Kategori: INDEPTH

  • Cara Kebut Berpotensi Fraud

    Cara Kebut Berpotensi Fraud

    METODE pengadaan e-purchasing menggunakan portal e-katalog diakui menjadi salah satu metode pengadaan yang tercepat sehingga pengadaan bisa dikebut. Selain sudah menggunakan sistem, transaksi pengadaan melalui e-katalog juga dapat dilakukan tanpa perlu bertatap muka.

    Kendati demikian, pengadaan barang dan jasa melalui e-katalog memiliki sejumlah celah yang dapat menjadi fraud atau kecurangan dalam pelaksanaannya. Sejumlah celah fraud tersebut dapat berpotensi merugikan keuangan negara.
    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) berjudul ‘Pemetaan Potensi Kecurangan dalam Metode E-Purchasing pada Proses Pengadaan Barang/Jasa di Indonesia’, setidaknya terdapat sebanyak 8 potensi fraud yang muncul dalam pelaksanaan e-purchasing.

    Pertama, adanya persekongkolan antara penyedia di e-katalog dengan PP/PPK untuk pengaturan harga. Persekongkolan atau kongkalingkong tersebut terjadi karena adanya komunikasi antara pihak PP/PPK selaku pembuat paket pekerjaan, dengan pihak penyedia. Komunikasi tersebut untuk melakukan pengaturan harga, dengan maksud untuk memperkaya diri atau pihak penyedia.

    Kedua, PP/PPK tidak menggunakan fitur negosiasi harga yang ditawarkan e-katalog. Hal ini akan meningkatkan anggaran belanja, sehingga berpotensi menimbulkan pemborosan terhadap keuangan negara.

    Ketiga, adanya potensi kongkalingkong yang dilakukan oleh PP/PPK kepada pihak penyedia saat proses transaksi, dengan modus ‘biaya klik’ yang merupakan suap kepada PP/PPK. Modus tersebut juga sempat terjadi di Provinsi Banten, dalam kasus pengadaan komputer UNBK tahun 2018 pada Dindikbud Provinsi Banten.

    Sedangkan potensi fraud lainnya yakni tidak dilakukannya pemeriksaan terhadap barang yang dikirimkan oleh penyedia, yang mengakibatkan barang yang diterima dari pengadaan tersebut berpotensi tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati.

    Selanjutnya yakni dilakukannya penambahan ongkos kirim fiktif untuk dijadikan sebagai keuntungan pihak PP/PPK. Ongkos kirim fiktif tersebut seperti halnya biaya klik, dapat dikategorikan sebagai suap untuk PP/PPK.
    Cara lainnya yakni pengaturan ongkos kirim yang juga menjadi potensi kecurangan guna menguntungkan pihak PP/PPK, hingga pada pemilihan harga barang atau jasa yang termahal padahal terdapat harga yang lebih murah dengan spesifikasi yang diinginkan.

    Berdasarkan perbandingan yang dilakukan BANPOS pada dua mekanisme pengadaan barang dan jasa yakni SPSE dan e-katalog, setidaknya terdapat beberapa perbedaan yang mencolok. Pertama, terkait dengan keterbukaan pagu anggaran paket yang dibuat oleh pemerintah. Pada SPSE, pagu anggaran paket kegiatan dapat terlihat, sementara pada e-katalog tidak ditemukan laman yang memperlihatkan pagu anggaran paket kegiatan.

    Kedua, pihak penyedia yang mengerjakan paket kegiatan melalui e-katalog, tidak dapat terlihat oleh publik. Hal ini berbeda dengan SPSE yang memperlihatkan siapa penyedia yang mengerjakan paket kegiatan. Ketiga, alur pengadaan melalui SPSE dilakukan melalui mekanisme Pokja sehingga proses reviu, evaluasi hingga pemilihan penyedia cukup panjang. Sementara untuk e-katalog, PP/PPK memiliki kewenangan penuh untuk memilih penyedia.

    Plt Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa, Soerjo Soebiandono, mengatakan bahwa penggunaan e-katalog justru untuk menghindari potensi-potensi kecurangan. Sebab sistem tersebut berlangsung transparan, setiap transaksi pun tercatat. “Itu juga kan mempermudah proses, sebenarnya seperti itu,” ujarnya.

    Namun, Soerjo mengakui jika potensi kongkalingkong antara PP/PPK dengan pihak penyedia sebetulnya kembali kepada niat dari masing-masing pihak. Pihaknya tidak bisa mengatur sampai ke ranah tersebut, karena pihaknya hanya mempersiapkan wadahnya saja dalam bentuk etalase maupun pendampingan.

    “Itu sudah menjadi urusannya Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH). Tapi kan dengan e-katalog ini, dibuat transparan. Kalaupun mau seperti itu, nanti akan ketahuan. Awas saja itu. Semua kembali kepada niatnya. E-katalog itu kan tidak bisa disembunyikan, semua terekam dengan jelas,” jelasnya.

    Ia pun mengakui bahwa untuk pengadaan melalui e-katalog, masyarakat tidak dapat memantau prosesnya. Akan tetapi, proses dari pelaksanaan pengadaannya cepat, hal itulah yang menjadi kelebihan dari pengadaan melalui e-katalog.
    Plt Inspektur Provinsi Banten, Moch Tranggono, mengatakan bahwa meskipun PP/PPK memiliki kewenangan penuh terkait dengan pemilihan pihak penyedia, namun tetap ada aturan yang harus diikuti dalam penentuannya tersebut.

    “Itu semua kan ada prosedurnya. Jadi tidak serta merta bisa memilih A atau B. Nah tapi untuk mengantisipasi tadi, kami sudah meminta kepada mereka untuk melakukan identifikasi resiko. Salah satunya itu fraud,” ujarnya.

    Dari identifikasi tersebut, pihak OPD dapat melakukan antisipasi untuk menghindari terjadinya fraud. Sementara pihaknya, akan melakukan bimbingan kepada OPD untuk memastikan pengendalian pelaksanaan pengadaannya.

    “Meskipun memang untuk kepatuhannya itu kembali lagi kepada Kepala OPD. Nanti kita lihat, kita identifikasi. Ini kan masih dalam proses, cuma sedikit-sedikit sudah kami kerjakan,” ungkapnya.

    Untuk memastikan pelaksanaan penggunaan e-katalog berjalan sesuai dengan ketentuan, pihaknya pun akan menggelar kegiatan penyuluhan dan sosialisasi, agar para PP/PPK tidak terjebak dalam celah fraud yang berpotensi hukum.

    “Nanti ada penyuluhan, dan memang sebagian sudah kami lakukan penyuluhan dan sosialisasi yang dihadiri oleh pak Gubernur. Nanti akan kami kawal terus lah, supaya aman. Karena susah loh ini mempertahankan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),” tandasnya.

    Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada, mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan tender, metode e-purchasing lebih baik dari sisi efisiensi. Sehingga, penggunaan metode e-purchasing bisa dikatakan tepat.

    “Dari sisi efisiensi, metode e-purchasing lebih tepat. PP/PPK punya tanggung jawab besar. Tapi awas, dia harus mampu membuat hitungan yang terukur,” ujar Uday kepada BANPOS.

    Menurutnya, e-purchasing memberikan peluang bagi pengusaha lokal, untuk dapat berkembang dan meningkatkan taraf usahanya ke tingkatan yang lebih tinggi.

    “Metode e-purchasing akan memenuhi percepatan pengadaan barang dan jasa. Serta meningkatkan potensi-potensi pengusaha lokal,” tuturnya.

    Jika dibandingkan dengan metode tender, Uday menegaskan bahwa e-purchasing lebih baik. Pasalnya, tidak sedikit publik mendengar kekisruhan akibat adanya perebutan proyek kegiatan, di antara Pokja ULP.

    “Pola lama yang melalui tender, salah satu kuncinya ada di Pokja ULP. Kerap kita saksikan keramaian dalam memperebutkan proyek-proyek yang ada. Kalau soal potensi adanya intervensi dari tangan-tangan lain, di metode manapun tetap saja ada,” terangnya.

    Meski Uday lebih mendukung penggunaan e-purchasing, ia mengaku bahwa terdapat kekurangan. Kekurangan tersebut yakni pada pekerjaan tertentu seperti pondasi jembatan, tidak dapat menggunakan metode e-purchasing. Sebab, perlu ada perhitungan yang terukur dalam pengadaannya.

    “Tapi awas, e-katalog lokal itu harus siap-siap menghadapi pemeriksaaan BPK, yang bakal lebih ketat,” tegasnya. (DZH/ENK)

  • Gondok Karena E-Katalog

    Gondok Karena E-Katalog

    PEMERINTAH Provinsi (Pemprov) Banten berencana untuk meninggalkan metode pengadaan barang dan jasa melalui mekanisme tender menggunakan portal LPSE, dan mulai beralih ke metode e-purchasing melalui portal e-katalog. Transformasi metode pengadaan barang dan jasa tersebut, bahkan sampai pada pengadaan jasa konstruksi, yang pagu anggarannya mayoritas mencapai miliaran rupiah.

    Transformasi tersebut dilaksanakan sebagai upaya untuk mempercepat proses pemilihan penyedia, yang apabila menggunakan mekanisme tender membutuhkan minimal satu bulan lamanya, hingga penandatanganan kontrak kerja. Apabila menggunakan mekanisme e-purchasing, proses pemilihan penyedia dapat lebih sat set, karena proses yang ditempuh tidak sepanjang tender.

    Akan tetapi, transformasi yang hendak dilakukan oleh Pemprov Banten, bikin gondok pengusaha lokal. Mereka menolak kebijakan itu. Seperti yang disampaikan oleh Paguyuban Pengusaha Pribumi, F. Maulana Sastradijaya. Ia mengatakan bahwa pihaknya menentang kebijakan peralihan pengadaan jasa konstruksi, yang sebelumnya menggunakan mekanisme tender, menjadi mekanisme e-purchasing.

    Menurut Maulana, pihaknya menentang kebijakan tersebut lantaran dilakukan secara mendadak, sehingga berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi para pelaku usaha konstruksi lokal, yang tidak terbiasa dengan mekanisme e-purchasing.

    Di sisi lain, pihaknya pun khawatir berubahnya metode pengadaan jasa konstruksi dari yang sebelumnya tender menjadi e-purchasing, dapat mengarah pada monopoli usaha jasa konstruksi, karena lebih mudah dikondisikan demi kepentingan pengusaha besar dan pemangku kebijakan.

    “Menurut kami, di daerah lain saja dan di portal Kementerian PUPR sendiri masih tidak harus dilakukan e-katalog di bidang jasa konstruksi, kenapa pemerintah Provinsi Banten seolah terkesan memaksakan mau melakukan sistem metode pemilihan yang belum dipersiapkan,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima BANPOS.

    Ia mengatakan, hal itu diperparah dengan keluarnya Surat Edaran (SE) Nomor 027/1181-BPBJ/2023 tentang Afirmasi Belanja Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi melalui E-purchasing di Lingkungan Pemprov Banten, yang ditandatangani oleh Plh Sekda Provinsi Banten, Virgojanti.

    Maulana mengatakan, surat edaran itu disalahtafsirkan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bahwa pekerjaan konstruksi tidak akan mulai pemilihan penyedia, selain menggunakan e-katalog. Hal itu dapat dilihat dari minimnya pengadaan konstruksi pada portal LPSE.

    “Hal itu dikarenakan pelaku pengadaan barang jasa, baik pejabat pengadaan dan para pelaku usaha di lingkungan Provinsi Banten, masih kurang sosialisasi dan pemahaman untuk kesiapan dalam metode pemilihan e-katalog konstruksi,” ucapnya.

    Hal itu menurutnya, menjadi permasalahan tersendiri bagi pemerintah maupun pengusaha jasa konstruksi. Bahkan ia menuding kebingungan dunia usaha konstruksi di Provinsi Banten, terjadi akibat bablasnya Plh Sekda dalam memaknai kewenangan dirinya selaku Pelaksana Harian Sekda.

    “Ini bertentangan dengan Surat Edaran dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 1/SE/I/2021 Tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas. Di mana pada poin 3 sub poin (b) dijelaskan bahwa Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek penyelenggaraan negara,” ungkapnya.

    Kekacauan tersebut selain mengganggu arus kas para pengusaha, juga berdampak pada serapan anggaran yang rendah pada Pemprov Banten. Sebab, banyak proyek pembangunan fisik yang terhambat dan belum dilaksanakan, padahal sudah memasuki pertengahan tahun anggaran.

    Ia pun menegaskan bahwa apabila Pemprov Banten benar-benar ingin bertransformasi dari metode pengadaan tender menjadi e-purchasing, khususnya di bidang jasa konstruksi, seharusnya dilakukan secara perlahan sembari para pelaku usaha menyesuaikan diri dengan kebijakan tersebut.

    Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar, mengatakan bahwa penggunaan e-katalog dalam pengadaan barang dan jasa pemerintahan, merupakan arahan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat melalui sejumlah peraturan. Tujuannya agar pemerintah daerah dapat memaksimalkan penggunaan e-katalog sebagai metode pengadaan barang dan jasa.
    “Ini dalam rangka kami membangun transparansi, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi. Kan tuntutan global, tuntutan nasional kuncinya itu,” ujarnya,

    Al Muktabar pun membantah bahwa penggunaan e-katalog untuk pengadaan jasa konstruksi, dapat mematikan para pengusaha lokal. Sebab, pelaksanaan e-katalog sendiri merupakan upaya untuk mengangkat derajat para pengusaha lokal.

    “Ada yang berpendapat dapat merugikan pihak tertentu. Ya tidak, orang judulnya aja katalog lokal kok. Harusnya kan kita yang meningkatkan kompetensi kita agar bisa masuk ke dalam etalase tersebut,” ungkap Al.
    Sementara itu, Plt Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa pada Setda Provinsi Banten, Soerjo Soebiandono, mengatakan bahwa transformasi yang dilakukan oleh Pemprov Banten dalam hal pengadaan barang dan jasa, termasuk jasa konstruksi, merupakan langkah untuk mengikuti imbauan dari Pemerintah Pusat untuk melakukan transformasi digital.

    “Jadi dalam Perka LKPP itu yang diutamakan adalah e-katalog lokal untuk menaikkan pengusaha lokal di sini. Jadi kami sekarang ada peralihan ke e-katalog lokal, dan instruksi pak Gubernur juga secara lisan, beliau menginginkan totally untuk menjadikan semua pembangunan fisik melalui e-katalog lokal. Biro Pengadaan Barang dan Jasa sudah siap untuk melakukan transformasi menggunakan e-katalog lokal,” ujarnya saat dikonfirmasi BANPOS.

    Ia mengatakan, dalam penggunaan e-katalog, tidak ada batas syarat pagu anggaran. Menurutnya, semua pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan melalui e-katalog. “Tapi kan yang namanya peralihan itu pasti membutuhkan penyesuaian,” terangnya.

    Meski demikian, Soerjo mengaku jika tidak menutup kemungkinan pengadaan barang dan jasa nantinya tetap menggunakan metode tender melalui LPSE. Sebab, hal tersebut memiliki aturannya pula dalam pelaksanaannya.

    “Tapi kan pak Gubernur inginnya totally 100 persen menggunakan e-katalog. Ya kita menuju ke sana sih (tidak ada yang dilakukan menggunakan tender), tapi kan tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan. Dan kebijakan pusat kan memang akan mengalihkan semua ke elektronik,” katanya.

    Dinas PUPR Provinsi Banten menjadi salah satu OPD yang memiliki anggaran besar untuk pengadaan pekerjaan konstruksi. Saat ini, Dinas PUPR tengah menayangkan lima pekerjaan konstruksi pada situs LPSE Provinsi Banten, yang tahapannya masih pada ‘Pengumuman Pascakualifikasi’.

    Kepala Dinas PUPR Provinsi Banten, Arlan Marzan, mengatakan bahwa pihaknya akan mengikuti arahan kebijakan dari Pemerintah Pusat, untuk memaksimalkan penggunaan e-katalog, khususnya e-katalog lokal.

    “Karena itu merupakan kebijakan pusat. Termasuk untuk pekerjaan konstruksi itu masuk ke situ dalam Perpres 2018 disarankan melalui e-purchasing,” ujarnya saat ditemui di gedung Dinas PUPR Provinsi Banten.

    Menurut Arlan, memang untuk pengoptimalan pengadaan barang dan jasa, Dinas PUPR ke depannya akan menggunakan e-katalog sebagai metode pengadaan barang dan jasa, termasuk jasa konstruksi. Namun, pihaknya akan mencoba membuat standar-standar untuk bidang konstruksi.

    “Nanti kami juga akan berkoordinasi dengan LKPP, karena mungkin mereka ada template terkait dengan pekerjaan konstruksi yang bersifat standar. Sekarang kan sudah mulai tuh seperti bangunan sederhana, RiSHA tipe 36 sudah ada, lalu jalan yang sederhana sudah mulai e-katalog. Ke depan selama itu bisa distandarkan, kami upayakan untuk menggunakan e-katalog,” terangnya.

    Arlan menerangkan, dalam transisi menuju penggunaan metode e-purchasing sepenuhnya dalam pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi, pasti akan menimbulkan gejolak. Sebab, perlu adanya penyesuaian bagi pihak penyedia maupun pemerintahan, dalam melaksanakannya. Hal itu juga pernah terjadi pada saat transisi lelang manual menjadi lelang sistem.

    “Arahan pak Gubernur juga untuk dilakukan pendampingan dari Kejaksaan, dari Kepolisian. Secepatnya kami akan laksanakan kebijakan ini, kemarin juga kami sudah melakukan sosialisasi dengan LKPP. Kami juga tidak mau lah bikin kebijakan tapi tidak memberikan waktu kepada penyedia untuk menyiapkan diri, nanti tidak fair itu,” ungkapnya.

    Keinginan untuk melakukan transformasi pengadaan barang dan jasa, khususnya di bidang konstruksi, menjadi mekanisme e-purchasing cukup signifikan mengganggu proses pembangunan fisik pada tahun 2023 ini. Beberapa OPD bahkan kesulitan untuk merealisasikan pekerjaan fisik, karena kebijakan tersebut.

    Seperti yang dialami oleh Dinas Pariwisata Provinsi Banten, untuk melakukan pembangunan destinasi wisata. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Al Hamidi, mengatakan pihaknya belum dapat melakukan realisasi dana hibah untuk pembangunan atau penataan destinasi wisata tahun 2023 karena masih menunggu e-katalog.

    “Realisasinya masih berproses, karena saat ini kita masih menunggu sistem e-katalog,” katanya usai melakukan Media Meeting di Kantor Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Rabu (14/6).

    Al Hamidi mengatakan bahwa pada tahun 2023 ini, terdapat sebanyak 58 Destinasi Wisata yang akan mendapatkan hibah pembangunan. Dana hibah tersebut akan disalurkan melalui Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS).

    Menurut Al Hamidi, dana hibah yang akan disalurkan untuk destinasi wisata sebesar Rp10 miliar hingga Rp12 miliar. “Secara keseluruhan di tahun 2023 ini sekitar Rp10 miliar sampai Rp 12 miliar,” ujarnya.

    Meskipun penyaluran dana hibah dengan nilai miliaran rupiah itu masih menunggu sistem e-katalog, Al Hamidi menuturkan bahwa pihaknya telah menargetkan realisasi pembangunan itu paling lambat dilaksanakan pada 21 Juli 2023 mendatang.

    “Targetnya di bulan Juli, tanggal 21 Juli itu sudah paling telat kita sudah melaksanakan. Kalau yang lelang sudah mulai bergerak sekarang. Di tahun 2023 ini semua kabupaten kota mendapat bantuan, sehingga penyebaran kabupaten/kota itu sekarang merata, ada semua di kabupaten/kota. Titik-titik pembangunan objek wisata, baik wisata religi, wisata alam, wisata buatan dan juga wisata pantai,” ungkapnya. (MG-01/DZH)

  • Prahara Reklamasi Pesisir Tanara

    Prahara Reklamasi Pesisir Tanara

    MANTAN Kepala Desa Pedaleman, Mahyaya, diduga membuat sebuah ‘warisan’ untuk dirinya sendiri sebelum lengser dari jabatannya. Lurah Yaya, panggilan untuk Mahyaya, yang mengaku sebagai keponakan Wapres Ma’ruf Amin, disebut-sebut memandatkan pengelolaan 50 hektare pesisir laut kepada dirinya sendiri, yang diduga akan direklamasi tanpa perizinan dari pihak-pihak yang berwenang. Pertentangan pun menyeruak di antara masyarakat.

    Sekelompok warga Desa Pedaleman, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, tengah berkumpul di salah satu rumah yang dijadikan sebagai basecamp mereka di perbatasan antara Desa Pedaleman dengan Desa Jenggot, Kecamatan Mekar Baru, Kabupaten Tangerang. Kelompok warga itu merupakan dinamisator penolakan atas kegiatan yang diduga reklamasi, yang dilakukan oleh mantan Kepala Desa (Kades) Pedaleman, Mahyaya. Orang-orang menyebutnya sebagai Lurah Yaya.

    Kelompok warga yang menyatakan diri sebagai perwakilan masyarakat nelayan Desa Pedaleman itu berkumpul untuk membicarakan terkait dengan pemasangan patok-patok di pesisir Desa Pedaleman, hingga menjorok ratusan meter ke arah tengah laut oleh Lurah Yaya. Mereka menduga, kegiatan yang tengah dilakukan oleh Lurah Yaya itu ilegal. Apalagi, pekerjaan patok-mematok laut dilakukan diam-diam, dan juga merugikan para nelayan.

    Mereka jugalah yang merekam sebuah video yang diterima oleh BANPOS beberapa waktu yang lalu. Video yang diterima oleh BANPOS menggambarkan keberadaan patok di wilayah pesisir Desa Pedaleman, dari tepi pantai hingga menjorok ke arah tengah laut. Video itu yang kemudian menjadi landasan BANPOS untuk melakukan penelusuran ke Desa Pedaleman, sejak 31 Mei kemarin.

    Patok tersebut dibuat dari bambu, dan terdapat jaring pasir yang membentang di antara patok-patoknya. Dalam video, perekam menyampaikan bahwa masyarakat nelayan Desa Pedaleman merasa terganggu dengan adanya patok itu. Mereka menduga, patok tersebut nantinya akan dilakukan proyek reklamasi. Dari penuturan perekam video, disampaikan bahwa perkiraan luas patok mencapai 100 hektare.

    “Dari awal kami-kami ini tidak tahu ada pekerjaan itu,” ujar perwakilan kelompok, Asikin, kepada BANPOS. Asikin ditunjuk oleh anggota kelompok warga Desa Pedaleman, untuk menyampaikan keluhan dari masyarakat terkait dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Lurah Yaya.

    Menurut Asikin, mereka baru tahu terkait dengan adanya proyek diduga reklamasi itu, setelah adanya keributan antara Lurah Yaya dengan Kepala Desa saat ini, Sad’i, di tepi Sungai Cidurian. Pada saat itu, Asikin mengaku bahwa terjadi cek-cok besar antara dua pria yang ternyata masih memiliki ikatan darah, terkait dengan adanya pematokan pesisir Desa Pedaleman.

    Keributan yang memicu rasa penasaran warga itu pun dilerai oleh beberapa orang, salah satunya Asikin. Ia mengatakan bahwa pada saat melerai, dirinya mempertanyakan mengapa mantan Kades dengan Kades cekcok di pinggir sungai. Usut punya usut, Kades Sad’i ternyata berang lantaran Lurah Yaya melakukan pekerjaan yang diduga reklamasi itu, tanpa uluk salam atau memberi salam kepada masyarakat.

    “Setop dulu kata pak Lurah baru, sebelum uluk salam dengan orang-orang di sini. Nah kami menindaklanjuti, menyampaikan aspirasi masyarakat untuk memastikan, jangan sampai pekerjaan itu menyengsarakan masyarakat,” tuturnya.

    Asikin menyampaikan, terdapat sejumlah poin yang sekiranya harus dijelaskan oleh Lurah Yaya, termasuk oleh Kades Sad’i. Pertama, persoalan perizinan pekerjaan yang diduga reklamasi. Kedua, mengapa tidak ada sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat, padahal sudah pasti masyarakat terdampak. Ketiga, jika memang ini mendapatkan izin dari pemerintah, bagaimana dengan masyarakat yang terdampak? Tentu pihaknya meminta kejelasan terkait dengan kompensasi.

    “Jadi bukan cukup terganggu, sangat terganggu dengan keadaan begini. Kerugiannya begini, biasanya yang mengambil kerang di pinggir, orang puket di pinggir, Nggak  bisa. Kan harus ke tengah, itu kerugiannya. Banyaklah kerugiannya, puket itu ngejaring kepiting di pinggir yang ditarik-tarik itu pakai sampan di tepi laut. Tapi kalau di tengah kan nggak bisa terjun orangnya,” terang Asikin.

    Berdasarkan penelusuran BANPOS, mayoritas warga Desa Pedaleman memang sama sekali tidak tahu, untuk apa patok pesisir yang dikerjakan oleh Lurah Yaya. Ada yang berkata bahwa patok itu untuk membuat tambak, ada yang menyebut itu proyek pemerintah dan ada yang bilang itu untuk landasan pondasi.

    “Nggak tahu itu untuk apa, katanya untuk landasan pondasi. Tapi nggak tahu juga, nggak jelas,” ujar salah satu warga saat ditanya oleh BANPOS. Ia pun menunjukkan arah ke daerah pertambakan, dan berkata bahwa patok dapat dilihat dari ujung daerah pertambakan. Namun sayang, ujung wilayah tambak tersebut tidak dapat dipijak untuk sampai pada daerah pesisir.

    Akan tetapi, BANPOS melihat sejumlah perahu yang hilir mudik di sungai yang mengarah ke daerah pesisir, yang membawa sekitar puluhan bambu. Berdasarkan keterangan warga yang menjaga tambak di sana, bambu itu merupakan bahan untuk memperluas patok di pesisir pantai.

    Pada Jumat (2/6), BANPOS ditemani oleh warga setempat melihat langsung lokasi patok yang diduga untuk reklamasi dengan menggunakan perahu. Berdasarkan pantauan BANPOS di lokasi patok, bambu yang digunakan sebagai patok itu berbaris dari tepi hutan mangrove, hingga sekitar beberapa ratus meter ke arah laut lepas. Diperkirakan, luas dari wilayah yang dipatok memang mencapai puluhan hektare, karena pematokan pesisir laut masih terus berlanjut.

    Salah seorang nelayan kepada BANPOS, mengatakan bahwa pematokan itu cukup merugikan bagi mereka. Pasalnya, dengan adanya patok tersebut, nelayan yang biasanya mencari udang, kerang dan ikan kecil di wilayah pesisir, menjadi terhalang. Selain itu, nelayan yang akan ke laut lepas pun menjadi sulit karena harus melawan ombak. Dua masalah itu sebenarnya dapat diatasi jika para nelayan mau menyeberang ke pesisir laut Desa Jenggot, Kecamatan Mekar Baru, Kabupaten Tangerang, namun tetap tidak menjadi alternatif dari para nelayan.

    Tiga hari penelurusan BANPOS di Desa Pedaleman menghasilkan sejumlah informasi dari para warga. Dari hasil perbincangan antara BANPOS dengan warga, diketahui bahwa pematokan pesisir Desa Pedaleman itu diliputi oleh berbagai intrik dan konflik.

    Seperti yang disampaikan oleh warga yang enggan disebutkan namanya kepada BANPOS. Ia mengatakan, pematokan itu diduga dilakukan dengan cara memalsukan tanda tangan dari warga dan juga Kades Sad’i. Karena, tidak mungkin izin garap yang diklaim telah dikantongi oleh Lurah Yaya, diberikan dengan luas puluhan hektare.

    “Karena izin garap kan palingan dua hektare. Jadi memang ada laporan kalau nama-nama warga digunakan untuk mendapatkan izin garap yang kalau dari isu yang ada di masyarakat, luasnya sampai dengan 100 hektare,” tuturnya. Ia memperkirakan jumlah warga yang dipakai namanya untuk mendapatkan izin garap mencapai puluhan orang.

    Lurah Yaya pun disebut oleh beberapa warga sebagai orang yang cukup keras. Apalagi, Lurah Yaya disebut kerap memamerkan kedekatannya dengan petinggi-petinggi di kepolisian. Ia kerap memasang foto profil bersama dengan jenderal-jenderal di kepolisian.

    Informasi yang berhasil didapat BANPOS dari warga lainnya menyebutkan bahwa Lurah Yaya diduga melakukan penyelewengan pada program Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA), guna mensertifikasi tanah reklamasi yang tengah dilakukannya di pesisir Desa Pedaleman. Pasalnya, dari jatah 600 sertifikat tanah, Mahyaya hanya merealisasikan sebanyak 240 saja.

    Di sisi lain, izin garap yang diklaim dimiliki oleh Lurah Yaya, diduga dikeluarkan pada saat dirinya tengah menjabat sebagai kepala desa. Bagi warga, hal itu ibarat penjarahan daerah pesisir laut yang seharusnya dijaga karena merupakan tempat mereka menggantungkan hidup dengan berbagai sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.(MG-01/MUF/DZH/ENK)

  • Anggota DPRD Provinsi Banten dari Fraksi PKS

    Anggota DPRD Provinsi Banten dari Fraksi PKS

    Anggota DPRD Provinsi Banten dari Fraksi PKS, Gembong R. Sumedi, mengatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh Lurah Yaya berpotensi ilegal. Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada Pemprov Banten untuk melakukan penindakan tegas apabila memang pekerjaan tersebut terbukti ilegal.

    “Kalau menurut saya itu ilegal, dan pemerintah harus bertindak tegas karena dengan adanya reklamasi ilegal seperti itukan akan mengganggu aktivitas nelayan. Karena dia ngasih patok-patok bambu segala macam. Masa laut dipatok-patok,” ujarnya.

    Ia menegaskan, Pemprov Banten melalui DKPP, harus berani mengusut tuntas praktik tersebut. Terlebih, besar kemungkinan ada pihak-pihak lain yang berada di belakang Mahyaya. “Jangan kesannya pemerintah membiarkan, gitukan,” tuturnya.

    Menurut Gembong, praktik yang dilakukan oleh Mahyaya sangat mirip dengan yang kerap dilakukan oleh para mafia tanah. Apabila dibiarkan, maka praktik seperti itu dapat meluas, dan merusak kondisi perairan di Provinsi Banten.

    “Jadi saya pikir ya pemerintah harus tegas jika ada hal-hal yang seperti itu. Segera dilakukan penindakan, supaya tidak merembet gitu tuh. Nantikan kalau ada satu pihak dibiarkan, pasti yang lain juga akan ikut,” ungkapnya.

    Gembong pun mendesak kepada Pemprov Banten, untuk segera melarang kegiatan yang dilakukan oleh Mahyaya, apalagi jika terbukti ilegal. Sebab, kegiatan tersebut telah mengganggu aktivitas dari para nelayan.

    “Nah itu sejak dini harus ditegaskan oleh pemerintah daerah, dan orang-orangnya harus ditindak. Pengawasan harus diperketat, karena itu bisa menjadi konflik di tengah masyarakat kalau tidak ditangani segera,” katanya.

    Di sisi lain, Gembong pun merasa aneh dengan landasan yang digunakan oleh Mahyaya, untuk melakukan pekerjaan yang diduga reklamasi itu. Sebab, landasan yang digunakan adalah izin garap, padahal yang digarap merupakan pesisir laut yang secara aturan dikuasai oleh negara.

    “Apalagi pantainya, pantai terbuka ya. Itu siapa yang memberikan izin garap, aneh juga. Karena itu kan kawasan terbuka, yang mengklaim untuk memberikan izin garap siapa? Apa pemerintah? Kalau pemerintah, itu harus dipertanyakan karena itu kan daerah terbuka. Siapapun bisa lewat situ,” tegasnya.

  • Menggugat Antrian Haji

    Menggugat Antrian Haji

    IBADAH haji menjadi suatu ritual yang memiliki arti khusus bagi umat Islam dunia, termasuk bagi uamt muslim di Provinsi Banten. Meski sudah memiliki kemampuan fisik dan finansial, seseorang warga negara Indonesia harus rela antre puluhan tahun demi menuaikan rukun Islam kelima itu. Namun, praktik kecurangan dituding terjadi yang menyebabkan antrian hanya sekedar formalitas bagi jamaah-jamaah tertentu.

    Banten, sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian barat Pulau Jawa, memiliki sejarah panjang dalam penyelenggaraan ibadah haji. Sebagai salah satu provinsi dengan jumlah calon jamaah haji terbesar di Indonesia, proses pendaftaran dan pengaturan antrian haji di Banten menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan masyarakat setempat.

    Namun, dalam beberapa waktu terakhir, muncul laporan dan indikasi yang menggambarkan adanya praktik saling serobot antrian haji di beberapa kota di Banten. Saling serobot antrian haji merujuk pada praktik tidak etis di mana beberapa pihak menggunakan cara-cara yang melanggar aturan untuk mendapatkan posisi atau prioritas dalam antrian haji, mengorbankan keadilan dan kepentingan calon jamaah yang seharusnya mendapatkan kesempatan yang sama.

    Praktik saling serobot antrian haji tidak hanya melanggar prinsip kesetaraan dalam ibadah haji, tetapi juga dapat mengakibatkan kerugian bagi calon jamaah yang telah menunggu giliran dengan patuh dan sesuai prosedur. Selain itu, praktik ini juga mencoreng proses penyelenggaraan haji yang seharusnya transparan, adil, dan bebas dari kecurangan.

    Seperti diungkapkan seorang warga Kota Serang berinisial EZ (60). Dia mengaku telah mendaftarkan haji di Kantor Kementerian Agama Kota Serang pada 2013 lalu. 

    Sebenarnya dia tidak mempermasalahkan antrian yang sudah ditentukan karena dia menyadari kuota jamaah haji yang tersedia untuk Kota Serang tidak sebanding dengan pendaftar calon haji.

    Namun, situasi berubah ketika dia mengetahui ada beberapa kenalannya yang masuk dalam kelompok jamaah haji yang diberangkatkan pada tahun ini. Bahkan, dia berani memastikan kalau beberapa orang jamaah haji yang berangkat pada tahun ini bahkan mendaftar belakangan ketimbang dirinya.

    EZ menyebutkan, ada dua orang kenalannya yang masuk dalam rombongan haji tahun ini. Mereka adalah SP (45) dan SJ (58). Kedua orang itu mendaftar sekitar satu tahun setelah pendaftaran EZ ke kantor Kemenag Kota Serang, yaitu pada tahun 2014.

    “SP dan SJ yang mendaftar 2014 sudah berangkat, tapi saya yang mendaftar 2013 belum adanya pemanggilan pemberangkatan. Harusnya kan kalau memang tersistem dengan benar saya dulu baru mereka,” ujarnya, Kamis (25/5).

    Bukan hanya itu, EZ juga mengungkapkan bahwa orang yang mendaftar berbarengan dengan dirinya, juga masuk dalam rombongan haji tahun ini. Mereka adalah jamaah haji berinisial RU (55) dan SD (47). Baik RU maupun SD berangkat ke tanah suci tahun ini bersama istrinya masing-masing.

    “Padahal daftarnya juga bareng, berangkat dari rumah bareng akan tetapi mereka berangkat duluan tahun 2023 ini,” tambahnya.

    Ia menuturkan bahwa SP dan SJ melakukan percepatan pemberangkatan dengan membayarkan sejumlah uang kepada seorang oknum calo yang merupakan seorang pengurus Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIHU), begitupun RU dan SD. Bahkan EZ mengaku mendapat tawaran dari SJ untuk melakukan penyerobotan nomor antrian haji dengan membayar sejumlah uang kepada oknum tersebut.

    “Mempercepat keberangkatan dengan cara penyogokan atau penyuapan, bahkan SJ sempat mengajak untuk melakukan hal yang sama dengan membayar sejumlah uang, SJ itu melakukan penyerobotan antriannya itu sebelum rame-rame Covid-19 (pada tahun 2019). Akan tetapi saya menolak, karena kan ini ibadah masa saling serobot gitu,” katanya.

    Sumber BANPOS lainnya mengaku orang tuanya pernah ditawari untuk mengganti nomor antrian agar bisa berangkat lebih cepat. Sumber yang mendaftar di Kantor Kemenag Kabupaten Lebak itu juga dimintai sejumlah uang sebagai ongkos menukar nomor antrian pemberangkatannya dengan nomor calon jamaah haji lain.

    ”Dulu orang tua pernah ditawarin buat ambil kuota orang. Qodarullah orang tua belum berangkat aja. Tapi berbayar infonya gitu dari oknum Depagnya,” jelasnya.

    Namun sumber itu mengatakan, jika pihaknya memilih untuk tidak mengambil tawaran tersebut dan memutuskan untuk mengikuti antrian yang sudah ditetapkan. ”Tapi orang tua nggak mau, lebih milih nunggu,” sambungnya.

    Menurut penuturannya, kuota yang ditawarkan itu biasanya kuota calon jemaah haji yang berusia lansia dan juga yang sudah meninggal. ”Biasanya kuota lansia dan orang meninggal dunia,” tandasnya seraya menolak untuk menyebutkan nominal biaya yang diminta untuk merubah nomor antrian. 

    Indikasi adanya saling serobot antrian haji dalam penyelenggaraan ibadah haji juga terjadi di Kabupaten Pandeglang. Salah seorang calon Jemaah haji asal Kecamatan Cimanggu yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku bahwa dirinya pernah ditawari untuk memajukan antrian haji. Namun ia menolaknya, karena merasa takut melanggar aturan.

    “Saat itu ketika di kantor bank ada salah seorang yang saya juga tidak tahu orang tersebut darimana, tiba-tiba menawarkan antrian haji. Karena saya baru pertama kali berangkat haji dan merasa takut melanggar aturan, akhirnya saya tolak. Saya mah orang kampung lah, takut terjadi apa-apa,” katanya kepada BANPOS melalui selulernya, Kamis (25/5).

    Kalaupun benar antrian tersebut bisa dibeli, lanjutnya, ia juga akan mengupayakan untuk mencari uang agar mendapat antrian haji tersebut. Ia mengaku, bahwa dirinya tidak memiliki saudara ataupun kenalan pejabat yang bisa mengupayakan antrian haji.

    “Saya mah orang kampung, nggak punya saudara ataupun kenalan pejabat yang mungkin bisa membantu untuk mendapat antrian haji. Kalaupun bisa, mungkin saya juga akan berusaha mengupayakannya minimal daftar tunggunya yang enam tahun,” terangnnya.

    Ia menambahkan, meskipun dirinya bisa mendapatkan antrian haji lebih dekat. Namun dirinya tidak ingin berangkat terpisah dari saudaranya yang lain saat berangkat haji.

    “Saya kan daftar hajinya bareng dengan tiga orang saudara saya setahun yang lalu. Jadi kalaupun bisa mendapatkan antrian haji, mungkin saya saja yang mendapatkannya. Makanya ketika ada yang menawarkan antrian haji saya tolak, karena saya ingin bareng bersama tiga saudara saya  saat berangkat nanti. Katanya sih saya nunggu antriannya sekitar 15 tahun,”  ungkapnya.

    Sementara itu, akademisi Universitas Mathlaul Anwar (UNMA) Banten, Eko Supriatno mengkritisi dan menyayangkan terkait sistem antrean haji. Karena calon jamaah haji membayar puluhan juta, tapi mesti menunggu puluhan tahun untuk bisa diberangkatkan.

    “Buat apa orang-orang daftar, tapi antrian sampai 20 sampai 30 tahun dan membayar sekian puluh juta. Lebih menyayangkan lagi ketika calon jamaah haji itu membayar uang untuk daftar haji demi mendapatkan nomor porsi dengan berhutang. Tentunya berhaji dengan cara berhutang tidak memenuhi syarat istithaah sebagai syarat wajib haji,” katanya kepada BANPOS.

    “Yang kedua, jika masalah antrian menjadi masalah, kenapa pihak-pihak yang memiliki kebijakan tidak memperbaiki sistem agar bagaimana, minimal jamaah tidak membayar sampai puluhan juta dengan waktu yang lama,” sambungnya.

    Terkait dengan antrian haji, lanjut Eko, antrian masyarakat Indonesia yang mendaftar haji semakin panjang seiring dengan dibatalkannya pemberangkatan haji beberapa tahun lalu yaitu tahun 2021. Sejak adanya pandemi Covid-19, jamaah haji Indonesia sudah dua tahun berturut-turut tidak bisa berangkat menunaikan ibadah haji. Dengan demikian, calon jamaah haji yang tertunda keberangkatannya ada sekitar 442 ribu orang.

    “Ada kabar baik mulai tahun ini, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telah mencanangkan 2023 sebagai tahun haji ramah lansia, meniadakan kuota pendamping jemaah haji lansia dan jemaah pendamping mahram. Hal itu demi mewujudkan penyelenggaraan haji yang berkeadilan,” ucapnya.

    Oleh karena itu, kata Eko, sejak awal dirinya mengusulkan moratorium atau penghentian sementara pendaftaran haji. Masa antrean ibadah haji di Indonesia cukup lama yaitu antara 11-39 tahun. Mayoritas jamaah haji Indonesia didominasi oleh masyarakat berusia 50-70 tahun.

    “Untuk itu, mungkin pemikiran saya pemerintah dan BPKH perlu melakukan moratorium pendaftaran haji. Tunda dulu, karena sudah 4 juta orang ini sekarang,” ujarnya.

    Dengan adanya saling serobot antrian tersebut, tentunya bermunculan berbagai reaksi masyarakat dan tidak sedikit yang termakan oleh berita hoaks yang juga beredar di media sosial. Bahkan, tidak sedikit pula yang menyalahkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, sebab kenaikan biaya haji yang dinilai ‘meroket’ ditambah persoalan antrian panjang tadi.

    “Untuk itu butuh peran total pemerintah. Berperannya pemerintah dalam ibadah haji ini bukan bentuk kesewenangan bagi kaum muslimin dalam menjalankan kewajiban agama. Tetapi, pemerintah berkewajiban melindungi, mengakomodir, dan memberikan kemaslahatan secara maksimal bagi warganya yang mau menunaikan ibadah sebagai implementasi perintah agama dan amanat undang-undang,” terangnya.

    Seharusnya, kata Eko lagi, yang pertama ia menawarkan opsi bagaimana biaya penyelenggaraan ibadah haji itu dibuat sistem cicilan. Jadi ketika waktu jamaah mendaftar, disebutkan tahun sekian berangkat dan angsurannya berapa tolong dibayar.

    “Sangat menyesalkan kepada kebijakan yang memberikan opsi uang pelunasan boleh ditarik kembali oleh jamaah. Opsi ini terkait pembatalan keberangkatan haji seperti yang telah diatur Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1441,” katanya.

    Eko menambahkan, soal dana haji ada yang usul dikembalikan tidak jadi berangkat nanti dikembalikan, untuk apa sekian puluh tahun sudah disimpan baru setahun dikembalikan lagi ini rasanya tidak pas.

    “Ya, kalau uang sudah disimpan dan diniatkan untuk berangkat haji tidak perlu dikembalikan atau ditarik oleh jamaah sendiri. Karena setahun lagi pemerintah akan meminta kembali pelunasan kepada jamaah yang sudah terdaftar untuk diberangkatkan,” jelasnya.

    Kedua, Kementerian Agama harusnya membuka diri terhadap kritik, saran, aduan, dan informasi lainnya. Dan terkait kinerja petugas dan kualitas layanan. Untuk memudahkan, Kemenag seyogyanya menyiapkan saluran aduan secara online. Dan saluran aduan online juga harus ditindaklanjuti. Diverifikasi di lapangan dan selanjutnya eksekusi untuk bisa segera diselesaikan layanan ini, dibuat untuk memastikan bahwa standar pelayanan minimum yang diberikan kepada jemaah berjalan dengan baik.

    “Selain itu, saluran ini juga untuk memantau keluhan atau komplain yang disampaikan jemaah maupun petugas, atas kualitas layanan maupun kinerja pelayanan. Selain akomodasi dan bimbingan ibadah, aduan lainnya bisa juga terkait dengan kinerja petugas, kesehatan, konsumsi, transportasi, dan akomodasi. Lokusnya mencakup layanan di Asrama Haji, Bandara (Madinah/Jeddah), Madinah, Makkah, serta Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna),” paparnya.

    “Yang ketiga, menguatkan regulasi. Misalnya, regulasi saat ini mengatur batasan usia untuk mendaftar haji 12 tahun. Kemenag juga harus melarang praktik pemberian dana talangan oleh Bank Penerima Setoran (BPS) Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) untuk membayar setoran awal jemaah. Penambahan kuota perlu ditunjang perbaikan sarana. Kami berharap peningkatan sarana, utamanya di Mina, bisa segera dilakukan Saudi. Dan jemaah yang tertunda keberangkatannya, akan menjadi prioritas untuk diberangkatkan pada penyelenggaraan haji di tahun mendatang,” ungkapnya.(MG-01/MG-02/LUK/DHE/WYU/ENK)

  • Kemenag Jamin Tak Ada Penyerobotan

    Kemenag Jamin Tak Ada Penyerobotan

    BERKELIARANNYA calo yang diduga bisa mengatur daftar antrian jamaah haji, meresahkan para pendaftar Jamaah Haji di Banten. Pasalnya praktik itu merugikan mereka yang secara tertib mengikuti aturan dan menjadi celah korupsi. Namun, adanya praktik-praktik itu dibantah oleh Kantor Kementerian Agama Provinsi Banten dan Kantor Kemenag di sejumlah kabupaten/kota se-Provinsi Banten.

    Petugas Fungsi Pendaftaran dan Dokumen Haji Reguler Kanwil Kemenag Provinsi Banten Uesul Qurni menampik dan mengatakan bahwa hal itu tidak pernah terjadi di Kemenag Provinsi Banten.Sebab menurutnya, penyerobotan antrian calon jamaah haji tidak akan pernah terjadi, lantaran saat ini sistem pendaftaran telah menggunakan sistem komputerisasi yang mereka sebut dengan SISKOHAT (Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu).

    ”Oh tidak ada itu mas, tidak ada penyerobotan,” tegasnya.

    Data yang dimasukkan dihimpun dan dikelola di satu server yang dikelola dan diawasi langsung oleh Kemenag pusat. Sehingga menurutnya, langkah itu meminimalisir terjadinya kecurangan dalam penentuan antrian pemberangkatan jemaah haji.

    ”Jadi tidak ada lagi antrian atau tidak ada lagi yang tidak mengantri atau percepatan untuk pemberangkatan. Semuanya yang berangkat itu sudah sesuai dengan urutan porsi masing-masing  yang berhak untuk berangkat tahun berjalan ini,” terangnya.

    Ues berani menjamin, jika kabar yang kerap beredar di tengah masyarakat terkait penyerobotan antrian jemaah haji itu merupakan kabar tidak benar atau hoax.

    ”Jadi kita udah nggak sembarangan, kalau ada yang menawarkan jasa percepatan itu hoax. Jadi tidak ada untuk itu. Kita tinggal ngambil aja seperti yang berangkat tahun ini tuh, by system itu sampai bulan oktober awal,” imbuhnya.

    Ues Qurni juga menambahkan dalam upaya tindak pengawasannya, Kanwil Kemenag Provinsi Banten turut melibatkan pihak lain yang berkompeten seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    ”Jadi pengawasannya ya langsung dari kita by system itu dan itu pemantauan itu. Bukan hanya lembaga intern, tapi sudah lembaga model BPK, KPK yang mengawasi itu terkait dengan ini,” sambungnya.

    Terpisah, Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kota Serang, Abdul Rojak juga ikut membantah adanya praktik penyerobotan nomor antrian haji. Karena untuk nomor porsi haji telah ditentukan siapa yang akan berangkat pada tahun 2023 ini.


    “Nggak ada. Bohong isu itu. Hoax isu itu. Penyerobotan porsi haji nggak ada. Itu mah normal, jadi setiap tahun itu sudah ditentukan nomor porsi yang akan berangkat di tahun 2023 ini. Jadi kalau haji kan per tahun, sudah ada yang berangkat tahun 2023 itu dari nomor berapa. Umpamanya dari 110 sampai 500 itu sudah ada dan berdasarkan Kepres,” ujarnya.

    Dirinya juga menegaskan bahwasannya pemberangkatan kuota haji sesuai dengan keputusan presiden dan semuanya sudah tertera semuanya per kabupaten/kota dan provinsinya jadi kemungkinan untuk adanya penyerobotan haji kemungkinan kecil bahkan tidak mungkin.

    “Tidak ada di (Kota) Serang yang seperti itu. Jadi, haji setiap tahunnya, pemerintah, kementerian agama melalui keputusan presiden merilis jamaah yang berangkat di tahun 2023 itu dari nomor sekian sampai nomor sekian itu tertera semuanya per kabupaten/kota per provinsi, gitu. Setelah itu baru mereka melunasi, nanti dari yang berhak tidak melunasi nanti ada cadangan,” ungkapnya.

    Rojak juga menerangkan dalam kuota cadangan pun sesuai dengan rilis antrian dari kemenag puasat. Serta menepis semua isu yang beredar bahwa adanya praktik serobot nomor antrian haji.

    “Cadangannya juga tidak bisa loncat siapa saja masuk cadangan itu juga sudah dirilis dari kemenag pusat. Dari antrian sekian sampai sekian ada semuanya. Jadi tidak ada ujug-ujug daftar 2017 berangkat 2023 itu kemungkinannya kecil, karena tidak ada di Siskohat Haji, begitu. Saya yakinkan hoax, karena mekanismenya begitu tidak bisa selanang-selonong gantiin maju atau tahun yang baru bisa berangkat. Itu semua yang merilis dari kemenag pusat dari bidang haji, Dirjen haji secara sistem. Kita tinggal menerima data jadi, dan tinggal memberi tahu ke para cadangan untuk pelunasan dan lain sebagainya,” terangnya.

    Ia juga mengatakan bahwa dalam penentuan siapa dan nomor porsi berapa yang berangkat itu sesuai dengan data yang sudah diinput dalam Siskohat dan waktu pemberangkatannya akan langsung ketahuan secara otomatis.


    “Nanti sistem yang menginput, ketahuan nanti dia berangkat tahun berapa dan lain sebagainya. Itu otomatis, nanti ketahuan setelah dia mendaftar dan membayarkan uang pendaftaran haji Rp25 juta itu,”tandasnya.

    Pelaksana Humas Kemenag Kabupaten Lebak, Anjas Badrudin Putra mengatakan,  mekanisme pendaftaran dan pengaturan antrian Haji sudah menggunakan SISKOHAT yang dimana seluruh data calon jamaah haji telah berada di satu pusat data Nasional yang tidak bisa diganggu gugat oleh daerah.

     

    “Jadi memang datanya sudah menggunakan satu data itu di SISKOHAT. Antriannya pun sesuai dengan nomor yang ada di sistem, tidak bisa diotak-atik,” kata Anjas saat ditemui BANPOS di ruang kerjanya.

     

    Anjas menjelaskan, terkait penerobosan atau menyelang antrian dalam pelaksanaan haji dirasa tidak memungkinkan karena nomor antrian yang tertera dalam sistem sudah sesuai dengan pendaftaran.

     

    “Adapun misal yang calon haji tidak bisa berangkat, maka nomor urut paling awal dalam nama cadangan calon haji yang naik,” jelasnya.

     

    Ia menerangkan, dalam upaya meminimalisir kecurangan, Kemenag Lebak senantiasa mensosialisasikan mekanisme haji melalui delapan penyuluh agama islam yang berada di masing-masing Kantor Urusan Agama (KUA) di tiap-tiap Kecamatan.

     

    “Kita juga membuka lebar kehadiran masyarakat ke Kantor Kemenag jikalau membutuhkan informasi baik tentang haji atau lainnya,” terang Anjas.

     

    Anjas berpesan kepada masyarakat agar lebih mengutamakan informasi terkait haji kepada pihak berwenang dalam hal ini Kemenag maupun penyuluh agama. Hal tersebut guna meminimalisir informasi yang tidak valid bagi masyarakat.

     

    “Semoga calon jamaah haji dapat mengikuti haji dengan prosedur yang ada. Tetap menjaga kesehatan agar tidak ada kendala saat pelaksanaan ibadah haji,” tandasnya.

     

    Terpisah, Kasi Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kantor Kemenag Kabupaten Pandeglang, Mucholid mengatakan, dalam mekanisme pendaftaran dan pengaturan antrian haji sesuai dengan aturan yang ditetapkan.

    “Kalau mekanisme pendaftarannya sesuai dengan yang ditetapkan, dari mulai menyiapkan persyaratan dan langsung ke Bank Penerima Setoran (BPS) membayar setoran awal sebesar Rp 25 juta dengan menggunakan rekening Ongkos Naik Haji (ONH) lalu di validasi dan nanti keluar nomor kursi,” kata Mucholid kepada BANPOS melalui selulernya, Kamis (25/5).

    Saat ditanya terkait adanya rumor penyerobotan antrian haji, Mucholid mengaku hal tersebut tidak bisa dilakukan karena sudah ada system mengatur antrian tersebut.

    “Tidak ada penyerobotan antrian, ini sudah system semua dan sudah terintegrasi di Siskohat. Jadi kita hanya menerima pengumuman dari pusat, nama-nama yang masuk itu dikirm dari pusat. Nanti melalui provinsi, baru kita umumkan didaerah,” terangnya.

    “Untuk pengawasannya juga kan langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kalau haji mah,” sambungnya.(MG-01/MG-02/LUK/DHE/WYU/ENK)

  • Antri 27 Tahun untuk Haji

    Antri 27 Tahun untuk Haji

    Antri 27 Tahun untuk Haji

    KEMENTERIAN Agama (Kemenag) Provinsi Banten kini tengah bersiap memberangkatkan calon jamaah hajinya pada musim tahun 2023 ini. Setidaknya ada sekitar 9.461 jemaah haji asal Provinsi Banten yang siap diberangkatkan menuju Tanah Suci Mekkah.

    Untuk dapat melakukan pemberangkatan haji, para calon jemaah setidaknya harus melakukan pendaftaran terlebih dahulu. Caranya dengan datang secara langsung ke kantor Kemenag yang ada di tempat domisili masing-masing.

    Nantinya calon jemaah haji akan dilayani oleh pihak petugas untuk mendapatkan SPPH (Surat Pendaftaran Pergi Haji). Setelah melakukan pengisian formulir pendaftaran haji, calon jemaah akan diminta untuk melakukan penyetoran dana awal sebesar Rp25 juta.

    Usai melakukan pendaftaran dan penyetoran dana awal, calon jemaah haji akan mendapatkan nomor porsi antrian pemberangkatan haji.

    Menurut petugas Fungsi Pendaftaran dan Dokumen Haji Reguler Kanwil Kemenag Provinsi Banten Uesul Qurni terkait dengan nomor porsi untuk antrian, disesuaikan dengan kuota masing-masing provinsi.

    Provinsi Banten sendiri mendapatkan jatah pemberangkatan jemaah haji sebanyak 9.461 jemaah. Dengan kuota sebanyak itu, menurut perhitungan Uesul Qorni, maka jamaah di Provinsi Banten harus menunggu paling tidak sekitar 27 tahun untuk bisa berangkat menuju Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.

    ”Sekarang yang sudah mendaftar melalui sistem atau waiting list itu sudah sebanyak 240 ribuan lebih di bagi 9.461 per tahun sehingga masa waiting list untuk Provinsi Banten itu sekitar 26 sampai 27 tahun sekarang,” terangnya.

    Terkait dengan jumlah kuota haji tahun ini, Ues mengatakan bahwa Provinsi Banten dapat memberangkatkan jemaahnya dengan kuota 100 persen. Tidak hanya itu saja, di tahun ini juga Ues mengatakan tidak ada pembatasan usia bagi para jemaah haji yang hendak berangkat haji.

    Hal itu berbeda dengan tahun sebelumnya yang hanya dibatasi sebesar 46 persen saja jemaah yang berangkat haji denga pembatasan usia jemaah haji maksimal 46 tahun.

    ”Alhamdulillah tahun sekarang itu kita khususnya Provinsi Banten, sudah mendapatkan kuota secara utuh 100 persen sebanyak 9.461 dengan tidak ada batas usia. Bahkan yang prioritas lansia itu diprioritaskan. Artinya tidak sesuai dengan urutan porsi, tapi melihat dari umur yang paling tua dan pendaftar paling lama,” tuturnya.

    Ketua Cilegon Education Watch (CEW), Deni Juweni mengingatkan Kemenag dan masyarakat tidak lagi menyerobot antrian haji. Dikatakan Deni, elemen masyarakat mulai dari politisi, pejabat pemerintah, dan masyarakat umum jangan lagi merepoti Kemenag dengan urusan serobot-menyerobot itu.

     

    Secara tegas Deni menghimbau masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan pemerintahan tidak menyampaikan usulan pengajuan porsi haji bagi mereka yang belum berhak dan belum waktunya berangkat. Selain itu, ia juga mengingatkan Kemenag jangan main mata.

    “Jangan sampai ada akal-akalan dari pihak terkait untuk lebih dulu memberangkatkan orang-orang terdekatnya atau para pejabat-pejabat yang mempunyai power untuk mengintervensi,” tegasnya.

    Ia juga berharap masyarakat menghormati upaya perbaikan pengaturan kuota haji yang diterapkan Kemenag.

     

    “Masyarakat dan instansi tersebut ikuti aja aturan yang sudah ada, jangan ada yang diistimewakan, karena merugikan semua pihak,” tandasnya.(MG-01/LUK/ENK)

     

  • ASN Resah, Sekda Bungkam ,Komisi I Dukung Investigasi Ombudsman

    ASN Resah, Sekda Bungkam ,Komisi I Dukung Investigasi Ombudsman

    SERANG, BANPOS –  Sejak resmi mengumumkan adanya dugaan maladministrasi pelantikan dan pengukuhan 478 pejabat pemprov oleh Ombudsman, banyak pihak yang dituding mulai merasa terganggu dan bahkan resah. Sementara itu, Plh Sekda Banten memilih bungkam usai mendatangi kantor Ombudsman Banten bersama Kepala BKD Banten.

    Namun, selain menuai keresahan, tindakan Ombudsman juga mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah Komisi I DPRD Banten yang juga menyambangi kantor yang terletak di Ciracas tersebut.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun BANPOS, para pejabat yang  dilantik serta menempati posisi jabatan strategis seperti di Bapenda, BPKAD, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Kesehatan dan Sekretariat Dewan (Setwan) resah. Pasalnya, mereka khawatir jabatan yang baru saja didudukinya memiliki potensi dibatalkan.

    “Iyah, banyak sekali ASN yang pada tanggal 2 Mei lalu  dilantik resah. Mereka katanya  rugi besar kalau pelantikan itu dibatalkan gara-gara ada investigasi Ombudsman,” kata sumber BANPOS di KP3B yang enggan disebutkan namanya, Kamis (11/5).

    Ungkapan rugi oleh ASN yang baru dilantik tersebut, kemungkinan adanya  permainan yang tidak baik dan benar atas penempatan jabatan tersebut.

    “Kalau mereka menyampaikan rugi, dugaan saya sih mungkin menjurus ke materi,” ungkapnya seraya mengatakan bisa saja ucapan rugi pejabat tersebut adalah rugi waktu atau lain sebagainya.

    Sementara ada juga ASN yang merasa senang adanya investigasi yang dilakukan oleh Ombudsman lantaran pada saat pelantikan tanggal 2 Mei lalu digeser jabatannya dan tidak dilantik.

    “Ada yang gelisah. Tapi ada juga ASN tepuk tangan. Karena sepanjang sejarah proses  pelantikan ASN di Pemprov Banten, baru kali ini lembaga pelayanan Publik (Ombudsman) secara resmi menyampaikan upaya investigasi atas prakarsa sendiri. Apalagi yang diinvestigasi ini adalah kebijakan kepala daerah mengenai pengangkatan jabatan dan promosi. Ngeri-ngeri sedap,” ungkap sumber tadi.

    Tak hanya ASN saja yang diduga mengalami keresahan dan merasa diuntungkan dengan pelantikan dan pengukuhan 478 pejabat. “Saya dengar lembaga legislatif (DPRD) ini juga ada yang resah. Dan ada yang mengambil keuntungan serta tepuk tangan,” ujarnya.

    Saat dikonfirmasi perihal maladministrasi tersebut, Plh Sekda Provinsi Banten Virgojanti yang mengunjungi kantor Ombudsman Banten justru memilih untuk bungkam dan enggan untuk berkomentar lebih lanjut.

    ”Saya ada janji,” ucap Virgojanti sembari berlalu meninggalkan awak media dengan terburu-buru pada Kamis (11/5).

    Berbeda halnya dengan Plh Sekda yang memilih untuk bungkam, Nana Supiana selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten justru menilai, jika pengangkatan jabatan terhadap 478 pejabat di lingkup Pemprov Banten sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.

    ”Semua normal, standar, prosedur, kriteria sudah terpenuhi. Sudah berekomendasi, sudah ber Pertek BKN, point to poin, izini itu pertimbangan teknisnya clear oleh BKN. Maka BKD sebagai leading sectornya itu clear,” terangnya.

    Selain itu ia juga menegaskan bahwa selama ini pihaknya telah mematuhi asas yang berlaku. Sehingga jika memang diperlukan untuk menjelaskan perihal teknis pengangkatan, pihaknya siap untuk menjelaskan.

    ”Soal yang lain-lain, teknis ya bisa kita jelaskan,” katanya.

    ”Kita taat asas, taat aturan, normatif idealnya,” imbuhnya.

    Di sisi lain, menanggapi perihal rencana Ombudsman yang akan melakukan Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS), Ketua Komisi I DPRD Provinsi Banten Jazuli menyambut baik rencana itu.

    Bahkan menurutnya selaku penilaian itu objektif, maka pihaknya akan mendukung upaya Ombudsman untuk melakukan investigasi atas isu maladministrasi pengangkatan jabatan.

    ”Kita harus banyak melakukan kerjasama dengan Ombudsman selama itu memang objektif, rasional, berdasarkan basis-basis data yang memang clear gitu,” terangnya.

    Kemudian terkait adanya pejabat Pemprov Banten yang terkesan enggan menanggapi perihal upaya Ombudsman untuk melakukan investigas, Jazuli menyayangkan itu.

    ”Ini tidak boleh dipahami oleh sudut pandang seolah-olah ini, mereka kan tidak menyalahkan kebijakan,” tegasnya.

    Dihubungi melalui telepon genggamnya, Ketua Ombudsman Perwakilan Provinsi Banten Fadli Afriadi mengaku pihaknya masih terus mengumpulkan bahan dan data untuk melihat kebenaran adanya dugaan maladministrasi dalam pengangkatan dan pengukuhan ratusan pejabat pemprov. Pihaknya juga saat ini tengah menyusun surat panggilan dalam rangka penyidikan investigasi tersebut.

    “Minggu depan kami akan panggil pejabat terkait untuk diperiksa. Tentunya pemanggilan ini dalam rangka investigasi kami. Dan kami tentunya jika perlu meminta data pendukung lainya (Daftar Riwayat Hidup pejabat) tentu akan kami minta,” ungkapnya.

    Sementara itu ketika disinggung apakah ada pejabat pemprov yang datang secara mendadak seperti yang dilakukan oleh Pj Gubernur Banten Al Muktabar pada Rabu lalu, Fadli mengaku hanya ada dari DPRD Banten.

     “Kalau pejabat pemprov nggak ada yang datang, karena memang dalam hal dugaan investigasi kami belum memanggil pihak terkait. Hanya saja tadi sore (kemarin) kami kedatangan  Ketua Komisi I DPRD Banten, Pak Ahmad Jazuli. Hanya datang biasa saja, kita tidak bisa menolak siapapun yang akan datang ke Ombudsman. Tadi sih pembahasan dengan Pak Ahmad Jazuli secara umum. Kami menghargai apa yang dilakukan oleh Komisi I. Kita lakukan apa yang kita lakukan sesuai dengan Tupoksinya masing-masing,” ungkapnya seraya mengatakan kedatangan Ahmad Jazuli sebelumnya yang bersangkutan menelpon pihak Ombudsman.(MG-01/RUS/PBN)

  • 1 Tahun Al Muktabar, Banyak PR, PJ Gubernur Baru Diharap Mengayomi

    1 Tahun Al Muktabar, Banyak PR, PJ Gubernur Baru Diharap Mengayomi

    CILEGON, BANPOS – Tepat hari ini, masa jabatan Pj Gubernur Banten, Al Muktabar, telah mencapai 1 tahun. Dilantik pada tanggal 12 Mei 2022, Al Muktabar menjadi pemimpin masa transisi Provinsi Banten pasca berakhirnya periode Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, Wahidin Halim dan Andika Hazrumy.

    Dalam kepemimpinannya tersebut, tercatat beberapa hal yang menjadi pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan oleh Pj Gubernur baru yang akan dilantik nanti. Mulai dari komunikasi, hingga ke masalah reformasi birokrasi.

    Wakil Walikota Cilegon, Sanuji Pentamarta mengatakan bahwa sebagai pimpinan dari Kota Cilegon, dirinya menginginkan agar Pemerintah Provinsi Banten dapat bertindak sebagai kakak dan juga ayah bagi pemerintah kota/kabupaten. Semangat yang dibawa yakni mengayomi dan melayani pemerintahan setingkat di bawahnya. Namun akhir-akhir ini, ia menilai bahwa Pemprov Banten justru menjadi kabupaten/kota ke-9 di Provinsi Banten.

    Padahal, tugas dari Pemprov Banten adalah menyambungkan aspirasi kota/kabupaten ke pusat, dan menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah pusat.

    Jadi ke depan pemerintahan provinsi jangan menjadi kabupaten kota ke-9. Tugas mereka adalah melaksanakan seperti yang ia mau. Namun menurut dia, kedepannya Penjabat Gubernur Banten harus lebih dari tahun ini.

    “Selama ini masih kurang, ke depan harus lebih ditingkatkan komunikasi, kesadaran ngomong dari  pemerintah provinsi kepada kabupaten kota,” tegasnya.

    Oleh karena itu, ia berharap Penjabat Gubernur Banten selanjutnya, harus bisa lebih baik lain dalam membantu pembangunan di kota/kabupaten yang ada di Provinsi Banten. Jangan sampai sibuk sendiri dengan pemerintahannya.

    “Pemerintah provinsi harus bisa mengayomi kabupaten kota, jadi jangan sibuk dengan pemerintahan sendiri. Harus juga berbagi  waktu  untuk datang ke pemerintahan kota, tanyakan kepada pemerintahan kabupaten kota, apa yang bisa kami dukung,” tegasnya.

    Terpisah, ketua Simpul Gerakan Madani (Sigma) Kabupaten Lebak, Nurul Huda mengatakan, sejak dilantik pada 12 Mei Tahun 2022 lalu, nama PJ Gubernur Banten, Al muktabar memang tak henti  menuai polemik, bahkan selang beberapa hari lagi masa jabatan itu akan berakhir, polemik terkait namanya yang kembali diusulkan oleh DPRD Banten untuk menjadi PJ selanjutnya semakin memanaskan suasana yang berkembang di tanah jawara.

    “Gelombang penolakan dari berbagai tokoh, aktivis, kelompok masyarakat dan kelompok agama, tak henti-hentinya menghiasi media massa, dengan tujuan yang sama yaitu menolak pencalonan kembali al muktabar menjadi PJ Gubernur Banten,” kata Huda kepada BANPOS.

    Ia menjelaskan, meskipun demikian,  DPRD Banten tak bergeming. Berdasarkan rapat pimpinan dewan, mereka kembali mengusulkan nama Al Muktabar sebagai calon PJ Gubernur yang akan datang, dengan berbagai dalih pembenarannya, seakan tak mendengar berbagai aspirasi yang disampaikan oleh elemen masyarakat.

    “Kami dari elemen masyarakat yang tergabung dalam Sigma Lebak akan memberikan beberapa penilaian terhadap kinerja pj gubernur banten selama 1 tahun menjabat,” jelasnya.

    Pertama, selama menjabat sebagai PJ Gubernur, Al tak punya gagasan untuk melakukan reformasi birokrasi, seperti yang ia canangkan.  Pada pelaksanaannya, justru berbanding terbalik. Dengan banyaknya masalah terkait birokrasi di Banten, menjadi bukti sahih, bahwa sebenarnya tak ada reformasi birokrasi.

    “Belum lama terdengar informasi bahwa ada dugaan maladministrasi dalam pengangkatan asn di Provinsi Banten,” ujar Huda.

    Selain itu, pihaknya juga menyoroti Tata kelola Pemerintahan yang dianggap amburadul, menjadi menu sajian yang  langganan disuguhkan oleh Pemerintah Provinsi Banten.

    Beberapa kasus korupsi masih terjadi di lingkungan Pemerintahan, ketidakjelasan berbagai aturan, hingga banyaknya PJS di berbagai dinas dan instansi, menjadikan riuhnya permasalahan di berbagai bidang tidak tertangani dengan baik.

    “Alih-alih menuju good governance, justru terjebak pada kebijakan yang tak populis dan cenderung tak ada pijakan aturan yang jelas,” katanya.

    Ia menerangkan, selama satu tahun kepemimpinannya, Al Muktabar belum mampu menyelesaikan persoalan serius di Banten. Semisal, masih kata Hura, persoalan kemiskinan, tingginya pengangguran, indeks pembangunan manusia yang rendah, serta persoalan maraknya korupsi para pejabat di instansi OPD, masih terus terjadi, hal inilah yang menjadi point penting dalam penilaian kinerja PJ Gubernur Banten.

    Huda memaparkan, Ketidakberhasilan dalam mengatasi berbagai persoalan inilah yang seharusnya menjadi pertimbangan berbagai pihak, dalam hal ini dprd dan kemendagri untuk tidak menunjuk kembali pak al muktabar menjabat pj gubernur banten periode selanjutnya.

    “Demikian penilaian dan masukan dari kami koalisi masyarakat yang tergabung dalam sigma lebak terhadap PJ Gubernur Banten, al muktabar yang akan berakhir, semoga menjadi masukan baik bagi semua pihak,” papar Huda.

    Huda berharap, PJ Gubernur Banten mendatang harus mampu melaksanakan reformasi birokrasi secara nyata dan konsekuen, serta jauh dari konflik kepentingan. Selain itu, PJ juga harus mampu memberikan solusi terhadap persoalan yang terjadi Banten, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan sosial ekonomi, dengan alat ukur kebijakan yang jelas, bukan hanya lipservis belaka. Mampu menghadirkan gagasan dan konsep pembangunan yang baik, sehingga menghadirkan pola good governance dalam mengawal percepatan pembangunan di Banten. Harus bisa menerima aspirasi dan kritik dari masyarakat yang ingin adanya perbaikan dalam pembangunan di wilayah banten, sehingga terciptanya cek and balance dalam tata pemerintahan, bukan berjalan sendiri sehingga mengabaikan kepentingan masyarakat.

    “Ini penting, diharapkan PJ yang akan datang, jauh dari kepentingan politik, kepentingan kelompok tertentu, yang akan menimbulkan polemik seperti yang sudah terjadi pada periode pj sebelumnya,” tandasnya.

    Hal yang berbeda disampaikan oleh Ketua Fraksi NasDem DPRD Kota Cilegon Erick Rebiin. Erick justru  mengapresiasi kinerja PJ Gubernur Banten Al Muktabar. Menurutnya Al Muktabar bisa mengayomi pemerintah daerah khususnya Kota Cilegon.

    “Kalau saya menilai PJ yang sekarang ini positif kenapa saya nilai seperti itu, dalam Pemerintahan Provinsi Banten juga saya sebagai masyarakat Banten yah itu menilai ada pergerakan ekonomi yang baik terus menghargai daripada kabupaten kota, salah satunya dengan ulang tahun Kota Cilegon beliau hadir dari acara Riung Mumpulung sampai dengan Paripurna menghadiri, artinya memang beliau bisa menyatu kepada kabupaten kotanya mengakui dan mau hadir dalam setiap momen dan season acara tersebut beda dengan yang lalu apa-apa diwakili Asda I,” terang Erick kepada BANPOS saat ditemui di Gedung DPRD Kota Cilegon, Kamis (11/5).

    Kemudian menurut Erick, selain komunikasi yang baik kepada daerah, Pemprov Banten juga memberikan pembagian keuangan untuk cukup baik.

    “Saya melihatnya PJ gubernur saat ini baik dan bisa berkomunikasi dengan baik. Dan bahkan secara pembagian keuangan pun saya melihat baik. Bagi saya sepengetahuan saya PJ Gubernur Banten baik,” tuturnya.

    Politisi Partai NasDem ini berharap kedepan, SK AL Muktabar diperpanjang sebagai PJ Gubernur Banten.

    “Saya berharap tetap PJ yang sekarang berlanjut untuk bisa meneruskan pembangunan Provinsi Banten,” katanya.(MYU/LUK/PBN)

  • Potret Buram Pendidikan Dasar

    Potret Buram Pendidikan Dasar

    PELAYANAN dasar seperti pendidikan, masih menjadi beban yang belum mampu dituntaskan pemerintah daerah. Belum memadainya infrastruktur pendidikan dasar menjadi potret buram Provinsi Banten di Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap 2 Mei. Kondisi itu diperburuk degan masih tingginya angka putus sekolah di tingkat sekolah dasar (SD) maupun Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).

    Gambaran buruknya infrastruktur pendidikan di Banten, salah satunya tergambar di Kabupaten Lebak. Berdasarkan informasi yang dihimpun HMI MPO Cabang Lebak, nyaris seribu sekolah dalam konidsi rusak. Kondisi itu tentunya wajib menjadi perhatian bagi Pemkab Lebak.

    “Sepanjang tahun 2022 ada 993 gedung sekolah yang masih rusak. Diantaranya tiga sekolah itu dikabarkan roboh, yaitu SMPN 1 Cibeber dan SMPN 2 Warunggunung yang roboh pada akhir November 2021. Selanjutnya Madrasah Ibtidaiyah (MI) Pasir Madang, Desa Parakan Lima, roboh pada akhir Desember 2021,” kata Tubagus kepada BANPOS.

    Tubagus berharap agar Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak bisa serius dalam menangani permasalahan infrastruktur sekolah yang belum terselesaikan. Karena jika bangunan sekolah tidak layak digunakan, guru maupun siswa pasti sulit untuk menjalani proses belajar mengajar dengan nyaman.

    Ia menjelaskan, Ketika Infrastruktur itu tidak dibenahi, tentu ini akan berpengaruh terhadap tingkat lulusan atau tingkat lamanya sekolah warga Lebak, berdasarkan informasi BPS Lebak angka pendidikan di Lebak hanya mencapai 45,93 Persen lulusan SD.

    “Dari jutaan penduduk Lebak baru menempuh jenjang pendidikan tingkat sekolah dasar,” jelas Tubagus. 

    Tubagus menerangkan, banyak faktor penyebab rendahnya pendidikan di Kabupaten Lebak. Salah satu faktor utamanya dalah masalah ekonomi, karena pendidikan di era sekarang hanya diperuntukkan untuk si kaya dan si penguasa. Sedangkan si miskin tak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi

    “Karena itu, dalam momen Hardiknas ini HMI MPO sangat berduka cita atas rendahnya pendidikan di Kabupaten Lebak. Momen ini harus menjadi bahan refleksi bagi pihak dinas pendidikan agar bisa serius menangani tingkat pendidikan di Kabupaten Lebak,” kata Tubagus.

    Di wilayah Pandeglang, Pemkab Pandeglang juga masih kesulitan menuntaskan masalah infrastruktur pendidikan. Dari 850 SD Negeri di wilayah itu, ada 30 persen yang tidak layak dan perlu mendapatkan penanganan.

    Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Pandeglang, Sutoto menjelaskan, banyak sekolah yang tidak layak karena kondisi wilayah Pandeglang. Diantaranya, ada 26 sekolah yang masih rudak karena terdampak gempa bumi yang melanda Kabupaten Pandeglang.

    “Kita terus berupaya (menuntaskan masalah ini, red). Diantaranya tahun ini kita melakukan pembangunan, rehabilitasi dan renovasi. Kita prioritaskan untuk sekolah yang terdampak bencana, seperti gempa bumi, atau sekolah yang ambruk karena hujan dan angin kencang,” kata Sutoto.

    Menurut Sutoto, Pemkab Pandeglang tak terlalu menggebu-gebu menuntaskan persoalan perbaikan sekolah. Karena, penyebabnya adalah fiscal yang terbatas. Sehingga untuk melakukan perbaikan untuk sekolah yang terdampak bencana pun pihaknya hanya mengadlkan anggaran bantuan keuangan dari Pemprov Banten.

    Untuk perbaikan sekolah yang reduler dari anggaran APBD Kabupaten Pandeglang, pihak Disdikpora Kabupaten Pandeglang terkendala tidak sinkronnya data antara Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dengan survey yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Pandeglang.

    “Tidak sinkronnya antara data yang diinput di dapodik dengan data surveynya DPUPR sehingga kita dapat kuotanya kecil dan sekarang (Perbaikan) SD cuma dapat enam sekolah,” katanya.

    “Akan tetapi saya optimis bahwa melalui pendekatan sinkronisasi data, pendekatan dengan mengusulkan daerah-daerah yang rawan terdampak bencana dan prioritas untuk penuntasan wajib belajar melalui Bankeu ini mudah-mudahan bisa melaksanakannya termasuk dari CSR,” ujarnya seraya menambahkan, untuk tingkat SLTP, kondisinya sudah lebih baik karena saat ini ruang kelas yang tidak layak hanya mencapai 10 persen. 

    Tak hanya di wilayah Kabupaten Pandeglang dan Lebak, Kota Serang yang notabene merupakan ibukota Provinsi Banten, juga masih mengalami masalah dengan infrastruktur pendidikan. Contoh nyatanya bisa dilihat di SDN Sindangraksa, di kelurahan Teritih, Kecamatan Walantaka.

    Murid di SDN Sindangraksa, Ayu Nuroh dan Ridwan, mengaku merasa khawatir serta merasa tidak nyaman dengan keadaan ruangan kelas yang rusak.  Kondisi atap ruangan yang rapuh rawan ambruk membuatnya selalu waswas saat menjalani jam-jam pelajaran di sekolah itu.

    “Sekolahnya lebih diperbaiki lagi karena kelasnya sudah rusak dan mau roboh,” harap Ayu dan Ridwan.

    Salah seorang guru SDN Sindangraksa, Astari mengatakan para guru merasa takut dan was-was yang dipicu oleh bangunan ruang kelas yang mengalami kerusakan parah. Bahkan salah satu kelas di sekolah tersebut juga sudah tidak difungsikan karena sudah nyaris roboh.

    “Salah satu kelas kita kosongkan, kalau dipaksakan dipakai khawatir terjadi sesuatu, khawatir ada asbes jatuh, plafon jatuh. Kita tidak mau ambil resiko. Makanya salah satu kelas yang seharusnya ada dua rombel kita dijadikan satu rombel karena kelasnya tidak ada. Karena kelas yang ujung itu lebih parah dari dua ruangan kelas lainnya,” jelasnya.

    Namun, kegiatan belajar masih dilaksanakan di dua kelas lain yang juga dalam keadaan rusak parah. Dengan kondisi plafon hancur, kayu lapuk, semen keropos, dan jendela rusak yang menghiasi kelas di SDN Sindangraksa.

    “Untuk dua ruangan lainnya, itu juga kita paksakan untuk dipakai karena kalau tidak dipakai kita juga tidak ada kelas lagi,” ungkapnya.

    Ia juga berharap agar Pemerintah Kota Serang bisa lebih memperhatikan sekolah-sekolah yang ada dipinggiran kota seperti SDN Sindangraksa. Dan dirinya juga mengkhawatirkan adanya sekolah-sekolah yang nasibnya sama atau bahkan lebih parah.

    “Kalo masukan dari saya, pemkot lebih memperhatikan sekolah-sekolah yang di pinggiran Kota Serang seperti Sindangraksa ini. Mungkin bisa dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang ada di tengah kota seperti di Kecamatan Serang dan Cipocok rata-rata sekolahnya bagus semua. Saya bahkan khawatir ada sekolah di pinggiran yang kondisinya lebih parah dari sekolah Sindangraksa ini,” tandasnya.

    Kepala Sekolah SDN Sindangraksa, Asih Samsiah mengatakan dalam kegiatan belajar mengajar tetap berjalan seperti biasa. Kalau anak-anak mungkin biasa-biasa saja, akan tetapi para guru merasa takut dan was-was khawatir terjadi insiden yang tidak diinginkan. 

    “Kalo anak-anak sih belajarnya biasa-biasa saja, hanya saja kita sebagai guru yang was-was,”  katanya.

    Asih mengungkapkan perasaannya sedih dengan kondisi ruangan kelas yang kurang layak pakai tersebut. Karena melihat semangat belajar anak-anak yang cukup tinggi. 

    “Kalau bagi saya di momen ini perasaannya sedih dengan kondisi kelas yang rusak. Sedangkan anak-anak disini alhamdulillah antusias dalam belajar,” ungkapnya.

    Dirinya juga menyampaikan bahwa ajuan pembangunan ruangan tersebut baru diterima. Hal tersebut membuat dirinya merasa sedikit lega. Akan tetapi belum tau kapan pelaksanaannya. Karena hanya diberikan jawaban bahwa akan di bangun setelah lebaran.

    “Saat ini sudah di-ACC (disetujui, red) untuk bangunannya untuk diperbaiki, setidaknya saya sedikit merasa lega. Yang tadinya sangat khawatir. Dari pemkot bilangnya untuk pembangunan itu habis lebaran ini, hanya saja belum ada tanggal dan bulan yang pasti kapan pelaksanaanya,” tandasnya.

     

    Tak sampai disitu, wilayah Kota Tangerang yang reletif lebih maju, juga masih mengalami masalah dengan infrastruktur pendidikan. Contohnya, terdapat SMP Negeri yang meskipun belum memiliki bangunan gedung untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, namun sudah menerima peserta didik baru. Sekolah tersebut yakni SMP Negeri 34 Kota Tangerang di Kecamatan Pinang.

    Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang, Gatot Wibowo, mengakui, masih ada beberapa bidang yang masih perlu menjadi perhatian Pemkot Tangerang. Salah satunya yakni terkait dengan infrastruktur pendidikan seperti bangunan sekolah.

    Hal itu kata Gatot, sebagai bentuk asas pemerataan dalam bidang pendidikan khususnya di Kota Tangerang. Maka dari itu, politisi dari PDI Perjuangan tersebut meminta pembangunan gedung SMPN 34 di wilayah Kecamatan Pinang segera direalisasikan.

    “Seperti di wilayah Kecamatan Pinang, meskipun tahun ini SMPN 34 Kota Tangerang di tahun 2023 ini bakal menerima siswa baru, pihak sekolah meminta segera direalisasikan pembangunan sekolah tersebut,” ujarnya, Kamis (4/5).

    Gatot mengungkapkan, dengan sistem zonasi, azas pemerataan memberikan kesempatan kepada para orang tua, untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya di sekolah SMP Negeri. “Walaupun tahun ini sudah menerima siswa, pembangunan gedung SMPN 34 harus segera direalisasikan,” katanya.

    Sebelumnya Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang, Jamaludin mengatakan, menjelang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), warga Kecamatan Pinang bakal memiliki sekolah baru untuk jenjang SMP. “Ya, SMP Negeri 34 di Kecamatan Pinang pertama kali akan menerima siswa baru,” ungkapnya.

    Jamal mengatakan, walaupun gedung SMP 34 tersebut belum dibangun, namun akan menggelar PPDB. Untuk sementara, tambah dia, para siswa baru masih menumpang gedung sekolah lainnya.

    “Alhamdullilah kita sudah menambah 1 sekolah di Kecamatan Pinang SMP 34 dan itu kita akan buka sebanyak 7 rombel (rombongan belajar). Setiap rombel ada 36, tinggal dikalikan saja,” paparnya usai halal bihalal PGRI.

    Jamal yang juga Ketua PGRI Kota Tangerang menjelaskan, untuk lahan sekolah SMP 34 tersebut telah dibebaskan pada tahun 2022 lalu. Untuk luas lahan itu berkisar seluas 3.500 – 3.800 meter persegi, yang lokasinya tidak jauh dari kantor Kecamatan Pinang.

    Meski demikian, sebut Jamal, untuk siswa baru sementara menumpang sekolah lainnya. Jamal menyebut pihaknya tidak akan menambah guru baru untuk ditempatkan di SMPN 34 itu.

    “Kita lagi survei SD Kunciran 7 dan SMP 16, kita lihat situasi dan kondisi. Tapi guru yang ada di sekolah SMP Negeri maupun SD mungkin jumlah jam nya masih kurang kita tambahkan di SMP yang baru. Jadi tidak ada tambahan guru,” tandasnya.(MG01/MYU/DHE/BNN/ENK)