Kategori: HUKRIM

  • Personel Polres Metro Tangerang Kota akan dapat Siraman Rohani setiap Minggu dari Ulama

    Personel Polres Metro Tangerang Kota akan dapat Siraman Rohani setiap Minggu dari Ulama

    TANGERANG, BANPOS- Kombes Pol Komarudin yang resmi menjabat sebagai Kapolres Metro Tangerang Kota menggantikan Kombes Deonijiu mencanangkan dua program unggulan, yakni Program Unggulan Tangerang Akur dan Program Utama Gema Cisadane.

    Program Tangerang Akur lebih kepada internal, diharapkan anggota-anggota Polres Metro Tangerang Kota bisa Akuntabel, Kreatif, Unggul, dan Religius.

    Dalam Rangka mengimplementasikan program Tangerang Akur, akan dilakukan siraman rohani kepada anggota.

    “Dalam rangka mengimplementasikan program Tangerang Akur, Tangerang Akur itu Tangerang yang diharapkan personel personel polres metro Tangerang ini yang akuntabel kreatif unggul dan religius. Jadi kita juga butuh siraman rohani untuk anggota,”ujar Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Komarudin, Kamis (6/1/2022).

    Kapolres menjelaskan kegiatan tersebut akan dilakukan setiap seminggu sekali, yakni pada hari Kamis setiap minggunya.

    “Kalo kegiatan ini akan kita lakukan Seminggu sekali di hari Kamis,”katanya.

    Kapolres mengungkapkan kegiatan yang akan dilakukan yakni yasinan dan siraman rohani yang akan dilakukan oleh ulama-ulama secara bergiliran.

    “Yang muslim diisi dengan kegiatan yasinan dan siraman rohani dari ulama – ulama yang nanti akan bergiliran, kemudian anggota anggota yang beragama nasrani juga kita kegiatan yang sama,” jelasnya.

    Untuk diketahui Program Akur bertujuan untuk penataan di internal atau personil Polri untuk melaksanakan tugas ke depan. (RED)

  • Saat Mau Nyedot Sabu, Pencandu Dicokok di Pinggir Jalan

    Saat Mau Nyedot Sabu, Pencandu Dicokok di Pinggir Jalan

    SERANG, BANPOS – Pecandu sabu, PY (19), dicokok personil Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Serang, saat baru menjemput pesanan sabunya. Warga Desa Pematang, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang itu ditangkap di pinggir jalan Kampung Cigerem, Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Walantaka, Kota Serang.

    “Tersangka PY kita amankan di pinggir jalan usai mengambil sabu pesanan pada Rabu (5/1) siang. Barang bukti yang kita dapat dari tersangka, satu paket yang diduga sabu serta 1 buah pipet,” ungkap Kasatresnarkoba, AKP Michael K Tandayu, Kamis (6/1).

    Michael menjelaskan, penangkapan tersangka PY merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat tentang adanya transaksi narkoba.

    “Berbekal dari informasi tersebut, tim Satresnarkoba yang dipimpin Ipda Rian Jaya Surana langsung bergerak melakukan penyelidikan di lokasi yang dicurigai sebagai tempat transaksi narkoba,” tuturnya.

    Setelah dilaksanakan penyelidikan, petugas mengamankan tersangka yang dicurigai baru saja mengambil sabu.

    “Saat dilakukan penggeledahan, petugas menemukan satu plastik kecil berisi serbuk kristal yang diduga sabu di dalam dompet serta satu pipet,” terangnya.

    Setelah mendapatkan barang bukti sabu, petugas segera membawa tersangka ke Mapolres Serang, untuk dilakukan pemeriksaan. Ia mengatakan, tersangka mengakui jika barang haram tersebut merupakan miliknya.

    “Dari pengakuan tersangka, sabu didapat dari seorang pengedar yang mengaku warga Kota Serang,” ungkapnya.

    Michael mengatakan, tersangka tidak mengenal identitas pengedar lebih dalam, dikarenakan transaksi pembelian sabu dilakukan secara tidak langsung, melainkan lewat telepon.

    “Tersangka mengaku baru sebulan mengkonsumsi sabu dan tidak mengenal lebih dalam si pengedar, karena transaksi dilakukan melalui telepon dan transfer dilakukan melalui ATM. Begitupun dengan pengambilan barang pesanan juga di lokasi yang sudah ditentukan pengedar,” jelasnya.

    Atas perbuatannya, tersangka dikenakan pasal 112 ayat 1 jo pasal 127 ayat 1 huruf a UU RI nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.

    “Untuk pasal ini, tersangka terancam hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun kurungan penjara,” tandasnya. (MUF)

  • Komplotan Residivis Spesialis Pecah Kaca Berhasil Diringkus Polisi

    Komplotan Residivis Spesialis Pecah Kaca Berhasil Diringkus Polisi

    SERANG, BANPOS – Polda Banten berhasil mengungkap kasus tindak pidana pencurian dengan kekerasan (Curas) dan pencurian dengan pemberatan (Curat) di wilayahnya. Pelaku adalah sebuah komplotan residivis yang melancarkan aksinya dengan cara pecah kaca mobil korban.

    Hal tersebut disampaikan oleh Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Shinto Silitonga dan Kasubdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Banten Kompol Akbar Baskoro saat kegiatan press conference di Polda Banten pada Kamis (06/01). Dalam penyampaiannya Shinto mengatakan bahwa Polda Banten melakukan penangkapan jaringan pelaku kejahatan jalanan dengan menangkap lima tersangka.

    “Ditreskrimum Polda Banten Pada Rabu 29 Desember 2021 berhasil menangkap lima orang tersangka pelaku yang terlibat dalam kasus begal, curas jalanan, dan curat, para pelaku melakukan kejahatan dengan modus yang sama dan sudah beraksi 10 kali,” kata pejabat yang baru saja mendapatkan kenaikan pangkat itu.

    Selanjutnya Shinto Silitonga mengatakan para pelaku berasal dari Sumatera Selatan, dan Banten. Penangkapan juga dilakukan di dua provinsi itu

    “Para pelaku setelah melakukan aksinya melarikan diri, dua pelaku melarikan diri ke Sumatera Selatan dan berhasil ditangkap, dan tiga pelaku ditangkap di Kota Serang,” ujar Shinto.

    Shinto menyampaikan para pelaku beraksi dengan berbagai modus yang terungkap. Umumnya mereka melakukan pencurian dengan ancaman kekerasan dengan dengan cara masuk ke bank untuk memantau calon korban dengan berpura-pura ingin bertransaksi.

    “Memilih calon korban dengan melihat nasabah yang mengambil uang dalam jumlah besar, memberikan ciri-ciri nasabah untuk diikuti di parkiran dan saat berkendara, dan menggemboskan mobil nasabah di jalan lalu memecah kaca mobil nasabah untuk mengambil uangnya,“ beber Shinto.

    Dari hasil penangkapan tersebut, Shinto mengatakan Ditreskrimum Polda Banten berhasil mengamankan berbagai macam barang bukti. Diantaranya adalah 6 unit Handphone, 3 Unit Kendaraan motor 1 unit Honda Supra dan 2 unit Honda Vario Warna hitam, 5 unit helm, 1 buah topi pelaku dan pakaian serta sandal yang digunakan pelaku.

    “Kendaraan motor yang digunakan oleh para tersangka juga merupakan hasil dari kejahatan begal,” kata Shinto Silitonga

    Selanjutnya Shinto Silitonga mengatakan terhadap kelima tersangka resedivis diancam pasal berlapis, “Atas perbuatannya dengan pasal 363 KUHP Jo 365 KUHP dengan ancaman penjara paling singkat 7 tahun,” kata dia.(ENK)

  • Divonis Penjara 2 Tahun, Uteng Ogah Banding

    Divonis Penjara 2 Tahun, Uteng Ogah Banding

    SERANG, BANPOS – Terdakwa kasus suap perizinan parkir Pasar Kranggot, Uteng Dedi Afendi, divonis dua tahun penjara dengan denda sebesar Rp50 juta.

    Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang menuntut agar Uteng dipidana penjara selama dua tahun 6 bulan.

    Dalam putusannya, hakim menilai bahwa Uteng secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) lantaran menerima suap.

    “Menghukum terdakwa Uteng Dedi Afendi pidana penjara selama dua tahun, dan denda sebesar Rp50 juta. Dengan ketentuan apabila tidak bisa dibayar, maka diganti pidana penjara selama tiga bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim, Atep Sopandi, Rabu (5/1).

    Atas vonis tersebut, Uteng pun langsung menerima dan tidak akan mengambil langkah banding. Sementara JPU mengaku pikir-pikir atas vonis tersebut.

    Usai sidang, Uteng saat diwawancara mengaku pasrah dengan vonis yang diberikan oleh hakim.

    “Saya pasrah saja, hukuman dua tahun ini. Saya pasrah,” kata Uteng.(DZH)

  • 2021 Tindak Pidana Meningkat, 2022 Polres Cilegon Akan Garap Tiga Kasus Korupsi

    2021 Tindak Pidana Meningkat, 2022 Polres Cilegon Akan Garap Tiga Kasus Korupsi

    CILEGON, BANPOS – Kepolisian Resort Cilegon melalui Unit III Tindak Pidana Korupsi (tipikor) pada Satuan Reskrim, sedang menangani tiga perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) di Kota Cilegon.

    Kapolres Cilegon AKBP Sigit Haryono saat Press Release akhir tahun 2021 mengatakan, tiga perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi saat ini masih dalam tahap penyelidikan.

    “Selama 2021 kami menangani tiga perkara kasus tindak pidana korupsi yang saat ini statusnya masih dalam tahap penyelidikan,” kata AKBP Sigit kepada awak media saat Press Release akhir tahun 2021 pekan lalu.

    Ketika disinggung perihal perkara dugaan korupsi yang sedang ditangani, Mantan penyidik KPK ini mengaku, pihaknya belum bisa menyebutnya.

    “Kami belum bisa menyebut perkara tersebut karena masih tahap penyelidikan, kami belum bisa mengungkap ke publik. Dan kami mohon doanya semoga perkara tersebut bisa diselesaikan, mudah-mudahan di tahun 2022 statusnya naik menjadi penyidikan, dan itu akan kami sampaikan lagi,” terangnya.

    Selain perkara kasus dugaan korupsi, Polres Cilegon di tahun 2021 ada sebanyak 553 kasus kejahatan yang ditangani. Dan jumlah itu meningkat dari tahun sebelumnya pada 2020.

    “Untuk kejahatan jumlah tindak pidana yang terjadi di tahun 2021 ini sejumlah 553 kasus, di tahun 2020 545 kasus sehingga naik sebesar 1,5 persen,” ungkapnya.

    Selain itu, dikatakan Sigit tindak pidana Curanmor di Kota Cilegon masih tergolong marak. Pasalnya tindak kejahatan ini lebih menonjol dibandingkan dengan tindak pidana lainnya.

    “Kejahatan yang menonjol di tahun 2021 yaitu Curanmor roda 2 dan roda 4, untuk roda dua mendominasi sebanyak 58 persen untuk curanmor roda 4 sebanyak 53 persen,” tuturnya.

    Dijelaskan Sigit, pelaku curanmor tentunya memiliki perhitungan yang matang dalam melakukan aksinya. Tentunya pelaku melakukan perhitungan untung dan rugi saat melakukan aksinya.

    Tindak pidana tersebut 90 persen menyasar kendaraan yang tidak memiliki kunci ganda, artinya tidak memiliki dua kunci dan hanya memiliki satu kunci. Karena salah satu perhitungannya yaitu kecepatan dalam melakukan pengambilan kendaraan.

    “Kenapa tinggi angka curanmor ini, para pelaku kejahatan mirip dengan kita semuanya ketika melakukan kejahatan dia akan mengukur untung ruginya kecepatan dalam melaksanakan pencurian,” ujarnya.

    “90 persen terjadi pencurian itu rata-rata tidak ada kunci ganda. Tidak ditambahi kunci, kami sarankan kepada masyarakat minimal memperlambat,” tambahnya.

    Kemudian Sigit mengungkapkan dari tindak pidana yang dapat diselesaikan oleh tim Reserse Kriminal Polres Cilegon maupun Polsek jajaran di tahun 2021 sebanyak 471 kasus, sementara pada tahun 2020 sebanyak 426 kasus. Sehingga penyelesaian kasus mengalami kenaikan sebesar 7 persen.

    “Jumlah kasus menonjol di tahun 2021 sebanyak 380 kasus, tahun 2020 sebanyak 391 kasus mengalami penurunan sebanyak 3 persen,” ujarnya.

    “Jumlah penyelesaian di tahun 2021 sebanyak 329 kasus dan bisa diselesaikan di tahun 2020 sebanyak 242 kasus, itu mengalami peningkatan sebanyak 24 persen lebih,” tandasnya. (LUK/RUL)

  • Dugaan Pemotongan Bantuan PAUD di Pandeglang Diminta Diusut Tuntas

    Dugaan Pemotongan Bantuan PAUD di Pandeglang Diminta Diusut Tuntas

    PANDEGLANG, BANPOS – Adanya dugaan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) melakukan penyunatan terhadap Bantuan Oprasional Pendidikan (BOP) di 672 lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kabupaten Pandeglang, membuat geram Komisi IV DPRD Kabupaten Pandeglang.

    Apalagi, dalam penyunatan anggaran tersebut, mengatasnamakan Bupati Pandeglang, Irna Narulita. Maka dari itulah Ketua Komisi IV DPRD Pandeglang, M. Habibi meminta agar oknum ASN itu dipolisikan (laporkan).

    Kata Habibi, oknum ASN yang mencatut nama Bupati Pandeglang untuk menyunat BOP PAUD harus diproses secara hukum bila terbukti bersalah.

    “Saya minta ini harus segera diusut tuntas. Bupati dan Inspektorat harus segera mengambil tindakan tegas,” kata Habibi, Minggu (2/1).

    Ia juga mengaku, sudah mendengar informasi adanya pemaksaan pembelian buku dari BOP PAUD sebesar Rp3 juta yang dilakukan oleh oknum ASN di lingkungan Pemkab Pandeglang.

    “Saya menyayangkan atas kejadian itu. Dugaan modusnya memang oknum menjual buku secara paksa, padahal buku yg mereka kirim tidak sesuai dengan kebutuhan untuk pembelajaran di tingkat PAUD,” jelasnya.

    Oleh karena itu dia meminta Bupati Pandeglang, Irna Narulita mengambil tindakan yang keras kepada oknum tersebut. “Berikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, karena tindakan itu sudah merugikan negara dan mencemarkan nama baik Bupati,” tandasnya.

    Salah seorang pengelola PAUD di Kabupaten Pandeglang, yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, saat ini juga ada lagi perintah kepada pihaknya agar tetap menganggarkan pembelian buku. Padahal katanya, buku yang ada saja sudah menumpuk di PAUD-nya.

    “Iya ada perintah lagi menganggarkan pembelian buku, padahal kan buku sudah banyak. Saya juga tak mengerti ko diharuskan beli buku lagi, padahal di PAUD bukan hanya buku yang dibutuhkan,” katanya sembari meminta tak disebutkan nama lembaga dan namanya.

    Diberitakan sebelumnya, Anggaran Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) di 672 lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kabupaten Pandeglang, diduga dipotong. Untuk memuluskan dugaan pemotongan itu, oknum atau pelaku pemotongan mencatut nama Bupati Pandeglang, Irna Narulita.

    Informasi yang berhasil dihimpun, 672 lembaga PAUD masing-masing mendapatkan BOP dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pemerintah Pusat sebesar Rp 5 juta.

    Setelah dicairkan, diduga ada oknum yang menjadi dalang penyunatan BOP itu Rp 3 juta per lembaga, mengatasnamakan Bupati Pandeglang, Irna Narulita.

    Bupati Pandeglang, Irna Narulita membenarkan, sudah mendapat informasi terkait dugaan pencatutan namanya oleh oknum yang tidak bertanggungjawab itu. Informasi itu katanya, didapatkannya dari salah stau anggota DPRD Banten.

    “Iya, jadi kemarin (Rabu,red), ada seorang anggota DPRD Provinsi Banten nanya masalah itu (penyunatan BOP PAUD,red). Katanya atas nama Bupati, setiap oknum gitu tuh, atasnama Bupati,” aku Irna, Kamis (30/12/2021).(PBN/BNN)

  • Kasus Hibah Ponpes, Kuasa Hukum Terdakwa: Jaksa Harus Obyektif

    Kasus Hibah Ponpes, Kuasa Hukum Terdakwa: Jaksa Harus Obyektif

    SERANG, BANPOS – Menjelang pembacaan tuntutan kasus dugaan korupsi hibah Ponpes dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Senin 3 Januari 2022 nanti, kuasa hukum terdakwa Irvan Santoso, Alloys Ferdinand, angkat bicara. Alloys berharap, JPU dapat lebih objektif melihat fakta-fakta persidangan terkait pemberian hibah pondok pesantren.

    “Dari fakta yang terungkap di persidangan, berkaitan dengan penempatan Pasal 2 dan 3 terhadap terdakwa 1 (Irvan Santoso) dan terdakwa 2 (Toton Suriawinata) tidak bisa terbukti. Karena tidak ada kewenangan yang diperbuat oleh terdakwa 1 dan terdakwa 2 yang melawan hukum,” ujarnya, Jumat (31/12).

    Menurut Alloys, terkait hibah Ponpes 2018, kedua terdakwa tidak memenuhi unsur kesalahan melanggar hukum. Sebab, apa yang direkomendasikan oleh terdakwa 1 telah sesuai dengan amanat Pergub 49 Tahun 2017.

    Berkaitan dengan rekomendasi yang di ajukan oleh Irvan berkaitan dengan Proposal kedua FSPP pada tanggal 22 November 2017, menurutnya sudah tidak memiliki arti lagi dalam proses penyusunan anggaran di TAPD.

    Sebab kesepakatan KUA PPAS antara Gubernur dengan Pimpinan Dewan telah disusun oleh TAPD dan disepakati menjadi RAPBD pada tanggal 21 November 2017, yang mana FSPP telah dialokasikan sebagai calon penerima hibah uang yang nilainya sebesar Rp65.280.000.000.

    “Sehingga bagaimana mungkin Rancangan APBD lebih dahulu muncul dari rekomendasi permohonan penganggaran yang ditujukan kepada Gubernur melalui TAPD,” katanya.

    Berkaitan dengan adanya perbedaan antara lampiran III Pergub No. 1 Tahun 2018 tentang Penjabaran APBD 2018 dengan DPA, menurut pihaknya bukanlah tanggung jawab dari Irvan. Sebab Irvan selaku OPD pengusul harus berpedoman pada lampiran III Pergub Nomor 1 Tahun 2018 tentang Penjabaran APBD 2018, sebagaimana Nota Dinas Sekda No. 978/644-ADPEM/18 tanggal 16 Maret 2018 perihal penyampaian daftar calon penerima hibah uang tahun 2018 yang ditujukan kepada Irvan.

    “Sehingga atas dicairkannya dana hibah uang kepada FSPP sebagaimana mekanisme pencairan yang diatur dalam Pergub No. 49 tahun 2017, sepenuhnya tanggungjawab dari BPKAD yang dalam pelaksanaan pemberian hibah bansos mengacu pada DPA,” tuturnya.

    Ia mengatakan, apabila BPKAD melihat permohonan pencairan dari OPD pengusul tidak sesuai dengan DPA, maka seharusnya BPKAD berkewajiban untuk mengembalikan usulan pencairan tersebut kepada OPD pengusul, bukannya mencairkan.

    “Pertanyaannya, kenapa BPKAD Provinsi Banten tidak dimintakan pertangungjawabannya oleh Kejaksaan Tinggi Banten. Ada Apa Ini,” tegasnya.

    Alloys juga menyoroti terkait hibah Ponpes tahun 2020. Alloy mengatakan, pemohon hibah itu bukan pondok pesantren melainkan FSPP. Sedangkan FSPP dalam pengajuan proposal, belum menggunakan e-hibah sebagaimana diatur dalam Pergub No. 10 Tahun 2019, dan belum finalnya laporan pertanggungjawaban hibah tahun 2018.

    “Sedangkan batas akhir pengajuan proposal telah berakhir. Berkaitan dengan e-hibah, tidak hanya FSPP yang tidak dapat diberikan rekomendasinya, ada beberapa Lembaga seperti MUI, Baznas, LPTQ juga pada batas akhir pengajuan hibah uang belum dapat dikeluarkan rekomendasi oleh terdakwa 1,” ungkapnya.

    Namun berdasarkan kajian dan pertimbangan yuridis, lembaga-lembaga yang sifatnya mandatori dapat langsung diberikan rekomendasi, sedangkan pihaknya menilai bahwa FSPP bukanlah organisasi yang bersifat mandatori. Sehingga FSPP tidak dapat diberikan rekomendasi.

    “Sedangkan pondok pesantren dengan telah dikeluarkannya undang undang tentang Pondok Pesantren dapat dimasukkan dalam mandatori,” terangnya.

    Namun ketentuan yang diatur dalam Pergub No. 10 tahun 2019, pondok pesantren yang tidak memiliki kepengurusan di tingkat provinsi tidak dapat menerima hibah uang yang dibiayai dari APBD Provinsi Banten tahun 2020, sehingga kliennya sama sekali tidak pernah mengeluarkan rekomendasi baik untuk FSPP maupun Pondok Pesantren.

    Berkaitan dengan tuduhan Jaksa terhadap Irvan dan Toton yang disebut tidak melakukan evaluasi dan verifikasi terhadap pondok pondok pesantren penerima hibah tahun 2018 dan 2020, Alloys mengatakan bahwa evaluasi dan verifikasi berkaitan dengan permohonan hibah bansos dilakukan jika OPD pengusul menerima proposal permohonan dari penerima hibah.

    “Ini amanat Undang-undang. Berkaitan dengan hibah uang TA. 2018 dan TA. 2020, tidak ada proposal permohonan dalam proses penyusunan anggaran dari pondok pesantren, kecuali 58 Pondok Pesantren diluar FSPP di tahun 2018, sehingga apa yang mau di evaluasi dan verifikasi,” katanya.

    “Apakah Jaksa tetap menyalahkan Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 tidak melakukan evaluasi dan verifikasi sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang ada padanya,?” tanya Alloys.

    Yang lebih parah lagi menurutnya, berkaitan dengan pencairan hibah uang kepada Ponpes pada tahun 2020. Berdasarkan Pergub No. 10 Tahun 2019 tentang Hibah dan Bansos, OPD pengusul dalam pengajuan pencairan kepada BPKAD selaku Pengguna Anggaran.

    “Berdasarkan ketentuan, OPD pengusul harus melampirkan salah satunya dokumen kertas Kerja yang dibuat oleh Tim Verifikasi dan Evaluasi pada saat proses penganggaran,” jelasnya.

    Karena tidak adanya proposal pengajuan dari Ponpes pada proses penyusunan anggaran, maka tidak ada kertas kerja dari Tim evaluasi. Sehingga, permohonan pencairan tanpa disertai dengan kertas kerja proses penganggaran.

    “Berdasarkan Ketentuan yang tertuang dalam Pergub No. 10 tahun 2019, jika terdapat kekurangan syarat yang harus dilampirkan dalam permohonan pencairan, maka BPKAD akan mengembalikan permohonan pencairan tersebut kepada OPD Pengusul untuk dapat dilengkapi,” ucapnya.

    Namun Alloys mengaku, hibah tahun 2020 oleh BPKAD dicairkan meskipun ada satu syarat tidak ikut dilampirkan dalam permohonan pencairannya.

    “Apakah atas dicairkannya dana hibah uang tersebut menjadi tanggungjawab dari Terdakwa 1 maupun Terdakwa 2. Jaksa seharusnya sejak awal telah menetapkan BPKAD sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kerugian negara ini,” paparnya.

    Berkaitan dengan pengenaan kerugian Negara terhadap Irvan dan Toton, Alloys menegaskan bahwa seharusnya Jaksa konsisten dalam penerapan pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi. Sebab pihak pihak yang menyebabkan, dan pihak pihak yang menerima uang Negara tersebut harus di pertanggungjawabkan secara bersamaan.

    “Bagaimana mungkin kerugian Negera di bebankan kepada Terdakwa 1 dan Terdakwa 2, jika nyata dan dapat dibuktikan uang tersebut diterima oleh pihak pihak yang termuat dalam surat dakwaan Jaksa, namun pihak pihak tersebut sampai saat ini tidak dimintakan pertanggungjawaban hukumnya. Ada apa dengan semua ini,” tegasnya.

    Alloys berharap, surat tuntutan Jaksa nantinya dapat memberikan rasa keadilan bagi Irvan dn Toton, untuk menghindari dugaan bahwa keduanya merupakan kambing hitam untuk melindungi dan menyelamatkan pihak-pihak yang sesungguhnya harus bertanggung jawab. (DZH)

  • Konspirasi Busuk Pengadaan Barang Jasa Dominasi Korupsi di Banten

    Konspirasi Busuk Pengadaan Barang Jasa Dominasi Korupsi di Banten

    SERANG, BANPOS – Selama kurun waktu 2021, Kejati Banten telah menangani puluhan perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor). Penanganan tersebut mulai dari tingkat penyelidikan, hingga ke tingkat tuntutan.

    Dari puluhan perkara tersebut, Kejati Banten berhasil menyelamatkan sebanyak Rp5.808.100.550, baik dari tahap penyidikan maupun tahap tuntutan.

    Selain itu, puluhan kasus tindak pidana korupsi yang terjadi pada kurun waktu 2021, masih didominasi oleh tindak pidana korupsi pada pengadaan barang dan jasa.

    Asisten Pidana Khusus pada Kejati Banten, Iwan Ginting, mengatakan bahwa pihaknya saat ini tengah melakukan penyelidikan sebanyak dua puluh perkara dugaan tindak pidana korupsi. Sementara itu, pada tahap penyidikan pihaknya menangani sebanyak 34 perkara.

    “Untuk penuntutan sebanyak 42 perkara yang terdiri dari 37 perkara yang berasal dari Penyidikan Kejaksaan dan lima perkara dari Penyidikan Polri. Eksekusi telah dilaksanakan terhadap 23 perkara,” ujarnya dalam Ekspos akhir tahun Kejati Banten, Kamis (30/12).

    Salah satu pengawasan anggaran Covid-19 yang telah ditangani oleh Kejati Banten yakni perkara korupsi pengadaan masker pada Dinkes Provinsi Banten. Perkara itu menyeret sebanyak tiga orang, antara lain Wahyudin Firdaus, Agus Suryadinata dan Lia Susanti.

    Ketiganya dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim pengadilan tipikor PN Serang. Namun, Lia Susanti memutuskan untuk menempuh banding atas putusan yang telah ditetapkan. Adapun Agus dan Wahyudin menerima putusan Majelis Hakim Tipikor PN Serang.

    “Wahyudin Firdaus dan Agus Suryadinata dijatuhi hukuman pidana penjara masing-masing selama empat tahun enam bulan dan enam tahun, serta pidana tambahan membayar uang pengganti senilai kerugian keuangan negara sesuai Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Serang,” katanya.

    Kepala Kejati Banten, Reda Manthovani, mengatakan bahwa rata-rata kasus tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejati Banten, merupakan perkara yang timbul pada kegiatan pengadaan barang dan jasa.

    “Jadi rata-rata memang kasus tersebut dilakukan atau terjadi pada pengadaan barang dan jasa. Memang ada juga dari perkara suap, namun rata-rata didominasi perkara pengadaan barang dan jasa,” ujarnya.

    Banyaknya perkara korupsi pada proses pengadaan barang dan jasa di Provinsi Banten pun dikarenakan masih maraknya Hengky Pengky atau persekongkolan jahat dalam proses pengadaannya.

    “Ikuti saja aturan yang sudah ada. Jangan ada hengky pengky. Kalau mau mencari keuntungan, ya harus mencari sesuai dengan keuntungan yang wajar saja,” tandasnya.(DZH)

  • Dua Oknum Jaksa Mesum ‘Ditendang’ Kajati Banten

    Dua Oknum Jaksa Mesum ‘Ditendang’ Kajati Banten

    SERANG, BANPOS – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten mengklaim telah ‘menendang’ dua Jaksa penyidik yang diduga telah melakukan pelanggaran etik, dengan memeras terdakwa dalam perkara korupsi kredit dan SPK Fiktif bank BJB Cabang Tangerang, hingga melakukan gratifikasi seks menggunakan perempuan.

    Sebelumnya dalam pledoi yang beredar, disebutkan bahwa terdakwa Unep Hidayat ‘diperas’ oleh oknum penyidik Kejati Banten. Salah satunya bahkan merupakan tindakan mesum, yakni agar menyediakan perempuan dalam penyidikan yang dilakukan di Bandung.

    Menanggapi hal tersebut, Kepala Kejati Banten, Reda Manthovani, mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan pendalaman atas dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh oknum penyidik yang bertugas pada kasus kredit dan SPK Fiktif Bank BJB Tangerang.

    “Itu sudah masuk ke dalam tindakan kami. Kami sudah langsung melakukan tindakan. Nanti hasilnya akan ada di (awal) tahun depan, minggu depan lah ya hasilnya,” ujar Reda dalam kegiatan Ekspose akhir tahun Kejati Banten, Kamis (30/12).

    Kendati masih dalam proses pendalaman, Reda mengaku bahwa oknum penyidik yang disebut dalam pledoi terdakwa Unep Hidayat telah ‘ditendang’ dari Kejati Banten. Sebab, penyidik itu telah mencemarkan nama baik Korps Adhyaksa.

    “Yang jelas orang-orang yang disebutkan dalam persidangan tersebut saat ini sudah tidak ada lagi di Kejati Banten. Sudah dikeluarkan dari keluarga besar Kejaksaan Tinggi Banten. Karena kami tidak ingin menerima jaksa-jaksa yang tidak amanah,” tuturnya.

    Meskipun telah ditendang, namun Reda memastikan bahwa proses klarifikasi dan verifikasi atas dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh oknum jaksa tersebut, akan tetap dilanjutkan.

    “Tapi itu kan masih dalam tahap verifikasi oleh kami. Kami akan proses terkait dengan dugaan tersebut,” ucapnya.

    Sementara itu, Asisten Pengawas pada Kejati Banten, Lanna Hany Wanike Pasaribu, mengatakan bahwa selama periode 2021, terdapat 12 laporan pengaduan mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh jaksa.

    Akan tetapi, 12 laporan pengaduan tersebut belum termasuk dugaan kasus pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh oknum penyidik, yang bertugas pada kasus Kredit dan SPK Fiktif BJB Cabang Tangerang.

    Untuk penyelesaian 12 laporan itu, perempuan yang akrab disapa Ike tersebut mengatakan bahwa 6 laporan diantaranya diselesaikan karena tidak memiliki cukup bukti.

    “Sebanyak satu laporan pengaduan sedang dalam proses klarifikasi, empat laporan ditingkatkan ke hukuman disiplin dan satu laporan diserahkan ke pidum,” ujarnya.

    Ia menegaskan bahwa Kejaksaan Tinggi Banten secara sungguh-sungguh telah melakukan beberapa langkah, sebagai upaya dan strategi dalam penguatan sistem secara terintegrasi guna meningkatkan profesionalisme Jaksa serta memperbaiki pola pengawasan dan penanganan pelanggaran jaksa.

    Langkah tersebut diantaranya yakni peningkatan kompetensi jaksa dengan mengikutsertakan beberapa Jaksa pada Diklat Teknis, pengawasan melekat oleh pimpinan dua tingkat keatas, menindaklanjuti lapdu terkait pelanggaran disiplin dan etika profesi jaksa.

    Selanjutnya, pihaknya melakukan penilaian secara berkala kinerja jaksa (SKP), menetapkan Surat Keterangan Kepegawaian (Clearance) sebagai prasyarat dalam proses usulan promosi jaksa dan melakukan inovasi MoU dengan Inspektorat wilayah Banten guna mendukung fungsi dan tugas APIP.

    “Selanjutnya dengan mengembangkan inovasi aplikasi digital SADAP (Satu Data Pengawasan), yang dikembangkan untuk mendukung penyusunan program kerja monitoring serta evaluasi untuk mewujudkan kepastian penyelesaian lapdu,” tandasnya.(DZH/PBN)

  • Jaksa Bingung Jawab Pertanyaan Hakim, Sidang Perkara Suap Uteng Diskorsing

    Jaksa Bingung Jawab Pertanyaan Hakim, Sidang Perkara Suap Uteng Diskorsing

    SERANG, BANPOS – Sidang putusan perkara kasus dugaan suap perizinan parkir di Pasar Kranggot terpaksa diskorsing oleh Majelis Hakim.

    Hal tersebut lantaran Jaksa Penuntut Umum (JPU) bingung menjawab pertanyaan Majelis Hakim terkait besaran pengembalian uang yang dikembalikan oleh terdakwa Uteng sebesar Rp150 juta.

    Hakim mempertanyakan, bagaimana status sisa dari suap yang didapat oleh Uteng. Mengingat Uteng dalam dakwaan, disebut menerima sebesar Rp530 juta.

    “Kan tidak semua oleh bapak jaksa minta, hanya Rp150 juta. Kenapa tidak semuanya? Kan ada sisanya lagi sebesar Rp380 juta. Itu bagaimana? Biar tuntas,” ujar Ketua Majelis Hakim, Atep Sopandi, Rabu (29/12).

    Ditanya seperti itu, JPU pun agak bingung. Mulanya, JPU yang biasanya terdiri atas tiga orang itu hanya dihadiri satu orang dalam sidang tersebut.

    Lantaran bingung, JPU yang hadir pun menghubungi rekannya agar masuk ke persidangan. Namun meski sudah dibantu, ternyata JPU masih belum bisa menjawab pertanyaan dari Majelis Hakim.

    Untuk itu, Majelis Hakim pun mengambil keputusan untuk melakukan skorsing persidangan, agar JPU dapat mendiskusikan jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan.

    “Diskorsing dulu ya, agar bapak jaksa bisa mendiskusikan kenapa tidak semua dimasukkan ke dalam tuntutan. Karena ini akan menjadi pertimbangan hukum juga,” katanya sembari mengetuk palu sidang tanda skors dimulai.

    Untuk diketahui, rencananya pada Rabu (29/12) ini menjadi hari penentuan bagaimana amar putusan bagi mantan Kepala Dishub Kota Cilegon, Uteng Dedi Afendi.

    Akan tetapi karena terdapat beberapa pertimbangan, Majelis Hakim menunda agenda pembacaan amar putusan tersebut selama seminggu.(DZH)