Kategori: HUKRIM

  • Eks Dirjen Kemendagri Dicecar KPK Soal Aliran Dana Pengurusan PEN Daerah

    Eks Dirjen Kemendagri Dicecar KPK Soal Aliran Dana Pengurusan PEN Daerah

    JAKARTA, BANPOS – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya aliran dana dalam proses pengurusan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN Daerah) untuk wilayah Kolaka Timur. Hal ini didalami penyidik komisi antirasuah saat memeriksa mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Ardian Noervianto, Rabu (19/1).

    “Dikonfirmasi antara lain mengenai adanya dugaan aliran sejumlah dana dalam pengurusan dana PEN untuk beberapa pihak yang terkait dengan perkara ini dan dikonfirmasi lebih jauh mengenai proses pengajuan dana PEN untuk wilayah Kabupaten Kolaka Timur,” ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Kamis (20/1).

    Usai digarap, kemarin, Ardian mengaku dirinya dikonfirmasi penyidik komisi antirasuah soal prosedur peminjaman Dana PEN Daerah. “Soal Dana PEN. Soal prosedur saja,” ujarnya, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (19/1).

    Hanya sebatas itu yang dikatakan Ardian. Selebihnya, dia meminta wartawan untuk menanyakannya ke penyidik. Misalnya, saat ditanya prosedur peminjaman Dana PEN Daerah di Kemendagri. “Tanya penyidik ya,” jawab Ardian.

    Begitu pun, saat ditanya soal persetujuan Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur terhadap peminjaman Dana PEN Daerah. Ini bukan kali pertama Ardian diperiksa dalam kasus dugaan suap tersebut. Sebelumnya pada Selasa (11/1), dia juga telah diperiksa oleh penyidik KPK.

    Saat itu, Ardian dicecar penyidik KPK terkait mekanisme dan dugaan pemeberian uang untuk memperlancar pengajuan dana PEN Daerah itu. Namun, KPK tak menyebut jumlah uang maupun pihak yang diduga menerima.

    “Dikonfirmasi antara lain terkait mekanisme pengajuan pinjaman dana PEN dan dugaan adanya aliran sejumlah uang untuk memperlancar proses pengajuan pinjaman tersebut,” ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, saat itu.

    Ardian, juga sudah dicegah KPK ke luar negeri selama 6 bulan. Dia dicopot dari jabatannya oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mencopotnya pada 19 November 2021.

    Kasus ini merupakan pengembangan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Kolaka Timur yang menjerat Andi Merya Nur dan Kepala BPBD Kolaka Timur Anzarullah.

    KPK belum mengumumkan para tersangka dalam kasus ini. Kebijakan di era pimpinan Firli Bahuri cs, pengumuman tersangka dilakukan ketika ada penangkapan atau penahanan.

    (OKT/ENK/RMID)

  • Marak Tawuran Pelajar, Kapolres Metro Tangerang Kota Buru Pengrajin Sajam

    Marak Tawuran Pelajar, Kapolres Metro Tangerang Kota Buru Pengrajin Sajam

    TANGERANG, BANPOS- Polres Metro Tangerang mengamankan dua orang siswa yang akan hendak melakukan tawuran di Wilayah Jati Uwung, Kota Tangerang. Dari siswa yang dinamakan polisi mengamankan dua buah senjata tajam yang akan digunakan untuk tawuran.

    Kapolres metro Tangerang kota Komisaris besar Polisi (Kombespol) Komarudin mengapresiasi masyarakat yang segera melaporkan adanya aksi tawuran pelajar sehingga dapat ditindak dan diamankan para pelaku tawuran.

    “Kita menindaklanjuti informasi dari masyarakat terkait dengan aksi anak anak remaja yang berencana akan tawuran. Pada kesempatan ini Kita mengapresiasi terimakasih Kepada masyarakat yang melaporkan dengan cepat kepada kami untuk segera kita tindak lanjuti. Dan kejadian kemaren pukul 14.00 WIB bisa segera bisa kita tindak lanjuti dan di amankan dua orang anak yang didapati membawa sajam,”ujar Kapolres saat mendatangi Polsek Jati Uwung, Rabu (19/1).

    Melihat barang bukti senjata tajam yang digunakan untuk tawuran, Kapolres memerintahkan jajarannya untuk memburu pengrajin senjata tajam yang digunakan oleh para pelajar.

    “Kalo kita liat fenomenanya saat ini banyak Sajam Sajam yang digunakan oleh pelajar itu seperti produk rumahan, seperti buatan memang kita tidak jarang menemukan membuat sedemikian rupa menyerupai Sajam dan memang bentuknya seperti tajam mematikan. Oleh karenanya ini akan kita buru termasuk kedua kelompok pelajar ataupun siapa itu yang membuat resah masyarakat akan kita buru,” tegasnya.

    Kapolres kedepan mengajak peran serta masyarakat untuk berpartisipasi menjaga tatanan lingkungan kita untuk tetep kondusif cukup dengan melaporkan cepat dan tepat.

    ” Silahkan sekrang jaman digitalisasi masyarakat bisa merekam bisa memfoto kirimkan kepada kami untuk segera kita hutu pelaku pelaku ini. Kita tegaskan kita tidak mentolerir kepada pelaku pelaku yang meresahkan masyarakat,” katanya. (AZM)

  • KPK OTT Hakim, Diduga Kasus Suap Pengurusan Perkara

    KPK OTT Hakim, Diduga Kasus Suap Pengurusan Perkara

    JAKARTA, BANPOS – Tim Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan hakim, panitera pengganti dan pengacara saat menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (19/1). Ketiganya saat ini masih menjalani pemeriksaan awal di Surabaya.

    Selain menangkap ketiga orang itu, tim juga berhasil mengamankan uang yang dikabarkan berjumlah ratusan juta rupiah.

    Uang itu diduga merupakan pemulus alias suap dari pengacara untuk hakim dan panitera terkait pengurusan perkara yang sedang diproses di Pengadilan Negeri Surabaya.

    “Benar, KPK telah melakukan giat tangkap tangan di PN Surabaya dengan mengamankan sejumlah uang dan pihak terkait kemarin sore,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dikonfirmasi, Kamis (20/1).

    Saat ini, katanya, tim komisi antirasuah masih terus melakukan pengembangan terhadap OTT di Surabaya ini. Tak menutup kemungkinan, jumlah uang yang akan diamankan tim penindakan bisa bertambah. “Sampai saat ini begitu (uang yang diamankan ratusan juta), namun kami terus melakukan pengembangan,” terangnya.

    KPK mempunyai waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum para pihak yang diamankan dalam OTT di Surabaya tersebut. KPK berjanji bakal menginformasikan kembali terkait perkembangan OTT pejabat pengadilan di Surabaya ini.(OKT/ENK/RMID)

  • Anggota DPR RI ‘Senggol’ Kejagung Soal Temuan Setwan DPRD Banten

    Anggota DPR RI ‘Senggol’ Kejagung Soal Temuan Setwan DPRD Banten

    JAKARTA, BANPOS – Anggota Komisi III DPR RI, Rano Al Fath mendesak agar Kejaksaan menyelesaikan permasalahan temuan BPK di Sekretariat DPRD (Setwan) Provinsi Banten yang sudah terkatung-terkatung sejak tahun 2015.

    Dalam video rapat kerja DPR RI bersama Kejaksaan Agung, Rano menegaskan bahwa perlu ada tindak lanjut dari kejaksaan terhadap permasalahan temuan BPK yang sempat bocor ke publik upaya penyelesaian oleh inspektorat.

    “Terakhir, saya titip buat Kejati Banten, pak Jaksa Agung, ada banyak temuan LHP BPK di Banten itu, mudah-mudahan bisa ditindak dengan tegas jika tidak dikembalikan. Jadi harus jelas dan sesuai saja dengan aturan yang berlaku,” ujar Rano dalam video tersebut.

    Saat dikonfirmasi, Rano Al Fath mengaku, tindakannya tersebut dilakukan dikarenakan ada informasi terkait temuan BPK RI, yaitu terdapat Pengeluaran Belanja Promosi dan Publikasi pada Setwan Provinsi Banten sebesar Rp21,5 miliar yang tidak didasarkan SPK ataupun Surat Pesanan dan terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp6,7 miliar. Dari nilai temuan Rp6,7 miliar itu juga dikabarkan sisa pembayaran yang belum dikembalikan sebesar Rp2,87 miliar. Adapun temuan disini untuk Tahun Anggaran 2015.

    “Nah disini baru ketahuan setelah surat panggilan dari Inspektorat Banten untuk para pejabat terkait itu bocor ke ranah publik. Namun yang mengherankan adalah, penyelesaian kerugian negara dan publikasi miliaran ini kok belum ketahuan oleh aparat penegak hukum dan temuan BPK ini seakan penanganannya terkatung-katung,” ujarnya.

    Kejadian bocornya surat tersebut pada akhirnya membuat ramai masyarakat. Rano khawatir, jika tidak ada tindak lanjut dari aparat penegak hukum, pada akhirnya kejadian tersebut akan mencoreng citra pemerintah.

    “Maka dari itu, kemarin pada saat Rapat Kerja bersama Kejaksaan Agung, saya minta pak JA (Jaksa Agung, red) dan Kejati Banten, pastinya secara khusus dapat memberikan atensi agar kasus ini dapat ditindaklanjuti dan seperti apa penyelesaiannya,” tandasnya.

    Diketahui, ada dua temuan kerugian negara yang sampai dengan memasuki tahun 2022 ini belum juga selesai, salah satunya adalah temuan anggaran publikasi tahun anggaran 2015. Dan satu lagi adalah di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) kelebihan pembayaran sport center di tahun 2021 kemarin.

    Informasi dihimpun, khusus untuk temuan LHP BPK anggaran publikasi tahun 2015 di Sekretariat DPRD (Setwan) Banten , dimana negara disebutkan mengalami kerugian Rp6,778 miliar dari total pagi kegiatan Rp21,5 miliar sudah mulai dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati).

    Menurut salah seorang sumber BANPOS di KP3B, Curug Kota Serang yang meminta identitasnya dirahasiakan, aparat penegak hukum (APH) mulai melakukan proses penyelidikan dua pekan lalu. Lantaran sisa pengembalian negara hingga enam tahun belum juga diselesaikan.

    “Dari kegiatan anggaran publikasi di Setwan Banten sebesar Rp21,5 miliar yang jadi kerugian negara Rp6,778 miliar, dan yang telah disetorkan ke kas daerah (Kasda) informasi yang saya terima Rp3,904 miliar. Jadi masih ada sisa pengembalian Rp2,873 miliar, dan sampai sekarang belum selesai. Inilah yang jadi alasan APH kemungkinan dilakukan penyelidikan, dengan mengumpulkan Pulbaket, karena sudah enam tahun tidak tuntas-tuntas,” kata sumber tadi.

    Secara ekonomi, uang miliaran yang seharusnya disetorkan enam tahun lalu, saat ini telah berkurang. “Kalau melihat belum selesainya setoran ke kasda (kas daerah) atas kerugian negara, saya rasa tidak ada itikad baik dari pihak-pihak terkait di Setwan. Ditambah lagi, kalau dinominalkan, uang itu berkurang, nilainya lebih sedikit jika dibanding tahun sekarang, dengan enam tahun lalu. Jadi wajar saja, kalau APH turun. Dan harusnya sudah dari tiga atau empat tahun lalu, kerugian negara di kegiatan Setwan diselidiki,” katanya.

    Hal ini katanya, dilihat dari kasus-kasus dugaan hukum yang menjadi temuan BPK di sejumlah dinas pemprov. Dinas Kesehatan dan RSUD Banten. “Kemarin saja, ada kasus masker tahun 2020 di Dinkes Banten, sekarang sudah disidang, dan sebelumnya ada kasus di RSUD Banten, tahun 2018, yang Dirutnya Bu Hesti, sudah vonis. Tapi yang Setwan ini kok anteng-anteng aja,” ujarnya.

    Padahal katanya, berdasarkan data dan dokumen yang didapati, kerugian negara sebesar Rp6,778 miliar yang merupakan kelebihan pembayaran sudah tentu melanggar hukum.

    “Dalam dokumen LHP BPK 2015, temuan kelebihan pembayaran terjadi pada sembilan media yang menjadi rekanan kegiatan publikasi di Sekretariat DPRD Banten. Sembilan media yang dimaksud antara lain Soeara Rakjat, Genta Winata, Bidik Post, Gema Pemuda, Serang Timur Post, Legislator, Gema Publik, Aliansi Banten, dan RSKS,” ungkapnya.

    Adapun rinciannya untuk masing-masing media tersebut yakni Soeara Rakjat Rp846 juta, Genta Winata Rp988 juta, Bidik Post Rp1,004 miliar, Gema Pemuda Rp1,022 miliar, Serang Timur Pos Rp683,5 juta, Legislator Rp662 juta, Gema Publik Rp569 juta, Aliansi Banten Rp862,5 juta dan RSKS Rp141,207 juta.

    Dan pada tahun 2016 lalu, kata sumber tersebut, pihak Setwan dimana Ali Hanafiah sebagai PPTK atau pejabat eselon IV yang menjabat sebagai Kepala Sub bagian informasi dan publikasi pada Setwan tahun 2015, saat itu telah mengembalikan sebesar Rp2,9 miliar.

    “Sisanya mereka (Ali Hanafiah) menyerahkan jaminan sebagai penggantian yang tersisa Rp3,9 miliar. Jaminan yang diberikan dalam bentuk sertifikat tanah sebanyak tujuh bidang dengan total luas tanah 14.245 meter persegi,” ujarnya.(RUS/ENK/PBN)

  • Soal Restorative Justice, Polres Serang Kota Dituding Salah Pikir

    Soal Restorative Justice, Polres Serang Kota Dituding Salah Pikir

    SERANG, BANPOS – Pelepasan dua pelaku pemerkosaan penyandang disabilitas oleh Polres Serang Kota dengan dalih Restorative Justice (RJ) dinilai sebagai kesalahan berpikir. Pasalnya, Restorative Justice hanya berlaku bagi perkara pidana ringan, bukan pidana berat seperti pemerkosaan.

    Berdasarkan rilis yang diterima BANPOS, keluarga korban pemerkosaan gadis difabel mendatangi Polres Serang Kota pada Selasa (18/1). Kedatangannya kali ini dalam rangka mencabut laporan atas kejadian tersebut.

    “Terima kasih kepada Polres Serang Kota yang telah dengan cepat menanggapi laporan, namun kami telah memilih mekanisme mufakat damai dari masing-masing pihak sehingga dengan secara sadar mencabut laporan tersebut ke Polres Serang Kota,” kata pelapor kasus tersebut, Hidayat.

    Sementara itu, bibi korban, Julia Adji Susanti yang merawat korban sejak kecil menyampaikan bahwa pihak keluarga memilih mekanisme permufakatan damai dari masing-masing pihak sehingga dengan secara sadar mencabut laporan ke Polres Serang Kota.

    “Saya mengucapkan terimakasih kepada Kapolres Serang Kota yang telah dengan cepat menangani laporan yang kami sampaikan, kami keluarga telah mencabut laporan karena akan kami selesaikan dengan permufakatan damai,” ujar Julia.

    Selanjutnya Julia mengatakan bahwa SE akan menikahi YA, “Kami telah bermusyawarah dengan keluarga EJ dan SE, dari hasil musyawarah tersebut SE akan menikahi dan menafkahi lahir batin bukan untuk sesaat namun hingga maut yang memisahkan,” kata Julia.

    Sementara itu Kapolres Serang Kota AKBP Maruli Ahiles Hutapea SIK MH melalui Kasatreskrim AKP David Adhi Kusuma SIK.,MH. mengatakan bahwa kasus pemerkosaan gadis difabel telah dicabut laporannya oleh pihak keluarga, atas dasar dari terlapor menempuh jalur Restorative Justice dan hasil musyawarah antara 2 keluarga.

    “Kami telah bertemu dengan kedua pihak, atas dasar keterangan dari keluarga korban, pihak keluarga bersepakat tidak akan melanjutkan permasalahan tersebut, karena keluarga korban atas dasar musyawarah bersama tersangka SE akan menikah dengan YA dan akan menafkahi lahir batin. Kedua tersangka telah ditangguhkan penahanannya,” kata David.

    Menanggapi permasalahan ini, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Banten, Rizki Aulia Rohman, mengatakan bahwa Restorative Justice merupakan amanat dari Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

    Menurutnya, aturan tersebut mengamanatkan bahwa perlu dilakukannya penyelesaian tindak pidana yang bersifat ringan, dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pada pemulihan kembali seperti keadaan semula, dan keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban dan pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pemidanaan.

    “Ini merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat. Ini merupakan kewenangan yang diberikan pasal 16 dan 18 UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang POLRI dalam rangka menjawab perkembangan kebutuhan hukum masyarakat, dengan tetap memperhatikan norma dan nilai serta kepastian hukum dan kebermanfaatan di masyarakat,” ujarnya, Rabu (19/1).

    Sementara untuk kasus pemerkosaan terhadap disabilitas di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Rizki menuturkan bahwa perlu dilihat klasifikasi tindak pidananya. Sebab, tidak semua perkara dapat dilakukan langkah Restorative Justice.

    “Perlu digarisbawahi sesuai pasal 5, perlu adanya klasifikasi yang tetap memperhatikan apakah tindak pidana tersebut dapat di RJ atau tidak. Seperti tindakan pidana ringan, tidak menimbulkan kegaduhan atau keresahan serta penolakan di masyarakat, tidak berdampak konflik sosial,” terangnya.

    Selain itu, tindak pidana yang tidak bisa dilakukan langkah Restorative Justice adalah tindak pidana terorisme dan separatisme, radikalisme, tindak pidana korupsi, mengancam keamanan negara, tindak pidana terhadap nyawa orang dan tindak pidana narkoba serta bukan residivis.

    Dalam pemerkosaan terhadap penyandang disabilitas, ia menuturkan bahwa memang dalam KUHP tidak mengatur terkait dengan pemerkosaan. Yang ada ialah kasus pencabulan, dan jarang dapat dilakukan langkah Restorative Justice.

    “Biasanya jarang bisa dilakukan langkah Restorative Justice. Karena kan kasus asusila itu tidak bisa diganti dengan materil kerugiannya,” jelasnya.

    Sementara itu, Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Kota Serang yang sempat berusaha mengunjungi korban bersama dengan Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Banten, mengaku heran dengan kondisi ini.

    Mide Formateur HMI MPO Cabang Serang, Ega Mahendra, mengatakan bahwa diputuskannya langkah Restorative Justice terhadap perkara pemerkosaan penyandang disabilitas, merupakan salah berpikir dari Polres Serang Kota atas konsep Restorative Justice.

    “Kalau kasus pemerkosaan ini bisa dilakukan Restorative Justice cukup dengan keterangan bahwa pelaku siap menikahi korban, tentu akan banyak kasus pemerkosaan-pemerkosaan lainnya. Tinggal kuat-kuatan relasi dan harta kalau seperti itu. Jelas ini merupakan salah pikir terkait Restorative Justice,” ujarnya.

    Di sisi lain, pelaku pemerkosaan terdiri dari dua orang. Salah satu klausul perdamaian yang disebut merupakan keinginan dari pihak keluarga, mewajibkan pelaku untuk menikahi korban serta menafkahi lahir batin hingga akhir hayatnya.

    “Menurut saya ini aneh, karena dari dua orang ini, siapa yang akan menikahi? Atas dasar apa dia yang harus menikahi? Keduanya kan sama-sama pelaku. Tidak mungkin keduanya menikahi korban. Artinya, kalau hanya satu orang yang akan menikahi, mengapa pelaku lainnya dibebaskan. Ini jelas tidak adil,” tegasnya.

    Selain itu menurutnya, secara aturan Islam pun dilarang untuk menikahi wanita yang tengah hamil di luar pernikahan. Sebab, hal itu akan terjadi bias nasab, meskipun jika sudah jelas siapa ayah kandungnya tetap tidak bisa dinasabkan kepada sang ayah.

    “Apalagi berdasarkan informasi yang perwakilan kami dapatkan pada saat turun ke lapangan, ternyata pernikahan korban dengan pelaku tidak dihadiri oleh Wali dari korban. Jelas ini merupakan bentuk permainan terhadap agama dan hukum,” ungkapnya.

    Pernikahan yang terjadi antara korban dan salah satu pelaku pun dikhawatirkan oleh pihaknya, malah menambah permasalahan yang dialami korban. Sebab, bisa saja korban mengalami trauma terhadap pelaku, dan dipaksa untuk tinggal serumah dengan ikatan pernikahan yang ia anggap sebagai paksaan.

    “Kalau dinikahkan, apa enggak ada ketakutan bahwa si korban malah akan tersiksa lahiriah dan batiniyah. Justru korban akan tertekan dinikahkan dengan salah satu pelaku, karna korban dinikahkan bukan dengan orang yang dia sukai, justru yang dia benci saat ini,” ucapnya.

    Maka dari itu, ia pun mendesak agar negara, khususnya Pemerintah Kota Serang, untuk turun tangan mengambil alih hak asuh korban, dan dijadikan sebagai tanggungan negara. Karena, pihak keluarga korban pun sangat sulit untuk dipercaya, mengingat salah satu pelaku merupakan paman korban, dan yang mewakili korban merupakan bibi dari korban yang diduga istri pelaku.

    “Korban ini tengah hamil enam bulan. Ini seharusnya menjadi tanggungan negara, agar dirawat oleh Pemerintah Kota Serang karena pihak keluarga pun tidak bisa menjaganya. Supaya korban memiliki rasa aman dan kenyamanan pada dirinya, sebagai proses pemulihan atas kejadian itu,” ungkapnya.

    Ia pun mendesak Polres Serang Kota untuk mencabut keputusan Restorative Justice yang dibuat, dan membuka kembali penyelidikan kasus tersebut. Sebab tanpa laporan pun, kasus pemerkosaan tetap bisa diselidiki oleh Kepolisian lantaran bukan delik aduan.

    “Kami mendesak Polres Serang Kota untuk menindak kasus kejahatan seksual ini dengan tuntas dan pelaku harus dihukum, jangan sampai dibiarkan begitu saja. Ini adalah delik biasa, maka dari itu walaupun tidak ada laporan, polisi harus menindak pelaku kejahatan tersebut. Jangan biarkan predator seksual berkeliaran,” tandasnya.(DZH/PBN)

  • Modus Pinjam Uang Pakai Baju TNI, Perempuan Ini Jadi Tersangka Penipuan

    Modus Pinjam Uang Pakai Baju TNI, Perempuan Ini Jadi Tersangka Penipuan

    CILEGON, BANPOS – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cilegon melakukan penyelidikan kepada terduga N yang diketahui telah melakukan penggelapan antar keluarga. N diduga telah melakukan modus penipuan dengan meminjam uang untuk melakukan perawatan kepada saudaranya di Rumah Sakit Krakatau Medika.

    Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Atik Ariyosa menjelaskan terduga N melakukan modusnya dengan meyakinkan korban yang juga adalah pelapor dengan menggunakan atribut Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad).

    “Jadi si N ini telah melakukan penggelapan antar keluarga. N telah melakukan modus kepada korban atau pelapor dengan menggunakan atribut Koprs Wanita Angkatan Darat (KOWAD),” kata Atik Ariyosa, Selasa (18/1).

    Lebih lanjut, Atik menjelaskan bahwa tim Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri Kota Cilegon melakukan penyelidikan ini atas pelimpahan perkara oleh Kepolisian Sektor Ciwandan yang tertuang di Nomor : A.3/14/XI/2021/Reskrim tanggal 26 November 2021.

    Selain itu, Atik menyebutkan terduga N telah meminta sejumlah uang kepada Pelapor sebesar Rp20 juta. Uang tersebut yang akan digunakan untuk keperluan pengobatan kerabat N bernama Fadel di Rumah Sakit Krakatau Medika. Akan tetapi oleh terduga N uang itu disalahgunakan dan tidak dibayarkan.

    “Seharusnya uang yang N minta kepada korban itu digunakan untuk saudaranya yang sakit. Namun, si N tidak digunakan untuk pembayaran saudaranya yang sedang sakit di rawat di Rumah Sakit Krakatau Medika,” jelasnya.

    Di samping itu juga, lanjut Atik menambahkan, atas perbuatannya Tim Pidum Kejari Cilegon telah menetapkan terduga N sebagai tersangka. Sebagaimana tertuang dalam Pengadilan Negeri Serang Nomor : 1292 /Pid.B/2021/PN.Srg tanggal 23 Desember 2021.

    “Atas perbuatannya N Tim Pidana Umum Kejaksaan Negri Kota Cilegon menetapkan tersangka,” jelasnya.

    Adapun,barang bukti yang telah diamankan Kejari Cilegon terdiri dari dua buah stel baju PDH wanita TNI, dua pasang sepatu PDH wanita TNI, satu buah tas jinjing warna hijau loreng TNI, dua lembar kwitansi berobat An. Kurnia Adit Tama dari Rumah Sakit Krakatau Medika Cilegon tanggal 10 November 2021, satu unit Handphone merk Advan Hammer warna merah.

    Atas perbuatannya, N telah melanggar Pasal 376 KUHP dan/atau 372 KUHPidana tentang Penggelapan antar keluarga.(LUK)

  • Lepas Tersangka Pemerkosaan, Polres Serang Kota Dikecam

    Lepas Tersangka Pemerkosaan, Polres Serang Kota Dikecam

    SERANG, BANPOS – Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Banten, mengecam pembebasan dua orang terduga pelaku tindak pidana perkosaan terhadap gadis difabel mental berusia 21 tahun di Kota Serang oleh Polres Serang Kota. Kedua pelaku tersebut, sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan di Mapolres Serang Kota, beberapa waktu lalu.

    Koordinator Presidium KMS Banten, Uday Suhada, mengungkapkan bahwa pembebasan pelaku sebagai tindakan pembiaran dan impunitas terhadap pelaku. Sehingga membuka peluang bagi pelaku untuk mengulangi kekerasan seksual yang sama, pada korban atau orang lain.

    “Kerentanan kondisi korban dan keluarga seharusnya menjadi pertimbangan untuk menyelesaiakan proses hukum kasus tersebut,” ujarnya, Selasa (18/1).

    Ia mengungkapkan, praktek mediasi dalam kasus perkosaan yang dilakukan kepolisian, menyalahi prosedur asas keadilan di mata hukum, dan mencederai pelaksaan Undang-undang nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Saat ini, pemulihan dan rasa aman korban menjadi hal yang penting untuk terus diupayakan.

    “Dalam penanganan kasus ini seharusnya kepolisian berkoordinasi dengan lembaga pendamping dan/atau bantuan hukum untuk memastikan korban dan keluarga mendapatkan pendampingan dalam proses hukum,” ungkapnya.

    Uday menegaskan, kepolisian juga seharusnya mendukung hadirnya alat bukti tambahan, bukan malah membebaskan tersangka dan memfasilitasi perdamaian.

    “Pembebasan tersangka menjadi teror bagi korban dan keluarga korban, dan pembiaran penegakan hukum sehingga korban tetap terintimidasi dan tidak mendapat keadilan,” tandasnya.

    Ia menyebut bahwa tindak pidana perkosaan sebagaimana diatur dalam Pasal 285 KUHP merupakan delik biasa dan bukan delik aduan. Karena itu, pihak Kepolisian dalam hal ini penyidik, tetap berkewajiban untuk melanjutkan proses perkara perkosaan tersebut tanpa adanya persetujuan dari pelapor atau korban. Oleh karena itu, KMS Banten menuntut kepada Polres Serang Kota dan LPAI serta P2TP2A.

    “Kami menuntut kepada Polres Kota Serang untuk melanjutkan perkara dan menahan dua orang pelaku tersebut yang merupakan delik biasa sesuai pasal 285 KUHP, kami juga menuntut LPAI dan P2TP2A Kota Serang memberikan hak pemulihan dan rasa aman bagi korban dan keluarga korban akibat kasus pemerkosaan tersebut,” tandasnya.

    Presidium KMS Banten lainnya, Hunainah, mengungkapkan bahwa dirinya merasa sangat prihatin dengan kondisi lingkungan yang hanya bungkam akan keadaan. Hari Selasa tanggal 18 Januari, ia berkesempatan untuk berkunjung ke rumah korban.

    Namun, ia mengaku kecewa dengan pihak-pihak yang lebih banyak bungkam, ketimbang mengungkapkan kronologi kejadian. Bahkan, Ketua RT, bibi korban, bahkan korban sekalipun diungsikan oleh sang bibi bernama Titin.

    “Sangat sedikit informasi yang kami dapatkan, padahal, kalau saja masyarakat terbuka dengan hal ini, sangat diyakini bahwa kedepan akan meminimalisir korban kekerasan seksual,” katanya.

    Ia bersama dengan pendamping dari DP3AKB Kota Serang dan LPA Kota Serang, akan melanjutkan proses hukum dengan disertai bukti-bukti dan hukum yang berlaku. Ia juga menyayangkan adanya pernikahan yang dilangsungkan pada Senin malam, oleh salah seorang ustadz setempat, yang dimana pernikahan tersebut lemah hukum baik hukum syariat maupun hukum negara.

    “Saya diberi informasi bahwa semalam (kemarin, red), korban dinikahkan oleh ustadz, ini sangat tidak bisa diterima. Karena kami memikirkan perasaan korban, masa mau disatukan dengan pelaku yang besar kemungkinan membuatnya trauma,” ucapnya.

    Bahkan, pihaknya tidak akan berhenti sampai kunjungan hari itu saja. Secara persuasif, bersama tim lainnya, ia berupaya mengorek informasi lebih lanjut, untuk memperkuat bukti kepada pihak kepolisian.

    “Seharusnya pihak kepolisian juga menilai bagaimana seharusnya penanganan kasus perkosaan ini ditangani, saya juga menyayangkan kepada oknum yang terlibat dalam keberlangsungan pernikahan antara korban dengan tersangka. Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas, agar tidak ada lagi korban kekerasan kepada perempuan, terlebih ini dalam kondisi difabel,” tandasnya.

    Dosen Pidana Fakultas Hukum UNPAM, Halimah Humayrah Tuanaya, menyebutkan bahwa Polres Serang Kota keliru telah membebaskan dua tersangka perkosaan. Ia menyampaikan, perkosaan merupakan delik murni, bukan delik aduan.

    “Jadi meskipun pelapor mencabut laporannya, polisi wajib terus melanjutkan proses hukumnya,” tegasnya.

    “Ironis apabila Polres Serang Kota tidak melanjutkan proses hukum kejahatan perkosaan itu, lantaran pelapor sudah mencabut laporannya. Justru seharusnya dilakukan penyelidikan lebih lanjut terkait hal apa yang melatarbelakangi pelapor mencabut laporannya, apakah pelapor mengalami tekanan, ancaman, dan lain sebagainya,” jelas Halimah.

    Ia mengatakan, korban yang saat ini telah dinikahkan dengan pelaku perkosaan. Hal itu tidak dapat dipandang sederhana sebagai bentuk pemulihan situasi pasca terjadinya tindak pidana.

    “Restorative justice tidak diterapkan dengan tujuan memposisikan korban untuk menjadi korban kedua kalinya,” ucapnya.

    Perkawinan idealnya dilaksanakan atas dasar kehendak dari kedua belah pihak, dengan tujuan untuk kebahagiaan bersama. Ia mempertanyakan, apakah perkawinan antara pelaku dan korban perkosaan adalah perkawinan yang dikehendaki korban atau bukan.

    “Saya berharap, Polres Serang Kota segera melakukan korkesi atas kekeliruannya, dan melanjutkan proses hukum atas peristiwa tersebut,” tandasnya.

    Kepala DP3AKB Kota Serang, Anton Gunawan, mengatakan bahwa pihaknya memang mengurus kasus pemerkosaan yang menimpa seorang penyandang disabilitas asal Kasemen. Namun menurutnya, DP3AKB Kota Serang hanya mengurus terkait dengan korbannya saja, tidak masuk ke ranah hukum.

    “Kami ini mengembalikan kondisi korban dari dampak pemerkosaan itu. Apalagi kan sekarang sedang hamil yah. Makanya kami membantu dari sisi psikologisnya. Supaya jangan sampai dia sudah menjadi korban, lalu malah tertekan secara psikologis dan depresi,” ujarnya.

    Berdasarkan hasil identifikasi dari tim psikiater, diketahui bahwa meskipun korban secara fisik berumur 21 tahun, akan tetapi secara mental masih berumur lima tahun. “Memang secara mental teridentifikasi masih berumur lima tahun,” ucapnya.

    Anton menuturkan bahwa pihaknya tidak mengetahui bahwa korban telah dibawa pergi oleh bibinya. Ia pun tidak mengetahui apakah bibi yang membawa pergi korban merupakan istri dari salah satu pelaku atau bukan.

    “Nah kami belum mendapatkan laporannya. Namun jika memang si korban ini mau dibawa oleh keluarga, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Asalkan korban tidak malah bertambah depresi. Memang ini sangat dilematis juga yah,” ungkapnya.

    Termasuk pula terkait dengan telah dicabutnya laporan tindak pemerkosaan terhadap korban. Anton mengaku bahwa hal itu dia ketahui dari pemberitaan media, namun belum mendapatkan keterangan secara resmi.

    “Apakah yang bersangkutan dan pelaku ada penyelesaian secara kekeluargaan, karena memang sudah di ranah hukum maka kami tidak bisa melakukan intervensi. Saat ini kami akan lebih fokus pada penanganan korban,” terangnya.

    Anton menuturkan, pihaknya bisa saja mengambil langkah untuk menjadikan korban sebagai tanggungan negara, dengan merawatnya di rumah aman. Namun, pihaknya masih harus mencari tahu lebih dalam mengenai kondisi dari korban dan penilaian dari psikolog.

    “Kami ke keluarganya sudah menyampaikan seperti itu. Kami siap menangani (merawat) korban. Kalau hasil nanti dari psikolog dan hasil informasi yang kami cari dari RT dan warga sekitar, jika diperlukan untuk melakukan perawatan oleh kami, maka kami ada rumah aman untuk merawat korban,” jelasnya. (DZH/MUF/PBN)

  • Baru Sebagian Pejabat Ikut Tes Urin, BNN Siap ‘Memburu’

    Baru Sebagian Pejabat Ikut Tes Urin, BNN Siap ‘Memburu’

    SERANG, BANPOS – Tes urin yang dilakukan oleh Pemkot Serang bersama dengan BNN baru diikuti oleh 80 peserta, baik dari Pemkot Serang maupun DPRD Kota Serang. Untuk itu, BNN dan Pemkot Serang berinisiatif untuk melakukan jemput bola.

    “Kemarin itu kan dari Setwan, dari DPRD sudah 40. Dari Pemkot itu juga sudah 40. Nah untuk hari ini, kami akan jemput bola, keliling,” ujar Kepala Kesbangpol Kota Serang, Akhmad Benbela, Selasa (18/1).

    Menurutnya, dari 80 pejabat Eselon IV, Eselon III dan anggota dewan, tidak ada yang terindikasi menggunakan narkotika. Hasil dari tes urin yang dilakukan yaitu negatif.

    “Kemarin semuanya negatif yah. Semuanya negatif Alhamdulillah. Karena kan ada dua garis, jadi negatif. Berbeda dengan tes kehamilan, kalau dua garis berarti positif,” katanya sembari berkelakar.

    Untuk jumlah yang telah mengikuti tes urin di lingkungan Sekretariat Dewan (Setwan), terdiri dari 25 orang anggota dewan dan 15 pejabat di lingkungan Setwan.

    “Kalau Setwan, dari 40 orang itu 25nya merupakan anggota dewan. Sedangkan sisanya merupakan pejabat di lingkungan Setwannya. InsyaAllah yang 20 lagi (anggota dewan) semuanya sudah selesai hari ini,” ucapnya.

    Adapun untuk pegawai pemerintah non pejabat struktural dan non-ASN, menurut Benbela akan dilakukan pada anggaran perubahan nanti. Itu pun jika pengajuan anggaran diterima oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

    “Nanti kami akan ajukan pada perubahan anggaran. Apabila nanti diterima oleh TAPD, maka akan kami lanjutkan. Terutama para pejabat fungsional hasil penyetaraan dari struktural. Karena mereka belum termasuk. Nanti mereka dites bersama dengan fungsional pendidikan dan kesehatan,” ungkapnya.

    Ia pun berharap agar tidak ada pejabat dan anggota dewan yang terindikasi menggunakan narkotika. Sebab untuk pejabat Eselon III dan IV, masih tersisa kurang lebih sebanyak 110 pejabat dari 150 pejabat yang ditarget untuk dites urin.

    “InsyaAllah mudah-mudahan tidak ada yang terindikasi menggunakan narkoba. Apalagi kalau yang jadi pengedar narkoba. Itu sangat luar biasa (masalah) kalau memang benar-benar ada,” tandasnya.

    Sebelumnya, BNN Provinsi Banten melakukan tes urin terhadap sejumlah pejabat Eselon IV, Eselon III, dan anggota Dewan. Hal itu untuk memastikan agar tidak ada ASN, anggota dewan dan pegawai Pemkot Serang yang menyalahgunakan narkotika.

    Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa Pemkot Serang menargetkan sebanyak 150 pejabat Eselon III dan IV mengikuti tes urin tersebut. Ia mengatakan bahwa sebelumnya para pejabat Eselon II telah mengikuti tes urin terlebih dahulu.

    “Kalau Eselon II sudah mengikuti tes urin semua pada akhir 2021 kemarin. Alhamdulillah hasilnya semua negatif,” ujar Syafrudin saat diwawancara awak media di Puspemkot Serang usai meninjau pelaksanaan tes urin.

    Menurutnya, kegiatan tes urin tersebut merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh BNN, bukan hanya untuk wilayah Kota Serang saja, akan tetapi juga untuk daerah-daerah lainnya sebagai bentuk pencegahan penyalahgunaan narkotika.

    “Program ini memang rutin dilaksanakan tiap tahun oleh BNN. Untuk tahun ini peruntukkannya Eselon III dan Eselon IV serta anggota dewan,” terangnya. (DZH/AZM)

  • Bawa Sajam, 8 Orang Siswa SMK di Rangkasbitung Diamankan Polisi

    Bawa Sajam, 8 Orang Siswa SMK di Rangkasbitung Diamankan Polisi

    LEBAK, BANPOS – Delapan orang siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Lebak diamankan polisi. Kedelapan orang siswa tersebut diamankan lantaran kedapatan membawa senjata tajam (Sajam), Senin (17/1).

    Kapolsek Rangkasbitung, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Pipih Iwan mengatakan, diamankannya delapan siswa Sekola Menengah Kejuruan (SMK) tersebut berawal saat anggotanya tengah melakukan patroli rutin di wilayah Rangkasbitung.

    Saat patroli dan melintasi jalan Fatih Derus, di mana sekolah SMK itu berada, anggota melihat para remaja itu sedang asyik kumpul-kumpul di luar jam sekolah. Karena mereka kumpul-kumpul di luar jam sekolah di sebuah warteg depan sekolahnya, kemudian anggota menghampirinya sekaligus menginterograsi serta melakukan pemeriksaan.

    “Delapan orang siswa tersebut masih duduk di bangku kelas XI alias kelas 2,” kata AKP Pipih kepada wartawan di Mapolsek Rangkasbitung.

    Menurutnya, kecurigaan anggota berlanjut pada isi tas yang dibawa para siswa kelas XI SMK dan melakukan pemeriksaan, tak disangka anggota mendapati senjata tajam dalam tas siswa dan langsung mengamankan berikut para siswa tersebut.

    “Anggota menemukan senjata tajam, tak mau ambil risiko anggota langsung mengamankan dan membawa 8 orang siswa tersebut ke Mapolsek Rangkasbitung untuk ditindaklanjuti,” katanya.

    AKP Pipih mengaku belum mengetahui apakah para siswa tersebut akan melakukan tawuran atau tidak, karena mereka (siswa) di luar jam belajar itu dalam pengakuannya tengah menjalani PKL di salah satu perkantoran di Rangkasbitung.

    “Bukan (tawuran), belum ada lawannya. Karena para siswa itu ada yang bawa sajam kita amankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Diamankannya mereka (siswa) dikhawatirkan akan terjadi tawuran. Terlebih dari sebagian siswa itu membawa sajam,” ujarnya.

    Setelah dilakukan pemeriksaan dan interogasi kata Pipih, slanjutnya para siswa tersebut dibebaskan pulang setelah guru dan orangtuanya datang ke polsek untuk membuat surat pernyataan para siswa yang membolos saat jam pelajaran tidak mengulangi perbuatan serupa.

    “Kita panggil guru dan orangtuanya untuk membuat surat pernyataan agar para siswa itu tak lagi mengulangi hal yang sama. Setelah guru dan orang tua kedelapan orang siswa itu membuat surat pernyataan, para siswa itu dibebaskan dan dikembalikan,” pungkasnya. (CR-01/PBN)

  • Empat Tersangka Pengedar Sabu di Lebak Ditangkap Polisi

    Empat Tersangka Pengedar Sabu di Lebak Ditangkap Polisi

    LEBAK, BANPOS – Setelah menangkap dan mengamankan para pelaku, jajaran Satresnarkoba Polres Lebak mengungkap empat kasus peredaran narkotika jenis shabu dengan empat tersangka pelaku pengedarnya di wilayah hukum Kabupaten Lebak. Selasa (18/01).

    Dalam gelar pers comprence, Kapolres Lebak yang diwakili Wakapolres, Kompol Roby Heri Saputra didampingi Kasat Resnarkoba, AKP Malik Abraham dan Kasihmumas Iptu Jajang Junaedi menjelaskan, pengungkapan para tersangka. Diantaranya inisial SR (32), SP (24), RM (39) dan RK (39) yang ditangkap oleh Jajaran Satresnarkoba Polres Lebak, ke-empat tersangka itu ditangkap dengan barang bukti berupa narkotika jenis shabu dan peralatan hisap.

    Sebagaimana dalam rilis yang diterima BANPOS, Wakapolres Lebak menyebut jajaran Satresnarkoba telah berhasil melaksanakan pengungkapan terhadap empat perkara narkoba yang melibatkan empat orang tersangka.

    Adapun kasusnya ini tiga perkara berhubungan, jadi dimulai dari satu penangkapan terhadap tersangka RM dengan barang buktinya antara lain 12,89 gram kemudian dilakukan pengembangan oleh yang kemudian ditemukan melibatkan tersangka SR juga ditemukan barang bukti 1, 11 gram dalam bentuk sabu-sabu di wadah permen. Sedang dari Tersangka SP kita temukan barang bukti shabu dengan berat 36,98 gram dan dari tersangka RK diamankan barang bukti Shabu seberat 4,49 gram, Jadi untuk total keseluruhan barang bukti shabu seberat 44,31 gram,” ungkap Kompol Roby.

    Menurut Roby, pihaknya masih melakukan pengembangan dan memburu para tersangka lain yang berkaitan dengan kasus yang ditangani tersebut.

    Kita akan terus kembangkan ini. Dan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para pelaku yang sudah diamankan akan dikenakan pasal 114 ayat 1 atau pasal 112 ayat 1 undang-undang republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak 10 Miliar Rupiah,” jelas Roby.

    Selanjutnya Wakapolres mengimbau kepada warga untuk turut memberantas peredaran narkoba, dan memberikan informasi kepada aparat jika menemukan hal tersebut.

    Kami menghimbau kepada warga masyarakat Kabupaten Lebak untuk bersama-sama memerangi peredaran Narkoba di wilayah kabupaten Lebak, karena narkoba itu bisa merusak generasi muda penerus bangsa,” paparnya.(WDO)