Seperti sudah diduga sebelumnya, Amerika Serikat (AS) Cs berulah di acara G20 yang digelar di Washington DC, AS, kemarin.
Di forum itu, pejabat Amerika, Inggris, dan Kanada, melakukan aksi walkout saat pejabat Rusia berbicara.
AS Cs memang ngotot menolak kehadiran Rusia dalam forum G20.
Menanggapi kelakuan AS Cs itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang memimpin sidang acara tersebut, nggak keki.
Sejak Rabu (20/4) lalu, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G-20, melakukan pertemuan di Washington. Ini adalah pertemuan lanjutan, sebelum acara puncak KTT G20 digelar di Bali, November nanti.
Pertemuan ini diharapkan menghasilkan kebijakan antar negara, dalam mendukung proses pemulihan ekonomi di tengah lonjakan harga pangan dan migas di banyak negara.
Namun, sehari sebelum acara digelar, sejumlah negara Eropa sudah bikin ulah.
Kementerian Keuangan Prancis misalnya, mengajak negara anggota G7 untuk walkout, setelah mengetahui Indonesia, yang menjadi pemimpin sidang, tetap mengundang pejabat Rusia.
Aksi itu adalah bentuk protes kepada Rusia, karena sudah menyerang Ukraina.
Ancaman serupa pernah dilontarkan Menteri Keuangan AS, Janet Yellen pada awal April lalu. Saat itu, Yellen mengancam, Washington akan absen, jika Indonesia tetap mengundang Rusia.
Ancaman AS Cs itu ternyata beneran. Saat delegasi Rusia berbicara di forum itu, Yellen pergi meninggalkan ruang pertemuan.
Setelah Yellen pergi, Menteri Keuangan Inggris, dan Kanada mengekor Yellen.
Sri Mulyani yang memimpin sidang, santai saja menanggapi aksi walkout tersebut.
Dalam konferensi pers usai acara, Sri Mulyani mengaku tak kaget dan tak heran dengan ulah AS itu. Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu sudah paham, negara Barat bakal mengancam akan keluar, jika Rusia menghadiri pertemuan.
“Kami memahami, ada beberapa skenario bagaimana negara G7+ akan merespon kehadiran pertama kali Rusia dan pada saat Rusia intervensi atau berbicara. Jadi, ini bukan kejutan bagi kami,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers 2nd FMCBG Meeting, kemarin.
Kata dia, sidang berjalan lancar meski AS dan sekutunya walkout.
Ketidakhadiran AS tidak mengurangi keefektifan forum G20 akibat konflik dan ketidaksepahaman anggota. Sebab, walkout dilakukan tanpa mendisrupsi sidang.
Sri Mulyani memastikan, Indonesia tetap mengundang Rusia dan Ukraina, mengingat pentingnya kehadiran kedua negara itu.
Selain itu, lanjut dia, seluruh negara anggota mempunyai hak untuk menyampaikan pandangan masing-masing, utamanya mengenai risiko ekonomi global dan penanganannya.
Secara keseluruhan, Sri Mulyani puas dengan acara tersebut. Para anggota G20 telah memberikan pandangannya, terkait pentingnya menjaga kerja sama antar forum G20. Meski dihadapkan pada kecaman geopolitik antara Rusia dan Ukraina.
Menurutnya, permasalahan ini juga menjadi tanggung jawab anggota G20 untuk sama-sama mengatasi dan memberikan solusi. Karena geopolitik kedua negara ini sangat berpengaruh kepada ekonomi global.
Menurut dia, forum G20 penting untuk ikut memberikan solusi dampak perang Rusia-Ukraina. Bukan semakin memperburuk proses pemulihan ekonomi.
Kementerian Luar Negeri juga santai saja menanggapi aksi walkout AS Cs itu. Staf Khusus Program Prioritas Kemenlu dan Co-Sherpa G20 Indonesia, Dian Triansyah Djani mengungkapkan, aksi AS Cs itu hal biasa dan sering dilakukan dalam berbagai forum resmi. Bahkan, di sidang PBB atau pertemuan multilateral lainnya.
Dian memastikan, ulah AS Cs tidak mempengaruhi substansi rapat dan diskusi.
“Pembahasan substansi masih berjalan. Diharapkan, semua negara bisa berkontribusi pada agenda tersebut. Isu pembahasan di sektoral kementerian juga masih berjalan,” kata Dian, dalam konferensi pers, kemarin.
Dian mengungkapkan, sebagai bentuk antisipasi agar kejadian serupa tak terulang kembali adalah dengan membangun komunikasi antar Head of Delegate dari masing-masing negara.
Mantan Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa ikutan berkomentar menanggapi kelakuan AS Cs. Dia memberikan jalan tengah, agar kejadian serupa tak terulang di acara puncak G20, November nanti.
Kata dia, forum G20 memang harus digunakan sebagai arena untuk mendorong perdamaian antara Rusia dan Ukraina.
Karena itu, sebagai jalan tengah, sebaiknya Ukraina yang bukan anggota G20, juga diundang dalam forum tersebut.
“Sebagai Ketua G20, adalah kewajiban bagi Indonesia untuk secara persuasif membuat alasan, mengapa KTT mendatang di Bali memberikan kesempatan berharga untuk menempatkan diplomasi di garis depan, dalam mengakhiri konflik di Ukraina dan untuk mengatasi dampak ekonominya,” kata Marty, dikutip dari Sydney Morning Herald, kemarin.
Agar tujuan tersebut tercapai, lanjutnya, semua anggota G20 harus setuju untuk hadir dan menjadi bagian dari solusi.
“Namun, untuk meningkatkan kemungkinan kemajuan dan pada prinsipnya, upaya semacam itu memerlukan penyertaan Ukraina dalam pembicaraan,” ujarnya.
Presiden AS, Joe Biden memang dari jauh-jauh hari ingin Indonesia mengundang Ukraina. Namun, Indonesia belum setuju.
Jubir Kemenlu Teuku Faizasyah mengatakan, keputusan tidak akan dibuat, sampai konsultasi diselesaikan dengan anggota lain.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi pekan ini berada di Eropa untuk menjajaki rekan-rekan G20 tentang keterlibatan Rusia dan Ukraina.
Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva mengatakan, tidak ada gunanya mengundang Ukraina ke KTT G20. [BCG/RM.ID]