Kategori: INDEPTH

  • Rencana Banten Tanpa Visi Kepala Daerah

    Rencana Banten Tanpa Visi Kepala Daerah

    PEMILU serentak pada tahun 2024 tidak hanya berdampak pada kontestasi pemilihan kepala daerah saja. Namun, bagi daerah yang sudah habis masa jabatan kepala daerah, dan menggunakan Pj kepala daerah, maka Kemendagri memberikan aturan untuk menggunakan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) atau RPJMD transisi yang tidak memuat visi kepala daerah.

    Diketahui bahwa dalam waktu 3 tahun kedepan, kepemimpinan di Provinsi Banten akan dipegang oleh seorang Penjabat yang ditunjuk Presiden melalui Kemendagri, yakni sejak tanggal 12 Mei mendatang.

    Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyelesaikan validasi rencana pembangunan daerah (RPD) yang akan digunakan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Banten dalam bekerja selama dua tahun, dari tanggal 13 Mei 2022 sampai dengan ada gubernur terpilih 2024 mendatang.

    Kepala Bappeda Banten, Mahdani dihubungi melalui pesan tertulisnya, Minggu (13/3) mengungkapkan setelah satu pekan lamanya dilakukan evaluasi Kemendagri atas RDP 2023-2026 usulan dari pemprov, akhirnya Kemendagri menyetujui. Dianggap telah memenuhi aturan.

    “Baru saja RDP selesai divalidasi oleh Kemendagri, dan rencananya minggu depan ditetapkan oleh gubernur (WH),” kata Mahdani.

    Ia menjelaskan, mekanisme penyusunan RDP 2023-2026 sama dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 86 tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.

    “Yang berbeda visi dan misinya. Kalau dalam RPJMD menggunakan Visi dan Misi Gubernur terpilih. Sedangkan dalam RPD menggunakan Visi dan misi RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) Banten,” katanya.

    Selain itu, perbedaan lainnya dalam RPJMD dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional(RPJMN) 2019-2022 sebelumnya, program, sasaran program, kegiatan, daerah yang membuat. Namun dalam RPD sesuai dengan Permendagri 050 tahun 2021, mulai dari program, sasaran, kegiatan dan tolok ukur sudah ditetapkan dalam Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD).

    “Kalau yang menjadi dasar penyusunan RPD adalah Instruksi Mendagri Nomor 70 tahun 2021 tentang Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Bagi Daerah dengan Masa Jabatan Kepala Daerah Berakhir Pada Tahun 2022,” ujarnya.

    Disinggung mengenai poin-poin apa saja yang ada dalam RPD Banten yang disebut sebagai acuan Penjabat Gubernur Banten dalam bekerja nanti, Mahdani hanya menyebutkan rencana pelaksanaan RPJPD periode lima tahunan.

    “Isi yang paling utama merencanakan pelaksanaan RPJPD periode 5 tahun terakhir RPJPD, 2023-2025. Dan Kewenangan pelaksanaan oleh Pj Gubernur mulai tahun 2023,” ujarnya.

    Berdasarkan dokumen yang didapatkan BANPOS, diketahui bahwa RPD harus memiliki beberapa hal yaitu, Melanjutkan kesinambungan pembangunan sehingga apa yang belum dicapai dalam RPJPD dapat dilanjutkan dalam RPD 2023-2026, kemudian mensinkronkan RPJPN-RPJMN ke dalam RPD 2023-2026, lalu RPD 2023-2026 menjadi acuan penyusunan visi misi Bakal Calon Kepala Daerah dalam Pilkada serentak 2024, Untuk menangani isu-isu aktual yang harus dituntaskan seperti penanganan covid 19, pemulihan ekonomi, dan lain-lain, serta untuk menangani isu-isu lainnya yang harus digali dan ditangani.

    Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB) menilai RPD, sebagai pengganti RPJMD masa transisi 2023-2026, seperti luput dari perhatian publik. Padahal, ini merupakan isu strategis yang sangat penting.

    Koordinator Presidium, Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB), Uday Suhada, menyebut bahwa pihaknya menangkap masalah itu sebagai bagian dari perhatian KMSB. Pihaknya pun kemudian menyampaikan hasil kajiannya secara langsung ke BAPPEDA Banten, Kamis (10/3)

    “Kami memandang bahwa RPD di masa transisi 2023 hingga 2026, hingga ada Gubernur Definitif nanti merupakan aspek pokok dalam menentukan arah pembangunan,” ujarnya.

    Ia mengatakan, KMSB yang usianya belum genap setahun ini secara marathon menggelar kajian mendalam terkait dengan RPD. Hingga akhirnya RPD tersebut disampaikan kepada Pemprov Banten melalui BAPPEDA.

    “Alhamdulillah hari ini sudah bisa kami sampaikan kepada Pak Kepala Bappeda. Mudah-mudahan memberi kontribusi positif untuk rakyat Banten,” katanya.

    Ditanya terkait bidang yang menjadi fokus perhatian KMSB, Uday menyebutkan ada beberapa hal. KMSB memperkuat perhatian pada kebijakan tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak, perlindungan terhadap kelompok disabilitas, masalah pelayanan kesehatan dan pembangunan desa.

    Dalam hal ini Uday mencontohkan perlunya segera dibuat rumah singgah di sekitar RSUD Banten dan Malingping. Hal itu dilakukan agar keluarga pasien tidak kebingungan harus menginap dimana.

    “Banyak saudara-saudara kita yang dari pelosok kebingungan saat harus nginap menemani pasien. Alhamdulillah tiga hari yang lalu Pak Ketua DPRD dan Pak Sekda merespon positif ide itu,” tuturnya.

    Sebanyak 5 delegasi KMSB disambut langsung oleh Kepala Bappeda Banten, Mahdani, Sekban dan 3 Kabidnya. Dalam kesempatan itu, Mahdani menyampaikan apresiasi atas kontribusi pemikiran yang diberikan KMSB.(MUF/RUS/PBN)

    KABUPATEN/ KOTA BERHARAP KEBUTUHAN DIPENUHI

    BEBERAPA isu strategis yang muncul dalam RPD diantaranya adalah, Indeks Pembangunan Manusia mengalami perlambatan pertumbuhan pada tahun 2021, belum optimalnya tingkat kualitas kesehatan masyarakat, belum optimalnya tingkat pendidikan dan kesehatan, tingginya tingkat pengangguran terbuka, pelayanan pemerintah provinsi ke masyarakat masih belum optimal, masih rendahnya pemajuan kebudayaan dan prestasi olahraga, belum efektifnya pemeliharaan ketentraman dan ketertiban umum.

    Permasalahan yang muncul pada akhir periode RPJMD 2017-2022 ini diantaranya adalah, kasus stunting yang masih tinggi, rendahnya angka partisipasi sekolah yang baru mencapai tingkat SMP, masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.

    Terkait beberapa hal tersebut, pemerintah kabupaten/ kota berharap agar RPD nanti dapat turut serta mengurangi permasalahan yang ada tersebut.

    Terkait permasalahan stunting di Kabupaten Pandeglang, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pandeglang menyebutkan bahwa Kabupaten Pandeglang telah dijadikan lokus untuk program prioritas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.

    Kepala Dinkes Kabupaten Pandeglang, Raden Dewi Setiani mengatakan, Pemprov Banten telah menjadikan Kabupaten Pandeglang untuk menjadi program prioritas Pemprov Banten dalam penanggulangan stunting.

    “Dalam penanggulangan stunting yang menjadi program prioritas Pemprov Banten sudah melakukan beberapa langkah antara lain dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) penanggulangan stunting Banten yang disebut BAGAS,” kata Raden Dewi Setiani kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp, Senin (14/3).

    Dewi menjelaskan, di Kabupaten Pandeglang dengan jumlah stunting paling tinggi di 8 kabupaten kota yang ada di Banten menjadi lokus penanggulangan stunting.

    “Kita mempunyai lokus 10 desa dari 8 kecamatan. Lokus ini yang akan diberikan penanganan lebih serius dari Pemprov Banten dan Pemda Kabupaten Pandeglang. Pandeglang sendiri sudah membentuk TPPS dari mulai tingkat kabupaten, kecamatan dan desa,” terangnya.

    Menurutnya, penanggulangan stunting tidak bisa dilakukan hanya oleh Dinkes saja, namun perlu adanya konvergensi antar berbagai OPD yang ada di Kabupaten Pandeglang dibawah koordinator BAPPEDA dan ketua pelaksana BP2KBP3A.

    “Delapan Aksi penanggulangan stunting akan segera dilakukan untuk menurunkan anggukan stunting Kabupaten Pandeglang, 37,8 persen menjadi 14,5 persen di tahun 2024. Kami berharap Pemprov Banten dapat memberikan perhatian lebih untuk Kabupaten Pandeglang dalam menurunkan angka stunting, baik bantuan pembinaan dan anggaran,” jelasnya.

    Terkait dengan rencana pembangunan Provinsi Banten untuk Kesehatan di Kabupaten Pandeglang, Dewi menyebut bahwa Pemprov Banten telah melakukan pembangunan Rumah Sakit Umum (RSU) Labuan.

    “Beberapa minggu lalu tepatnya tanggal 8 Maret 2022 telah di laksanakan peletakan batu pertama pembangunan RSU Labuan, pembangunan RSU Labuan direncanakan 8 bulan akan selesai pada tahun 2023. Dengan adanya pembangunan RSU Labuan ini akan menambah jumlah ketersediaan tempat tidur di Kabupaten Pandeglang untuk dapat melayani masyarakat Pandeglang dalam pelayanan rujukan,” paparnya.

    “Kami berharap rencana selanjutnya untuk pembangunan RSU di Cibaliung akan segera direalisasikan, sehingga untuk wilayah Pandeglang selatan bisa lebih mudah mendapatkan pelayanan rujukan RSUD,” ungkapnya.

    Sementara itu, terkait dengan permasalahan kekerasan terhadap anak dan perempuan, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Pandeglang, melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) bahwa Pemprov Banten belum mengakomodir untuk pembekalan UPT P2TP2A yang ada di Kabupaten Pandeglang.

    “Saya dan beberapa UPT di kabupaten dan provinsi masih baru. Harapan kami untuk memaksimalkan kinerja UPT P2TP2A diadakan pelatihan terkait penanganan dan pelayanan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Kepala UPT P2TP2A DPKBP3A Kabupaten Pandeglang, Sudin kepada BANPOS.

    Menurutnya, dengan diberikannya bekal pelatihan oleh Pemprov Banten, pihaknya juga berharap kekerasan terhadap perempuan dan anak berkurang.

    “Harapan kami, tentu kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat berkurang, dan terlayaninya semua korban kekerasan tersebut,” ungkapnya.

    Sementara, Kepala Bappeda Kabupaten Serang, Rachmat Maulana, berharap di RPJMD transisi, Provinsi Banten tetap memberikan ruang yang cukup bagus dan keberpihakan dalam pembangunan Puspemkab. Sebab, Puspemkab Serang ini menjadi komitmen banyak pihak dan perlu dukungan alokasi anggaran yang diberikan oleh Provinsi Banten ke Kabupaten Serang.

    “Kami berharap ada supporting alokasi anggaran yang diberikan oleh Provinsi Banten ke Kabupaten Serang dalam rangka percepatan pembangunan pusat pemerintahan Kabupaten Serang di Ciruas,” ujarnya.

    Tak hanya itu, pihaknya juga berharap RPJMD transisi Pemprov Banten tetap selaras dengan isu-isu strategis yang ada di Kabupaten Serang, terutama kaitannya dengan peningkatan IPM, akses kesehatan, pendidikan. Tak hanya itu, pihaknya kini tengah berusaha mengurangi tingkat pengangguran di Kabupaten Serang dan peningkatan infrastruktur.

    “Untuk infrastruktur, terutama akses-akses atau simpul-simpul yang bertemu wilayah perbatasan dan jembatan-jembatan serta akses jalan yang menjadi kewenangan Provinsi Banten yang berada di wilayah Kabupaten Serang agar dapat ditingkatkan,” jelasnya.

    Sejumlah harapan lainnya pun disampaikan olehnya dalam rangka transisi RPJMD Provinsi Banten ke depan. Sebab, menurutnya ada banyak program di Kabupaten Serang yang perlu dilakukan kerjasama secara intens bersama dengan Provinsi Banten.

    Pertama, pengalihan jalan-jalan Kabupaten Serang menjadi jalan-jalan Provinsi. Pihaknya melihat, nampaknya belum secara keseluruhan Pemda Kabupaten Serang mengalihkan jalan menjadi jalan-jalan Provinsi.

    “Ini menjadi penting buat kami Pemda Kabupaten Serang, karena kita berharap bukan pemeliharaan, kedepan menjadi tanggung jawab Provinsi Banten,” ucapnya.

    Kedua adalah kolaborasi penanganan rutilahu atau rumah tidak layak huni di Kabupaten Serang. Karena jumlah Rutilahu di Kabupaten Serang banyak, pihaknya berharap Provinsi Banten bisa mendukung dan menambah kuota penanganan Rutilahu di Pemprov Banten.

    “Sampai hari ini memang ada (perbantuan), tapi mungkin jumlahnya kami berharap lebih ditambah,” katanya.

    Ketiga, terkait dengan infrastruktur jembatan. Terutama jembatan-jembatan gantung yang sebagai penghubung antara Kabupaten Serang dengan kabupaten lain, contohnya dengan Kabupaten Tangerang.

    “Ada beberapa jembatan yang terhubung dan kita berharap diambil alih oleh Provinsi Banten, karena itu kan lintas antara kabupaten dan kota dan dianggarkan oleh Pemprov Banten,” tuturnya.

    Untuk permasalahan stunting, kekerasan perempuan dan anak, menurutnya menjadi topik yang hangat. Karena permasalahan tersebut sifatnya lintas Provinsi, lintas Kabupaten, lintas OPD, terutama di DKBP3A.

    “Ini menjadi topic, kita berharap saling support dan saling dukung lebih intens. Karena memang kasus-kasus yang terjadi nampaknya fenomena Dinkes, kami tidak mengetahui takaran info di bawahnya Seperti apa, kami berharap kondisi-kondisi tersebut ada support dari Provinsi Banten di Kabupaten Serang,” tandasnya.

    Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak Virgojanti berharap, RPD Banten nanti akan dapat sesuai dengan rencana dan mendukung upaya pemerintah kabupaten Lebak untuk terus melakukan pencegahan dan penanganan kekerdilan (stunting) pada anak balita.

    Menurut Virgo, jumlah kasus anak bertubuh pendek maupun sangat pendek di Kabupaten Lebak tercatat masih tinggi. Namun pihaknya optimis dengan adanya Peraturan Bupati tentang kekerdilan yang tetap mengacu standar yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk pencegahan dan penanganan masalah kekerdilan akan menurun.

    Ia mengaku, pihaknya (Bappeda) itu hanya melakukan perencanaan secara umum dan secara teknis pelaksanaan itu berada di masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD) atau SKPD. Dikatakan, kasus stunting sendiri merupakan permasalah yang cukup kompleks, sehingga dalam penanganannya tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, namun harus dilakukan seluruh pihak berkoordinasi dan bekerja sama untuk penanganan stunting guna mewujudkan SDM yang unggul.

    “Semua pihak harus terlibat, karena stunting itu sendiri bukan hanya masalah kesehatan saja, namun juga pendidikan dan kesejahteraan warga itu sendiri. Maka dalam penanganannya perlu ada koordinasi dari seluruh pihak mulai dari perencanaan, penganggaran, dan penanganan di tingkat Kabupaten hingga tingkat Desa,” katanya

    “Secara teknis ranahnya berada di OPD terkait. Kami yakin melalui Perbup itu dipastikan angka kasus kekerdilan anak di Kabupaten Lebak bisa terus menurun drastis,” imbuhnya.

    Virgo menambahkan, Pemerintah Kabupaten Lebak tentu berharap, Rencana Pembangunan Daerah Provinsi Banten yang akan menjadi RPJMD transisi selama Gubernur Banten dijabat Pelaksana Tugas (Plt), tetap berjalan dengan baik sesuai rencana.(CR-01/DHE/LUK/PBN)

  • Sudah Dibantah Pengadilan dan Kejaksaan, Tetap Sibuk Jual Barbuk

    Sudah Dibantah Pengadilan dan Kejaksaan, Tetap Sibuk Jual Barbuk

    KLAIM Kepolisian Resort (Polres) Serang Kota maupun Kepolisian Daerah (Polda) Banten yang menyatakan bahwa penjualan barang bukti minyak goreng yang dilakukan oleh Polres Serang Kota maupun Polres Lebak merupakan kesepakatan antara penyidik Kepolisian dengan penuntut dan hakim telah dibantah. Baik oleh pihak Kejaksaan Negeri Serang maupun pihak Pengadilan Negeri Serang.

    Dua lembaga penegak hukum itu menegaskan bahwa langkah penjualan barang bukti minyak goreng oleh Polres Serang Kota merupakan inisiatif dari Kepolisian sendiri. Sedangkan pihak Kejari Serang maupun PN Serang tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Sebab, tahapan perkara itu masih dalam tahapan penyidikan oleh pihak Kepolisian.

    Kejari Serang dalam pernyataan yang disampaikan oleh Kasi Intel Kejari Serang, Mali Diaan, mengatakan bahwa perkara tersebut belum dilimpahkan kepada Kejari Serang. Sehingga, Kejari Serang belum memiliki kewenangan untuk memberikan arahan kepada penyidik.

    Hal itu juga disampaikan oleh salah satu sumber BANPOS di Kejari Serang. Menurut sumber BANPOS, klaim adanya kesepakatan antara penyidik dan penuntut, dalam hal ini Kejari Serang, untuk melakukan penjualan barang bukti tidaklah benar. Namun diakui, penyidik Polres Serang Kota telah berkonsultasi dengan Kejari Serang untuk menjual barang bukti tersebut.

    “Kalau dari kami mah silahkan saja, asalkan memperhatikan Pasal 45 KUHAP. Kalau nanti ternyata tidak sesuai, mungkin kami tidak akan terima perkaranya. Karena ini belum dilimpahkan, masih penyidikan. Kecuali misalkan ada di tahap P-19, kami bisa berikan arahan dan petunjuk,” tutur sumber BANPOS.

    Sementara PN Serang melalui Humasnya, Uli Purnama, mengatakan bahwa penjualan barang bukti minyak goreng itu sepenuhnya merupakan tanggungjawab dari pihak Polres Serang Kota. Oleh karena itu, seharusnya Polres Serang Kota lah yang memberikan penjelasan secara rinci berkaitan dengan langkah penjualan barang bukti itu.

    “Penjualan barang bukti tersebut menjadi tanggung jawab pihak Polres Serang Kota. Dan tentunya media bisa bertanya kepada pihak Polres Serang Kota, apa alasan melakukan penjualan barang bukti,” katanya.

    Uli yang juga menyampaikan keterangannya dalam rangka klarifikasi pemberitaan BANPOS pada edisi Jumat (11/3) lalu itu, mengatakan bahwa pihak Pengadilan Negeri Serang tidak pernah mengeluarkan izin penjualan barang bukti tersebut.

    “PN Serang sampai dengan berita ini dimuat, tidak pernah memberikan statemen izin penjualan barang bukti tersebut. Sehingga Pengadilan tidak dalam kapasitas kewenangannya mengambil sikap lepas tangan atau tidak, dalam pelaksanaan penjualan tersebut,” terangnya.

    Dalam statemen yang disampaikan oleh praktisi hukum, Ferry Reynaldi, disebutkan bahwa terdapat sejumlah pelanggaran aturan yang dilakukan oleh Polres Serang Kota maupun Polres Lebak dalam penerapan Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Salah satunya terkait dengan penjualan dengan cara lelang melalui lembaga pelelangan negara seperti KPKNL dan DJKN.

    “Jadi yang harus dilakukan adalah Lelang, bukan bazar seperti itu. Dan dalam pelaksanaannya pun, harus menggandeng lembaga lelang negara seperti KPKNL dan DJKN. Kalau alasannya lama lagi prosesnya, tetap harus dilakukan. Tidak ada diskresi untuk itu,” ucapnya.

    Ia pun mempertanyakan terkait dengan dasar Polres Serang Kota dan Polres Lebak dalam melakukan penjualan barang bukti minyak goreng. Sebab, ada klasifikasi yang jelas dalam Pasal 45 KUHAP terkait dengan barang bukti yang dapat dijual meskipun belum mendapatkan keputusan dari pengadilan.

    “Dalam Pasal 45 secara jelas menyatakan barang mudah rusak atau berbahaya. Maka pertanyaannya, apakah minyak goreng ini masuk kategori barang mudah rusak barang yang berbahaya,” ujarnya.

    Ia menuturkan, jika Kepolisian menganggap bahwa minyak goreng tersebut merupakan barang yang mudah rusak, maka Kepolisian harus bisa membuktikan hal itu. Sebab dalam penjelasan Pasal 45, harus ada lembaga ahli dalam menentukan barang masuk kategori mudah rusak.

    “Apa yang menjadi alasan minyak goreng itu masuk ke dalam kategori mudah rusak? Apakah karena expirednya? Siapa lembaga ahli yang menyatakan mudah rusak sesuai Pasal 45? Kan ada BPOM mungkin,” ungkapnya.

    Ferry juga mempertanyakan selisih penjualan barang bukti yang dijual. Menurutnya, jika tersangka membeli minyak goreng dengan harga grosir, maka seharusnya muncul selisih keuntungan dari penjualan yang dilakukan oleh Kepolisian.

    “Sekarang dijualnya dengan harga eceran tertinggi (HET), katakanlah Rp14 ribu. Tersangka pasti membeli dengan harga grosir yang lebih murah. Pertanyaannya, kemana selisih lebih hasil penjualannya itu?,” ucap Ferry.

    Di sisi lain, Ferry menuturkan jika seharusnya Kepolisian bukan menjual barang bukti tersebut untuk membantu masyarakat di tengah kelangkaan minyak goreng. Namun membongkar jaringan distributor minyak goreng.

    “Tersangka ini kan membeli ya, sudah pasti ada distributornya. Lalu kita juga melihat ada sejumlah elemen masyarakat yang juga menggelar bazar minyak goreng. Artinya ketersediaan minyak goreng itu ada, Kepolisian harus membongkar kenapa bisa langka,” ungkapnya.

    Ia pun mendorong agar Komisi III pada DPR RI untuk dapat turun ke Provinsi Banten, guna melakukan investigasi mengenai permasalahan minyak goreng yang tengah terjadi di Banten.
    Berbagai pertanyaan yang disampaikan oleh Ferry maupun bantahan yang disampaikan oleh Kejari Serang maupun PN Serang pun BANPOS coba klarifikasi kepada Polres Serang Kota. Sekitar pukul 13.00 WIB, BANPOS mendatangi Polres Serang Kota untuk mewawancarai Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Ahiles Hutapea, pada Senin (14/3).

    Akan tetapi, berdasarkan keterangan dari staf Polres Serang Kota yang ditemui BANPOS, Kapolres tengah menghadiri kegiatan di Kota Cilegon. Saat BANPOS mencoba menghubungi melalui sambungan telepon, Kapolres tidak menjawab panggilan tersebut.

    Tidak dapat menemui Kapolres, BANPOS pun mencoba mendatangi Kasatreskrim Polres Serang Kota, AKP David Adi Kusuma. Akan tetapi, David pun tidak ada di ruangannya. Saat dihubungi melalui sambungan telepon, David mengaku bahwa dirinya tengah melakukan rapat, namun tidak di Polres Serang Kota.

    Sekitar pukul 17.00 WIB, AKP David menghubungi BANPOS melalui pesan WhatsApp. David meminta agar wawancara dilakukan dengan metode berkirim pesan WhatsApp. BANPOS pun bertanya terkait dengan dasar diambilnya kebijakan penjualan barang bukti minyak goreng tersebut.

    “Perkara yang kami tangani sudah berproses dan tinggal melengkapi berkas penyidikan buat tahap 1 ke Kejaksaan, kebijakan pimpinan untuk menjual kembali BB (barang bukti) dikarenakan kelangkaan, dijual berdasarkan harga HET sesuai persetujuan dari TSK (tersangka) dan hasil koordinasi antara penyidik, JPU, dan Pengadilan. Nanti hasil penjualan tersebut tetap disita untuk perkara lanjut,” ujarnya.

    Ditanya terkait dengan ketentuan pasal 45 KUHAP yang mensyaratkan barang bukti yang diamankan baik dengan dijual maupun dimusnahkan harus merupakan kategori barang bukti mudah rusak maupun berbahaya serta adanya bantahan dari pihak Kejari Serang maupun PN Serang, David tidak menjawab dan malah melontarkan pertanyaan kepada awak BANPOS.

    “Di tempat mbak apakah minyak langka? Klo boleh saya tanya,” jawabnya. Ia pun melanjutkan dengan mengatakan bahwa dirinya tengah melakukan konferensi video. “Maaf ya saya sedang vicon (video conference),” lanjutnya.

    Sayangnya, ketika BANPOS mencoba kembali mendalami terkait dengan perkara penjualan minyak goreng tersebut, David tidak kunjung menjawab. Bahkan, ketika BANPOS kembali mencoba menanyakan mengenai ketentuan lelang yang harus dilakukan dalam penjualan barang bukti, serta harga pokok pembelian minyak goreng tersangka, pesan yang dikirimkan hanya ceklis satu atau tidak terkirim.

    Namun kontak David dilihat menggunakan gawai awak BANPOS lainnya, WhatsApp David tengah berstatus online. Diduga awak BANPOS yang melakukan konfirmasi tersebut, diblokir nomor WhatsApp-nya oleh David.

    (DZH/ENK)

  • Ibukota Provinsi Banten Dituding Jadi Surga Pungli

    Ibukota Provinsi Banten Dituding Jadi Surga Pungli

    SERANG, BANPOS – Kepolisian Resor (Polres) Serang Kota kembali meringkus dua orang pelaku pungutan liar (pungli) terhadap para pedagang yang berjualan di Stadion Maulana Yusuf Kota Serang, Jumat (11/3) malam. Penangkapan pelaku pungli terhadap pedagang ini pun menambah daftar kasus pungli yang terjadi di ibukota Provinsi Banten ini.

    Sebelumnya, Polres Serang Kota pun meringkus seorang pelaku pungli yang biasa menarik pemungutannya kepada para pedagang yang berjualan di Pasar Lama, Kota Serang. Dari tangan pelaku, Polres Serang Kota mengamankan barang bukti berupa uang senilai Rp200 ribu yang merupakan hasil penarikan pada shift malam hari.

    Dari keterangan pelaku pungli Pasar Lama, dirinya rutin menarik pungli tersebut selama dua kali dalam sehari, yakni di pagi hari dan malam hari. Besaran uang Rp200 ribu hasil pungli yang diamankan oleh Polres Serang Kota pun berkemungkinan dapat lebih besar nilainya. Sebab, pelaku berinisial R itu diamankan pada saat tengah menarik pungutan.

    Namun jika diasumsikan besaran pungutan yang ditarik setiap satu shift sebesar Rp200 ribu, maka dalam sehari pungli yang bisa dihasilkan oleh R sebesar Rp400 ribu per hari. Jika dikalikan dalam satu bulan, maka pungli yang dihasilkan dari para pedagang di Pasar Lama mencapai sebesar Rp12 juta per bulan, atau Rp144 juta per tahun.

    Sementara di Stadion Maulana Yusuf, berdasarkan keterangan Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Ahiles Hutapea, pihaknya mendapati jika para pedagang di Stadion Maulana Yusuf ditarik pungutan hingga belasan ribu setiap harinya oleh pelaku berinisial RH dan HI. Sedangkan pedagang yang ditarik pungutan, mencapai sebanyak 50 orang pedagang.

    “Jadi pedagang itu berjumlah sekitar 30 sampai 50 pedagang di Stadion Maulana Yusuf. Setiap hari, para pedagang dipungut uang listrik sebesar Rp5 ribu, kemudian uang lapak Rp5 ribu, dan uang kebersihan sebesar Rp3 ribu,” katanya.

    Dengan demikian, setiap harinya para pedagang harus merogoh kocek hingga Rp13 ribu untuk membayar para pelaku pungli dengan dalih uang listrik, lapak dan kebersihan. Jika dikalikan dengan jumlah pedagang sebanyak 50, maka pelaku setiap harinya dapat mengantongi sebesar Rp650 ribu per hari, atau Rp19,5 juta per bulan atau Rp234 juta per tahun.

    Dari dua ladang pungli tersebut saja, dalam setahun keuntungan yang dapat ‘dibukukan’ mencapai Rp378 juta. Besaran tersebut bahkan hampir membalap realisasi retribusi parkir Kota Serang tahun 2020 lalu yang sebesar Rp559 juta.

    Sementara itu, Kapolres Serang Kota menerangkan bahwa kedua pelaku pungli Stadion Maulana Yusuf tersebut telah menjalankan praktik pungli itu selama tujuh bulan. Aksi dari dua pelaku pungli tersebut pun telah meresahkan para pedagang di Stadion Maulana Yusuf Ciceri, Kota Serang.

    “Aksi mereka pelaku pungli ini cukup meresahkan bagi para pedagang di Stadion Maulana Yusuf Ciceri,” ucapnya.

    Sama halnya dengan pelaku pungli di Pasar Lama, pelaku pungli di Stadion Maulana Yusuf pun diamankan saat tengah meminta jatah kepada beberapa pedagang. Aparat Polres Serang Kota yang curiga pun menghampiri kedua pelaku sekaligus meminta keterangan dari para pedagang di lokasi.

    “Kami juga melakukan penelusuran terkait hal tersebut (pungli), karena cukup meresahkan keberadaannya. Jadi mereka (pelaku pungli) kami amankan (dibawa) ke Polres Serang Kota, untuk kemudian diperiksa. Kami masih dalami dulu (kasusnya),” terangnya.

    Dalam keterangan dari pelaku pungli di Pasar Lama, disebutkan bahwa aliran dana pungli tersebut turut mengalir kepada salah satu pejabat UPTD Pasar pada DinkopUKMPerindag Kota Serang, Enjen. Namun pengakuan dari R enggan ditanggapi oleh Kepala DinkopUKMPerindag, Wasis Dewanto. Ia meminta agar awak media menunggu hasil dari penelusuran pihak Kepolisian.

    Terpisah, Kepala Disparpora Kota Serang, Yoyo Wicahyono, mengatakan bahwa para pelaku pungli yang diamankan oleh Polres Serang Kota, beraksi dengan menarik pungli dari para pedagang yang berada di luar kawasan stadion.

    “Itu kan di luar stadion. Tempatnya itu yang ada di PT KA dan di depan Taman Makam Pahlawan (TMP). Jadi bukan berada di dalam kawasan Stadion Maulana Yusuf. Jadi kejadiannya bukan di kawasan stadion yang kami kelola,” ujarnya, Minggu (13/3).

    Yoyo juga menuturkan, para pedagang yang ditarik pungli oleh kedua pelaku pun bukan para pedagang yang sempat mendapat diskresi dari pihaknya. Sebab para pedagang yang sempat mendapatkan diskresi, berada di dalam kawasan stadion.

    “Jadi itu dua-duanya beraksi di luar kawasan yang dikelola oleh Disparpora,” terangnya.

    Yoyo pun mengungkapkan, para pedagang yang berada di kawasan stadion Maulana Yusuf pun sudah tidak mendapatkan diskresi dari Disparpora Kota Serang, untuk dapat berjualan di kawasan stadion. Namun, pihaknya pun tidak melarang para pedagang untuk berjualan di sana.

    “Artinya begini, kalau tidak diatur kan berantakan, kalau diatur maka menyalahi aturan. Maka kami menunggu lagi dari Pemkot Serang akan seperti apa. Sejauh ini mereka ada koordinatornya yang bertanggung jawab atas ketertiban pedagang. Kalau ditarik tidak uang dari para pedagang, kami tidak tahu menahu,” ucapnya.

    Salah satu narasumber BANPOS yang merupakan mantan praktisi pungli, sebut saja Mikah, mengaku bahwa sejumlah lokasi di Kota Serang sangat berpotensi menjadi lahan untuk ditarik pungli seperti halnya Stadion Maulana Yusuf dan Pasar Lama.

    Menurutnya, ada ‘rumus’ tersendiri bagi para pelaku pungli dalam menentukan targetnya. Rumus tersebut menurutnya mengacu pada peraturan perundang-undangan baik di tingkat nasional maupun daerah.

    “Jadi untuk menentukan target mah gampang. Dimana ada pelanggaran aturan yang dilakukan oleh pedagang, maka di situ bisa ditarik pungli,” ujarnya kepada BANPOS saat diwawancara melalui sambungan telepon.

    Dari rumus tersebut saja, dirinya yang merupakan perantau asal Sumedang itu berani memetakan sejumlah lokasi strategis di Kota Serang, untuk melakukan pungli. Lokasi tersebut diantaranya Pasar Induk Rau, Pasar Kepandean, Taman Sari, terminal bayangan Patung dan dua lokasi yang telah ditemukan pelaku pungli yakni Stadion Maulana Yusuf dan Pasar Lama.

    “Lokasi-lokasi itu kan banyak pedagang yang melanggar aturan. Contohnya berdagang di trotoar, membangun lapak yang tidak sesuai dengan peruntukkan, mencuri listrik, merubah tempat yang seharusnya menjadi lahan parkir menjadi tempat dagang, membuang sampah sembarang tempat, dan berbagai pelanggaran aturan lainnya,” terang dia.

    Dia mengatakan, para pedagang sebenarnya meyakini jika mereka salah karena telah melanggar aturan. Oleh karena itu, orang-orang seperti dirinya menawarkan ‘jasa’ untuk bisa memberikan mereka ketenangan, dengan imbalan berupa iuran keamanan, kebersihan, listrik dan lain sebagainya.

    “Makanya perlu membangun relasi dengan pihak-pihak yang dianggap memiliki kekuasaan, baik dari pemerintah daerah setempat maupun aparat negara. Kalau bahasa kami itu ‘backingan’,” ungkapnya.

    Menurutnya, praktik tersebut merupakan pemerasan berkedok perlindungan para pedagang. Bahkan terkadang, para pedagang bisa diminta pungutan lainnya di luar pungutan yang telah disepakati bersama.

    “Misalkan proposal-proposal kegiatan, pasti mereka diminta. Mau itu bentuknya uang atau bentuknya barang. Makanya saya sebenarnya kasihan dengan para pedagang itu. Pekerjaannya sudah dua tahun saya tinggalkan,” tandasnya.

    (DZH/PBN)

  • Bendungan Sindangheula, Penyangga atau Sumber Petaka?

    Bendungan Sindangheula, Penyangga atau Sumber Petaka?

    SUDAH enam hari dilewati pasca-bencana banjir terjadi di Kota Serang dan sekitarnya pada 1 Maret lalu. Banjir yang diakibatkan oleh meluapnya sungai Cibanten karena bendungan Sindangheula melebihi kapasitas itu menelan sebanyak lima korban jiwa. Bendungan yang dibangun untuk jadi penyangga itu telah berubah menjadi sumber petaka?

    Bendungan Sindangheula yang terletak di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang ini mulai dibangun pada tahun 2015 lalu. Pembangunan bendungan itu dilakukan untuk mengendalikan banjir yang kerap kali terjadi di daerah yang dilalui oleh sungai Cibanten dan anak-anak sungainya, hingga 50 meter kubik per detik.

    Diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2021 lalu, bendungan Sindangheula memakan anggaran hingga Rp458 miliar. Megaproyek tersebut dikerjakan oleh PT PP (Persero) Tbk dan PT Karya Hutama (Persero) selama empat tahun.

    Berdasarkan data yang dikutip dari situs Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Bendungan Sindangheula direncanakan akan memiliki kapasitas sebesar 9.26 M kubik dan diharapkan dapat mengairi lahan seluas 748 Hektare. Selain itu, bendungan itu ditargetkan mampu menyediakan pasokan air baku sebesar 0,80 Meter kubik per detik dan punya kapabilitas mengurangi debit banjir sebesar 50 M kubik per detik.

    Namun pada kenyataannya, seperti disampaikan Walikota Serang, Syafrudin, Bendungan Sindangheula justru menjadi sumber petaka bagi Kota Serang. Karena menurutnya, bendungan Sindangheula yang seharusnya mereduksi banjir di Kota Serang, justru malah mengakibatkan banjir yang terjadi semakin parah.

    Hal itu pun dibenarkan oleh para relawan yang tergabung dalam Relawan Banten, saat menggelar konferensi pers di Rumah Singgah Fesbuk Banten News (FBN) pada Minggu (6/3). Dalam konferensi pers tersebut, relawan Banten menyinggung terkait kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan Bendungan Sindangheula yang dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) dan juga peran pemerintah pasca banjir.

    Juru bicara Relawan Banten, Nana, mengungkap beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir di Serang pada Maret 2022 ini.

    “Ya kalau dibilang penyebab banjir banyak faktor ya, mulai ada perubahan tata guna lahan di hulu, ada penambangan di tengah, kemudian setelah Bendungan Sindangheula ada penyempitan yang diakibatkan oleh bangunan,” ujarnya.

    Nana juga menuturkan bahwa hal-hal tersebut perlu menjadi perhatian dan evaluasi bagi pemerintah, agar bencana semacam ini dapat diminimalisir.

    “Itu yang harus dievaluasi oleh pemerintah, sehingga masyarakat tau, siapa tau juga penyebab banjir itu juga disebabkan oleh masyarakat, misalnya membuang sampah atau juga mereka melakukan hal-hal yang menyebabkan tersumbatnya kali Cibanten,” tuturnya.

    Nana pun mengungkap bahwa sejak tahun 1974 tidak pernah ada banjir separah yang terjadi saat ini. “Tapi yang pasti sejak tahun 74 tidak pernah ada banjir sedahsyat ini, justru terjadi setelah bangunan Bendungan Sindangheula ada,” ungkapnya.

    Nana pun menganggap wajar apabila banyak masyarakat yang menilai bahwa ada yang salah dari tata kelola Bendungan Sindangheula. “Barangkali wajarlah kalau banyak orang kemudian mencurigai ada sesuatu yang salah dari pengelolaan Bendungan Sindangheula, yang operatornya adalah BBWSC3 gitu. Itu gak salah, karena memang sejak tahun 74 tidak pernah ada banjir sebesar dan sedahsyat hari ini,” paparnya.

    Ia pun dengan tegas meminta pengelola Bendungan Sindangheula dapat menekan resiko adanya kelebihan kapasitas air di bendungan tersebut. “Kalau memang kapasitasnya katanya hanya 9 juta, bagaimana caranya agar over capacity dari Bendungan Sindangheula itu tidak lagi jadi masalah,” terangnya.

    Ia pun menyarankan agar Bendungan Sindangheula dapat menggunakan sistem yang diterapkan di Bendungan Katulampa, yang dapat memberi informasi mengenai banyaknya volume air yang dilepas.
    “Mereka pasti taulah metode yang paling aman untuk itu, ya kita belajar dari Bendungan Katulampa, ya walaupun di Jakarta banjir tapi kan sudah ada sistem yang dibangun, sehingga Katulampa memberi informasi bahwa hari ini dia melepas air sebanyak sekian, nah kawasan terdampaknya dimana, nah itu yang kita butuhkan,” imbuhnya.

    Pihaknya pun sangat menyayangkan tidak adanya peringatan dari pemerintah dan pengelola Bendungan Sindangheula mengenai kapasitas air yang dilepas, sehingga terjadilah banjir.

    “Kan ketika kejadian, tidak ada peringatan apapun yang disampaikan pemerintah, apakah itu dari pemerintah kota, pemerintah provinsi, maupun dari Bendungan Sindangheula sendiri,” katanya.

    Ia pun menekankan bahwa pasca-banjir, pemerintah masih harus memperhatikan keadaan masyarakat terdampak banjir. “Setelah banjir ini, kita masih punya permasalahan-permasalahan krusial, ada orang yang kehilangan rumah, kehilangan mata pencaharian, itu juga harus diurus bukan dibiarkan,” tandasnya.

    Branch Manager ACT Banten, Ais Komarudin, mengatakan bahwa banjir yang terjadi di Kota Serang adalah banjir besar pertama yang menyebabkan ribuan unit rumah warga terendam banjir. Ia pun menolak bahwa ada langganan dalam kejadian bencana.

    “Semacam stereotip lah, bencana itu bukan langganan, itu asumsi atau bahasa-bahasa yang tidak perlu sebetulnya terucap. Kalaupun dianggap langganan kenapa terjadi lagi. Harusnya ketika persepsi bahwa itu adalah langganan maka harus dipersiapkan mengantisipasinya gitu,” ucap Ais melalui pesan yang dikirim via whatsapp, Minggu (6/3).

    Selain curah hujan yang tinggi, menurutnya pembangunan-pembangunan yang tidak memperhatikan fungsi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pun menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir.

    “Benar curah hujan cukup tinggi, tapi ada sebab-akibat kenapa bencana banjir ini menimpa Kota Serang yang notabene belum pernah mengalami begitu. Ini tidak bisa ditarik langsung di event kejadiannya, pasti ada sebab akibat. Mungkin ada pembangunan-pembangunan yang tidak aware dengan AMDAL, juga mungkin ada beberapa ketidaksadaran masyarakat terkait sanitasi dan lain sebagainya begitu,” terangnya.

    Dalam hal ini, Ais mengatakan bahwa tidak ada yang bisa disalahkan. Namun Pemerintah harus mengevaluasi dan berupaya agar peristiwa serupa tidak kembali terjadi. Salah satu caranya yaitu memberikan edukasi bagi masyarakat akan mitigasi bencana.

    “Pemerintah harusnya bisa mengantisipasi ini karena kan memang diberikan otoritas, anggaran, dan lain sebagainya. Dan masyarakat juga harus beredukasi tentang mitigasi bencana sehingga mengantisipasi supaya tidak terjadi bencana seperti yang kita alami saat ini,” ujar Ais.

    Pemerintah pun diminta untuk membangun kesadaran masyarakat dan penguatan mitigasi, baik mitigasi struktural berupa pembangunan infrastruktur maupun mitigasi non struktural pembangunan SDMnya, sebagai upaya meminimalisir jumlah korban dan kerugian yang diakibatkan bencana yang terjadi.

    “Bencana itu tidak bisa ditolak, yang bisa dilakukan adalah meminimalisir terjadinya korban dan kerugian. Caranya bagaimana? Membangun kesadaran masyarakat juga kesiapan pemerintah penguatan mitigasi. Mitigasi itu ada mitigasi struktural, infrastruktur yang dibangun dan mitigasi non struktural yaitu capacity building terhadap masyarakat tentang wearnes, tentang kesiapsiagaan dan lain sebagainya begitu. Nah ini harus dibangun oleh pemerintah dan pemerintah punya otoritas punya anggaran untuk itu,” tuturnya.

    Peristiwa serupa mungkin akan terjadi lagi apabila penyebabnya belum ditemukan. Maka dari itu, pemerintah perlu melakukan assessment untuk mencari akar permasalahannya.

    “Ini sangat mengejutkan karena memang tidak pernah terjadi sebelumnya dan bukan tidak mungkin akan terulang lagi kalau tidak ditemukan penyebabnya. Maka tugas pemerintah melakukan deep assessment, analyze dijalankan hingga ketemu akar permasalahannya dimana dan diperbaharui lagi,” ujarnya.

    Ais pun mengatakan bahwa hingga masa tanggap darurat usai, ACT berkomitmen tetap hadir untuk membantu siapa saja yang memerlukan bantuan.

    “ACT totalitas untuk bisa membantu sampai hari ini walaupun tanggap darurat itu sudah dicabut, kita tetap terus beroperasi. Biasa kita sering tag line kita tuh ‘datang pertama pulang terakhir’,” pungkasnya.

    Kerugian Banjir

    Di sisi lain, selain korban jiwa, banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kota Serang itu juga mengakibatkan kerugian materil yang sampai saat ini belum dapat dihitung total nominalnya. Kerugian materil yang diakibatkan oleh banjir tersebut meliputi rumah rusak, rumah hanyut, jembatan rusak, tanah longsor hingga kerusakan barang milik warga mulai dari alat elektronik hingga perlengkapan hidup sehari-hari.

    Berdasarkan data yang dirilis oleh BPBD Kota Serang saja, tercatat sebanyak 83 titik banjir terjadi di Kota Serang. Ketinggian banjir pun terjadi dalam rentang 20 cm hingga 5 meter. Dari 83 titik banjir tersebut, sebanyak 4.872 rumah, 1.811 KK, dan 11.951 jiwa terdampak akibat banjir itu.

    Di sisi lain, tercatat sebanyak 9 rumah hanyut, 7 rumah roboh dan empat rumah mengalami rusak berat. Data tersebut masih dapat bertambah, mengingat Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi dan Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Ratu Ria Maryana, menemukan adanya rumah warga yang hanyut, roboh maupun rusak berat yang tidak masuk ke dalam data.

    Pada 1 Maret lalu, Walikota Serang mengumumkan penetapan kondisi siaga bencana alam banjir di Kota Serang hingga 5 Maret. Penetapan status siaga bencana banjir itu pun digaungkan lantaran banjir yang terjadi merupakan banjir terparah dalam sejarah Kota Serang. Namun pada saat ini, Pemkot Serang menurunkan level tersebut menjadi Transisi Darurat ke Pemulihan.

    “Sudah diturunkan levelnya,” ujar Asisten Daerah bidang Pemerintahan atau Asda 1 Kota Serang, Subagyo, Minggu (6/3).

    Berdasarkan Keputusan Walikota Nomor 366/Kep.109-Huk/2022 tentang Penetapan Status Transisi Darurat ke Pemulihan Penanganan Bencana Banjir Tahun 2022, Pemkot Serang menjadikan sejumlah pertimbangan dalam menurunkan level ketimbang mencabut status siaga bencana.

    Pertimbangan tersebut yakni keadaan darurat bencana banjir masih berlangsung. Kendati banjir sudah mulai surut, namun diperlukan kewaspadaan terhadap ancaman banjir di kemudian hari, mengingat Kota Serang masih masuk ke dalam wilayah dengan intensitas curah hujan yang cukup tinggi.

    Selanjutnya, dengan dialihkannya status bencana dari siaga menjadi transisi darurat ke pemulihan, penanganan keadaan darurat harus dilakukan secara cepat, tepat dan terpadu sesuai dengan standar dan prosedur pada masa transisi darurat ke pemulihan.

    Status transisi darurat ke pemulihan ini ditetapkan oleh Pemkot Serang selama 60 hari, dimulai sejak 6 Maret hingga 2 Juni 2022. Pemulihan yang dilakukan oleh Pemkot Serang meliputi perbaikan darurat sarana dan prasarana vital seperti jaringan jalan, jembatan, irigasi dan sarpras sosial budaya masyarakat.

    Selanjutnya yakni pemulihan utilitas pendukung agar dapat berfungsi kembali, seperti perbaikan komunikasi, kelistrikan, air bersih, air minum, gas dan limbah atau sanitasi. Pemkot Serang pun akan berfokus pada perbaikan lahan pertanian dengan memberikan bantuan bibit pangan.

    Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa sejumlah rumah milik warga yang hanyut, rusak maupun roboh pun akan menjadi fokus dari Pemkot Serang dalam melakukan penanganan bencana di masa transisi itu. Bantuan diberikan baik berupa barang maupun uang.

    “Namun untuk tahapan pertama yang akan dilakukan pada masa transisi ini yaitu pembersihan sampah dan memperbaiki infrastruktur yang rusak-rusak terlebih dahulu,” kata Syafrudin saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.

    Berdasarkan pantauan di lapangan, sejumlah instansi dan lembaga kemasyarakatan pun mulai menutup posko mereka di lapangan. Namun mereka tetap membuka posko bantuan bagi para penyintas bencana banjir Kota Serang di markas instansi maupun lembaga masing-masing.

    Saat ini, hanya posko di Lingkungan Kenari, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen saja yang masih dibuka. Sebab, kondisi di sana cenderung masih belum kondusif. Relawan dari berbagai daerah pun menyasar lingkungan Kenari untuk menyalurkan bantuan mereka.

    (MG-02/MG-03/DZH/ENK)

  • Menelisik Proyek Gedung ‘Tulang Lunak’ di Kota Serang

    Menelisik Proyek Gedung ‘Tulang Lunak’ di Kota Serang

    GEDUNG pelayanan milik Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Serang ambruk kembali setelah baru dibangun akibat rusak tahun lalu. Proyek yang menelan biaya untuk rehabilitasi sebesar Rp3.971.790.473,57 dengan biaya untuk pengawasan mencapai Rp 201.723.000,00 terlihat seperti proyek ‘tulang lunak’, tidak tahan terhadap tekanan.

    Diketahui, bagian gedung yang ambruk merupakan kanopi bagian depan. Terlihat, kanopi tersebut ambruk cukup parah dan dapat terlihat dari jalan raya depan kantor. Namun saat ini, bagian gedung yang ambruk itu sudah ditutup menggunakan terpal berwarna biru.

    Berdasarkan keterangan petugas keamanan di sana, kanopi itu ambruk pada Jumat (4/3) dini hari. Pada saat itu, hujan cukup deras sehingga membuat kanopi tersebut tak kuat menahan air hujan yang ditampung.

    Akan tetapi menurut salah satu pegawai di sana yang enggan disebut namanya, kondisi kanopi gedung baru tersebut memang kurang layak. Pasalnya, kanopi itu hanya ditahan dengan rangka kawat yang kurang kuat.

    Pantauan BANPOS, kanopi yang mengelilingi gedung tersebut terlihat bergelombang. Selain itu, secara kasat mata terlihat kanopi tersebut pun sangat tipis seperti kaleng dan mudah copot.

    Di dalam gedung, BANPOS melihat terdapat sejumlah titik yang bocor. Bahkan, kebocoran yang terjadi sampai membuat dinding gedung baru bernuansa kaleng dan berwarna biru itu berbekas serta kotor.

    Sisi dari gedung bagian dalam pun terlihat banyak celah. Bahkan, ada sejumlah sambungan yang seharusnya tersambung, malah tidak tersambung, baik itu bertumpukan maupun benar-benar tidak tersambung.

    Di toilet pria, terdapat urinoir yang airnya terus mengalir. Menurut keterangan pegawai DPMPTSP, berbagai kekurangan yang terjadi di sana sudah dilaporkan, namun belum ada perbaikan meskipun sudah dilakukan finishing.

    Plt. Sekretaris DPMPTSP Kota Serang, Sugiri, mengatakan bahwa pihaknya hingga saat ini masih belum melakukan serah terima bangunan tersebut. Diakui, banyak kekurangan yang terjadi sehingga saat ini kontraktor masih melakukan perawatan.

    “Memang di dalam gedungnya pun juga masih ada yang bocor. Tapi kami belum menerimanya, kami akan menerima jika gedung itu sudah benar-benar selesai keseluruhan, tidak ada yang bocor dan benar-benar rapi,” ujarnya.

    Terkait kanopi yang ambruk, Sugiri mengaku bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan DPUTR selaku OPD yang melakukan pengerjaan pembangunan tersebut.

    “Tadi sudah koordinasi, Alhamdulillah tadi dari DPUTR sudah datang ke sini. Kontraktor dan pengawasnya juga sudah datang untuk melihat kondisi bagian gedung yang ambruk,” tutur Sugiri di ruang kerjanya.

    Menurutnya, DPMPTSP hanya bertindak sebagai pengguna gedungnya saja. Adapun pembangunan keseluruhannya diurus sepenuhnya oleh DPUTR Kota Serang.

    “Kami di sini hanya bertindak sebagai user (pengguna) saja. Kalau pembangunan, semua ada di DPUTR,” ungkapnya.

    Ia mengatakan, seharusnya pembangunan itu sudah selesai di awal tahun. Namun karena belum kunjung selesai, maka pihaknya menyerahkan penyelesaian pembangunan itu kepada DPUTR Kota Serang, hingga nanti benar-benar dilakukan serah terima gedung.

    “Harapan kami mah sebenarnya cepat selesai. Karena saat ini kan gedung pelayanan kami masih menumpang di BJB. Enggak enak juga kami pinjam pakai bangunannya sudah lama,” ucapnya.

    Kabid Cipta Karya pada DPUTR Kota Serang, Iphan Fuad, saat dikonfirmasi BANPOS melalui sambungan telepon tidak menjawab. Saat dikirimkan pesan melalui WhatsApp, Iphan meminta agar konfirmasi dilakukan pada Senin (6/3) hari ini.

    “Besok (hari ini) saja ya, sayanya lagi di RSUD dulu,” ujar Iphan melalui pesan WhatsApp.

    Berdasarkan informasi yang dikumpulkan BANPOS melalui situs LPSE Kota Serang, diketahui proyek pembangunan gedung pelayanan tersebut bernama ‘Rehabilitasi Gedung BPTPMSP Kota Serang’.

    Proyek tersebut memiliki nilai pagu anggaran sebesar Rp4.351.020.000. Namun dari hasil lelang yang diikuti sebanyak 36 peserta itu, didapati bahwa nilai anggaran terkoreksi setelah lelang berulang yaitu sebesar Rp3.971.790.473,57.

    Adapun pemenang dari lelang proyek tersebut yakni CV. Wirasantika yang berkantor di Perumahan Ciceri Indah, Kelurahan Sumur Pecung, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang.

    Informasi yang didapat dari situs opentender.net milik Indonesia Corruption Watch (ICW), CV. Wirasantika merupakan perusahaan persekutuan antara Deden Wirakusuma dan Jaka Jaya Santika. Berdasarkan informasi yang didapat, CV. Wirasantika juga masih memiliki kaitannya dengan salah satu anggota DPRD Kota Serang.

    Berdasarkan informasi yang didapat, dalam pelaksanaan pembangunan terjadi Contract Change Order (CCO) atau revisi atau perubahan perencanaan awal pada proyek konstruksi yang dikondisikan dengan keadaan dilapangan. Revisi yang terjadi adalah pada aspal dan pagar gedung, namun CCO tersebut dilakukan terlebih dahulu sebelum ada persetujuan dari PPK.

    BANPOS pun mencoba menghubungi Jaka Jaya Santika yang diketahui merupakan direktur CV Wirasantika. Mulanya, BANPOS tidak dapat menghubungi melalui sambungan telepon seluler, namun setelahnya Jaka dapat dihubungi melalui sambungan WhatsApp.

    Kepada BANPOS, Jaka mengaku bahwa ambruknya plafon gedung baru DPMPTSP Kota Serang itu lantaran terdapat penyumbatan pada lubang saluran air lisplang ACP yang terpasang di bagian depan gedung.

    “Jadi ada beberapa yang mampet, tersumbat dari plastik bekas lisplangnya. Karena tidak mengalir, airnya menggenang. ACP itu kan hanya menggunakan hollow saja, tidak ada tiang penyangga. Makanya saat menumpuk-menumpuk, jatoh akhirnya,” ujar Jaka.

    Sedangkan kebocoran yang terjadi di dalam gedung, Jaka menuturkan bahwa hal itu dikarenakan air yang tergenang pada lisplang tersebut. Sehingga, air itu naik dan rembes ke dalam gedung yang akhirnya mengakibatkan kebocoran.

    “Kalau kebocoran yang terjadi itu arus balik dari air yang tidak mengalir, sehingga mengalir ke atas. Jadi memang saat melaksanakan pembangunan, itu belum di musim penghujan,” ucapnya.

    Menurutnya, gedung itu pun memang belum diuji terkait dengan ketahanannya pada saat musim penghujan. Sehingga, pihaknya pun saat ini baru mengetahui bahwa masih ada kekurangan pada pembangunan gedung tersebut.

    “Makanya saya menyarankan kepada PU, meskipun tidak ada di dalam anggarannya, sudah saya buatkan saja lubang aliran air yang banyak. Karena ketika mampet, air itu tidak bisa mengalir kemana-mana karena hanya ada dua saluran air,” ucapnya.

    Kendati demikian, Jaka mengakui bahwa ambruknya plafon gedung tersebut merupakan kelalaian dari pihaknya. Sebab, pekerja konstruksi pihaknya ternyata kurang bersih dalam membersihkan sisa plastik belas lisplang.

    “Saya sendiri pun tidak bisa memantau langsung ya kondisi di atas seperti apa. Karena kan saya hanya bisa memantau dari bawah, jadi tidak tahu kalau ada yang mampet di atas sana,” ungkapnya.

    Dia pun memastikan bahwa pihaknya sama sekali tidak mengurangi spesifikasi material yang digunakan dalam pembangunan itu. Menurutnya, semua sudah sesuai dengan spesifikasi yang tertera dalam kontraknya.

    “Kalau terkait dengan spesifikasi bangunan, insyaAllah tidak ada yang kami kurang-kurangi pak,” tuturnya.

    Sejauh ini, pihaknya pun tetap bertanggung jawab atas berbagai kekurangan yang terjadi pada pembangunan gedung baru itu. Sebab, hingga saat ini status gedung tersebut masih dalam perawatan pihaknya.

    “Bahkan kan kami tanyakan kepada DPMPTSP, apa saja yang masih kurang (bermasalah-Red). Kemarin memang sempat tidak mengalir air ke toilet, kami benarkan. Lalu ada urinoir yang juga ternyata airnya mengalir terus, itu akan kami perbaiki juga,” jelasnya.

    Di sisi lain, pihaknya pun mengaku kecewa dengan konsultan atau pengawas proyek pengerjaan gedung pelayanan itu. Pasalnya, mereka terkesan hanya sekadar mengawasi seadanya saja.

    “Saya juga sempat marah dengan pihak pengawas. Kan maksudnya mereka ada fungsi pengawas, seharusnya mereka lebih tahu terkait dengan teknisnya, kami yang melaksanakan. Tapi kenapa mereka tidak memberikan koreksi jika memang pelaksanaan kami kurang benar,” ujarnya.

    Sebagai contoh, ia menuturkan bahwa seharusnya konsultan pengawas merekomendasikan untuk menambah pipa air di sejumlah titik aliran air, karena di dalam perencanaan bangunan tidak ada.

    “Tapi kenapa awalnya mereka diam saja. Malah kami yang berinisiatif untuk menambahkan pipa air itu. Karena kami sadar kalau itu tidak akan kuat kalau tidak menggunakan pipa air. Harusnya kan mereka yang lebih tahu kalau ada yang kurang pas,” tandasnya.

    Berdasarkan data yang didapatkan, konsultan pengawas adalah PT. Jabez Pratama Konsultan dengan nilai kontrak Rp201.723.000,00. Namun BANPOS belum dapat menelusuri lebih lanjut dikarenakan tidak ada kontak yang dapat dihubungi.

    (DZH/PBN)

  • HPN 2022, Syafrudin Minta Kepala OPD Tidak Susah Dikonfirmasi

    HPN 2022, Syafrudin Minta Kepala OPD Tidak Susah Dikonfirmasi

    SERANG, BANPOS – Walikota Serang, Syafrudin mengapresiasi kegiatan HPN 2022 yang digagas oleh Pokja Wartawan Kota Serang (PWKS). Selama dirinya menjabat sebagai Walikota Serang, peran pers sangat membantu Pemkot Serang dalam mengontrol pembangunan.

    “Kami bahagia dengan adanya PWKS, selama kepemimpinan kami  banyak masukan sebagai kritik, sebagai koreksi Pemkot agar dilengkapi,” ungkap Syafrudin, saat menghadiri acara peringatan HPN 2022 yang diadakan oleh PWKS di Gedung Juang 45, Rabu (9/2).

    Untuk itu, pihaknya mengintruksikan kepada para Kepala OPD agar tidak tertutup dengan keberadaan pers.

    “Saya mengajak kepada kepala OPD agar terbuka untuk wartawan, saya di whatsapp malam-malam masih jawab. Apa yang diperbuat wartawan positif, untuk perbaikan, justru sosial kontrol,” katanya.

    Hadir dalam kegiatan tersebut, Pimpinan DPRD Kota Serang, Ratu Ria Maryana, Roni Alfanto, Hasan Basri, Bidhumas Polda Banten, Kapolres Serang, dan sejumlah Kepala OPD se Kota Serang. Hadir pula stakeholder, Camat, kepala Puskesmas, dan lurah.

    Pada kesempatan tersebut, Syafrudin mengapresiasi kepada wartawan yang ada di Kota Serang, karena telah memberikan kontribusi yang sangat luar biasa. Karena, sudah membangun kemajuan Kota Serang dan untuk masyatakat Kota Serang.

    “PWKS selama ini sinergi dengan Pemkot Serang, oleh karena itu dalam pembangunan Kota Serang wartawan Kota Serang sangat berperan penting dan aktif dalam pengawalan pembangunan Kota Serang,” ungkapnya.

    Ia mengaku, apabila ditarik dari sejarahnya, pers memiliki peran penting dalam kemerdekaan.

    “Peran serta wartawan dalam memerdekaan masyarakat Indonesia, bagaimana memberikan informasi ke masyarakat, alhamdulah ada wartawan mengabarkan kemerdekaan ini tersiar bahwa 1945 tercetus,” tuturnya.

    Namun saat ini, kabar bohong atau hoaks harus diantisipasi agar tidak menyesatkan publik.

    “Yang kita antisipasi ini harus melawan hoaks. Wartawan tidak ada dendam pribadi, harus independen, progresif, insya allah semuanya baik,” terangnya.

    Kemudian untuk kritisi yang diberikan oleh wartawan Kota Serang merupakan salah satu masukan yang sangat luar biasa untuk perbaikan dalam rangka menunjang visi dan misi Walikota dan Wakil Walikota Serang.

    “Semoga dengan HPN ini, insan pers tetap berjaya, terus berkiprah demi kemajunan bangsa terutama Kota Serang,” tandasnya.

    Dalam kegiatan puncak HPN PWKS tahun 2022, diakhiri dengan pemberian tanda kasih kepada insan pers oleh Wakil Ketua DPRD, Ratu Ria Maryana bersama dengan Walikota Serang, dan Pimpinan DPRD Kota Serang lainnya, Roni Alfanto dan Hasan Basri.

    Dalam tanda kasih tersebut, seluruh anggota PWKS diberikan cokelat yang dirangkai pita cantik oleh Ratu Ria Maryana. Salah satu dari wartawan juga berkesempatan disuapi cokelat oleh Walikota Serang, Syafrudin. (MUF)

  • Tabrani Dituding Lalai Karena Bosda Sekolah Swasta 2021 Tak Cair

    Tabrani Dituding Lalai Karena Bosda Sekolah Swasta 2021 Tak Cair

    SERANG, BANPOS – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten, Tabrani dituding lalai oleh para peserta aksi dari Asosiasi Kepala Sekolah Swasta (AKSeS) Provinsi Banten dan Forum Komunikasi Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Swasta (FK2SMKS). Tudingan itu dikarenakan tidak cairnya Bosda tahun 2021.

    Ratusan guru dan kepala sekolah (Kepsek) SMK/SMA swasta se-Provinsi Banten yang tergabung dalam Asosiasi Kepala Sekolah Swasta (AKSeS) Provinsi Banten dan Forum Komunikasi Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Swasta (FK2SMKS), melakukan aksi dalam bentuk doa bersama di KP3B, Curug, Kota Serang, Senin (17/1). Kemudian, ratusan massa aksi menggeruduk gedung Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten, lantaran tidak ditemui oleh Gubernur Banten, Wahidin Halim.

    Pada aksi tersebut, para guru mempertanyakan alasan Pemprov Banten tidak mencairkan dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) untuk ratusan ribu siswa SMA/SMK/ SKH Swasta di Banten pada tahun 2021. Padahal, Pemprov Banten telah melakukan penandatanganan MoU pencairan Bosda diatas materai dengan Forum Kepala Sekolah Swasta Provinsi Banten.

    Pantauan BANPOS, peserta aksi sampai pada pukul 09.00 WIB dan berkumpul di Masjid Raya Al-Bantani, KP3B. Mereka kemudian melakukan shalat dhuha bersama, dan dilanjutkan dengan doa bersama di masjid tersebut.

    Ketua FK2SMKS Banten, Ahmad Ali Subhan, mengungkapkan bahwa pihaknya mempertanyakan kejelasan pencairan Bosda tahun 2021, dan meminta penjelasan dari pemangku kebijakan dalam hal ini Gubernur. Namun, harapan bertemu dengan Gubernur sia-sia, dan mereka pun akhirnya diterima dan melakukan audiensi bersama dengan Dindikbud Provinsi Banten, yang langsung dipimpin oleh Kepala Dindikbud, Tabrani.

    “Harapan kami Pemprov dapat merealisasikan bantuan Bosda yang memang belum bisa dicairkan,” ungkapnya.

    Ia mengaku, sebetulnya para guru ingin sekali ditemui oleh Gubernur. Subhan menyebut, tidak cairnya Bosda Tahun 2021 ini merupakan kelalaian Kepala Dindikbud, Tabrani.

    “Apapun dalil mereka (Dindikbud), kami di swasta menilainya begitu. Karena prosesnya bukan hanya satu hari dua hari, melainkan satu tahun, ketika ini tidak cair dengan proses satu tahun itu, kami tidak mencari kambing hitam,” jelasnya.

    Proses sampai kepada MoU NPHD diproses selama satu tahun, mulai dari SK pembuatan proposal. Namun hal itu ditanggapi oleh Tabrani, bahwa dirinya lahir menjadi Kepala Dinas mulai Oktober 2020 dan tidak mengetahui hal-hal ke belakang, hanya tahu ke depan saja.

    “Kami tidak berprasangka buruk sama sekali, bahkan ketika Pak Kadis mengatakan bahwa ketika beliau masuk ke Dindibud, mekanisme hibah sudah tidak seperti tahun-tahun sebelumnya,” terangnya.

    Berdasarkan MoU antara Dinas Pendidikan Provinsi Banten dengan FK2SMK Swasta Banten dan AKSes Swasta Banten pada November 2021, seharusnya para murid SMA/SMK/ SKH swasta di Banten setiap orangnya mendapatkan Rp250.000. Total penerima Bosda 2021 di Banten, diperkirakan mencapai 140 ribu siswa, dengan rincian siswa SMK sekitar 40 ribu dan siswa SMK sekitar 100 ribu.

    Pihak guru swasta menyimpulkan bahwa tidak cairnya Bosda tahun 2021 adalah kelalaian Dindikbud Banten. Saat melakukan audiensi, pihaknya dijanjikan oleh Tabrani, bahwa Tabrani akan mengupayakan pencairan Bosda tahun 2021. Selanjutnya, Tabrani juga menjamin akan mengupayakan pencairan Bosda untuk tahun 2022.

    “Karena anggaran tahun 2022 itu sudah ada, beliau (Tabrani) menjamin dengan pribadinya, tapi kan tidak cukup seperti itu,” ucapnya.

    Subhan menegaskan agar Tabrani segera berkirim surat kepada seluruh sekolah swasta di Kabupaten Kota se-Provinsi Banten. Bisa dalam bentuk surat edaran yang berisikan hasil audiensinya bersama dengan perwakilan Kepsek, tentang kejelasan Bosda tahun 2021 dan tahun 2022.

    “Kalau alasan beliau (Tabrani) adalah e-hibah yang aplikasinya dipegang oleh Kominfo, memang betul. Tapi Dina situ kan punya bidang semacam IT, saya juga tidak tahu itu berfungsi atau tidak,” tuturnya.

    Subhan mengaku kaget, karena saat pelaksanaan aksi, sudah banyak aparat baik dari pihak kepolisian maupun Satpol PP yang berjaga. Padahal, kata dia, aksi tersebut hanya sebatas doa bersama dan istighosah yang dilanjutkan dengan audiensi.

    “Kendala tidak cair katanya prosedur administrasi yang belum diselesaikan. Karena ada aturan terbaru terkait dengan Pergub nomor 15 tahun 2019 tentang mekanisme e-hibah,” katanya.

    Ia menjelaskan, pada pelaksanaan audiensi, bukan bermaksud untuk adu argumentasi benar atau salah yang sifatnya adu nalar. Pihaknya hanya meminta penjelasan, apabila sudah jelas, maka jaminannya seperti apa, dan Tabrani pun disebutkan sudah menjamin bahwa Bosda tahun 2022 sudah dianggarkan dan Bosda tahun 2021 sedang diupayakan.

    “Hasil audiensi kami sampai dengan pa Kadis mengatakan akan berkirim surat kalau tidak akhir Januari atau awal Februari,” ucapnya.

    Subhan menyebut bahwa dampak Bosda sangat besar, bahkan sekolah sampai berhutang untuk memenuhi kebutuhan yang sudah teranggarkan melalui Bosda tersebut. Akan tetapi, dengan tidak cairnya Bosda, maka sejumlah sekolah menyisakan hutang kepada beberapa pihak dan terbengkalainya honor sejumlah guru.

    “Kendala lainnya seperti pembelian media pembelajaran yang terhambat, istilah kasarnya sekolah sudah hutang, tiba-tiba Bosda tidak cair padahal sudah MoU di NPHD, itu kan jadinya repot,” katanya.

    Diakhir ia mengatakan alasan memuncaknya emosi para guru swasta tersebut karena besarnya harapan mereka bahwa Bosda tahun 2021 akan cair. Sebab, prosopal SK nominasi sudah dicantumkan sejumlah nominal Bosda yang akan dicairkan beserta jumlah sekolah yang mendapatkan dana hibah melalui NPHD.

    “Tiba-tiba diakhir Desember, kabar buruk Bosda tidak bisa dicairkan sehingga teman-teman kalangkabut. Andaikata diawal mengabarkan, kecewa pasti, tapi tidak sampai sekecewa ini,” tandasnya.

    Sementara itu, Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani, mengungkapkan bahwa kedatangan sejumlah guru dan Kepsek Swasta itu mempertanyakan alasan kenapa dana bantuan BOSDa tahun 2021 tidak kunjung disalurkan. Pada audiensi tersebut, diikuti oleh kurang lebih sekitar 18 perwakilan Kepala Sekolah dan dihadiri oleh Kepala bidang SMK.

    “Saya bilang, itu bisa dikatakan tidak atau belum. Kenapa belum? Karena Bosda ke sekolah swasta skema penyalurannya adalah hibah,” ujarnya.

    Tabrani menyampaikan bahwa ketentuan hibah berdasarkan Pergub nomor 10 dan 15, ada mekanisme yang harus dijalani. Untuk penyalurannya, salah satu mekanismenya yaitu pemohon harus menginput permohonan ke e-hibah.

    “Sementara hal itu belum dilakukan oleh para sekolah sebagai pihak pemohon. Makanya saya ingin menyelesaikan administrasi ini. Kalau administrasi sudah selesai, insyaAllah nanti kita akan lakukan,” terangnya.

    Ia mengatakan, sebelumnya pihak sekolah bisa mengajukan BOSDa secara tertulis. Namun saat ada aturan baru, para pihak sekolah diminta untuk mengajukan Bosda melalui e-hibah.

    “Sebelum lahir Pergub 15 pengaju cukup secara tertulis, tapi setelah lahir Pergub itu, e-hibah jadi suatu keharusan,” ucapnya.

    Meskipun demikian, ia mengakui bahwa anggaran Bosda tahun 2022 telah dianggarkan. Sementara untuk Bosda tahun 2021, yang sampai saat ini belum kunjung disalurkan, pihaknya berencana untuk mengajukan permohonan kepada tim anggaran pemerintah daerah (TAPD).

    “Nanti saya akan memohon kepada TAPD untuk dianggarkan kembali, tentunya atas izin pimpinan,” katanya.

    Permohonan kepada TAPD akan dilakukan pihaknya pada akhir bulan Januari 2021. Selain itu, pihaknya juga berencana untuk berkoordinasi dengan Dinas Kominfo dan Biro Adpem Provinsi Banten, untuk mempertanyakan apakah bisa menginput data permohonan melalui e-hibah atau tidak.

    “Nanti saya akan koordinasikan dengan kominfo dan adpem kira-kira bisa ngga ini segera input. Kalau bisa, nanti kita perbaiki, kita ajukan dipenganggaran perubahan, kami akan mengusahakan untuk mengajukan permohonan kembali,” ujarnya.

    Dalam audiensi yang dilakukan di Aula Dindikbud Banten, Tabrani mengaku akan berhenti menjadi Kepala Dinas hari itu juga, apabila ia dipaksa untuk mencairkan Bosda tahun 2021 kepada sejumlah sekolah swasta yang hadir pada aksi tersebut. Ia pun menegaskan bahwa tidak ada niatan untuk mempertahankan jabatan, apabila dirinya harus melanggar aturan.

    “Bapak jangan maksa saya, berhenti saya menjadi Kepala Dinas kalau saya dipaksa melanggar aturan. Saya justru akan bantu bapak, kita selesaikan di tahun 2022 dengan prosedur yang benar, agar saya tidak tersangkut persoalan hukum dan bapak-bapak juga terbebas (hukum),” tandasnya. (MUF/PBN)

  • Kawannya Dipenjara, Buruh Ucapkan Selamat Kepada Gubernur

    Kawannya Dipenjara, Buruh Ucapkan Selamat Kepada Gubernur

    SERANG, BANPOS – Buruh yang saat ini masih bersitegang dengan Pemprov Banten mengucapkan selamat atas ‘kemenangan’ Pemprov Banten dalam perseteruan tersebut. Namun, buruh bertekad ‘membalas kekalahan’ dengan tetap mengusung agenda revisi kenaikan upah minimum 2022.

    Diketahui, aparat kepolisian melakukan tindakan cepat dengan menetapkan enam orang tersangka dari buruh penerobos ruang kerja Gubernur Banten. Dua dari mereka langsung ditahan setelah menerima laporan dari kuasa hukum gubernur. Sementara enam orang pelaku lainnya masih diburu.

    Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga menyampaikan Polda Banten serius dalam menangani Laporan Polisi Gubernur Banten melalui kuasa hukumnya. Setelah mengidentifikasi pelaku, tim penyidik bertindak cepat dengan mengamankan pelaku.

    Shinto Silitonga menjelaskan Kurang 24 jam pasca pelaporan Ditreskrimum Polda Banten berhasil mengamankan para pelaku. “Pasca mengetahui identitas pelaku, kurang dari 24 jam pasca pelaporan, penyidik Ditreskrimum melakukan rangkaian penangkapan terhadap para pelaku sejak Sabtu (25/12) dan Minggu (26/12), yaitu AP (46), laki-laki, warga Tigaraksa, Tangerang, SH (33), laki-laki, warga Citangkil, Cilegon, SR (22), perempuan, warga Cikupa, Tangerang, SWP (20), perempuan, warga Kresek, Tangerang, OS (28), laki-laki, warga Cisoka, Tangerang, dan MHF (25), laki-laki, warga Cikedal, Pandeglang,” ujar Shinto Silitonga, saat konferensi pers yang didampingi oleh Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Ade Rahmat Idnal, dan Kuasa hukum Gubernur Banten Asep Abdulah Busro dari ABP Law Firm, Senin (27/12).

    Shinto Silitonga menyampaikan bahwa personel pengamanan sudah ada bersamaan dengan peralatan dalam pelayanan penanganan aksi unjuk rasa buruh. “Kami Polda Banten saat itu ada untuk melakukan pengamanan saat penanganan aksi unjuk rasa buruh dengan mengedepankan pendekatan persuasif untuk tidak berbenturan dengan massa buruh dalam pelayanan aksi ketika itu,” ujar Shinto Silitonga.

    Terakhir Shinto Silitonga menghimbau kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi sesuai UU yang berlaku, “Polda Banten menghimbau untuk para pihak dapat menyampaikan pernyataan yang menyejukkan di ruang publik, dan mempercayakan penanganan terhadap para tersangka pada Polda Banten,” ujar Shinto Silitonga.

    Sementara itu Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Ade Rahmat Idnal menyampaikan dari hasil pemeriksaan atau proses penyelidikan terhadap enam tersangka tersebut, selanjutnya ke enam terperiksa tersebut dinaikan statusnya menjadi tersangka.

    “Dari hasil penyidikan empat tersangka yaitu AP (46), SH (33), SR (22), SWP (20) dikenakan pasal 207 KUHP tentang secara sengaja dimuka umum menghina sesuatu kekuasaan negara dengan duduk di meja kerja Gubernur, mengangkat kaki di atas meja kerja Gubernur dan tindakan tidak etis lainnya, dengan ancaman pidana 18 bulan penjara, terhadap 4 tersangka tersebut tidak dilakukan penahanan,” ujar Ade.

    Sedangkan untuk dua tersangka OS (28) dan MHF (25), Ade menjelaskan mereka dikenakan Pasal 170 KUHP tentang pengrusakan terhadap barang secara bersama-sama, “Dua tersangka terakhir dikenakan Pasal 170 KUHP yaitu bersama-sama melakukan pengrusakan terhadap barang yang ada di ruang kerja Gubernur Banten, dengan ancaman pidana 5 tahun 6 bulan penjara,” kata Ade.

    Dari hasil penangkapan para tersangka, Ade mengatakan Ditreskrimum Polda Banten berhasil mengamankan Barang bukti dari tersangka, “Hasil dari penangkapan para tersangka, Kami mengamankan barang bukti berupa dokumen video baik dari CCTV maupun dari sumber lainnya, anak kunci, engsel besi pintu, topi, hp dan beberapa baju,” ujar Ade.

    Selanjutnya Ade menyampaikan hasil sesuai dengan fakta-fakta hukum dan dokumentasi yang sudah dimiliki penyidik, masih ada 6 pelaku lainnya yang masih dalam pencarian. Mereka diminta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, agar secara persuasif dapat datang ke penyidik Ditreskrimum Polda Banten.

    Kuasa hukum Gubernur Banten Asep Abdulah Busro dari ABP Law Firm menyampaikan apresiasi kepada Polda Banten atas penanganan kasus yang progresnya cukup cepat. “Kami berterima kasih dan mengucapkan apresiasi kepada Polda Banten kurang dari 24 jam sudah mengamankan 6 tersangka pengrusakan dan penerobosan masuk ke ruang kerja Gubernur Banten,” kata Asep.

    Asep Abdulah menyampaikan Gubernur Banten membuka peluang untuk proses Restorative Justice unutk menuntaskan kasus ini. “Gubernur Banten membuka peluang untuk Restorative Justice yaitu penyelesaian jalan damai namun semua ketentuan diserahkan sepenuhnya kepada penyidik Ditreskrimum Polda Banten,” ujar Asep.

    Sementara itu dua orang tersangka dari serikat Buruh yaitu SWP (20) dan SH (33) meminta maaf atas perbuatan mereka yang telah memasuki ruangan Gubernur. “Kami meminta maaf kepada Gubernur Banten karena sudah masuk dan menduduki kursi serta menaikan kaki ke atas hal tersebut kami lakukan bersifat refleks atau secara spontan tanpa ada niat untuk menghina bapak Gubernur Banten,” ujarnya.

    Sementara itu, Serikat Pekerja Nasional (SPN) mengucapkan selamat kepada gubernur dengan adanya kasus penangkapan buruh tersebut. “Selamat Pak Gubernur atas keberhasilannya sementara menahan rakyat buruh, saya berharap Gubernur sadar diri bahwa yang dilakukannya ini bukan jalan keluar yang baik, namun malah sebaliknya dikhawatirkan menaikkan suhu perlawanan,” kata Ketua DPP SPN Puji Santoso, Senin (27/12)

    Adanya proses hukum di Polda Banten atas beberapa buruh, pihaknya mengaku akan mengikuti proses yang ada. Serta terus memberikan suport kepada rekan-rekan buruh yang saat ini berstatuskan tersangka dan ditahan agar dibebaskan.

    “Seluruh elemen Buruh Banten dan dukungan dari Nasional akan tetap menghormati proses hukum di Polda Banten ini sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada, salah satu upaya yang akan dilakukan dengan mengajukan penangguhan penahanan,” terangnya.

    Selain itu, pihaknya juga meminta kepada WH agar mencabut laporanya, serta melakukan komunikasi yang baik dengan buruh. “Kami meminta Gubernur untuk mencabut laporan di Polda Banten, meminta maaf kepada buruh Banten untuk keseluruhan, dan selanjutnya perlu dipahami kejadian ini karena gagalnya Gubernur Banten membangun komunikasi dengan buruh, dan sebaliknya malah menutup komunikasi dari segala arah.

    Selain itu, ia menyatakan buruh juga terpancing dengan ucapan WH yang dinilai arogan dan seakan mengimbau kepada para pengusaha di Banten untuk melakukan tindak pidana dan akhirnya menimbulkan reaksi buruh yang cukup besar. “Maka sudah dapat dikatakan bahwa Gubernur Banten telah gagal membawa amanah rakyat, maka sudah patut untuk dimakzulkan,” jelasnya.

    WH menurutnya, seolah sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan menghasut para pengusaha untuk memecat buruhnya dan menggantikan dengan buruh yang diupah Rp2,5 juta per bulan. “Statement yang arogan tersebut, telah memicu dan memunculkan reaksi berupa kerusuhan dan keresahan rakyat, khususnya kaum buruh,” ungkap Puji

    Dengan politik playing victim yang sedang dimainkan saat ini, lanjutnya, seolah diarahkan untuk konflik sesama rakyat Banten. Hal ini dilakukan untuk menutupi kesalahan atas ucapannya. “Gubernur Banten sudah gagal dalam memimpin, mengayomi dan membela rakyatnya saat ini. Dengan niatan memenjarakan rakyat buruh, maka Gubernur Banten sudah gagal dalam tugas sebagai abdi rakyat dan abdi negara,” tegasnya.

    Ia menyatakan belum dapat menanggapi terkait tawaran jalan damai atau restorative justice yang ditawarkan oleh Gubernur Banten tersebut. Hal ini dikarenakan belum secara detail diketahui tawarannya. “Kalau ada restorative justice saya rasa ini langkah bagus. Tapi saya belum bisa berkomentar lebih banyak lagi atas itu, karena saya belum tahu perdamaiannya seperti apa,” katanya.

    Dan jika nanti terjadi restorative justice antara buruh dengan WH, Puji mengaku kesepakatan perdamaian nantinya tidak akan menyurutkan tuntutan buruh yang ingin upah minimum dinaikan. “Kalau upah minimum karena itu bagian daripada perjuangan segera harus dituntaskan,” katanya.

    Sementara itu, Akademisi dari Untirta Serang, Ikhsan Ahmad meminta WH untuk membuka ruang komunikasi dengan buruh, bukan menutup rapat-rapat dan melaporkan aksi buruh pada 22 Desember lalu ke Polda. “Di tengah polemik persoalan buruh yang terus bergulir dan memanas, sudah seharusnya Gubernur juga menyadari bahwa fokus persoalan utama yang perlu ditempuh adalah segera melakukan dialog dengan representasi dengan buruh. Inilah yang dibutuhkan dan penting. Sebagai pemimpin, Gubernur sebaiknya tidak membiarkan kondisi ini tanpa dialog, saya pikir bukan hal yang berlebihan untuk dialog. Mengapa takut untuk berdialog?” jelas Ikhsan.

    Saat ini yang dibutuhkan oleh buruh adalah berkomunikasi, bukan pelaporan layaknya seperti memberi hukuman kepada pelaku kriminalitas. Jangan sampai publik menilai pemimpin Banten saat ini adalah seorang yang ingin menang sendiri. “Mungkin lebih tepat, saatnya Pak WH mendengar dan mau berdialog dengan buruh, tidak boleh melulu melihat dari perspektif Pak WH, kalau tidak maka bisa dikatakan pemimpin yang egois,” ujarnya.(RUS/PBN/ENK)

  • Gubernur Versus Buruh, Mahasiswa di Pihak Siapa?

    Gubernur Versus Buruh, Mahasiswa di Pihak Siapa?

    PERSETERUAN antara Wahidin Halim (WH) dengan buruh semakin hari semakin panas. Perseteruan yang bermula dari pernyataan Gubernur Banten terkait ganti buruh yang tidak terima besaran upah yang telah ditetapkan itu, dianggap tidak menjadi pelajaran agar WH bisa menjaga setiap ucapannya.

    Hal itu dikarenakan pasca-insiden pembajakan ruang kerja Gubernur Banten, WH malah mengeluarkan pernyataan yang dinilai bernada mengancam kepada buruh, dengan mengaku akan melaporkan kejadian itu kepada Presiden dan pihak Kepolisian. Selain itu, WH juga dianggap reaksioner dengan melaporkan pembajakan ruang kerjanya, dengan dalih tindakan anarkis dan merusak fasilitas negara.
    Sikap WH yang dianggap mengancam sekaligus melaporkan buruh pun disayangkan oleh berbagai pihak. Atas serangkaian peristiwa yang terjadi, seharusnya WH dapat mengintrospeksi diri mengapa di akhir masa jabatannya, terjadi berbagai permasalahan.

    Seperti yang disampaikan oleh disampaikan oleh Wakil Koordinator TRUTH, Jupry Nugroho. Menurutnya, serangkaian peristiwa yang terjadi di akhir masa jabatan Wahidin merupakan bentuk gagalnya WH dalam melakukan komunikasi publik.

    “Wahidin Halim tidak mencerminkan diri sebagai sosok pejabat publik yang patut dicontoh, kenapa? Karena gagal menyerap apa yang menjadi keresahan di masyarakatnya terutama, para buruh. Justru diperkeruh dengan pernyataan yang tidak humanis dan santun, justru seolah terlalu berpihak terhadap para pengusaha,” ujarnya, Minggu (26/12).

    Ia mengatakan, apa yang dilakukan oleh para buruh di ruang kerja Wahidin, merupakan efek domino atas pernyataan Gubernur Banten kepada para buruh. Jupry mengatakan, alih-alih mengajak buruh berkomunikasi, WH malah melempar pernyataan yang melukai hati masyarakat.

    “Puncak dari gagalnya Gubernur Banten dalam berkomunikasi dengan sejumlah serikat buruh, yaitu pada saat didudukinya ruang kerja Gubernur. Seharusnya komunikasi yang baik dapat dilakukan oleh Gubernur Banten, dengan menemui sejumlah serikat buruh yang melakukan unjuk rasa,” katanya.

    Jikapun tidak dapat menemui, ia menuturkan bahwa seharusnya minimal terdapat pejabat yang diperintahkan untuk menyerap asprasi para buruh, bukan malah mengosongkan kantor sehingga para buruh hanya berhadapan dengan ruang kosong.

    “Semua sepakat jika ada tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh para buruh terkait didudukinya ruang kerja Gubernur, harus diselesaikan secara hukum. Namun apakah ada upaya sebelumnya dari Pemprov Banten terkait aksi unjuk rasa tersebut,” terangnya.

    Sehingga, Jupry menilai bahwa Wahidin terlalu bawa perasaan atau Baper terhadap para buruh, dengan melaporkan buruh yang menerobos dan menduduki ruang kerjanya kepada Kemendagri dan Presiden. Padahal seharusnya, Wahidin membuka jalur komunikasi dengan para buruh, bukan malah melaporkan.

    “Banyak praktik baik yang dapat diduplikasi dari Gubernur lainnya. Jikapun tidak dapat merevisi besaran UMP, setidaknya perbaiki komunikasi dengan buruh agar lebih humanis. Bukan justru seolah congkak di menara gading, melontarkan pernyataan yang menyakiti, namun menutup jalur dialog. Seolah ada sekat dan tidak berpihak kepada masyarakat kecil terutama buruh,” tegasnya.

    Senada disampaikan oleh perwakilan Komite Persatuan Pemuda Mahasiswa Banten, Wahid. Menurut Wahid, gelombang unjuk rasa yang dilakukan oleh buruh merupakan imbas dari pernyataan yang dikeluarkan oleh Wahidin Halim yang menurut pihaknya brutal dan serampangan.

    “Kemarahan kaum buruh tersebut justru direspon oleh Gubernur Banten dengan melaporkan kaum buruh ke Polda Banten dengan tuduhan berlapis yaitu dugaan perusakan, penghinaan lambang negara, dan UU ITE. Langkah tersebut justru semakin menunjukan watak asli dari Gubernur Banten Wahidin Halim yang anti demokrasi dan anti terhadap kepentingan rakyat,” ujarnya.

    Ia menuturkan bahwa perjuangan buruh Banten dalam menuntut kenaikan upah secara layak, justru terus direspon dengan berbagai provokasi dan tindak-tanduk yang dinilai brutal oleh Gubernur Banten dan pihak yang berada di sekelilingnya.

    Maka dari itu, secara tegas pihaknya pun mengecam sikap yang ditunjukkan oleh Wahidin Halim terhadap gerakan yang dilakukan oleh para buruh.

    “Mengecam dan menuntut permohonan maaf dari Gubernur Banten, Wahidin Halim, kepada kaum buruh dan rakyat di Banten atas tindakan arogan, brutal, anti demokrasi dan anti kepentingan Rakyat yang dilakukannya,” tegas Wahid.

    Sementara, sejumlah mahasiswa yang mengklaim diri sebagai Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEMNus) Banten, membela Gubernur Banten atas tindakan pembajakan ruang kerja yang dilakukan oleh massa aksi buruh. BEMNus menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh para buruh telah merusak marwah Pemprov Banten dan Gubernur, dengan menduduki dan membajak ruang kerja orang nomor satu di Banten itu. Bahkan, BEMNus mendesak agar para buruh yang membajak ruang kerja Gubernur, agar segera ditangkap.

    Sikap dari BEMNus pun menuai berbagai kecaman dari kalangan mahasiswa. Pernyataan sikap BEMNus dituding telah mencederai marwah gerakan mahasiswa, dengan sengaja bermain mata dengan pemerintah di tengah riuh perjuangan buruh.

    Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jendral (Sekjend) Serikat Mahasiswa Sosialis Demokratik (SWOT) Cabang Serang, Juni Akbar Alfirman. Ia mengatakan bahwa BEMNus lebih memilih untuk membela Wahidin Halim, ketimbang membela buruh.

    “Klaim perwakilan mahasiswa tapi kok melindungi marwah penguasa yang jelas-jelas sudah menghina kaum buruh, yang sampai saat ini (buruh) sudah menjadi motor pergerakan,” ujarnya dalam rilis yang diterima, Sabtu (25/12).

    Firman mengaku aneh dengan sikap yang disampaikan oleh BEMNus, yang mengatakan bahwa aksi buruh pada Rabu lalu telah menghilangkan marwah Pemprov, khususnya Gubernur Banten. Padahal menurutnya, Gubernur Banten sendiri yang menghilangkan marwah Pemprov, dengan melecehkan buruh.

    “Gak nampak batang hidungnya ketika Gubernur mengeluarkan statement yang jelas-jelas melukai hati buruh, eh malah pas nongol ada di ketek penguasa. Ini yang malah menghina marwah pergerakan, yang seharusnya mereka ikut berjibaku dengan buruh menuntut keadilan,” tegasnya.

    Menurut Firman, apa yang dilakukan oleh para buruh dengan masuk ke dalam ruang kerja Gubernur, merupakan bentuk akumulasi kekecewaan rakyat pada pemimpinnya.

    “Lah itu kan bentuk responitas buruh, mereka kecewa kepada pemimpinnya. Mereka sudah aksi berjilid-jilid untuk meminta menaikan upah, eh Gubernur malah keluarkan pernyataan yang melukai hati buruh,” tuturnya.

    Firman juga mengakui bahwa tindakan beberapa oknum buruh tidak dapat dibenarkan, namun hal itu sudah menjadi konsekuensi pejabat daerah yang tak berani tampil di depan masyarakat saat ada masalah.

    “Memang kurang tepat, tapi itu udah konsekuensi Gubernur toh. Wong dia gak berani unjuk gigi di depan para buruh. Jika dibilang sibuk toh mereka sudah melakukan aksi terus-terusan kok, kenapa gak ditemuin?” ucapnya.

    Mantan Ketua Bidang Advokasi SWOT UIN SMH Banten ini pun menyerukan agar seluruh gerakan mahasiswa, melakukan pemboikotan terhadap BEMNus. “Boikot aja udah,” tegasnya.

    Senada disampaikan oleh Ketua Umum Pusat Gerakan Mahasiswa Kabupaten Tangerang (GEMAKATA), Muhamad Halabi. Ia pun mengaku akan turut ikut serta dalam memboikot BEM Nusantara Perwakilan Banten.
    Halabi juga mengatakan bahwa sikap acuh yang ditunjukkan oleh WH dan Andika Hazrumy merupakan tindakan pengecut. Sebab ia menilai, WH dan Andika tak berani muncul dihadapan para buruh dan mempertanggung jawabkan omongannya. “WH-Andika pengecut, kata yang cocok dinobatkan pada gubernur Banten dan wakilnya,” ujar Halabi.

    Menurutnya, WH-Andika tidak mencerminkan sosok pemimpin yang bertanggung jawab, sebab tak mampu menjawab persoalan-persoalan buruh, namun malah menghilang dan terkesan memiliki kesalahan.

    “Sangat tidak mencerminkan pemimpin yang bertanggung jawab, seharusnya apapun yang menjadi masalah di Banten harus dihadapi, ajak duduk bersama. Bukan malah ngumpet dan terkesan punya salah,” ungkapnya.

    Formatur Ketua HMI MPO Komisariat Unbaja, Rifqi Fatahillah, menilai sikap dari BEMNus lebay dan menyakiti hari buruh yang sedang memperjuangkan hak mereka. Alih-alih memberikan kajian strategis untuk menyelesaikan problematika yang ada, BEMNus malah memperkeruh suasana dengan mendesak penangkapan buruh.

    “Ribuan buruh hanya memperjuangkan haknya untuk kesejahteraan kaum buruh, bukan untuk memperkaya dirinya sendiri. Kaum buruh hanya meminta kenaikan UMP untuk tahun 2022 yang dirasa layak mereka dapatkan sebagai kaum buruh,” ujar Rifqi Fatahillah.

    Menurutnya sikap BEMNus Banten dinilai tergesa-gesa, bahkan cenderung reaksioner karena ada pesanan. Sebab, berbagai kampus yang berada di bawah naungan BEMNus Banten sama sekali tidak tahu terkait dengan sikap tersebut. Sehingga, tidak aneh jika pihaknya menilai ada main mata antara Koordinator Daerah (Korda) BEMNus Banten dengan pemerintah.

    “Artinya sikap yang dilakukan oleh Korda BEMNus Banten sangat tidak relevan. Lalu ada apakah sebenarnya hubungan Korda BEMNus Banten dengan pemerintah Provinsi Banten hari ini?,” kata Rifqi Fatahillah.

    Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Lebak (IMALA), Nukman Faluty, mengaku prihatin dengan sikap yang ditunjukkan oleh BEMNus Banten. Bahkan, tindakan tersebut dianggap sebagai tindakan bodoh yang dilakukan oleh organisasi mahasiswa.

    “Saya kira tindakan BEMNus Banten yang juga mahasiswa adalah tindakan yang sangat bodoh. Mahasiswa kok bersikap melindungi kekuasaan, tidak berpihak pada rakyat. Mahasiswa kok bodoh,” ujarnya.
    Ia mengatakan bahwa seharusnya mahasiswa memposisikan diri berada di barisan rakyat, bukan di barisan penguasa. Namun yang ditunjukkan oleh BEMNus justru melindungi kekuasaan dengan mendesak penangkapan buruh.

    “Gubernur pun harus dewasa, respon kritik buruh dengan kondisi yang disampaikan kepada publik jangan memperkeruh suasana. Apalagi dengan melaporkan buruh dan buat pernyataan yang buat sakit hati buruh,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Buruh Ditangkap, Reaksi WH Peluang Andika?

    Buruh Ditangkap, Reaksi WH Peluang Andika?

    GUBERNUR Banten, Wahidin Halim, resmi melaporkan sejumlah buruh yang menerobos masuk dalam ruang kerjanya dalam aksi buruh menuntut revisi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), Rabu (22/12) lalu. Lima orang diinformasikan telah ditahan terakit laporan itu. Namun, respon WH dinilai bakal menjadi ancaman bagi popularitas gubernur yang diusung Partai Demokrat itu dalam Pilkada selanjutnya.

    Aparat kepolisian melakukan tindakan cepat dengan menetapkan enam orang tersangka dari lima orang buruh penerobos ruang kerja Gubernur Banten. Dua dari mereka langsung ditahan setelah menerima laporan dari kuasa hukum gubernur. Sementara enam orang pelaku lainnya masih diburu.

    Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga menyampaikan Polda Banten serius dalam menangani Laporan Polisi Gubernur Banten melalui kuasa hukumnya. Setelah mengidentifikasi pelaku, tim penyidik bertindak cepat dengan mengamankan pelaku.
    “Pasca penerimaan Laporan Polisi, Ditreskrimum Polda Banten bertindak cepat dengan mengidentifikasi pelaku berdasarkan dokumentasi yang disampaikan pelapor, data pelaku diidentifikasi dengan menggunakan alat face recognizer Unit Inafis Ditreskrimum Polda Banten,” kata Shinto Silitonga saat Press Conference didampingi oleh Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Ade Rahmat Idnal, dan Kuasa hukum Gubernur Banten Asep Abdulah Busro dari ABP Law Firm, Senin (27/12).

    Sebelum ditahan, Jumat 24/12) sore, kuasa hukum Gubernur bersama para tokoh masyarakat dan tokoh agama melaporkan peristiwa penerobosan ruang kerja Gubernur Banten ke Polda Banten. Kuasa Hukum Gubernur Banten Asep Abdullah Busro meminta Polda Banten untuk segera menindaklanjuti Laporan tersebut dan melakukan penindakan terhadap oknum buruh yang melakukan tindak pidana.

    “Polda Banten agar segera merespon peristiwa aksi unjuk rasa kemarin yang dilakukan oleh Serikat Buruh yang telah melakukan tindakan pelanggaran hukum,” ujar Asep yang mengatakan pelaporan itu merupakan arahan dari Wahidin Halim.

    Selanjutnya asep menjelaskan fakta-fakta hukum dalam peristiwa tersebut. Menurutnya, berdasarkan inventarisasi terhadap seluruh fakta-fakta hukum yang ada, terdapat indikasi tindak pidana pengrusakan dan pelanggaran masuk ke ruangan Gubernur Banten.

    “Terdapat fakta-fakta terkait dengan penghasutan supaya melakukan perbuatan pidana berupa lisan dan tulisan, serta rangkaian video yang viral di media pada saat di ruang kerja Gubernur Banten maupun di lokasi unjuk rasa yang mengandung unsur penghinaan, penghasutan, dan pencemaran nama baik,” terang Asep.

    Asep menyampaikan bahwa Gubernur Banten pada prinsipnya menghargai harkat dan upaya serikat buruh untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi berkaitan dengan upaya kenaikan Upah Minimum Provinsi tetapi hal ini juga tidak boleh dilakukan dengan cara melanggar hukum.

    Sementara itu, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Banten KH Rasna Dahlan mengatakan sangat prihatin dan menangis melihat aksi buruh wanita angkat kaki di meja kerja Gubernur Banten.

    “Buruh aksi yang menuntut hak dipersilahkan, namun bila sudah melakukan pelanggaran ketentuan dan etika dianggap perlu disikapi dengan serius karena Gubernur Banten adalah representasi negara, sehingga perlu dijaga kewibaannya,” tegas Rasna Dahlan.

    Selanjutnya, Udin Saparuduin yang merupakan Ketua Umum Majelas Wilayah KAHMI Banten mengatakan keprihatinannya terhadap peristiwa yang terjadi di ruang kerja Gubernur Banten.

    “Kita telah mengawal Banten dari awal hingga menjadi Provinsi maka para tokoh terpanggil atas permasalahan aksi oknum buruh ini, jangan ada pembiaran dan perlu menjaga kewibawaan pejabat negara, saya berharap aspirasi ini dapat segera ditindaklanjuti,” kata Udin Saparudin.

    Ketua KNPI Banten Ali Hanafiyah mengajak para tokoh agama maupun tokoh masyarakat kompak mendukung Kapolda Banten Irjen Pol Rudy Heriyanto dalam menindaklanjuti pelaporan ini. Ali Hanafiyah berharap Pemerintahan Provinsi Banten dengan Polda Banten dapat bersinergi sebagai mitra strategis saling mendukung dan menjaga kondusifitas di Provinsi Banten.

    “Pemerintah tidak boleh kalah dengan aksi anarkis, Kapolda Banten agar menindak tegas oknum buruh yang melakukan tindakan memalukan dan tidak etis tersebut,” lanjutnya.

    Sekertaris Forum Silaturahim Pondok Pesantren (FSPP) Faturohman menyampaikan agar Polda Banten menindak tegas oknum buruh yang melakukan tindakan tidak beretika sehingga dapat menjadi pembelajaran untuk tidak terjadi lagi dimasa yang akan datang.

    Di akhir audiensi, Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga mengapresiasi pendapat, kritik dan saran dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat menyikapi peristiwa pada Rabu lalu.
    “Kami sangat memahami dorongan serta motivasi dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menindaklanjuti peristiwa aksi oknum buruh di ruang kerja Gubernur.

    “Polda Banten pasti serius dalam menindaklanjuti LP yang disampaikan dan segera melakukan rangkaian penegakan hukum terkait peristiwa yang dilaporkan,” kata Shinto Silitonga.

    Terpisah, akademisi Unsera, Usep S. Ahyar, mengatakan bahwa suasana yang saat ini terbangun antara Wahidin Halim dengan para buruh, menjadi ancaman yang nyata atas keberlangsungan sang gubernur untuk mempertahankan tahtanya sebagai Gubernur Banten pada Pilkada 2024 nanti.

    “Kalau incumbent ini mau menang lagi di 2024, menurut saya seharusnya bisa berkomunikasi dengan rakyat. Kemudian harus bisa menunjukkan kinerja yang baik. Kalau tidak saya rasa itu ada strategi yang salah,” ujarnya.

    Menurutnya, jika WH menganggap bahwa jika dirinya bertemu dengan buruh pada saat buruh melakukan aksi unjuk rasa dapat berpengaruh buruk terhadap kontestasi Pilkada nanti, Usep mengaku hal tersebut merupakan anggapan yang salah.

    “Justru menurut saya sebaliknya. Kalau dia tidak mau mengakomodir keinginan buruh, jadi jelek,” tuturnya.

    Usep menilai, seharusnya aksi buruh untuk menuntut upah beberapa waktu yang lalu, dapat menjadi momentum bagi WH untuk dapat menunjukkan sikap dirinya dalam menyelesaikan persoalan masyarakat. Akan tetapi, momentum tersebut malah berubah menjadi kekacauan.

    “Ini kesempatan WH untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan atau masalah publik. Itu seharusnya jadi poin. Namun kalau tidak bisa menyelesaikan atau bahkan tidak membuka ruang dialog, ini yang menjadi bahaya,” terangnya.

    Usep mengatakan, apabila sikap yang ditunjukkan oleh WH merupakan hasil bisikkan dari tim di sekitarnya, maka bisikkan tersebut salah. Sebab seharusnya, momentum tersebut diambil oleh WH untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas.

    “Kenapa gak diambil momentumnya. Kalau ini bisikkan dari timnya, menurut saya ini merupakan bisikan yang salah. Karena justru malah menghindar atau berlawanan dengan buruh, ini sangat keliru,” tegasnya.

    Apalagi menurutnya, buruh merupakan salah satu elemen yang kerap menjadi rebutan para calon yang akan berkontes. Sehingga, menjadi langkah yang keliru jika WH justru berseberangan dengan buruh.

    “Saya tidak tahu jumlah pastinya ya. Namun kan buruh ini memiliki massa yang kuat, mereka solid gerakannya, organisasinya. Dan yang pasti jika berbicara persoalan buruh, ini bukan hanya berbicara kelompok tertentu saja di masyarakat. Namun merupakan persoalan ketenagakerjaan, persoalan publik yang kerap menjadi andalan calon,” terangnya.

    Secara politik, jika WH tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan buruh saat ini, maka tahta dari WH pun akan terancam. Sebab, saat ini publik hanya menyorot terkait dengan WH saja.

    “Ini juga bisa menjadi kesempatan untuk Andika turun menyelesaikan permasalahan. Menurut saya pun ini saatnya Andika tampil di tengah kekisruhan antara WH dan buruh. Karena memang kan menurut saya, hubungan keduanya sedang renggang,” tandasnya. (DZH/ENK)