Kategori: HUKRIM

  • Mahasiswa Usir ‘Setan APBD’

    Mahasiswa Usir ‘Setan APBD’

    SERANG, BANPOS – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Cabang Serang menggelar aksi teatrikal di depan gedung Setda Kota Serang. Aksi tersebut dilakukan dengan menggelar yasin dan tahlil, dan rencananya dilakukan hingga Jumat pagi.

    Berdasarkan pantauan, pengunjuk rasa membentangkan tiga spanduk berisi tuntutan sembari membaca surat Yasin. Spanduk pertama menuntut terkait dengan Perwal Disabilitas. Sedangkan pada spanduk kedua, bertuliskan ‘Yasin dan Tahlil Usir Setan APBD Kota Serang’. Sementara spanduk terakhir menyinggung pembangunan toilet ratusan juta, serta APBD 2022 yang harus pro masyarakat.

    Koordinator aksi, Irkham Magfuri Jamas, mengatakan bahwa aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk komitmen HMI MPO, dalam mengawal penyusunan APBD 2022 yang pro terhadap masyarakat.

    “Tahapan penyusunan APBD kan sudah dimulai dari sekarang, mulai dari menyusun KUA-PPAS hingga nanti pengesahan di akhir tahun. Kami akan mengawal itu,” ujarnya di sela aksi, Kamis (9/9).

    Menurutnya, teatrikal pembacaan surat Yasin dan tahlil sebagai bentuk sindiran kepada Pemkot Serang, agar jangan sampai ada yang berperilaku layaknya setan yang menggerogoti APBD Kota Serang dengan program-program tidak jelas.

    “Pada HUT Kota Serang kemarin, kami menyoroti beberapa program yang bagi kami mubazir. Seperti perjalanan dinas hingga penyewaan akuarium ikan Arwana. Kami tidak ingin yang seperti ini kembali terjadi, makanya setan-setan anggaran itu harus diusir dari sekarang,” tegasnya.

    Mengenai persoalan toilet, menurutnya Pemkot Serang harus lebih terbuka kepada masyarakat. Jika memang besaran anggaran tersebut sudah diatur oleh pemerintah pusat, maka seharusnya pelaksanaan pembangunannya juga harus menyesuaikan besarannya.

    “Tapi lucunya, dengan besaran anggaran tersebut Pemkot bilang tidak mencukupi untuk membangun sarana sanitasi. Loh kan RAB katanya Pemkot yang buat, kenapa tidak disesuaikan? Makanya, coba Pemkot buka ke publik, bagaimana RAB tersebut,” jelasnya.

    Terakhir, pihaknya juga menuntut agar Perwal Disabilitas segera disahkan. Sebab, sudah lama sejak Perda tersebut diundangkan, namun tidak ada peraturan teknis sebagai acuan pelaksanaan perda.

    “Sejauh ini kami belum mendengar terkait pengesahan Perwal Disabilitas. Padahal tahun lalu, kami sudah berulang kali menegaskan bahwa Perwal harus segera diselesaikan. Karena percuma Perda itu ada kalau aturan teknisnya belum ada,” tandasnya.(MUF/ENK)

  • Kajati Banten ‘Bidik’ Banten Lama

    Kajati Banten ‘Bidik’ Banten Lama

    SERANG, BANPOS – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten, Reda Mantovani mengunjungi kantor redaksi BANPOS, Kamis (9/9) siang. Kunjungan dilakukan demi memperkuat sinergitas dalam mengoptimalkan fungsi institusi kejaksaan maupun institusi pers.

    Dalam kunjungan itu, Reda menyampaikan bahwa Kejati Banten selalu berusaha membangun sinergitas yang baik antara kejaksaan dan lembaga lain, termasuk institusi pers. Karena, tugas dan fungsi kejaksaan tidak melulu bicara penyelidikan dan penyidikan.

    “Kan kita juga punya fungsi pencegahan, bagaimana menyadarkan pejabat publik dan masyarakat soal pentingnya memberantas korupsi,” kata Reda.

    Mantan Kejari Cilegon itu menambahkan, dalam upaya pencegahan korupsi, salah satu yang tengah diupayakan oleh Kejati Banten adalah mendorong penertiban pengelolaan Banten Lama. Menurutnya, Kejati Banten memiliki kepentingan untuk menjadikan ikon Provinsi Banten itu tertib dan dapat dinikmati masyarakat secara baik.
    “Kami mendorong pemerintah daerah agar membentuk semacam badan pengelola yang bisa melakukan pengelolaan kawasan Banten lama secara terpadu,” cetusnya.

    Dia membeberkan, pembentukan badan pengelola itu bisa diwujudkan dalam bentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang didalamnya bisa melibatkan masyarakat, termasuk pihak kenadziran. Dalam badan itu, nanti diatur bagaimana mekanisme pengelolaan Banten Lama, termasuk bagaimana mengatur masyarakat yang terlibat di dalamnya.

    “Tentu adanya kawasan wisata Banten lama ini, masyarakat harus diuntungkan. Tetapi bukan berarti aturan boleh dilangkahi,” kata Reda.

    Reda menyebut, banyak hal-hal kecil yang dianggap sepele namun bisa berujung menjadi masalah, termasuk masalah korupsi. Dia mencontohkan permasalahan parkir di Kota Cilegon yang berujung penangkapan seorang pejabat yang diduga melakukan tindakan korupsi.

    “Di Banten lama juga banyak aktivitas yang melibatkan uang publik, seperti retribusi, termasuk parkir. Kita ingin ini dikelola secara baik oleh semua stakeholder agar tidak menjadi masalah di kemudian hari, dan tentunya agar kawasan Banten Lama meninggalkan kesan yang baik bagi para pengunjungnya,” kata Reda.

    Sementara itu, Pemimpin Redaksi BANPOS, Chandra Magga, mengapresiasi kunjungan Kajati. Menurutnya, sebagai lembaga pers, BANPOS siap mendukung dan mengawal Kejati Banten untuk melakukan perbaikan-perbaikan di Provinsi Banten.

    “Soal Banten Lama, ini menjadi sebuah terobosan yang sudah seharusnya didukung oleh semua elemen masyarakat dan pengambil kebijakan di Kota Serang maupun Provinsi Banten. Karena selama ini sudah banyak keluhan yang disampaikan terkait kondisi wisata Banten Lama,” kata pria yang kerap disapa Daeng itu.

    Daeng berharap, gagasan Kajati itu bisa terealisasi dengan baik demi meningkatkan citra wisata di Kota Serang. Apalagi, langkah itu merupakan upaya pencegahan korupsi yang saat ini masih marak terjadi di Provinsi Banten.

    “Tentunya kami mengapresiasi berbagai langkah pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi di Banten. Karena dengan pencegahan dini, akan semakin banyak uang rakyat yang bisa dimaksimalkan untuk pembangunan Banten demi kesejateraan masyarakatnya,” pungkas Daeng.(MUF/PBN)

  • Diduga Tak Kantongi Izin,  Tower BTS Disegel

    Diduga Tak Kantongi Izin, Tower BTS Disegel

    CURUG, BANPOS- Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Serang menyegel salah satu tower yang berada di Kampung Tinggar, Kelurahan Sukalaksana, Kecamatan Curug, Kota Serang, Rabu (8/9).

    Tower setinggi kurang lebih 40 meter dengan ikon XL ini disebut terindikasi tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) dan melanggar Perda Kota Serang nomor 5 tahun 2009.

    Penyegelan tersebut dilakukan oleh Kabid pengawasan dan pengendalian (Wasdal) pada DPMPTSP Kota Serang, Feryadi, didampingi oleh Satpol-PP Kota Serang, Camat Curug, Ahmad Nuri dan Sekretaris Kecamatan Curug, Eni Sudaryani. Sebelum dilakukan penyegelan, terlebih dahulu DPMPTSP memanggil owner tower yang dibangun tepat di sebelah Indomobil tersebut, namun tidak ditindaklanjuti.

    “Ini sifatnya sementara, karena ini terindikasi. Ini warning saja, karena untuk tower itu kita agak kesulitan untuk menemui ownernya. Jadi kita lakukan tindakan seperti ini (penyegelan),” ujar Kabid Wasdal, Feryadi.

    Menurutnya, berkas perizinan bangunan tower itu sudah diperiksa. Hasilnya, tower yang dibangun selama dua bulan itu belum memiliki IMB.

    “Awalnya kita lakukan pemeriksaan, penyegelan dilakukan sementara waktu sampai ada konfirmasi. Jadi kita sudah memberikan toleransi tapi tidak ada tindaklanjut, kalau dari logonya ini tower XL,” tuturnya.

    Ia mengaku masih menunggu itikad baik dari owner untuk dapat memenuhi kelengkapan berkas perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, sejak dilakukan pemanggilan selama tujuh hari kebelakang, tidak ada konfirmasi apapun dari pihak yang bersangkutan.

    “Kami sedang menunggu (kelengkapan berkas), dan menunggu itikad baik dari owner. Pemanggilan pertama dilakukan sejak seminggu yang lalu, tapi belum ada konfirmasi,” ucapnya.

    Fery mengatakan bahwa tower tersebut belum aktif. Kemudian, tower tersebut disegel sampai ada konfirmasi dari pihak owner yang mengajukan permohonan izin kepada DPMPTSP Kota Serang.

    “Setelah ada izin dari warga, biasanya vendor kejar target. Jadi pembangunan lebih cepat, kejar tayang,” terangnya.

    Ia menegaskan, kedepan pihaknya akan memperketat pemantauan setiap pembangunan yang terindikasi belum memiliki IMB, agar tidak terjadi hal serupa. Ia pun mengimbau kepada setiap perusahaan, pengembang atau pihak yang akan mendirikan bangunan, agar menempuh regulasi perizinan terlebih dahulu.

    “Untuk pemantauan memang ada di kita (DPMPTSP). Kami pasti akan melakukan pemantauan secara ketat, karena ini merupakan tupoksi kita,” tandasnya.

    Sementara itu, Camat Curug, Ahmad Nuri, menyampaikan kronologis sampai terbangunnya tower yang terindikasi hanya mendapat izin dari warga sekitar. Ia mengaku tidak menandatangani permohonan izin pendirian tower, karena menurutnya hal itu adalah leading sektor dari DPMPTSP.

    “Kronologisnya memang Lurah datang ke saya, kalau izin lingkungan kan memang ada di lingkungan, mereka sudah meminta izin kepada masyarakat sekitar. Ketika akan mendirikan bangunan, datanglah mereka ke Kecamatan melalui Lurah Sukalaksana,” jelasnya.

    Ia pun memberikan peringatan kepada owner melalui lurah agar mengurus perizinan ke dinas terkait, mengingat bangunan tower tersebut berada di wilayahnya. Untuk izin lingkungan, ia mengetahui sudah ada persetujuan dari warga sekitar.

    “Kalau izin lingkungan oke lah, sebagai dasar untuk proses perizinan mendirikan bangunan. ternyata saya juga kaget tiba-tiba sudah berdiri,” ungkapnya.

    Maka pihaknya meminta kepada Lurah Sukalaksana agar menyampaikan kepada owner, agar menyelesaikan kelengkapan berkas perizinan ke DPMPTSP. Sebab, untuk mendirikan bangunan, ada regulasi yang memang harus ditempuh.

    “Apalagi ini tower, yang ada efek yang besar terhadap masyarakat. Kalau izin lingkungan memang ada di kami, dan kami sebagai fungsi sosial masyarakat,” katanya.

    Diakhir ia mengaku sangat mendukung dengan tindakan penyegelan yang dilakukan oleh Wasdal DPMPTSP bersama Satpol-PP Kota Serang. Agar setiap perusahaan atau pihak yang akan melakukan pembangunan di wilayah Kecamatan Curug khususnya, sudah mengantongi IMB.

    “Saya sangat mendukung dengan DPMPTSP yang telah melakukan penindakan penyegelan ini, ini sebagai warning (perusahaan) jangan asal-asalan dalam melakukan pembangunan, ada regulasi yang harus ditempuh,” tandasnya.

    Terpisah, salah satu warga setempat, Ijah Hadijah (55), mengaku diberi sejumlah uang ketika diminta untuk menandatangani izin mendirikan tower XL tersebut. Saat itu, ia tidak berpikir panjang akan dampak yang akan dirasakan, sebab perwakilan owner memastikan tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

    “Kata ownernya tidak akan terjadi apa-apa, semisal adanya radiasi, dari handphone juga bisa terkena radiasi,” ungkapnya, menirukan owner saat meminta tandatangan persetujuan pembangunan tower.

    Disamping itu, ia mengaku was-was ketika ada hujan yang disertai angin yang terjadi dalam beberapa hari ini. Sebab, dengan jarak rumahnya yang kurang dari 100 meter dari tower itu, ia mengkhawatirkan tower roboh.

    “Pas hujan kamari tah, ngendeur iyeu tanah ngariyag kitu (ketika hujan kemarin, bergetar tanahnya, goyang gitu), kami diminta untuk lapor ke kelurahan misal ada apa-apa, nanti dari kelurahan yang terjun ke kantor pemilik,” tuturnya. (MUF/AZM)
    Diduga Tak Kantongi Izin

    Tower BTS Disegel

    CURUG, BANPOS- Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Serang menyegel salah satu tower yang berada di Kampung Tinggar, Kelurahan Sukalaksana, Kecamatan Curug, Kota Serang, Rabu (8/9).

    Tower setinggi kurang lebih 40 meter dengan ikon XL ini disebut terindikasi tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) dan melanggar Perda Kota Serang nomor 5 tahun 2009.

    Penyegelan tersebut dilakukan oleh Kabid pengawasan dan pengendalian (Wasdal) pada DPMPTSP Kota Serang, Feryadi, didampingi oleh Satpol-PP Kota Serang, Camat Curug, Ahmad Nuri dan Sekretaris Kecamatan Curug, Eni Sudaryani. Sebelum dilakukan penyegelan, terlebih dahulu DPMPTSP memanggil owner tower yang dibangun tepat di sebelah Indomobil tersebut, namun tidak ditindaklanjuti.

    “Ini sifatnya sementara, karena ini terindikasi. Ini warning saja, karena untuk tower itu kita agak kesulitan untuk menemui ownernya. Jadi kita lakukan tindakan seperti ini (penyegelan),” ujar Kabid Wasdal, Feryadi.

    Menurutnya, berkas perizinan bangunan tower itu sudah diperiksa. Hasilnya, tower yang dibangun selama dua bulan itu belum memiliki IMB.

    “Awalnya kita lakukan pemeriksaan, penyegelan dilakukan sementara waktu sampai ada konfirmasi. Jadi kita sudah memberikan toleransi tapi tidak ada tindaklanjut, kalau dari logonya ini tower XL,” tuturnya.

    Ia mengaku masih menunggu itikad baik dari owner untuk dapat memenuhi kelengkapan berkas perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, sejak dilakukan pemanggilan selama tujuh hari kebelakang, tidak ada konfirmasi apapun dari pihak yang bersangkutan.

    “Kami sedang menunggu (kelengkapan berkas), dan menunggu itikad baik dari owner. Pemanggilan pertama dilakukan sejak seminggu yang lalu, tapi belum ada konfirmasi,” ucapnya.

    Fery mengatakan bahwa tower tersebut belum aktif. Kemudian, tower tersebut disegel sampai ada konfirmasi dari pihak owner yang mengajukan permohonan izin kepada DPMPTSP Kota Serang.

    “Setelah ada izin dari warga, biasanya vendor kejar target. Jadi pembangunan lebih cepat, kejar tayang,” terangnya.

    Ia menegaskan, kedepan pihaknya akan memperketat pemantauan setiap pembangunan yang terindikasi belum memiliki IMB, agar tidak terjadi hal serupa. Ia pun mengimbau kepada setiap perusahaan, pengembang atau pihak yang akan mendirikan bangunan, agar menempuh regulasi perizinan terlebih dahulu.

    “Untuk pemantauan memang ada di kita (DPMPTSP). Kami pasti akan melakukan pemantauan secara ketat, karena ini merupakan tupoksi kita,” tandasnya.

    Sementara itu, Camat Curug, Ahmad Nuri, menyampaikan kronologis sampai terbangunnya tower yang terindikasi hanya mendapat izin dari warga sekitar. Ia mengaku tidak menandatangani permohonan izin pendirian tower, karena menurutnya hal itu adalah leading sektor dari DPMPTSP.

    “Kronologisnya memang Lurah datang ke saya, kalau izin lingkungan kan memang ada di lingkungan, mereka sudah meminta izin kepada masyarakat sekitar. Ketika akan mendirikan bangunan, datanglah mereka ke Kecamatan melalui Lurah Sukalaksana,” jelasnya.

    Ia pun memberikan peringatan kepada owner melalui lurah agar mengurus perizinan ke dinas terkait, mengingat bangunan tower tersebut berada di wilayahnya. Untuk izin lingkungan, ia mengetahui sudah ada persetujuan dari warga sekitar.

    “Kalau izin lingkungan oke lah, sebagai dasar untuk proses perizinan mendirikan bangunan. ternyata saya juga kaget tiba-tiba sudah berdiri,” ungkapnya.

    Maka pihaknya meminta kepada Lurah Sukalaksana agar menyampaikan kepada owner, agar menyelesaikan kelengkapan berkas perizinan ke DPMPTSP. Sebab, untuk mendirikan bangunan, ada regulasi yang memang harus ditempuh.

    “Apalagi ini tower, yang ada efek yang besar terhadap masyarakat. Kalau izin lingkungan memang ada di kami, dan kami sebagai fungsi sosial masyarakat,” katanya.

    Diakhir ia mengaku sangat mendukung dengan tindakan penyegelan yang dilakukan oleh Wasdal DPMPTSP bersama Satpol-PP Kota Serang. Agar setiap perusahaan atau pihak yang akan melakukan pembangunan di wilayah Kecamatan Curug khususnya, sudah mengantongi IMB.

    “Saya sangat mendukung dengan DPMPTSP yang telah melakukan penindakan penyegelan ini, ini sebagai warning (perusahaan) jangan asal-asalan dalam melakukan pembangunan, ada regulasi yang harus ditempuh,” tandasnya.

    Terpisah, salah satu warga setempat, Ijah Hadijah (55), mengaku diberi sejumlah uang ketika diminta untuk menandatangani izin mendirikan tower XL tersebut. Saat itu, ia tidak berpikir panjang akan dampak yang akan dirasakan, sebab perwakilan owner memastikan tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

    “Kata ownernya tidak akan terjadi apa-apa, semisal adanya radiasi, dari handphone juga bisa terkena radiasi,” ungkapnya, menirukan owner saat meminta tandatangan persetujuan pembangunan tower.

    Disamping itu, ia mengaku was-was ketika ada hujan yang disertai angin yang terjadi dalam beberapa hari ini. Sebab, dengan jarak rumahnya yang kurang dari 100 meter dari tower itu, ia mengkhawatirkan tower roboh.

    “Pas hujan kamari tah, ngendeur iyeu tanah ngariyag kitu (ketika hujan kemarin, bergetar tanahnya, goyang gitu), kami diminta untuk lapor ke kelurahan misal ada apa-apa, nanti dari kelurahan yang terjun ke kantor pemilik,” tuturnya. (MUF/AZM)

  • Jaksa Sebut WH Punya Andil, Seluruh Hibah Ponpes 2018 Dinilai Kerugian Negara

    Jaksa Sebut WH Punya Andil, Seluruh Hibah Ponpes 2018 Dinilai Kerugian Negara

    SERANG, BANPOS – Seluruh anggaran dana hibah yang diberikan kepada 3.122 Pondok Pesantren (Ponpes) dan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) pada tahun 2018 dengan total Rp66.280.000.000 dinilai sebagai kerugian negara. Sebab, hibah yang disalurkan melalui FSPP tersebut dianggap tidak sesuai dengan aturan, karena FSPP disebut bukan penerima yang berhak.

    Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), disebut memiliki andil dalam masuknya anggaran tersebut ke dalam APBD Provinsi Banten tahun 2018. WH disebut mengarahkan terdakwa Irvan Santoso, untuk menganggarkan dana hibah sesuai dengan keinginan FSPP.

    Hal tersebut terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi dana hibah Ponpes tahun anggaran 2018 dan 2020. Dalam pembacaan dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan bahwa dalam perkara dugaan korupsi tersebut, negara telah dirugikan sebesar Rp70.792.036.300.

    Untuk anggaran 2018, JPU menyampaikan bahwa munculnya anggaran hibah tersebut bermula dari adanya pengajuan proposal dari FSPP Provinsi Banten kepada Gubernur melalui Kepala Biro Kesra yang saat itu dijabat oleh Irvan Santoso, sebesar Rp27 miliar.

    “Terdakwa Irvan Santoso hanya menyetujui untuk direkomendasikan kepada TAPD Provinsi Banten sebesar Rp6.608.000.000, sesuai Nota Dinas Kepala Biro Kesra Nomor: 978/718-kesra/VII/2017 tanggal 27 Juli 2017,” ujar JPU Yusuf, Rabu (8/9).

    Lantaran nilai dana hibah yang direkomendasikan oleh Irvan Santoso terlampai kecil dibandingkan dengan nilai yang diajukan, FSPP pun melakukan audiensi dengan Gubernur Banten dan menyampaikan terkait dengan hal tersebut.

    “Terdakwa Irvan Santoso yang mengetahui adanya audiensi antara FSPP dengan Gubernur, kemudian menghadap kepada Gubernur dan menerima arahan untuk memenuhi permohonan FSPP dalam menyalurkan bantuan hibah uang kepada Pondok Pesantren tahun 2018,” terangnya.

    FSPP pun kembali mengajukan proposal bantuan dana hibah. Namun berbeda dengan pengajuan sebelumnya, FSPP memasukkan nominal bantuan tersebut menjadi sebesar Rp71.740.000.000 dengan rincian untuk program pemberdayaan Ponpes dan operasional kegiatan FSPP tahun 2018.

    Atas proposal tersebut, Irvan pun memberikan rekomendasi besaran bantuan hibah sebesar Rp68.160.000.000 dengan FSPP sebagai calon penerima. Namun berdasarkan hasil evaluasi dari terdakwa Toton Suriawinata yang merupakan Ketua Tim Evaluasi, nominal hibah tersebut disesuaikan menjadi Rp66.280.000.000.

    JPU menilai bahwa pemberian hibah kepada FSPP tersebut tidak sesuai dengan peruntukkannya. Sebab, FSPP disebut bukan merupakan penerima hibah yang berhak karena bukan Pondok Pesantren. “FSPP Provinsi Banten adalah organisasi kemasyarakatan dan bukan pondok pesantren sebagai lembaga yang berhak menerima bantuan dana hibah uang pondok pesantren dari APBD Provinsi Banten tahun Anggaran 2018,” jelasnya.

    Selanjutnya, setelah rekomendasi besaran bantuan hibah tersebut disetujui, terdakwa Toton pun melakukan evaluasi usulan pencairan hibah dengan tanpa melakukan penelitian secara cermat, kemudian memberikan persetujuan terhadap usulan tersebut.

    “Adapun dana hibah yang masuk pada rekening FSPP tersebut digunakan untuk dana operasional kegiatan FSPP sebesar Rp3.840.000.000 dan program pemberdayaan pondok pesantren se-Provinsi Banten kepada 3.122 pondok pesantren, masing-masing menerima sebesar Rp20 juta melalui transfer dan secara tunai yang seluruhnya berjumlah Rp62.440.000.000,” terangnya.

    Tak sampai di situ, JPU pun menilai bahwa penggunaan anggaran tersebut dalam pelaksanaannya tidak sesuai peruntukkan dan tidak ada bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan. Begitu pula dengan bantuan untuk Ponpes yang disalurkan oleh FSPP, disebut tidak ada bukti laporan pertanggungjawaban yang lengkap dan sah.

    Dari keseluruhan anggaran hibah yang digelontorkan pada 2018, terdapat pengurangan lantaran FSPP mengembalikan kelebihan anggaran sebesar Rp883.963.700 ke rekening kas umum daerah (RKUD) Provinsi Banten. Sehingga, kerugian yang timbul pada 2018 sebesar Rp65.396.036.300.

    “Terdakwa Irvan Santoso dan Toton Surawinata melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak melakukan tahapan evaluasi sebagaimana mestinya sesuai ketentuan, serta tidak melakukan penelitian secara cermat atas proposal,” tuturnya.

    Begitu pula dengan anggaran tahun 2020. JPU menyampaikan bahwa terdakwa Irvan Santoso dan Toton Surawinata tidak melakukan tahapan evaluasi dan penelitian sebagaimana mestinya. Hal tersebut membuat celah bagi terdakwa Agus Gunawan, Asep Subhi dan Epieh Saepudin untuk menjalankan aksinya.

    Epieh Saepudin dalam menjalankan aksinya, menghubungi delapan pondok pesantren yang telah ditetapkan akan menerima bantuan hibah sebesar Rp30 juta per pondok pesantren. Epieh menyampaikan kepada delapan pondok pesatren tersebut bahwa untuk mencairkan bantuan hibah itu, mereka harus bersedia ‘belah semangka’ alias separuh dana hibah diberikan kepadanya.

    “Separuh dana hibah uang masing-masing sebesar Rp15 juta dengan jumlah seluruhnya Rp120 juta,” katanya.
    Sementara Agus Gunawan dan Tb. Asep Subhi menghubungi sebanyak 11 pondok pesantren yang telah ditetapkan oleh Biro Kesra akan menerima bantuan hibah ponpes, dan meminta sebagian dana hibah kepada mereka. Total uang yang dikantongi oleh keduanya sebesar Rp104 juta.

    “Uang sejumlah Rp104 juta tersebut terdakwa Asep Subhi peroleh dari 11 pondok pesantren yang disiapkan di rumahnya,” ungkapnya.

    Kelimanya didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 jo Pasal 18 undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.(DZH/ENK)

  • Ground dan Kabel Listrik Gedung Graha Edi Praja Diduga Dicuri

    Ground dan Kabel Listrik Gedung Graha Edi Praja Diduga Dicuri

    CILEGON, BANPOS – Ground dan kabel listrik di Gedung Graha Edhi Praja atau Setda 6 lantai di diduga hilang dicuri. Pasalnya sejumlah lift dan AC tidak berfungsi di sejumlah ruangan.

    Informasi yang berhasil dihimpun dari empat lift yang ada, hanya satu yang berfungsi kemudian sejumlah AC di ruang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berada di gedung tersebut dimatikan sejak Senin (6/9/2021).

    Kabag Umum Setda Kota Cilegon Joko Purwanto membenarkan hilangnya ground dan kabel listrik di gedung Graha Edhi Praja atau Setda 6 lantai.

    “Iya memang hilang ground itu. Minggu kemarin. Makanya kan kita lagi upayakan pasang lagi supaya bisa jalan lagi,” kata Joko kepada BANPOS saat dikonfirmasi melalui telepon genggamnya, Rabu (8/9/2021).

    Untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan, pihaknya sedang melakukan upaya perbaikan.

    “Iya demi keamanan akhirnya kita matikan tapi kita upayakan sekarang kan kita sedang pemeliharaan, supaya bisa jalan lagi,” pungkasnya. (LUK)

  • Samad Disebut Ngutang Buat Korupsi

    Samad Disebut Ngutang Buat Korupsi

    SERANG, BANPOS – Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Samsat Malingping, Samad, menggunakan dana pinjaman untuk membeli lahan yang akan dibebaskan oleh pemerintah. Pinjaman dia dapat dari koleganya dan menggadaikan Surat Keputusan (SK) Pegawai Negeri Sipil (PNS) miliknya, kepada perbankan.

    Berdasarkan keterangan berbagai saksi di persidangan, Samad dalam menjalankan aksinya kerap kali dilakukan melalui perantara saksi Asep Saefudin, yang merupakan pegawai honorer di Samsat Malingping.

    Ade Irawan selaku salah satu pemilik lahan yang dibeli oleh Samad, mengatakan bahwa mulanya Samad meminta kepada dirinya mencari lahan, untuk keperluan pembangunan kantor Samsat Malingping.

    “Haji Samad datang ke saya. Saya disuruh mencari tanah seluas 10 ribu meter beserta dokumen-dokumennya. Tapi katanya jangan bilang kalau tanahnya untuk pembangunan Samsat,” ujar Ade Irawan, Selasa (7/9).

    Ia pun menjalankan tugas dari Samad tersebut. Beberapa lokasi lahan pun ditemukan oleh dirinya, beserta berkas-berkas pendukung.

    “Waktu itu saya serahkan ke Asep dokumen-dokumennya. Tapi tidak ada tanahnya yang jadi, karena dibatalkan,” ungkapnya.

    Beberapa waktu kemudian, Samad pun membeli tanah milik Ade seluas 4.400 meter persegi. Tanah tersebut dibeli oleh Samad seharga Rp100 ribu per meter persegi dengan total pembayaran sebesar Rp430 juta. Menurutnya, Samad mencicil pembayaran hingga tiga kali dengan nominal Rp150 juta, Rp180 juta dan Rp90 juta.

    “Pembeliannya itu dibuat AJB, namun tidak atas nama Haji Samad. Tapi atas nama Apriyatna. Saya tidak bertemu dengan Apriyatna, dokumennya dibawa oleh aparat desa. Awalnya saya tanya, kenapa Apriyatna, kata aparat desa, itu urusan saya (aparat desa),” tuturnya.

    Saat dikonfirmasi kepada Samad, Ade pun mengetahui bahwa pengatasnamaan Apriyatna untuk AJB tanah yang ia jual lantaran Samad memiliki utang kepada Apriyatna. Namun tidak diketahui berapa jumlahnya.

    “Katanya uangnya itu (untuk membeli tanah Ade Irawan) didapat dari menggadaikan SK PNS ke Bank dan mendapatkan pinjaman dari pak Apriyatna. Tidak tahu jumlahnya,” jelas Ade.

    Apriyatna dalam kesaksiannya, membenarkan bahwa dirinya menandatangani AJB tanah milik Ade Irawan seluas 4.400 meter persegi, karena diminta oleh Samad. Menurutnya, Samad saat menghubungi Apriyatna, mengatakan bahwa AJB tersebut sebagai jaminan utang Samad kepada Apriyatna sebesar Rp150 juta.

    “Tanda tangan AJB disuruh oleh pak Samad. Saya kira itu merupakan jaminan atas pinjaman Rp150 juta oleh pak Samad. Awal tahun 2019 itu peminjamannya. Sekarang sudah lunas, sekitar akhir tahun 2020 sudah dilunasi secara tunai. Saya pinjamkan juga secara tunai,” ucapnya.

    Apriyatna mengaku bahwa dirinya tidak tahu menahu untuk apa pinjaman uang tersebut. Sebab, Samad tidak memberitahukan alasan ia meminjam uang dan Apriyatna percaya Samad bisa mengembalikannya, lantaran Samad merupakan mantan atasannya di Dispora, dan seorang Kepala UPT Samsat.

    “Nggak bilang apa-apa waktu pinjam. Cuma bilang mau pinjam. Kebetulan saya memang sedang ada uang, dan saya juga melihatnya pak Samad ini Kepala Samsat dan mantan atasan saya di Dispora. Jadi saya pinjamkan saja,” jelasnya.

    Cicih Suarsih selaku pemilik lahan seluas 1.707 meter persegi yang juga dibeli Samad, mengatakan bahwa mulanya ia didatangi oleh ayah dari Asep Saefudin, Abdul, yang bertanya apakah tanah miliknya mau dijual.

    “Ada abahnya pak Asep nanya ada tanah yang mau dijual nggak? Katanya mau dibeli. Saya bilang (harganya) Rp100 ribu per meter. Katanya bakal ada yang datang ke sini. Saya tanya, buat apa bah? Katanya buat kebun-kebunan cau (Pisang, red). Katanya buat anak angkat abah, itu Haji Samad,” ujarnya.

    Setelah pertemuan tersebut, Samad datang ke rumah Cicih bersama dengan Abdul dan Asep. Terjadi tawar menawar harga tanah, hingga sepakat bahwa tanah tersebut akan dijual dengan harga Rp170 juta. Samad pun menyerahkan uang muka atau DP kepada Cicih.

    “Jadi DP dulu Rp30 juta. Ini di DP kata Haji Samad, biar enggak dijual ke orang lain. Haji Samad langsung yang membayar. Dibuatkan kwitansi, tapi enggak dikasih. Cuma disuruh tandatangan saja. Sekitar beberapa minggu kemudian, datang lagi Haji Samad. Itu untuk pelunasan sisanya Rp140 juta,” ungkapnya.

    Menurutnya, pembelian tanah tersebut tidak langsung dibuatkan AJB. Sebab, pembuatan AJB akan dilakukan secara terpisah. Di sisi lain, Cicih diminta untuk mengaku bahwa pembeli dari tanah miliknya merupakan Euis yang merupakan anak dari Uwi Safuri, dan dilakukan pada tiga tahun yang lalu.

    “Saya disuruh datang ke Samsat. Terus kata Asep, kalau ada yang bertanya saya disuruh bilang kalau tanahnya itu dijual tiga tahun yang lalu kepada Euis. Itu disuruh sama pak Samad, bilangnya melalui Asep. Karena saya disuruh seperti itu, ketika ada yang tanya saya lupa siapa, saya bilang seperti yang diarahkan,” tuturnya.

    Saksi Uwi Safuri yang namanya dijadikan sebagai pemilik tanah yang dibeli Samad dari Cicih mengaku bahwa mulanya Samad datang untuk membeli tanah miliknya seluas 2.555 meter persegi. Namun ia menolaknya.

    Lalu beberapa waktu kemudian, dilakukan sosialisasi bersama Samsat Malingping, berkaitan dengan pembebasan lahan beserta harga yang ditawarkan oleh pemerintah. Disepakati harga sebesar Rp500 ribu per meter persegi.

    “Harganya Rp500 ribu per meter. Itu harga berdasarkan musyawarah waktu itu. Saya sudah menerima pembayaran dengan cara ditransfer ke rekening Bank Banten,” ujarnya.

    Uwi pun mengaku pernah menandatangani AJB untuk pembelian tanah milik Cicih seluas 1.707 meter persegi. Menurutnya, hal itu merupakan saran dari BPN agar tanah yang dibebaskan harus satu kepemilikan.

    “Pertama-tama saran dari BPN, dan saya disuruh oleh Haji Samad untuk menandatangani. Sebenarnya tanah itu punya Haji Samad, yang dibeli dari Hajah Cicih. Saya tanda tangan terpisah (dari Cicih), orang desa datang ke rumah,” katanya.

    Majelis Hakim pun bertanya kepada Uwi, bagaimana dirinya mendapatkan uang pembebasan lahan dari pemerintah. Uwi pun menjelaskan bahwa pembayaran tersebut dilakukan dengan cara transfer ke rekening Bank Banten.

    “Besarannya Rp3,2 miliar lebih. Saya hanya memegang saja. Yang saya itu ambil yang dari tanah saya saja. Kalau yang Rp850 juta saya serahkan ke Asep. Saya serahkan di kantor Bank Banten Malingping,” tuturnya.

    Senada disampaikan oleh Euis. Ia mengaku bahwa pada saat sosialisasi, konsultan sempat bertanya kepada Cicih mengenai penjualan tanah miliknya. Menurut Euis, Cicih membenarkan bahwa tanah tersebut telah dijual.

    “Terus kata Haji Samad, harus satu nama. Makanya digunakan nama saya. Saat di BPN, kata orang BPN ini kan saya (hubungan) anak bapak dengan Haji Uwi, jadi daripada berabe, atas nama bapak saja,” ujarnya.

    Setelah itu, tanah milik dia dan ayahnya yakni Uwi Safuri serta tanah milik Samad yang diatasnamakan ayahnya pun dibeli oleh Pemprov Banten. Samad pun menelpon dirinya agar bagian dari penjualan tanah milik Samad, agar diberikan kepada Asep.

    “Pak Haji Samad nelpon ke saya, bilang disuruh kasih ke Asep uang Rp850 juta. Saya mah karena mikirnya tanah itu emang milik pak Haji Samad, makanya saya bilang kasihkan saja,” jelasnya.

    Sementara Asep Saefudin mengaku bahwa Samad memerintahkan dirinya untuk mencari tahu pemilik dari tanah yang akan dibeli oleh Pemprov Banten. Karena ia tidak tahu, maka dirinya pun bertanya kepada ayahnya yakni Abdul.

    “Pada saat itu Kepala Samsat nanya kepada saya apakah tahu nama yang punya tanah, saya jawab saya tidak tahu. Saat saya cari tahu ke orang tua, kalau itu ternyata tetangga. Maka bertemu Haji Samad dengan Cicih. Saya lihat pada saat (pembayaran) DP dan pelunasan,” ujarnya.

    Lalu ia pun membenarkan bahwa dirinya diperintah oleh Samad, untuk memberikan arahan kepada Cicih agar ketika ditanya mengenai pembelian tanah, harus menjawab tanah dibeli oleh Euis tiga tahun yang lalu.

    “Saya disuruh oleh pak Samad untuk menjemput ibu Cicih ke kantor. Masalah disuruh menyampaikan soal dibeli tiga tahun lalu, saya disuruh oleh pak Samad,” ungkapnya.

    Ia juga mengaku bahwa dirinya diperintah oleh Samad, untuk mengambil uang dari Uwi Safuri di Bank Banten Cabang Malingping. Namun ia mengaku tidak tahu berapa besaran uang yang akan diambil.

    “Saya disuruh bertemu dengan haji Uwi di Bank Banten Cabang Malingping. Saya diminta untuk mengambil. Di sana dikasih oleh haji Uwi satu kantong untuk haji Samad. Lalu saya serahkan ke haji Samad di rumahnya,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Nekad Jualan Pil Koplo, Pengangguran Terancam Hukuman 15 Tahun Penjara

    Nekad Jualan Pil Koplo, Pengangguran Terancam Hukuman 15 Tahun Penjara

    SERANG, BANPOS- RR (23), warga Kelurahan Cipare, Kecamatan Serang, Kota Serang, terancam hukuman 15 penjara karena kedapatan mengedarkan obat keras tanpa mengantongi izin edar.

    Tersangka RR ditangkap personil Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Serang di rumah kontrakannya di Kota Serang, Sabtu (4/9/2021) sore.

    Dari tersangka pengangguran ini diamankan 78 butir pil koplo jenis tramadol, alprazolam dan rixlona serta satu unit handphone. Selain itu, turut diamankan uang hasil penjualan obat sebanyak Rp335 ribu.

    “Tersangka terancam hukuman 15 tahun penjara karena mengedarkan obat tanpa mengantongi izin sesuai Pasal 196 UU RI No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,” ungkap Kasatresnarkoba Iptu Michael K Tandayu kepada awak media, Selasa (7/9/2021).

    Kasat menjelaskan penangkapan RR berawal dari laporan warga yang resah karena rumah kontrakannya kerap didatangi bahkan sering dijadikan tempat kumpul warga yang tidak dikenal. Sekitar pukul 15:00, Tim Opsnal yang dipimpin Ipda Jonathan Sirait melakukan penangkapan.

    “Saat ditangkap, tersangka berada di dalam kontrakannya tanpa melakukan perlawanan. Sedangkan barang bukti 3 jenis obat keras dan uang hasil penjualan obat ditemukan dalam kantong plastik di atas lantai,” terang Michael.

    Kasat mengatakan motif jualan obat keras secara ilegal dilakukan tersangka karena untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bisnis jual beli pil koplo ini diakui tersangka sudah berjalan selama 1 bulan.

    “Sudah berjalan satu bulan menjual obat keras dan keuntungannya buat kebutuhan sehari-hari. Tersangka beralasan karena tidak memiliki pekerjaan tetap,” kata Kasat.

    Kasat mengimbau kepada masyarakat untuk menjauhi narkoba, apapun bentuknya. Michael menegaskan sesuai perintah Kapolres, pihaknya akan menindak tegas siapapun yang terlibat narkoba. “Akan kita tindak tegas, jadi kami minta jauhi narkoba,” tandasnya. (MUF)

  • Dewan Resmi Selidiki Penyimpangan Bansos, Pansus Disahkan Hari Ini

    Dewan Resmi Selidiki Penyimpangan Bansos, Pansus Disahkan Hari Ini

    TANGERANG, BANPOS – Jika tidak ada aral melintang DPRD Kota Tangerang bakal mengesahkan Pansus Bansos, Selasa (7/9) ini. Dengan dibentuknya pansus diharapkan penyaluran bansos nantinya bebas dari ketidakberesan.

    Salah seorang inisiator pansus bansos Anggiat Sitohang menjelaskan, berdasarkan pernyataan Menteri Sosial (Mensos) RI, Tri Rismaharini yang mengatakan penyaluran bansos di Kota Tangerang paling parah pihaknya pun berinisiatif dengan membentuk pansus bansos. Nanti, para dewan akan turun ke lapangan untuk menyelidiki penyaluran Bansos.

    “Kita akan menyelidiki apakah seperti yang dikatakan Bu Risma tingkat korupsinya ada. Nanti kita berikan rekomendasi ke pimpinan, pimpinan yang akan ambil langkah,” kata Anggiat, Senin (06/09).

    Pansus bansos kata Anggiat terdiri dari 30 anggota dewan. Jumlah itu dipecah menjadi dua, zona A dan B. Tugas mereka yakni mengawasi dan menyelidiki penyaluran bansos di 13 kecamatan. “Iya kita akan langsung terjun ke lapangan. Formatnya kita akan lakukan semacam audit kita cek satu per satu penerima. By address by name,” ungkapnya Anggiat.

    Bila ada temuan tersebut Anggiat akan menjamin keselamatan korban. Identitas korban atau pengadu anak dirahasiakan. “Ya kita akan lindungi penerima PKH. Kita akan undang semua ke kantor dijamin tidak akan kita bocorkan identitasnya sepanjang mereka ingin berterus terang. Kita jamin kerahasiaannya,” pungkasnya.

    Sementara, Ketua DPRD Kota Tangerang, Gatot Wibowo mengatakan, pembentukan pansus ini adalah untuk menyelidiki dan mengawasi penyaluran dana bansos. Terutama sejak Menteri Sosial, Tri Rismaharini mendapatkan laporan tentang adanya penyelewengan dana bansos saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Kecamatan Karang Tengah beberapa waktu lalu.

    “Inikan berangkat dari hasil hearing teman-teman Komisi II khususnya. Sebenarnya jauh sebelum Bu Risma turun juga kita sudah menerima laporan. Setelah Bu Risma turun inikan menjadi momentum-nya lah,” ujar Gatot, Senin, (06/09).
    “Jadi gongnya, jadi aduan terkait mekanisme penyaluran bansos itu sendiri dari mulai calon penerima spek penerimanya yang layak betul menerima,” tambah Gatot.

    Dia mengatakan, pansus ini di luar peraturan daerah (perda) sehingga, nantinya ketika ada temuan oleh DPRD Kota Tangerang kemudian akan direkomendasikan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang untuk diverifikasi.

    “Jadi ujungnya rekomendasi kepada eksekutif (Pemkot Tangerang) dari awal verifikasi calon penerima yang layak dan tak layak ini harus diverifikasi dan kita integrasi dengan si penerima bantuan,” tutur Gatot.

    Sehingga, diharapkan dari pansus ini berdampak positif pada penyaluran dana bansos. Penyaluran Bansos dapat tetap sasaran. Serta penyaluran Bansos ini terbenbas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

    “Keduanya data penerima benar benar layak tanpa KKN. Hak bantuan apa yang disampaikan, bilamana ada perubahan misalnya orang meninggal ya dicabut, atau sudah membaik ya mengundurkan diri perbaikan sistem, semangat nya itu,” jelasnya.(irfan/made/ENK/BNN)

  • Karyawan Swasta Bawa Ganja 1 Ons Dicokok di Halaman Rumah

    Karyawan Swasta Bawa Ganja 1 Ons Dicokok di Halaman Rumah

    SERANG, BANPOS- Gaji tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup, RYS (27), seorang karyawan swasta di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, nekad nyambi jualan ganja.

    Akibat perbuatannya yang melawan hukum warga Desa/Kecamatan Cikande terpaksa harus mendekam di dalam tahanan Polres Serang.

    Tersangka disergap Tim Satresnarkoba di depan rumahnya dengan dengan barang bukti 13 paket ganja siap edar serta satu kantong plastik juga berisi ganja kering dengan berat sekitar 1 ons.

    Kapolres Serang AKBP Yudha Satria mengatakan penangkapan tersangka pengedar ganja ini merupakan tindak lanjut dari informasi masyarakat yang diterima petugas.

    Berbekal dari informasi tersebut tim Satresnarkoba yang dipimpin Ipda Rian Jaya Surana diterjunkan untuk menindak lanjuti laporan.

    “Tersangka berhasil diamankan di depan rumahnya sekitar pukul 22:00. Barang bukti belasan paket ganja dengan berat sekitar 1 ons ditemukan dalam tas yang dibawa tersangka,” ungkap Kapolres didampingi Kasatresnarkoba Iptu Michael K Tandayu kepada awak media, Senin (6/9/2021).

    AKBP Yudha Satria kembali menyatakan tekadnya untuk memberantas atau mempersempit ruang gerak para pengedar narkoba di wilayah kerjanya. Oleh karena itu, Kapolres meminta sinergitas ini terus ditingkatkan dalam memberikan informasi para pengedar narkoba.

    “Tanpa dukungan masyarakat, mustahil tekad saya ini akan berhasil. Oleh karena itu, dukungan masyarakat sangatndibutuhkan. Sekecil apapun informasinya akan kita tindak lanjuti,” tandas Alumni Akpol 2002 ini.

    Sementara itu, Iptu Michael K Tandayu menambahkan tersangka mengaku baru satu bulan menggeluti bisnis ganja. Alasannya untuk menambah hidup, sebab uang gaji tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.

    Terkait barang bukti ganja, kata Michael, tersangka RYS mendapatkan dari seorang bandar yang mengaku bernama Riki warga Balaraja, Kabupaten Tangerang.

    “Tersangka RYS mengaku tidak mengetahui tempat tinggalnya karena transaksi dilakukan di tempat yang sudah ditentukan bandar,” terang Michael.

    Dalam kasus ini tersangka dikenakan Pasal 114 ayat 1 Jo Pasal 111 ayat 1 UU RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun panjara dan maksimal seumur hidup. (AZM)

  • Polres Cilegon Dalami Kasus Pengadaan Tugboat Gaib Milik PT PCM

    Polres Cilegon Dalami Kasus Pengadaan Tugboat Gaib Milik PT PCM

    CILEGON, BANPOS – Satreskrim Polres Cilegon telah melakukan upaya penyelidikan terkait pengadaan tugboat di PT. Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM) yang tidak lain adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemkot Cilegon.

    Diketahui pengadaan tugboat ini terjadi pada 2019 yang menelan anggaran mencapai Rp 24 miliar.
    Tetapi sampai saat ini tugboat tersebut tidak terlihat wujudnya atau masih gaib.

    “Benar itu sudah dilakukan penyelidikan, saat ini kami akan lebih mendalami dan meminta keterangan dari para saksi yang terkait dalam kasus ini,” kata Kasat Reskrim Polres Cilegon, AKP Arief Nazarudin Yusuf saat ditemui di Mapolres Cilegon, Jumat (3/9).

    Meski begitu, menurutnya karena ini masih ranah penyelidikan pihaknya masih menjunjung asas praduga tak bersalah.

    Terkait pendalaman keterangan dari para saksi Arief mengatakan pihaknya akan lebih intens lagi mendalaminya.

    “Tentunya saksi yang diperiksa yang mendukung dari peristiwa yang terjadi akan lebih terang lagi,” katanya.

    Namun, Arief enggan membeberkan lebih lanjut berapa saksi yang sudah dimintai keterangan.

    “Nanti kita akan lihat. Ya pokoknya itu tentang PCM. Teknisnya kami sedang mendalami hal itu ya,” tutupnya.

    Diberitakan sebelumnya, desakan pengusutan kasus tersebut juga datang dari wakil rakyat, ormas hingga mahasiswa agar aparat penegak hukum (APH) segera mengusut persoalan tersebut.(LUK/ENK)