Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad kembali mengungkapkan unek-unek soal negaranya.
Blak-blakan dia menyebut, Malaysia saat ini tak layak disebut sebagai Macan Asia. Bayangannya pun tidak.
“Malaysia sekarang jadi kleptokrasi, negara pencuri yang dipimpin oleh pencuri,” kata Mahathir dalam rangkaian thread melalui akun Twitter-nya, Senin (25/4).
Dia pun lantas mempertanyakan, bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Bagaimana harimau bisa turun begitu rendah, sehingga menjadi negara gagal?
Mahathir bilang, yang jadi biang keroknya adalah korupsi negara. Terutama, para pemimpin korup.
“Ketika seseorang mengatakan uang adalah raja, yang dia maksud adalah korupsi adalah raja. Itulah yang dikatakan Najib Razak saat menjadi Perdana Menteri Malaysia. Mengejutkan memang. Tapi, dia bersungguh-sungguh,” beber Mahathir.
“Tindakannya sebelum dan sesudah pernyataan itu, membuktikan tanpa bayang-bayang keraguan, bahwa ia percaya pada korupsi sebagai cara untuk mencapai apa pun yang diinginkan. Antara lain, ambisi untuk terus menjadi Perdana Menteri Malaysia seumur hidup,” imbuhnya.
Mahathir yang merupakan Perdana Menteri terlama di Malaysia dengan masa jabatan 22 tahun mengungkap, Najib percaya bahwa untuk menjadi efektif, korupsi harus besar.
Ukurannya harus sedemikian rupa, sehingga penerima kesulitan menolak.
“Bayangkan saja. Seorang pria yang belum pernah melihat duit seribu ringgit, diberi satu juta ringgit untuk melakukan sesuatu yang salah atau tidak bermoral. Hanya sedikit yang bisa menolak,” beber Mahathir.
Karena itu, sambungnya, ketika semua orang sadar bahwa Najib telah mencuri uang negara dalam jumlah besar, tidak ada pemimpin atau anggota UMNO yang mengkritiknya. Bahkan, sekadar untuk meminta penjelasan. Mereka justru terus mendukung Najib.
“Itu sebabnya, Najib perlu memiliki miliaran ringgit untuk skema yang ada dalam pikirannya. Najib tidak hanya memikirkan uang yang akan diberikan sebagai suap. Tetapi juga untuk dia dan istrinya,” papar Mahathir.
Ujung-ujungnya, Najib pun memikirkan mega proyek berbiaya miliaran ringgit. Misalnya saja, East Coast Railway dan kereta berkecepatan tinggi antara Kuala Lumpur dan Singapura.
Najib juga memutuskan untuk membeli pembangkit listrik. Untuk proyek-proyek Najib, dia meminjam uang hingga miliaran ringgit.
Dengan penetapan harga yang terlalu tinggi, sebagian uang bisa hilang dan hilang. Tapi, kata Mahathir, Najib menemukan cara untuk melampaui plafon yang diizinkan untuk dipinjam pemerintah.
Dia mendirikan sebuah perusahaan milik pemerintah, seolah-olah untuk berinvestasi. Biasanya, dana tersebut berasal dari kelebihan pendapatan yang diperoleh pemerintah. Tapi dana ini harus dipinjam.
“Meski 100 persen dimiliki pemerintah, perusahaan 1MDB (1 Malaysia Development Berhad) tidak dikenakan pagu pinjaman pemerintah. Saat itu, pagunya adalah 53 persen dari PDB. Najib meminjam 42 miliar ringgit, pinjaman terbesar yang pernah diperoleh negara,” urai Mahathir.
Sebagian dari uang tersebut, kemudian digunakan untuk membeli pembangkit listrik di atas harga pasar. Sebagian besar sisa dana tersebut, menguap begitu saja setelah diinvestasikan dalam proyek-proyek minyak dan gas yang meragukan di Timur Tengah.
Sejumlah uang kemudian dipindahkan melalui bank-bank di Karibia, di Seychelles dan Singapura.
Entah bagaimana, sejumlah besar uang berakhir di rekening Najib di AmBank. Kemudian, Najib mengklaim bahwa miliaran plus di rekening banknya adalah hadiah dari royalti Saudi.
“Klaim ini dapat diverifikasi. Tapi, sedikit usaha yang dilakukan untuk melacak pergerakan uang,” ucap Mahathir.
Uang dalam jumlah besar, tidak mudah dipindahkan. Uang tunai, tidak praktis untuk memindahkannya. Itu harus dalam bentuk dokumen. Seperti cek atau transfer elektronik. Harus ada catatan yang dipegang oleh bank, yang menerbitkan atau menerima dokumen.
Mahathir menyebut, bank penerbit dan bank penerima pasti punya catatan. Bank juga harus mencatat, bagaimana uang itu sampai di bank, deposan atau deposan, dan bagaimana uang itu diperoleh.
“Jika penyelidik peduli, mereka dapat melacak pergerakan uang. Buktikan apakah itu benar hadiah. Tapi, sampai saat ini, tidak ada bukti bahwa pemerintah telah melakukan penyelidikan menyeluruh,” ujar Mahathir.
“Orang-orang Saudi mungkin kaya dan dermawan. Tapi, mereka tidak akan memberi hadiah uang yang begitu besar kepada seorang pemimpin asing, atas perannya dalam membantu orang-orang Palestina,” sambungnya.
Mahathir juga menyoroti fakta adanya uang dan barang-barang mahal yang ditemukan di paviliun Najib.
Awalnya, polisi mengklaim uang dan barang-barang tersebut dibeli dengan uang dari 1MDB.
Belakangan dikatakan, pemerintah tidak dapat membuktikan bahwa uang dan pembelian barang-barang mewah itu adalah uang yang dicuri dari pemerintah. Terutama dari 1MDB.
Hingga akhirnya diputuskan, uang dan hadiah itu dikembalikan kepada Najib. Karena itu adalah hadiah untuknya.
“Penyelidikan terhadap sumber uang itu tidak menyeluruh. Kemungkinan besar, itu bukan hadiah. Bayangkan, Raja Saudi memberikan begitu banyak tas mewah kepada Rosmah. Tidak ada dokumen yang bisa membuktikan ini. Tapi, toko perhiasan di New York mengklaim mereka menjual perhiasan ke Rosmah. Apakah otoritas Malaysia menyelidiki ini?” papar Mahathir.
Jika Najib tidak dapat membuktikan bahwa hadiah itu adalah hadiah, pemerintah semestinya tidak boleh memberikan uang dan hadiah itu kepada Najib.
“Bukti bahwa ini adalah hadiah tidak memadai. Pemerintah harus menahan uang dan hadiah, sampai terbukti sumbernya. Saat ini, tidak ada yang tahu ke mana sisa 42 miliar ringgit itu pergi. Diduga Jho Low yang mengambil uang itu. Jho Low dituding, karena dia tidak bisa dihubungi. Tak mungkin menyelidiki dia,” pungkas Mahathir, yang akan berusia 97 pada 10 Juli mendatang. [HES/RM.ID]