Kategori: INDEPTH

  • Lebaran di Pandeglang dengan Protokol Kesehatan Ketat

    Lebaran di Pandeglang dengan Protokol Kesehatan Ketat

    PANDEGLANG, BANPOS – Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang tidak melarang umat muslim untuk melakukan kegiatan shalat Idul Fitri di Masjid Agung Ar-Rahman, meski sebelumnya pemerintah melarang agar masyarakat tidak berkerumun guna memutus penyebaran wabah virus korona.

    Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pandeglang, Tb Hamdi Ma’ani mengatakan, perayaan shalat Idul Fitri tahun ini masih tetap dilakukan seperti biasa. Akan tetapi, harus tetap mengikuti protokol kesehatan yang sudah dianjurkan.

    “Hasil kesepakatan dengan 9 instansi terkait seperti MUI, Dinas Kesehatan, Polres Pandeglang, Kodim 0601, Satpol PP, Dishub, jadi shalat idul fitri masih tetap dilakukan seperti tahun lalu. Tapi, harus berwudu di rumah, bawa hand sanitizer, bawa sajadah sendiri, dan tetap jaga jarak,” katanya kepada BANPOS, Selasa (19/5).

    Menurutnya, alasan tetap melakukan salat Id walau dengan protokol kesehatan tersebut dikarenakan, sejauh ini Kabupaten Pandeglang masih berstatus sebagai zona hijau, jadi masyarakat masih tetap bisa melakukan kegiatan dengan protokol kesehatan yang ketat.

    “Bahkan sudah bersepakat, sudah disusun kesepakatannya, wilayah Kabupaten Pandeglang dipandang sebagai daerah yang terkendali dari COVID-19. Maka solat Idul Fitri dilaksanakan seperti biasa, namun dengan melakukan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah,” jelasnya.

    Sementara itu, Kepala UPT Pasar Badak Pandeglang, Abdul Haris mengatakan bahwa warga Pandeglang sulit untuk mengikuti protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah.

    “Kondisi saat ini, semua pasar berdesak-desakkan dalam menjelang hari lebaran, jadi tidak dipungkiri bahkan kabupaten kota yg melakukan PSBB sama kondisi pasarnya seperti kita, ramai, berdesak-desakkan, tidak terkendali kedatangan pembelinya,” ucap Kepala UPT Pasar Tradisional Badak Pandeglang.

    Namun, Haris mengklaim bahwa sebagian besar pedagang di Pasar Badak adalah warga asli Pandeglang.

    “Untuk para pedagang sendiri kebanyakan warga asli Pandeglang sekitar 90 persen, sedangkan pedagang dari luar wilayah seperti Padang dan Serang itu sisanya,” ungkapnya.

    Ditempat lain, anggota Satlantas Polres Pandeglang, Bripka Asep Nurhalim mengatakan bahwa arus mudik ditengah pandemi korona ini tidak mengalami kenaikan jumlah kendaraan yang signifikan.

    “Sampai hari ini belum terlihat kepadatan arus mudik dari luar kota Pandeglang dibandingkan tahun lalu, hanya mengalami kenaikan 50 persen. Mayoritas arus masih dipadati penduduk lokal. Ditambah upaya kepolisian selalu mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mudik,” tuturnya.

    Asep menjelaskan, persiapan anggota Kepolisian dalam menghadapi arus mudik di tiga perbatasan masuk wilayah Kabupaten Pandeglang, pihaknya telah menempatkan para personil dari anggota kepolisian dan selalu memberikan imbauan kepada para pengendara tentang protokol kesehatan.

    “Persiapan Kepolisan menghadapi arus mudik, menempatkan personil di pospam seperti Gayam, Kadubanen dan Carita, melakukan pengecekan kendaraan yang berasal dari luar daerah. Shalat Id anggota lakukan pengamanan dan menutup akses arus kendaraan yang mengarah ke Masjid Agung, dan memberikan imbauan tentang protokol kesehatan,” terangnya.(MG-02/PBN)

  • Tetap Semangat Ditengah Pandemi, Guru di Pandeglang Mengajar Door To Door

    Tetap Semangat Ditengah Pandemi, Guru di Pandeglang Mengajar Door To Door

    PANDEGLANG, BANPOS – Karena keterbatasan alat telekomunikasi dan jaringan Internet, Guru di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, terpaksa menyambangi rumah muridnya untuk mengajar. Hal itu dilakukan agar proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)) tetap berjalan.

    Salah satu guru yang melaksanakan kegiatan mengajar daring dan luring itu adalah Edi Sumaedi, ia mengatakan, selama pandemic COVID-19 atau Virus Korona, Pemerintah memutuskan untuk memberlakukan Belajar di rumah dan kegiatan Belajar mengajar dilakukan dari rumah dengan berbagai sistem. Dimana sistem Daring merupakan salah satu sistem yang cukup efektif dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19.

    “Saya melaksanakan home visit sejak ada anjuran dari Pemerintah, pelaksanaannya di minggu ke 3 dan ke 4 di bulan April itupun pas ada kejadian wabah virus korona,” katanya kepada BANPOS.

    Akan tetapi, tidak semua peserta didik dapat mengikuti sistem pendidikan tersebut, khususnya di beberapa daerah di Kabupaten Pandeglang.

    Karena tidak semua orang tua dan peserta didik di daerah itu memiliki alat komunikasi untuk mendukung sistem pembelajaran Daring tersebut, bahkan tidak semua daerah di kabupaten itu terjangkau akses Internet.

    “Ga bisa online, maklum orang kampung jadi tidak semua punya Handphone karena keuangannya sangat terbatas, makanya saya berniat untuk mengajar dengan cara menyambangi rumah murid satu persatu, “ucapnya.

    Edi juga menambahkan, agar peserta didik tetap mendapatkan pengajaran selama proses Belajar di rumah, maka dia sebagai tenaga pendidik di sekolah SDN Cisereh, Kecamatan Cisata, Kabupaten Pandeglang itu menyambangi rumah para Siswa untuk memberikan tugas dan pengajaran.

    “Hanya 4 kali tatap muka dengan durasi 20 menit, itupun cuma ngasih tugas khusus buat pelaksanaan ujian kelas 6,” tambahnya.

    Selain tidak memiliki alat komunikasi yang mendukung sistem pembelajaran Daring, akses rumah peserta didik tersebut cukup jauh dari teman-temannya.

    Tidak semua Siswa yang tidak memiliki akses pembelajaran Daring disambangi oleh tenaga pendidik. Sejumlah peserta didik yang tidak memiliki alat komunikasi pendukung sistem pembelajaran Daring diminta untuk bergabung bersama teman lainnya yang memiliki alat komunikasi pendukung untuk membuat kelompok belajar.

    “Jarak rumahnya jauh-jauh serta trek jalannya sangat licin, apalagi kalau habis hujan pasti motor ga bisa mulus jalannya, kadang juga saya terjatuh dari motor,” ungkapnya.

    Namun, Edi tetap memperhatikan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19 terutama kepada murid-muridnya, seperti menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan menggunakan sabun di air mengalir.

    “Saya tetap memperhatikan protokol kesehatan dari Pemerintah, dengan cara jaga jarak. pakai masker dan juga cuci tangan. Itu dilakukan oleh saya maupun kepada murid-murid yang saya sambangi,” tandasnya.(MG-02/PBN)

  • Pelajar dan Mahasiswa Mumet, Pembelajaran Jarak Jauh Memperbanyak Tugas

    Pelajar dan Mahasiswa Mumet, Pembelajaran Jarak Jauh Memperbanyak Tugas

    SERANG, BANPOS – Walaupun para pelajar dan mahasiswa taat untuk menerapkan kebijakan social distancing dengan belajar di rumah saja. Namun, akibat menumpuknya tugas, akhirnya para pelajar menyatakan mumet dengan pembelajaran jarak jauh.

    Hal tersebut berdasarkan riset yang dilakukan oleh Badan pengurus harian ikatan mahasiswa pendidikan luar sekolah indonesia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (BPH Imadiklus Untirta).

    Ketua BPH Imadiklus Untirta, Angga, menyatakan bahwa kebijakan penerapan social distancing dinilai sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan berdasarkan jenis kelamin, antara laki-laki dan perempuan, hampir sebagian besar berpendapat baik terhadap penerapan social distancing, dengan hasil di atas 50 persen.

    “Untuk laki-laki dihasilkan 84 persen, dan perempuan sejumlah 86 persen,” tuturnya.

    Angga menyatakan, para pelajar dan mahasiswa tersebut merasa tidak terganggu dengan adanya kebijakan social distancing yang diterapkan oleh pemerintah.

    “Hampir sebagaian besar tidak terganggu dengan penerapan social distancing ini, dengan hasil di atas 50 persen, untuk laki-laki 67 persen dan perempuan 68 persen,” jelasnya.

    “Hampir sebagaian besar, mereka benar-benar di rumah pada saat kebijakan sosial distancing ini diterapkan,” tuturnya.

    Kata dia, kebanyakan dari mereka pada saat berada dirumah aktivitasnya yaitu mengerjakan tugas dan refreshing di rumah dengan membaca buku serta menonton televisi. Berdasarkan tingkat pembagian kelas dan tingkat kuliah, kegiatan yang sering dilakukan pada saat berada di dalam rumah yaitu sebagian refreshing di rumah dengan membaca buku, menonton dan bermain media social.

    “Meskipun kebijakan social distancing ini dinilai cukup baik, namun mereka tidak senang jika harus terus belajar dan beraktivitas di dalam rumah. Terbukti, berdasarkan tingkat pembagian kelas dan tingkat kuliah, hampir sebagaian besar mereka merasa tidak senang,” jelasnya.

    Ia memberikan beberapa rekomendasi kepada Pemerintah dan masyarakat. Pertama, Pemerintah membanjiri informasi terkait social distancing di media social dan internet. Kemudian, Pemerintah perlu membuat gugus hingga tingkat RT agar kebijakan social distancing dapat berjalan hingga akar rumput.

    “Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi dengan cara melaksanakan, mengingatkan, menegur, dan menjalankan tentang pentingnya social distancing,” katanya.

    Mereka tidak masalah akan kebijakannya, tapi secara psikologi mereka tidak merasa nyaman berada beraktivitas dan belajar di rumah. Untuk itu, Pemerintah diharapkan memberi akses internet gratis bagi mahasiswa dan pelajar untuk mengerjakan tugas, agar tidak terhambat dalam pembelajaran sistem daring.

    Terpisah, para pelajar di Kota Serang juga mengaku ‘mumet’ dengan pembelajaran daring. Hal ini karena banyak tugas yang diberikan oleh para guru dalam metode pembelajaran secara daring tersebut.

    Seperti yang diungkapkan oleh siswi salah satu SMP Negeri di Kota Serang, Indri Sri Lestari. Menurutnya, kegiatan belajar di rumah secara daring memang lebih santai. Salah satu alasannya karena bisa lebih leluasa dalam memilih posisi belajar.

    “Menurut pendapat saya enak-enak aja belajar di rumah. Karena bisa mencari posisi yang paling nyaman dalam belajar,” ujarnya saat dihubungi melalui pesan singkat.

    Namun menurutnya, tugas-tugas yang dibebankan oleh para guru menjadi salah satu hal yang tidak mengenakkan dalam proses belajar di rumah. Ia mengaku tugas tersebut membuat dirinya mumet.

    “Tugas sekolah terlalu banyak, ada yang dimengerti dan ada yang tidak. Jadi kalau kondisinya seperti ini sih menurut saya lebih menyenangkan belajar di sekolah daripada di rumah,” ucapnya.

    Kendati demikian, ia memaklumi dengan adanya perpanjangan waktu belajar di rumah. Karena ia juga yakin bahwa pemerintah mengeluarkan kebijakan itu untuk kebaikan para peserta didik.

    “Tapi harapannya sih bisa diringankan berkaitan dengan tugasnya. Supaya kami para murid juga bisa merasakan istirahat dan refreshing, meskipun hanya dengan nonton film atau main game,” terangnya.

    Senada disampaikan oleh siswi lainnya, Aisyah. Menurutnya, banyak guru dalam menggelar belajar secara daring hanya memberikan soal saja tanpa memberikan penjelasan kepada peserta didiknya.

    “Saat mengadakan kelas online, guru seharusnya ngasih materi dulu sesuai jam pelajaran, setelah itu baru ngasih soal. Tapi pelaksanaannya hampir semua guru cuma ngasih tugas. Itu pun hampir semuanya soal, tanpa memberikan penjelasan,” katanya.(DZH/MUF/PBN)

  • Lika-liku Pembelajaran Jarak Jauh, Banyak Guru Bingung Siswa Jadi Korban

    Lika-liku Pembelajaran Jarak Jauh, Banyak Guru Bingung Siswa Jadi Korban

    BANPOS – Wabah virus korona (Covid-19) membuat berbagai macam aspek kehidupan mengalami goncangan. Mulai dari segi sosial, ekonomi, hingga pendidikan.

    Sektor pendidikan merupakan salah satu aspek yang sejak awal munculnya wabah ini langsung mengalami perubahan. Dengan alasan menghindari kerumunan agar tidak menyebarkan virus korona, lembaga–lembaga pendidikan di Banten baik negeri maupun swasta langsung meliburkan proses pembelajaran tatap muka, dan melakukan proses pembelajaran secara jarak jauh di rumah saja.

    Alternatif model pembelajaran tersebut sebenarnya sudah tercantum dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 13 ayat 2 yang menyatakan, pembelajaran dapat berlangsung secara tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.

    Namun ternyata, walaupun sudah ada dalam Sisdiknas. Pendidikan di Indonesia belum menyiapkan secara teknis tentang pembelajaran jarak jauh tersebut. Hal ini mendapat kritikan dari Kepala Sekolah Mobil Kelas Berjalan (MKB) Kak Seto, Jova Octaviansyah.

    Menurut alumni Pendidikan Luar Sekolah Untirta ini, saat sekarang, beberapa guru masih menunggu bagaimana sebenarnya pelaksanaan pembelajaran jarak jauh yang efektif dan sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan.

    “Saat ini belum ada juklak juknisnya. Jadi sebenarnya guru-guru agak mengalami kebingungan. Seharusnya Pemda juga dapat inisiatif untuk membuat aturan turunan yang rinci,” jelasnya kepada BANPOS, Minggu (10/5).

    Ia menyatakan, Pemda juga dapat memberikan beberapa stimulus kepada para pendidik. Utamanya yang mengajar di daerah terpencil dan kesulitan secara sarana maupun prasarana. Dengan belum siapnya Indonesia, saat ini terpaksa yang dilakukan adalah dengan cara mendaringkan semua pembelajaran, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, mulai dari materi dan praktek.

    “Pemda dapat memberikan stimulus seperti uang transportasi bagi guru-guru yang melakukan pembelajaran dari rumah ke rumah, dikarenakan sulitnya sinyal dan orangtua yang tidak memiliki hp,” paparnya.

    Sementara itu, menurutnya saat ini parenting menjadi penting, karena peran sentral orangtua yang menggantikan guru untuk belajar di rumah. Untuk masalah parenting, orang tua perlu membuat skala prioritas. Misalkan orang tua khawatir anaknya kecanduan gadget, maka dalam hal ini, orang tua perlu tahu bagaimana cara agar anaknya tersebut tidak terlalu kecanduan gadget.

    “Selalin itu orangtua harus tidak tertinggal informasi. Sehingga pihak sekolah dan orangtua harus membuat jejaring informasi yang efektif,” katanya.

    Di salah satu SDN di Kecamatan Panggarangan, KBM di masa lockdown korona ini nyaris padam. Hal ini lantaran susahnya jaringan internet dan juga kendala orang tua yang tidak semua memiliki handphone android.

    “Kalau saya tinggal di Ciwaru Bayah tapi anak saya sekolah di salah satu SD Panggarangan, kebetulan dekat dari rumah karena perbatasan dengan Bayah. SD di sana jelas gak ada kegiatan belajar, karena banyak kendala, kalau harus pakai HP tidak semua punya, anak saya masih kelas tiga SD, paling setiap seminggu dua kali guru kelasnya selalu datang ke rumah untuk memberi tugas atau hapalan, itu aja,” ujar Didin, warga Ciwaru Bayah.

    Salah seorang guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Mathla’ul Anwar (MA) yang berada di Kampung Cempakasari Desa Sukaraja Kecamatan Malingping, Rina Pebriani mengungkapkan, kendati dalam suasana perintah lockdown namun KBM tiap hari tetap berjalan, dan itu dilakukan dengan cara menggunakan aplikasi internet melalui handphone android.

    “Kita oleh sekolah harus tetap ngisi absen belajar dan juga laporan harian pengajaran setiap hari sesuai bidang study masing-masing dengan melalui jaringan internet via WA dan Zoom Meeting,” ungkapnya.

    Menurutnya, kendala terkadang ditemui, seperti gangguan jaringan internet, namun semua bisa teratasi. “Gangguan jaringan internet adalah kendala utamanya, bisa dari listrik mati karena hujan sehingga jaringan pun terganggu. Bisa juga karena hape di orangtua murid sedang tidak ada paketan. Tapi kita retap sabar, mulai pagi sampai sore kita pantau terus melalui orang tua masing-masing. Dan kita biasa suka tugaskan murid untuk baca dan hapalkan, misal buku anu halaman anu hapalkan atau hapalan lainnya sesuai kurikulum,” kata Rina.

    Ketua Komisi III DPRD Lebak, Yayan Ridwan kepada BANPOS, Minggu (10/5) mengaku prihatin dengan kondisi sekarang terutama untuk dunia pendidikan.

    Keprihatinan tersebut kata Yayan, karena banyak hal yang tidak mendukung terutama dalam proses kegiatan belajar mengajar jarak jauh bagi anak didik diperkampungan.

    “Iya betul, belajar jarak jauh tidak efektif, saya sangat prihatin dengan kondisi sekarang ini, terutama untuk dunia pendidikan, anak didik jadi tidak jelas apalagi anak yang berada di perkampungan, karena banyak hal yang tidak mendukung,”katanya

    Ditanya soal ada rencana dari Mendikbud bahwa dana BOS dapat digunakan untuk subsidi kuota bagi pelajar dan guru, serta ada skenario dimana belajar daring diperpanjang hingga akhir tahun, Ketua Komisi III DPRD Lebak mengaku belum mengetahui.

    “Secara lembaga kami belum tahu rencana tentang itu, rencana besok kami mau ngobrol dengan Diknas untuk diskusi tentang itu. Hasilnya nanti kami sampaikan,” ungkapnya.

    Salah satu orang tua siswa di Cilegon, Diana Ayu Farhah mengatakan untuk pembelajaran daring sebenarnya memiliki kekurangan dan kelebihan. “Kalau belajar dirumah anak-anak lebih terpantau untuk berkegiatannya selama tidak pernah disekolah. Kalau disekolah kan kita semua sudah serahkan kesekolah, cuman tidak efektifnya mungkin masalah dari pihak sekolah tugas terlalu banyak. Sebagai orang tua kadang-kadang repot juga kemudian apa saja kegiatanya kita harus melaporkan. Mulai bangun tidur, solat duha, solat lima waktunya, sampai ke tarawihnya. Jadi sekarang lebih ke situ (kegiatan ramadan),” terangnya.

    Diana juga mengeluhkan sering terjadinya gangguan signal dari operator saat anaknya sedang belajar daring tersebut. “Sinyal telepon masalah banget, pengaruh banget seperti operator XL jelek banget jadi sering hilang-hilang gitu ngga bagus sinyalnya. Tapi karena pake wifi juga, alhamduliah bisa dilanjutkan pelajarannya,” tutup orangtua dari Affan Abdul Jabar tersebut.

    Salah satu guru SMPN 7 Kota Cilegon Muinudin menambahkan bahwa sejauh ini keluhan dari siswa terkait dengan kuota internet.

    “Ya paling kendalanya ngga semua siswa ada kouta, ada yang tidak tapi selama ini alhamdulilah lancar aja. Keluhan dari orangtua sama murid paling keluhannya masalah kuota,” tandasnya.

    Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Cilegon Ismatullah menerangkan bahwa pihaknya saat ini memaksimalkan pembelajaran daring melalui sarana dan prasana yang ada.

    “Adapun terkait kaitan dengan pemkot sudah memandatkan kepada dinas pendidikan aktifitas daring itu sehingga berjalan dengan baik dan lancar,” kata Ismatullah.

    Menurutnya sejauh ini Dindik Kota Cilegon sudah melakukan pembelajaran dengan sistem online atau daring sesuai dengan arahan dari pemerintah daerah maupun pusat.

    “Untuk daring ini ada yang efektif untuk sekolah, orangtua yang memiliki fasilitas lengkap tapi kalau fasilitas yang tidak lengkap itu seperti contoh di Cipala di Gunung Batur terus beberapa daerah di Cibeber yang akses internetnya terkendala itu pada akhirnya kita menggunakan WA (Whatshap), menggunakan daring secara program yang kita lakukan kalau yang dari murni bisa mengakses dari laptop dari akses wifi maupun internetnya ada, sehingga itu berjalan karena fasilitas sekolah, fasilitas orang tua lengkap,” terangnya.

    “Jadi kalau disebut efektifnya ya efektif untuk yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai,” sambung Ismatullah.

    Mantan Kabag Kesra Setda Kota Cilegon ini mengatakan terkait dengan keluhan yang masuk dari pihak guru, orang tua maupun murid, pihaknya mengaku banyak sekali masukan salah satunya mengenai sinyal internet dan lain-lain.

    “Murid tentunya tidak berkembang, kemampuan kreatifitas dalam pembelajarannya. Dikarenakan mereka tidak memiliki sarana tanya jawab, berinteraksi dengan gurunya secara langsung padahal kemampuan bertanya jawab itu merupakan tujuan pendidikan juga. Dengan daring ini seakan-akan tanya jawab itu hanya dengan literasi tertulis tidak bisa secara ekspresi mereka kepada gurunya dan guru juga tidak memiliki keleluasaan untuk menjawab pertanyaan siswa karena melayani siswa yang 30 orang misalkan sekelas dalam waktu yang bersamaan,” tuturnya.

    Salah satu guru SD di Kabupaten Serang, Titin Uliawati, mengatakan bahwa saat ini dirinya memang kesulitan dalam melakukan pembelajaran secara daring. Apalagi di tempat ia mengajar, mayoritas peserta didik merupakan anak dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ataupun buruh pabrik yang anaknya dititipkan kepada kakek dan nenek mereka.

    “Banyak dari mereka yang tidak memiliki ponsel pintar untuk menunjang pembelajaran daring. Terlebih yang mengasuh mereka merupakan kakek dan nenek mereka yang masih tidak terbiasa dengan teknologi,” ujarnya.

    Senada disampaikan oleh salah satu guru di Kota Serang, Fatmawati. Ia mengatakan, banyak dari para peserta didik yang tidak memiliki fasilitas penunjang dalam pembelajaran daring. Kalaupun ada, ia mengaku bahwa sedikit sekali peserta didik yang benar-benar mengikuti pembelajaran.

    “Gak semua siswa punya WhatsApp. Kalaupun ada, yang benar-benar mengikuti pembelajaran itu palingan hanya tiga atau empat orang saja yang mengikuti. Padahal kan satu kelas itu ada 26 orang lebih dan yang memiliki WhatsApp itu ada 15 orangan,” katanya.

    Menurutnya dalam kondisi seperti saat ini, orang tua didik dapat benar-benar memantau pola belajar dari anaknya. Dengan demikian, meskipun pembelajaran tidak dilakukan dengan tatap muka, para peserta didik dapat mengikuti pembelajaran semaksimal mungkin.

    “Karena kami para guru juga tidak mungkin mengontrol murid kami secara daring. Peran orang tua sangat penting pada saat ini. Dampingi terus anak-anaknya, sehingga pendidikan dapat terus terjaga meskipun tidak tatap muka,” tegasnya.

    Sementara itu, Dindikbud Kabupaten Serang menyatakan bahwa dalam menunjang pembelajaran jarak jauh atau daring, banyak hal yang telah dilakukan oleh pihaknya. Baik berupa aplikasi seperti google classroom, dan ada juga pembelajaran melalui media televisi.

    “Dalam kondisi seperti ini, metode seperti itu yang dinilai paling efektif. Mau bagaimana lagi, karena sekarang kan peraturan dari pusat tidak diperbolehkan ada belajar di ruangan sekolah, maka dari itu kami menggunakan fasilitas yang ada,” ujar Kepala Dindikbud Kabupaten Serang, Asep Nugraha Jaya, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (9/5).

    Menurutnya, tak sedikit keluhan yang diungkapkan oleh guru, tenaga pengajar, orangtua maupun murid. Pembelajaran yang menggunakan media daring, memiliki keterbatasan baik dari media pendukung saat melakukan aktivitas belajar mengajar melalui aplikasi, seperti dituntut untuk memiliki kuota dan koneksi internet yang bagus.

    Asep mengatakan, meskipun tidak ada kewajiban dari Pemerintah pusat untuk melakukan proses belajar sesuai dengan kurikulum, pihaknya tetap melaksanakan upaya pembelajaran. Hal itu merujuk kepada SE dari Kemendikbud nomor 4 tahun 2020.

    “Disitu dinyatakan, tidak boleh ada aktivitas belajar mengajar di kelas. Sekolah tidak boleh dilakukan pembelajaran. Peraturan yang dibuat ini sangat longgar sekali,” jelasnya.

    Menurutnya, orientasi belajar yang dilakukan di rumah lebih ke arah pengembangan life skills atau ketrampilan hidup di masa Covid-19, dan tidak mengejar target kurikulum. Namun ia menegaskan, pihaknya terus berupaya menjalankan proses aktivitas belajar mengajar.

    “Pembelajaran daring itu tidak menjadi keutamaan, namun tetap kami lakukan. Adapun pemerintah daerah menyiapkan pembelajaran daring tersebut, adalah sebagai alternatif,” tegasnya.

    Dalam SE Kemendikbud dinyatakan bahwa dana BOS dapat digunakan untuk subsidi kuota bagi pelajar dan guru. Menanggapi hal tersebut, Asep mengaku bahwa bukan digunakan untuk membeli kuota. “Akan tetapi untuk menunjang yang proses belajar semasa Covid-19. Bukan hanya untuk kuota saja, kalau anak-anak dibagikan kuota seperti itu, kepentingan yang lain mau bagaimana,” ucapnya.

    Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang, Taufik Hidayat, menyatakan bahwa konsep belajar di rumah sebenarnya tidak asing bagi beberapa kalangan, bahkan disebut sebagai salah satu pendidikan alternatif dari jalur Pendidikan Non Formal. Menurut Taufik, efektifitas belajar di rumah harus dievaluasi secara keseluruhan.

    “Kalau berbicara efektif, kita harus melakukan evaluasi secara keseluruhan. Yang pasti didalam surat edaran Menteri tersebut bahwa kegiatan yang pertama adalah Ujian Nasional dan Ujian Sekokah ditiadakan, untuk kelulusan sendiri sudah menjadi kewenangan Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang dengan melihat hasil ujian semester awal sampai semester akhir,” jelasnya.

    Untuk keluhan para guru, orang tua dan murid sendiri, ia menuturkan bahwa fasilitas di Kabupaten Pandeglang belum semua kecamatan memiliki sinyal internet yang memadai. Sehingga masih ada beberapa hal yang tidak dilakukannya daring.

    “Tapi kami meberi tugas kepada semua guru melakukan dengan luring atau memberikan tugas seminggu sekali kepada muridnya. Meskipun tidak seluruh rumah disambangi oleh guru tersebut, paling menyambangi salah satu murid atau ketua kelompoknya karena kita harus tetap melakukan protokol kesehatan,” ungkapnya.

    Kepala Dindikbud Kota Serang, Wasis Dewanto, menjelaskan bahwa sejak awal mula ditetapkannya status Provinsi Banten menjadi kejadian luar biasa (KLB), pihaknya telah melakukan antisipasi dengan menggelar rapat bersama jajaran Dindikbud.

    Hasilnya, Dindikbud Kota Serang mengambil keputusan untuk menerapkan pembelajaran jarak jauh kepada seluruh instansi pendidikan yang berada di bawah naungan mereka.

    “Tujuannya yaitu pertama untuk menyelamatkan peserta didik dan yang kedua menyelamatkan masyarakat sekitar. Karena bisa kita bayangkan, ada berapa banyak jumlah peserta didik di Kota Serang ini, sedangkan sekolah adalah tempat guru dan murid saling berkontak erat,” ujarnya.

    Menurut Wasis, pihaknya telah mempersiapkan metode pembelajaran yakni dalam jaringan (Daring) dan luar jaringan (Luring) agar proses belajar mengajar tetap berjalan.

    “Mungkin untuk yang sudah memiliki ponsel cerdas atau komputer serta berada di wilayah dengan jaringan yang mumpuni, akan dengan mudah mengikuti belajar daring. Bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki itu semua? Makanya kami juga mempersiapkan metode luring,” katanya.

    Lebih lanjut dijelaskan Wasis, metode luring yang dimaksud olehnya yakni setiap peserta didik dipersilahkan datang ke sekolah satu persatu untuk diberikan tugas. Hal ini khusus bagi mereka yang tidak memiliki fasilitas penunjang pembelajaran daring.

    Wasis mengakui, baik pembelajaran daring maupun luring masih belum efektif dalam pelaksanaannya. Namun menurutnya, di tengah pandemi saat ini, yang harus dikedepankan ialah bagaimana upaya maksimal dari pemerintah dalam memfasilitasi para peserta didik.

    “Dinas Pendidikan mengupayakan untuk memfasilitasi secara maksimal. Memang dirasa kurang efektif tapi tetap diupayakan untuk maksimal, karena ini semua demi kebaikan bersama, untuk menyelamatkan anak didik kita,” jelasnya.

    Selama masa pembelajaran di rumah ini juga Wasis mengakui bahwa banyak sekali keluhan yang masuk, baik dari peserta didik maupun orang tuanya. Salah satunya ialah bosan ketika harus terus berada di rumah.

    “Jadi ada cerita seperti ini. Ada siswa yang bosan, bahkan merasa sedih dan kangen banget untuk bertemu dengan teman sekolahnya. Tapi selain itu memang keluhan-keluhan soal kuota yang boros, tidak ada jaringan dan tidak ada gawai yang memadai sering kami dapatkan,” ungkapnya.

    Soal subsidi kuota internet melalui dana BOS, Wasis mengaku hal itu sudah diatur oleh Kemendikbud RI. Menurutnya, berdasarkan surat edaran Mendikbud, sekolah diperbolehkan untuk menyubsidi kuota bagi guru dan murid. Namun untuk teknisnya, diserahkan kepada setiap sekolah.

    “Kuota data internet akan dibagikan kepada guru dan ataupun nantinya untuk siswa, itu ada di kebijakan dari masing-masing sekolah, kan ada juknisnya. Kami hanya rekomendasi dan mengawasi,” ucapnya.(MG-02/CR-01/MUF/DZH/LUK/PBN)

  • Ini Rincian Nominal dan Penerima JPS

    Ini Rincian Nominal dan Penerima JPS

    SERANG, BANPOS – Perencanaan anggaran untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS) di kabupaten/ kota bervariasi. Tercatat nilai yang direncanakan mulai dari Rp200 ribu per kepala keluarga (KK) hingga Rp600ribu per KK. Selain itu, perencanaan lamanya bantuan tersebut juga bervariasi, antara dua bulan hingga enam bulan.

    Data yang dihimpun BANPOS, Pemkot Serang menganggarkan Rp200 ribu selama 3 bulan. Sedangkan untuk Pemkot Cilegon menganggarkan Rp600 ribu selama 2 bulan. Kemudian Pemkab Lebak menganggarkan sebesar Rp600 ribu selama 3 bulan. Untuk Pemkab Pandeglang merencanakan Rp500 ribu selama 3 bulan dan Pemkab Serang masih belum memberikan informasi hingga berita ini diangkat.

    Untuk jumlah KK penerima bantuan dampak dari Covid-19 yang berasal dari APBD kabupaten/ kota ini juga bervariasi. Mulai dari rata-rata 9 KK per RT, hingga 24 KK per RT.

    Dari hasil olah data bantuan yang disalurkan langsung oleh kabupaten/kota, tercatat Kota Serang yang paling banyak mengalokasikan bantuan dengan rata-rata 24 KK per RT, disusul oleh Kota Cilegon dengan rata-rata 22 KK per RT, lalu Kabupaten Pandeglang sebanyak 13 KK per RT, kemudian Kabupaten Serang sebanyak 12 KK per RT, dan paling rendah adalah Kabupaten Lebak yang hanya 9 KK per RT.

    Pemkot Serang menganggarkan JPS untuk warga terdampak Covid-19 sebanyak 50 ribu KK. JPS tersebut akan disalurkan selama tiga bulan sejak Mei hingga Juli nanti. Setiap bulannya, satu KK akan mendapatkan paket sembako senilai Rp200 ribu rupiah. Jika dirata-rata, KK penerima bantuan di Kota Serang sebanyak 24 KK per RT.

    Kepala Dinsos Kota Serang, Moch. Poppy Nopriadi, mengatakan bahwa sebelumnya Pemkot Serang hanya menganggarkan bantuan untuk 25 ribu KK, lalu ditambah menjadi 35 ribu KK, dan kembali ditambah menjadi 50 ribu KK.

    “Karena memang dari hasil pendataan, ternyata masyarakat yang terdampak itu membeludak. Kami tertolong oleh bantuan yang akan diberikan oleh Pemprov Banten dan Pemerintah Pusat,” jelasnya.

    Untuk tahapan pemberian JPS telah dilaksanakan oleh Pemkot Serang sejak Sabtu (2/5) yang lalu. Penyaluran tersebut akan dilakukan selama tiga hari. Penyaluran pertama dilakukan di Kecamatan Curug dan Walantaka. Selanjutnya yakni Cipocok Jaya dan Taktakan dan terakhir pada Senin (4/5) di Serang dan Kasemen.

    “Untuk rincian penerima bantuannya di setiap kecamatan yakni Kecamatan Curug 6.564 KK, Cipocok Jaya 5.459 KK, Kasemen 19.724 KK, Serang 12.198 KK, Taktakan 4.020 KK dan Walantaka 5.035 KK,” terangnya.

    Sementara itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak, alokasikan anggaran untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 160,35 miliar. Dari jumlah anggaran tersebut, alokasi anggaran terbesar untuk penyediaan Jaring Pengaman Sosial(JPS) sebesar Rp 87.953.400.000.

    Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Lebak, Budi Santoso mengatakan, alokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 yaitu sebesar Rp 160,35 miliar. Anggaran tersebut untuk Kesehatan, Ekonomi, Sosial dan cadangan.

    Untuk penanganan dampak sosial, tambah Budi, untuk penyediaan JPS yaitu berupa pemberian bantuan biaya hidup kepada 48.863 KK. Jika dirata-rata, Lebak mengalokasikan bantuan untuk 9 KK per RT.

    “Penyediaan JPS untuk pemberian bantuan biaya hidup kepada masyarakat yang terdampak yaitu sebanyak 48.863 KK kali 3 bulan kali Rp600.000. Jumlah total anggarannya sebesar Rp 87.953.400.000, sedangkan untuk cadangan sebesar Rp 19.320.899.588,” jelasnya.

    Pemerintah Kabupaten Pandeglang mengalokasikan anggaran untuk 77.028 KK yang berasal dari APBD Kabupaten Pandeglang. Jika dirata-rata, maka Pemkab Pandeglang mengalokasikan bantuan untuk 13 KK per RT.

    Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Pandeglang Nuriyah dalam laporannya mengungkapkan, usulan yang ada dari tiap kecamatan sebanyak 140.189 Kepala Keluarga (KK), namun yang diakomodir oleh pusat sebanyak 54.806 KK.

    “Karena Ibu Bupati mengusulkan kembali akhirnya mendapatkan penambahan sebanyak 33.482 KK, total bantuan melalui pemerintah pusat sebanyak 88.288 KK,” kata Nuriyah.

    Sedangkan dikatakan Nuriyah, bantuan dari Provinsi Banten untuk penanganan Covid 19 sebanyak 44.674 KK, dan bantuan dari Kabupaten sebanyak 77. 028 KK.

    “Pada tahap awal akan dilaksanakan bantuan sebanyak 34.774 KK yang akan disalurkan melalui PT Pos Indonesia. Bentuk pencairannya melalui kantor pos dengan besaran Rp600.000 x 3 bulan, sedangkan untuk bantuan Provinsi tahap awal 33.000 KK mekanisme melalui bank BRI,” katanya.

    Nuriah juga menjelaskan jika data penerima sudah selesai dan bantuan dari Provinsi sudah turun, maka pihaknya akan segera menyalurkan bantuan tersebut.

    “Kami masih menunggu bantuan keuangan dari Provinsi dan apabila sudah beres, akan kami salurkan secepatnya. Proses pencairan bantuan sendiri dilakukan melalui rekening, itupun kalau semua penerima sudah selesai membuat rekeningnya, “jelasnya.

    Besaran JPS bervariasi, seperti dari Pemerintah Pusat mendapatkan uang tunai sebesar Rp600 ribu per kk, Pemerintah Provinsi sebesar Rp500 ribu per kk, dan dari Pemerintah Kabupaten sebesar Rp500 ribu per kk tiap bulan selama tiga bulan.

    “Untuk bantuannya sendiri, dari Kementrian Sosial itu sebesar Rp600 ribu per kk, tiap bulan selama 3 bulan. Sedangkan untuk pemerintah Provinsi dan Kabupaten itu kisarannya sama yaitu Rp500 ribu per kk, dan setiap bulan selama 3 bulan,” ucapnya.

    Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon telah menfinalisasi anggaran yang akan digunakan untuk Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Cilegon sebesar Rp 29,57 miliar. Skala prioritas anggaran akan digunakan untuk penanganan dampak kesehatan, penanganan dampak sosial dan penyediaan JPS.

    Pemkot juga merelokasi anggaran JPS atau Rp9,64 miliar. Jumlah anggaran ini selain untuk JPS juga hibah/basos warga yang terdampak risiko sosial, hibah/bansos fasilitas kesehatan swasta. Sementara Hibah untuk instansi vertikal Rp1,75 miliar dan Sekretariat Gugus Tugas Covid-19 Rp2,34 miliar. Adapun alokasi JPS sebanyak 32 ribu KK dengan rata-rata 22 KK per RT.

    Kepala Dinsos Kota Cilegon, Ahmad Jubaedi, menyatakan bahwa dalam waktu dekat ini akan menyalurkan bantuan sosial (Bansos) bagi warga yang terdampak Covid-19 di kota baja tersebut.

    “Kami akan melakukan evaluasi dan verifikasi ulang dengan melalui musyawarah kelurahan khusus di delapan kecamatan di Kota Cilegon,” kata Jubaedi.

    Menurutnya, warga terdampak Covid-19 yang tercatat saat ini sebanyak 32 ribu kepala keluarga (KK). Data tersebut, merupakan hasil pemadanan Dinsos Kota Cilegon atas data bakal calon penerima Bansos Covid-19 yang diterima dari Ketua RT/RW, kelurahan, sampai kecamatan.

    “Masyarakat yang terdampak wabah Covid-19 akan menerima Bansos Covid-19 APBN, APBD Pemprov Banten, serta APBD Pemkot Cilegon,” jelasnya.

    Ia juga mengatakan, data terbaru tersebut akan di uji publik kan kembali bersama jajaran pemangku kepentingan di kelurahan dan kecamatan. Uji publik guna memastikan dana Bansos tepat sasaran kepada warga yang benar-benar terdampak Covid-19.

    “Nanti supaya usulan dari para RT/RW ini, benar-benar usulan yang sesuai dengan kriteria calon penerima Bansos Covid-19,” terangnya.

    Ia juga mengungkapkan, warga terdampak covid-19 akan mendapatkan kuota Bansos Covid-19 dari APBN sebanyak 15.600 KK, serta kuota dari APBD Pemprov Banten sebanyak 20.000 KK. Bansos Covid-19 yang bersumber dari APBN, warga akan menerima uang tunai sebesar Rp600.000 perbulan, selama 3 bulan. Sama halnya dengan Bansos Covid-19 yang bersumber dari APBD Pemprov Banten Rp600.000 perbulan, selama 3 bulan.

    “Saat ini kami masih menunggu hasil usulan dari 15.600 itu, kira-kira berapa data yang disetujui Kementerian sosial, yang bersumber dari APBN. Karena Bansos Covid-19 yang bersumber dari APBD Cilegon, warga menerima Rp600 ribu hanya selama 2 bulan,” jelasnya.

    Pemerintah kabupaten Serang menganggarkan JPS untuk lebih dari 56 ribu warga yang terdampak Covid-19. Sejauh ini, Pemkab Serang telah mengumpulkan sebanyak Rp125 miliar untuk penanganan Covid-19. Jika dirata-rata, Pemkab Serang menganggarkan untuk 11 KK per RT.

    Pemkab Serang mencatat sebanyak 162.135 KK di seluruh desa se Kabupaten Serang, menerima bantuan JPS dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang masih mewabah di seluruh wilayah Indonesia.

    Namun yang akan disalurkan langsung oleh Pemkab Serang sebanyak 63.930 KK, yang berasal dari APBD murni, Bankeu Provinsi dan bantuan melalui DPRD, jika dirata-rata, maka terdapat 12 kk per RT yang mendapatkan JPS.

    “Total 162.135 paket bantuan yang akan didistribusikan ke masing-masing KK yang terdaftar. Satu paketnya bisa dimanfaatkan untuk satu keluarga,” ujar Asda III Pemkab Serang, Ida Nuraida di Pendopo Kabupaten Serang, Selasa (5/5).

    Diketahui, dari jumlah penerima tersebut dibagi menjadi empat kategori bantuan. Diantaranya adalah Bantuan langsung Tunai (BLT) Dinsos Provinsi Banten sebanyak 56.100 KK, bantuan sembako Provinsi Banten dan APBD Kabupaten Serang dialokasikan untuk 27.730 KK, bantuan sembako dari APBD murni Kabupaten Serang sebanyak 16.200 KK, dan bantuan sembako dari APBD Kabupaten Serang melalui DPRD Kabupaten Serang sebanyak 20.000 KK.

    Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah mengungkapkan bahwa JPS masih tahap distribusi. Sedang berjalan dan belum bisa distribusi sekaligus.

    “Beberapa JPS dari pusat, yaitu program keluarga harapan (PKH), bantuan pangan non tunai (BPNT) sedang proses. Bantuan yang belum turun yaitu dari Kementerian, data sudah masuk, mungkin mengevaluasi semua data se-Indonesia,” ungkapnya, usai mengikuti kegiatan di pasar Baros, Kabupaten Serang.

    Menurutnya, JPS yang bersumber dari Kementerian dengan rekapan terbaru ini, rencananya akan diberikan secara tunai melalui perbankan. Kemudian saat ini pihaknya masih menunggu dari bantuan dari Pemprov.

    “Kalau pendistribusian bantuan dari Kabupaten, kita bertahap sudah turun melalui Camat dan kepala Desa (Kades), dan berbentuk sembako,” tuturnya.

    Lebih lanjut ia menyampaikan, pendistribusian bantuan dari Kabupaten Serang diserahkan kepada Kades secara teknis. Kades yang bisa menentukan mana masyarakat yang paling butuh, dan didahulukan.(MG-02/LUK/DHE/DZH/MUF/PBN)

  • Bantuan Pandemi Tak Merata, Ada Pula yang Tak Layak Konsumsi

    Bantuan Pandemi Tak Merata, Ada Pula yang Tak Layak Konsumsi

    SERANG, BANPOS – Pendistribusian bantuan untuk masyarakat Banten yang terdampak pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) terpantau karut-marut. Selain banyak warga yang tidak mendapatkan bantuan yang disalurkan dalam bentuk sembako, ada juga temuan bantuan yang tidak layak dikonsumsi.

    Di Kota Serang, penyaluran Jaring Pengaman Sosial (JPS) tahap pertama telah selesai. Sebanyak 50 ribu KK yang tersebar di seluruh kecamatan mendapat bantuan yang diberikan oleh Pemkot Serang tersebut.

    Namun pembagian JPS itu disebut karut marut. Sebab, banyak warga di berbagai tempat yang mengaku tidak mendapatkan bantuan. Padahal, mereka merasa berhak untuk mendapatkan bantuan itu.

    Seperti yang disampaikan oleh salah satu warga Kelurahan Tinggar yang tidak mau disebutkan namanya. Ia mengatakan bahwa ada 66 KK yang tidak mendapatkan JPS, sedangkan mereka dinilai membutuhkan.

    “Di sini kondisinya mereka banyak yang lansia dan janda tua. Tapi malah nggak dapat bantuan sama sekali. Aneh makanya,” ujarnya.

    Di sisi lain, warga Kelurahan Cipocok Jaya, Hanafi, mengaku memang tidak mendapatkan bantuan JPS meskipun merasa membutuhkan. Kendati demikian, ia mengatakan dirinya ikhlas. Karena ia berfikiran masih ada orang yang lebih membutuhkan dibandingkan dirinya.

    “Gak apa-apa, insyaAllah masih bisa makan. Mungkin ada orang lain yang lebih membutuhkan dibandingkan saya dan keluarga. Tapi yah saya minta, pendataan ini harus benar-benar. Jangan sampai justru yang mampu malah dapat,” terangnya.

    Terpisah, Lurah Tinggar, Ahmad Bajuri, mengatakan bahwa memang dalam kondisi saat ini, setiap orang menginginkan agar mendapat bantuan. Namun, pihaknya hanya bisa mengajukan saja.

    “Terkait yang tidak mandapat bantuan, semuanya juga ingin mendapat bantuan. Tapi kami di kelurahan hanya sebatas mengajukan kepada Dinsos. Jadi yang menentukan jumlah kuotanya dari Dinsos sendiri,” katanya saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Selasa (5/5).

    Ia pun mengakui bahwa tidak mungkin seluruh masyarakat bisa mendapatkan bantuan. Sebab, kekuatan APBD Kota Serang pun ada batasnya.

    “Pemerintah Kota Serang juga tidak mungkin memberi bantuan kepada seluruh masyarakat Kota Serang. Karena keterbatasan APBD, yang tidak mungkin mencukupi seluruh warga,” terangnya.

    Sementara itu, karut marutnya pendataan JPS disebut oleh Ketua Gerakan Pemuda Kota Serang, Ahmad Fauzan, bukan hanya kesalahan dari Pemkot Serang Semata. Namun juga kelalaian DPRD selaku lembaga pengawas dalam menjalankan tugasnya.

    “DPRD kemana aja? Masa membiarkan Pemkot Serang melakukan pendataan tanpa pengawasan? Harusnya DPRD pelototin terus mulai dari proses pendataan, sampai ke penyalurannya,” kata Fauzan.

    Ia pun merasa aneh dengan apa yang dilakukan oleh beberapa anggota DPRD Kota Serang. Seharusnya mereka fokus mengawasi jalannya pendataan serta penyaluran, namun justru sibuk melakukan kegiatan masing-masing.

    “Sebenarnya bagus kalau memang setiap individu dewan mau membantu masyarakat, jadi semakin terbantu masyarakat yang sedang susah saat ini. Tapi yah jangan sampai lupa, di saat seperti ini tugas utama mereka adalah pengawasan,” tandasnya.

    Terpisah, Bantuan Pangan Sembako (BPS) yang diberikan Pemkab Lebak dan didistribusikan melalui supplier di wilayah itu, menjadi sorotan dan kritik pedas dari berbagai pihak. Selain harga barang melebihi dari harga eceran tertinggi (HET), sejumlah barang bantuan bagi para Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tidak sedikit ditemukan kondisinya diduga tidak layak konsumsi.

    Diungkapkan Anggota DPRD Kabupaten Lebak Fraksi Golkar Saleh, Selasa (5/5) kepada wartawan. Menurut Saleh, tidak sedikit ia menerima laporan dan menemukan harga barang bantuan pangan sembako yang dikirim sejumlah supplier ke agen/e-warong yang diterima keluarga penerima manfaat (KPM) melebihi harga eceran tertinggi sesuai peraturan yang berlaku di Kabupaten Lebak.

    Tidak hanya soal harga yang dinilai mahal kata Saleh, sejumlah barang bantuan berupa telur, daging ayam dan sayuran diduga kondisinya sudah tidak layak konsumsi alias kualitas buruk.

    “Kita rasa DPRD Lebak sudah cukup mengingatkan dan meminta supplier untuk memperbaiki kualitas barang dan harga, tapi ternyata masih saja terjadi dan ditemukan persoalan di lapangan,” kata Saleh.

    “Ini membuktikan bahwa perbaikan itu belum riil dilakukan. Persoalan itu ternyata masih kita temukan di lapangan dan soal itu dipastikan diketahui oleh TKSK,” tandasnya

    Senada disampaikan Wakil Ketua Fraksi PPP DPRD Lebak, Musa Weliansyah. Ia menilai persoalan bantuan pangan sembako di Kabupaten Lebak ini seperti tidak akan ada habisnya selama tidak ada niat dari para supplier, dan agen/e-warung untuk memperbaiki baik soal harga maupun kualitas barang.

    “Kita sudah cukup mengingatkan, untuk meminimalisir persoalan yang terjadi dibutuhkan niat dari semua pihak yang terlibat. Kalau niat itu tidak ada maka selamanya akan terjadi seperti ini,” katanya.

    Musa mengingatkan, bahwa ada pakta integritas yang telah ditandatangani para agen/e-warong yang bisa menjerat bila agen/e-warong tidak mengindahkan apa yang telah disepakatinya.

    “Kalau ternyata agen/e-warong tidak berani menolak barang yang dikirim supplier tidak layak, maka itu sama saja. Ingat ada pakta integritas,” tegasnya.(CR-01/DZH/PBN/ENK)

  • Menanti JPS yang Tak Kunjung Hadir

    Menanti JPS yang Tak Kunjung Hadir

    SERANG, BANPOS – Masalah pendataan masyarakat terdampak pandemi Covid-19 menjadi kendala utama yang dirasa bagi pemerintah kabupaten/ kota untuk menyalurkan Jaring Pengaman Sosial (JPS) kepada warga. Birokrasi membuat JPS tak kunjung terealisasi, sementara rakyat sudah menjerit karena himpitan ekonomi yang mereka rasakan akibat pandemi.

    Walaupun hampir sebagian besar pemerintah daerah sudah melakukan refocussing anggaran untuk penanganan Covid-19 hingga 3 kali. Namun kenyataannya, JPS tersebut belum juga hadir dan menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat yang saat ini sudah terkena dampak dari kebijakan-kebijakan pencegahan penyebaran wabah Covid-19 tersebut.

    Selain Tangerang Raya, dari lima kabupaten/ kota di Provinsi Banten yang sudah menyalurkan JPS terhitung baru Kota Serang.

    Permasalahan belum disalurkannya JPS dengan alasan pendataan diakui oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang. Pemkab Serang sendiri menargetkan 56ribu warga terdampak Covid-19 yang akan menerima manfaat JPS.

    Menurut Asisten Daerah (Asda) III Kabupaten Serang, Ida Nuraida, banyak kendala baik dalam penetapan anggaran penanganan Covid-19 maupun proses pendataan penerima manfaat. Sebab, untuk anggaran sendiri ada beberapa tahapan mulai dari APBN kemudian APBD Provinsi dan dari APBD Kabupaten.

    “Yang pertama, untuk data, kita sudah memiliki data dasar yang terverifikasi. Dalam data tersebut sebanyak 56 ribu warga terdampak Covid-19. Nah, data masyarakat terdampak ini diluar dari keluarga miskin yang sudah mendapatkan bantuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat,” jelasnya.

    Ia mengaku belum mengetahui secara rinci perkembangan data tersebut. Apakah naik ke angka 70ribu, hanya yang jelas kata Ida, dari data dasar itu sudah pasti ada penambahan.

    “Kesulitannya, kita kan verifikasi harus ada NIK nya, nah ada warga Kabupaten Serang yang baru kembali, menjadi perantau di Jakarta Bodetabek, kadang-kadang KTP nya sudah berubah. Kalau KTP dan NIK Kabupaten Serang, insyaallah pasti dapat. Kalau yang saat diverifikasi namun sudah berubah, ini yang menyebabkan kami belum mengetahui berapa jumlah total penerima JPS,” paparnya.

    Ida melanjutkan, disinilah peran RT, RW dan Desa sangat diperlukan untuk ikut membantu Dinsos memverifikasi. Saat ini mereka sedang bekerja keras untuk memvalidasi data agar tidak menerima bantuan secara tumpang tindih.

    “Jangan sampai ada yang terlewat atau mendapatkan bantuan lebih dari satu. Penyalurannya bulan ini, dan sudah berlangsung sepertinya. Jadi ada bantuan-bantuan juga seperti dari BAZNAS dan beberapa pihak lainnya. Ada juga yang cadangan pangan pada badan ketapang, sudah mulai dipersiapkan disalurkan. Bantuan lainnya yang dari beberapa instansi, diakumulasikan semuanya diatur oleh gugus tugas, semua tercatat dan didistribusikan sesuai aturan,” jelasnya.

    Sementara itu, Dinas Sosial Kabupaten Pandeglang menyatakan, jumlah penerima bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) masih dalam proses pendataan, sehingga proses penyaluran masih belum dapat dilakukan.

    Hal ini dikatakan oleh Kepala Dinas Sosial Kabupaten Pandeglang, Nuriah. Ia mengatakan, proses verifikasi dan validasi data yang dilakukan hasil pendataan berjenjang, melibatkan RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan.

    “Untuk APBD Kabupaten Pandeglang, sampai hari ini masih menunggu asistensi bantuan keuangan dari Provinsi, adapun jumlah penerima sendiri masih kita proses dan itupun banyak yang dikembalikan karena datanya belum lengkap dan salah pengetikan,” katanya kepada BANPOS.

    Nuriah juga menjelaskan jika data penerima sudah selesai dan bantuan dari Provinsi sudah turun, maka pihaknya akan segera menyalurkan bantuan tersebut.

    “Kami masih menunggu bantuan keuangan dari Provinsi dan apabila sudah beres, akan kami salurkan secepatnya. Proses pencairan bantuan sendiri dilakukan melalui rekening, itupun kalau semua penerima sudah selesai membuat rekeningnya,” jelasnya.

    Hal yang sama dirasakan oleh Pemerintah Kabupaten Lebak, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Lebak, Eka Darmana Putra mengatakan, dalam melakukan penetapan pendataan, pihaknya banyak menemukan kendala.

    “Banyak (kendala, red), salah satunya invalid. Sebab Nomor Induk Kependudukannya (NIK) tidak aktif (offline,red), salah penulisan nama, yang dimasukan pihak desa dobel dengan yang sudah ada di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), NIK kurang digit bahkan ada yang tidak ada sama sekali, tidak ada nomor KK, atau alamat tidak jelas. Makanya divalidasi kembali oleh Kemensos,” katanya.

    Sedangkan syarat untuk penerima JPS, pihaknya mengacu pada kriteria yang ada pada Surat Edaran (SE) Bupati Lebak yang terdampak Covid-19.

    “Melihat dari kriteria SE Bupati, yang intinya adalah keluarga terdampak Covid-19 seperti Orang Dalam Pantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), pekerja formal dan non formal yang terkena PHK, pedagang kecil yang tidak berdagang lagi, nelayan yang tidak melaut, buruh tani/pabrik/ PRT yang dirumahkan,” terangnya.

    Saat ditanya kapan penyaluran akan dilakukan, Eka mengaku pihaknya masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat, karena saat ini baru selesai submit data. “Kita masih menunggu keputusan pemerintah pusat, yang jelas hari ini baru beres submit data dan mudah-mudahan tidak lama lagi tahap 2 bisa cair setelah minggu kemarin cair tahap 1 ke rekening masing-masing tapi baru sekitar 5.717 KK,” ungkapnya.

    Hal berbeda disampaikan oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Lebak, Budi Santoso. Menurutnya, dalam melakukan refocusing anggaran untuk penangan Covid-19, dalam penetapan anggaran dan penetapan data pihaknya tidak menemui kendala.

    “Kalau terkait penetapan anggaran relatif tidak ada masalah, kalau terkait data bisa langsung dikonfirmasi kepada dinas terkait. Dalam penggeseran anggaran, semua OPD mengalami penggeseran,” ungkapnya.

    Terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Lebak, Dindin Nurohmat mengatakan, dalam menentukan anggaran untuk penanganan Covid-19 di Kabupaten Lebak, pihaknya belum menerima laporan adanya kendala yang ditemukan.

    “Karena penetapannya sudah selesai, sejauh ini kita belum menerima laporan kendala yang dihadapi. Tapi yang jelas DPRD disisi lain pemerintahan daerah, di eksekutif kita juga menganggarkan dan sama kita juga tidak ada kendala,” katanya.

    Disisi lain, Pemkot Cilegon yang telah menyiapkan anggaran untuk membantu masyarakat rawan miskin baru yang penghasilannya terdampak pandemi virus corona (COVID-19). Namun faktanya data dilapangan masih tumpang tindih.

    Masyarakat rawan miskin baru tersebut hingga saat ini masih didata oleh Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Perhubungan (Dishub) dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Cilegon.

    Rencananya warga yang terdata sebagai golongan masyarakat rawan miskin baru akan mendapatkan bantuan ekonomi yang bersumber dari APBD Kota Cilegon, Provinsi Banten maupun pemerintah pusat. Untuk yang bersumber dari APBD Kota Cilegon, ditargetkan mencapai 32ribu KK.

    Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cilegon Sari Suryati meminta kepada dinas – dinas terkait agar segera menyelesaikan juklak dan juknisnya agar penyaluran bantuan sosial (Bansos) segera disalurkan kepada masyarakat.

    “Terkait percepatan penanganan Covid, teman-teman (dinas terkait) yang sudah punya kewajiban menyusun agenda kegiatan harus segera membuat juklak juknis kapan target bisa selesai, juknisnya kapan, kapan calon penerimanya bisa di SK (Surat Keputusan) kan penetapan walikota dan kapan kita mendiskusikan kepada masyarakat,” kata Sari.

    Sari juga meminta agar kepada dinas terkait agar segera menyelesaikan verifikasi data masyarakat yang berhak menerima batuan sosial (Bansos) tersebut.

    “Masyarakat kan sudah cukup lama menunggu, yang aga alot itu memverifikasi data supaya tidak over maping antara Dinas Sosial, Dishub, Disperindag dan sebagainya. Nanti harus satu SK kan calon penerima. Semua non tunai. Semua sudah kita sampaikan harus melalui pola perbankan uangnya. Non tunai tidak ada bersentuhan antara petugas kita dengan si uang. Semua ada uangnya tetapi non tunai. Tetapi sembako pengadaanya Dinas Sosial. Itu yang sedang dibicarakan,” terang Sari.

    Kemudian kata Sari, pihaknya juga sedang mengkaji bentuk bantuan yang lainnya.

    “Misalkan petani atau nelayan apa cukup diberikan uang saja, apa beras saja atau memang ada beras, ada pangannya ada uangnya itu teman-teman (dinas terkait) harus dianalisa yang tajam. Target bisa dua hari selesai karena kita menyampaikan ke Kemendagri tiga hari harus selesai. Temen-teman juga harus bisa menindaklanjuti seperti itu,” tuturnya.

    Ia mengingatkan, agar penerima bantuan dari tiga dinas tersebut, tidak tumpang tindih. Ia meminta ketiga dinas mengkaji ulang tentang objek bantuan yang akan disalurkan.

    “Data harus betul-betul lengkap, supaya tidak overlap. Kemudian, apakah bantuan cukup hanya berbentuk uang atau sekalian sembako. Kami minta itu dikaji juga,” ucapnya.

    “Contoh gini masyarakat yang dari APBD ada yang hanya menerima program keluarga harapan ada juga masyarakat yang menerima bantuan pangan non tunai. Tapi ada juga yang menerima dua-duanya berarti itukan dibolehkan. Saya minta kepada teman-teman dianalisa apakah nelayan diberikan beras aja cukup tidak, apakah harus uang juga mungkin itu ada yang bentrok tapi di anlisa juga, kalau sudah dapat di APBD jangan juga di APBN dapat, kasian yang belum dapat,” tegasnya.

    Kepala Dinsos Kota Cilegon, Ahmad Jubaedi dalam waktu dekat ini akan menyalurkan bantuan sosial (Bansos) bagi warga yang terdampak Covid-19 di kota baja tersebut.

    “Kami akan melakukan evaluasi dan verifikasi ulang dengan melalui musyawarah kelurahan khusus di 8 kecamatan di Kota Cilegon,” kata Jubaedi.

    Menurutnya, warga terdampak Covid-19 yang tercatat saat ini sebanyak 32 ribu kepala keluarga (KK). Data tersebut, merupakan hasil pemadanan Dinsos Kota Cilegon atas data bakal calon penerima Bansos Covid-19 yang diterima dari Ketua RT/RW, kelurahan, sampai kecamatan.

    “Masyarakat yang terdampak wabah Covid-19 akan menerima Bansos Covid-19 APBN, APBD Pemprov Banten, serta APBD Pemkot Cilegon,” jelasnya.

    Ia juga mengatakan, data terbaru tersebut akan di uji publik kan kembali bersama jajaran stakeholder di kelurahan dan kecamatan. Uji publik guna memastikan dana Bansos tepat sasaran kepada warga yang benar-benar terdampak Covid-19.

    “Nanti supaya usulan dari para RT/RW ini, benar-benar usulan yang sesuai dengan kriteria calon penerima Bansos Covid-19,” terangnya.

    Ia juga mengungkapkan, warga terdampak covid-19 akan mendapatkan kuota Bansos Covid-19 dari APBN sebanyak 15.600 KK, serta kuota dari APBD Pemprov Banten sebanyak 20.000 KK. Bansos Covid-19 yang bersumber dari APBN, warga akan menerima uang tunai sebesar Rp 600.000 perbulan, selama 3 bulan. Sama halnya dengan Bansos Covid-19 yang bersumber dari APBD Pemprov Banten Rp 600.000 perbulan, selama 3 bulan.

    “Saat ini kami masih menunggu hasil usulan dari 15.600 itu, kira-kira berapa data yang disetujui Kementerian sosial, yang bersumber dari APBN. Karena Bansos Covid-19 yang bersumber dari APBD Cilegon, warga menerima Rp600 ribu hanya selama 2 bulan,” katanya.

    Sementara itu, Pemerintah Kota Serang sudah mulai melakukan penyaluran JPS sejak Sabtu (2/5). Walikota Serang, Syafrudin dan Wakil Walikota Serang, Subadri Usuludin, terlihat kompak melakukan penyerahan secara simbolik di 4 kecamatan.

    Pemkot Serang menganggarkan JPS untuk warga terdampak Covid-19 sebanyak 50 ribu KK. JPS tersebut akan disalurkan selama tiga bulan sejak Mei hingga Juli nanti. Setiap bulannya, satu KK akan mendapatkan paket sembako senilai Rp200 ribu rupiah.

    Berdasarkan data yang didapatkan BANPOS, total anggaran untuk memenuhi kebutuhan JPS di Kota Serang mencapai Rp30 miliar. Anggaran tersebut bersumber dari bantuan keuangan (Bankeu) Pemprov Banten yang sebelumnya sempat ditolak oleh Pemkot Serang untuk digunakan sebagai anggaran penanganan Covid-19.

    Kepala Dinsos Kota Serang, Moch. Poppy Nopriadi, mengatakan bahwa pihaknya memang sempat terkendala dalam melakukan pendataan penerima JPS. Hal ini dikarenakan pihaknya tidak mau tergesa-gesa dalam melakukan pendataan, harus benar-benar valid dan tepat sasaran.

    “Jadi kenapa lama proses pembagiannya, karena kami ingin memverifikasi datanya supaya tepat sasaran. Tidak tumpang tindih dengan bantuan lainnya, kami harap tepat sasaran lah. Meskipun pasti ada human error sedikit, kami pastikan data ini sesuai,” ujarnya saat melakukan penyaluran JPS tahap pertama di Kecamatan Curug.

    Menurutnya, tidak ada kendala dalam penetapan anggaran. Bahkan, ia mengatakan bahwa penambahan anggaran tidak ragu dilakukan oleh Pemkot Serang agar dapat mencakup lebih banyak masyarakat terdampak Covid-19.

    Sebab sebelumnya, Pemkot Serang hanya menganggarkan bantuan untuk 25 ribu KK, lalu ditambah menjadi 35 ribu KK, dan kembali ditambah menjadi 50 ribu KK.

    “Karena memang dari hasil pendataan, ternyata masyarakat yang terdampak itu membeludak. Kami tertolong oleh bantuan yang akan diberikan oleh Pemprov Banten dan Pemerintah Pusat,” jelasnya.

    Mengenai syarat penerima bantuan JPS, Poppy menerangkan bahwa syarat tersebut sederhana. Pertama, sudah pasti masyarakat tersebut bukan penerima bantuan seperti PKH, Jamsosratu maupun BPNT.

    “Kedua, harus dipastikan masyarakat itu memang benar-benar tidak mampu. Ketiga, tentu mereka benar-benar terdampak Covid-19. Contohnya, masyarakat yang di-PHK oleh perusahaannya, pedagang cilok yang biasa jualan di sekolah dan lain sebagainya,” terang Poppy.

    Sementara itu, untuk tahapan pemberian JPS telah dilaksanakan oleh Pemkot Serang sejak Sabtu (2/5) yang lalu. Penyaluran tersebut akan dilakukan selama tiga hari. Penyaluran pertama dilakukan di Kecamatan Curug dan Walantaka. Selanjutnya yakni Cipocok Jaya dan Taktakan dan terakhir pada Senin hari ini yaitu pada Serang dan Kasemen.

    “Untuk rincian penerima bantuannya di setiap kecamatan yakni Kecamatan Curug 6.564 KK, Cipocok Jaya 5.459 KK, Kasemen 19.724 KK, Serang 12.198 KK, Taktakan 4.020 KK dan Walantaka 5.035 KK,” terangnya.(MG-02/LUK/DHE/DZH/MUF/PBN)

  • Padat Karya atau Padat Modal?

    Padat Karya atau Padat Modal?

    SERANG, BANPOS – Tingginya angka pengangguran terbuka di Banten karena minimnya lowongan pekerjaan yang tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja yang ada, dianggap salah satu dampak dari capaian realisasi investasi.

    Sebab itu, revisi RTRW dengan melandaskan pentingnya mengundang investor sebanyak-banyaknya ke Banten, diklaim sebagai salah satu hal yang realistis dan menjadi solusi mengurangi angka pengangguran.
    Salah satu yang dipermasalahkan dalam investasi adalah, investor yang masuk ke Banten cenderung padat modal, bukan padat karya. Sehingga, hal ini belum berjalan seiring antara tingkat investasi dengan penyerapan tenaga kerja.

    Kepala DPMPTSP Kota Serang, Mujimi, menuturkan bahwa revisi RTRW Kota Serang, yang saat ini sedang digodok oleh Kementrian ATR belum mengarah pada pembangunan usaha padat karya. Sebab, revisi ini masih berkutat pada nilai investasi dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

    “Kalau kami yah saat ini lebih fokus pada penerimaan investasi dari izin IMB. Pada RTRW terdahulu itu banyak pemetaan yang sering tidak sesuai dengan peruntukan pembangunan, makanya saat ini diperjelas. Investor sudah banyak yang punya lahan, karena RTRW lama tidak mengizinkan, maka masih belum terbit IMB,” ujarnya kepada BANPOS.

    Selain itu, ia juga mengatakan bahwa revisi RTRW ini memang sudah lama ditunggu, baik oleh pemerintah maupun oleh para pengusaha. Sebab pada saat ini, target investasi Kota Serang sangatlah besar, meskipun dari sektor IMB.

    “Sebetulnya memang ini sudah lama menunggu perubahan RTRW. Karena sekarang itu kita lebih mengarah pada nilai investasi yang besar. Dan ini sesuai dengan instruksi dari pak Presiden,” terangnya.

    Sementara itu, poin perubahan atas revisi RTRW Kota Cilegon, antara lain, adanya kawasan pengelolaan limbah B3, kawasan industri padat modal dan kawasan industri padat karya, kawasan pendidikan dan kawasan peribadatan, serta kawasan ruang terbuka hijau (RTH).

    Wilayah perubahan itu diantaranya, Pulomerak termasuk kawasan industri berat yakni pertambangan dan energi, Purwakarta menjadi kawasan industri kecil atau padat karya, sedangkan Masjid Agung Cilegon dan Islamic Centre yang masuk ke dalam kawasan peribadatan akan diperluas untuk kepentingan ibadah haji.

    Walikota Cilegon, Edi Ariadi menegaskan, kendati secara garis besar enam kecamatan menjadi area industri, tetapi tidak seluruhnya luas wilayah setiap kecamatan untuk industri. Pemerintah tetap menyiapkan porsi untuk permukiman, ruang terbuka hijau, serta kepentingan masyarakat lainnya.

    Selain itu, menurutnya, pemerintah pun akan membagi jenis industri di setiap kecamatan. “Di Cibeber itu untuk padat karya, industri kecil,” tuturnya.

    Diketahui, empat kecamatan yang masuk zona industri sesuai RTRW 2011 antara lain Kecamatan Ciwandan, Citangkil, Grogol, dan Pulomerak. Ke depan industri pun bisa berdiri di Kecamatan Purwakarta dan Cibeber. Artinya, dari delapan kecamatan, hanya Kecamatan Cilegon dan Jombang yang masih ‘diharamkan’ bagi industri.

    Ketua DPRD Kota Cilegon Endang Efendi mengatakan, bertambahnya kawasan industri tidak lepas dari kebijakan pemerintah pusat. Endang mencontohkan perubahan di Kecamatan Pulomerak terjadi karena pemerintah melakukan pembangunan skala nasional pembangkit listrik. “Maka harus berubah juga, ada beberapa yang memang kita mengikuti skala nasional karena kebetulan di Cilegon perusahaan yang ada skala nasional,” kata Endang.

    Menurut Endang, selama pembahasan draf raperda, DPRD Kota Cilegon telah memastikan jika enam kecamatan yang telah ditetapkan sebagai area industri akan kembali diatur secara detail dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

    Dalam RDTR akan diatur jenis industri seperti apa saja yang bisa ditempatkan di masing-masing kecamatan. “Setiap kecamatan yang dikatakan zona industri, tidak semuanya untuk industri, sudah dimaping, kaya di Merak industri nya di sepanjang garis pantai saja, selebihnya permukiman dan hutan,” tuturnya.

    Untuk evaluasi dari RTRW Kabupaten Serang terhadap investasi, disebutkan bahwa perlunya ada penyesuaian terhadap peta RTRW. Dimana adanya alih fungsi lahan baik dari pertanian ke perumahan, atau dari perumahan ke industri.

    “Di peninjauan kembali, hasilnya begitu. Harus dilakukan penyesuaian,” ujarnya.

    Berkaitan dengan Pemda memastikan investor akan hadir dengan investasi padat karya, pihaknya mengaku telah memberikan izin kepada salah satu perusahaan cabang yang dimana produksinya adalah padat karya.

    Sekalipun begitu, terdapat hal-hal yang menjadi catatan dari para investor terhadap perubahan RT-RW, namun hal itu sudah dapat diantisipasi oleh Pemda.

    “Berbicara memastikan investor datang ke Kabupaten Serang, itu pasti. Sedangkan perubahan RT-RW ini akan mendukung, mempermudah dan memberikan peluang lebih besar kepada investasi untuk masuk ke Kabupaten Serang,” tegasnya.

    Ia mengungkapkan bahwa setiap tahunnya, ia telah mencapai dan terus mengalami peningkatan investor yang masuk ke Kabupaten Serang lebih dari 30 persen.

    “Intinya, perubahan RTRW ini pasti berpihak dan mendukung investasi di Kabupaten Serang,” jelasnya.

    Untuk di Pandeglang, investor diharapkan merupakan usaha padat karya, selain itu juga, akan ada aturan yang tidak mengikat tentang penerimaan tenaga kerja dari penduduk lokal di sekitar tempat usaha.

    “Otomatis jika ada investasi. Maka akan menyerap tenaga kerja, dan salah satu persyaratan yang dikeluarkan oleh Pemkab Pandeglang antara lain, komposisi minimal 60 persen tenaga kerja lokal,” jelas Bupati Pandeglang, Irna Narulita.

    Irna menyatakan, revisi RTRW Pandeglang juga ditunjang dengan adanya proyek strategis nasional.
    Agar dapat berjalan beriringan, pemkab sampai saat ini terus melakukan pendampingan kepada pelaku usaha mikro dan kecil.

    “Misal dalam hal packaging dengan didirikannya rumah kemasan, serta melakukan pendampingan dan pelatihan peningkatan kualitas produk dan lain lain,” tandasnya.(MUF/DHE/DZH/LUK/PBN)

  • Revisi RTRW Kepentingan Siapa?

    Revisi RTRW Kepentingan Siapa?

    SERANG, BANPOS – Isu tentang sulitnya berinvestasi di Indonesia, khususnya di Banten, hangat diperbincangkan. Dinyatakan oleh beberapa pejabat publik, permasalahan sulitnya untuk investor masuk, salah satunya disebabkan oleh tidak ramahnya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dimiliki masing-masing kabupaten dan kota di Banten.

    Perubahan RTRW kabupaten/ kota di Banten terlihat cukup ‘ekstrim.’ Seperti Revisi RTRW Cilegon, dimana saat ini, enam dari delapan kecamatan sudah dijadikan kawasan industri. Begitupun dengan perubahan RTRW Pandeglang, karpet merah bagi industri menengah sudah ada di seluruh kecamatan, dan untuk industri besar diberikan lokasi di lima kecamatan.

    Alasan RTRW yang tidak ramah investor sehingga menyebabkan munculnya revisi RTRW diakui oleh Bupati Pandeglang, Irna Narulita.

    “Karena RTRW versi lama mempersempit ruang gerak investor untuk berusaha. Secara otomatis, jika iklim investasi suatu daerah tidak tumbuh maka akan berdampak terhadap PAD, terutama dari penerimaan pajak dan retribusi,” jelas Irna kepada BANPOS.

    Untuk memberikan kemudahan terhadap investor tersebut, fokus utama dalam revisi RTRW adalah adanya perubahan untuk peruntukan lahan. Sehingga, RTRW Pandeglang yang awalnya berorientasi terhadap agraria, diharapkan dapat menunjang juga untuk kehadiran industri skala besar.

    “Peruntukan lahan dan zonasi pada RTRW yang baru lebih bersahabat dengan iklim investasi,” ungkapnya.

    Menurut Irna, revisi RTRW ini juga sudah memasukkan partisipasi dari masyarakat. Selain itu, revisi RTRW juga tidak sertamerta merusak kelestarian lingkungan, karena pada aspek teknis, investasi yang dikembangkan harus ramah lingkungan.

    “Tentu saja, tokoh masyarakat dilibatkan dalam penyusunan RTRW tersebut, apalagi Pandeglang juga kaya dengan kearifan lokal, penyusunan revisi RTRW juga memperkecil benturan antara investor dengan masyarakat,” klaimnya.

    Berbeda dengan Pandeglang yang merubah orientasi. Kota Cilegon malah semakin mengukuhkan dirinya sebagai Kota Industri dengan adanya perubahan besar-besaran untuk porsi industri, khususnya industri kimia di Kota Cilegon. Diklaim, akibat adanya Proyek Strategis Nasional (PSN), sehingga terjadi perubahan RTRW mencapai 45 persen dari yang lama.

    “PSN Indonesia Power contohnya, tadinya 15 sampai 20 hektare, tapi disposal hampir 120 hektare. Ada perubahan lebih dari 20 persen, dari pada melanggar aturan kita sesuaikan RTRW-nya,” ujar Walikota Cilegon Edi Ariadi.

    Selain itu, terdapat juga rencana perluasan sejumlah industri besar yang telah ada saat ini seperti PT Chandra Asri Petrochemical (CAP), PT Asahimas Chemical (ASC), dan PT Indonesia Power.

    Untuk dua kecamatan, yaitu Purwakarta dan Cibeber, penetapan area industri karena pemerintah mempunyai rencana pengembangan di kecamatan tersebut. Di Purwakarta, Pemkot Cilegon mempunyai konsep Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) seiring dengan dibangunnya Jalan Lingkar Utara (JLU) yang melintasi kecamatan tersebut.

    Kata Edi, pemerintah telah mengonsep wilayah di tepi kiri-kanan jalan akan diperuntukkan bagi industri. “Koridornya ada untuk properti, industri padat karya. Nanti koridor JLU enggak asal, kaya JLS (Jalan Lingkar Selatan), ditata, kiri kanannya menjadi apa,” tutur Edi.

    Sedangkan Cibeber, disiapkan untuk menghadapi pengembangan industri di Kabupaten Serang oleh PT Jababeka, sebuah perusahaan pengembangan kawasan industri. “Jababeka itu buat industrinya Serang, pasti kita kena imbas, kita harus punya perkiraan kedepan dong,” ujar Edi.

    Sementara itu, Kepala Bappeda Kota Serang, Nanang Saefudin menyatakan, revisi RTRW di Kota Serang merupakan langkah desentralisasi kegiatan ekonomi di Kota Serang, dengan memetakan wilayah-wilayah yang sesuai dan cocok dengan calon-calon investor.

    “Saat ini memfokuskan pada pembentukan kawasan industri, meskipun dari RTRW yang lama pun sebenarnya ada juga. Hanya ini memperjelas bahwa Kasemen dan Walantaka itu kawasan industri. Kalau dilihat juga dalam RTRW ini akan lebih banyak perumahan karena pertumbuhan penduduk,” terangnya.

    Dengan adanya desentralisasi kegiatan ekonomi tersebut, Nanang berharap terjadi pemerataan pembangunan dan ekonomi di setiap kecamatan, bukan hanya di Kecamatan Serang dan Cipocok Jaya saja.

    “Salah satu penghambat pemerataan ekonomi itu adalah karena fokus kegiatan ekonomi hanya pada dua kecamatan, yakni Cipocok dan Serang. Sementara kecamatan lainnya terkesan stagnan. Maka dari itu, dalam revisi RTRW ini kami akan coba lebih gradual. Sehingga kegiatan-kegiatan ekonomi merata di seluruh kecamatan,” ujarnya.

    Mengenai aspek lingkungan dalam revisi RTRW, Nanang tidak menjawab secara mendetail mengenai teknisnya. Namun menurutnya, dalam revisi ini tetap mempertahankan ruang terbuka hijau (RTH) dan Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan (LP2B).

    Untuk keterlibatan publik dalam penyusunan revisi RTRW, Nanang mengatakan sudah dilakukan sejak jauh hari. Baik akademisi maupun masyarakat umum, ikut dilibatkan dalam penyusunannya.

    “Ini sudah kami lakukan uji publik, bahkan sebelum saya menjabat sebagai kepala Bappeda. Jadi semuanya kami paparkan, semua stakeholder kami libatkan dalam penyusunan RTRW ini,” jelasnya.

    Kepala DPMPTSP Kabupaten Serang, Syamsuddin mengungkapkan bahwa dalam revisi RTRW Kabupaten Serang jelas berpengaruh terhadap investasi. Ada kemungkinan menurun, dan juga peluang untuk meningkat.

    “Ada beberapa daerah yang tadinya zona hijau dan zona merah itu berubah. Contohnya di perbatasan Mancak yang merupakan perkebunan, dengan Cilegon yang tadinya perumahan. Setelah adanya revisi RTRW ini harus menyesuaikan, antara Cilegon dan Serang ini supaya berkesinambungan perubahannya sebagai perkebunan dan disesuaikan,” tuturnya.

    Kata dia, ada yang tadinya industri jadi lahan hijau. Hal itu sudah dikaji sedemikian rupa oleh pemerintah. “Berbicara investor di Kabupaten Serang, bukan soal berapa. Tapi kami melihat target investasi,” ujarnya.(MUF/DHE/DZH/LUK/PBN)