukum, kewajiban pelaporan perubahan bentuk dan warna kendaraan diatur dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang menjelaskan bahwa bahwa setiap kendaraan wajib dilakukan registrasi termasuk registrasi perubahan identitas kendaraan dan pemiliknya.

    Rubah Bentuk Ganti Warna (Rubentina) merupakan istilah yang digunakan ketika terjadi perubahan atau modifikasi pada kendaraan bermotor dimana perubahan atau modifikasi tersebut sehingga mengubah persyaratan konstruksi dan material. Oleh karena itu, kendaraan bermotor tersebut wajib melakukan regident ulang.

    Dirlantas Polda Banten Kombes Pol Budi Mulyanto menjelaskan bahwa ada beberapa dokumen persyaratan yang perlu disiapkan terkait Rubentina. “Persyaratannya yaitu KTP (Asli), Identitas Perusahaan (NIB, NPWP, Ijin Lokasi Usaha dan surat kuasa), STNK (Asli), BPKB Asli dan Fotokopi dan surat Keterangan Rubah bentuk/warna dari bengkel yang memiliki NPWP dan SIUP,” kata Budi Mulyanto, Minggu (23/01).

    Lebih lanjut Budi Mulyanto menjelaskan alur permohonan pengubahan data di STNK dan BPKB yaitu Pemohon mengisi formulir permohonan.

    “Isi data kendaraan bermotor pada formulir yang telah disediakan, Ke Loket Tata Usaha untuk membuat Berita Acara Rubentina, Cek fisik Ranmor, Pembayaran PNBP untuk BPKB dan STNK, Pendaftaran BPKB ke Polda atau Polres yaitu menyerahkan dokumen kendaraan yang telah dilengkapi dengan blanko cek fisik, formulir permohonan STNK dan nomor register yang telah didapatkan dari bagian BPKB untuk diteruskan ke bagian pendaftaran agar diteliti, Perekaman data oleh petugas, Pembayaran PKB dan SWDKLLAJ, Pencetakan STNK dan BPKB,” ujar Budi Mulyanto.

    Rinciannya biaya PNBP STNK untuk kendaraan bermotor roda dua atau tiga adalah Rp 100.000 per penerbitan. Sementara bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih ialah Rp 200.000. Rincian biaya PNBP BPKB untuk kendaraan bermotor roda dua atau tiga adalah Rp225.000 per penerbitan dan kendaraan bermotor roda empat atau lebih ialah Rp375.000.

    “Mari kita tertib administrasi dengan melakukan uji tipe dan registrasi serta identifikasi ulang kendaraan bermotor milik kita yang telah dimodifikasi sehingga data kendaraan bermotor yang ada di kantor samsat sesuai dengan fisik kendaraan,” tutup Budi.

    (MUF)

  • Melawan, Gembong Pencurian Mobil Asal Pandenglang Dibedil Tim Resmob

    Melawan, Gembong Pencurian Mobil Asal Pandenglang Dibedil Tim Resmob

    SERANG, BANPOS- Gembong pencurian mobil spesialis kendaraan pickup atau bak terbuka berhasil diringkus Tim Reserse Mobile (Resmob) Polres Serang. Selain pelaku pencurian, Tim Resmob juga mengamankan tersangka So alias Rehan (40), perantara penjualan mobil hasil pencurian.

    Tersangka TK alias Aceng (28) warga Kampung Batu Lingga, Desa Kadu Maneuh, Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang ditangkap di tempat persembunyiannya di wilayah Jasinga Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

    Tersangka yang merupakan diburu personil Satreskrim jajaran Polda Banten ini terpaksa dilumpuhkan dengan timah panas karena melakukan perlawanan saat diminta menunjukkan tempat persembunyiannya tersangka lainnya.

    “Petugas terpaksa melakukan tindakan tegas dan terukur karena melakukan perlawanan saat diminta menunjukkan tempat persembunyiannya tersangka lainnya,” terang Kapolres Serang AKBP Yudha Satria didampingi Kasatreskrim AKP Dedi Mirza, Minggu (23/1/2022).

    Kapolres menjelaskan pengungkapan kasus pencurian spesialis mobil bak terbuka ini merupakan tindak lanjut dari laporan Vidia Mainda (33) warga Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang pada Minggu (26/12/2022).

    Dalam laporannya, korban menceritakan telah kehilangan mobil Carry Futura pick up A 8625 AF yang di parkir di garasi berikut tabung gas melon sebanyak 32 buah yang ada di atas mobil.

    “Berbekal dari laporan tersebut, Tim Resmob langsung bergerak melakukan penyelidikan,” ungkap Kapolres.

    Dari hasil penyelidikan diketahui, para pelaku pencurian berada di daerah Jasinga. Tanpa membuang waktu, Tim Resmob yang dipimpin Kasatreskrim AKP Dedi Mirza, Kamis (20/1), bergerak ke lokasi persembunyian pelaku dan berhasil menangkap tersangka TK saat sedang tidur di tempat kontrakannya.

    “Dari keterangan TK, aksi pencurian mobil dilakukan bersama RD alias Kaceng, juga warga Kecamatan Banjar, yang tinggal masih di sekitaran Jasinga dibantu So alias Rehan perantara penjualan mobil curian,” ungkap Kapolres.

    Berbekal pengakuannya, tersangka RK langsung digelandang menunjukkan persembunyian RD alias Kaceng. Namun saat rumah kontrakannya digerebeg, tersangka RD tidak ada di tempat.

    “Saat menunjukan persembunyian Kaceng, tersangka TK mencoba melakukan perlawanan dan terpaksa dilakukan tindak tegas dan terukur. Setelah itu, tim kembali bergerak dan berhasil meringkus tersangka Rehan,” kata Yudha Satria.

    Tersangka TK alias Aceng, kata Kapolres, diketahui merupakan residivis dan tercatat baru bebas dari Rutan Serang pada 2020 dalam kasus yang sama. Setelah bebas, tersangka TK kembali berulah dan mengakui 4 kali mencuri mobil di wilayah hukum Polres Serang.

    “Diakui 4 kali mencuri mobil di wilayah hukum Polres Serang. Tersangka merupakan buruan jajaran Polda Banten karena melakukan aksi serupa di wilayah Pandeglang, Lebak, Kota Serang dan Cilegon. Untuk tersangka RD alias Kaceng masih dalam pencarian,” tandasnya.

    Barang bukti yang diamankan dari tersangka, 1 unit mobil Daihatsu Grand Max hasil kejahatan, Honda Vario, 11 buah songket, 1 kunci T dan 6 mata kunci T, 2 golok, obeng dan palu yang merupakan sarana kejahatan. (RED)

  • MAKI Laporkan Pejabat Bea Cukai Bandara Soetta Karena Dugaan Pemerasan dan Pungli

    MAKI Laporkan Pejabat Bea Cukai Bandara Soetta Karena Dugaan Pemerasan dan Pungli

    TANGERANG, BANPOS – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan tindak pemerasan dan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum pejabat Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten.

    Dalam laporannya, oknum pejabat Bea Cukai Bandara Soetta itu memeras perusahaan jasa ekspedisi sebesar Rp5 ribu per kilogram barang yang dikirimkan dari luar negeri. Jika tidak dipenuhi, perusahaan jasa ekspedisi tersebut akan ditutup. Total uang yang dikuras oleh oknum tersebut pada satu perusahaan, mencapai hingga Rp1,7 miliar.

    Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan bahwa pelaporan dugaan pemerasan dan pungli itu merupakan hasil koordinasi dengan Menkopolhukam, Mahfud MD. Sehingga pafa 8 Januari lalu, dirinya pun langsung berkirim surat kepada Kejati Banten, melalui sarana media elektronik.
     
    “Adanya dugaan pemerasan/pungli yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) di Bea dan Cukai berdinas di Bandara Soekarno Hatta Tangerang, dimana peristiwa tersebut terjadi pada bulan April 2020 hingga bulan April 2021 atau tepatnya selama setahun,” ujar Boyamin dalam rilis yang diterima BANPOS, Sabtu (22/1).

    Menurutnya, dugaan pemerasan dan pungli tersebut dilakukan dengan modus menekan kepada sebuah perusahaan jasa ekspedisi yaitu PT. SQKSS baik secara tertulis maupun lisan atau verbal.

    “Tertulis berupa surat peringatan tanpa alasan yang jelas dan verbal berupa ancaman penutupan usaha perusahaan tersebut. Semua dilakukan oknum tersebut dengan harapan permintaan oknum pegawai dipenuhi oleh perusahaan,” katanya.
     
    Boyamin mengatakan, oknum tersebut diduga meminta uang setoran sebesar Rp5 ribu per kilogram barang kiriman dari luar negeri. Namun, pihak perusahaan hanya mampu memberikan sebesar Rp1 ribu per kilogram.

    “Oleh sebab itu usahanya terus mengalami gangguan selama satu tahun, baik verbal maupun tertulis. Meskipun perusahaan telah melakukan pembayaran dugaan pemerasan/pungli, menurut oknum tersebut jumlah yang dibayarkan di bawah harapan sehingga akan ditutup usahanya, meskipun berulang kali perusahaan telah menjelaskan kondisi keuangan sedang sulit karena terpengaruh kondisi Covid-19,” terangnya.
     
    Ia mengatakan, oknum tersebut berinisial AB yang merupakan pejabat bea cukai setingkat Eselon III dengan jabatan sejenis Kepala Bidang, dan inisial VI merupakan pejabat setingkat Eselon IV dengan jabatan sejenis Kepala Seksi di kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta Tangerang.
     
    “Modus dugaan pemerasan/pungli adalah Terlapor menelpon dan meminta pertemuan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur. Untuk menghilangkan jejak, terlapor pada saat pertemuan meminta agar nomor HP orang keuangan dan staffnya yang terlibat dalam penyerahan uang selama setahun diserahkan dan diganti nomor karena takut disadap,” katanya.

    Ia menduga, kedua oknum itu menghubungi pihak perusahaan melalui sambungan telepon untuk meminta ‘jatah’ mereka agar dapat segera diserahkan. “Akhirnya terlaksana penyerahan uang  dugaan nominal sekitar Rp1,7 miliar,” ucapnya.

    Ia pun menduga masih banyak perusahaan lainnya yang menjadi korban pemerasan dan pungli oleh oknum Bea Cukai Bandara Soetta tersebut. Namun yang berani untuk buka suara, hanya satu perusahaan saja. Kemungkinan, perusahaan yang lain lebih memilih tetap mempertahankan kelangsungan usaha mereka.

    “Laporan aduan dugaan pemerasan/pungli ini telah mendapat tanggapan untuk ditindaklanjuti oleh Kejati Banten. MAKI akan mengawal laporan ini dalam bentuk mengajukan gugatan Praperadilan apabila mangkrak proses penanganannya,” tandasnya.

    (RUS/DZH/ENK)

  • Dua Warga Cilegon Jadi Korban Kecelakaan Maut di Balikpapan

    Dua Warga Cilegon Jadi Korban Kecelakaan Maut di Balikpapan

    SERANG, BANPOS – Kecelakaan maut yang terjadi di simpang traffic light Muara Rapak, Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (21/1) pagi. Lima orang tewas dalam peristiwa itu, termasuk dua orang warga Cilegon.

    Dalam peristiwa itu, truk toronton dengan nomor polisi KT 8534 AJ menabrak lebih dari 20 kendaraan yang sedang berhenti karena traffic light sedang berwarna merah. Diduga rem kendaraan sudah tidak berfungsi.

    Nahasnya, lima orang warga yang sedang mengantri di lampu merah, tewas dalam peristiwa itu. Pihak kepolisian mengkonfirmasi ada dua warga Kota Cilegon yang ikut tewas di rumah sakit setelah terlibat dalam kecelakaan.

    “Benar, ada dua korban laka lantas di Turunan Muara Tak Balikpapan yang merupakan warga Cilegon atas nama Jhon Efendi Harahap (38) warga Citangkil Cilegon, saat ini keluarga masih menunggu kedatangan jenazah di kediaman. Untuk korban kedua adalah Juni Dedi Ricardo Saragih (44) warga Gedong Dalem Kecamatan Jombang Kota Cilegon, informasi awal jenazah akan dibawa ke Medan,” kata Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol. Shinto Silitonga, Jumat (21/1).

    Selanjutnya Shinto Silitonga mengatakan sesuai dengan informasi dari Ditlantas Polda Kaltim, kedua korban diketahui menggunakan motor dalam posisi berboncengan, pasca laka dibawa ke RS Kanujoso Balikpapan dan meninggal dunia di rumah sakit tersebut,” ujar Shinto Silitonga.

    Shinto menyampaikan Kapolda Banten turut berdukacita yang mendalam atas meninggalnya warga Cilegon Banten dalam kecelakaan maut di Balikpapan. “Atas nama Polda Banten kami turut berduka cita atas meninggalnya warga Cilegon pada kecelakaan tersebut,” tutur Shinto.

    Terpisah, Kapolres Cilegon AKBP Sigit Haryono menyampaikan bahwa personel Satlantas Polres Cilegon telah berkunjung ke rumah salah satu korban kecelakaan maut di Balikpapan, yaitu mendiang Deddy Ricardo Saragih . Selain menyampaikan ucapan belasungkawa, pihak kepolisian juga akan membantu proses kepulangan ke rumah duka untuk proses pemakaman.

    “Polres Cilegon akan membantu pengawalan kepulangan jenazah ke rumah duka sampai dengan proses pemakaman kemudian kami juga akan berkoordinasi dengan PT Jasa Raharja untuk mempermudah pencairan santunan kecelakaan lalu lintas,” ujar Sigit.(ENK)

  • Kapolres Serang Pimpin Sertijab Wakapolres

    Kapolres Serang Pimpin Sertijab Wakapolres

    SERANG, BANPOS – Kapolres Serang, AKBP Yudha Satria, memimpin upacara serah terima jabatan (sertijab) Wakil Kepala Kepolisian (Wakapolres) dari Kompol Feby Harianto kepada Kompol Rahmat Sampurno.

    Mutasi orang kedua tingkat Polres ini dilakukan menyusul turunnya Surat Telegram (TR) Kapolda Banten, bernomor ST/ 1 /I/KEP./2022 tertanggal (4/1). Upacara sertijab dilakukan di halaman Mapolres Serang, Jumat (21/1), dengan protokol kesehatan yang ketat.

    Setelah menyerahkan jabatan Wakapolres, Kompol Feby Harianto selanjutkan akan bertugas di Direktorat Reserse Kriminal Khusus sebagai Kanit 2 Subdit 3. Sementara, Kompol Rahmat Sampurno, sebelumnya menjabat Wakapolres Pandeglang.

    Kepada Kompol Rahmat Sampurno, Kapolres Serang mengucapkan selamat datang dan segera menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang baru. Karena situasi ke depan tidak bisa dianggap enteng, mengingat banyak kegiatan yang akan dihadapi.

    “Dengan pengalaman sebagai Wakapolres Pandeglang saya yakin dan percaya akan mampu melaksanakan tugas tersebut,” ujar Yudha Satria.

    Yudha juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kompol Feby Harianto, yang telah melaksanakan tugas di Polres Serang lebih kurang 5 bulan. Ia juga berharap di tempat yang baru akan lebih berprestasi lagi.

    “Kepada ibu Iis Feby, saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang telah membantu Ketua Cabang Bhayangkari dalam membimbing ibu-ibu Bhayangkari,” tandasnya. (MUF)

  • Seluruh Terdakwa Hibah Ponpes Divonis Bersalah, Hakim Minta Kasus Dilanjut

    SERANG, BANPOS – Majelis Hakim yang menyidangkan perkara korupsi hibah Ponpes menjatuhkan vonis bersalah bagi seluruh terdakwa. Selain itu, Majelis Hakim pun menyeret beberapa pihak yakni TAPD Provinsi Banten, BPKAD Provinsi Banten, FSPP, Dikri dan ratusan Ponpes penerima hibah pada tahun 2020 sebagai pihak yang turut terlibat dan bertanggungjawab atas perkara itu.

    Dalam perjalanan persidangan, majelis hakim memberikan berbagai pertimbangan dalam menjatuhi hukuman terhadap kelima terdakwa. Seperti pertimbangan untuk terdakwa Irvan Santoso dan Toton Suriawinata, yang disebut terbukti telah menguntungkan FSPP dalam perkara tersebut.

    “Majelis Hakim berpendapat bahwa FSPP telah diuntungkan oleh terdakwa 1 (Irvan Santoso) dan terdakwa 2 (Toton Suriawinata) sebesar Rp2 miliar lebih,” ujar Ketua Majelis Hakim, Slamet Widodo, di persidangan dengan agenda putusan yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Serang, Kamis (20/1).

    Selain itu, dalam pertimbangannya Majelis Hakim mengatakan bahwa pihaknya tidak sependapat dengan perhitungan yang dilakukan ahli mengenai kerugian negara. Sebab, terdapat beberapa pertimbangan yang seharusnya dilihat pada saat penentuan kerugian negara.

    Dalam perhitungan ahli, disebutkan bahwa terjadi kerugian total pada pencairan dana hibah Ponpes tahun 2018 sebesar Rp66,280 miliar. Ahli berpendapat bahwa penetapan terjadinya kerugian total tersebut karena hibah dicairkan kepada FSPP yang disebut bukan merupakan penerima yang berhak.

    Namun, Majelis Hakim berpendapat bahwa meskipun demikian, perlu dilihat dari sudut pandang asas manfaat. Majelis Hakim memandang bahwa dari total anggaran hibah yang disalurkan kepada Ponpes melalui FSPP, lebih dari setengahnya telah diterima oleh Ponpes dan telah dibuatkan pertanggungjawabannya.

    Adapun dari sudut pandang tersebut, maka yang dianggap kerugian negara oleh Majelis Hakim adalah penggunaan anggaran hibah oleh kurang lebih 562 Ponpes yang tidak dapat dipertanggungjawabkan senilai Rp11,250 miliar.

    Di sisi lain, Majelis Hakim berpendapat bahwa terdapat kerugian negara pada pengalokasian dana hibah tahun 2018, yang ditujukan untuk biaya operasional FSPP. Kerugian tersebut sebesar Rp2,890 miliar, sehingga kerugian keseluruhan dari pencairan hibah tahun 2018 sebesar kurang lebih Rp14,100 miliar.

    Sementara pada tahun 2020, Majelis Hakim berpendapat bahwa terdapat kerugian negara sebesar Rp5,256 miliar. Kerugian tersebut terdiri dari kerugian yang ditimbulkan oleh keuntungan yang diambil oleh terdakwa sebesar Rp96 juta.

    “Dan dari 173 pondok pesantren yang tidak memenuhi syarat, tidak tercatat pada data EMIS dan tidak memiliki IJOP namun menerima hibah dengan nilai total Rp5,164 miliar,” ungkap Majelis Hakim.

    Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa para terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituntut oleh JPU dalam dakwaan primer. Namun Hakim berpendapat bahwa para terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider.

    Maka dari itu, Majelis Hakim menerima nota pembelaan yang disampaikan oleh para terdakwa untuk dapat meringankan hukum yang akan dijatuhkan kepada para terdakwa. Selain itu juga, Majelis Hakim berpendapat bahwa untuk menuntaskan permasalahan pencairan dana hibah Ponpes tahun 2018 dan 2020, maka harus ada pihak lain yang bertanggungjawab.

    “Yaitu TAPD Provinsi Banten dan BPKAD selaku PPKD yang menjabat saat itu. Serta pihak FSPP selaku penerima hibah tahun 2018. Demikian pula dengan kegiatan pemberian hibah pada tahun anggaran 2020, yaitu 173 Ponpes yang tidak memiliki syarat menerima hibah namun menerima hibah, serta saudara Dikri Hafdiansyah selaku inisiator pemotongan hibah (Pandeglang),” tutur Majelis Hakim.

    Dalam amar putusannya, Majelis Hakim memvonis Irvan Santoso dan Toton Suriawinata hukuman pidana penjara selama 4 tahun 4 bulan, serta denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan apabila tidak dapat dibayarkan.

    Sedangkan Epieh Saepudin dan Tb. Asep Subhi divonis pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan. Adapun Agus Gunawan divonis 1 tahun 8 bulan dengan pidana denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan.

    “Menghukum terdakwa Asep Subhi untuk membayar uang pengganti sebesar Rp96 juta. Jika tidak membayar uang pengganti paling lambat satu bulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa untuk dilelang. Jika terdakwa tidak memiliki harta benda untuk disita, maka dipidana penjara selama satu tahun,” kata Slamet Widodo.

    Kuasa hukum Toton Suriawinata, Fahad Surahman, mengatakan bahwa pihaknya puas dengan putusan yang ditetapkan oleh Majelis Hakim. Sebab menurutnya, putusan itu sudah sangat adil dan bijaksana karena menyeret sejumlah pihak lainnya yang memang seharusnya bertanggungjawab.

    “Bahwa dalam fakta persidangan, TAPD dan BPKAD itu tidak disebutkan. Ternyata pada fakta persidangan pada akhirnya mereka harus bertanggungjawab kan. Jadi dengan putusan ini, saya sangat mengapresiasinya,” ujarnya.

    Menurutnya, baik TAPD, BPKAD maupun FSPP sekali pun memang harus turut dimintai pertanggungjawabannya. Jangan sampai pertanggungjawaban hanya dibebankan kepada klien mereka.

    “Kalau sudah diputuskan oleh Majelis Hakim, penyidik Kejati harus menindaklanjuti. Kalau tidak ditindaklanjuti, maka saya selaku pengacara Toton, saya akan praperadilankan itu penyidik Kejati Banten. Itu kan sudah jelas dalam putusan majelis,” tandasnya.

    (DZH)

  • Anggota DPR RI Kecewa Pemerkosa Disabilitas Dapat Restorative Justice

    Anggota DPR RI Kecewa Pemerkosa Disabilitas Dapat Restorative Justice

    SERANG, BANPOS – Anggota DPR RI, Nur’aeni, mengaku miris dan kecewa dengan langkah restorative justice yang dilakukan oleh Polres Serang Kota, atas kasus pemerkosaan disabilitas mental asal Kecamatan Kasemen, Kota Serang.

    Menurut Nur’aeni, restorative justice yang ditempuh oleh Polres Serang Kota sehingga membebaskan para pelaku, sangat bertentangan dengan semangat dari pemerintah pusat dalam mengentaskan masalah kekerasan seksual.

    “DPR dalam paripurna sudah mengetok RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), untuk masuk ke Prolegnas tahun 2022. Namun anehnya, di daerah justru muncul kasus seperti ini. Berarti daerah masih setengah-setengah dalam memandang masalah ini,” ujarnya melalui sambungan telepon, Kamis (20/1).

    Polres Serang Kota pun menurutnya, masih memandang masalah tindak kekerasan seksual, apalagi terhadap penyandang disabilitas, sebagai perkara yang biasa, sampai-sampai pelakunya dibebaskan. Ia menegaskan bahwa hal itu tidak boleh terjadi lagi.

    “Ini yang tidak benar menurut saya. Jangan berikan ruang bagi pelaku pemerkosaan, apalagi dibebaskan dengan dalih apapun. Meskipun diklaim sudah dilakukan upaya perdamaian secara kekeluargaan,” tegasnya.

    Politisi perempuan asal Partai Demokrat ini menegaskan, langkah pembebasan pelaku pemerkosaan oleh Polres Serang Kota dapat berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.

    “Kalau seandainya setiap kasus pemerkosaan dilakukan lewat cara-cara perdamaian ataupun ada lobi, ini tidak akan membuat efek jera. Walaupun ada dalih ini kan untuk melindungi korban karena difabel, khawatir ada ancaman. Makanya, perlu pendampingan khusus. Karena ini bukan kasus ecek-ecek, ini kasus pemerkosaan yang merupakan pelanggaran HAM, terlebih terhadap disabilitas,” ungkapnya.

    Ia pun menyayangkan dinikahinya korban dengan salah satu pelaku. Menurutnya, perlu diusut siapa yang berinisiatif untuk mengambil langkah perdamaian melalui pernikahan itu. Karena menurutnya, hal itu bisa mengarah pada kekerasan seksual yang lebih jauh lagi.

    “Jadi mengapa bisa diputuskan dengan mudah? Kan ini bukan persoalan yang gampang. Jangan mentang-mentang hamil lalu dinikahkan. Kalau menurut saya, ini bukan menyelesaikan satu persoalan, malah akan menambah persoalan yang baru bagi si korban,” tandasnya.

    (DZH)

  • Kena Razia, Pedagang Miras Ancam Petugas Pakai Gunting

    Kena Razia, Pedagang Miras Ancam Petugas Pakai Gunting

    TANGERANG, BANPOS – Puluhan botol minuman keras (keras) berbagai merk disita petugas tramtib Kecamatan Karawaci, Kamis, (20/01) dini hari. Operasi yang digelar rutin ini sempat mendapat perlawanan dan adu mulut dengan pemilik kios miras.

    Jajaran Tramtib Kecamatan Karawaci bahkan sempat diancam oleh pemilik kios jamu di Cimone menggunakan gunting ketika hendak menyita miras. Beruntung, aksi ini tak sampai melukai para petugas.

    Kendati demikian, ketegangan itu tak berlangsung lama. Sebab, petugas menegaskan kepada pemilik kios bakal mendapat ancaman pidana atas perbuatannya. Pedagang jamu tersebut akhirnya bersedia puluhan botol minuman kerasnya disita petugas.

    “Resistensi atau perlawanan dari penjaja minuman keras sudah menjadi hal yang biasa dalam setiap kegiatan penertiban yang rutin jajaran trantib lakukan,” ujar Camat Karawaci, Wawan Fauzi.

    “Namun setelah kita berikan pemahaman dengan pendekatan persuasif alhamdulillah hingga saat ini tidak ada gesekan,” tambah Wawan.

    Ia menuturkan, penertiban minuman beralkohol di seluruh wilayah Kecamatan Karawaci dirasa perlu dilakukan secara rutin. Lantaran ia menilai beberapa kegiatan yang berpotensi mengganggu kenyamanan dan ketentraman masyarakat banyak dipicu dari dampak negatif mengkonsumsi minuman keras.

    “Kami dari jajaran Trantib Kecamatan Karawaci alhamdulilah telah berhasil melakukan penertiban Minuman keras yang kami sita dari beberapa titik diwilayah kecamatan Karawaci,” kata Wawan.

    Ia mengaku akan terus terus konsisten menjaga keamanan dan ketertiban Kecamatan Karawaci dari peredaran minuman keras dengan terus berkoordinasi dengan Satpol PP Kota Tangerang.

    “Miras sitaan ini kami akan serahkan ke Satuan Polisi Pamong Praja untuk selanjutnya dimusnahkan,” imbuhnya.

    Meski begitu, ia mengaku kegiatan penertiban minuman keras yang rutin digelarnya tersebut tidak akan berjalan maksimal tanpa ada peran serta dari masyarakat yang turut serta dalam memberantas peredaran minuman keras diwilayah kecamatan Karawaci. “Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk melaporkan kepada kami segala kegiatan yang berpotensi mengganggu kenyamanan dan ketertiban, karna tanpa ada peran serta dari masyarakat kegiatan yang rutin kami lakukan tidak akan maksimal,” pungkasnya.

    (IRFAN/MADE/BNN)

  • PWI dan Kejati Banten Teken MoU Sinergi Penegakan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers

    PWI dan Kejati Banten Teken MoU Sinergi Penegakan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers

    SERANG, BANPOS – Guna meningkatkan sinergitas, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Banten melakukan penandatanganan nota kesapatan atau MoU di Aula Kejati Banten pada Kamis 20 Januari 2022.

    MoU ini mencakup koordinasi, komunikasi, dan konsultasi dalam mendukung bidang penegakan hukum dan perlindungan kemerdekan pers dan juga pemberian keterangan ahli dari Dewan Pers serta meningkatkan SDM melalui pendidikan dan pelatihan.

    Masih dalam nota kesepakatan, MoU ini juga memuat tentang kerjasama peningkatan kesadaran hukum masyarakat dan sosialisasi terkait penerapan UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, UU No. 11 tahun 2021 tentang perubahan atas UU No. 16 tahun 2004 tentang kejaksaan negara republik indonesia, dan UU No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik serta pembentukan kelompok kerja (Pokja) atau media center PWI pada Kejaksaan negeri di wilayah hukum di Kejaksaan Tinggi Banten. Terakhir MoU ini juga mencakup kerjasama desiminasi dan publikasi informasi antar kedua belah pihak.

    Selain itu, pada kesempatan tersebut, Ketua PWI Banten, Rian Nopandra juga secara simbolis memberikan penghargaan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Reda Manthovani atas keterbukaan informasi publik kepada insan pers di Provinsi Banten yang selanjutnya secara resmi akan diserahkan pada puncak peringatan Hari Pers Nasional 2022 tingkat Provinsi Banten yang akan digelar setelah HPN tingkat nasional 2022 di Kendari 9 Februari mendatang.

    Turut hadir, Kejati Banten Reda Manthovani, Asintel Adhyaksa Darma Yulionto, Kasi Penkum Ivan Siahaan, para kepala Kejari se-Banten (via zoom), Ketua PWI Banten Rian Nopandra, Sekretaris Dewan Kehormatan Media Sucahya, Sekretaris PWI Banten, Nasrudin (via zoom), Ketua SIWO Banten Badrudin, Bendahara Opik Rahman Malik, Ketua Seksi Hubungan Antar Lembaga, Mulyadi, Ketua PWI Kabupaten Serang Wisnu Anggoro, Ketua PWI Unit Kota Serang Akbar, Wakil Ketua PWI Kota Serang, Iman Esa Firmansyah, Ketua PWI Kabupaten Tangerang Sangki Wahyudin, Ketua PWI Cilegon Adi Adam, Wakil Ketua PWI Cilegon Madsari, Ketua PWI Kota Tangerang Abdul Madjid, Ketua PWI Lebak Fahdi Khalid, Ketua PWI Pandeglang Iman Faturahman, Ketua PWI Tangsel Ahmad Eko Nursanto dan tamu undangan lainnya.

    Kejati Banten Reda Manthovani dalam sambutannya mengatakan, MoU ini merupakan bentuk komitmen sinergits antara Kejati Banten dengan PWI Banten.

    “MoU ini sebagai momentum yang bersejarah bagi Kejati Banten dengan PWI Banten karena untuk yang pertama kalinya,” tegasnya.

    “PWI ini wadah wartawan-wartawan professional, keberadaannya diakui oleh Dewan Pers karena bagian dari konstituennya. Jika ada wartawan yang macam-macam melanggar kode etik jurnalistik bisa dilaporkan melalui PWI ini, begitu pun dengan kami, jika ada Jaksa yang nakal laporkan,” imbuh Reda.

    Kejati Banten pun menutup sambutan dengan pantun. “Ke Pasar Riau beli tas, tas dibeli untuk pak minten, bersama pers yang berkualitas, kita mengawal untuk Banten,” ucap Reda yang mempunyai background jurnalis ini.

    Sementara itu, Ketua PWI Banten Rian Nopandra mengapresiasi Kajati Banten atas keterbukaan informasi kepada insan pers.

    “Saya cerita sedikit, kami PWI Banten mengirim surat untuk audensi bersama Kajati, dan yang luar biasanya pak Kajati yang bersilaturahmi ke Sekretariat kami PWI Banten,” ungkapnya.

    Ia berharap, jika MoU ini tidak hanya sebatas di tingkat Provinsi Banten. “Saya harap nanti Ketua PWI Kota dan Kabupaten se-Banten untuk melanjutkan MoU. Semoga Kejari di tingkat Kabupaten Kota cepat merespon untuk kerjasama yang berkesinambungan ini,” ucap pria yang akrab disapa Opan ini.(MUF/AZM)