Kategori: INDEPTH

  • WTP Diberi Banyak Catatan, Wajar Belum Tentu Benar

    WTP Diberi Banyak Catatan, Wajar Belum Tentu Benar

    PREDIKAT Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bagi pemerintahan seolah menjadi ‘Tuhan’ yang disembah pemerintah d1aerah. Predikat itu dikejar demi melegitimasi pemerintahan yang seolah bersih. Dalam praktiknya, WTP seolah diobral karena kenyataannya banyak catatan yang diberikan lembaga auditor kepada pemerintah daerah di Banten.

    Seluruh entitas pemerintahan daerah kabupaten/kota se-Provinsi Banten diganjar predikat WTP oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Banten. Kendati demikian, tetap didapati temuan yang dianggap menjadi ‘cacat’ atas predikat itu. Apalagi, sejumlah temuan disebut merupaakn temuan yang berulang dan menjadi catatan setiap tahunnya.

    Dalam rilis yang diterima BANPOS awal pekan ini, Kepala BPK Provinsi Banten, Novie Irawati Herni menuturkan bahwa pihaknya masih menemukan permasalahan berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah. Beberapa diantaranya adalah di Pemkab Serang dan Pemkot Cilegon. Untuk Pemkab Serang, kata Novie, setidaknya, terdapat tiga permasalahan yang harus segera ditindaklanjuti. 

    “Permasalahan-permasalahan yang harus segera ditindaklanjuti (oleh Pemkab Serang) antara lain penganggaran Pendapatan dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang ditetapkan dalam APBD TA 2021 pada Pemerintah Kabupaten Serang belum memadai, penatausahaan Aset Tetap belum memadai dan pertanggungjawaban atas penggunaan dana BOS belum memadai,” katanya.

    Selain Kabupaten Serang, WTP yang diterima Pemkot Cilegon juga tetap meninggalkan catatan. Salah satu temuan yang didapati oleh BPK Provinsi Banten pada pemeriksaan LKPD Kota Cilegon yakni pelaksanaan 12 Paket Pekerjaan Rekonstruksi dan Pemeliharaan Jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) yang tidak sesuai spesifikasi kontrak.

    Selain temuan pada pembangunan, pengelolaan Dana BOS pun kembali menjadi temuan. BPK menilai pengelolaan Dana BOS tidak memadai sehingga mengakibatkan penggunaan Dana BOS tidak sesuai dengan program yang telah direncanakan sebelumnya.

    “(Selanjutnya) BPKAD belum mengelola Aset Tetap dan Aset Lain-Lain secara memadai, hal tersebut mengakibatkan pencatatan Aset Tetap dalam Neraca per 31 Desember 2021 belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya (Di Pemkot Cilegon),” kata Novie.

    Novie menegaskan bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 20 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, diamanatkan bahwa pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi laporan hasil pemeriksaan.

    “Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK, tentang tindak lanjut atas rekomendasi laporan hasil pemeriksaan,” tegasnya.

    Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun BANPOS, ada tiga catatan BPK RI Perwakilan Banten terhadap LHP Keuangan Pemkot Cilegon tahun anggaran 2021. Tiga catatan penting yang disampaikan BPK RI Perwakilan Banten terhadap Pemkot Cilegon atas laporan keuangan 2021. 

    Pertama, pelaksanaan 12 paket kegiatan rekonstruksi dan pemeliharaan jalan pada DPUTR tidak sesuai spesifikasi kontrak. Kedua, pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak memadai, sehingga mengakibatkan penggunaan dana bos tidak sesuai dengan program yang telah direncanakan sebelumnya. Ketiga, BPKAD belum mengelola aset tetap dan aset lain-lain secara memadai terkait pencatatan aset yang mengakibatkan ketidaksesuaian neraca aset, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) terkait pengelolaan pasar. 

    Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Dadan Ramdhani, mengatakan bahwa dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), sebetulnya yang harus dikejar oleh entitas ekonomi dalam penyajian keuangan cukup dengan opini wajar saja.

    “Pada dasarnya kalau SPAP itu seharusnya nggak mesti harus opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Memang sempurnanya adalah WTP, tapi kalau dengan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) itu juga sebenarnya sudah cukup. Karena kan yang penting sudah ada opini bahwa itu wajar,” ungkapnya.

    Menurut doktor di bidang akuntansi itu, dalam pelaksanaan pemberian opini terhadap laporan keuangan, tidak akan berbicara terkait dengan kebenaran. Sebab, opini terhadap laporan keuangan hanya berbicara kewajaran saja.

    “Dalam akuntansi, itu tidak pernah berbicara kebenaran. Tidak pernah berbicara benar, tapi berbicara kewajaran. Itu harus bisa dibedakan antara wajar dan benar. Kalau wajar itu ketika bukti-bukti yang ada dalam laporan keuangan sama dengan data yang disajikan,” katanya.

    Sebagai contoh, Dadan menuturkan ketika terdapat pencatatan kas sebesar Rp5 miliar, maka harus dirinci ada di bank mana saja uang itu, berapa cash on hand dan petty cash-nya. Hal itu yang dalam laporan keuangan disebut sebagai bukti pendukung atau supporting document.

    “Kalau kita berbicara kebenaran, selain dengan antara pelaporan sudah sesuai dengan dokumen bukti pendukungnya, juga ada plusnya. Plusnya itu harus bisa dipertanggungjawabkan secara pribadi, secara entitas dan kepada Tuhan yang Maha Esa,” terangnya.

    Menurutnya, jika publik mempertanyakan mengapa suatu daerah telah mendapatkan opini WTP namun tetap terjadi fraud atau korupsi, hal itu wajar. Sebab secara teoritis maupun pragmatis, opini WTP hanya menilai kewajaran suatu laporan keuangan saja.

    “Sehingga ketika ada yang berkata ‘kenapa kok WTP tidak menjamin sebuah entitas itu benar’, ya iyalah tidak menjamin karena yang dinilai adalah kewajaran bukan kebenaran. Karena hakikat dari keilmuan itu kewajaran, bukan kebenaran. Wajar sesuai dengan framework kemanusiaan. Kalau kebenaran kita kembalikan kepada hati nurani orang dan pejabatnya,” tutur dia.

    Bahkan menurut Dadan, tidak ada aturan baku mengenai pemberian opini wajar terhadap suatu laporan keuangan yang masih terdapat temuan. Menurutnya, tidak ada besaran persentase temuan suatu laporan keuangan dapat dikatakan wajar maupun tidak wajar.

    “Kalau berbicara ketentuan Standar Akuntansi Pemerintahan maupun Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010 itu tidak berbicara mengenai berapa persen, tidak ada persentasenya. Yang pasti mereka berbicara harus antara data yang disajikan dengan dokumen-dokumen itu harus sama,” ucapnya.

    Kendati demikian, Dadan mengatakan dalam praktiknya auditor terkadang menentukan sendiri persentase kewajaran temuan suatu laporan keuangan. Sehingga, penilaian itu akan dikembalikan kepada masing-masing auditor.

    “Tapi itu bukan harga mati, karena dalam aturan tidak ada. Cuma ada beberapa kasus proses dari auditor itu menetapkan 80 persen sudah WTP. Di bawah itu akan WDP. Nah di bawah 50 persen itu ada pertimbangan apakah tidak wajar atau bahkan tidak berpendapat,” katanya.

    Terakhir, ia menuturkan bahwa opini WTP terhadap laporan keuangan daerah bukanlah hal yang menjamin suatu daerah tidak terdapat fraud. Karena WTP bukan berarti keuangan sudah berjalan dengan benar. “Di dalam kebenaran ada kewajaran, di dalam kewajaran belum tentu ada kebenaran,” tandasnya. 

    Koordinator Pattiro Banten, Amin Rohani, mengatakan bahwa predikat WTP yang diraih oleh seluruh Kabupaten/Kota di Banten menunjukan bahwa pelaporan keuangan pemerintah daerahnya sudah akuntabel. Artinya, secara umum telah memenuhi empat indikator WTP yang telah ditetapkan.

    “Walapun demikian, jika melihat lebih dalam. harusnya sudah tidak ada lagi temuan semacam BOS. Karena, masalah tersebut bisa dikatakan terus berulang dari tahun ke tahun. Artinya kedua daerah tidak belajar dari pengalaman dan masih banyak uang rakyat yang digunakan secara tidak bertanggung jawab,” ujarnya.

    Pada pengelolaan Dana BOS, Amin menuturkan bahwa hal itu sangat jelas menunjukkan jika pemerintah tidak belajar dari temuan-temuan pada pemeriksaan tahun lalu. Meskipun diakui bahwa terdapat perubahan aturan akibat Covid-19, namun menurutnya hal itu sudah berlangsung beberapa tahun.

    “Tapi itu telah berlangsung selama tiga tahun mulai dari pelaporan 2019-2021 saat mulai pandemi Covid-19. Seharusnya pemerintah tidak lagi gagap dalam penggunaan dana tersebut dan dapat mengelola dana secara akuntabel,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • WTP Jadi Rutinitas

    WTP Jadi Rutinitas

    MENERIMA predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) menjadi prestasi tersendiri bagi pemerintahan Kabupaten Kota. Apalagi predikat yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Banten itu menjadi bukti pertangungjawaban pemerintah daerah dalam pengelolaan uang rakyat.

    Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah, mengatakan bahwa opini WTP dari BPK ini harus terus menjadi motivasi seluruh jajaran Pemkab Serang, agar selalu bekerja keras melaksanaan proses pelaksanaan anggaran dengan baik dan sesuai perundang-undangan yang berlaku. Mewakili Pemerintah Kabupaten Serang, Tatu mengucapkan terima kasih atas opini terbaik yang diberikan BPK kepada Pemkab Serang. Ini merupakan opini WTP yang diterima berturut-turut oleh Pemkab Serang.

    “Kami telah menyusun rencana aksi terhadap temuan atau catatan dari BPK RI dan akan diselesaikan sesuai ketentuan,” katanya.

    Terpisah, Sekretaris Daerah Kabupaten Lebak Budi Santoso mengatakan, Pemerintah Kabupaten Lebak telah mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK sebanyak tujuh kali.    

    Budi menjelaskan, Opini BPK tidak menyatakan laporan keuangan telah disajikan dengan benar 100 persen. Maknanya adalah Laporan keuangan tersebut telah disajikan dengan baik dan dapat digunakan oleh para stakeholders dalam mengambil keputusan manajemen. Opini WTP memberikan penilaian bahwa prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang baik telah dilaksanakan, meskipun masih ada kelemahan untuk dilakukan perbaikan. 

    “Insya Allah hasil rekomendasi BPK akan segera ditindaklanjuti oleh perangkat daerah, kita juga sudah menyusun rencana aksi penyelesaian tindak lanjut temuan atau rekomendasi BPK,” jelasnya.

    Walikota Cilegon Helldy Agustian mengaku bersyukur atas raihan WTP yang diraih Pemkot Cilegon selama sembilan kali berturut-turut. “Ini kesembilan kalinya. Ini buah kerja kita selama ini dan para pegawai,” katanya.

    Selain itu, Bupati Pandeglang, Irna Narulita mengatakan, atas laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2021, Pemkab Pandeglang meraih opini WTP. Dengan mendapatkan opini WTP tersebut, Pemkab Pandeglang mendapatkan predikat WTP yang keenam kali secara berturut-turut dari tahun 2016 hingga 2021.

    “Pemerintah daerah selalu menyajikan laporan keuangan secara transparan dan akuntabel, sesuai dengan standar akuntansi pemerintah dan Alhamdulillah tahun 2021 kita kembali meraih WTP,” kata Irna Narulita, Rabu (25/5).

    Menurutnya, capaian yang telah diraih oleh Pemkab Pandeglang saat ini tersebut, merupakan hasil kerja keras seluruh aparatur pemerintah dan dukungan dari masyarakat.

    “Kita diberikan tanggung jawab untuk mengelola keuangan, maka dari itu pengelolaan keuangan ini harus dikelola dengan baik dan transparan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan,” ucapnya.(HER/DHE/MUF/LUK/ENK)

  • Misteri Bendungan Multifungsi

     

    SEBUAH proyek strategis nasional berupa bendungan dibangun di Kabupaten Serang. Karenan lokasinya di Desa Sindangheula, Kecamatan Pabuaran, maka bendungan itu dinamai Bendungan Sindangheula. Diresmikan sebagai bendungan multifungsi, justru kini bendungan itu diselimuti misteri.

    Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari Kamis tanggal 4 bulan Maret tahun 2021 lalu telah meresmikan Bendungan Sindangheula di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang.

    Bendungan  yang dibangun sejak tahun 2015 dan disiapkan untuk pengendalian banjir yang kerap terjadi wilayah Kabupaten Serang dan sekitarnya. Tak hanya itu, Bendungan Sindangheula ditargetkan bisa meningkatkan produktivitas pertanian dengan kapasitas 9,3 juta meter kubik air yang bisa mengairi 1.289 hektar sawah di Serang dan sekitarnya.

    Bendungan Sindangheula merupakan bendungan yang berada di Kabupaten Serang, tepatnya di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang. Bendungan tersebut dibangun dengan anggaran sebesar Rp458 miliar, dan diresmikan langsung oleh Joko Widodo pada 2021 kemarin.

    Saat peresmian, Bendungan Sindangheula disebut memiliki sejumlah fungsi, diantaranya yakni peningkatan produktivitas pertanian dengan penyediaan irigasi, penyediaan air baku, mereduksi banjir dan objek pariwisata.

    Berdasarkan informasi yang didapat pada laman KPPIP.go.id, diketahui bahwa Bendungan Sindangheula memiliki kapasitas 9,26 juta meter kubik dan diharapkan dapat mengairi lahan seluas 748 hektare, mengurangi debit banjir sebesar 50 meter kubik/detik, menyediakan pasokan air baku sebesar 0,80 meter kubik/detik.

    Pada saat peresmian Sindangheula satu tahun lalu, Jokowi juga menjelaskan jika Sindangheula akan menyediakan air baku bagi daerah-daerah industri yang berkembang di Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kota Cilegon.

    Jokowi juga mengklaim Sindangheula juga nantinya berfungsi untuk pembangkit listrik dengan menghasilkan 0,40 megawatt sehingga tidak lagi tergantung pada energi fosil. Serta Sindangheula bisa dimanfaatkan untuk konservasi dan pariwisata, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

    Selang setahun setelah peresmian, Kota Serang dilanda banjir bandang yang menurut warga dan pemerintah, belum pernah dalam sejarah berdirinya Kota Serang, terjadi banjir sedahsyat itu. Hingga akhirnya, bendungan Sindangheula pun dituding menjadi penyebab banjir yang menelan korban jiwa sebanyak 5 orang itu.

    Satu tahun lebih dua bulan, sejak diresmikan oleh Presiden Jokowi,  saat ini banyak masyarakat yang mempertanyakan keberadaan Bendungan Sindangheula, Pasalnya, setelah Sindangheula diresmikan, beberapa pekan kemudian, masyarakat dilarang masuk ke area bendungan, tanpa alasan yang jelas.

    “Saya bingung, setelah diresmikan oleh Bapak Presiden, kemudian masyarakat sekitar maupun dari luar Kabupaten Serang yang ingin berwisata dan melihat-lihat Sindangheula tidak diperkenankan oleh petugas setempat. saya tanya kenapa alasannya, tapi tidak dijawab dengan jelas,” kata Muwardi warga Kota Serang kepada BANPOS, Kamis (19/5).

    Senada diungkapkan, oleh Warga Kota Tangerang, Rusli. Menurut dia,  Sindangheula bisa dijadikan obyek pariwisata oleh masyarakat, tapi pada kenyataannya,  untuk masuk ke lokasi tersebut ditutup. 

    “Dua pekan lalu, saya datang ke Sindangheula, karena katanya ada wisata airnya, tapi pas sampai sana, kami diminta untuk balik lagi, Sindangheula  katanya belum selesai dikerjakan. jadi belum sempurna fisiknya,” ujar Rusli.


    Mendapat jawaban dari petugas seperti itu, pihaknya mempertanyakan, jika peresmian yang dilakukan oleh Presiden Jokowi itu terkesan dipaksakan. 

    “Yang kami pahami, kalau fisiknya sudah sempurna, sudah 100 persen jadi, maka  bisa dilakukan peresmian. Tapi Sindangheula  ini belum beres tapi sudah diresmikan. Bingung saya dengan pengelolaan Sindangheula,” ujarnya.

    Sementara itu, Krisna, warga Kota Serang mengaku bencana banjir di Kota Serang pada  Januari lalu diduga penyebabnya adalah pengelolaan Sindangheula yang tidak baik.

    “Kami ingin sekali pemerintah daerah dan pusat ini terbuka soal Sindangheula. Pertama setelah diresmikan ditutup untuk umum, kemudian ada banjir.Tolong pemerintah jangan tertutup seperti ini, sampaikan ada apa dengan Sindangheula,” katanya.

    Ketua LSM Gerakan Masyarakat untuk Perubahan (Gempur), Mulya Nugraha, juga menyoroti misteriusnya Bendungan Sindangheula. Menurutnya, kebanyakan situ atau bendungan dibuat bukan hanya untuk distribusi air, tetapi juga menggerakkan ekonomi masyarakat. Karenanya, sangat aneh jika Bendungan SIndangheula tidak dibuka untuk umum.

    Mulya memaparkan, bendungan-bendungan yang selama ini dibangun pemerintah pusat, menjadi pusat pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya. Karena biasanya kawasan bendungan juga menjadi area wisata yang seharusnya juga dikembangkan oleh pemerintah, terutama pemerintah daerah.

    “Kalau seperti sekarang, Bendungan Sindangheula ini seperti zona terlarang yang misterius. Seperti pangkalan militer yang tidak seorang pun boleh masuk kesana,” kata Mulya.

    Mulya mengatakan, dengan kondisi yang terjadi saat ini, tak terlihat multifungsi yang diklaim oleh Presiden Joko Widodo. Karena, ada dua fungsi yang dia nilai gagal dijalankan BBWSC3.

    “Fungsi pertama adalah penahan banjir yang terbukti gagal setelah terjadinya banjir besar di Kota Serang. Yang kedua adalah Fungsi objek wisata yang sampai saat ini tidak jelas juntrungannya,” tambah Mulya.

    Atas dasar itu, Mulya menilai perlunya Pemprov Banten maupun Pemkab Serang sebagai pemilik wilayah untuk ikut mengintervensi kondisi ini. Caranya bisa dengan mendesak pemerintah pusat agar pengelolaan Bendungan Sindangheula tidak menjadi misterius dan bisa menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi yang mensejahterakan masyarakat, termasuk melalui sektor pariwisata.

    “Jangan sampai apa yang dibangun di tengah-tengah masyarakat kita justru diselimuti misteri sehingga kita tidak tahu apa yang bisa menimpa kita karena keberadaan hasil pembangunan itu sendiri,” pungkas Mulya.

     

    Bendungan Sindangheula Cuma Kolam Air Raksasa

    Kritik juga disampaikan Ketua Komisi IV pada DPRD Provinsi Banten, M. Nizar, turut menyoroti kondisi bendungan tersebut. Menurutnya, dari hasil rapat dengan berbagai pihak, didapati bahwa Bendungan Sindangheula tidak memiliki pintu air untuk mengontrol jumlah air yang ditampung di sana.

    “Bendungan Sindangheula ini memang tidak ada pintu airnya untuk mengalirkan air yang dibendung,” ujarnya pada 20 April lalu saat menemui massa aksi mahasiswa dari HMI MPO Cabang Serang.

    Menurut Nizar, hal itu pun menjadikan Bendungan Sindangheula bukan sebagai bendungan, melainkan kolam air raksasa yang hanya menahan air saja.

    “Artinya ini hanya membuat Sindangheula sebagai penahan air saja, tanpa adanya pintu aliran air. Ini kan menjadi problem yang harus diselesaikan dan kami sampaikan juga masukan ke pusat,” kata Nizar.

    BANPOS pun mencoba menelusuri kebenaran pernyataan Nizar tersebut. Pada 23 April, BANPOS mendatangi Bendungan Sindangheula untuk melihat kondisi bendungan itu. Namun sayangnya, petugas keamanan yang berjaga di depan gerbang masuk kawasan Bendungan Sindangheula melarang BANPOS untuk meliput di sana.

    Meskipun telah menjelaskan bahwa kedatangan BANPOS hanya untuk keperluan publikasi berita serta telah memberikan kartu pers kepada pihak keamanan, namun mereka tetap tidak memperbolehkan BANPOS untuk masuk ke dalam kawasan bendungan.

    “Tetap tidak boleh. Kalaupun mau masuk ke dalam, silahkan minta izin terlebih dahulu kepada BBWSC3. Wartawan juga enggak boleh masuk,” ujar petugas keamanan yang berjaga.

    Meskipun dilarang masuk, BANPOS melihat sejumlah warga tengah berlalu lalang di dalam kawasan bendungan. Saat ditanya mengapa jika dilarang masih ada warga yang dapat masuk ke kawasan bendungan, petugas keamanan menuturkan bahwa mereka adalah warga yang sedang mengurusi kebun.

    Tak bisa masuk, BANPOS pun mencari info bagaimana cara masuk ke dalam kawasan bendungan selain dari gerbang utama. Salah satu warga setempat pun mengajak awak BANPOS untuk masuk ke dalam kawasan bendungan dengan melompati salah satu tembok. Hingga akhirnya BANPOS berhasil masuk ke dalam kawasan bendungan.

    Pantauan BANPOS pada saat itu, terdapat banyak warga yang tengah asyik memancing di Bendungan Sindangheula. Menurut warga yang memandu BANPOS di dalam kawasan bendungan, Bendungan Sindangheula memang merupakan spot memancing yang diminati oleh banyak orang.

    “Ini sudah biasa mas warga mancing. Biasanya juga bisa masuk lewat gerbang depan. Tapi kalau enggak boleh, bisa lewat tembok samping kita lompati,” ujar warga yang memandu BANPOS.

    Ia menuturkan, Bendungan Sindangheula menurut sepengetahuannya, hanya memiliki satu pintu air untuk mengontrol ketinggian air pada waduknya. Ia pun menunjukkan lokasi pintu air tersebut kepada BANPOS.

    Dari pantauan BANPOS, memang terdapat bangunan yang dari jauh terlihat mengeluarkan air yang cukup deras, di dataran dasar yang berada di sisi lain bendungan. Bangunan itu berbentuk kubus dengan ukuran berkisar 6×5 meter. Bangunan itu memiliki lipat layaknya toko klontong berwarna biru, dengan tembok berwarna merah batu bata.

    Warga itu pun menuturkan bahwa hanya bangunan tersebut saja yang menjadi pintu pembuangan air dari Bendungan Sindangheula. Sedangkan spillway atau pelimpahan hanya berfungsi apabila air sedang tinggi saja.

    “Jadi banjir kemarin itu merupakan limpahan yang keluar lewat spillway itu. Untuk kontrol air setahu saya hanya ini pintu pembuangan airnya,” terang dia.

    Berdasarkan dokumen yang didapat BANPOS, pintu air yang ditunjukkan oleh warga tersebut merupakan bangunan pengeluaran. Pada dokumen yang sama, bangunan pengeluaran yang digunakan pada desain Bendungan Sindangheula menggunakan tipe Konduit Tapal Kuda dengan ukuran pasti 2 x Æ 3 meter.

    Bendungan Sindangheula pun disebutkan dalam dokumen tersebut sebagai bendungan bertipe Zonal. Adapun spillway atau pelimpahan Bendungan Sindangheula bertipe ogee tanpa pintu dengan kapasitas 264 meter kubik/detik.

    Akademisi Unbaja, Anis Masyruroh, mengatakan bahwa jumlah pintu air yang ada pada sebuah bendungan, akan tergantung pada fungsi dari bendungan tersebut. Menurutnya, Bendungan Sindangheula memiliki fungsi awal sebagai penyedia baku air terhadap tiga kabupaten/kota yakni Kota Serang, Kota Cilegon dan Kabupaten Serang.

    Namun memang pada 1 Maret lalu, terdapat masalah yakni adanya kelebihan air lebih dari batas tampung maksimal Bendungan Sindangheula. Anis menuturkan, pada saat itu terjadi kelebihan sekitar dua hingga tiga juta kubik dan tumpah ke aliran Cibanten.

    “Memang karena dia (Bendungan Sindangheula) tidak punya pintu khusus seperti Bendungan Pamarayan yah (jadi tumpah tak terkendali). Memang Bendungan Pamarayan itu jelas pintu-pintunya untuk dialirkan ke irigasi. Sedangkan Sindangheula itu fokus untuk menyuplai air baku ke tiga daerah,” katanya.

    Pada dokumen Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar yang dikeluarkan oleh Balai Bendungan pada Kementerian PUPR halaman 49, disebutkan bahwa kapasitas pelimpah bendungan dan penetapan banjir desain harus mengacu pada SNI 03-3432-1994.

    Dalam SNI 03-3432-1994, ditentukan bahwa untuk bendungan urugan dengan ketinggian lebih dari 80 meter, dalam penentuan kapasitas pelimpahan bendungan diperlukan pengamatan hidrologis curah hujan kala ulang hingga seribu tahunan. Kepala BBWSC3, I Ketut Jayada, sempat melontarkan pernyataan bahwa banjir yang terjadi di Kota Serang akibat siklus 200 tahunan.

    Menurut Anis, bisa dikatakan perhitungan hidrologis yang dilakukan pada saat pembangunan Sindangheula memang agak meleset. Hal itu lantaran dalam pembangunannya, hanya menghitung kapasitas, bukan dampaknya.

    “Ini bisa jadi loh ya, menurut pandangan saya itu karena mereka membangun dengan menghitung kapasitas saja, bukan dampaknya juga. Tapi menurut saya, saat ini sudah seharusnya setiap pihak mengerjakan apa yang harus dikerjakan. BBWSC3 melakukan apa, Pemprov Banten melakukan apa, Pemkot Serang melakukan apa. Sehingga kejadian seperti kemarin tidak kembali terulang,” tegasnya.(DZH/ENK)

     

     

     

     

    BANPOS mencoba melakukan konfirmasi kepada BBWSC3. Pada Kamis (19/5) sekitar pukul 11.28 WIB, BANPOS mendatangi kantor BBWSC3 untuk melakukan konfirmasi berkaitan dengan konstruksi desain maupun beragam fungsi yang menjadi misteri Bendungan Sindangheula.

    BANPOS pun ditemui oleh seseorang yang mengaku sebagai Humas BBWSC3. Namun, ia menemui BANPOS bukan untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang akan disampaikan oleh BANPOS, melainkan memberi BANPOS formulir permohonan informasi publik.

    Awak BANPOS yang datang ke BBWSC3 pun menolak mengisi formulir tersebut. Sebab, kedatangan BANPOS bukan untuk mengajukan permohonan informasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), namun untuk melakukan wawancara sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pers.

    “Tetap saja mas harus diisi. Karena mas bertugas dengan Undang-undang mas, saya bertugas dengan Undang-undang saya,” ujarnya.

    Saat kembali dipertegas oleh BANPOS bahwa dalam melakukan wawancara tidak perlu mengajukan permohonan informasi publik, seperti pada saat BANPOS mewawancarai Kabid KPI pada BBWSC3, Nani, saat kantor BBWSC3 didemo oleh mahasiswa, ia pun menuturkan jika saat itu tidak ada pimpinan yang tengah berada di kantor.

    “Pimpinan sedang berada di Waduk Karian,” ungkapnya.

  • Jalan Barang Haram Menuju Larutan

    TERUNGKAPNYA dugaan upaya penyelundupan narkoba yang menyeret oknum pegawai Kejari Cilegon memunculkan kembali dugaan masih terjadinya peredaran narkoba di tahanan Lapas dan Rutan (larutan).

    Kreatifitas para penyelundup narkoba tersebut juga sangat unik, berbagai upaya dilakukan bahkan hingga mengorbankan bagian tubuhnya demi menyelundupkan barang haram tersebut ke larutan. Sedangkan untuk kasus yang terjadi saat ini, diduga merupakan modus konvensional.

    Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Serang, Heri Kusrita, mengatakan bahwa pada tahun lalu, sempat terjadi upaya penyelundupan narkoba ke dalam Lapas yang ia pimpin. Modus yang dilakukan yakni dengan melemparkannya dari balik tembok.

    “Tahun lalu memang ada upaya menyelundupkan narkoba ke dalam Lapas. Caranya dengan melempar bola kasti dari balik tembok Lapas. Namun hal itu berhasil kami gagalkan dan langsung kami serahkan kepada pihak Kepolisian,” ujarnya saat diwawancara BANPOS di ruang kerjanya.

    Sedangkan pada tahun 2022 ini, sempat juga terjadi upaya penyelundupan narkoba. Modus yang digunakan pada saat itu yakni dengan menyelundupkannya pada jagung sayur asem yang hendak dibawa ke dalam Lapas.

    “Jadi barangnya itu dimasukkan ke dalam jagung yang ada di sayur asem. Saat kami temukan, langsung kami koordinasi dengan pimpinan dan menyerahkannya kepada pihak Kepolisian,” kata Heri.

    Menurut dia, para pelaku penyelundupan narkoba ke dalam Lapas memiliki berbagai macam cara untuk bisa mencapai tujuannya. Bahkan menurut Heri, para pelaku memiliki tingkat kreativitas yang tinggi, bahkan di luar nalar pemikiran.

    “Jadi ada yang memasukkan barangnya ke dalam roti, lalu ke dalam martabak, dan barang-barang kemasan lainnya. Kami selalu melakukan pengecekan. Jadi kalau makanan kemasan, kami buka terlebih dahulu satu-satu, lalu nanti kami berikan bungkus baru. Seperti martabak, itu kami bongkar dulu isinya, jadi memang terkadang saat masuk ke dalam itu bentuknya sudah berantakan. Tapi kan memang seperti itu prosedurnya,” tuturnya.

    Heri juga mengaku bahwa seringkali upaya penyelundupan narkoba ke dalam Lapas dilakukan melalui orang-orang yang tidak bersalah, seperti keluarga dari warga binaan. Hal itu terjadi ketika ada keluarga warga binaan yang datang menjenguk, namun dititipkan barang maupun makanan oleh rekan warga binaan.

    “Makanya kami sudah sering mewanti-wanti kepada warga binaan, agar tidak melakukan hal-hal yang melanggar aturan, apalagi mengorbankan keluarganya. Bisa dibayangkan jika keluarga dari warga binaan dititipkan narkoba oleh seseorang, lalu tertangkap saat mau masuk ke dalam Lapas. Itu kan menambah masalah. Makanya kami benar-benar serius dalam menggeledah barang bawaan keluarga warga binaan, kami selalu tanya apakah ada titipan dari orang lain,” ucapnya.

    Bahkan yang menurutnya lebih parah, modus yang dilakukan dengan cara memasukkan narkoba ke dalam bagian tubuh sensitif seperti dubur maupun alat kelamin. Ia mengatakan, hal itu cukup sulit untuk diketahui oleh petugas.

    “Namun bukan berarti tidak bisa. Yang sudah-sudah pernah juga ditemukan, seperti dimasukkan ke dalam dubur atau pembalut wanita. Atau dimakan lalu menunggu buang air besar (BAB). Terkadang hal tersebut memang agak menjijikan ya, tapi karena SOP tentu kami lakukan,” terangnya.

    Selain itu, Heri juga mengaku bahwa pernah terjadi penyelundupan narkoba melalui burung merpati. Penyelundup menaruh narkoba di burung merpati yang sudah terlatih, dan mengirimkannya ke Lapas layaknya merpati surat.

    “Kalau sekarang ini drone. Makanya kami kalau melihat drone, itu langsung waspada. Kami tidak ingin ada penyelundupan dari sana, apalagi warga binaan yang sudah keluar memahami kondisi di dalam Lapas,” ucapnya.

    Untuk memerangi peredaran narkoba di dalam Lapas, Heri mengatakan bahwa saat ini pengamanan untuk masuk ke dalam Lapas sangat ketat. Terdapat tiga lapis pemeriksaan, apabila ada pengunjung yang hendak masuk ke dalam Lapas.

    “Pemeriksaan pertama itu manual, lalu kedua menggunakan X-ray, lalu kembali diperiksa secara manual. Memang untuk lebih efektif sebenarnya kita memiliki anjing pelacak. Sehingga ketika ada orang yang membawa narkoba, anjing itu kan sudah terlatih jadi pasti menggonggong. Tapi kan akan menjadi masalah juga ketika makanan diendus-endus oleh anjing. Makanya untuk saat ini, pengetatan keamanan kami lakukan sebaik mungkin dengan X-Ray dan manual,” jelasnya.

    Ia pun menegaskan kepada seluruh pihak, baik itu masyarakat yang akan berkunjung, stakeholder Lapas seperti Kepolisian maupun Kejaksaan, serta para pegawai Lapas untuk tidak mencoba-coba melakukan penyelundupan ke dalam Lapas. Sebab hal itu dapat dipastikan bakal berakhir dengan tidak baik.

    “Mari kita tingkatkan integritas kita. Kepada pegawai Lapas Serang, jaga diri dari segala bujuk rayu mereka. Jangan hanya karena kedekatan dengan warga binaan maupun keluarganya, membuat kita tergoda. Turunkan standar gaya hidup kita, supaya tidak tergiur dengan segala bujuk rayu,” tegasnya.

    Kepala Sub Sarana Asimilasi dan Edukasi (SAE) Lapas Rangkasbitung, Eka Yogaswara saat dijumpai BANPOS, Kamis (19/5) mengatakan, kasus Narkoba dan pencurian menduduki peringkat 1 dan 2.

    “Untuk Napi kasus Narkoba di Lapas Rangkasbitung hingga saat ini berjumlah 55 orang dari keseluruhan penghuni Lapas, atau sekitar 35 Persen. Dan peringkat kedua adalah kasus pencurian dengan 51 Napi atau sekitar 33 Persenan,” ungkap Yogas.

    Keberadaan ini berarti kasus narkoba mendominasi Lapas Rangkasbitung. Sehingga hal ini membuat jajaran Napi di Lapas tersebut tentunya selalu siaga akan berbagai modus kerawanan peredaran narkoba yang kemungkinan bisa keluar masuk Lapas melalui orang-orang luar yang menitipkan makanan.

    “Ya kita selalu intensifkan disiplin ketat pada penjagaan dan pengawasan di lingkungan Lapas guna mengantisipasi berbagai modus yang bisa saja terjadi, baik dari pengunjung maupun antar sesama penghuni. Misalnya lewat makanan dan rokok yang dititipkan dari pengunjung untuk WBP. Makanan titipan itu oleh petugas tidak langsung diserahkan ke WBP, tapi kita periksa dulu semua isinya secara teliti,” tambah Yogas.

    Antisipasi lain, terang Kasubsi SAE Lapas ini, yakni dengan meningkatkan Wastik dan Waskat dan juga rutinitas mengadakan inspeksi mendadak (Sidak) ke seluruh kamar hunian.

    “Selain pemeriksaan pada barang makanan yang dititip dari pengunjung, kita juga terus melakukan pengawasan rutin secara Wastik dan Waskat, juga lewat pantauan CCTV di berbagai sudut lingkungan Lapas. Dan kita pun rutinkan tes urine bagi para Napi. Selain itu gelaran Sidak dengan dibantu instansi lain seperti dengan melibatkan Polisi dan TNI selalu kita giatkan. Makanya Alhamdulillah hingga hari ini kita tidak pernah menemukan temuan barang haram di Lapas ini,” tegas Yogas.

          Menurutnya, pihak Lapas akan selalu berupaya memaksimalkan setiap unsur gejala yang bisa mencoreng nama baik lapas. Para pengunjung hanya dibolehkan menunggu di lobby Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)

          “Yang namanya modus dan trik orang itu akan bermacam-macam cara dilakukan. Tapi kita pun akan selalu siaga pula dengan berbagai strategi untuk menghalau semua itu yang bisa mencederai tugas penjagaan. Seperti halnya yang pernah kita temukan pada Tahun 2021 lalu, ada modus percobaan masuknya obat terlarang dengan car dilemparkan dari luar benteng Lapas. Namun itu pun Alhamdulillah kita bisa antisipasi dan temukan. Kita pantau via CCTV termasuk mengoptimalkan tim intelijen di luar lingkungan Lapas maupun di dalam hunian lapas,” tutur Yogas.

    Lapas Kelas IIA Cilegon telah melakukan pengetatan baik tamu, kemudian penitipan barang maupun pengiriman makanan untuk warga binaan. Pengetatan tersebut di antaranya wajib menyertakan identitas diri baik KTP maupun SIM bagi keluarga yang mengantarkan.

    Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Lapas Kelas IIA Cilegon, Zulkarnain mengatakan, pengetatan tersebut bertujuan untuk mengantisipasi adanya penyelundupan narkoba yang sengaja diselipkan ke dalam makanan.

    “Semua makanan kita bongkar, nasi, sayur atau semacamnya kita aduk-aduk memastikan tidak ada barang yang diselundupkan. Barang yang dikemas itu kita buka, kita tuang kedalam plastik transparan yang sudah kita sediakan,” kata Zulkarnain.

    Kemudian dia menegaskan pengiriman barang atau makanan akan diperiksa dua kali oleh petugas pintu portir (gerbang masuk penjara) dan di pengamanan pintu P2U (Pengamanan Pintu Utama).

    “Itu ada dua kali pemeriksaan yang pertama pemeriksaan oleh tim yang sudah dibentuk setiap harinya di ruang kunjungan, kemudian setelah diperiksa sama mereka (petugas) masuk ke P2U diperiksa lagi mana barang yang layak segala macam setelah itu baru didistribusikan ke warga binaan,” tuturnya.

    Sebab, kata dia di beberapa kasus di daerah lain pernah ditemui, barang-barang terlarang itu diselundupkan di kopi, kepala ayam, dan salak.

    “Jadi kami ngasih pengertian memang harus seperti itu prosedurnya. Harus kami bongkar untuk antisipasi. Jangan sampai ada penyelundupan narkoba,” jelasnya.

    Selain itu, bagi keluarga yang hendak mengirimkan paket makanan, wajib membawa identitas diri, seperti KTP atau SIM.

    “Pengirim juga harus keluarga sendiri, menunjukan KTP atau SIM. Jadi itu untuk mudah melacak apabila terjadi sesuatu,” ujarnya.

    Selain itu, apabila ada tamu kantor maupun petugas yang tidak mau diperiksa, ia menegaskan tidak akan diperbolehkan masuk.

    “Di pengamanan pintu P2U apabila ada siapapun baik petugas ataupun tamu yang datang keperluan kantor apabila tidak mau diperiksa saya pastikan tidak akan bisa masuk. Jadi siapapun tamu yang disini ataupun petugas yang masuk itu wajib kita periksa sesuai dengan SOP,” tegasnya.

    Terkait keamanan di Lapas Cilegon sampai saat ini, ia memastikan dalam kondisi kondusif. “Keamanan alhamdulillah sampai saat ini masih kondusif, masih tertib, masih aman. Saya perintahkan kepada jajaran saya khususnya regu pengamanan untuk mengedepankan bangun komunikasi yang baik kepada setiap warga binaan sambil menanyakan kondisi mereka. Tampung apa yang menjadi keluhan mereka, sampaikan apa yang menjadi masukan mereka, biar supaya tidak ada miss komunikasi, jangan dihambat apa yang menjadi hak-hak mereka. Contohnya perawatan apabila dia sakit segera dibawa ke klinik, apabila dia lapar ya kita kasih makan, apabila dia malas bergerak kita bangunkan keluar berjemur untuk menjaga kondisi kesehatan dia. Dan setiap hari juga ada kegiatan pengajian, berjemur, olahraga. Setiap pagi dan sore ada hiburan band dan pertandingan-pertandingan seperti sepak bola, mini soccer, voli, tenis meja, catur yang penting mereka ada kegiatan agar supaya tidak jenuh karena kalau orang jenuh otomatis dia sensitif,” paparnya.

    Seperti diketahui saat ini penghuni Lapas Cilegon sekitar 1.900 napi dan hanya dijaga oleh personel satu regu pengamanan setiap shift 9 orang, dibagi 3 orang di pos, 2 orang di portir, satu orang komandan dan satu orang masing-masing komandan blok (KA Blok) di setiap gedung.(LUK/WDO/HER/DZH/DHE/PBN)

  • FAKTA DAN KETERANGAN BERBEDA

    Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol. Shinto Silitonga, mengatakan bahwa terdapat perbedaan keterangan yang diungkapkan oleh Kepala Lapas Cilegon dengan fakta hukum yang terungkap selama pemeriksaan.

    “Yang fakta bahwa dia bukan pulang dari persidangan. Dia memesan dari orang lain di luar, jadi pemesanan melalui jaringan komunikasi, tetapi menitipkan kepada orang yang diserahkan oleh Lapas. Jadi bukan seolah-olah seperti yang dijelaskan oleh Kalapas,” ujarnya.

    Ia menuturkan bahwa berdasarkan pendalaman yang dilakukan oleh pihaknya, narkoba yang ditemukan oleh pihak keamanan Lapas Cilegon bukanlah milik oknum Kejari Cilegon, melainkan milik warga binaan yang dititipkan ke oknum pegawai Kejari Cilegon.

    “Setelah kami melakukan pendalaman, yang benar adalah bahwa barang itu milik warga binaan, dipesan di luar, kemudian dititipkan masuk ke dalam oleh orang yang diamankan oleh Lapas itu (oknum pegawai Kejari Cilegon). Jadi tidak ada yang keluar,” tuturnya.

    Menurut Shinto, oknum pegawai Kejari Cilegon saat ini hanya berstatus sebagai saksi. Pada saat kejadian, Shinto menuturkan jika oknum pegawai Cilegon itu tidak mengetahui isi dari bungkusan yang dirinya bawa.

    “Modusnya tetap konvensional, artinya warga binaan memesan ke luar, kemudian dari luar, masuk dititipkan ke orang-orang lain yang mempunyai kepentingan untuk masuk ke dalam. Ini konfirmasi terakhir,” ucapnya.

    Ditanya mengenai apakah peredaran narkoba tersebut masih terkait dengan jaringan pengedar narkoba khususnya di dalam tahanan, Shinto menuturkan bahwa pihaknya akan ungkapkan hal itu pada Konferensi Pers yang digelar hari ini. “Kami akan ungkap di presscon tersebut tentang jaringannya,” tandas Shinto.

    Ketua LSM Perank, Tb. Usman Sastrawijaya, menyayangkan adanya oknum pegawai Kejari Cilegon yang ditangkap lantaran diduga mencoba menyelundupkan narkoba ke Lapas Cilegon. Padahal sebagai orang yang bekerja di Kejaksaan, seharusnya oknum itu tahu bahaya dan larangan peredaran narkoba.

    “Sangat disayangkan ya, ini bakal menjadi preseden buruk ketika Kejaksaan yang seharusnya memberikan contoh yang baik, malah pegawainya membawa narkoba ke Lapas,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

    Usman mengatakan, saat ini Lapas tengah melakukan peperangan melawan peredaran narkoba. Namun ternyata, oknum Kejaksaan itu malah mencoba menyelundupkan narkoba ke dalam Lapas.

    “Harusnya kan dia tahu, kalau Lapas sudah meningkatkan keamanan mereka untuk mencegah peredaran narkoba. Apa mungkin karena merasa sesama instansi (hukum), merasa bahwa dia tidak akan digeledah,” ucapnya.(DZH/PBN)

  • Paradoks Kekayaan WH

    Paradoks Kekayaan WH

    PENINGKATAN kekayaan yang diraih oleh mantan Gubernur Banten, Wahidin Halim, dinilai tak sepadan dengan ‘utang-utang’ yang dia wariskan kepada penerusnya. Penjabat (Pj) Gubernur Banten yang baru dilantik, Al Muktabar pun dituntut mampu menuntaskan warisan-warisan itu dan mengembalikan pembangunan Banten ke arah yang semestinya.

    Al Muktabar resmi dilantik sebagai Pj Gubernur Banten oleh Mendagri, Tito Karnavian, di Jakarta, Kamis (12/5). Mantan Sekda Banten itu diminta untuk menunjukan taringnya dan komitmennya dalam menuntaskan segudang persoalan yang muncul di era WH-Andika Hazrumi, dari soal carut-marut birokrasi hingga sengkarut korupsi.

    Direktur Pusat Studi dan Informasi Regional (PATTIRO) Banten, Angga Andrias menyatakan bahwa kenaikan kekayaan dari mantan Gubernur Banten Wahidin Halim ini menjadi sebuah paradoks dengan masih banyaknya utang janji politik serta utang pembangunan daerah yang menggunakan skema pinjaman.

    “Walaupun dianggap wajar dengan tanda petik, akan tetapi ini cukup paradoks dengan kondisi pandemi dimana semua sedang mengalami penurunan, tapi kekayaan pejabat malah mengalami kenaikan,” terangnya.

    Selain itu, ia juga melihat, kekayaan yang naik signifikan tersebut berbanding terbalik dengan sejumlah warisan masalah yang ditinggalkan WH.

    Angga memaparkan, pada persoalan pandemi Covid tahun 2020, Pemprov menyepakati melakukan pinjaman pada PT. SMI atau Sarana Multi Infrastruktur senilai Rp830,98 miliar untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Namun realisasinya dari jumlah itu, sebanyak 50,22 persen atau senilai Rp430 miliar, dialokasikan untuk pembangunan Sport Center.

    “Alokasi anggaran ini melampaui alokasi anggaran untuk kesehatan, pendidikan dan lainnya. Ini membuktikan tidak keberpihakan Pemprov Banten terhadap masyarakat,” tegas Angga.

    Menurutnya, dengan tidak adanya keberpihakan tersebut, terlihat jelas dampaknya pada tahun 2022 dimana Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Banten sebagai provinsi dengan TPT (tingkat pengangguran terbuka) tertinggi, yakni sebesar 8,5 persen.

    Ia juga menyampaikan, warisan permasalahan lainnya pada carut marutnya reformasi birokrasi di Pemprov Banten. Pelantikan pejabat Pemprov Banten yang gaib, karena dinilai cacat hukum tanpa memperhatikan aspek kompetensi, regulasi dan ketelitian.

    “Dalam pelantikan pejabat Pemprov Banten tersebut, sebanyak 128 ASN eselon 3 – 4 dilantik, pada Senin, 9 Agustus 2021. Dari ratusan pelantikan pejabat Pemprov Banten itu, diduga hanya 2 orang yang dianggap sah secara peraturan perundang-undangan. Dampaknya banyak oknum pejabat korup yang salah penempatan seperti pada pembajakan pajak di Samsat Kelapa Dua,” jelas Angga.

    Sementara, pengamat Hukum Tata Negara yang sekaligus Ketua Pusat Kajian Konstitusi Perundang-undangan dan Pemerintahan (PKK) Untirta Serang, Lia Riestadewi berharap kesalahan yang pernah dilakukan oleh WH dalam menjalankan program tidak terulang. Menurutnya, era kepemimpinan WH-Andika didapati banyak kebijakannya melanggar peraturan perundang-undangan berlaku.

    “Menata regulasi, karena pada saat zaman WH beberapa regulasi yang dibuat ada yang bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi,” katanya.

    Selain itu, Al Muktabar juga secepatnya melakukan perbaikan hubungan dengan kabupaten/kota, karena pada saat zaman WH, dana bagi hasil yang merupakan hak dari kabupaten/kota tidak diserahkan tepat waktu sehingga menimbulkan permasalahan. “Berdasarkan pengalaman seperti dana bagi hasil. Ini harus diperbaiki oleh Pak Al Muktabar,” imbunya.

    Disamping itu tang tidak patut dicontoh oleh Al Muktabar dari WH lanjut Lia yakni, menjalankan roda pemerintahan seakan-akan berada dikendalinya.

    “Pak Al Muktabar menjalankan pemerintahan berdasarkan kebutuhan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, karena pada saat zaman WH terkesan pemerintahan dijalankan berdasarkan keinginan walaupun harus menabrak aturan. Yang penting keinginan Gubernur terwujud,” ungkapnya.

    Dan yang terpenting lagi, sikap arogan dan anti kririk jangan sampai dilakukan oleh Al Muktabar, jika ingin dikenang oleh publik.

    “Siap menerima kritik atau mendengarkan keinginan masyarakat yang ingin menjadikan Banten lebih baik, karena zaman WH tidak mau dikritik dan mau menerima saran masyarakat,” katanya.

    Serta harus menempatkan ASN Pemprov Banten sesuai kompetensinya. “Bukan karena suka atau tidak suka dengan ASN tersebut,” ujarnya.(RUS/PBN/ENK) 

     

  • Harta Melimpah, Utang Dihibah

    Harta Melimpah, Utang Dihibah

    PERJALANAN kepemimpinan Wahidin Halim-Andika Hazrumi di Provinsi Banten resmi berakhir. Banyak dinamika terjadi di era kepemimpinan kedua figur itu. Termasuk ancaman kebangkrutan Pemprov Banten yang terjadi saat pandemi Covid-19. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pun kedodoran sampai pemprov terpaksa berutang. Namun, tak demikian dengan Wahidin Halim yang kekayaannya justru meroket dalam kurun waktu lima tahun memimpin Banten.

    Kekayaan eks Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), melonjak drastis pada tahun 2021. Berdasarkan data pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harta kekayaan WH meningkat hampir 100 persen dari kekayaan tahun sebelumnya.

    Berdasarkan data LHKPN, harta kekayaan WH pada tahun 2016 sebesar Rp17.942.004.193. Kekayaan tersebut turun menjadi Rp17.923.450.193 pada tahun 2018. Selama 3 tahun berturut-turut sejak tahun 2018 hingga 2020, harta kekayaan WH tidak mengalami perubahan, tetap sebesar Rp17.923.450.193.

    Adapun kekayaan WH pada kurun waktu 2018 hingga 2020 terdiri atas harta tanah dan bangunan dengan nilai Rp13.337.694.000, alat transportasi mesin dengan nilai Rp860.000.000, harta bergerak lainnya dengan nilai Rp329.000.000, kas dan setara kas sebesar Rp3.396.756.193. Tercatat, WH tidak memiliki utang dalam kurun waktu tersebut.

    Adapun pada kekayaan WH kategori tanah dan bangunan, terdapat 29 bidang tanah dan bangunan yang dimiliki WH. Seluruhnya merupakan tanah dan bangunan yang berada di Kota Tangerang. Bidang tanah termahal yakni seluas 42.814 m2 dengan nilai Rp1.850.000.000, namun tidak diketahui dimana lokasi tanah tersebut.

    Sedangkan pada kategori harta alat transportasi mesin, WH memiliki sebanyak empat kendaraan roda empat. Keempatnya yakni Toyota Corolla Sedan tahun 1995 senilai Rp65.000.000, Honda Jazz Minibus tahun 2007 senilai Rp130.000.000, Toyota Alphard Minibus tahun 2012 senilai Rp300.000.000, dan Toyota Fortuner Jeep tahun 2016 senilai Rp365.000.000.

    Pada 2021, terjadi perubahan signifikan terhadap harta kekayaan WH. Jika tiga tahun sebelumnya harta kekayaan WH hanya seperti itu saja, tahun 2021 terjadi pengurangan dan penambahan. Dalam LHKPN 2021, WH mengakui adanya penyusutan nilai pada alat transportasi mesinnya.

    WH dalam laporan itu, mengakui terjadi penyusutan nilai alat transportasi mesinnya sebesar Rp87.000.000. Penyusutan nilai tersebut masing-masing sebesar Rp10.000.000 untuk Toyota Corolla, Rp50.000.000 untuk Honda Jazz, Rp12.000.000 untuk Toyota Alphard, dan Rp15.000.000 untuk Toyota Fortuner.

    Selain itu, dalam laporan itu juga salah satu bidang tanah WH hilang, yakni bidang tanah seluas 42.814 m2 dengan nilai Rp1.850.000.000. Adapun perubahan lainnya yakni pada pos Kas dan Setara Kas. Pada tiga tahun sebelumnya, Kas dan Setara Kas WH sebesar Rp3.396.756.193, berubah menjadi Rp19.396.756.193 atau terjadi kenaikan sebesar Rp16.000.000.000.

    Jika diasumsikan bahwa bidang tanah yang hilang lantaran dijual oleh WH, dan penambahan harta Kas dan Setara Kas WH sebesar Rp16.000.000.000 akibat adanya transaksi penjualan tanah seluas 42.814 m2 tersebut, maka harga jual tanah yang berada di Kota Tangerang itu sebesar Rp373.709 per meter.

    Dengan sejumlah perubahan tersebut, maka total harta kekayaan WH yang dilaporkan pada tahun 2021 menjadi sebesar Rp31.986.450.361, meningkat sebesar Rp14.063.000.168 atau sebesar 78,46 persen dari harta kekayaan yang dilaporkan pada tahun sebelumnya.

    Mantan Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), saat coba dikonfirmasi BANPOS melalui pesan WhatsApp tidak kunjung merespon. Meskipun terpantau beberapa kali WH berstatus online pada aplikasi WhatsApp-nya, namun pesan BANPOS tak kunjung mendapat balasan.

    Akademisi Untirta, Ikhsan Ahmad, mengatakan bahwa kenaikan harta kekayaan pejabat, apalagi sekelas Gubernur, merupakan hal yang wajar. Kendati diakui wajar, namun Ikhsan menuturkan bahwa hal itu juga merupakan sesuatu yang memprihatinkan.

    “Menjadi suatu hal yang lumrah walaupun sebenarnya memprihatinkan, ketika menjabat linier dengan kenaikan harta kekayaan,” ujarnya saat dihubungi BANPOS, Kamis (12/5) melalui pesan WhatsApp.

    Menurutnya, kenaikan kekayaan WH yang lebih dari 50 persen, menggambarkan kondisi politik di Indonesia, khususnya Banten, yang tidak terlepas dari modal. Hal itu pada akhirnya membuat para pejabat yang menang, memikirkan segala cara untuk mengembalikan modal tersebut.

    “Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan benar adanya jabatan politik membutuhkan modal politik, sehingga berimbas pada upaya pengumpulan kembali,” tuturnya.

    Menurut Ikhsan, seharusnya sebagai pemimpin, para pejabat, termasuk pula WH, memiliki orientasi pemikiran bahwa mereka tidak boleh mencari kekayaan dari jabatannya itu. Namun, bagaimana caranya masyarakat bisa sejahtera.

    “Seharusnya ketika menjabat, harta kekayaannya berkurang. Karena menjadi pemimpin seharusnya berempati terhadap persoalan masyarakat yang berujung pada upaya pengorbanan hartanya untuk masyarakat,” katanya.

    Hal senada disampaikan oleh Ketua Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Badan Koordinasi Jawa Bagian Barat, Aceng Hakiki. Ia menuturkan bahwa seorang pemimpin seharusnya berani untuk menderita demi rakyat yang ia pimpin.

    “Tapi jangankan berani menderita dengan mengorbankan harta diri, anggaran negara yang seharusnya dirasakan langsung oleh masyarakat saja, lebih seringnya tidak dirasakan langsung oleh masyarakat. Padahal uang negara yang berasal dari pajak rakyat juga,” ujar Aceng.

    Aceng mencontohkan pembangunan Sport Center, yang berasal dari anggaran utang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Menurutnya, anggaran tersebut seharusnya dimaksimalkan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk membangun infrastruktur yang bahkan tidak bisa semua warga Banten nikmati.

    “Padahal utang yang ditimbulkan oleh kebijakan itu sangat besar. Apa pak Wahidin yang bakal melunasinya? Tentu tidak. Utang itu akan menjadi ‘hibah’ buat warga Banten, karena dibayar dari hasil keringat warga Banten,” tuturnya.

    Berkaitan dengan kenaikan kekayaan WH, Aceng mengaku memiliki asumsi bahwa hal itu lantaran adanya transaksi penjualan tanah oleh WH seluas 42.814 m2. Namun menurutnya, ada yang aneh dengan harga jual tanah itu.

    “Karena kalau besarannya per meter seharga Rp373.709, tentu menjadi aneh untuk daerah seperti Kota Tangerang. Daerah mana yang harga jual tanahnya seharga itu? Saya rasa di Tangerang nilai tanahnya sudah pasti di atas Rp1 juta,” ungkapnya.

    Maka dari itu, menurutnya WH harus membuka secara luas kepada publik berkaitan dengan kenaikan harta kekayaannya itu. Ia mengatakan, jika WH tidak terbuka kepada publik, maka akan muncul berbagai asumsi liar berkaitan dengan hal tersebut.

    “Ya pak Wahidin harus benar-benar terbuka lebar mengenai kenaikan hartanya, yang menurut kami sangat tidak wajar. Kalau memang karena menjual tanah, kok bisa harganya Rp300 ribu begitu? Di Lebak saja Rp300 ribu cuma ada di pinggir Kota,” ungkapnya.

    Ia pun curiga kenaikan harta kekayaan itu ada kaitannya dengan persoalan biaya penunjang operasional (BPO), yang sempat dilaporkan ke Kejati Banten. Karena dalam laporan tersebut, BPO justru dianggap sebagai tambahan penghasilan.

    “Bukannya suudzon, namun kenaikan kekayaan itu muncul berdekatan dengan dilaporkannya BPO ke Kejati. Agar tidak ada asumsi-asumsi liar seperti itu, coba pak Wahidin terbuka lah terkait dengan kenaikan hartanya,” ujar Aceng.

    Selain itu, ia menyoroti terkait dengan LHKPN WH yang dalam tiga tahun berturut-turut tidak mengalami perubahan. Menurutnya, LHKPN tersebut seolah-olah copy-paste saja dari LHKPN sebelumnya.

    “Padahal kalau mau mengakui adanya penyusutan, empat mobil itu seharusnya secara nilai menyusut setiap tahun. Tapi ini baru diakui ada penyusutan nilai di akhir masa jabatan. Itu juga bersamaan dengan adanya pemasukan kas sebesar Rp16 miliar. Jangan-jangan, LHKPN memang bisa dimanipulasi sesuai dengan laporan si pejabat,” tegasnya.

    Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati, saat dikonfirmasi terkait dengan LHKPN yang disebut dapat dilaporkan sesuai keinginan pelapor, tidak memberikan respon. Pesan WhatsApp yang dikirim oleh BANPOS pada pukul 13.13 WIB, tidak kunjung mendapat jawaban hingga pukul 20.00 WIB.(DZH/ENK)

  • Bayi Hasil Pemerkosaan Dibiarkan Meninggal

    Bayi Hasil Pemerkosaan Dibiarkan Meninggal

    SERANG, BANPOS – Sudah banyak bukti bahaya dari mengkonsumsi minuman keras (miras), seperti yang terjadi kepada salah seorang wanita perantau kelahiran Lampung berinisial SN ini. Ia mengaku menjadi korban pemerkosaan usai dicekoki miras oleh mantan kekasih dan temannya.

    Penderitaan SN tidak berhenti disitu saja, usai diperkosa, ternyata dirinya hamil, dan akhirnya melahirkan anak tanpa bantuan siapa-siapa. Akibatnya, sang anak yang dilahirkan tanpa bantuan medis tersebut meninggal dunia, dan SN diciduk oleh Polres Serang Kota dengan dugaan adanya unsur kesengajaan menghilangkan nyawa seseorang.

    Diketahui, SN melahirkan di salah satu indekos putri di Kelurahan Penancangan, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang. SN melahirkan pada Selasa (22/3) sekitar pukul 19.00 WIB. Proses persalinannya dilakukan tanpa dibantu oleh siapa pun.

    Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Ahiles Hutapea, mengatakan bahwa pada saat melahirkan, SN takut diketahui oleh orang lain. Sehingga, ia dengan sengaja membiarkan bayi yang baru lahir itu tanpa ada pertolongan medis, hingga akhirnya meninggal dunia.

    “Lebih fatal, pelaku menggunting ari-arinya secara mandiri tanpa memastikan apakah alat yang digunakan higienis atau tidak,” ujarnya saat melakukan konferensi pers, Selasa (29/3).

    Maruli mengaku miris. Berdasarkan pengakuan pelaku, anak tersebut merupakan hasil hubungan seksual yang dilakukan pelaku dengan kekasih dan teman kekasihnya, yang pada saat itu pelaku telah dicekoki minuman keras.

    Selain itu, Maruli mengungkapkan bahwa pada saat SN melahirkan di dalam kamar indekosnya, tidak ada orang lain yang melihat dan mengetahui. Sehingga, pelaku dengan leluasa bisa melahirkan kemudian mengakibatkan bayi tersebut meninggal dunia.

    “Kita sesuaikan dari hasil otopsi bahwa ada luka memar di area kepala dan ada gangguan terhalangnya nafas lebih kurang karena pelaku bekerja di dekat area dekat sana. Jadi, dari hasil otopsi 6 jam sebelum ditemukan bayi itu sudah meninggal,” tandasnya.

    Sesuai dengan keterangan dan alat bukti, Kepolisian menemukan adanya unsur kesengajaan dalam peristiwa itu. SN pun dikenakan Pasal 341 KUHPidana dengan ancaman hukuman kurungan maksimal 7 tahun.(DZH/PBN)

  • Polisi ‘Berburu’ Migor untuk Antisipasi Kebutuhan Ramadan

    Polisi ‘Berburu’ Migor untuk Antisipasi Kebutuhan Ramadan

    SERANG, BANPOS – Jelang bulan Ramadan, Polres melakukan ‘perburuan’ minyak goreng dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap distributor yang ada di wilayah hukum mereka.

    Diketahui, Polres Serang Kota melakukan sidak yang dilakukan bersama dengan DinkopUKMPerindag Kota Serang itu menyasar dua gudang distributor di Kaligandu, Kota Serang. Sedangkan Polres Cilegon bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Cilegon melakukan pengecekan minyak goreng di PT Selago Makmur Plantation yang berlokasi di Jalan Raya Anyer, Kelurahan Gunung Sugih, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon.

    Sementara itu. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan, pihaknya akan melakukan pengawalan terhadap distribusi dan ketersediaan minyak goreng di pasaran. Hal ini ditegaskan Kapolri dalam keterangan pers bersama usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (15/3).

    “Tentunya kami dari kepolisian siap untuk mengawal sehingga jaminan distribusi kemudian ketersediaan di pasar betul-betul riil di lapangan,” ujar Listyo.

    Kapolri menambahkan, pihaknya terjun langsung untuk mengetahui mekanisme pasar terkait dengan perkembangan situasi harga minyak.

    “Tentunya kami akan bekerja sama dengan seluruh stakeholders untuk memastikan bahwa harga minyak curah serta minyak kemasan sesuai dengan dengan harga keekonomian, semuanya ada di pasar,” ujar Listyo.

    Kapolri sebelumnya telah menginstruksikan kepada seluruh Kapolda hingga untuk memastikan dan memperketat pengawasan terhadap ketersediaan minyak goreng di daerah-daerah. Mulai dari produksi hingga distribusi.

    Kapolri menerangkan hal-hal yang perlu diwaspadai jajaran Polri adalah potensi pelanggaran di tengah kesulitan masyarakat mendapatkan komoditas minyak goreng. Adapun potensi pelanggaran yang dimaksud, antara lain upaya oknum menahan distribusi stok minyak goreng ke pasaran.

    Karena itu, Sigit memerintahkan kepada polisi di lapangan agar tidak sekadar memeriksa dokumen saja, melainkan juga memastikan produsen menjalankan kewajibannya mendistribusikan minyak goreng ke pasaran.

    Menindaklanjuti instruksi tersebut, Polres Serang Kota melakukan sidak dan mendapatkan puluhan liter minyak goreng yang masih disimpan di gudang milik PT Tugu Wicaksana, PT Tunas Wangi, PT Rajawali Nusindo dan PT Bukit Inti Makmur. Klaim yang disampaikan oleh para distributor, minyak goreng tersebut akan didistribusikan, bukan ditimbun.

    Kasat Reskrim Polres Serang Kota, AKP David Adhi Kusuma, mengatakan bahwa berdasarkan monitoring yang dilakukan bersama Pemkot Serang, pendistribusian minyak goreng sudah sesuai, sebab dari distributor minyak goreng tidak hanya disalurkan di Kota Serang.

    “Data yang kami terima untuk ketersediaan tiap hari abis, mudah-mudahan sampai Ramadan cukup, karena tiap hari lancar,” katanya, Selasa (15/3).

    Meski begitu, ia juga menyarankan agar minyak goreng yang ada di distributor dapat segera disalurkan. Sehingga masyarakat tidak sulit mendapatkan minyak goreng khususnya yang sesuai dengan HET.

    “Kami menyarankan agar pendistribusian segera disalurkan sesuai masing-masing jumlah wilayah,” ucapnya.

    Sementara itu, Kepala DinkopUKMPerindag Kota Serang, Wasis Dewanto, mengatakan bahwa ketersediaan minyak goreng cukup banyak, bahkan dapat ditemukan di setiap pedagang di lingkungan yang ada di Kota Serang.

    Namun pihaknya juga harus memastikan harganya harus sesuai HET, sebab masih cukup banyak yang harganya diluar HET. “Kalau di bawah (pedagang biasa) banyak (minyak goreng), tapi ini harus kita kontrol agar harga sesuai HET,” katanya.

    Maka dari itu, pihaknya bersama Polres Serang Kota akan terus memastikan minyak goreng yang sesuai HET, dapat terus disalurkan baik ke Kota Serang maupun daerah lainnya.

    Wasis mengatakan, berdasarkan hasil monitoring didapati bahwa terdapat stok sebanyak 4.200 karton. Masing-masing stok itu didapati pada gudang milik PT Tugu Wicaksana sebanyak 1.500 karton, PT Bukit Inti Makmur sebanyak 2.289 karton, dan PT Rajawali Nusindo sebanyak 3.400 karton.

    “Satu dus (karton-red) itu 12 liter isinya, dari PT Tunas Wangi 2.100 masih ada di gudang, dan datang lagi 2.100, jadi 50 ribu liter, cukup untuk masyarakat Kota Serang,” ucapnya.

    Terpisah, dalam sidak Polres Cilegon bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Cilegon ditemukan bahwa masih terdapat kekurangan stok untuk Kota Cilegon.

    Kapolres Cilegon AKBP Sigit Haryono mengatakan, pengecekan tersebut dilakukan guna memastikan pasokan minyak goreng untuk masyarakat. Diketahui perusahaan tersebut merupakan produsen minyak goreng

    “Kami memastikan produksi kapasitasnya berapa, kemudian tentunya kami meminta kepada PT Selago untuk selalu komunikasi dengan kami kepolisian dan Disperindag terkait dengan pasokan bahan di pabrik ini harus kita jamin kelancarannya dan keamanannya,” kata Kapolres kepada awak media, Selasa (15/3).

    Dikatakan Kapolres, pengecekan itu juga dilakukan untuk memastikan harga tertinggi minyak goreng di masyarakat. Pasalnya, ada beberapa informasi yang beredar bahwa terdapat pihak yang menaikan harga minyak goreng di luar ketentuan.

    “Tentunya masing-masing minyak harganya berbeda-beda, masing-masing minyak berbeda-beda, tetapi dari Disperindag tentunya mengacu dari Kementerian Perdagangan sudah harga dipatok misalnya Rp 14 ribu, itu yang kita pantau,” tuturnya.

    Diketahui dalam sebulan PT Selago Makmur Plantation mampu memproduksi sebanyak 3.000 ton minyak goreng kemasan. Namun, jumlah tersebut dinilai belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan dari Kota Cilegon maupun Provinsi Banten pada umumnya. “Tetapi yang penting kita pastikan ada dulu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal,” ujarnya.

    Meski demikian, berdasarkan perhitungan dari perusahaan, dikatakan AKBP Sigit dalam waktu 7 sampai 14 hari kedepan stok minyak goreng dipastikan aman.

    “Mampu berapa hari stok ini bertahan yang dibelakang kita ini, dari pabrik menghitung 14 hari stok dipastikan tidak langka. Hitungannya antara 7-14 hari ini tergantung dari pasokan CPO nya karena pabrik ini lokasi jetty nya persis di tepi laut sehingga pasokan CPO tergantung pada naik dan turunnya gelombang air laut, cuaca sehingga dengan waktu 7-14 hari ini dipastikan stok kita aman,” ungkapnya.

    Sigit berharap, dengan dilakukannya sidak atau pengecekan terhadap produsen minyak goreng itu dapat menemukan titik permasalahan mengapa minyak goreng belakangan ini sulit ditemukan.

    Selain memproduksi minyak goreng kemasan PT Selago Makmur Plantation juga memproduksi minyak goreng curah dengan kapasitas 8 hingga 10 ribu ton per bulan.

    “Kami dari kepolisian Polres Cilegon, Polda Banten, Mabes Polri bersama dengan Disperindag Kota Cilegon, provinsi sampai pusat sana setelah melakukan kegiatan bersama-sama ini harapannya akan ketemu simpul-simpulnya sehingga mendekati ramadhan ini masyarakat tidak diresahkan dengan harga dan kelangkaan minyak goreng,” tandasnya.

    (LUK/DZH/PBN)

  • Seorang PNS di Pemkab Tangerang Ditangkap Terkait Terorisme

    Seorang PNS di Pemkab Tangerang Ditangkap Terkait Terorisme

    TIGARAKSA, BANPOS – Densus 88 Anti-teror kembali melakukan penangkapan terduga teroris di Banten. Kali ini, seorang PNS yang bekerja di Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang dituding terlibat jaringan teroris Jamaah Islamiyah dan diamankan.

    Kabag Ops Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar membenarkan penangkapan tersebut.

    “Betul (tangkapan tersebut, red),”ungkapnya kepada wartawan, Selasa (15/3).

    Aswin Siregar mengatakan tersangka teroris berinisial TO merupakan anggota teritorial Jamaah Islamiyah (JI) wilayah Tangerang Raya. Dia disebutkan berperan dalam mengajukan nama-nama anggota JI untuk pelebaran struktur tingkatan koordinator daerah (korda).

    “Anggota kelompok Jamaah Islamiyah. Sekretaris dan bendahara bidang bayan Banten. Anggota teritorial wilayah Tangerang Raya,” ujar Aswin.

    Namun, Kabag Ops Densus 88 enggan menjelaskan lebih rinci terkait penangkapan tersebut.

    “Nanti semua dijelaskan oleh Humas Polri ya,”katanya.

    Menurut informasi yang didapat, oknum PNS tersebut bertugas di Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang. Diduga, dia terlibat dalam Jamaah Islamiyah. Saat dikonfirmasi melalui via telepon, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang, Azis Gunawan membenarkan, ada salah satu anak buahnya yang ditangkap oleh Densus 88 karena diduga terlibat dengan Jamaah Islamiyah (JI). Kata Aziz, anak buahnya itu bernama Tobiin.

    “Iya betul betul, Tadi abis subuh di masjid yang dekat tempat tinggalnya di Sepatan Timur. Namanya Tobiin,” kata Azis.

    Azis membenarkan, bahwa Tobiin di Disperta sudah berstatus sebagai PNS sekitar sepuluh tahun. Dan Tobiin sendiri saat ini di Dinas Pertanian menjabat sebagai staf. Azis sendiri mengaku sangat kaget dengan kejadian itu, namun dirinya sudah melaporkan penangkapan tersebut kepada Pemerintah Kabupaten Tangerang.

    “Benar iya PNS. Sudah dari CPNS di Disperta sini sekitar sepuluh tahun atau lebih lah. Memang dia lulusan pertanian dari Unila. Saya sudah lapor ke Pak Sekda juga. Tobiin merupakan staf biasa bukan pejabat struktural. Saya sendiri juga cukup mengagetkanlah ya,” katanya.

    Terduga teroris Tobiin yang ditangkap tim Densus 88 di Perumahan Samawa Village, Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Sepatan Timur, dikenal sebagai sosok yang ramah dan baik di mata para tetangga. PNS di Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Tangerang itu tidak memiliki permasalahan dengan tetangga maupun warga lainnya.

    Kesaksian itu diungkapkan Ketua Rukun Warga (RW) 04 di Perumahan Samawa Village, Kelurahan Jatimulya, Lukman. Dia mengatakan, bahwa Tobiin diketahui baru tinggal selama satu tahun di wilayahnya dan tidak memiliki masalah.

    “Tidak ada, biasa-biasa saja. Selama ini sama warga juga bergaul, biasa tidak ada yang mencurigakan. Malah dikenal ramah dan baik,” kata Lukman kepada Satelit News (BANPOS Grup), Selasa (15/3).

    Lukman menyatakan, Tobiin yang tinggal bersama istri dan kedua anaknya itu sering bergaul dengan warga sekitar. Selain itu pria berusia 46 tahun itu tidak menunjukkan adanya perilaku atau hal-hal yang mencurigakan.

    “Memang selama satu tahun tinggal di sini, beliau tidak ada laporan ke RW. Tetapi sebelum tinggal di sini beliau juga sempat ngontrak,” katanya.

    Tobiin diamankan oleh Tim Densus 88 sekitar pukul 05.52 WIB di masjid Al Muhajirin Walansor di kawasan Perumahan Samawa Village setelah menunaikan salat subuh. Lalu, sekitar pukul 07.00 WIB petugas dari Polri melakukan penggeledahan di rumah Tobiin. Dari hasil penggeledahannya, Densus 88 melakukan penyitaan terhadap sejumlah barang-barang pribadi Tobiin. Diantaranya empat buku, satu ATM, satu buku tabungan dan satu handphone.

    (PBN/BNN)