Ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang Tahun 2020-2040 (Perda RTRW) belum terlihat kemajuan implementasinya, terutama dari segi zona industri yang menjadi satu hal paling disorot dalam perda ini.
Walaupun berdasarkan dokumen Perda RTRW yang BANPOS miliki, disebutkan bahwa tujuan dari Perda ini adalah untuk mewujudkan daerah sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa, pendidikan, dan pariwisata religi di Provinsi Banten yang produktif dan berkelanjutan serta meningkatkan dan mendukung potensi investasi sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional).
Dari tujuan yang terdapat pada pasal 5 ayat 1 tersebut, terlihat bahwa sesungguhnya Kota Serang tidak berencana untuk serta merta menjadi kota industri, setidaknya hingga tahun 2040 nanti.
Selain itu, pada pasal 6 tentang kebijakan dan pasal 7 tentang strategi, dalam perda tersebut juga tidak menyebutkan kaitan terkait kawasan industri. Namun pada pasal 34, muncul tentang Kawasan Peruntukan Industri yang hanya memiliki 3 ayat dengan 6 butir penjelasan, dimana pada ayat 2 disebutkan bahwa kawasan peruntukan industri dicanangkan memiliki luas paling rendah 1.053 hektar yang diarahkan di Kecamatan Kasemen dan Walantaka
Di Kecamatan Walantaka, Pemkot Serang menyediakan lahan seluas 1.500 hektare lahan disediakan untuk dijadikan kawasan industri. Sedangkan di Kecamatan Walantaka, Pemkot Serang menyediakan lahan seluas 350 hektare.
Dengan luas lahan yang hampir dua ribu hektare itu, Pemkot Serang menginginkan agar para investor berbondong-bondong masuk ke Kota Serang, dan menanamkan investasi dengan membangun industri-industri skala kecil dan menengah di sana. Tujuannya, untuk meningkatkan sumber pendapatan daerah, dan menyerap tenaga kerja lokal di Kota Serang.
Salah satu sumber BANPOS di lingkungan Pemkot Serang mengatakan, minimnya investor yang melirik Kota Serang lantaran Kota Serang belum siap menghadapi perubahan RTRW, yang menjadikan Kasemen dan Walantaka sebagai kawasan industri. Pasalnya, infrastruktur menuju kawasan industri itu pun masih sangat tidak layak.
“Sekarang begini, kalau memang Kasemen dan Walantaka akan menjadi industri sampai dengan skala sedang, aksesnya bagaimana? Padahal jalan yang mengarah ke dua daerah itu saja sangat sempit. Dilalui kendaraan pribadi saja masih sering terkena macet, apalagi kalau sudah ada kendaraan industri. Aksesnya sangat buruk,” ujarnya yang merupakan pejabat Eselon III itu.
Menurutnya, Pemkot Serang sangat terburu-buru menjadikan kota yang sebenarnya adalah kota jasa dan perdagangan ini menjadi kota industri. Padahal seharusnya, Pemkot Serang juga memperhatikan lokasi dan akses lalu lintas ke arah kawasan industri tersebut.
“Mungkin Walantaka akan sedikit terbantu dengan akan dibangunnya pintu keluar tol. Tapi bagaimana dengan Kasemen? Sedangkan kita tahu sendiri akses jalan ke sana juga masih kurang. Makanya saya kira Pemkot Serang ini masih terlalu terburu-buru jadi kota industri,” ungkapnya.
Ia menuturkan, Pemkot Serang harus bisa melihat celah dan peluang untuk bisa menutupi kekurangan tersebut. Sebagai contoh, bekerja sama dengan investor-investor yang akan menanamkan modal di dua daerah tersebut, dalam hal peningkatan infrastruktur.
“Jika menggunakan APBD, kapan bisa selesainya? Jangan sampai karena terburu-buru ingin membuat Kota Serang menjadi kota industri, malah membuat kita kebingungan sendiri karena belum siap,” ucapnya.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Komisi IV pada DPRD Kota Serang, Khoeri Mubarok. Politisi asal Partai Gerindra ini mengatakan bahwa pihaknya sempat bingung dengan Pemkot Serang yang menyanggupi diri menjadi kota industri, namun lupa bahwa infrastruktur Kota Serang masih belum memadai.
“Sebenarnya kami tuh bingung. Di satu sisi ini merupakan bentuk kemajuan. Namun di sisi lain, perhatian Pemerintah Kota Serang terhadap infrastruktur sangat kurang. Terutama di Kecamatan Kasemen. Kita berbicara kawasan industri, tapi akses jalan menuju ke sana itu tidak memadai. Maka dari itu lah investor sedikit yang masuk. Karena mereka bingung, aksesnya bakal dari arah mana?” ujar Khoeri saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (23/6).
Begitu pula dengan Kecamatan Walantaka. Menurut Khoeri, para investor pun enggan untuk menanamkan modalnya di sana lantaran mereka juga bingung akses ke sana masih sangat buruk. Padahal kebutuhan infrastruktur jalan mereka sangat tinggi.
“Terlebih zona industri itu harus mempunyai jalan masuk standarnya kontainer 24 feet masuk. Ini kan enggak ada (luasnya sampai sesuai dengan standar),” katanya.
Ia pun menegaskan jika Pemkot Serang memang terburu-buru dalam merubah Perda RTRW dan memasukkan wilayah industri. Padahal untuk membangun wilayah industri, dibutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya Pemerintah Provinsi Banten.
“Kalau untuk membuat wilayah industri, harusnya Pemerintah Kota menggandeng Pemerintah Provinsi. Kami ingin agar Pemerintah Kota ini menjalin komunikasi dengan Pemerintah Provinsi terkait dengan rencana tata ruang kedepannya,” kata dia.
Komunikasi dan kerja sama menurutnya sangat penting untuk dilakukan lantaran banyak infrastruktur penunjang kawasan industri yang dirasa tidak dapat dibangun sendiri oleh Pemkot Serang, akibat keterbatasan anggaran dan kewenangan.
“Saya contohkan, harus ada fly over penyambung dari Kota Serang ke wilayah Kasemen. Karena kalau membangun itu kan Pemkot Serang tidak bisa, anggarannya sedikit. Jadi itu bisa dilakukan oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Pusat. Begitu juga dengan Walantaka,” ungkapnya.
Bahkan secara gamblang, Khori menyampaikan ketidakyakinannya kepada Pemkot Serang apabila ingin membangun kawasan industri sendiri tanpa bekerja sama dengan pihak-pihak lainnya. Ia pun membandingkan dengan kinerja Pemkot Serang dalam mengurusi masalah drainase.
“Kalau saya pribadi, saya tidak yakin Kota Serang mampu (sendiri) dalam menyelesaikan sejumlah PR infrastruktur itu. Mengurusi drainase saja Pemkot Serang tidak sanggup. Apalagi mengurusi sendiri zona industri. Sampai hari ini skema sistem drainase Kota Serang saja masih paling buruk, bagaimana mau berjalan sendiri mengurusi zona industri,” tegasnya.
Maka dari itu, Khoeri menegaskan bahwa Pemkot Serang kedepannya harus lebih serius lagi dalam membuat sebuah perencanaan. Sebab, hal itu membuat masyarakat menunggu akan realisasi dari rencana tersebut.
“Kami Komisi IV ini meminta kepada Pemkot Serang ini agar lebih serius lagi dalam merencanakan terkait zona industri ini. Jangan sampai hanya sebatas keinginan dan janji-janji saja. Karena masyarakat ini kan menunggu terkait dengan hal tersebut. Ini kan dampaknya langsung kepada perekonomian masyarakat,” ucapnya.
Khoeri mengatakan, DPRD Kota Serang mencoba secara maksimal mengawal pembangunan kawasan industri tersebut. Bahkan menurutnya, saking tidak seriusnya Pemkot Serang dalam mengurusi persoalan kawasan industri, sejumlah hal-hal yang tidak dipikirkan oleh Pemkot Serang untuk menunjang keberadaan kawasan industri harus dipikirkan langsung oleh DPRD Kota Serang.
“Termasuk Raperda Pembangunan Industri, ini merupakan inisiatif dari dewan, bukan dari Pemkot Serang. Memang banyak Raperda yang diinisiasi oleh DPRD Kota Serang, yang itu bahkan tidak dipikirkan oleh Pemkot Serang,” tegasnya.
Dalam Raperda Pembangunan Industri itu, pihaknya mendorong sistem pengelolaan zona industri ini berbasis BUMD. Sehingga, skema industri yang dibangun nantinya mewajibkan Pemerintah Kota Serang hadir secara langsung.
“Terkait dengan pengelolaan airnya, pengelolaan sampahnya, pengelolaan terkait dengan limbah B3-nya. Tapi sampai sekarang kami belum mendapat updatenya. Jadi persiapan Kota Serang dalam menghadapi zona industri ini belum maksimal. Bahkan bisa dibilang tidak serius dalam menghadapinya,” ucap dia.
Jika memang Pemkot Serang serius dalam merealisasikan Kecamatan Kasemen dan Walantaka menjadi kawasan industri, seharusnya sejak awal revisi RTRW dibahas dan pada akhirnya disahkan di penghujung tahun 2020, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait langsung melakukan sinkronisasi perencanaan pembangunan dengan RTRW yang baru.
“Nah sampai hari ini kan kami belum melihatnya. Yah mudah-mudahan Pemkot Serang ke depannya ini lebih matang dalam perencanaannya. Lebih mementingkan hal prioritas yang memang menyentuh langsung kepada masyarakat,” tegasnya.
Walikota Serang, Syafrudin, mengakui hal tersebut. Orang nomor satu di Kota Serang itu mengatakan bahwa kondisi infrastruktur jalan untuk menunjang operasional industri di Kecamatan Kasemen dan Walantaka memang belum memadai.
“Karena memang kayaknya infrastruktur yang belum memadai, kan industri itu kan harus besar jalannya. Jadi rencana tata ruang Provinsi itu sebenarnya akan memperlebar jalan antara Kasemen sampai ke Teluknaga, tapi sampai sekarang kan belum,” ujar Syafrudin saat diwawancara BANPOS di Puspemkot Serang.
Akan tetapi menurutnya, hal itu hanya menjadi permasalahan bagi industri sedang saja. Untuk industri kecil, Syafrudin menuturkan bahwa hal itu tidak menjadi masalah. Bahkan ia mengklaim bahwa sudah ada sejumlah industri kecil yang hendak membangun di dua Kecamatan itu.
“Tapi kalau industri kecil sudah mulai sih, sebab sudah mulai pembebasan-pembebasan lahan di situ, hanya belum berdiri saja,” terangnya.
Menurut mantan Kepala DLH Kota Serang tersebut, selain permasalahan jalan yang kurang lebar untuk bisa dilalui oleh kendaraan industri, permasalahan pun muncul lantaran adanya terowongan pada akses jalan menuju Kecamatan Kasemen.
“Jadi itu yang menjadi kendala, mudah-mudahan kedepan bisa diperlebar Sebetulnya tinggal pengembangan infrastruktur saja,” ucapnya.
Untuk akses pintu tol agar dapat mempermudah mobilisasi kendaraan industri, Syafrudin mengatakan bahwa Pemprov Banten sudah berjanji akan membangun gerbang tol di Kecamatan Walantaka.
“Akses itu akan dibuat oleh Provinsi, sodetan dari Cikeusal sampai Boru. Tapi umpamanya akses dari Ciruas itu mah sudah bagus sebetulnya,” tandasnya.(DZH/PBN)