Kategori: HUKRIM

  • KPK Diminta Usut Sindikat Suap KPK

    KPK Diminta Usut Sindikat Suap KPK

    JAKARTA, BANPOS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk serius dalam menangani perkara dugaan suap terhadap mantan penyidik AKP Stepanus Robin Pattuju. Terlebih dalam fakta persidangan, muncul dugaan Robin diperintah atasan dalam mengamankan perkara dugaan suap jual beli jabatan di Kota Tanjungbalai.

    Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengungkapkan, jika Robin memiliki atasan dalam menangamankan perkara Tanjungbalai, seharusnya lembaga antirasuah tidak tinggal diam. KPK bisa mengusut siapa aktor dibalik Stepanus Robin Pattuju.

    “Stepanus Robin Pattuju bermain sendiri atau memang dia hanya pelaksana, karena ada atasan yang ikut bermain, kecuali ada cukup bukti (minimal dua) kemungkinan adanya orang lain atasan Stepanus Robin Pattuju,” kata Fickar, Selasa (12/10).

    Menurut Fickar, lembaga antirasuah bisa mengumpulkan alat bukti jika memang terdapat aktor dibalik permainan Robin. Tetapi, apabila Robin mengarang terdapat atasan dibalik permainannya, seolah-olah permainan perkara tersebut diamankan secara resmi.

    “Sesuatu yang sengaja dikarang-karang oleh Stepanus Robin Pattuju agar dia tetlihat seolah-olah mewakili lembaga, karena direstui oleh atasan. Jika tidak terbukti ada atasan yang terlibat, maka kedudukan Robin semakin berat, karena dia juga telah mencemarkan nama baik lembaga KPK,” tegas Fickar.

    Meski demikian, Ketua KPK Firli Bahuri membantah pimpinan KPK terlibat dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Kota Tanjungbalai. Mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju diklaim, bermain sendiri dalam mengamankan perkara Tanjungbalai.

    “Tidak ada internal yang terlibat dalam perbuatan SRP (Stepanus Robin Pattuju) termasuk atasannya,” ucap Firli.
    Mantan Kapolda Sumatera Selatan ini pun mengklaim, pihaknya serius mendalami dugaan suap yang dilakukan Robin. Bahkan, lembaga antirasuah sudah memeriksa beberapa saksi termasuk pihak internal untuk membongkar kasus suap terhadap Robin.

    “Tidak ada bukti bahwa atasannya terlibat perkara SRP,” tegas Firli.

    Pernyataan ini sekaligus membantah kesaksian mantan Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial, yang mengaku dipaksa Robin untuk segera memberikan uang suap dalam waktu dekat selama pemufakatan jatah terjadi. Syahrial mengungkapkan itu dalam persidangan kasus suap penanganan perkara di Tanjungbalai secara daring pada Senin (11/10) kemarin.

    Dalam kesaksiannya, Syahrial mengaku meminta bantuan ke Robin untuk menutup kasus jual-beli jabatan Tanjungbalai. Syaratnya, Syahrial harus memberikan uang ke Robin Rp2 miliar, namun Syahrial tidak menyanggupi dan hanya menyepakati Rp1,695 miliar.

    “Ada (kesepakatan) untuk tutup kasus saya di Tanjungbalai, kasus yang lelang jabatan. Pada saat itu saya sampaikan ke Robin untuk bantu tutup kasus dan akhirnya muncul nominal yang disepakati, saya sama Robin, pertama Rp2 Miliar, saya nggak sanggup karena saya Pilkada akhirnya di angka Rp1,695 miliar,” ucap Syahrial.

    Mendengar hal itu, Jaksa KPK menunjukkan gambar percakapan antara Syahrial dan Robin melalui aplikasi Signal. Isi percakapan itu membahas Robin mengunjungi rumah mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.

    Dalam percakapan itu, Robin memberi tahu Syahrial bahwa dia sedang menuju rumah Azis. Kemudian, tiba-tiba Robin menagih uang kesepakatan terkait kasus Tanjungbalai ke Syahrial. “(Chat Robin) ‘izin bang barangkali bisa abang geser? Maksudnya apa ini?” telisik Jaksa KPK.

    “Geser kirim (uang), Pak, menagih,” ungkap Syahrial.

    Jaksa KPK kemudian mengonfirmasi percakapan Syahrial dan Robin. Dalam percakapan selanjutnya ada pernyataan Robin mengatakan dia sudah ditagih ‘atasan’. “Karena di atas kalau telepon kayak nagih utang?’ Di atas siapa yang Saudara pahami?” cecar Jaksa KPK.

    “Pimpinan, Pak,” singkat Syahrial.

    Meski demikian, lanjut Syahrial, Robin tidak menjelaskan siapa sosok atasan yang dimaksud. Namun, yang dipahami Syahrial atasan itu merupakan pimpinan KPK. Dalam perkaranya, Stepanus Robin Pattuju didakwa menerima uang senilai Rp11.025.077.000 dan USD 36 ribu. Suap tersebut berkaitan dengan penanganan perkara di KPK.

    Robin didakwa melanggar Pasal Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.(ENK/JPG)

  • Pemprov Manipulasi Data Ponpes

    Pemprov Manipulasi Data Ponpes

    SERANG, BANPOS – Mayoritas pondok pesantren penerima dana hibah, ternyata tak memenuhi persyaratan. Namun, Pemprov Banten disebut memanipulasi data penerima hibah demi memaksakan pencairan dana tersebut.

    Hal itu terungkap dalam sidang dugaan korupsi dana hibah ponpes dari Pemprov Banten yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Serang, kemarin. Agenda persidangan kemarin adalah pemeriksaan saksi yang menghadirkan mantan Plt Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Banten Ade Ariyanto.

    Dalam kesaksiannya, Ade mengungkapkan, pada tahun 2020, ada 1.317 proposal dari ponpes yang mengajukan bantuan dana hibah kepada Biro Kesra pemprov Banten. Seluruh proposal itu kemudian diverifikasi oleh tim dari Biro kesra. Namun, dari hasil verifikasi tim hanya terdapat 491 pesantren yang memenuhi syarat.

    Ade mengatakan, persyaratan pemberian dana hibah kepada ponpes, seharusnya mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 10 tahun 2019 mengenai Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD. Namun, karena banyaknya ponpes yang tak memenuhi syarat, selaku Plt Kepala Biro Kesra, Ade menggagas pertemuan.

    Pertemuan itu digelar pada 18 Maret 2020 dan dihadiri sejumlah pejabat terkait. Diantaranya adalah mantan Kepala Inspektorat Provinsi Banten E. Kusmayadi, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Banten Agus Mintono dan Ketua Presidium FSPP Provinsi Banten Sulaimen Efendi dan Sekjen FSPP Fadlullah.

    Oleh terdakwa Irvan Santoso, pertemuan tersebut dinilai mendegradasi syarat dan ketentuan pencairan dana hibah kepada lembaga penerima. Dalam pertemuan tersebut, kata Irvan, beberapa persyaratan yang sudah tertuang dalam Peraturan Gubernur Banten. Salah satu syarat mutlak di dalamnya soal wajib mencantumkan hasil verifikasi lembaga penerima sebelum mencairkan dana hibah untuk pondok pesantren.

    “Dalam pertemuan itu hanya dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Pak Ade dan yang lain. Berita acara itu seolah mendagradasi persyaratan yang sudah tertuang dalam Pergub. Apakah ada target dari Gubernur untuk mencairkan? Padahal (pencairan) bisa proses di APBD Perubahan 2020 tanpa harus mengabaikan aturan,” beber Irvan menanggapi kesaksian Ade Ariyanto di Pengadilan Tipikor Serang.

    “Ini terkesan ada jalan pintas. Regulasi ini terkesan ‘diakali’ agar target 30 Mei bisa selesai (dicairkan),” imbuh Irvan.

    Selain soal melampirkan verifikasi administratif dan faktual lapangan, ada hal yang ‘digugurkan’ dalam kesepakatan pertemuan tersebut yakni soal legalitas lembaga penerima melalui Izin Operasional (IJOP) dari Kementerian Agama.

    Hasil pertemuan tersebut menyepakati IJOP lembaga penerima diganti dengan Surat Keterangan Terdaftar (Suket) dari Kementerian Agama.

    Namun, tanggapan Irvan dibantah lagi oleh Ade. Ade yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kesejahteraan Bangsa dan Perlindungan MAsyarakat (Kesbang Linmas), menilai pertemuan itu tidak mengurangi persyaratan di Pergub.

    “Insya Allah tidak, unsur paksaan dari pimpinan juga,” kata Ade di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Slamet Widodo.

    Mengenai penggantian IJOP dengan Suket, Ade menilai banyak pondok pesantren yang tidak memiliki IJOP. Sementara proses memperoleh IJOP sendiri bisa memakan waktu yang lama.

    “Sehingga waktu itu, ketika yang bersangkutan sedang mengurus izin dan memang dalam proses, dan dari Kemenag sendiri menyatakan dalam proses, hanya tinggal menunggu IJOP makanya kita terbitkan Suket,” pungkasnya.(PBN/ENK)

  • Tim ‘Taliban’ di KPK Sulit Diamankan

    Tim ‘Taliban’ di KPK Sulit Diamankan

    JAKARTA, BANPOS – Mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial menyatakan, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robin Pattuju pernah memberitahunya bahwa kasus yang menjeratnya, yakni suap seleksi jabatan, ditangani “Tim Taliban”.

    Hal itu disampaikan Syahrial saat bersaksi dalam persidangan kasus suap penanganan perkara dengan terdakwa Robin dan kawannya, pengacara Maskur Husain. Syahrial, menjawab pertanyaan jaksa.

    “Pernah menyampaikan inisial-inisial tim ditangani siapa?” tanya Jaksa, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/10).

    “Di kasus saya, Taliban,” jawab Syahrial, yang memberi kesaksian dari Rutan Kelas I Medan, Senin (11/10). “Dibilangnya Taliban lah, sulit masuknya, orang-orang Taliban,” imbuhnya.

    Meski begitu, Syahrial mengaku tak tahu siapa “Tim Taliban” yang dimaksud Robin. “Namanya saya tidak tahu. Hanya diberitahu, Taliban,” tutur Syahrial. “Apa hanya disampaikan yang tangani Tim Taliban?” tanya jaksa lagi. “Iya, Taliban saja,” jawabnya.

    Syahrial sendiri mengaku dikenalkan kepada Robin oleh eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Awalnya, kata Syahrial, dia bertemu Azis, di rumah dinasnya, di Jl. Denpasar, Jakarta Selatan, pada Oktober 2020. Setelah itu, keduanya geser ke rumah Azis di Joglo, Jakarta Barat.

    “Azis sampaikan sesuatu?” tanya Jaksa. “Oh iya, bro, gw mau kenalin seseorang tapi jangan cerita-cerita proyek ya bro,” jawab Syahrial menirukan perkataan Azis.

    “Siapa yang mau dikenalin? cecar Jaksa. “Awalnya nggak tau, lalu akhirnya dikenalkan bahwa dia penyidik KPK. Robin kenalin diri sambil ngeluarin name tag KPK,” bebernya.

    Akhirnya, pembicaraan berlanjut. Syahrial meminta bantuan Robin agar penyelidikan kasus dugaan suap seleksi jabatan di Tanjungbalai yang menyeretnya, tak naik ke penyidikan. Robin meminta Rp 2 miliar untuk mengurus perkara. Tapi Syahrial hanya menyanggupi Rp 1,695 miliar.

    Semua perkembangan soal pengurusan kasus itu, dilaporkan Syahrial kepada Azis. Misalnya saja, ketika dia menerima surat panggilan dari KPK. Surat itu kemudian dikirimnya ke Azis.

    “Izin bang, kenapa ini naik bang. Ampun, bang,” tutur Syahrial menirukan perkataannya kepada Azis. Apa jawaban Azis? “Siap, sudah komunikasi kita dengan kawan kita,” jawab Syahrial. “Kawan kita siapa?” tanya Jaksa. “Robin,” jawabnya.

    Syahrial juga mengaku melaporkan ke Azis ketika dia sudah memberikan uang kepada Stepanus Robin Pattuju.
    “Saya katakan ‘Sudah selesai Ketua’, dijawab ‘Ooh sudah OK’, maksudnya sudah selesai pemberian uang,” ungkap Syahrial.

    Jaksa lalu membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Syahrial mengenai laporannya kepada Azis tersebut. “‘Azis Syamsuddin tahu mengenai komitmen saya dengan Robin tepatnya pada bulan Februari 2021 dan saya sampaikan ke Azis ‘Sudah saya selesikan ketua’ dan saya bertemu Azis Syamsuddin di Mahkamah Agung terkait dengan masalah pilkada dan Azis Syamsuddin hanya menjawab oke’, apakah keterangan ini benar?” tanya jaksa.
    “Benar,” jawab Syahrial.(OKT/ENK/RMID)

  • Polres Serang Kirim 150 Personil BKO Pilkades di Kabupaten Tangerang

    Polres Serang Kirim 150 Personil BKO Pilkades di Kabupaten Tangerang

    SERANG, BANPOS- Polres Serang mengirimkan 150 personel untuk membantu pengamanan proses Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak di Kabupaten Tangerang yang akan digelar pada Minggu (10/10/2021). Ke-150 personil mulai diberangkatkan pada Sabtu pagi (9/10) hingga Senin (11/10).

    “150 personil yang dikirim ke Tangerang dalam rangka untuk membantu Polres Kota Tangerang dalam pegamanan kegiatan Pilkades serentak yang rencananya digelar Minggu besok hingga Senin,” ungkap Kapolres Serang AKBP Yudha Satria didampingi Kabag Ops AKP Joko Pituturno dan Kasatbinmas AKP Bhakti Yasa Saputri saat apel pergeseran pasukan di Mapolres Serang, Jumat (8/10/2021).

    Kapolres menjelaskan bahwa personil yang di BKO kan ke Polres Kota Tangerang telah diberikan pembekalan dalam membantu pengamanan. Kemudian para personil juga telah dilakukan pengecekan perlengkapan, baik perorangan maupun pendukung tugas.

    “Sebelum diberangkatkan, seluruh personil telah diberikan pembekalan dalam membantu pengamanan serta pengecekan perlengkapan, baik perorangan maupun pendukung tugas,” terangnya.

    Kapolres memberikan pesan kepada personil yang bertugas BKO dapat menjalankan tugas dan menjaga nama kesatuan dan dapat mengayomi dan memposisikan diri sebagai pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat.

    “Saya juga berpesan jaga solidaritas, kekompakan serta sinergitas dengan instansi yang ada di Kabupaten Tangerang agar pelaksanaan Pilkades Serentak berjalan aman dan lancar,” pesan Kapolres.

    Dikatakan Kapolres, pasukan yang diberangkatkan ke Tangerang nantinya akan berada dibawah kendali Kapolres Kota Tangerang. Kapolres menekankan, seluruh pasukan BKO harus melaksanakan tugas sesuai yang diperintahkan Kapolres Kota Tangerang dalam pengamanan pilkades serentak.

    “Dalam melaksanakan kegiatan di lapangan harus dilaksanakan sesuai perintah pimpinan di Polres Kota Tangerang dengan rasa tanggung jawab. Jadikan tugas ini sebagai amanah bangsa dan sebagai ibadah kepada Allah SWT,” tandas Kapolres.

    Terakhir Kapolres mengingatkan seluruh personil dalam menjalankan tugas BKO tersebut wajib menjaga kesehatan dan menjaga kepatuhan terhadap protokol kesehatan mengingat pelaksanaan kegiatan Pilkades Serentak masih dalam suasana pandemi Covid-19.

    “Yang harus diingat, tugas pengamanan pilkades saat ini dalam suasana pandemi. Untuk itu, saya ingatkan jaga kesehatan dengan patuh menjalankan protokol kesehatan,” tandasnya (MUF)

  • Diberhentikan Dari Pekerjaan, Mantan Karyawan Leasing Jual Sabu

    Diberhentikan Dari Pekerjaan, Mantan Karyawan Leasing Jual Sabu

    SERANG, BANPOS – Gegara dipecat dari pekerjaan RF alias Aya (24), warga Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Kota Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat nekad berbisnis narkoba.

    Mantan karyawan leasing ini diringkus dicokok personil Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Serang di teras rumah kontrakannya di Perumahan Taman Puri, Kelurahan/ Kecamatan Serang, Kota Serang, Rabu (6/10/2021). Dari rumah kontrakan, petugas mengamankan barang bukti sabu sebanyak 20 paket.

    Kapolres Serang AKBP Yudha Satria mengatakan penangkapan terhadap pengedar narkoba ini berawal dari adanya informasi masyarakat yang diterima tim satresnarkoba. Berbekal dari informasi tersebut Tim Unit 2 Satresnarkoba langsung bergerak melakukan penyelidikan.

    “Berawal dari informasi warga dan tim satresnarkoba langsung bergerak melakukan penyelidikan di lapangan,” ungkap Kapolres didampingi Kasatresnarkoba Iptu Michael K Tandayu kepada awak media, Jumat (8/10/2021).

    Rabu (8/10/2021) sekitar pukul 10:00 WIB, Tim Unit 2 yang dipimpin Ipda Maulana Ritonga langsung melakukan penggerebegan. Tersangka yang berada di teras rumah kontrakan sambil merokok tak berkutik saat yang datang digadapannya adalah petugas.

    “Saat dilakukan penggeledahan, petugas menemukan 20 paket sabu ukuran sedang seberat 6 gram yang dibalut kain batik di bawah meja televisi. Tersangka bersama barang buktinya langsung diamankan,” terang Kapolres.

    Dalam kesempatan itu, Kapolres juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada masyarakat yang telah membantu anggotanya dalam memberantas peredaran narkoba.

    “Saya berharap sinergitas ini terus ditingkatkan untuk mempersempit dan memberantas peredaran narkoba. Setiap informasi yang kita dapat pasti ditindaklanjuti, ini komitmen saya memberantas narkoba,” tegas alumi Akpol 2002 ini.

    Sementara Kasatresnarkoba Iptu Michael K Tandayu menambahkan bahwa tersangka mengaku sudah 3 bulan menjalankan bisnis sabu di wilayah Kota Serang. Barang haram, tersebut didapat tersangka dari seorang bandar bernama Eka yang mengaku warga Tangerang.

    “Tersangka mengaku baru 3 bulan menjalankan bisnis narkoba dan sudah 3 kali mendapatkan pasokan sabu dari bandar. Setiap kali mendapat pasokan, tersangka menerima 50 paket sabu dan disebar kepada pemesan di beberapa lokasi di Kota Serang,” kata Michael.

    Kata Michael, tersangka mengaku nekad berbisnis sabu karena kebutuhan hidup setelah tidak memiliki pekerjaan akibat diberhentikan dari perusahaan leasing yang terdampak dari pandemi Covid-19.

    “Dalam berbisnis sabu tersangka tidak bermodal hanya diberikan keuntungan oleh bandar sebesar Rp15 ribu perpaket. Hanya saja, tersangka tidak mengetahui secara langsung si bandar karena pengambilan barang maupun penyetoran uang tidak secara langsung,” terang Kasat.

    Selain mendapatkan uang jasa, kata Kasat, tersangka juga mengkonsumsi sabu secara gratis. “Selain mendapatkan uang jasa, tersangka juga turut menikmati sabu. Akibat perbuatannya tersangka dijerat Pasal 114 ayat (1) Jo Pasal 112 Ayat (1) UU.RI No. 35 Th. 2009 tentang narkotika dengan ancaman minimal 5 tahun penjara. (MUF)

  • Samad Ngeyel Hakim Gondok

    Samad Ngeyel Hakim Gondok

    SERANG, BANPOS – Sidang perkara kasus dugaan korupsi pada pengadaan lahan Samsat Malingping berlangsung singkat. Pasalnya, terdakwa Samad yang dihadirkan sebagai saksi, keterangannya bertentangan dengan hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Kejati Banten.

    Selain itu, jaringan internet yang buruk pun menjadi alasan sidang tersebut berlangsung cepat. Karena Samad yang dihadirkan secara daring itu, terlihat seringkali tidak nyambung dalam menjawab pertanyaan hakim.

    Berdasarkan pantauan, persidangan dimulai sekitar pukul 11:50 WIB oleh ketua Majelis hakim, Hosiana Mariana Sidabalok. Saat itu, kondisi persidangan cukup kondusif, sebelum akhirnya diputuskan untuk ditunda.

    Penundaan tersebut lantaran terdakwa, Samad, dianggap ngeyel, tidak nyambung dan tidak sesuai dengan hasil BAP Kejaksaan. Seperti terkait pertanyaan anggaran, saat bersaksi Samad mengaku tidak tahu. Padahal saat di-BAP, dia mengaku tahu.

    “Saya tidak tahu yang mulia, karena anggarannya bukan di saya,” ujarnya.

    Sontak, ketua majelis hakim pun menyoal jawaban tersebut. “Jawaban saudara sekarang bertentangan dengan keterangan yang disampaikan oleh penyidik. Saudara disini jawab mengetahui,” kata Ketua Majelis Hakim.

    Kesal, majelis hakim pun menegaskan kepada Samad bahwa apabila dia terus menerus ngeyel, maka akan mempersulit dirinya sendiri bahkan mendapatkan ganjaran hukum yang lebih. “Bapak jangan mempersulit diri sendiri, ada ancaman pidananya loh pak,” ucapnya.

    Karena terus menerus membantah hasil BAP, Majelis Hakim pun gondok dan meminta agar Samad dapat dihadirkan di persidangan secara langsung. “Saya minta ke jaksa untuk dihadirkan secara langsung, karena dia membantah terus,” tuturnya.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun menyanggupi untuk dapat menghadirkan Samad di persidangan secara langsung. Jaksa pun menyampaikan, selama menjalani penyidikan hingga persidangan, Samad kerap kali gonta-ganti penasihat hukum.

    “Terdakwa didamping penasihat hukum sejak penyelidikan. Sudah ada tiga kali ganti penasihat hukum. Didampingi sejak awal,” ungkap JPU.

    Majelis Hakim pun meminta agar Penasihat Hukum Samad yang mendampingi saat melakukan BAP, dapat dihadirkan agar Samad tidak terus membantah. Sidang akhirnya ditunda hingga 12 Oktober mendatang.(DZH/ENK)

  • Gagal Menyalip, Pemotor CBR Tewas Dilindas Truk di Kragilan

    Gagal Menyalip, Pemotor CBR Tewas Dilindas Truk di Kragilan

    SERANG, BANPOS- Agus Hendra, pengendara Honda CBR B 6774 WJV tewas mengenaskan setelah terlibat kecelakaan dengan kendaraan dump truk di jalan raya Serang – Jakarta, tepatnya di Kampung Pasar Kragilan, Desa/Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Kamis (7/10/2021).

    Diperoleh keterangan, sebelum mengalami musibah, kendaraan Honda CBR yang dikendarai Agus Hendra diketahui berjalan dari arah Jakarta menuju Kota Serang.

    Setiba di lokasi kejadian, korban berusaha menyalip kendaraan dump truk B 9785 NYU yang dikemudikan Samhari dari sisi sebelah kiri. Karena kondisi jalan menurun dan menikung, korban tidak bisa mengantisipasi hingga mengakibatkan motor bersenggolan dengan truk yang akan didahuluinya.

    Setelah motor menyenggol bagian badan truk, tubuh korban terpental ke sisi kanan masuk ke kolong truk hingga mengakibatkan tubuh korban seketika terlindas. Korban tewas di lokasi kejadian dengan kondisi luka berat pada bagian kepala.

    Kasatlantas Polres Serang AKP Tiwi Afrina melalui Kanit Lakalantas Ipda Taufik mengatakan jasad korban langsung dievakuasi ke RSUD dr Drajat Prawiranegara di Kota Serang. Untuk proses penyelidikan, sopir dump truk berikut dua kendaraan yang terlibat diamankan di Mapolres Serang.

    “Untuk penyebab kecelakaan masih kita selidiki namun diduga terjadi karena pengendara motor menyalip dari sisi kiri sehingga terjadi senggolan,” kata Ipda Taufik.

    Kanitlantas mengimbau kepada pengguna jalan, baik pengendara motor ataupun mobil tidak mendahului kendaraan di depannya dengan mengambil jalur kiri. Menyalip kendaraan dari sisi kiri dilarang sesuai UU lalulintas.

    “Selain larangan menyalip kendaraan dari sisi, kami mengimbau kepada pengendara untuk mengikuti rambu-rambu lalulintas yang ada, utamanya memperhatikan kecepatan kendaraan,” tandasnya. (MUF)

  • Iti Ancam Terduga Koruptor Bantuan

    LEBAK, BANPOS – Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya memastikan akan memberikan sanksi tegas kepada seorang pejabat di Dinas Sosial (Dinsos) berinisial ET, yang diduga telah menyelewengkan dana bantuan untuk korban bencana.

    Menurut Iti, tidak ada pegawai yang melakukan kesalahan dan melakukan pembenaran dilindungi oleh pihaknya. ET, diketahui menjabat Kepala Bidang (Kabid) Limjamsos di Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Lebak. Iti mengaku saat ini pihaknya masih menunggu hasil audit Inspektorat Kabupaten Lebak.

    “Hasil dari audit dan rekomendasi itu, nanti akan kami tindak lanjuti. Pasti kita akan berikan sanksi tegas, tidak ada itu yang melakukan kesalahan kami lindungi,” kata Iti Octavia Jayabaya kepada wartawan.

    ET, yang dikenal mudah beradaptasi dan dekat dengan masyarakat itu diduga tidak hanya melakukan penyelewengan sebesar Rp340 juta dana bantuan untuk korban bencana pada bulan Februari-Maret 2021 yang sedang digarap oleh Inspektorat. Muncul persoalan lain yang tak kalah mengagetkan, dimana sejumlah Kepala Desa di Kabupaten Lebak dikabarkan terkena prank.

    Sebelumnya diberitakan, Inspektorat Kabupaten Lebak, dikabarkan sedang menelusuri laporan dugaan penyelewengan Dana Bantuan sosial Tidak Terduga (Bansos TT) bencana tahun 2021 oleh oknum Kabid Linjamsos berinisial ‘ET’ di Dinas sosial (Dinsos) setempat.

    Kepala Seksi (Kasi) Linjamsos Dinas Sosial (Dinsos) Lebak, Koswara kepada wartawan membenarkan kabar tersebut. Menurutnya, dana Bansos tidak terduga khususnya di Desa Ciiaratuan, Kecamatan Cigemblong itu memang sudah dicairkan.

    Kejadian musibah kebakaran di Cigemblong kata Koswara, itu ada dua desa diantaranya Desa Cikate dan Cikaratuan. Koswara mengaku kaget saat dirinya ditanya oleh Camat dan warga waktu menyerahkan bantuan kebakaran yang terjadi di Desa Cikaratuan.

    “Saya ditanya oleh Camat dan warga, terkait bantuan yang di desa Cikate. Pak Kasi untuk bantuan yang desa Cikate gimana?. Padahal pengajuannya sudah lama, masyarakat belum menerima,” kata Koswara kepada wartawan.

    Dari hasil aduan dan pertanyaan dari pihak kecamatan dan perwakilan BPBD di Cigemblong itu, ia mengaku pihaknya langsung mengusulkan kembali ke Bupati. Tapi saat dirinya mengusulkan kembali bantuan untuk musibah kebakaran yang terjadi di Desa Cikate, ternyata nota dinasnya sudah keluar dan sudah dicairkan.

    “Dulu memang kejadian kebakaran khususnya desa Cikate semua administrasinya itu diurus oleh dia (oknum Kabid red), hingga pencairan,” ujarnya.

    Bukan hanya terjadi di Kecamatan Cigemblong saja jelas Koswara, untuk bantuan Bansos Tidak Terduga, melainkan hampir di beberapa kecamatan yang sudah dicairkan oleh oknum tersebut.

    “Kecamatan Cigemblong, Cibeber, dan Cikulur, itu angkanya lebih dari Rp 340 juta yang sudah dicairkan,” jelasnya.

    Inspektur Pengadu Tiga Inspektorat Lebak, Dudung Kurniaman mengatakan, pihaknya bersama tim di Inspektorat sedang menangani perkara tersebut, yang diajukan langsung oleh Kepala Dinas Sosial Kabupaten Lebak.

    “Kita sudah memanggil unsur dari Dinsos, mulai dari PPTK, bendahara dan unsur terkait yang menangani anggaran itu, sudah kita mintai keterangan dan hari ini kita rencananya juga memanggil Sekdisnya,” kata Dudung.

    Dudung menjelaskan, terkait perkara ini dirinya bersama tim Inspektorat sudah menyusun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan diperkirakan minggu depan sudah rampung. Tinggal sekarang satu lagi konfirmasi sekretaris Dinsos tentang kronologis semuanya.

    “Laporan hasilnya sebentar lagi turun, tinggal putusan ketika sudah ada keterangan dari Sekdisnya,” jelasnya.

    Setelah keterangan sudah lengkap semua tegas Dudung, nanti akan dikonfrontir dengan semua pihak. Ia menyebut minggu depan paling cepat sudah ada putusan.

    “Kadis, PPTK, bendahara, dan yang bersangkutan, setelah itu putusan, Minggu depan paling cepat kita sudah ada putusannya,” tegasnya.(CR-01/PBN)

  • Transparansi dan Korupsi yang Membudaya

    PERILAKU Korupsi masih terus menghantui perjalanan Provinsi Banten. Hingga usianya yang ke-21 tahun, kasus-kasus korupsi masih saja mencuat. Modus dan perilakunya sama, hanya actor-aktornya saja yang berganti. Soal transparansi dan etos kerja aparatur pemerintahan di Pemprov Banten terus mendapat sorotan.

    Direktur Visi integritas, Ade Irawan menyebut bahwa pembentukan sebuah daerah memiliki tujuan akhir yaitu untuk kesejahteraan masyarakat. Begitupun dengan pembentukan Provinsi Banten, adanya desentralisasi supaya pelayanan semakin bagus, cepat, dan prima.

    “Kalau dilihat sampai kondisi sekarang, long we to go, masih agak jauh. Yang tejadi sampai saat ini masih banyak praktik korupsi,” ujarnya.

    Ia mengatakan, apabila melihat di beberapa kasus terakhir korupsi di Banten, hampir sama kasus-kasusnya, lokusnya, polanya, seperti tahun kepemimpinan sebelumnya. Hanya saja, aktornya yang berganti.

    “Yang disasar adalah program yang ada kaitannya langsung dengan masyarakat. Memang semua program itu berkaitan dengan masyarakat, seperti hibah bansos, masker, infrastruktur dan lain sebagainya. Semua itu adalah kasus-kasus yang berulang,” ungkapnya.

    Oleh karena itu, Ade mengaku hal itu sangat memprihatikan. Sehingga, ketika melihat kasus-kasus sebelumnya yang melibatkan kombinasi birokrasi dan perusahaan serta petinggi daerah, seharusnya sudah bisa diantisipasi pada kepemimpinan saat ini.

    “Tapi ternyata masih terjadi hingga sekarang, dan hal ini sangat disayangkan. Kalau korupsi masih saja terjadi, agak berat bagi kita untuk mencapai tujuan awal terbentuknya Provinsi Banten yaitu mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” ucapnya.

    Ia menjelaskan, jika melihat beberapa indikator yang dipublikasi berbagai lembaga, misalnya BPS. Menurutnya, dalam data yang disajikan seperti tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, masih belum menggembirakan.

    “Saya kira, korupsi punya pengaruh besar terhadap masalah-masalah tersebut. Karena mustinya, uang daerah adalah uang masyarakat yang dipakai untuk kesejahteraan masyarakat. Tapi karena disalahgunakan, sehingga akhirnya masyarakat tidak dapat apa-apa, program-program yang digulirkan pun tidak sesuai dengan tujuan,” jelasnya.

    Menurutnya, Banten yang ingin maju, sejahtera, syarat utamanya adalah lawan korupsi. Apabila ingin melawan korupsi, harus dimulai dari kepemimpinan, dari riset manapun memperlihatkan itu.

    “Ketika pimpinannya punya komitmen, keseriusan, InsyaAllah yang dibawahnya pun jajaran birokrasi akan ikut (tidak korupsi),” tuturnya.

    Kalau lihat Banten, kata dia, dari lokusnya, bicara soal dugaan korupsi ada pada dua sektor yaitu pendapatan dan pengeluaran. Sektor pendapatan memang tidak banyak terekspos, karena jauh lebih tertutup.

    “Tapi kalau di sektor belanja, banyak (terekspos) seperti infrastruktur terakhir pengadaan lahan. Kemudian program bantuan sosial, beberapa terkahir masker dan sebagainya,” katanya.

    Ia mengungkapkan, apabila lihat polanya, berputar di dua sektor yaitu pendidikan dan kesehatan, dan sebagian infrastruktur di dua sektor itu. Karena anggarannya cukup besar di dua sektor tersebut, sama seperti daerah-daerah lain sebagian besar anggaran dialokasikan untuk pengadaan barang dan jasa.

    “Maka kemudian temuan-temuannya lebih banyak di sektor itu. Saya kira yang menjadi salah satu ciri khas seperti Banten, (korupsi) di bantuan hibah dan bantuan sosial yang pernah terjadi di tahun 2011, muncul lagi,” terangnya.

    Disisi yang sama, ia menyebut bahwa pola yang dilakukan sama bar-barnya, sehingga sangat memprihatikan. Semestinya, hal itu sudah bisa dimitigasi jika pemerintah serius.

    “Polanya tidak jauh berbeda. Praktik-praktik semacam ini sudah bisa dimitigasi, cuma kan ini tidak cukup mendapat perhatian, bahkan malah diulangi,” katanya.

    Di usia 21 tahun Banten, ia menegaskan bahwa Pemprov harus ada keseriusan dalam menghapus korupsi, bukan hanya selesai di verbal. Keseriusan sangat mudah dapat diperlihatkan, pertama dengan mengecek titik-titik rawan apa saja terkait dengan titik rawan praktik korupsi di Banten.

    “Ketika sudah tahu titik rawannya, dimitigasi. Cara mitigasinya kan banyak, bisa dengan membuat terbuka titik-titik rawan tadi, lalu melibatkan banyak pihak untuk mengawasi,” ujarnya.

    Keseriusan lainnya yang bisa diperlihatkan dalam menghapus koruptif bisa dilakukan melalui faktor kepemimpinan. Kepemimpinan harus bersih terlebih dahulu, sehingga ke bawahnya pun paling tidak akan berpikir berapa kali apabila ingin melakukan praktik korupsi, ada rasa takut ketahuan, dipantau.

    “Jadi ada komitmen di pimpinan, tidak selesai di verbal, bentuk komitmennya ditunjukkan dengan apa, peta titik rawan korupsi, mitigasi, membuka ruang untuk mengawasi, dan akuntabel, misalnya membuat pertanggungjawaban kepada publik,” terangnya.

    Ade Irawan menegaskan, yang harus diingat oleh pemerintah atau birokrasi bahwa uang yang dikelola adalah bukan uang mereka, yang mereka kelola adalah uang rakyat. Sehingga rakyat harus tahu uangnya dipakai untuk apa saja, dipakai untuk siapa saja, apakah uangnya dipakai untuk kepentingan rakyat, atau dipakai untuk kepentingan mereka.

    “Makanya ini butuh akuntabilitas. Akuntabilitas tidak akan muncul kalau memang pimpinannya tidak komitmen,” tegasnya.

    Ketika pimpinan tidak komitmen, tidak serius, maka tidak ada kepentingan untuk membuka titik rawan korupsi p. Karena apabila membuka titik rawan, artinya terbuka juga penggelapan mereka.

    “Sejalan, walaupun disisi lain masyarakat dan media turut melakukan pengawasan. Intinya disini adalah sektor pimpinan,” tandasnya.

    Sementara itu, Peneliti Kebijakan Publik PATTIRO Banten, Nur Muhammad Baharudin menilai Pemprov Banten terlihat tidak menunjukkan komitmennya untuk transparan dalam mempublikasikan dokumen anggaran. Hal tersebut dilihat dari tingkat kepatuhan Pemprov Banten terhadap Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 188.52/1797/SJ tentang peningkatan transparansi pengelolaan anggaran daerah. Ia mengatakan bahwa pada 2013, Pemprov Banten mendapatkan nilai sebesar 31,45 persen dalam keterbukaan informasi.

    “Sedangkan pada 2021 sebesar 30,37 persen yang menunjukkan adanya penurunan komitmen dan ketidaktaatan dalam mengumumkan informasi, terutama dalam perencanaan dan penganggaran,” ujarnya.

    Sedangkan sebagaimana diketahui, transparansi adalah salah satu prasyarat pencegahan korupsi. Dengan kondisi yang tergambarkan, ia menuturkan bahwa dapat disimpulkan secara singkat, banyaknya kasus korupsi yang terungkap di Provinsi Banten salah satu penyebabnya adalah tidak transparannya Pemprov Banten.

    “Demikian hasil riset monitoring website dari tim divisi kebijakan publik Pattiro Banten yang di lakukan pada 9 website daerah di Provinsi Banten tahun 2021. Beberapa website belum memenuhi kriteria sesuai Inmendagri tentang peningkatan transparansi pengelolaan anggaran daerah,” ucapnya.

    Keberadaan Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur yang berkaitan dengan keterbukaan informasi publik di lingkungan pemerintah daerah, menurutnya hanya sebagai pengisi etalase kebijakan Pemprov Banten.
    “Hanya sebagai ‘menggugurkan’ kewajiban dan kepatuhan administratif terhadap mandat UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP),” katanya.

    Menurut Baharudin, UU KIP bekerja tidak sekadar administratif belaka, namun juga bekerja secara substantif dengan memandatkan kewajiban kepada provinsi, untuk membentuk Komisi Informasi.

    “Sebagai provinsi kelima yang membentuk Komisi Informasi, Banten tertinggal jauh dalam penyediaan layanan informasi publik, baik yang bersifat berkala, terlebih yang tersedia setiap saat,” jelasnya.

    Lebih jauh lagi, ia mengaku bahwa keberadaan Pergub Nomor 14 Tahun 2018 tentang Road Map Reformasi Birokrasi yang berkaitan dengan Program Peningkatan Akses dan Kualitas Informasi Publik hingga 2021, tidak terlihat hasilnya.

    “OPD yang mengemban mandat meningkatkan pengembangan informasi komunikasi publik dan pengelolaan e-government berserta infrastuktur pendukungnya dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan, sebagaimana dalam Road Map Reformasi Birokrasi Banten, seyogyanya mulai berbenah untuk mencapai mandat Pergub Nomor 14 Tahun 2018 tersebut,” ujarnya.

    Di sisi yang lain, peran Komisi Informasi harus ditegaskan lebih sebagai institusi yang memiliki fungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya, harus lebih proaktif mengingatkan pemda untuk menjalankan kewajibannya.

    “Institusi ini perlu bekerja lebih substansial ketimbang administratif dengan ajang perlombaan keterbukaan informasi, namun tidak berdampak terhadap kebutuhan masyarakat akan informasi publik yang sedia setiap saat maupun yang berkala,” ungkapnya.

    Menurutnya, masyarakat masih sulit mendapatkan layanan informasi publik yang ter-update di laman website badan publik. Dari hasil analisis tersebut Pattiro Banten memberikan berbagai rekomendasi yakni Pemda harus dapat mentaati dan memutakhirkan data lampiran dan menu yang seharusnya terdapat pada websitenya sesuai aturan Inmendagri.

    “Selanjutnya, Pemda harus mempublikasikan informasi publik dan transparan. Perlu adanya pemaksimalan peran dan fungsi PPID dalam mempublikasikan informasi di website. Terakhir, perlunya SOP untuk mempublikasikan informasi publik di website,” tandasnya.

    Terpisah, Ketua Bidang Hukum Tata Negara pada Untirta, Lia Riesta Dewi, menganggap bahwa persoalan korupsi yang saat ini terjadi di Provinsi Banten adalah karena lemahnya etos kerja sehingga korupsi menjadi seolah-olah budaya yang tidak bisa ditinggalkan.

    “Kalau saya melihatnya persoalan korupsi itu muncul dari lemahnya etos kerja ASN di Provinsi Banten. Karena, saat ini korupsi itu seolah-olah sudah membudaya, mulai dari persoalan yang kecil dan terlihat remeh,” ujarnya.

    Ia mencontohkan penggunaan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi. Menurutnya, hal itu merupakan salah satu tindakan nepotisme, meskipun terlihat sepele dan jarang ditindak oleh aparat pengawas.

    “Terlihatnya sepele, namun justru hal itu yang menjadi cikal bakal korupsi yang lebih besar. Karena pikirannya, yang penting tidak ketahuan,” tuturnya.

    Contoh lainnya, Lia menuturkan bahwa penggunaan alat-alat kantor lalu dibawa ke rumah dan digunakan seolah-olah milik pribadi. Seperti halnya dengan penggunaan kendaraan dinas, itu pun merupakan cikal bakal korupsi.

    “Hal ini kan tidak benar, namun karena tidak ditindak secara tegas, menjadi sebuah budaya yang terbangun dalam diri ASN dan pejabat di Pemprov Banten,” ungkapnya.

    Lemahnya etos kerja juga dinilai sebagai pintu masuknya korupsi. Dengan lemahnya etos kerja, membuat ASN maupun masyarakat yang membutuhkan pelayanan dari Pemprov Banten, akhirnya melakukan tindakan kolusi.

    “Misalkan, seharusnya suatu urusan itu lebih cepat dan mudah diselesaikan, tapi dibuat lama. Akhirnya muncul keinginan dari si pemilik urusan untuk memberikan ‘pelicin’ agar urusannya cepat selesai. Akhirnya malah berkelanjutan hingga menjadi korupsi,” tegasnya.(DZH/ENK)

  • Hakim Paksa Terdakwa Hadiri Sidang, Kasus Korupsi Masker Dinkes Banten

    Hakim Paksa Terdakwa Hadiri Sidang, Kasus Korupsi Masker Dinkes Banten

    SERANG, BANPOS – Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan masker medis di Dinas Kesehatan Banten pada 2020 senilai Rp3,3 miliar kembali digelar, Rabu (29/9), di Pengadilan Negeri (PN) Serang. Sidang tersebut dijadwalkan untuk meminta keterangan dari para saksi mahkota.

    Saksi mahkota sendiri merupakan para terdakwa yang saling bersaksi atas terdakwa lainnya. Artinya, ketiga terdakwa yakni Lia Susanti, Wahyudin Firdaus dan Agus Suryadinata akan dihadirkan ke persidangan, untuk menjadi saksi satu sama lain.

    Mulanya, sekitar pukul 11:38 WIB, majelis hakim membuka persidangan yang dihadiri oleh pihak Jaksa, kuasa hukum para terdakwa, dan tamu undangan. Sedangkan untuk para terdakwa menghadiri persidangan melalui platform zoom meeting.

    Saat sidang dibuka, hakim ketua, Slamet, menanyakan terkait kehadiran terdakwa yang seharusnya memberikan kesaksian. Ia pun menanyakan kepada Jaksa perihal ketidakhadiran terdakwa.

    Jaksa yang bertugas, Herlambang, menyatakan bahwa pihaknya sudah berkirim surat ke rutan Pandeglang.

    “Kami berkirim surat, artinya sudah (dikirim surat), belum ada balasan,” ucapnya.

    Mendengar jawaban itu, Hakim meminta agar terdakwa dihadirkan dalam persidangan secara langsung. Meski belum lama satu menit setelah sidang dibuka, suasana persidangan berubah cukup menegangkan.

    “Kita tunda (persidangan) hari Selasa, harus hadir terdakwa di sini. Saudara harus melaksanakan perintah ini, ini perintah Majelis. Catatan ya berita acara, sidang kita tunda hari Selasa,” tegas Hakim, Samsul, seraya memukulkan palu persidangan cukup keras.

    Ruangan persidangan seketika riuh. Sebelum kemudian ruang sidang Sari itu kembali kosong.(MUF/ENK)