Kategori: INDEPTH

  • ASN Jangan Terkotak-kotak

    ASN Jangan Terkotak-kotak

    INDIKASI hubungan yang berjarak antara ASN lulusan IPDN dengan ASN lain, tak hanya terendus di Kota Serang. Aromanya juga tercium di Kota Baja, Kota Cilegon. 

    Kondisi ini dituding menjadi salah satu kendala mandeknya roda pemerintahan. Hal ini, karena adanya gap atau jarak antara Aparatur Sipil Negara (ASN) yang satu dengan yang lainnya sehingga berdampak pada lambannya roda pemerintahan. Yang jadi korban tentunya masyarakat.

    Ketua DPRD Kota Cilegon Isro Mi’raj mengatakan hal itu seharusnya tidak boleh terjadi di suatu pemerintahan karena berdampak pada jalannya roda pemerintahan sehingga masyarakat yang jadi korban.

    “Iya indikasinya memang ada, diduga ada kelompok-kelompok. Yang saya dengar misalkan yang sangat berpengaruh sekarang di luar Cilegon itu terjadi, itu isu-isu yang saya dengar tetapi apapun itu jangan pernah terjadi konflik yang berkepanjangan karena yang akan dirugikan masyarakat,” kata Isro kepada BANPOS saat ditemui di Gedung DPRD Kota Cilegon, Kamis (18/8).

    Kemudian Isro menyarankan kepala daerah agar bisa menyatukan mereka agar roda pemerintahan bisa berjalan dengan baik. Isro juga menegaskan kepada ASN agar tidak mengkotak-kotakan para pegawai di Pemkot Cilegon 

    “Tidak ada kelompok-kelompok, karena yang dirugikan masyarakat, pelayanan masyarakat terganggu apabila ada gap, apabila terjadi kelompok-kelompok seperti itu dan fungsinya kepala daerah harus bisa menyatukan mereka kalau ada faksi-faksi itu,” tegasnya.

    Politisi Partai Golkar ini meminta kepala daerah untuk bisa mengatur manajemen organisasi pemerintahan agar bisa menyatukan kelompok-kelompok yang ada di tubuh ASN Pemkot Cilegon.

    “Makanya itulah memanajemen suatu organisasi pemerintahan itu kan nggak sederhana bagaimana menyatukan persepsi supaya tidak ada kelompok IPDN, atau kelompok putera daerah maka pemersatu itu adanya di kepala daerah jangan dipelihara konflik ini bagaimana satu kesatuan ini terintegrasi tujuannya melaksanakan, menjalankan visi misi kepala daerah terpilih sehingga itu yang sesungguhnya yang harus dilakukan jadi komandonya satu,” paparnya.

    Lebih lanjut dikatakan Isro para ASN tidak boleh terjun pada politik praktis demi mengamankan jabatan, karena menurutnya ASN sudah diatur oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014. Apalagi kalau kelompok ASN sampai memunculkan nama untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada).

    “Tidak boleh seperti itu, aturannya sudah jelas kalau ASN tidak boleh memunculkan nama calon kepala daerah tidak terlibat langsung dalam politik praktis. Tidak boleh berkelompok membikin suatu organisasi untuk mengusung salah satu calon kan sudah jelas tentu mereka sudah paham. Nah biasanya itu terjadi setelah pemilihan kan kelompok-kelompok itu,” tutupnya.

    Sementara itu, Sekda Kota Cilegon Maman Mauludin saat dikonfirmasi ke kantornya tidak ada ditempat. Kemungkinan Maman sudah berada di Jakarta menghadiri Rapat Gabungan Pembahasan Laporan Semester I dan Prognosis enam bulan berikutnya APBD Kota Cilegon TA 2022 oleh Badan Anggaran DPRD Cilegon bersama Pemkot Cilegon. Kegiatan tersebut diketahui berlangsung selama dua hari Kamis (18/8) sampai Jumat (19/8) di Hotel Novotel Mangga Dua Square Jl. Gunung Sahari, Ancol Jakarta Utara.

    Kemudian, BANPOS mencoba menghubungi lewat via telepon akan tetapi tidak direspon. Lewat pesan WhatsApp pun tidak mendapatkan balasan padahal BANPOS sudah mengajukan beberapa pertanyaan. (LUK/ENK)

     

  • Ibukota Dalam Genggaman Korsa

    Ibukota Dalam Genggaman Korsa

     

    DOMINASI Geng Korsa di Kota Serang disebut membuat kekuatan politik terbelah menjadi tiga. Kekuatan politik di daerah yang seharusnya hanya eksekutif yang diwakili oleh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta lembaga legislatif yang diwakili oleh DPRD, saat ini bertambah dengan adanya kelompok Purna Praja.

    Bukan tanpa alasan Geng Korsa disebut sebagai kekuatan politik ketiga di Ibukota Provinsi Banten. Hal itu dikarenakan mereka mampu membuat jaringan yang mantap di tubuh pemerintahan Kota Serang, dengan mendistribusikan para Purna Praja ke jabatan-jabatan strategis, baik di tingkat Eselon III maupun Eselon II.

    Bahkan, pada seleksi terbuka Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Serang yang lalu, hanya menjadi ajang para Purna Praja memperebutkan tahta Panglima ASN di Kota Serang. Sebab, peserta yang masuk sebagai tiga besar, semua merupakan jebolan IPDN, baik itu Nanang Saefudin, Moch Poppy dan Syaukani.

    Dominasi Geng Korsa semakin mengakar ketika Nanang Saefudin menjabat sebagai Sekda Kota Serang. Bahkan disebutkan oleh salah satu sumber BANPOS di kalangan Pemkot Serang, hampir seluruh pejabat yang merupakan Purna Praja selamat dari gelombang penghapusan Eselon IV kemarin. Di sisi lain, salah satu Super Senior dari mereka yakni Mantan Sekda Kabupaten Serang, Benny Syahbandar, kerap menjadi Tim Seleksi pada Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama.

    “Pemetaan dan sebaran alumni IPDN di Kota Serang juga bagus. Banyak dari mereka yang duduk di posisi strategis. Hanya beberapa saja yang malang lantaran tidak selamat dan karirnya tidak ikut terangkat oleh latar belakangnya,” tutur sumber BANPOS itu.

    Berdasarkan penelusuran dan pengumpulan data yang BANPOS lakukan, kurang lebih terdapat 70 hingga 80 pejabat di Kota Serang yang berasal dari Geng Korsa. Sebanyak 12 orang diantaranya merupakan JPT Pratama, dan satu orang Camat.

    Untuk JPT Pratama, Geng Korsa ‘menguasai’ 12 perangkat daerah yakni Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) yang dipimpin oleh Wahyu Nurjamil, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) yang dipimpin oleh Ritadi, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang dipimpin oleh W. Hari Pamungkas, Dinas Sosial (Dinsos) yang dipimpin oleh Moch. Poppy Nopriadi.

    Selanjutnya, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang dipimpin oleh Kusna Ramdani, Asisten Daerah 1 yang dijabat oleh Subagyo, Asisten Daerah 2 yang dijabat oleh Yudi Suryadi, Asisten Daerah 3 yang dijabat oleh Imam Rana Hardiana, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang dipimpin oleh Farach Richi, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) yang dipimpin Anthon Gunawan, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) yang dipimpin oleh Wachyu B. Kristiawan dan Camat Walantaka yang dijabat oleh Karsono.

    Dari jumlah itu, secara persentase setidaknya Geng Korsa telah menguasai sebesar 40 persen dari keseluruhan perangkat daerah yang ada di Kota Serang. Jumlah itu masih mungkin bertambah mengingat pada September nanti, akan ada seleksi terbuka yang dilakukan oleh Pemkot Serang.

    Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Serang, Nanang Saefudin, saat dikonfirmasi menegaskan bahwa meskipun dirinya berasal dari Korsa, namun tidak serta merta membuat ia gelap mata dengan memprioritaskan para Purna Praja untuk bisa menduduki jabatan-jabatan penting di Kota Serang.

    “Walaupun saya dari Korps IPDN atau apapun, silakan ditanya, saya sebagai Sekda tidak gelap mata begitu saja mempromosikan orang-orang dari kalangan saya. Tidak seperti itu. Bisa dilihat role modelnya. Contoh, bu Lilik, sekarang dia Kabid di Bapenda. Dia bukan Korps saya. Tapi karena dia orang bagus dan saya tahu. Jadi saya usulkan. Banyak kok, pak Faturohman Sekretaris di Bapenda,” ujarnya.

    Sementara terkait dengan Eselon II, menurutnya hal itu juga kembali kepada masing-masing kompetensi para ASN. Apalagi dalam pelaksanaannya, dilakukan dengan cara seleksi terbuka yang harus menunjukkan masing-masing kapasitas.

    “Nah kalau ke Eselon II, itu kan ada Open Bidding. Memang Korps kami itu didik kapasitasnya dari ilmu pemerintahan. Khususon lah berkaitan dengan itu. Karena didik sejak taruna awal sampai akhir, itu-itu saja. Tapi ada juga dari IPDN yang sampai saat ini masih di Eselon IV, ada kok. Itu senior juga, seangkatan pak Anthon,” tuturnya.

    Manuver Geng Korsa untuk menguasai pemerintahan pun bukan hanya dari segi jabatan politis hasil kontestasi saja, namun juga sampai pada jabatan yang nantinya akan muncul pada saat kekosongan kekuasaan pasca-lengsernya Syafrudin-Subadri pada Desember 2023 mendatang. Geng Korsa disebut telah mempersiapkan diri untuk merebut jabatan Pj Walikota Serang, yang nantinya akan berkuasa kurang lebih satu tahun lamanya.

    Nama Subagyo disebut-sebut bakal menjadi orang yang ditunjuk sebagai Pj Walikota Serang. Itu pun apabila Nanang Saefudin benar-benar akan mencalonkan diri pada kontestasi Pilkada 2024. Sebab jika mencalonkan diri, Nanang harus mundur dari jabatan sekaligus status ASN-nya.

    “Kalau pak Nanang jadi mencalonkan diri, maka nantinya yang akan dipasang sebagai Pj Walikota Serang itu pak Subagyo. Tapi kalau tidak jadi mencalonkan diri, maka pak Nanang akan dipasang menjadi Pj Walikota Serang,” ucap salah satu sumber BANPOS di lingkungan Setda Kota Serang.

    Subagyo saat dikonfirmasi, mengatakan bahwa hal itu masih jauh untuk dibicarakan. Apalagi, duet Syafrudin-Subadri masih ada waktu sampai Desember 2023 mendatang. “Masih lama itu kang,” ucapnya. Namun ia tidak membantah bahwa dirinya merupakan salah satu kandidat Pj Walikota Serang, bersama dengan Nanang Saefudin. (DZH/ENK)

     

     

  • Geng Korsa Berebut Tahta

    Geng Korsa Berebut Tahta

     

    AROMA Politisasi Birokrasi di sejumlah daerah masih tercium pekat hingga saat ini. Kondisi aparatur negara yang kerap terlibat aktif dalam politik praktis menjadi gambaran yang lumrah terjadi. Salah satu kelompok yang disebut punya kekuatan solid dalam urusan ini adalah para alumni dari sekolah kedinasan milik Kemendagri: Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

    Sejak awal mula pendirian sekolah kedinasan milik Kemendagri tersebut, IPDN telah melalui banyak transformasi. Mulai dari Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN), Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), integrasi dengan Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) hingga menjadi IPDN. Namun, satu yang tidak berubah dari para jebolan sekolah kedinasan itu, jiwa Korsa mereka yang terus ada.

    Semangat Korsa itulah yang disebut oleh banyak pihak, membuat solidaritas dari para alumni sekolah kepamongprajaan ini ini tetap terjaga. Solidaritas itu membuat hubungan emosional yang disatukan dalam ikatan almamater itu, juga membuat kelompok ini punya kekompakan ibarat sebuah geng dalam sebuah organisasi.

    Seperti yang terjadi di Kota Serang. Kekompakan dan solidaritas geng Korsa ini disebut sedang menyusun rencana untuk kembali menempatkan perwakilan mereka di pucuk pimpinan pemerintahan ibukota Provinsi Banten.

    Pada Rabu (10/8) lalu, seorang pejabat teras dari salah satu Partai Politik (Parpol) pemenang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019, datang menghampiri BANPOS. Ia menyampaikan bahwa partainya didatangi oleh dua orang Geng Korsa, dan menyodorkan dua nama untuk dapat dipinang menjadi salah satu Bakal Calon Walikota Serang pada Pilkada nanti.

    Dua nama tersebut yaitu Nanang Saefudin yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Serang, dan Wahyu Nurjamil yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kota Serang. Keduanya merupakan bagian dari Geng Korsa, dan disebut memiliki popularitas, elektabilitas dan kapasitas yang mumpuni untuk maju pada kontestasi Pilkada.

    Kendati disodorkan dua nama, Geng Korsa disebut lebih condong untuk memilih Nanang Saefudin untuk dapat maju pada kontestasi nanti. Bahkan, ia menuturkan bahwa sudah ada kesepakatan untuk siapa yang nantinya akan menjabat sebagai panglima tertinggi ASN, apabila Nanang berhasil memenangkan Pilkada. Jika Nanang berhasil memenangkan Pilkada, maka W. Hari Pamungkas lah yang akan menjadi Sekda.

    “Kelompok IPDN sudah mulai gerak tuh. Semenjak isu pencalonan Pak Nanang naik ke media, banyak junior-juniornya yang mulai gerak untuk menawarkan. Dua, Pak Nanang dan Pak Wahyu Nurjamil. Dua orang yang datang,” ujarnya kepada BANPOS.

    Untuk diketahui, W. Hari Pamungkas merupakan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Serang. Sebelum menjabat sebagai Kepala Bapenda, Hari merupakan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Serang.

    Informasi itu dibenarkan oleh sumber BANPOS lainnya yang merupakan jebolan IPDN. Menurutnya, nama Nanang memang sudah sejak lama diproyeksikan untuk maju pada kontestasi Pilkada 2024 nanti. Ia mengatakan, mayoritas menyepakati jika memang Nanang maju sebagai Bakal Calon Walikota Serang.

    “Kang Nanang memang sudah lama jadi omongan di internal alumni IPDN. Ketika disodorkan namanya, ya memang hampir semua sepakat sih. Nama Kang Wahyu juga muncul, cuma beliau itu kan lebih sering sendiri,” terangnya.

    Wacana dicalonkannya Nanang Saefudin maupun Wahyu Nurjamil untuk menjadi Walikota oleh Geng Korsa, salah satunya disebut karena kelompok itu ingin mengembalikan kepemimpinan daerah ke pangkuan Korsa IPDN. Sebab, Walikota Serang yang pertama yakni mendiang Bunyamin, merupakan alumni IPDN.

    Selain itu, di Banten pun memiliki cukup banyak senior IPDN yang sangat ingin diteladani. Diantaranya pernah dan tengah menjadi Kepala Daerah maupun Wakil Kepala Daerah. Seperti Mohammad Masduki yang pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten mendampingi Ratu Atut Chosiyah, dan Pandji Tirtayasa yang saat ini menjabat sebagai Wakil Bupati Serang.

    “Selama pendidikan, kami dididik untuk menjadi kader pemimpin. Selain jadi pemimpin, kami juga dididik untuk terus menjadi teladan. Maka dari itu, enggak heran kalau rekan-rekan almamater saya itu mengincar jabatan kepala, karena untuk mempraktikkan doktrin tersebut. Doktrin mengenai itu sudah pasti membekas di kepala kita,” ungkap sumber BANPOS itu.

    Salah satu Pejabat di Pemkot Serang yang juga merupakan purna praja IPDN mengatakan, beberapa kali dirinya mendapati sejumlah Parpol mendatangi Nanang, untuk ‘meminang’ agar dapat dicalonkan sebagai Bakal Calon Walikota Serang. Salah satu Parpol tersebut yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

    “Beberapa kali juga saya didatangi oleh teman-teman partai agar bisa membujuk Kang Nanang untuk mau dicalonkan. Sudah sering kok itu,” ujar dia.

    Jika Nanang didekati oleh PDIP, Wahyu pun didekati oleh sejumlah partai. Diantaranya yaitu Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sumber BANPOS mengatakan, Wahyu memang kurang dilirik oleh Geng Korsa di Kota Serang untuk dapat dicalonkan sebagai Walikota Serang, namun Wahyu dilirik lantaran memiliki kapasitas sebagai pemimpin non-pemerintahan.

    “Kalau Kang Wahyu kan jelas, beliau bisa memobilisasi massa yang sangat banyak. Karena beliau merupakan Ketua Umum Kesti TTKKDH. Jadi mungkin dari segi leadership beliau lebih dilirik oleh Parpol, karena terbukti bisa memobilisasi massa yang bukan merupakan pegawai pemerintahan,” tuturnya.

    Saat dikonfirmasi, Nanang Saefudin membenarkan bahwa dirinya beberapa kali diajak berkomunikasi oleh sejumlah Parpol. Namun, komunikasi tersebut menurutnya bukan komunikasi yang serius apalagi formal sesuai dengan aturan masing-masing partai.

    “Sebenarnya kalau secara formalistik belum ada, karena kan mereka juga pasti punya mekanisme di kepartaian. Saya ini orang birokrat bukan politisi, dan saya yakin masing-masing partai punya anggaran dasar dan rumah tangganya sendiri,” ujar Nanang saat ditemui di Puspemkot Serang, Kamis (18/8).

    Nanang juga mengakui apabila komunikasi yang beberapa kali dilakukan oleh sejumlah Parpol tersebut, masih sebatas obrolan ringan dan candaan semata. Sementara untuk kedekatannya dengan Parpol pun menurutnya hanya sebatas rekan kerja.

    “Jadi sampai saat ini semua hubungan dengan seluruh pimpinan partai saya sangat baik-baik sekali. Dengan PAN, kebetulan pak Walikota, PPP pak Wakil, dengan Gerindra pak Budi sangat baik. Ada Roni Alfanto, bu Ratu Ria, begitupun dengan PKB dan PDIP. Saya sih menganggapnya hal itu bagian dinamika pada saat kita ngobrol setelah rapat, suka bercanda. Saya menganggapnya itu adalah bagian dari dinamika obrolan saja,” katanya.

    Ia secara pribadi pun mengaku jika saat ini masih belum ada pikiran untuk maju pada kontestasi Pilkada 2024 nanti. Namun, tidak menutup kemungkinan pula ke depan ia akan berubah pikiran, dan memantapkan diri untuk maju berkontes.

    “Biarkanlah proses itu berjalan sebagaimana mestinya, karena sesungguhnya ke depan itu kita tidak tahu. Tapi sampai saat ini tidak ada keseriusan saya untuk mencalonkan, entah kalau dicalonkan. Tapi kalau dicalonkan juga tidak ada juga partai yang serius ke saya, dan saya harus akui secara jujur, jangan sampai berita di luar bias,” ungkapnya.

    Apalagi, ia yang memang birokrat tulen dan saat ini menjabat sebagai Panglima ASN, harus bisa menjaga marwah dari jabatan serta birokrasi yang ia pimpin. Jika ia memproklamirkan diri bakal maju pada kontestasi Pilkada nanti, maka dikhawatirkan akan terjadi perpecahan di tubuh ASN Pemkot Serang.

    “Kalau belum apa-apa sekarang saya sudah punya agenda pribadi untuk pencalonan, saya khawatir. Karena jabatan Sekda ini harus bisa menjaga marwah birokrasi. Saya juga khawatir ASN saya terkotak-kotak, saya tidak mau itu terjadi,” ungkapnya.

    Saat ini, ia berkomitmen untuk konsisten menjalankan amanahnya sebagai Sekda Kota Serang, hingga akhir masa jabatan Walikota dan Wakil Walikota Serang. Apalagi sejumlah PR pembangunan yang termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), masih harus pihaknya selesaikan.

    “Yang ada dalam pikiran saya sekarang, bagaimana menuntaskan janji-janji politik pak Wali dan pak Wakil itu selesai di tahun 2023, seperti infrastruktur, pelayanan dasar, Mall Pelayanan Publik, itu kan bagian dari janji politik beliau yang tertuang di dalam RPJMD,” ucapnya.

    Mengenai keterlibatan Geng Korsa dalam upaya pencalonan dirinya, Nanang mengaku bahwa hal itu sebenarnya biasa. Karena, jebolan dari kampus manapun akan memiliki ikatan emosional dengan sesama, terlebih jika bekerja pada satu lingkungan yang sama. Namun ia mengaku, akan sangat melacurkan organisasi alumni jika harus melibatkannya dalam politik praktis.

    “Di kami namanya IKAPTK (Ikatan Keluarga Alumni Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan). Kebetulan saya ketuanya. Saya terlalu melacurkan diri kalau organisasi yang saya sangat hormati, dibawa ke politik walaupun secara pribadi. Secara pribadi, intinya tidak ingin ada organisasi itu dibawa ke kancah politik. Karena memang di organisasi IKAPTK itu non-partisan, tidak boleh berpartai dan tidak terafiliasi partai,” ucapnya.

    Wahyu Nurjamil saat dikonfirmasi, mengatakan bahwa isu mengenai bakal majunya ia pada kontestasi Pilkada nanti, mungkin saja lantaran sejumlah pihak melihat dirinya sangat aktif dalam mengurus organisasi Kesti TTKKDH.

    “Memang begini, mungkin orang melihat pergerakan saya di organisasi itu masif. Padahal tujuan pergerakan saya di organisasi itu untuk lebih kepada bagaimana mengembalikan marwah dan kebanggaan organisasi dan anggotanya,” ujarnya saat ditemui BANPOS, Kamis (18/8).

    Menurut Wahyu, masifnya dia pada organisasi Kesti TTKKDH tidak dapat dipungkiri menjadi sorotan berbagai pihak. Namun ia mengatakan, aktifnya gerakan dia dalam mengurus Kesti TTKKDH tidak serta merta membuat dia layak untuk maju sebagai Calon Walikota Serang.

    “Kalaupun dari itu ada efek bahwa saya mempunyai maksud dan tujuan sebagai salah satu cara untuk mengikuti kontestasi, ya saya aminkan saja. Karena kan prinsipnya, tidak cukup mengandalkan organisasi untuk bisa ikut kontestasi. Harus ada elektabilitas, popularitas dan juga yang pasti punya kendaraan,” terangnya.

    Akan tetapi, Wahyu tidak membantah jika mungkin saja ia nantinya bakalan maju untuk mencalonkan diri sebagai Walikota Serang. Sebab, masih banyak proses yang harus dilalui. Dan yang terpenting, saat ini dia masih fokus dalam menjalankan tugasnya sebagai Kepala DPK Kota Serang.

    “Itu kan proses. Kenapa saya bilang itu proses, untuk ikut kontestasi itu banyak variabelnya. Harus punya kendaraan, punya calon pasangan, punya elektabilitas, punya popularitas. Kita juga tahu yang namanya kontestasi itu perlu biaya. Nah itu nanti akan terlihat pada prosesnya, sampai nanti pada titik waktu pendaftaran,” katanya.

    Wahyu juga mengaku apabila sampai pada pembukaan pendaftaran ternyata dia tidak memenuhi variabel yang ada, maka tidak jadi masalah. Sebab, pengabdian dirinya masih dapat terus berlanjut untuk Kota Serang.

    “Kalau misalkan nanti dari semua variabel itu ada yang tidak terpenuhi, ya saya akan tetap mengabdi saja. Karena mengabdi itu kan tidak harus menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah. Dimanapun kita bisa mengabdi,” ungkapnya.

    Sementara mengenai isu bahwa tengah terjadi ‘pertarungan’ antara dirinya dengan Nanang dalam memperebutkan restu Geng Korsa agar dapat maju sebagai Calon Walikota Serang, menurutnya yang menjadi fokus bukanlah itu.

    “Kalau dari saya begini, ini menunjukkan bahwa almamater dari IPDN memiliki dua nama yang bisa berkontestasi di Pilkada. Ini merupakan bagian dari penghargaan, artinya kinerja kita mungkin terpakai, disukai dan diakui oleh masyarakat,” tuturnya.

    Ia pun meyakini bahwa geng Korsa nantinya tidak akan turut campur secara kelembagaan dalam kontestasi Pilkada, meskipun dia dan Nanang maju untuk turut serta. Sebab, Geng Korsa memiliki doktrin untuk patuh dan taat terhadap pimpinan, siapapun itu.

    “Almamater mungkin juga tidak ada dukung mendukung begitu, karena bagi kami siapapun pimpinannya, kita harus bekerja untuk pimpinan dalam bentuk loyalitas, dalam bentuk prestasi, sehingga roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik dan bisa memberikan warna,” ungkapnya.

    Adanya fenomena gerakan politis dari Geng Korsa tersebut menurut pengamat politik dan juga akademisi Untirta, Leo Agustino, sebagai hal yang lumrah. Bahkan menurutnya, hal itu justru menyuburkan demokrasi di Indonesia.

    “Majunya seseorang dalam pemilihan Kepala daerah tidak pernah dilarang dalam konstitusi. Justru hal ini menyuburkan demokrasi. Di mana demokrasi terkait dengan adanya alternatif pilihan saat Pemilihan Kepala Daerah,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.

    Ia mengatakan, semangat Korsa yang dibawa oleh para Purna Praja pun sah-sah saja dilakukan. Namun ia menuturkan, tentu lebih baik bagi para ASN dan juga Purna Praja untuk dapat fokus pada pelayanan publik saja, tidak memikirkan politik dan jabatan.

    “Berkomitmen atas nama almamater untuk maju dalam Pilkada juga sah-sah saja. Tapi dari itu semua, tentu saya tetap berharap ASN atau PNS di Kota Serang, khususnya kawan-kawan alumni IPDN, yang merupakan pelayan publik tetap berkomitmen melayani warga. Bukan memikirkan jabatan (politik),” katanya.

    Selain itu, imbas dari terlibatnya Geng Korsa dalam politik praktis dikhawatirkan dapat menimbulkan perpecahan di dalam tubuh ASN di Pemkot Serang. Hal itu yang harus dipastikan tidak terjadi jika memang semangat Korsa bakal dikedepankan pada Pilkada nanti.

    “Jangan sampai esprit de corps yang sedang digalang oleh kawan-kawan alumni IPDN, memecah belah kerukunan kerja di dalam pemerintahan. Kekhawatiran saya, karena sudah terbentuk blocking politik seperti ini akan terjadi polarisasi di dalam pemerintahan. Ini berbahaya sebab ASN bukanlah aktor politik,” ucapnya.

    Terakhir, ia menyayangkan lemahnya kaderisasi yang dilakukan oleh Parpol, sampai-sampai harus mengincar para birokrat untuk maju pada kontestasi Pilkada. “Hal yang disayangkan lainnya adalah kaderisasi partai yang kurang optimal sehingga mereka memajukan non-kader,” tandasnya. (DZH/ENK)

  • Rakyat Ibukota Tak Puas, HUT Kota Serang ke-15

    Rakyat Ibukota Tak Puas, HUT Kota Serang ke-15

     

    KOTA Serang hari ini genap berusia 15 tahun. Sejak ‘dilahirkan’ dari hasil pemekaran Kabupaten Serang pada 10 Agustus 2007 lalu, banyak hal yang sudah berubah, baik dari segi fisik wilayah, maupun birokrasi pemerintahan. Namun, perubahan itu belum memuaskan masyarakat di Ibukota Provinsi Banten.

    Memasuki usia yang ke 15 tahun, Kota Serang masih dirasa memiliki permasalahan dalam soal kebersihan dan sulitnya mencari pekerjaan. Selain itu, pada masa kepemimpinan Syafrudin-Subadri yang sudah berjalan selama empat tahun ini, terlihat bahwa masyarakat masih belum terlalu puas dengan kinerja dari duet yang mengusung tagline Aje Kendor ini.

    Demikian yang digambarkan dari hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh bidang penelitian dan pembangunan (litbang) BANPOS dalam rangka menyambut hari ulang tahun Kota Serang yang ke 15.

    “Dari hasil jajak pendapat ini didapatkan hasil bahwa sebanyak 33 persen masyarakat menyatakan sulitnya mencari pekerjaan adalah permasalahan yang paling penting di Kota Serang. Selain itu, masalah kebersihan atau sampah menempati posisi dua dengan nilai 14 persen. Hal ini menjadi catatan penting, karena permasalahan tersebut menjadi janji politik dari pasangan Syafrudin-Subadri,” ujar Kepala Litbang BANPOS, Panji Bahari.

    Selain itu, tingkat kepuasan atas kinerja pasangan Syafrudin-Subadri ini juga masih belum baik. Hal tersebut berdasarkan data, hanya 37 persen masyarakat yang puas terhadap kinerja pasangan Aje Kendor ini, dan terdapat 27 persen masyarakat yang menyatakan tidak puas.

    “Dalam hasil ini, ada 36 persen warga Kota Serang yang ragu-ragu menilai kinerja. Hal ini sebenarnya menandakan bahwa kerja-kerja dari Syafrudin-Subadri belum jelas bagi masyarakat. Dengan waktu satu tahun ini, pasangan tersebut harus bekerja keras untuk memberikan kepuasan pelayanan bagi masyarakat.

    Adapun jika dipilah berdasarkan gender, terlihat bahwa perempuan lebih merasa tidak puas dengan kinerja pasangan Aje Kendor ini terkait penyelesaian masalah sampah. Sedangkan untuk laki-laki lebih pada permasalahan lapangan pekerjaan.

    Panji menyampaikan survei ini dilakukan selama dua minggu dengan mengambil sampel sebanyak 200 orang yang menggunakan simple random sampling.

    Rendahnya kepuasan masyarakat terhadap kondisi Kota Serang seperti yang ditunjukkan pada hasil survei yang dilakukan oleh BANPOS, dinilai lantaran Pemkot Serang gagal membawa jalannya pembangunan di Kota Serang ke arah Smart City. Bahkan disebutkan, pembangunan Kota Serang masih sangat jauh dari desain sebagai Kota yang Pintar.

    Akademisi Unsera, Usep S. Ahyar, mengatakan bahwa dengan rendahnya kepuasan masyarakat yang digambarkan pada hasil survei BANPOS, menunjukkan bahwa masyarakat beropini secara gamblang jika Pemkot Serang memiliki kinerja yang jelek.

    “Itu opini masyarakat, menggambarkan bahwa pemerintahan jelek. Banyak masyarakat yang tidak puas, kalau dilihat dari opini masyarakat. Meskipun memang harus diuji apakah opini itu reliable atau tidak, tergantung metodenya,” ujarnya kepada BANPOS.

    Ia mengatakan, opini yang ditunjukkan dalam survei BANPOS bisa saja memiliki hasil yang lebih buruk, apabila basis kepuasannya didasarkan pada desain Smart City. Sebab, akan muncul banyak ketidakefektifan dan ketidakefisienan dalam pelaksanaan pemerintahannya.

    “Nah itu untuk menjawab permasalahan sebuah kota yang populasinya banyak, yang karena populasi itu banyak persoalannya menjadi menumpuk. Misalkan kemana-mana macet, ini menggambarkan bahwa kota ini tidak efektif dan efisien. Mengurus pelayanan publik lama, itu juga menjadi tanda-tanda kotanya itu tidak smart. Tidak ada event-event internasional, kegiatan kecil yang biasa-biasa saja. Ini tanda-tanda belum smart,” tuturnya.

    Usep menegaskan bahwa di usia yang sudah 15 tahun, seharusnya Kota Serang sudah menjadi atau setidaknya menuju ke arah Smart City. Apalagi, Kota Serang merupakan ibukota Provinsi Banten yang tentunya harus bisa bersaing dengan ibukota lainnya.

    “Misalkan ada smart economy, itu ada pembangunan, penelitian, ada event internasional. Nah Smart Economy itu seperti itu. Jangan hanya kegiatan yang lokalan saja, harus lebih yang kosmopolitan lah ekonominya,” terang Usep.

    Selanjutnya berkaitan dengan Smart Governance, menurutnya Kota Serang juga masih belum mengarah ke sana. Sebab, Smart Governance mengharuskan adanya keterbukaan, kemudahan akses data pemerintah oleh publik, serta ketersediaan sarana internet. Namun sampai saat ini, fasilitas penunjangnya pun masih belum ada.

    “Lalu ada smart people, smart society. Jadi masyarakat harus pintar. Pendidikan di kota itu sudah harus bagus. Jadi level kualitas pendidikannya itu bukan cuma nasional, tapi internasional. Jangan lah yang lokal-lokal kualitasnya. Integrasi masyarakat juga tumbuh,” katanya.

    Pemukiman masyarakat Kota Serang pun menurutnya harus pintar, berbasiskan pilar Smart Living. Jika Kota Serang telah menerapkan itu, maka dipastikan keamanan berjalan dengan baik, kebahagiaan terjamin, rasio ketimpangan pendapatan rendah. Namun sayangnya menurut Usep, hal itu pun masih belum ada di Kota Serang.

    “Kemudian Smart Mobility, kemana-mana mudah. Penggunaan transportasi umum, ketepatan waktu. Nah sekarang trayek saja tidak jelas. Makanya semua kemana-mana menggunakan motor. Itu menandakan belum smart, masih jauh. Maka menurut saya, masyarakat masih terlalu baik dengan tingkat kepuasan itu,” ucapnya.

    Usep menegaskan, hingga saat ini Kota Serang masih menjadi kota yang tidak efektif dan tidak efisien. Bahkan setiap harinya, Kota Serang justru terus menerus bertambah ketidakefisienannya. Hal itu menandakan Pemkot Serang belum konsen melakukan pembangunan ke arah Smart City.

    “Jadi pilar-pilar itu tercapai enggak? Kalau enggak, maka masih jauh. Bahkan menurut saya, dari seluruh kriteria itu, di Kota Serang tidak ada yang beres. Jangankan mengarah ke sana, pilar-pilarnya belum terbentuk, sudah terlihat. Tapi yang terlihat justru tambah hari tambah tidak efisien,” tegasnya.

    Di sisi lain, Usep menuturkan bahwa Pemkot Serang mungkin saja sudah merasa puas dengan pembangunan saat ini, lantaran melakukan perbandingan dengan kota/kabupaten yang tidak sepadan. Padahal seharusnya, Pemkot Serang melakukan perbandingan dengan sesama ibukota Provinsi.

    “Menurut saya memang seharusnya perbandingannya harus Apple to Apple. Karena Kota Serang ini ibukota provinsi, maka bandingkan dengan ibukota lainnya seperti Surabaya, Manado, Bandung, Medan, Jakarta dan ibukota lainnya,” tandasnya. 

    Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Serang, Nanang Saefudin, menyadari rendahnya kepuasan masyarakat terhadap pembangunan Kota Serang. Hal itu yang membuat Pemkot Serang akan melakukan ‘balas dendam’ pada tahun anggaran selanjutnya.

    “Sejalan dengan indeks kepuasan masyarakat yang dilakukan oleh Bappeda. Kami sadar betul itu. Dan di penghujung tahun RPJMD, tahun 2023, kami akan lebih menitikberatkan anggaran kita ke pembangunan infrastruktur. Mulai dari jalan dan yang lainnya,” ujar Nanang saat diwawancara BANPOS di Puspemkot Serang, Selasa (9/8).

    Menurutnya, Pemkot Serang akan fokus terhadap pembangunan infrastruktur pada APBD tahun 2023, sesuai dengan arahan dari Walikota Serang, Syafrudin dan Wakil Walikota Serang, Subadri Ushuludin. Selain infrastruktur, pelayanan terhadap masyarakat pun akan lebih ditingkatkan.

    “Intinya kami sadar betul juga, yang paling penting bagi penyelenggara pemerintahan, para ASN, para aparatur, ubah mindset dan mental yang biasa dilayani, harus menjadi melayani. Senyum, sapa, bersikap ramah kepada masyarakat,” terangnya.

    Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Serang, Farach Richi, mengatakan bahwa berdasarkan data, persentase penanganan sampah di Kota Serang mencapai 76,96 persen. Menurutnya, data itu di atas rata-rata nasional sebesar 72 persen.

    “Penanganan sampah di Kota Serang dilaksanakan sesuai Kebijakan Strategis Daerah sesuai UU Nomor 18 tahun 2008 dan Permen LHK nomor 10 tahun 2018,” ujarnya kepada BANPOS.

    Menurutnya, DLH Kota Serang telah melaksanakan sejumlah program untuk melakukan penanganan terhadap permasalahan sampah. Program itu antara lain pengoptimalan pembentukan Bank Sampah Induk dan Bank Sampah unit kecil, pengoptimalan TPS3R di lokasi yang telah terbangun, melibatkan peran sekolah di kegiatan adiwiyata.

    “Melaksanakan program kampung iklim, pembentukan Satgas Kebersihan penanganan sampah liar, pengoptimaan pengolahan sampah melalui biopori, dekomposter, eco enzym. Dari kegiatan tersebut, terjadi penurunan TPS liar dari 119 TPS liar ke 103 TPS liar,” tuturnya.

    Bahkan menurutnya, DLH Kota Serang dalam menyelesaikan masalah sampah, tidak hanya menggandeng para pimpinan wilayah seperti lurah dan camat, namun juga menggandeng tokoh agama melalui MUI.

    “DLH tidak hanya berkoordinasi dengan RT/RW atau Lurah/Camat, tetapi dengan MUI. Untuk menyampaikan seruan tidak membuang sampah sembarangan dan dapat mengolah sampah,” ungkapnya.

    Kepala Satpol PP Kota Serang, Kusna Ramdani, mengatakan bahwa pihaknya telah menyusun strategi dalam meningkatkan kepuasan masyarakat di bidang trantibum. Strategi tersebut akan dilakukan oleh pihaknya dalam waktu dekat.

    “Pertama, kami akan menurunkan bidang Linmas untuk melakukan sosialisasi ke Linmas di Kelurahan. Ini agar mereka lebih menggiatkan lagi pos siskamling, untuk memberikan kenyamanan kepada masyarakat. Karena memang rawan ketertiban umum di malam hari ini mulai meningkat. Pos kamling ini ada, tapi tidak ada isinya,” ujarnya.

    Berkaitan dengan penataan PKL, menurutnya hal itu dilakukan dengan persuasif. Sebab, yang dihadapi adalah masyarakat Kota Serang juga. Menurutnya, jika dilakukan penindakan sesuai dengan Perda, maka akan lebih menyulitkan masyarakat.

    “Kalau PKL ini memang bersangkutan dengan masyarakat langsung ya. Masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Maka dari itu pendekatan kami ini harus persuasif. Kalau pendekatan kami dengan tipiring, dengan Perda, maka mereka bisa semakin sengsara. Kami tidak mau seperti itu,” ucapnya.

    Oleh karena itu, pihaknya pun mencoba melakukan penataan PKL dengan melaksanakan patroli rutin. Patroli tersebut dilakukan sehari empat kali. Dua patroli pertama dilakukan di pagi hari, dan dua patroli selanjutnya di sore hari.

    “Yang kami lakukan pada akhirnya adalah melakukan patroli rutin, dan memberikan waktu kepada mereka (PKL) jam-jam tertentu untuk bisa berdagang. Jadi PKL boleh berdagang di pagi hari sampai jam tujuh lah, karena untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di pagi hari. Boleh berdagang lagi di malam hari, asal tidak mengganggu ketertiban dan keindahan,” ungkapnya.

    Kusna mengaku bahwa sejauh ini, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan DinkopUKMPerindag Kota Serang, berkaitan dengan masalah PKL. Salah satunya terkait dengan penempatan PKL di satu titik. Namun, hal itu tidak bisa dilaksanakan lantaran tidak sesuai dengan prinsip dari PKL itu sendiri.

    “Sebenarnya yang namanya PKL itu ya tidak menetap. Mereka ada yang didorong, ada yang gerobak dan lainnya. Jadi prinsipnya PKL itu dimana ada keramaian, di situ ada mereka. Sekarang banyak yang mau ke Kepandean, karena memang sekarang sudah ramai,” jelasnya. (DZH/ENK)

  • Ria dan Budi Pepet Syafrudin

    Ria dan Budi Pepet Syafrudin

     

    SYAFRUDIN saat ini masih memimpin dalam tingkat keterpilihan sebagai Calon Walikota Serang, kemudian disusulkan oleh Ratu Ria Maryana dan Budi Rustandi. Hal itu menjadi menjadi gambaran dari jajak pendapat yang digelar BANPOS terhadap ratusan responden di Kota Serang.

    “Syafrudin saat ini mencapai tingkat keterpilihan sebesar 41 persen, sedangkan Ratu Ria Maryana sebesar 15 persen dan Budi Rustandi sebesar 10 persen. Ini angka yang lumayan menunjukkan dominasi dari Syafrudin,” ujar Kepala Litbang BANPOS, Panji Bahari.

    Dalam tingkat keterpilihan tersebut, terlihat pemilih Syafrudin dan Budi Rustandi lebih didominasi oleh perempuan.

    “Sedangkan untuk Ratu Ria Maryana lebih didominasi oleh pemilih laki-laki,” terangnya.

    Selain itu, mayoritas warga Kota Serang, cenderung untuk tidak memilih walikota dan wakil walikota berdasarkan gender. Hal ini terlihat dari hasil jajak pendapat yang menunjukkan bahwa 40 persen warga Kota Serang tidak memilih berdasarkan gender.

    “Sedangkan untuk skema pasangan berdasarkan gender, warga Kota Serang cenderung memilih pasangan Walikota Laki-laki dan Wakil Walikota perempuan. Untuk profesi, lebih cenderung pasangan Walikota birokrat dan Wakil Walikota politikus,” tandasnya

    Walikota Serang, Syafrudin, saat dimintai tanggapan mengatakan bahwa hasil dari survei BANPOS merupakan opini masyarakat. Menurutnya, masyarakat berhak untuk memilih siapapun, karena sistem yang saat ini diterapkan adalah demokrasi.

    “Yang namanya demokrasi, saya banting tulang untuk berjuang bagaimana caranya supaya masyarakat Kota Serang jadi sejahtera. Tapi kan di mata masyarakat mah beda lagi, mungkin ada kurang kepuasan. Makanya semuanya itu tergantung dari masyarakatnya itu sendiri, tentu kami inginnya berbuat yang terbaik,” ujarnya.

    Ketua DPC Demokrat Kota Serang, Nuraeni, mengatakan bahwa dirinya merespon hasil survei BANPOS dengan baik. Menurutnya, survei yang dilakukan oleh BANPOS merupakan salah satu upaya untuk memetakan demokrasi ke arah yang lebih baik.

    “Jadi adapun hasil survey yang sudah dilakukan ini cukup mengejutkan, karena pribadi pun berpikir kalau masyarakat memasukkan nama saya dari sisi popularitas, mungkin pengenalan masyarakat kepada saya banyak,” katanya.

    Menurutnya, figur dirinya mungkin saja tidak terlalu asing di masyarakat Kota Serang. Sebab, dirinya juga pernah menjadi Ketua DPRD Kota Serang, yang juga pernah diisukan untuk maju pada kontestasi Pilwalkot yang lalu.

    “Karena isu Pilkada ini sangat seksi, apalagi di Kota Serang sebagai ibukota provinsi yang notabenenya adalah bagaimana Kota Serang ini sebagai etalasenya provinsi. Masyarakatnya yang urban, dengan keruwetan yang seabreg, kaitan dengan pembangunan dan sebagainya, nah tentu ini juga yang menjadi mungkin perhatian masyarakat,” terangnya.

    Sekretaris Daerah, Nanang Saefudin, menolak memberikan komentar. Sementara Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi, Wakil Ketua DPRD Kota Serang Ratu Ria Maryana dan Anggota DPRD Provinsi Banten Furtasan tidak merespon panggilan seluler BANPOS.

    Pengamat politik sekaligus Akademisi Untirta, Leo Agustino, mengatakan bahwa jika dilihat dari hasil survei yang BANPOS lakukan, membuktikan bahwa hipotesis awal yang mengatakan jika petahana memiliki kans yang lebih besar dari calon-calon lainnya, itu terbukti.

    “Dari hasil survei yang dilakukan oleh BANPOS, ini menunjukkan bahwa persentase pak Syafrudin itu 41,3 persen. Sedangkan nama-nama lain itu masih di bawah itu. Artinya, tesis kami selama ini bahwa petahana memiliki kans untuk menang dua periode itu terbukti,” ujarnya kepada BANPOS.

    Berdasarkan data survei BANPOS juga, didapati bahwa Syafrudin menduduki posisi tertinggi sebagai calon yang dapat menyelesaikan masalah di Kota Serang. Menurutnya, hal itu lantaran BANPOS memberikan pertanyaan yang berdasarkan preferensi responden, akan mengarah kepada Walikota.

    “Karena preferensi responden itu membayangkan Kota Serang, maka yang bisa menyelesaikan permasalahan itu ya Walikota. Kalau mungkin pertanyaannya diubah sedikit seperti kasus-kasus di Kota Serang yang terjadi selama periode saat ini, di luar Walikota, maka siapa yang dapat menyelesaikannya? Maka itu akan muncul nama-nama lainnya,” tuturnya.

    Leo menuturkan, nama-nama alternatif akan muncul sebagai calon Walikota, apabila pertanyaan yang diajukan dapat lebih terbuka dan tidak menjurus. Kendati demikian, menurutnya hasil dari survei BANPOS sangat menarik ketika bisa memunculkan sejumlah nama, dan justru nama yang cukup digadang-gadang muncul, malah tidak muncul.

    “Bu Vera di sini tidak ada. Padahal yang saya dengar, beliau masih akan didorong di Kota Serang. Karena dalam pemahaman saya, yang saya tahu, memang pembagian kue wilayah itu di keluarga Bhayangkara sudah jelas, mana yang kota, mana yang kabupaten, mana yang provinsi. Menurut saya, Vera mungkin akan maju kembali. Tapi di survei ini justru tidak muncul. Ini menarik karena ternyata imej publik terhadap keluarga ini sudah mulai hilang. Yang terus menguat justru petahana,” ucapnya.

    Leo pun menilai bahwa survei yang dilakukan oleh BANPUS sangat cerdas, ketika membuat simulasi dan skenario pasangan Walikota dan Wakil Walikota berdasarkan gender. Dan hasilnya pun menurut Leo sangat menarik, lantaran menunjukkan jika responden menginginkan komposisi yang seimbang antara laki-laki dan perempuan.

    “Kenapa sih responden menginginkan adanya perempuan di sana? Karena mayoritas kebijakan-kebijakan publik di Indonesia, termasuk di Kota Serang, itu sangat maskulin. Kenapa maskulin? Karena persoalan-persoalan stunting, KDRT, pemberdayaan ekonomi kecil dan menengah, sangat berwajah laki-laki,” tuturnya.

    Menurut Leo, jika melihat kasus di Bangladesh, kondisi perekonomian publik justru dapat lebih efektif, efisien dan ekonomi apabila dikelola oleh perempuan, dan berorientasi kepada kepentingan-kepentingan perempuan.

    “Maka dari itu kebijakan-kebijakannya menurut Muhammad Yunus, harus kebijakan yang berorientasi pada kepentingan perempuan. Nah mungkin ini yang dilihat oleh responden agar kebijakannya tidak terlalu maskulin. Tapi juga melihat kepentingan perempuan, kepentingan anak, kepentingan relasi suami dan lain-lain. Ini menurut saya menarik,” katanya.

    Di sisi lain, ia menuturkan bahwa terdapat kondisi yang cukup unik pula di Provinsi Banten. Sebab, di beberapa daerah seperti Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang hingga Provinsi Banten, pernah dan sedang dipimpin oleh perempuan.

    “Mungkin itu juga yang kemudian menjadi harapan untuk Kota Serang. Karena periode sebelumnya laki-laki dengan laki-laki, kenapa tidak laki-laki dan perempuan. Atau di daerah lain menunjukkan perempuan yang menjadi pemimpin,” ucapnya.

    Mengenai data preferensi pemilih untuk memilih Walikota dari politikus dan Wakil Walikota dari birokrat, Leo menuturkan bahwa hal itu relatif tergambar secara umum di Indonesia. Meskipun berdasarkan hasil penelitian, di Indonesia sebanyak 23 persen Kepala Daerah berasal dari birokrat. Angka tersebut merupakan angka terbesar diantara profesi lainnya.

    “Kemudian ada politisi, ada pengusaha, ada purnawirawan, ada purnabhayangkara dan seterusnya. Tapi yang paling besar adalah birokrat. Di Kota Serang cukup menarik ketika menempatkan politisi sebagai Walikota dan kemudian Wakilnya adalah birokrat. Mengapa demikian? Menurut saya karena memang jabatan walikota adalah jabatan politis,” tuturnya.

    Akan tetapi, Leo berpendapat bahwa hal itu cukup berbahaya. Sebab jika dilihat dari Undang-undang Pemerintahan Daerah, seluruh urusan dan kewenangan ada di Kepala Daerah. Sementara Wakil Kepala Daerah hanya mendapatkan limpahan saja.

    “Kalau Walikota tidak mau membagi kewenangannya dengan Wakil Walikota yang birokrat, yang sudah mengelotok terkait dengan birokrasi, itu akan menjadi masalah juga dalam pemerintahan. Dalam bayangan saya sebagai akademisi, ketika Kepala Daerah tidak mau membagi kewenangan ke Wakilnya, maka dia tidak akan bekerja. Jadi sehebat apapun birokrat kalau tidak diberikan kewenangan, maka gak akan bisa apapun. Tapi ini adalah preferensi publik,” ungkapnya.

    Menurutnya, masuknya birokrat ke dalam pilihan responden menunjukkan bahwa selama 20 tahun ke belakang, pemilih telah belajar atas siapa yang mereka pilih. Mulai dari birokrat, politisi, pengusaha, purnawirawan, purnabhayangkara. Dari keseluruhan, birokrat dianggap memberikan warna yang berbeda dalam pemerintahan.

    “Meskipun ada juga champion-champion lainnya. Ridwan Kamil meskipun bukan birokrat, beliau adalah champion. Lalu ada Azwar Anas, beliau juga champion,” ujarnya.

    Munculnya nama Nanang Saefudin yang merupakan Sekda Kota Serang ke dalam bursa calon Wakil Walikota oleh responden BANPOS menurut Leo, bisa saja menunjukkan bahwa Nanang merupakan kuda hitam pada Pilkada nanti.

    “Pemimpin ini akan mewarnai ketika memiliki jiwa melayani. Apakah Sekda mempunyai kans atau menjadi kuda hitam? Saya kira ketika beliau diberikan kesempatan oleh Partai Politik, bisa saja. Kecuali kalau misalkan Sekda memiliki dana yang besar dan mencalonkan diri sebagai calon independen,” tandasnya.(DZH/PBN/ENK)

     

     

     

  • Revolusi Birokrasi Jadi Kunci

    Revolusi Birokrasi Jadi Kunci

    BANYAKNYA intervensi dari raja-raja eksternal pemerintahan Kota Cilegon disebut hanya dapat selesai jika Helldy berani melakukan revolusi terhadap komposisi birokrat, di dalam tubuh Pemkot Cilegon. Pasalnya, selama masih ada orang-orang yang loyal terhadap rezim sebelumnya, maka intervensi pembangunan akan terus terjadi.

    Akademisi Untirta, Leo Agustino, mengatakan bahwa sebenarnya apapun alasan yang diungkapkan, tidak boleh kerja-kerja pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah tersendat. Sebab, pemerintah telah memiliki sistem tersendiri dalam menjalankan roda pemerintahan, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

    Sistem tersebut menurutnya, bukan hanya mengatur secara umum. Bahkan, sistem itu mengatur hingga ke hal teknis, seperti bagaimana langkah yang harus dilakukan apabila terjadi ‘kekacauan’ pada organisasi pemerintahan. Sistem itu mengatur cara untuk menanggulanginya.

    “Saya bersetuju jika banyak pihak mengatakan bahwa capaian Walikota dan jajarannya masih kurang optimal. Hal ini tentu jika saya kaitkan dengan janji politik yang juga tertuang dalam RPJMD. Ada banyak alasan, mulai dari pandemi hingga persaingan antar-elit di Cilegon,” ujar Leo saat dihubungi melalui pesan WhatsApp.

    Untuk persoalan persaingan antar-elit politik, Leo menuturkan bahwa hal itu sebenarnya dapat dengan mudah diselesaikan. Namun untuk menyelesaikannya, Kepala Daerah dalam hal ini Walikota Cilegon, harus memiliki visi, ketegasan serta kemampuan untuk bisa mengayomi. Begitu pula dengan penguasaan atas aturan perundang-undangan, yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

    “Ada beberapa sumber menyatakan bahwa pembangunan fisik di Cilegon yang kurang optimal disebabkan oleh persaingan antara Cilegon 1 dengan Cilegon 2. Saya tidak ingin berpolemik dalam persaingan antar-keduanya. Namun yang pasti ketidakoptimalan tersebut semestinya bisa diselesaikan. Apalagi bila kepala daerah paham mengenai UU Pemerintahan Daerah. Tapikan tidak banyak Kepala daerah yang paham,” katanya.

    Begitu pula dengan persoalan tidak taatnya sejumlah pejabat di Pemkot Cilegon, akibat adanya persaingan antara Walikota, Wakil Walikota, Sekda, serta rezim-rezim sebelumnya. Menurutnya, sistem pemerintahan telah mengatur bagaimana cara untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

    “Ini pun seharusnya bisa selesai jika kepala daerah paham peraturan perundang-undangan yang mengikat ASN. Ya, rotasi dan mutasi adalah jalan yang disediakan oleh peraturan perundang-undangan kita. Bahkan KASN menyediakan ruang konsultasi mengenai hal itu. Demikian juga dengan Kemen PAN-RB. Oleh karena itu, ketegasan dan kelincahan amat diperlukan dalam mengarungi birokrasi yang kadang dipenuhi oleh ‘politik kantor’,” jelasnya.

    Ia mengatakan, memang terdapat pemahaman yang keliru mengenai rotasi dan mutasi, yang dilakukan oleh Kepala Daerah terhadap para pejabat yang diduga merupakan loyalis dari rezim sebelumnya. Sebab, jika Kepala Daerah yang baru langsung melakukan rotasi dan mutasi, akan selalu dianggap sebagai bersih-bersih dan balas dendam terhadap rezim sebelumnya.

    “Oleh karena itu, manakala akan dilakukan rotasi dan mutasi, Kepala Daerah harus mempercayakannya kepada sistem yang berlaku. Undang para ahli sebagai tim seleksi. Dan pemilihan tim tersebut tentu harus independen dan tanpa kepentingan; selain kepentingan masyarakat,” ungkapnya.

    Kendati demikian, Leo mengakui bahwa pemahaman seperti itu tidak akan terlepas ketika dilakukan rotasi dan mutasi. Sebab, Kepala Daerah merupakan jabatan politis, yang setiap langkahnya akan dihitung sebagai langkah politis.

    “Kadang kita selalu menganggap kepala daerah sebagai jabatan politik, sehingga segala sesuatunya harus diperhitungkan secara politik juga. Tapi perlu diingat bahwa politik juga perlu beretika dan berpikir rasional,” terangnya.

    Maka dari itu, Leo menegaskan bahwa perombakan yang nantinya akan dilakukan oleh Walikota dan Wakil Walikota Cilegon, harus benar-benar dipastikan sebagai langkah strategis, dalam menyelamatkan pembangunan Kota Cilegon dengan terbentuknya organisasi birokrat yang solid dan satu tujuan.

    “Organisasi yang bisa bekerja mengejar janji politik yang disampaikan oleh pasangan calon kepala daerah pada saat kampanye. Dan untuk mengejar janji politik itu tentu perlu tim yang solid,” tegasnya.

    Sementara, seorang sumber BANPOS di kalangan ASN Pemkot Cilegon menyatakan sepakat dengan perlunya revolusi birokrasi di kota baja. Menurutnya, unutk melakukan percepatan pembangunan dan mensukseskan visi dan misi Helldy-Sanuji, dibutuhkan ASN yang memahami karakter masyarakat dan pemimpinnya.

    “Tentunya pak walikota harus memiliki orang-orang yang bisa dipercaya dan bisa diandalkan untuk membantunya mengelola birokrasi. Orang-orang itu tentu harus memahami karakter ASN di Kota Cilegon dan kultur masyarakat Kota Cilegon,” tandas sumber. 

    Sementara itu, Walikota Cilegon, Helldy Agustian, mengamini bahwa revolusi birokrasi di tubuh Pemkot Serang perlu segera dilakukan. Menurutnya, hal itu agar struktur pemerintahan di Kota Cilegon dapat berjalan selaras dengan visi dan misi yang diusung oleh dirinya dan Sanuji sebagai Wakil Walikota.

    “Kami akan rotasi dan mutasi. Kami akan mencari orang-orang yang berkualitas. Kami ingin ada tim yang kepentingan-kepentingannya itu bagaimana program prioritas kami bisa dijalankan secara maksimal,” ujarnya saat ditemui di gedung Setda Kota Cilegon.

    Helldy menegaskan, revolusi birokrasi yang akan dilakukan, untuk membentuk tim yang benar-benar serius dalam membantu dirinya dalam membangun Kota Cilegon. Karena jika tim yang saat ini sudah ada tidak berorientasi pada kepentingan masyarakat Cilegon, maka akan sulit untuk mengejar target-target yang telah ditetapkan.

    “Otomatis orang-orang yang memang mumpuni, punya kapasitas dan kami meyakini itu tidak ada masalah yang akan masuk ke dalam tim kami. Jadi jangan sampai ada tim tersendiri yang bergerak berlawanan dengan kami. Intinya kami cuma ingin kerja-kerja tim ini benar-benar bekerjasama,” tegasnya.(DZH/ENK)

     

  • Pak Helldy, Segera Konsolidasikan Politik

    Pak Helldy, Segera Konsolidasikan Politik

     

    MASA KEPEMIMPINAN duet Helldy-Sanuji di Kota Cilegon saat ini hanya tersisa sekitar dua tahun lagi. Menurut akademisi Untirta, Leo Agustino, masih banyak pekerjaan rumah Helldy-Sanuji yang masih belum diselesaikan, mengingat target-target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Cilegon banyak yang belum terpenuhi.

    Kondisi tersebut diperparah dengan banyaknya pekerjaan-pekerjaan fisik yang saat ini belum terlaksana. Padahal, APBD Murni tahun 2022 sudah memasuki semester kedua atau triwulan ketiga. Jika tidak segera dikerjakan, dikhawatirkan akan banyak program-program fisik yang terbengkalai.

    Banyaknya intervensi dari sejumlah pihak, maupun pertarungan internal antara Helldy-Sanuji pun dianggap dapat menjadi batu hambatan bagi duet tersebut dalam menyelesaikan janji-janji politik mereka. Sehingga, upaya penyelamatan harus segera dilakukan oleh Helldy selaku Raja dengan mahkota, agar kegagalan di akhir periode pertamanya dapat dihindari.

    Pengamat politik dan akademisi Unsera, Usep S. Ahyar, mengatakan bahwa sebenarnya persoalan yang saat ini tengah dihadapi oleh Helldy, merupakan buah dari kegagalan konsolidasi politik pada awal kepemimpinan dirinya. Bahkan, kegagalan untuk mengonsolidasikan politik sampai saat ini masih terus terjadi.

    “Jadi sampai hari ini, Helldy tidak bisa mengonsolidasikan politik di Cilegon, sehingga pemerintahannya tidak efektif. Misalkan di DPRD, dukungan terhadap Helldy itu sangat kurang. Di pemerintahan, terjadi matahari kembar atau justru matahari tidak kembar, PKS yang lebih dominan,” ujarnya saat diwawancara BANPOS di salah satu kafe di Kota Serang, Kamis (4/8).

    Usep mengatakan, Helldy terlalu berambisi dalam melakukan konfrontasi dengan rezim sebelumnya. Namun ia lupa bahwa hal pertama yang harus dilakukan adalah mengkondusifkan kekuatan-kekuatan politik yang ada di lembaga legislatif, yakni DPRD.

    “Proses politiknya terlalu berlarut-larut. Tidak bisa mengkonsolidasikan politik di awal pemerintahan dengan cepat. Tidak ada gebrakan yang ditunjukkan oleh Helldy. Sehingga ya seperti itu, business as usual, program-program mercusuar dia kena hambat oleh legislatif,” terangnya.

    Usep menegaskan, perencanaan politik seharusnya menjadi kesempatan bagi Helldy untuk memasukkan visi-misi dirinya ke dalam APBD. Akan tetapi karena jalan politiknya belum dibuat, maka yang terjadi adalah terbenturnya visi-misi tersebut dengan berbagai hambatan dan ganjalan.

    “Jadi memang karena konsolidasi politiknya gagal, maka pusat-pusat kekuasaannya pun menjadi banyak. Sehingga ketika ingin memasukkan visi-misi politik ke dalam APBD, itu banyak yang menentang. Termasuk di DPRD. Karena politiknya belum terkonsolidasi dengan baik,” ucapnya.

    Di sisi lain, Helly dalam mengambil langkah politiknya terkesan tidak membaca peta politik yang ada. Sebab, Helldy dalam menjalankan roda pemerintahan pasca-menumbangkan dinasti, mengambil jalan konfrontasi. Sayangnya, konfrontasi yang dilakukan oleh Helldy tidak total.

    “Karena kan dinasti ini berkuasa tidak sebentar, berapa puluh tahun dinasti ini berkuasa. Kemudian suara pak Helldy ini kan tidak mutlak, harusnya sadar posisi. Dan menurut saya, tidak bisa Helldy melakukan konfrontasi seperti itu,” jelasnya.

    Menurut Usep, jika Helldy memang ingin melakukan konfrontasi total terhadap rezim sebelumnya, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah menggalang kekuatan politik, dan membersihkan birokrasi dari kroni-kroni rezim terdahulu.

    “Dinasti sudah pasti masih menguasai. Dinasti masih kuat di pemerintahan. Termasuk di Dinas-dinasnya. Makanya konsolidasi politik, dan konsolidasi birokrasi itu penting. Padahal seharusnya waktu pertama duduk di kursi Walikota, ganti semua itu pejabat-pejabatnya dengan orang-orang sendiri, terutama di Dinas-dinas pokok. Sehingga bisa berjalan dengan baik,” ungkap Usep.

    Namun, Usep memaklumi langkah politik Helldy yang terkesan terlalu ambisius tapi penuh keraguan. Pasalnya, kematangan politik Helldy memang masih mentah, terlebih Helldy merupakan pebisnis yang baru masuk ke dunia politik. Sementara sifat dari pebisnis adalah penuh kehati-hatian. Berbeda dengan Sanuji yang memang seorang politisi.

    “Saya melihat bahwa Sanuji ini sudah mulai mau memasang baliho sendiri, konsolidasi sendiri untuk PKS. Lalu juga sudah merapat untuk membentuk koalisi di 2024. Jadi sudah ada main-main mata dengan partai lain, merapat ke dinasti dan lain sebagainya,” kata Usep.

    Oleh karena itu, Usep pun memberikan sejumlah masukan kepada Helldy. Menurut Usep, Helldy sudah harus menghentikan konfrontasi dengan rezim sebelumnya dan juga dinasti Aat Syafaat. Sebab, kondisi politik saat ini sangat tidak memungkinkan dengan tidak dominannya pengusung Helldy, dan besarnya potensi pecah koalisi dengan PKS.

    “Sekarang kita lihat, DPRD dikuasai siapa? Sedangkan pendukung Helldy ini hanya sedikit, cuma Berkarya dan PKS. Sisanya seperti Golkar dan Gerindra, Demokrat dan lain sebagainya itu tidak ke Helldy. Nah harusnya ini yang diluruskan terlebih dahulu. Apalagi koalisi ini cenderung terancam pecah,” ujarnya.

    Dengan menghentikan konfrontasi, Usep menuturkan bahwa Helldy pun bisa melakukan manajemen ulang koalisi dengan partai-partai lainnya. Apalagi saat ini sudah memasuki masa politik untuk menuju Pemilu 2024.

    “Karena semua yang akan dilakukan, pasti akan mengarah kepada 2024. Helldy pun harus berpikir seperti itu. Sekarang sudah harus mau untuk berbagi, membangun ulang koalisi. Karena PKS pun sudah menghitung untuk 2024. Kalau Helldy sendirian untuk melakukan sesuatu, potensi untuk menjegalnya tinggi,” terangnya.

    Di sisa masa kepemimpinannya, Helldy sudah harus melihat siapa yang bisa untuk diajak kerja sama, di luar koalisi yang telah terbentuk. Distribusi insentif politik menurut Usep, dapat dilakukan oleh Helldy agar program-program mercusuarnya dapat terealisasi hingga akhir masa kepemimpinannya.

    “Maka lihat, siapa kekuatan yang besar saat ini? Maka Helldy harus berbagi kue politiknya. Kasih mereka panggung politik agar program-program itu berjalan. Insentif politiknya harus dibagikan kepada semua pihak, jangan konfrontasi lagi. Apalagi kekuatan Helldy tidak dominan, koalisinya pun tidak besar,” tegasnya.

    Bahkan menurut Usep, jika memang harus merangkul dinasti untuk menyukseskan program-program mercusuar yang telah dijanjikan kepada masyarakat, hal itu tidak menjadi masalah. Karena saat ini yang terpenting adalah merealisasikan seluruh janji politik yang telah diucapkan pada saat kampanye.

    “Jadi pakai lah adagium politik, tidak ada kawan abadi, tidak ada lawan abadi, yang ada kepentingan yang abadi. Mau gak mau harus berkoalisi, pemerintahan harus berjalan. Program-program dia harus berjalan,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Banten Rawan Cabul: Banyak Kasus Berujung Damai

    Banten Rawan Cabul: Banyak Kasus Berujung Damai

    BERDASARKAN penelusuran BANPOS pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) pada Pengadilan Negeri yang ada di Provinsi Banten, terdapat sejumlah perkara kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, yang tengah diadili maupun yang telah mendapat putusan dari hakim dalam kurun waktu 2021 hingga 2022.

    Kedua perkara tersebut diklasifikasikan dalam Pidana Kejahatan terhadap Kesusilaan dan Pidana Perlindungan Anak. Kendati informasi tersebut dapat diakses pada situs SIPP masing-masing Pengadilan Negeri, namun BANPOS tidak dapat mengidentifikasi perkara pada Pidana Perlindungan Anak, lantaran banyak informasi yang disamarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Akan tetapi, rata-rata perkara tersebut berkaitan dengan kekerasan seksual terhadap anak. BANPOS pun tidak dapat mengidentifikasi perkara yang disidangkan pada Pengadilan Negeri Serang, lantaran memiliki wilayah yuridiksi hingga tiga daerah yakni Kota Serang, Kota Cilegon dan Kabupaten Serang. Begitu pula dengan Pengadilan Negeri Tangerang yang wilayah yuridiksinya seluruh Tangerang Raya.

    Di sisi lain, BANPOS cukup kesulitan dalam mengakses informasi pada SIPP PN Pandeglang, lantaran situs SIPP tersebut terjadi kerusakan. Sehingga, hanya dapat memunculkan sebanyak 20 perkara saja dalam perkara Pidana Perlindungan Anak maupun Kejahatan terhadap Kesusilaan.

    Pada PN Serang, terdapat sebanyak 84 kasus teregister berkaitan dengan Pidana Perlindungan anak sejak tahun 2021 hingga 2022. Salah satu kasus yang telah mendapat putusan ialah kasus yang melibatkan terpidana berinisial BDR yang diputus bersalah dan terbukti melakukan tindak pidana ‘dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya’, dengan pidana penjara selama 13 tahun, dan denda sebesar Rp1 miliar subsidair empat bulan kurungan.

    Sementara untuk Pidana Kejahatan terhadap Kesusilaan yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Serang, didapati sebanyak delapan perkara. Salah satu perkara yang telah mendapat putusan ialah kasus yang melibatkan terpidana berinisial AHY, yang diputus bersalah lantaran terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana ‘bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya’. AHY dipidana penjara selama enam tahun.

    Pada Pengadilan Negeri Rangkasbitung, didapati sebanyak 39 perkara pidana Perlindungan Anak sejak 2021 hingga 2022. Diantara 39 perkara itu, salah satunya merupakan pidana kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh orang tuanya. Dalam putusan itu, terpidana divonis terbukti telah melakukan ‘Dengan ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya yang dilakukan oleh Orang Tua’, dengan pidana penjara selama 13 tahun dan denda sebesar Rp60 juta.

    Selain kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang tua, Pengadilan Negeri Rangkasbitung juga menangani perkara kekerasan seksual yang dilakukan oleh tenaga pendidik. Pengadilan Negeri Rangkasbitung menjatuhi pidana penjara selama lima tahun dan denda sebanyak Rp20 juta kepada DYT, lantaran terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘dengan sengaja memaksa anak untuk melakukan perbuatan cabul yang dilakukan oleh Tenaga Kependidikan’. Adapun Kejahatan Kesusilaan terdapat satu perkara, itu pun pada tahun 2021.

    Ketua Korps HMI Wati (KOHATI) HMI MPO Cabang Serang, Tia Meilita, menuturkan bahwa jomplangnya jumlah perkara yang masuk ke pengadilan dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak dan wanita yang ditemukan, mengindikasikan dua kemungkinan.

    “Pertama, perkara tersebut memang belum masuk ke pengadilan. Kedua, perkara tersebut ‘tidak akan’ masuk ke pengadilan karena telah selesai secara ‘kekeluargaan’,” ujarnya saat diwawancara oleh BANPOS melalui pesan WhatsApp.

    Sebagai contoh, jika kasus kekerasan seksual yang terjadi pada Kota dan Kabupaten Serang tahun 2021, digabung dengan perkara yang diadili di Pengadilan Negeri Serang, jumlahnya masih belum memenuhi asumsi semua kasus masuk ke meja hijau.

    “Kalau dikalkulasikan, total kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tahun 2021 berarti 126 kasus. Jika 90 persen merupakan kekerasan seksual, maka kurang lebih ada 113 kasus. Sedangkan akumulasi perkara perlindungan anak dan kejahatan kesusilaan yang ditangani Pengadilan Negeri Serang sejak 2021 sampai 2022 hanya sebanyak 92. Itu juga masih belum kita keluarkan perkara dari Kota Cilegon,” tuturnya.

    Tia menuturkan, perlu kejelasan dari pihak aparat penegak hukum (APH), baik Kepolisian maupun Kejaksaan, terkait dengan tindaklanjut kasus kekerasan seksual tersebut. Mengapa perkara yang disidangkan di meja hijau hanya sebagian saja.

    “Karena kasus kekerasan seksual ini sudah pasti diselidiki oleh Kepolisian sebagai penyidik, dan dilimpahkan ke Kejaksaan sebagai penuntut. Nah di pihak mana sejumlah kasus ini ‘lenyap’? Tentu kita masih mengingat kasus pemerkosaan yang terjadi pada penyandang disabilitas asal Kasemen, yang kasusnya dihentikan begitu saja dengan dalih Restorative Justice. Jangan-jangan ada banyak juga kasus yang didamaikan seperti itu,” tegasnya.

    Kepala DP3AKB Kota Serang, Anton Gunawan, mengatakan bahwa seluruh kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh pihaknya, dipastikan dibawa ke ranah hukum. Terlebih menurutnya, kasus kekerasan seksual merupakan delik biasa yang dapat dituntut tanpa adanya laporan.

    “Semua diselesaikan sampai ke ranah hukum. Kalau kasus perkelahian, bisa selesai secara kekeluargaan. Tapi kalau kasus yang menurut hukum perlu ditangani meskipun tanpa adanya pelapor, maka akan dilanjutkan ke ranah hukum,” ujarnya.

    Ia menuturkan bahwa hampir seluruh kasus kekerasan seksual yang terjadi pada kurun waktu 2021, telah selesai sampai pada tuntutan. Kendati demikian, iamengakui bahwa terdapat sejumlah kasus yang masih belum selesai.

    “Setahu saya sampai saat ini, kasus yang terjadi tahun lalu itu sudah hampir selesai semua. Semuanya sudah masuk bui, sudah dipenjara. Kalaupun masih ada yang tercecer, masih proses persidangan,” terang Anton.

    Menurut Anton, pihaknya selain memiliki tugas untuk mendampingi korban kekerasan seksual, juga memiliki tugas untuk mengawasi para pelaku. Pihaknya juga menurunkan relawan untuk mengawasi para pelaku yang belum diproses secara hukum.

    “UPT dan relawan kami selain mendampingi korban, juga memantau pelaku. Sehingga kami tidak akan kehilangan jejak, karena memang sudah kami pantau melalui perangkat kami, UPT dan relawan,” jelasnya.(DZH/ENK)

  • Banten Rawan Cabul: Kekerasan Berujung Predator

    Banten Rawan Cabul: Kekerasan Berujung Predator

    UNTUK menekan angka pencabulan terhadap anak, pihak pemerintah daerah melakukan sejumlah langkah untuk mengantisipasinya. Sejauh mana efektifitas langkah-langkah itu?

    Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Serang, Anton Gunawan, mengtakan, untuk menekan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan, khususnya kekerasan seksual, pihaknya telah membentuk Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di seluruh kelurahan, meskipun dilakukan tanpa anggaran.

    “PATBM itu anggotanya tokoh masyarakat, RT, RW dan sebagainya. Alhamdulillah di tahun 2021 sudah terbentuk. Tahun ini kami baru bisa melakukan sosialisasi kepada PATBM sampai pada bagaimana cara membina anak. Karena pembinaan anak saat ini dengan dulu itu berbeda, tidak bisa menggunakan pendekatan kekerasan,” katanya.

    Menurutnya, pendekatan kekerasan seperti yang terjadi pada zaman dulu, berpotensi membuat anak mencari pelampiasan kepada orang lain. Hal itu yang justru berpotensi dijadikan sebagai kesempatan bagi para predator anak.

    “Nanti mereka pelampiasan dengan ngobrol, curhat melalui WhatsApp. Kalau yang dicurhati itu orang baik, akan diberikan pemahaman untuk sabar. Bagaimana kalau yang dicurhati orang yang buruk, diajak main, begadang dan kegiatan buruk lainnya. Atau ada orang dewasa yang mengambil kesempatan, pada akhirnya jatuh ke perangkap tersebut,” terangnya.

    Dengan anggaran yang masih minim tersebut, pihaknya akan berupaya agar di tahun 2023 mendatang teranggarkan untuk kegiatan-kegiatan PATBM. Dengan demikian, keberadaan PATBM dapat lebih maksimal dalam menekan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan.

    Selain PATBM, pihaknya juga membuat inovasi dengan meluncurkan program Konsultasi Keliling Perlindungan Perempuan dan Anak (Koling PPA). Menurutnya, inovasi yang belum berbasis anggaran tersebut akan ditugaskan berkeliling Kota Serang, untuk mensosialisasikan program Koling PPA.

    “Misalkan nanti ada gelagat korban kekerasan seksual, bisa langsung ke Koling PPA. Bisa melaporkan ke situ. Kalau belum siap, masyarakat bisa mencari bukti terlebih dahulu sebelum melaporkan. Jadi sosialisasinya itu agar masyarakat tahu kalau ada Koling PPA, dan bahwa kekerasan seksual terhadap anak itu sudah sangat marak saat ini,” tegasnya.

    Kepala DKBP3A Kabupaten Serang, Tarkul Wasyitmengaku, sejauh ini pihaknya terus melakukan langkah antisipasi dan persuasif, untuk membangun komunikasi dan koordinasi dengan semua pihak, agar bisa melaksanakan sosialisasi di masing-masing tempat.

    “Sosialisasi terkait dengan pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dan kami juga melaksanakan sosialisasi terkait dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO),” tuturnya.

    Menurutnya, anggaran pencegahan tindak kekerasan seksual saat ini telah didistribusikan ke seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Serang. Dengan demikian, pihaknya nanti hanya akan bertindak sebagai narasumber setiap sosialisasi.

    “Anggaran sosialisasi P2TP2A itu anggarannya sudah di kecamatan. Jadi yang menyelenggarakan juga masing-masing kecamatan dan kita sebagai pemateri dari dinas DKBP3A Kabupaten Serang,” ucapnya.

    Ia mengaku bahwa pihaknya sudah membangun komunikasi dengan lembaga-lembaga di luar pemerintahan, untuk bisa bersinergi dalam menekan angka kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.

    “Semuanya kita bantu dan tentunya kita sudah sinergi dengan lembaga-lembaga yang sudah konsen dan merupakan pemerhati terhadap anak dan perempuan,” tuturnya.

    Sejauh ini, pihaknya merasa bahwa hambatan yang dihadapi oleh pihaknya dalam menekan angka kekerasan seksual ialah minimnya anggara. Selain itu, luasnya wilayah Kabupaten Serang pun menjadi hambatan yang cukup berat untuk pihaknya hadapi.

    “Hambatannya saya pikir setiap melaksanakan program kegiatan itu pertama terkait dengan anggaran. Kedua, jangkauan luas wilayah di Kabupaten Serang yang merupakan salah satu persoalan dan yang terpenting bagaimana agar masyarakat memahami bagaimana untuk melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan,” ungkapnya.

    Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak (P2KP) DP3AKB Cilegon, Dewi Herlina mengatakan, pihaknya bekerjasama dengan kader Cilegon Mandiri menampung keluhan masyarakat.

    “Kalau terima laporan, kita assessment dulu, terus kalau memang perlu menempuh jalur hukum, kita dampingi korban ke jalur hukum, kalau korban menginginkan mediasi nanti kita mediasi. Tetapi kalau kasus pemerkosaan, pelecehan seksual, kekerasan pada anak pemukulan dan sebagainya kita lakukan langkah ke APH (Aparat Penegak Hukum), kita bekerjasama dengan Unit PPA di Polres Cilegon,” tuturnya.

    Dewi menjelaskan, pada sebuah kasus kekerasan, pihaknya terlebih dahulu melakukan assesment. Jika korban mengalami trauma dan membutuhkan pendampingan pihaknya juga melakukan pendampingan.

    “Kita lakukan trauma healing jika memang korban mengalami trauma, kita assesment dulu setelah menerima laporan, kemudian proses trauma healingnya seperti apa, apakah home visit atau korban ke kita,” jelasnya.

    Pada bagian lain, Ketua Lembaga PErlindungan ANak (LPA) Kabupaten Lebak, Oman Rohmawan mengemukakan upaya pencegahan dini yang bisa dilakukan. Selama dua tahun terakhir, LPA Lebak lebih banyak mensosialisasikan terkait peraturan perlindungan anak.

    “Kami sampaikan konsekuensi hukum bagi pelaku kekerasan terhadap anak baik secara fisik, psikis, seksual atau eksploitasi.  Dan bagi anak-anak, kami lebih memberikan pemahaman untuk bagaimana bisa melakukan langkah-langkah antisipasi dan upaya perlindungan apabila di lingkungan sekitarnya terjadi perlakuan kekerasan terhadapnya,” kata Oman.

    “Kami berharap semua pihak ikut memberikan bagian dalam rangka melindungi anak-anak dari aksi kekerasan. Bagi pemerintah, bisa membuat kebijakan yang lebih pro terhadap perlindungan anak salah satunya dengan memasifkan sosialisasi tentang undang-undang perlindungan anak baik di masyarakat maupun di kegiatan pemerintahan,” imbuhnya.

    Oman Rohmawan pun mengharapkan semua pihak untuk terlibat dalam melakukan upaya dini protektif dengan memberikan pemahaman terhadap keberadaan kaum Generasi Alpha itu, 

    “Bagi masyarakat, orangtua, para pendidik dan kita semua agar lebih memahami tentang hak-hak anak. Ketidak tahuan terhadap hak-hak anak ini lah yang membuat masyarakat menjadi abai terhadap tumbuh kembang dan hak terbaik anak dalam lingkungannya.

    Terangnya lagi, juga bagi media massa, penting ikut serta mengedukasi. “Misal dengan memberitakan tips-tips terhindar dari kekerasan seksual untuk anak-anak dan menyuarakan konsekuensi hukum agar menjadi efek jera dan antisipasi agar tidak coba-coba. Selain itu, bagi pihak kepolisian dan pengadilan agar memberikan hukuman yang seberat-beratnya bagi pelaku, agar menjadi efek jera,” tegas Oman.

    Sementara, hingga tulisan ini dirilis, BANPOS belum berhasil mendapat jawaban konfirmasi dari Unit PPA Reskrim Lebak dan juga PN Lebak.(LUK/MUF/DZH/WDO/ENK)

     

  • Kasus Meningkat, Banten Rawan Cabul

    Kasus Meningkat, Banten Rawan Cabul

    KASUS kekerasan terhadap anak dan perempuan terus meningkat. Beberapa pekan terakhir kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur pun terus bermunculan. Gejala ini menuntut perhatian dari semua pihak, karena generasi depan bangsa harus dilindungi.

    Provinsi Banten sepertinya harus menetapkan kondisi darurat pencabulan terhadap anak dibawah umur. Hal ini terindikasi dengan banyaknya kasus pencabulan yang terungkap dan dilaporkan. Beberapa terduga pelaku kasus pencabulan diketahui sempat melarikan diri sebelum diadili.

    Pekan lalu, Satreskrim Polres Pandeglang berhasil mengungkap dua kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur. Seorang diantaranya adalah menangkap buronan terduga pelaku pencabulan terhadap anak perempuan dibawah umur Bunga (15), warga Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang. Tak lama berselang, pekan ini satuan yang sama kembali menangkap seorang terduga pelaku pencabulan, BA (20) warga Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang.

    Setelah itu, giliran Satreskrim Polres Cilegon Polda Banten, juga mengungkap kasus tindak pidana persetubuhan atau perbuatan cabul terhadap anak dibawah umur. Parahnya, pencabulan dilakukan oleh lima tersangka berinisial, MY, SH, SP, MF, dan MR, kepada satu orang korban dibawah umur.

    Ketua LPA Kota Serang, Esa Aulia Rahman, menyebutkan bahwa saat ini memang tren kasus kekerasan terhadap anak yang muncul ke publik mengalami kenaikan, baik di Kota Serang maupun di daerah lainnya. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan kasus yang tidak terungkap lebih banyak, mengingat kasus yang terungkap saat ini karena korban maupun orang yang mengetahui adanya kekerasan tersebut berani menyuarakan dan melaporkan.

    “Jadi sebenarnya kasus di bawah permukaan (belum terungkap, red) ini banyak, kita mengetahui kalau memang baik si korban ataupun orang terdekatnya yang memang mau menyuarakan atau melaporkan ke pihak yang berwenang, termasuk juga ke LPA atau unit PPA di masing-masing kabupaten kota,” ujarnya.

    Esa mengungkapkan bahwa akar permasalahan terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak salah satunya dipicu oleh hubungan keluarga yang kurang harmonis, baik dari anak dengan orang tua maupun sebaliknya. Kemudian hal yang paling penting menurut Esa, si anak baik yang menjadi korban ataupun pelaku, belum mendapatkan pendidikan tentang kesehatan reproduksi atau pendidikan seks, yang seharusnya itu didapatkan dari kedua orang tuanya.

    “Sementara, barangkali orang tua menganggap seperti zaman dulu bahwa pendidikan seks atau kesehatan reproduksi itu masih dianggap tabu. Sehingga anak yang karakteristiknya punya rasa penasaran, akhirnya dia mencari informasinya di luar rumah,” tuturnya.

    Ia mengatakan bahwa ketidaktahuan informasi potensi terjadinya pelecehan seksual baik di lingkungannya maupun di ruang publik. Sehingga si anak tersebut belum mengetahui bagaimana cara menghindari potensi tersebut, termasuk pelecehan yang bisa saja terjadi di lingkungan keluarga seperti kasus yang pernah terungkap sebelumnya.

    “Ketika terjadi potensi pelecehan, si calon korban ini belum mengetahui bagaimana pencegahan atau caramenghindarinya. Misalnya ketika di rumah ada potensi pelecehan seksual, sebaiknya si anak ini berkumpul dengan orang yang ada di rumah tersebut, bukan berdiam diri di kamar, justru harus berkumpul dengan anggota keluarga yang lain,” jelasnya.

    Esa mengatakan pentingnya memberikan edukasi kepada anak tentang potensi terjadinya pelecehan seksual. Ia pun mengimbau kepada para anak di mana pun berada, apabila sedang berada di ruang publik dan ada ancaman yang berpotensi kepada kekerasan seksual, sebaiknya segera menuju ke tempat ramai agar orang di sekitarnya bisa memberikan pertolongan.

    “Hal-hal yang sesederhana itu memang belum banyak diketahui, makanya penting untuk memberikan edukasi kepada anak untuk selalu waspada dan potensi pelecehan seksual,” terangnya.

    Ia meminta kepada masyarakat yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, untuk berusaha saling melindungi terhadap pemenuhan hak anak. Kemudian selalu memberikan edukasi, memberikan edukasi dengan menggunakan berbagai media dan di berbagai kesempatan.

    “Kalau hanya mengandalkan instansi pemerintah dalam mengadakan kegiatan sosialisasi, saya yakin akan kurang. Sebaiknya lembaga yang mempunyai kepedulian ataupun orang-orang pribadi yang mempunyai kepedulian terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak, mensosialisasikan berbagai pengetahuannya lewat kesempatan dan media manapun,” katanya.

    Menurutnya, media sosial mempunyai peluang yang besar untuk berbagi informasi dan menyebarluaskan tentang pendidikan kesehatan reproduksi terutama bagi anak. Lalu yang perlu diperhatikan di era kemajuan teknologi yang semakin maju, para orang tua dituntun untuk meningkatkan keterampilannya dalam penggunaan smartphon, ikut memantau penggunaan media sosial yang dimiliki oleh anaknya.

    “Kalau punya media sosial pribadi, biasanya masing-masing lembaga atau orang mempunyai followers, dengan menyebarkan informasi tersebut mudah-mudahan followersnya baca dan tertanam di pikirannya lalu dipahami, mudah-mudahan mau melanjutkan informasi tersebut. Pembinaan selain lewat pemantauan itu mudah-mudahan bisa dikendalikan dari ancaman terhadap pelecehan seksual,” jelasnya.

    Mengingat saat ini Banten darurat pelecehan seksual yang bahkan bisa dilakukan oleh orang terdekat, iameminta agar para orang tua mulai untuk membangun komunikasi yang bagus yang baik antara orang tua dengan anaknya. Orang tua diharapkan bisa memiliki banyak peran, selain disebut sebagai orang tua sebagai panutan, sekaligus menjadi konselor dan bentuk komunikasi orang tua menyesuaikan dengan gaya anak bukan sebaliknya.

    “Jadi kalau anaknya punya masalah, sebaiknya anak curhat ke orang tua. Orang tua juga diharapkan menjadi teman bagi anaknya, supaya ketika anak pengen ngobrol itu lebih banyak ngobrol dengan orang tuanya ketimbang dengan temannya,” tandasnya.

    Peningkatan kasus pencabulan juga diakui Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Serang, Anton Gunawan. Dia mengatakan bahwa pihaknya cukup kaget pada laporan semester pertama tahun 2022 terkait kekerasan terhadap anak dan perempuan, yang sudah hampir mendekati jumlah keseluruhan kekerasan yang terjadi pada tahun 2021.

    “Di semester satu saja sudah mencapai 44 kasus. Kalau dibandingkan dengan tahun kemarin, sampai akhir tahun mencapai 56 kasus. Ini baru satu semester sudah 44. Tentu kami tidak berpikiran pada semester kedua nanti akan bertambah, tapi kagetnya ini di bulan Juni sudah 44 kasus. Semoga saja ke depan tidak ada kasus lagi, berhenti di 44 kasus saja,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (14/7).

    Menurutnya, dari keseluruhan data yang masuk, 90 persen merupakan kasus kekerasan terhadap anak. Kasus kekerasan terhadap anak pun menurutnya, didominasi bahkan hampir seluruhnya kekerasan seksual.

    “Jadi 90 persen dari kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, itu kasusnya merupakan kasus terhadap anak. Dan kasusnya itu merupakan kekerasan seksual. Kecamatan yang paling banyak kasusnya itu Kecamatan Kasemen,” ucapnya.

    Selain itu, dari kasus yang dilaporkan ke DP3AKB, para pelaku kekerasan seksual didominasi oleh orang-orang terdekat, baik keluarga maupun tetangganya. Hal itu menurutnya, lantaran orang terdekat lebih mengenal korban dan tahu informasi detail dari korban.

    “Jadi sudah kenal, sudah tahu situasi. Contoh kasus pelecehan seksual, si korban itu tidak menyangka bahwa orang yang biasa ada di sekitarnya akanmelakukan hal tersebut. Kan orang juga kalau dengan orang yang tidak dikenal, pasti tidak akan mau diajak kemana-kemana. Itu juga pasti pesan dari orang tuanya. Tapi kalau kenal, korban pun tidak akan berpikir macam-macam,” ungkapnya.

    Dari keseluruhan kasus yang dilaporkan ke pihaknya pun menurutnya, belum ditemukan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal. Namun, terdapat satu kasus yang mungkin saja dilakukan oleh orang yang tidak dikenal, akan tetapi detail kasusnya belum ia ketahui.

    “Kalau kasus perkosaan seperti itu, saya melihat ada satu kasus pemerkosaan mungkin seperti itu. Tapi saya belum tahu apakah antara korban dan pelaku tidak saling mengenal atau pelaku beraksi secara acak (karena sedang mabuk),” tuturnya.

    Terpisah, hingga Mei 2022, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Cilegon mencatat ada sebanyak 80 kasus dari 43 korban kekerasan seksual perempuan dan anak yang ditangani. Sementara pada 2021, DP3AKB mencatat 254 kasus dari 145 korban kekerasan perempuan dan anak.

    Kepala DP3AKB Cilegon, Agus Zulkarnain mengatakan, jumlah kasus kekerasan seksual yang tercatat saat ini ibarat fenomena ‘gunung es. Dikatakan Agus, jumlah kasus yang tercatat belum tentu menggambarkan peristiwa yang sesungguhnya. Namun Agus memprediksi, tren kasus tahun ini meningkat salah satunya karena korban sudah memiliki keberanian untuk melapor.

    “Angka yang tercatat itu belum menunjukan angka sesungguhnya. Namun, tinggi atau meningkatnya kasus ini kita bisa lihat dari dua perspektif. Pertama memang kasus meningkat, yang kedua ada keberanian dari masyarakat yang menjadi korban berani melaporkan,” kata Agus.

    Lebih lanjut, Agus mengungkapkan, dari kasus yang ditangani oleh pihaknya kebanyakan korbannya adalah perempuan. Meski pada 2020 lalu ada juga tercatat 3 korban diantaranya adalah laki-laki.

    Dikatakan Agus, masih kerap terjadinya kekerasan perempuan dan anak baik seksual, fisik dan psikis, dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Salah satunya pelaku terdorong melakukan kekerasan karena faktor ekonomi.

    “Jadi ada banyak faktor. Bukan hanya karena niat, tapi ada juga sebabnya faktor ekonomi. Semisalnya yang laki-laki (pelaku), karena faktor ekonomi, tidak mampu berbuat nakal ditempatnya, malah yang ada disekitarnya yang menjadi korban,” tuturnya.

    Lebih lanjut, Agus mengungkapkan, sejauh ini, masyarakat sudah semakin menyadari pentingnya mencegah kekerasan perempuan dan anak. Itu dilakukan dengan mulai berani melaporkan jika menemukan kasus kekerasan perempuan dan anak. Di samping itu, pihaknya selalu gencar melakukan edukasi, sosialisasi serta  menyediakan tempat atau wadah untuk menyampaikan pengaduan.

    “Kita sekarang lebih intens sosialisasi, edukasi terkait pencegahan kekerasan perempuan dan anak. Di 43 kelurahan kita juga ada, Perlindungan Anak terpadu Berbasis di Masyarakat. Kemudian kita juga punya satgas juga. Di industri juga kita punya wadah, rumah perlindungan pekerjaan perempuan apabila mengalami kekerasan di tempat kerjanya. Jadi kita sudah punya jejaring,” tandasnya. 

    Di bagian lain, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Cilegon Muhammad Ikbal Hadjarati mengatakan tahun ini ada 9 perkara pencabulan yang masuk ke Kejari Cilegon.

    “Dari Januari sampai Juli perkara yang masuk 9 perkara,” kata Iqbal kepada BANPOS saat dikonfirmasi.

    Untuk rata-rata vonis kepada tersangka, Ikbal mengatakan minimal 6 tahun dan maksimal 13 tahun. “6 tahun samapi 13 tahun,” ujarnya.

    Ikbal menambahkan, rata-rata kasus tersebut terjadi di rumah kontrakan tersangka. “Rumah kontrakan tersangka,” tutupnya.

    Sementara, data di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Lebak dalam kurun 2021-2022 ada sekitar 70 kasus kekerasan anak maupun pencabulan yang yang terjadi di wilayahnya.

    Ketua LPA Lebak, Oman Rohmawan saat diwawancara BANPOS menjelaskan, secara statistik kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur di Lebak memang mengalami kenaikan. Menurutnya, bahkan tahun 2022 ini banyak kasus yang cukup mencengangkan. Hal itu tak lain karena para pelaku merupakan orang terdekat bahkan orang yang dianggap bagian dari keluarga korban.

    “Pelaku rata-rata orang terdekat korban, mereka yang seharusnya melindungi justru malah menjadi pelaku kekerasan seksual/ fisik.

    Kami dari Lembaga Perlindungan Anak kabupaten Lebak mencatat selama kurun waktu 2021 sampai 2022 yaitu sebanyak 70 kasus,” ujar pria lulusan UIN SMHB Banten ini, Kamis malam (14/07).

    Dijelaskan, adapun akar masalahnya adalah salah satunya perkembangan teknologi digital yang banyak menampilkan tontonan pornografi yang tidak diimbangi dengan benteng pengetahuan agama. Juga karena soal kelainan seksual (fedofilia, Red) bagi pelaku.

    “Sehingga ini memungkinkan menumbuhkan hasrat bagi pelaku. Selain itu, bisa juga karena adanya kelainan bagi pelaku, sehingga memiliki hasrat terhadap anak-anak,” kata Oman.

    Lulusan Fakultas Tarbiyah ini menerangkan lagi, rata-rata kasus yang dijemput lembaganya itu kebanyakan menimpa anak sekolah dasar dan SMP. “Kebanyakan korban yang kami tangani anak sekolah SD dan SMP. Sedangkan untuk pelaku adalah usia dewasa variatif, dari berbagai kalangan. Ada yang mantan pejabat, tokoh agama, tapi rata-rata orang dekat korban,” jelasnya.

    Adapun untuk lokasi kejadian Kasus, hampir ada di semua kecamatan di Lebak.

    “Tahun ini saja ada 27 kasus yang masuk ke kita. Dan itu terus kita kawal setiap kasusnya, bahkan kita lakukan pula penanganan pemulihan psikologisnya. Makanya kalau kita sekedar menampung laporan kasus mau sampai kapan? Intinya, jangan sampai hal itu terjadi terhadap keluarga terdekat kita. Oleh karena itu mulai sekarang dan seterusnya mari kita bergandengan tangan melindungi anak-anak kita dari para predator pelaku kekerasan seksual anak yang mungkin ada di sekitar kita,” paparnya.

    Lelaki asal Kecamatan Cibeber, Lebak Selatan ini menambahkan, sebagai wadah khusus, LPA ini adalah turunan hieraskis dari LPAI pusat lalu ke LPA Provinsi dan Kabupaten/Kota. Menurutnya, pihaknya telah melakukan MoU dengan Mabes Polri terkait penanganan kasus anak termasuk juga LPA Lebak.

    “LPA Lebak juga sudah menjalin kerjasama dengan dinas-dinas terkait terkait penanganan kasus. Ada yang mengadvokasi, ada yang memberikan dukungan konseling untuk pemulihan psikologis anak dan pendampingan kasus,” papar Oman.(WDO/DZH/MUF/LUK/ENK)