Kategori: HUKRIM

  • Transaksi Jual Beli Jabatan Rp 120 Triliun

    Transaksi Jual Beli Jabatan Rp 120 Triliun

    JAKARTA, BANPOS – Praktik jual beli jabatan di negeri ini sudah cukup parah. Jika ditotal, jumlahnya bisa mencapai ratusan triliun!

    Mantan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) Sofian Effendi mengungkapkan, praktik jual beli jabatan selama lima tahun mencapai Rp 120 triliun. Dia menyebut, angka itu terakumulasi selama dirinya di Komisi ASN pada periode 2014-2019.

    Sofian menghitung, rata-rata total nilai jual beli jabatan di lingkungan kepala daerah setiap tahun mencapai sekitar Rp 24 triliun. “Itu Rp 120 triliun yang terakhir waktu saya di sana tahun 2019. Saya kira sekarang sudah melebihi angka tahun 2019 itu,” kata Sofian seperti dirilis RM.ID dari CNN.

    Ia menjelaskan, angka itu dihitung berdasarkan data yang terungkap lewat hasil penangkapan oleh aparat. Termasuk kasus yang ditangani KPK. Sofian menyebut Rp 120 triliun tersebut berasal dari 200 kasus jual beli jabatan yang telah terungkap.

    Menurut dia, tingginya nilai praktik jual beli jabatan di lingkungan pemerintahan karena ongkos politik yang terlalu besar. Sofian mencontohkan, saat ini rata-rata ongkos yang dikeluarkan untuk menjadi bupati antara Rp 50 miliar hingga Rp 100 miliar dan berbeda di setiap daerah.

    “Karena mahalnya biaya politik. High cost politics itu. Itu yang menjadi penyebab utama,” ujar mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini.

    Ia menyoroti UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memberi kewenangan pada kepala daerah dalam mengangkat dan memberhentikan ASN.

    Padahal di beberapa negara, kepala daerah tak memiliki kewenangan tersebut. Kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan suatu jabatan ada pada sekretaris atau sekjen.

    “Itulah yang diberi kewenangan sebagai pejabat pembina kepegawaian. Bukan menteri, bukan bupati,” jelas Sofian.
    Sementara dalam lima tahun terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tujuh kasus jual beli jabatan dilakukan kepala daerah. “Yaitu Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jombang, Tanjungbalai, dan terakhir Probolinggo,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding, kemarin.

    Ketujuh kepala daerah itu, yakni Bupati Klaten Sri Hartini, Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, Bupati Kudus Muhammad Tamzil, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial dan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari.

    Meski sudah banyak yang dicokok, praktik jual beli jabatan tetap marak. “KPK mengingatkan kepada para kepala daerah, agar menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang,” kata Ipi.

    Potensi korupsi itu terbuka dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi dan promosi ASN di lingkungan pemerintahan. Ini salah satu modus korupsi kepala daerah.

    Hasil pemetaan atas titik rawan korupsi di daerah, KPK mengidentifikasi beberapa sektor yang rentan terjadi korupsi. Di antaranya pengadaan barang dan jasa, serta pengisian jabatan.

    Untuk mencegah benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang kepala daerah dalam pengisian jabatan, KPK mendorong implementasi manajemen ASN berbasis merit system.(GPG/ENK/RMID)

  • Ada SK WH di Kasus Garapan KPK, Dugaan Mark Up Lahan Rp10,6 miliar

    Ada SK WH di Kasus Garapan KPK, Dugaan Mark Up Lahan Rp10,6 miliar

    SERANG, BANPOS Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI memulai penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pengadaan tanah pembangunan SMK Negeri 7 Tangerang Selatan pada Dindikbud Provinsi Banten. Sejumlah informasi menyebutkan sudah ada beberapa tersangka yang ditetapkan untuk kasus ini.

    Plt. Juru bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan upaya paksa penggeledahan, terhadap beberapa kediaman dan kantor pihak-pihak yang berkaitan dengan pengadaan lahan SMKN 7 Tangerang Selatan.

    “Tim Penyidik telah selesai melakukan upaya paksa penggeledahan di beberapa tempat di wilayah Jakarta, Tangerang Selatan, Serang dan Bogor, yaitu rumah kediaman dan kantor dari para pihak yang terkait dengan perkara ini,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis (2/9).

    Ia mengatakan, dalam penggeledahan yang dilakukan pada Selasa (31/8) lalu tersebut, pihaknya mengamankan beberapa barang. Ke depan, barang tersebut akan dijadikan sebagai barang bukti perkara.

    “Selama proses penggeledahan tersebut, telah ditemukan dan diamankan berbagai barang yang nantinya akan dijadikan sebagai barang bukti diantaranya dokumen, barang elektronik dan dua unit mobil,” tuturnya.

    Barang-barang tersebut pun akan dilakukan analisa dan menurutnya akan segera dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara tersebut. Kendati demikian, Ali Fikri mengaku belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut, termasuk siapa saja pihak yang sudah ditetapkan menjadi tersangka.

    “KPK belum dapat menginformasikan secara menyeluruh konstruksi perkaranya dan siapa saja pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka,” katanya.

    Namun menurutnya, informasi lebih detail mengenai perkara tersebut akan diumumkan apabila telah dilakukan upaya paksa penangkapan dan atau penahanan terhadap para tersangka.

    “KPK nantinya akan selalu menyampaikan kepada publik setiap perkembangan penanganan perkara ini, dan kami berharap publik untuk juga turut mengawasinya,” terangnya.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun BANPOS, KPK sudah hampir enam bulan lebih melakukan pendalaman terhadap dugaan mark up atau pengelembungan harga lahan unthk SMKN 7 di Kota Tangsel. Dan sebelum adanya penggeledahan dibeberapa tempat seperti Jakarta, Tangsel dan Serang, dua minggu lalu, tim KPK melakukan pemeriksaan sejumlah saksi-saksi, dari mantan pejabat, pejabat aktif di Pemprov Banten dan pihak swasta.

    Informasi dihimpun, pemeriksaan saksi-saksi tersebut adalah mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten, Engkos Kosasih (sudah pensiun, terakhir menjabat Asda II), mantan Kepala Dindikbud, Ardius Prihatono (sekarang menjabat Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan), dan pihak luar atau swasta, Farid.

    Sementara, Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP) adalah yang melaporkan kasus adanya dugaan mark up dalam pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel sebesar Rp17,9 miliar pada APBD Banten tahun anggaran 2017 kepada KPK. Pelaporan dilakukan sejak tahun 2018.

    Sejumlah dokumen lengkap pada saat itu disamapaikan kepada KPK oleh Direktur Eksekutif ALIPP, Uday Suhada kepada KPK. Salah satunya, adalah dokumen Surat Keputusan (SK) Gubernur Banten Nomor 596/Kep-453-Huk/2017 yang ditandatangani Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) pada tanggal 29 November 2017.

    SK itu terbit berdasarkan nota dinas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten Nomor 800/7262-Dindikbud/2017 tanggal 6 November 2017 tentang Draf SK Penetapan Tim Koordinasi Pengadaan Lahan/Tanah. Sementara lahan untuk pembangunan SMK Negeri 7 Tangsel itu terletak di antara Jalan Cempaka III, RT 002/003 dan Jalan Punai I, RT.007/008, Bintaro Jaya, Sektor II, Kelurahan Rengas, Kecamatan Ciputat Timur

    Pengadaan lahan SMKN Tangsel tahun 2017, yang berdasarkan hasil audit investigatif BPKP ditemukan potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp10,6 miliar,” kata Direktur Eksekutif ALIPP, Uday Suhada saat dihubungi BANPOS, Kamis (2/9)

    Ia menjelaskan, dugaan kerugian negara lebihbdari Rp10 miliar berdasarkan fakta di lapangan.

    “Kwitansi yang ditandatangani pemilik tanah Rp7,3 miliar atas nama My.Sofia. Sedangkan SP2D dari Dindikbud Banten sebesar Rp17,9 miliar. Dan ini sudah diaudit oleh BPK,” ungkapnya.

    Adapun langkah KPK yang sudah mengamankan sejumlah barang bukti termasuk dua unit mobil, Uday pun mengatakan, itu langkah taktis dan strategis untuk mengungkap sampai sejauh mana kasus ini pada akhirnya. Pihaknya sangat percaya sepenuhnya kepada para penyidik KPK dalam menangani perkara itu.

    “Saya rasa nanti kita akan tahu semua, siapa yang telibat, siapa yang akan menjadi tersangka. Kita serahkan sepenuhnya ke KPK. Hasil audit BPK juga sudah ada di tangan KPK,” katanya.

    Diungkapkan Uday, kasus dugaan korupsi pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel dengan kerugian Rp10 miliar lebih, dananya tersebut diduga telah dibagi-bagi oleh pejabat Dindikbud Banten.

    “Sebagai Pelapor, tentu saya mengapresiasi langkah yang diambil oleh tim penyidik KPK. Meskipun saya lapor pada 20 Des 2018, hampir tiga tahun yang lalu, saya memaklumi. Sebab dipastikan di KPK itu ada ribuan perkara yg dilaporkan banyak pihak dari berbagai pelosok negeri ini,” ujarnya.

    KPK tentu lebih faham dalam mengambil sikap, terkait siapa saja yang terlibat dalam perkara ini. Demikian pula aliran uangnya ke pihak mana saja, raanya tidak akan sulit.

    Terpisah, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) mengapresiasi KPK dalam pengusutan kasus lahan SMKN 7 Tangsel yang diduga terjadi tindak pidana korupsi. “Saya mengapresiasi langkah-langkah KPK,” kata WH dalam siaran persnya.

    Menurutnya, tindakan KPK sejalan dengan dirinya dalam komitmen pemberantasan korupsi di Provinsi Banten. “Tentunya ini sejalan dengan komitmen saya sebagai Gubernur untuk memberantas korupsi di Provinsi Banten,” ujarnya.(RUS/DZH/ENK)

  • Rencana Nikah Pemuda Serang Ini Terancam Batal Gara Gara Ketangkep Jual Sabu

    Rencana Nikah Pemuda Serang Ini Terancam Batal Gara Gara Ketangkep Jual Sabu

    SERANG, BANPOS- Gegara jualan sabu, MR (26), warga Kelurahan Cipare, Kecamatan Serang, terancam gagal menikahi wanita idamannya. Pernikahan yang direncanakan bakal dilaksanakan awal tahun depan ini terancam batal setelah MR ditangkap tim satresnarkoba Polres Serang di rumahnya.

    Dari tersangka yang berstatus buruh lepas ini diamankan barang bukti 6 paket sabu yang disembunyikan di kantung celana. Selain 6 paket sabu, turut diamankan 1 handphone yang digunakan sebagai alat transaksi.

    Kapolres Serang AKBP Yudha Satria menjelaskan tersangka MR diamankan di rumahnya pada Senin (30/8) sekitar pukul 21:00 WIB. Penangkapan tersangka berawal dari laporan warga yang resah lantaran ada warganya dicurigai mengedarkan narkoba.

    “Dari informasi tersebut, tim satresnarkoba yang dipimpin Ipda Jonathan Sirat bergerak menyelidiki dan berhasil mengamankan tersangka di rumahnya. Dari dalam saku celana, petugas menemukan 6 paket sabu,” terang Kapolres didampingi Kasatresnarkoba Iptu Michael K Tandayu kepada awak media, Kamis (2/9/2021).

    Sementara Iptu Michael K Tandayu menambahkan dari pemeriksaan tersangka mengaku 6 paket sabu tersebut didapat dari bandar bernama Jono yang mengaku warga Kota Cilegon. Bisnis sabu tersebut diakui tersangka baru berjalan 1 bulan.

    “Tersangka MR mendapatkan sabu dari orang yang mengaku warga Cilegon, namun tidak mengetahui karena pemesanan maupun pengambilan sabu tidak secara langsung. Tersangka mengaku tidak membeli tapi wajib setor jika barang terjual,” tambah Michael.

    Tersangka mengakui jika dirinya nekad menjadi pengedar sabu lantaran untuk kebutuhan sehari-hari serta untuk kebutuhan rencana pernikahannya yang rencananya dilaksanakan awal tahun depan.

    “Tersangka nekad menjual sabu karena tidak memiliki pekerjaan tetap dan tergiur dengan iming-iming keuntungan besar dengan harapan dapat membantu biaya menikah,” kata Kasatresnarkoba. (MUF)

  • Lagi Berkebun, Petani di Tanara Tewas Dibalok Tetangga

    Lagi Berkebun, Petani di Tanara Tewas Dibalok Tetangga

    SERANG,BANPOS- Raman (70), warga Kampung/ Desa Bendung, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, tewas mengenaskan diserang orang tak dikenal saat berada di halaman rumahnya, Selasa (31/8). Korban tewas di lokasi kejadian dengan sejumlah pukulan pada sekujur tubuh.

    Belakangan diketahui pelaku penyerangan adalah Jarudi Lutpi (35) yang masih satu kampung dengan korban. Pelaku Jarudi Lutpi diamankan personil gabungan Tim Reserse Mobile (Resmob) dan Unit Jatanras Polres Serang yang dipimpin AKP David Adhi Kusuma di rumah kerabatnya 6 jam setelah penganiayaan atau sekitar pukul 21:00.

    Dari lokasi kejadian, petugas mengamankan barang bukti kayu balok serta satu buah pacul.
    AKBP Yudha Satria menjelaskan aksi penganiayaan yang menewaskan Raman ini terjadi sekitar pukul 15.00 WIB. Sebelum peristiwa penyerangan terjadi, korban tengan berkebun di samping rumahnya.

    “Pada saat korban berkebun, tiba-tiba datang pelaku dengan melompat pagar tembok rumah korban langsung memukuli korban menggunakan sebilah balok,” ungkap Kapolres saat dikonfirmasi awak media, Rabu (1/9).

    Mendapat serang mendadak, korban yang berusia lanjut ini tidak mampu memberikan perlawanan dan langsung ambruk tidak berdaya. Pelaku sempat menyeret tubuh korban sebelum melarikan diri menggunakan kendaraan motor.

    “Warga yang mengetahui peristiwa penganiayaan tidak berani menolong karena khawatir menjadi sasaran penyerangan. Warga kemudian melapor ke Mapolsek Tanara,” kata Kapolres.

    Dikatakan Kapolres, terungkapnya kasus penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal dunia ini hasil penyelidikan tim satreskrim yang dipimpin AKP David Adhi Kusuma.

    Dari hasil penyelidikan diketahui pelaku adalah Jarudi, tetangga korban. Pelaku oleh keluarga ataupun warga setempat diketahui mengidap gangguan kejiawaan. Setelah mendapatkan informasi, tim satreskrim langsung bergerak ke rumah pelaku namun tidak ditemukan.

    “Petugas sempat mendatangi rumah pelaku namun tidak ditemukan. Setelah melakukan penelusuran, pelaku diketahui berada di rumah kerabatnya dan langsung diamankan. Saat ini pelaku sudah diamankan di Mapolres Serang,” kata Kapolres.

    Terkait kondisi pelaku yang disebut sebagai ODGJ, Kapolres belum dapat memberikan keterangan karena harus melalui pemeriksaan dokter kejiwaan. “Harus melalui pemeriksaan dokter kejiwaan dan itu akan kita lakukan,” tandasnya. (MUF/AZM)

  • Ada Politisi & Petinggi Polda di Sidang Korupsi Masker

    Ada Politisi & Petinggi Polda di Sidang Korupsi Masker

    SERANG, BANPOS – Berbagai fakta terungkap dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi masker KN-95 pada Dinkes Provinsi Banten. Mulai dari munculnya nama Ari Winanto yang disebut sebagai Direktur PT RAM hingga Agus Suryadinata yang dikenalkan oleh salah satu Kasubbag Dinkes sebagai saudara petinggi Polda pada saat menawarkan masker.

    Saksi pertama yakni Inspektur Pembantu (Irban) II Provinsi Banten, Dicky Hardiana. Dicky dicecar berbagai pertanyaan oleh para kuasa hukum, sebab Dicky beserta timnya merupakan pihak yang menyampaikan adanya temuan ketidakwajaran harga dengan potensi kerugian negara sebesar kurang lebih Rp1,2 miliar dalam pengadaan masker.

    Kuasa hukum Lia Susanti mempertanyakan terkait dengan dasar Inspektorat menentukan adanya temuan ketidakwajaran harga dalam proyek pengadaan masker tersebut. Dicky pun menyampaikan isi SE Kepala BPKP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Tata Cara Audit Tujuan Tertentu.

    “Dapatkan dokumentasi pembayaran dan bukti kewajaran harga. Lalu bandingkan pembayaran dengan bukti kewajaran harga. Setelah itu, konfirmasi kepada pihak terkait, dokumen pembentuk kewajaran harga. Kemudian identifikasi bukti kewajaran harga,” ujarnya, Rabu (1/9).

    Kuasa hukum Agus Suryadinata pun mempertanyakan kepada Dicky terkait dengan dokumen pembanding harga yang digunakan oleh Inspektorat, sehingga menyimpulkan adanya ketidakwajaran harga pada pengadaan masker tersebut.

    “Kami membandingkan harga invoice dari PT RAM dengan PT BMM. Yang disampaikan oleh PT RAM tidak sama dengan PT BMM sebagai pemasok,” tutur Dicky.

    Persidangan selanjutnya menghadirkan tiga orang saksi yang sudah pernah bersaksi sebelumnya, yakni Ati Pramudji Hastuti selaku Kepala Dinkes, Khania selaku mantan Pembantu PPK, dan Abdurrahman selaku tim LPJ. Bedanya, kali ini mereka bersaksi untuk terdakwa Lia Susanti lantaran pada persidangan sebelumnya, Lia tidak bisa hadir karena sakit.

    Saksi Abdurrahman dalam kesaksiannya menyebut nama Ari Winanto sebagai direktur PT Right Asia Medika (RAM) berdasarkan surat penawaran dan Company Profile pada pengajuan pengadaan masker yang bermasalah.

    Abdurrahman mengatakan bahwa mulanya ia mendapatkan surat penawaran dan Company Profile PT RAM dari saksi Khania melalui pesan WhatsApp. Pada surat penawaran pertama dan Company Profile itu, tertulis bahwa Ari Winanto merupakan Direktur PT RAM, bukan Wahyudin Firdaus.

    “Pertama mendapatkan surat penawaran atas nama Ari Winanto sebagai Direktur. Lalu pada 9 Mei itu saya mendapatkan surat penawaran kembali atas nama Wahyudin Firdaus sebagai direktur,” ujarnya di persidangan, Rabu (1/9).

    Akan tetapi, Abdurrahman mengaku bahwa untuk penawaran yang ditandatangani oleh Ari Winanto tidak dibuat kontraknya. Sebab, penawaran tersebut tidak jadi lantaran tidak ada barangnya.

    “Untuk surat penawaran pertama yang ditandatangani oleh Ari Winanto itu tidak jadi. Karena barangnya tidak ada. Kalau di Company Profile pertama itu Ari Winanto memang menjabat Direktur,” jelasnya.

    Abdurrahman pun mengaku bahwa dirinya sempat pusing mengenai struktur pengurus PT RAM. Sebab, perubahan sering terjadi dengan begitu cepat.

    “Untuk susunan pengurusnya memang berubah-rubah saya bingung. Kadang marketingnya siapa, lalu berubah. Tapi tidak ada nama Agus Suryadinata,” ucapnya.

    Untuk diketahui, Ari Winanto merupakan salah satu anggota DPRD Kota Serang dari Fraksi PAN. Berdasarkan profil Ari Winanto yang beredar di internet, dia memang diketahui merupakan pendiri dari PT RAM.

    Sementara saksi Khania Ratnasari pun menyebutkan fakta baru dalam persidangan. Ia mengungkapkan bahwa pertemuan pertamanya dengan Agus Suryadinata ternyata ‘dijembatani’ oleh salah satu Kasubag di Dinkes. Dalam pertemuannya pun, Kasubag tersebut memperkenalkan Agus sebagai saudara dari petinggi Polda.

    “Awal mula saya dihubungi oleh Agus melalui WhatsApp, saya tidak respon. Karena takut (bawa-bawa nama Kadis). Lalu saya bertemu dengan pak Agus karena diantar oleh Kasubag dan dikenalkan sebagai saudara orang (petinggi) Polda,” ujarnya.

    Setelah itu, ia pun mengirimkan kepada Abdurrahman surat penawaran sekaligus Company Profile PT RAM melalui pesan WhatsApp. Dalam pesan WhatsApp tersebut pun, Khania menyampaikan kepada Abdurrahman bahwa Agus merupakan saudara petinggi Polda.

    “Setelah pertemuan pertama, Ujang (Abdurrahman) bertanya, itu (Agus) siapa? Saya jawab, itu yang masih kerabat orang Polda. Tapi saya lupa siapa namanya,” terang Khania.

    Sedangkan dalam kesaksiannya Ati, tidak ada yang berbeda dengan kesaksian sebelumnya. Hanya saja, Ati kembali menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak mengarahkan Agus untuk bisa mendapatkan proyek masker di Dinkes. Bahkan Ati sempat berceletuk mengenai hal tersebut yang membuat seisi persidangan riuh.

    Saat itu, kuasa hukum Lia Susanti bertanya kepada Ati yang merupakan Kepala Dinkes Provinsi Banten, terkait kesaksian Khania bahwa terdakwa Agus Suryadinata mengaku kepada Khania bahwa ia diarahkan untuk menghubungi Khania oleh Kepala Dinkes.

    Ati pun membantah bahwa dirinya memberikan arahan kepada Agus, untuk menghubungi Khania. Ia pun mengaku tidak ada laporan bahwa Agus membawa-bawa namanya untuk menghubungi Khania. Ati pun berceletuk jika tahu kelakuan Agus seperti itu, maka ia akan menggantung Agus.

    “Kalau saya tau, saya bakal gantung itu orang,” kata Ati di persidangan. Jaksa Penuntut Umum, Kuasa Hukum, bahkan Anggota Majelis Hakim pun tertawa mendengar jawaban Ati. Kecuali Ketua Majelis Hakim, Slamet Widodo.

    Slamet menegur Ati karena berujar tidak sopan di dalam persidangan. Menurutnya, jika memang itu merupakan luapan emosi, jangan sampai terucap di dalam persidangan sebagai bentuk penghormatan.

    “Jangan seperti itu. Ini persidangan. Benar itu emosi yang diluapkan, tapi jangan diucapkan di sini,” tegas Slamet.

    Ati pun mengaku salah dan meminta maaf. Menurutnya, itu merupakan spontanitas dirinya karena merasa kesal dengan Agus. “Mohon maaf yang mulia, itu spontanitas saya. Iyah maaf itu spontanitas karena kesal, saya emosi,” tandasnya. (DZH)

  • Helldy Tegur Kadis PUTR, Temuan Gedung Setda Belum Diselesaikan

    Helldy Tegur Kadis PUTR, Temuan Gedung Setda Belum Diselesaikan

    CILEGON, BANPOS – Walikota Cilegon Helldy Agustian turun tangan terkait adanya temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Banten terkait pembangunan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) 6 lantai di Pusat Pemerintahan Kota (Puspemkot) Cilegon yang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kota Cilegon.

    Diketahui BPK menemukan pelaksanaan pekerjaan pembangunan gedung baru tersebut belum sesuai spesifikasi kontrak dan denda keterlambatan belum dikenakan kepada penyedia. Kemudian temuan itu tidak sesuai dengan site plan atau ada perubahan dari site plan.

    Dalam temuan itu disebutkan kelebihan pembayaran pembangunan gedung Setda 6 lantai tersebut senilai Rp518,339 juta. Selain itu, BPK juga menemukan denda keterlambatan belum dikenakan kepada penyedia senilai Rp50,506 juta.

    Hasil temuan tersebut juga mendapatkan sorotan dari berbagai pihak seperti mahasiswa, ormas, DPRD, hingga menjadi atensi Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon. Bahkan Kejari Cilegon akan mendalami adanya hasil temuan tersebut.

    “Kita akan panggil kepala dinasnya masalahnya dimana, kemarin juga kita tegur belum ada perubahan,” kata Helldy kepada BANPOS, Rabu (1/9).

    Helldy meminta kepada dinas terkait agar temuan BPK tersebut segera diselesaikan.

    “Temuan BPK wajib dikembalikan, kita lihat apakah sudah dibayar 100 persen apa belum. Kita perintahkan kepala dinas untuk segera memberitahukan pemborongnya agar supaya dibayar. Kita nanti akan panggil kepala dinasnya. Kita akan tindak perusahaan. Nanti kita akan panggil secara ketentuan, kan sudah ada temuan dari BPK yang harus ditindaklanjuti agar supaya itu bisa dikembalikan,” tegasnya.

    Politisi Partai Beringin Karya menegaskan kepada seluruh OPD-OPD di lingkungan Pemkot Cilegon kedepannya agar bisa mengantisipasi adanya temuan-temuan tersebut.

    “Kita sudah sampaikan bahwa hasil dari pada audit BPK kita kemarin kan dikategorikan baik yah dibandingkan dengan sebelumnya. Artinya bahwa sudah ada progres yang jauh lebih baik yang bisa menerima wajar tanpa pengecualian kita sudah antisipasi hal-hal seperti itu,” pungkasnya.

    Seperti diketahui, gedung tersebut diresmikan pada (10/2/2021) lalu oleh walikota terdahulu Edi Ariadi dan diberi nama Graha Edhi Praja. Dan saat ini sudah ditempati sejumlah OPD.

    Pembangunan gedung tersebut menelan anggaran hampir Rp65,8 miliar dari total pagu anggaran senilai Rp71,6 miliar dari APBD Cilegon tahun 2020. Proyek tersebut dikerjakan PT Total Cakra Alam.

    Diberitakan sebelumnya organisasi mahasiswa di Kota Cilegon menyoroti adanya temuan BPK pada pembangunan gedung Setda 6 lantai tersebut. Mereka meminta penjelasan secara transparan kepada dinas terkait atas adanya hasil temuan BPK tahun 2020 itu.

    Saat dikonfirmasi, Kepala DPUTR Kota Cilegon Ridwan mengatakan pihaknya sudah komunikatif dan sudah memanggil pelaksana proyek tersebut dan saat ini sudah mengangsur kelebihan pembayaran tersebut.

    “Intinya kita komitmen untuk menyelesaikan, karena memang kita juga sudah berusaha untuk meminimalisir itu temuan. Itu memang kalau dilihat dari jumlah sangat kecil dari total anggaran pembangunan gedung tersebut,” kata Ridwan kepada BANPOS, Rabu (25/8).

    Diketahui batas waktu pengembalian ditetapkan dengan jatuh tempo 60 hari.

    “Kedepannya kita juga sudah berusaha untuk meminimalisir temuan-temuan yang ada di PU, jangan sampai ada temuan yang besar. Kita meminimalisir temuan supaya lebih kecil lagi bahkan kalau bisa dihilangkan itu komitmen kita,” terangnya.

    Saat ini kata Ridwan, pihaknya telah mencicil hasil temuan BPK tersebut.

    “Rp 20 juta, nanti kita tenggat waktunya untuk secepatnya diselesaikan,” pungkasnya.(LUK/ENK)

  • Jual Beli Jabatan Kerap Dilakukan

    Jual Beli Jabatan Kerap Dilakukan

    JAKARTA, BANPOS – Terus berulangnya kasus korupsi terkait pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gemas. Komisi pimpinan Firli Bahuri cs itu menyatakan, jual beli jabatan menjadi salah satu modus korupsi yang kerap dilakukan kepala daerah.

    “KPK mencatat kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemda sejak 2016 hingga 2021 ini telah melibatkan 7 Bupati, yaitu Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jombang, Tanjungbalai, dan terakhir Probolinggo,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding lewat pesan singkat, Rabu (1/9).

    KPK pun mengingatkan kepada para kepala daerah agar menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang. Khususnya dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi, dan promosi ASN di lingkungan pemerintahannya.

    Untuk mencegah benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang kepala daerah dalam pengisian jabatan, komisi antirasuah mendorong diimplementasikannya Monitoring Center for Prevention (MCP) manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).

    Dalam aplikasi MCP, terdapat lima indikator keberhasilan yang disyaratkan bagi Pemda untuk dipenuhi. Pertama, meliputi ketersediaan regulasi manajemen ASN berupa Peraturan Kepala Daerah (Perkada) atau SK Kepala Daerah. Kedua, sistem informasi.

    Lalu ketiga, kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan pengendalian gratifikasi. Berikutnya keempat, tata kelola SDM. Dan terakhir kelima, pengendalian dan pengawasan.

    Keberhasilan daerah dalam mewujudkan manajemen ASN yang mengedepankan nilai-nilai profesionalisme dan integritas sangat tergantung pada komitmen kepala daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola SDM yang akuntabel dan bebas kepentingan.

    “Termasuk tidak menjadikan proses pengisian jabatan di instansinya sebagai lahan untuk korupsi,” tegasnya.

    Dari hasil pemetaan KPK atas titik rawan korupsi di daerah, kata Ipi, KPK mengidentifikasi beberapa sektor yang rentan terjadi korupsi, yaitu di antaranya terkait belanja daerah seperti pengadaan barang dan jasa. Kemudian korupsi pada sektor penerimaan daerah, mulai dari pajak dan retribusi daerah maupun pendapatan daerah dari pusat dan korupsi, di sektor perizinan mulai dari pemberian rekomendasi hingga penerbitan perizinan.

    Dalam upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan daerah, KPK telah mendorong diimplementasikannya Monitoring Center for Prevention (MCP).

    “Manajemen ASN merupakan salah satu dari delapan fokus area intervensi perbaikan tata kelola pemda yang terangkum dalam aplikasi tersebut,” tambah Ipi.

    Kedelapan area intervensi tersebut adalah Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah, dan Tata Kelola Keuangan Desa.

    “Untuk mencegah benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang kepala daerah dalam pengisian jabatan, KPK mendorong diimplementasikannya manajemen ASN berbasis ‘merit system’,” ungkap Ipi.

    Dalam aplikasi MCP, terdapat lima indikator keberhasilan yang disyaratkan bagi pemda untuk dipenuhi, yaitu meliputi: ketersediaan regulasi manajemen ASN berupa Peraturan Kepala Daerah (Perkada) atau Surat Kepala Kepala Daerah; sistem informasi; kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan pengendalian gratifikasi; tata kelola SDM; serta pengendalian dan pengawasan.

    Keberhasilan daerah dalam mewujudkan manajemen ASN yang mengedepankan nilai-nilai profesionalisme dan integritas, menurut Ipi, sangat tergantung pada komitmen kepala daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola SDM yang akuntabel dan bebas kepentingan.(OKT/ENK/RMID/JPG)

  • Proyek Toilet Dilaporkan ke Kejari

    Proyek Toilet Dilaporkan ke Kejari

    SERANG, BANPOS – Proyek pembangunan toilet untuk 18 Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kota Serang yang bernilai miliaran rupiah dilaporkan ke Kejari Serang oleh Yayasan Saung Hijau Indonesia (SAHID). Pelaporan tersebut untuk memastikan bahwa proyek yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tersebut berjalan sesuai dengan ketentuan hukum.

    Ketua Harian SAHID, M. Ridho Ali Murtadho, mengatakan bahwa langkah pelaporan yang pihaknya lakukan merupakan bentuk kontrol selaku bagian dari masyarakat, agar tidak terjadi penyelewengan anggaran maupun kekuasaan, dalan proyek pembangunan toilet tersebut.

    Ridho mengatakan, Kejari Serang harus segera turun tangan untuk melakukan penyelidikan, sehingga menjadi jelas apakah proyek yang sempat membuat heboh masyarakat tersebut berjalan sesuai aturan ataupun tidak.

    “Kejari Serang agar segera melakukan langkah-langkah penyelidikan hukum terkait dengan adanya laporan pengaduan awal dan penemuan ini secara tuntas, tanpa tebang pilih bagi para oknum Dinas, Kontraktor dan Pengawas Konsultan lainya yang terkait kegiatan ini dan dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum,” ujarnya, Rabu (1/9).

    Kejari Serang pun dituntut agar segera membentuk tim pencari fakta, untuk melakukan penyelidikan sesuai dengan kewenangannya. Apalagi muncul isu bahwa pelaksana pembangunan telah diatur dan pekerjaannya berlangsung dengan asal-asalan.
    “Kejari harus menerapkan hukum sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan dengan tetap konsisten terhadap setiap pemborong (pelaksana/penyedia) yang diduga melakukan kecurangan di pengadaan barang jasa pemerintah,” ucapnya.

    Proses puldata-pulbaket pun diharapkan tidak tebang pilih. Kejari diharapkan benar-benar melakukan pemanggilan terhadap para pihak yang diduga terlibat dalam proyek baik secara langsung, maupun tidak langsung.

    “Kejari agar memanggil dan memeriksa siapapun yang diduga terlibat dalam pelaksanaan pembangunan toilet atau jamban yang tersebar di 18 Sekolah Dasar Negeri pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang dan lainya, yang terkait permasalahan ini,” tegasnya.

    Sebelumnya, pembangunan toilet di 18 SDN Kota Serang sebesar Rp134 juta ternyata masih kurang. Sebab dengan anggaran tersebut, tidak bisa untuk menyediakan fasilitas sanitasi seperti aliran air. Di sisi lain, pembangunan toilet tersebut pun dikeluhkan. Baik pihak sekolah maupun Dindikbud Kota Serang, tidak bisa berbuat banyak.

    Kabid SD pada Dindikbud Kota Serang, Raden Rahmat Saleh, mengatakan bahwa anggaran sebesar Rp134 juta untuk satu unit toilet di 18 SDN merupakan anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sebab, sumber anggaran tersebut berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

    “Anggaran Rp134 juta itu sudah dikunci di aplikasi Krisna (aplikasi pengelolaan DAK milik Kemenkeu dan Kemendikbud). Jadi kami tidak bisa menambah dan mengurangi. Kecuali APBD, karena APBD itu fleksibel,” ujarnya saat ditemui di kantor Dindikbud Kota Serang, Selasa (31/8).

    Ia mengatakan, Detail Engineering Design (DED) pembangunan toilet tersebut sudah dibuat sejak 2020 lalu. Ternyata menurutnya, dari besaran anggaran Rp134 juta, masih belum cukup untuk membangun satu unit toilet beserta fasilitas penunjangnya.

    “DED itu dari tahun 2020. Dari situ dihitung oleh konsultan, dengan angka Rp134 juta itu tidak cukup untuk membuat sanitasi air. Jadi cukup hanya untuk membangun bentuk fisiknya saja,” katanya.

    Di tempat yang berbeda, Kepala SDN Tembong 1, Titik Sumirah, mengaku bahwa dirinya merasa kurang puas dengan hasil pembangunan toilet tersebut. Hal itu dikarenakan tidak adanya sanitasi atau aliran air ke toilet yang baru dibangun.

    Selain itu, lokasi pembangunan yang kurang tepat, yaitu lebih tinggi dari toilet sebelumnya, membuat aliran air dari toren air tidak bisa mengalir pula ke toilet baru. Alhasil, ia harus menunggu adanya anggaran baru, agar bisa melakukan pengeboran air di toilet tersebut.

    Dari segi konstruksinya pun menurutnya kurang maksimal. Sebab, yang melakukan pembangunan bukan hanya satu pihak saja, melainkan banyak pihak yang terlibat.

    “Jadi tahapan pembangunan itu kurang pas. Saya melihat ada konstruksi yang miring, lalu pemasangan daun pintu pun tidak pas. Jadi harus dipas-pasin. Saya juga tidak bisa berbuat banyak karena ini kan sudah ada kontraktornya,” jelasnya.

    Ia pun berharap ke depannya akan ada bantuan untuk melakukan ‘finishing’ atas bangunan toilet tersebut. “Iyah jadi biar toiletnya lebih nyaman dan aman digunakan,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Ari Winanto Disebut-sebut Dalam Sidang Korupsi Masker

    Ari Winanto Disebut-sebut Dalam Sidang Korupsi Masker

    SERANG, BANPOS – Saksi pada perkara dugaan korupsi pengadaan masker pada Dinkes Provinsi Banten menyebut nama Ari Winanto sebagai direktur PT Right Asia Medika (RAM) berdasarkan surat penawaran dan Company Profile pada pengajuan pengadaan masker yang bermasalah.

    Saksi Abdurrahman selaku tim LPJ pengadaan mengatakan bahwa mulanya ia mendapatkan surat penawaran dan Company Profile PT RAM dari saksi Khania melalui pesan WhatsApp. Pada surat penawaran pertama dan Company Profile itu, tertulis bahwa Ari Winanto merupakan Direktur PT RAM, bukan Wahyudin Firdaus.

    “Pertama mendapatkan surat penawaran atas nama Ari Winanto sebagai Direktur. Lalu pada 9 Mei itu saya mendapatkan surat penawaran kembali atas nama Wahyudin Firdaus sebagai direktur,” ujarnya di persidangan, Rabu (1/9).

    Akan tetapi, Abdurrahman mengaku bahwa untuk penawaran yang ditandatangani oleh Ari Winanto tidak dibuat kontraknya. Sebab, penawaran tersebut tidak jadi lantaran tidak ada barangnya.

    “Untuk surat penawaran pertama yang ditandatangani oleh Ari Winanto itu tidak jadi. Karena barangnya tidak ada. Kalau di Company Profile pertama itu Ari Winanto memang menjabat Direktur,” jelasnya.

    Abdurrahman pun mengaku bahwa dirinya sempat pusing mengenai struktur pengurus PT RAM. Sebab, perubahan sering terjadi dengan begitu cepat.

    “Untuk susunan pengurusnya memang berubah-rubah saya bingung. Kadang marketingnya siapa, lalu berubah. Tapi tidak ada nama Agus Suryadinata,” tandasnya.

    Untuk diketahui, Ari Winanto merupakan salah satu anggota DPRD Kota Serang dari Fraksi PAN. Berdasarkan profil Ari Winanto yang beredar di internet, dia memang diketahui merupakan pendiri dari PT RAM. (DZH)

  • Lagi Berkebun Disamping Rumah, Raman Tewas Dibalok Tetangga

    Lagi Berkebun Disamping Rumah, Raman Tewas Dibalok Tetangga

    SERANG,BANPOS- Raman (70), warga
    Kampung/Desa Bendung, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, tewas mengenaskan diserang orang tak dikenal saat berada di halaman rumahnya, Selasa (31/8/2021). Korban tewas di lokasi kejadian dengan sejumlah pukulan pada sekujur tubuh.

    Belakangan diketahui pelaku penyerangan adalah Jarudi Lutpi (35) yang masih satu kampung dengan korban. Pelaku Jarudi Lutpi diamankan personil gabungan Tim Reserse Mobile (Resmob) dan Unit Jatanras Polres Serang yang dipimpin AKP David Adhi Kusuma di rumah kerabatnya 6 jam setelah penganiayaan atau sekitar pukul 21:00.

    Dari lokasi kejadian, petugas mengamankan barang bukti kayu balok serta satu buah pacul.

    AKBP Yudha Satria menjelaskan aksi penganiayaan yang menewaskan Raman ini terjadi sekitar pukul 15.00 WIB. Sebelum peristiwa penyerangan terjadi, korban tengan berkebun di samping rumahnya.

    “Pada saat korban berkebun, tiba-tiba datang pelaku dengan melompat pagar tembok rumah korban langsung memukuli korban menggunakan sebilah balok,” ungkap Kapolres saat dikonfirmasi awak media, Rabu (1/9/2021).

    Mendapat serang mendadak, korban yang berusia lanjut ini tidak mampu memberikan perlawanan dan langsung ambruk tidak berdaya. Pelaku sempat menyeret tubuh korban sebelum melarikan diri menggunakan kendaraan motor.

    “Warga yang mengetahui peristiwa penganiayaan tidak berani menolong karena khawatir menjadi sasaran penyerangan. Warga kemudian melapor ke Mapolsek Tanara,” kata Kapolres.

    Dikatakan Kapolres, terungkapnya kasus penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal dunia ini hasil penyelidikan tim satreskrim yang dipimpin AKP David Adhi Kusuma.

    Dari hasil penyelidikan diketahui pelaku adalah Jarudi, tetangga korban. Pelaku oleh keluarga ataupun warga setempat diketahui mengidap gangguan kejiawaan. Setelah mendapatkan informasi, tim satreskrim langsung bergerak ke rumah pelaku namun tidak ditemukan.

    “Petugas sempat mendatangi rumah pelaku namun tidak ditemukan. Setelah melakukan penelusuran, pelaku diketahui berada di rumah kerabatnya dan langsung diamankan. Saat ini pelaku sudah diamankan di Mapolres Serang,” kata Kapolres.

    Terkait kondisi pelaku yang disebut sebagai ODGJ, Kapolres belum dapat memberikan keterangan karena harus melalui pemeriksaan dokter kejiwaan. “Harus melalui pemeriksaan dokter kejiwaan dan itu akan kita lakukan,” tandasnya. (MUF)