Kategori: KESEHATAN

  • Pemkab Serang Tak Sanggup Bayar Penuh PBI BPJS

    Pemkab Serang Tak Sanggup Bayar Penuh PBI BPJS

    SERANG, BANPOS – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Serang melalui UPT Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), mengungkap bahwa anggaran untuk kepesertaan BPJS penerima bantuan iuran (PBI) Kabupaten Serang untuk tahun 2021 hanya Rp18 miliar. Jumlah tersebut, disebut masih terbatas, karena hanya mampu menganggarkan untuk 10 bulan saja.

    Kepala UPT JPK, Wahyu Suwargi, menyampaikan bahwa untuk peserta PBI Kabupaten Serang saat ini sebanyak 46.395. Seharusnya, dengan jumlah peserta tersebut dibutuhkan anggaran sekitar Rp23 miliar selama satu tahun.

    “Karena anggaran terbatas, kita anggarkan untuk 10 bulan. Harusnya dengan peserta 46.396 dibutuhkan anggaran Rp23 miliar, tapi kita baru ada Rp18 miliar,” ungkapnya, Kamis (10/3).

    Meskipun demikian, pihaknya mengupayakan agar ada penambahan anggaran. Guna memenuhi kebutuhan pembayaran iuran kepesertaan BPJS PBI Kabupaten Serang hingga bulan Desember mendatang.

    “Kita upayakan, karena kalau tidak ditambah nanti ada pengurangan (peserta) PBI Kabupaten Serang. Mudah-mudahan proses verifikasi dan validasi (verivali) nya jalan, jadi kalau ada yang meninggal dihapus, kalau yang sudah mampu dicoret sehingga yang mengantri bisa masuk,” jelasnya.

    Ia mengaku, secara perhitungan anggaran untuk jaminan kesehatan warga miskin di Kabupaten Serang, sudah cukup. Dengan catatan, proses verivali berjalan dengan baik, dan masyarakat aktif melaporkan apabila ada peserta yang meninggal atau menyadari bahwa dirinya sudah mampu dan tidak lagi menjadi peserta jaminan kesehatan yang dibantu oleh pemerintah.

    “Kami berharap terutama peserta yang sebenarnya punya kemampuan dan belum mau jadi peserta mandiri, menurut kami lebih baik dan lebih terjamin meski harus iuran setiap bulan tetapi terjaga. Karena sekali sakit bisa mengeluarkan uang berjuta-juta, apabila sudah terdaftar kepesertaan BPJS bisa lebih ringan,” jelasnya.

    Wahyu menegaskan, pihaknya diamanahi untuk pengelolaan keuangan jaminan kesehatan dan pengendalian peserta saja. Untuk kepesertaan, yang memverifikasi adalah petugas dari Dinsos dan desa.

    “Pengelolaan data di Dinsos, kami menempatkan petugas Dinkes untuk membantu menginput data,” tandasnya.

    Diketahui, total penerima bantuan jaminan kesehatan di Kabupaten Serang baik dari pusat yaitu Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK), peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) Provinsi dan Kabupaten saat ini tercatat sebanyak 600.000 peserta.

    Sekretaris Dinsos Kabupaten Serang, Encep S Somantri, mengungkapkan bahwa pihaknya dapat membantu warga Kabupaten Serang baik bidang sosial maupun kesehatan, dengan catatan harus terdata dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

    “InsyaAllah akan kami bantu, tapi dilihat apakah sudah ada datanya dalam DTKS. Karena dasar Dinsos membantu adalah DTKS, bukan kami tidak ingin membantu tapi harus melalui prosedur terlebih dahulu,” katanya.(MUF/PBN)

  • Punya Data Berbeda, Pemprov tetap Prioritaskan Penekanan Angka Stunting

    Punya Data Berbeda, Pemprov tetap Prioritaskan Penekanan Angka Stunting

    SERANG, BANPOS – Provinsi Banten masuk menjadi provinsi terbanyak kelima yang memiliki bayi dibawah lima tahun (Balita) kerdil atau stunting versi Studi Status Gizi Indonesia (SGSI). Namun, terdapat perbedaan data yang dimiliki oleh Pemprov Banten berdasarkan aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM).

    Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Banten, Siti Ma’ani Nina, mengungkapkan, terdapat perbedaan data antara SSGI dan e-PPGBM. SSGI merupakan survei berskala Nasional untuk mengetahui perkembangan status gizi balita (stunting, wasting, dan underweight) tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

    “Berdasarkan SSGI Tahun 2021 prevalensi stunting Provinsi Banten pada tahun 2021 sebesar 24,5. Sementara berdasarkan e-PPGBM prevalensi stunting Provinsi Banten pada tahun 2019 sebesar 15,43, tahun 2020 sebesar 10,38, dan pada tahun 2021 sebesar 7,4,” jelasnya.

    Sementara,berdasarkan hasil penginputan e-PPGBM Persentase Stunting pada tahun 2019 sampai dengan tahun 2021 sudah ada penurunan tetapi tetap harus dilihat cakupan yang diukur berdasarkan sasaran yang ada. Dan sudah dibawah target 2021, 21,1 persen.

    Namun, ia mengungkapkan bahwa penekanan angka stunting menjadi program prioritas, mengarah kepada intervensi berbasis keluarga berisiko stunting dengan menekankan pada penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan akses air minum dan sanitasi.

    Dalam rangka percepatan berbasis keluarga dibentuk Tim Pendamping keluarga (TPK) terdiri dari unsur Bidan, kader pmk dan kader IMP. Penurunan stunting menitikberatkan pada penanganan penyebab masalah Gizi, yaitu faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi (makanan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan).

    “Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak, hal ini akan mencegah masalah kekurangan gizi,” kata Nina.

    Kunci percepatan penurunan angka stunting yakni Intervensi penurunan stunting terintegrasi dengan pembagian peran dan tanggung jawab antara pemerintah pusat, pemerintah Provinsi, pemerintah Kabupaten/kota sampai dengan pemerintahan Desa.

    Pemprov gencar melakukan upaya penanganan melalui Tim Percepatan Penanggulangan Stunting (TPPS). TPPS yang merupakan lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) itu melaksanakan penanganan stunting melalui kewenangan masing-masing tersebut merupakan tindak lanjut Peraturan Presiden (PP) Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

    Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Provinsi Banten, saat itu di wilayah Provinsi Banten terdapat 10.643 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang tersebar 8 Kabupaten/Kota. Operasional Posyandu itu didukung oleh 53.214 kader.

    Kepala DPMD Banten Enong Suhaeti, Kamis (9/3) mengungkapkan, pembinaan dan pelatihan penanganan stunting dilakukan kepada kader Posyandu dan kader PKK. Selain itu, pihaknya juga memfasilitasi sarana dan prasarana dalam pelayanan Posyandu.

    “Untuk insentif kader Posyandu, bisa dialokasikan dari Dana Desa. Sehingga tergantung hasil Musyawarah Desa,” kata Enong.

    Ia menjelaskan, pihaknya akan terus menjalin dan melakukan koordinasi, sinergitas, dan harmonisasi dengan Forum Kader Posyandu baik di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, mengakomodir bantuan hibah Forum Kader Posyandu, serta pembinaan kepada kader Posyandu dan kader PKK untuk menekan stunting.

    Diberitakan sebelumnya, hasil survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, terdapat 294.862 balita kerdil di Banten. Angka ini menempatkan Banten sebagai provinsi kelima terbesar yang memiliki balita kerdil setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara.

    Berdasarkan SSGI 2021 terdapat beberapa daerah perkotaan di Banten yang tergolong dalam zona stunting “kuning” dan “hijau”.

    Diantaranya Kota Serang dan Kota Cilegon di kategori kuning serta Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang di kategori hijau.

    Malah satu kabupaten di Banten berkategori “merah” yakni Pandeglang karena prevalensinya di atas 30 persen. Bahkan Pandeglang dengan prevalensinya yang 37,8 persen menduduki posisi nomor 26 dari 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi

    Lima kabupaten dan kota yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Lebak, Kota Serang, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon.

    Sementara dua daerah yang berkategori hijau dengan prevalensi 10 sampai 20 persen adalah Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang

    Tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Banteng berstatus biru yakni dengan prevalensi di bawah 10 persen.

    (RUS/PBN)

  • RSUD Cilegon Bertekad Junjung Tinggi Pelayanan

    RSUD Cilegon Bertekad Junjung Tinggi Pelayanan

    JOMBANG, BANPOS – Menjabat sebagai Plt Direktur RSUD Cilegon menggantikan Plt sebelumnya yaitu Ujang Iing, sosok Dokter spesialis telinga, hidung, tenggorokan (THT), dr Puji Sulastri bertekad akan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Cilegon.

    “Saya sangat menjunjung tinggi pelayanan dengan berbasis profesionalitas dan kompetensi itu yang saya tekankan, baik itu di pelayanan dokter spesialis, dokter umum, tenaga kesehatan kita, manajemennya, semua juga harus profesional dan kompetensi yang dipunyai maksimal untuk mewujudkan rumah sakit unggulan yang sesuai diharapkan masyarakat Cilegon,” katanya kepada BANPOS saat ditemui di RSUD Cilegon, Kamis (10/3).

    “Karena saya basically nya orang pelayanan, yang saya junjung tinggi pelayanan. Saya pengen rumah sakit ini cantik, saya pengen rumah sakit ini bersih, saya pengen penghuni di rumah sakit ini seperti pasien, pengunjung, keluarga pasien, kami tenaga kesehatan, bagian umum manajemen, saya pengen penghuninya itu nyaman. Kalau nyaman kita melayani masyarakat juga akan dengan senyum. Kalau melayani dengan senyum pasien puas, kepuasan pasien itu keunggulan kami. Kepuasan pasien itu yang ingin kami capai,” tambahnya.

    Dikatakan dia saat ini RSUD Cilegon mempunyai 40 dokter spesialis yang siap melayani masyarakat Cilegon. Ia juga meminta dukungan kepada Pemkot Cilegon terkait pemenuhan sarana prasarana yang ada di RSUD Cilegon.

    “Untuk SDM saya pikir kami sudah punya tenaga yang bagus, SDM keperawatan kita bagus tinggal kami mohon untuk pemda support supaya sarana dan prasarana disini itu menjadi baik. Jadi dengan saya disini berharap pemda support maksimal supaya rumah sakit ini menjadi lebih baik,” ungkapnya.

    Kedepan kata dia dengan akan dibangunnya gedung lima lantai di RSUD Cilegon yang di rencanakan Walikota Cilegon Helldy Agustian, ia berharap bisa lebih baik lagi untuk melayani masyarakat Cilegon.

    (LUK/RUL)

  • Pakar ITB: BPA Dan Polikarbonat Itu Dua Hal Berbeda

    Pakar ITB: BPA Dan Polikarbonat Itu Dua Hal Berbeda

    Ahli kimia sekaligus pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin  menjelaskan bahwa Bisphenol A (BPA) dan Polikarbonat (PC) itu dua hal berbeda. Penjelasan ini penting, karena masyarakat salah mengartikan antara bahan kemasan plastik PC dan BPA sebagai prekursor pembuatnya.

    Ia menilai, sejumlah pihak hanya melihat dari sisi bahaya BPA-nya bagi kesehatan. Tanpa memahami bahan jadi bentukannya yaitu Polikarbonat yang aman digunakan kemasan pangan.

    Menurutnya, BPA itu memang ada dalam proses untuk pembuatan plastik PC. Dia mengibaratkannya, seperti garam NaCl (Natrium Chloride), yang masyarakat bukan mau menggunakan Klor atau Natriumnya, tapi yang digunakan adalah NaCl yang tidak berbahaya jika dikonsumsi.

    Menurutnya, Natrium itu berbahaya bahkan bisa jadi peledak. Begitu juga dengan Klor sama berbahayanya dan bahkan bisa menyebabkan kematian bagi orang yang menghirupnya. Tapi, saat bersenyawa menjadi garam, menjadi aman.

    ”Jadi, dalam memahami ini, masyarakat harus pandai mengerti agar tidak dibelokkan oleh informasi yang bisa menyesatkan dan merugikan,” kata Zainal  dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (9/3).

    Zainal berharap, berita-berita terkait BPA galon guna ulang harus dijelaskan secara ilmiah. “Jadi, harus dengan data ilmiah sehingga masyarakat kita akan memahami dan bisa mengambil keputusan sendiri,” lanjutnya.

    Dari sisi ilmiah, kata Zainal, semua zat kimia yang menjadi prekursor pembuat kemasan plastik itu berbahaya. Tidak hanya BPA, zat-zat prekursor yang digunakan untuk membuat botol atau galon plastik PET (polyethylene terephthalate) atau sekali pakai juga sama-sama berbahayanya.

    Etilena glikol yang menjadi salah satu prekursor yang digunakan untuk membuat botol atau galon plastik PET atau sekali pakai itu sangat beracun dan bisa menyerang sistem saraf pusat, jantung, dan ginjal serta dapat bersifat fatal jika tidak segera ditangani.

    “Tapi, dalam bentuk polimernya, setelah zat-zat kimia yang menjadi prekursor bahan pembuat botol atau galon plastik itu beraksi secara kimia sehingga membentuk polimer PC dan PET, itu menjadi tidak berbahaya. Yang penting, tetap dijaga agar polimer itu tidak terurai kembali menjadi bentuk prekursornya. Karenanya, kemasan-kemasan yang itu ada pengawasannya,” tutur Zainal.

    Ia menegaskan, jangankan plastik, obat yang dipergunakan untuk kepentingan medis saja juga terbuat dari zat-zat kimia yang berbahaya. Itulah sebabnya, kalau obat itu digunakan sesuai takarannya menjadi bagus, tapi kalau berlebihan obat itu malah bisa membunuh.

    Jadi, menurut Zainal, masyarakat harus mengetahui bahwa secara kimia, bahan berbahaya ditambah bahan berbahaya itu bisa menghasilkan bahan yang tidak berbahaya seperti halnya garam dapur, obat, dan polikarbonat. Tapi, kalau pencampurannya dilakukan secara fisik, artinya tidak ada reaksi kimia yang terjadi, itu akan menjadi dua kali berbahaya.

    “Jadi menurut saya, masyarakat harus dikasih pengetahuan yang lengkap supaya tidak lagi takut lagi menggunakan kemasan pangan plastik yang sudah mendapat izin BPOM, sehingga hidup ini menjadi nyaman,” katanya.

    Ahli Kimia ITB ini menerangkan, alasan Polikarbonat ini digunakan untuk bahan pembuatan galon guna ulang. Hal itu, disebabkan Polikarbonat adalah suatu kelompok polimer termoplastik yang mudah dibentuk dengan menggunakan panas.

    Plastik jenis ini memiliki banyak keunggulan, yaitu ketahanan termal dibandingkan dengan plastik jenis lain, tahan terhadap benturan, dan sangat bening. Inilah sebabnya banyak industri menggunakan kemasan polikarbonat karena situasi geografis Indonesia yang berupa kepulauan dan infrastruktur transportasi yang membutuhkan ketahanan produk terhadap guncangan dan benturan agar produk di dalam kemasan tetap terlindungi dan terjaga kualitasnya.

    Pakar teknologi produk polimer/plastik yang juga Kepala Laboratorium Green Polymer Technology-Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), Assoc Prof Mochamad Chalid, juga menegaskan kemasan galon berbahan PC secara desain material bahan bakunya relatif aman untuk air minum dengan kemasan yang digunakan berulang kali. Karenanya, untuk mengatakan bahwa galon berbahan PC itu mengkhawatirkan pun harus jelas disclaimer-nya seperti apa.

    “Jangan kalimat itu kemudian digeneralisir. Harus ada rinciannya, nggak bisa sembarangan. Nah, statement yang seperti itu nggak bisa digunakan untuk publik, kecuali kalau sudah ada data yang jelas,” ucapnya.

    Menurutnya, kemasan galon guna ulang dibuat dari bahan baku biji plastik yang mengandung polimer seperti Polikarbonat sebagai bahan baku utamanya, dan aditif sebagai bahan baku pembantu untuk meningkatkan atau memodifikasi sifat produk dan membantu pemrosesan biji plastik menjadi produk. Salah satu aditif pemodifikasi yang digunakan pada biji plastik polikarbonat adalah aditif penyapu (scavenger) BPA yang akan melumpuhkan sifat racunnya.

    Marfun, juru bicara salah satu produsen yang memproduksi kemasan galon Polikarbonat menjelaskan, pabrik yang memproduksi galon guna ulang ini tidak bisa dengan sembarangan dalam memproduksi produknya. Untuk bisa diperdagangkan ke konsumen, galon-galon PC itu harus diuji terlebih dulu keamanannya BPOM.

    Dia menyampaikan, semua jenis plastik, baik yang berbahan PC maupun PET dan lainnya pasti memiliki zat aditifnya, yang semua berbahaya bagi kesehatan. Tapi, kata Marfun, agar bisa digunakan untuk tempat makan atau minum, semua bahan plastik itu harus melalui uji BPOM yang telah menetapkan berapa batas toleransi zat aditif yang aman untuk tubuh manusia.

    “Jadi, kita juga sebagai yang memproduksi wadah kemasan ini bikinnya juga tidak bisa sembarangan, tapi harus dipastikan bahwa yang kita produksi itu aman untuk digunakan,” ujarnya.

    Dia mengutarakan, semua plastik itu pasti ada campuran penguatnya atau pengeras atau bahan aditifnya. Untuk Polikarbonat, memang penguatnya BPA, karena bisa memudahkan kemasan untuk dibentuk.

    Tapi, menurut Marfun, produsen juga tidak sembarangan setiap kali menjual galon Polikarbonat itu ke perusahaan air minum. “Mereka juga akan minta surat migrasi BPA yang sudah dinyatakan aman oleh BPOM, apalagi yang sudah perusahaan-perusahaan besar. Karena, dia kan nggak sembarangan juga mengeluarkan produknya. Dia kan ada ISO-nya segala macam, halalnya,” ucap Marfun. [SAR]

     

  • Pengendalian Kasus Diare di Pandeglang Andalkan Metode MTBS

    Pengendalian Kasus Diare di Pandeglang Andalkan Metode MTBS

    PANDEGLANG, BANPOS – Melalui metode Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), pengendalian kasus diare pada balita menjadi salah satu program tahun yang dicanangkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pandeglang tahun anggaran 2022.

    “Untuk pengendalian penyakit, khususnya diare pada balita kita mengadakan acara orientasi penemuan dan tata laksana kasus diare pada balita dengan metode MTBS. MTBS itu manajemen terpadu balita sakit,” kata Pengelola Program Diare Dinkes Kabupaten Pandeglang, dr. Bela Ariani, kepada BANPOS, Selasa (8/3).

    Dijelaskannya, pada acara orientasi tersebut diikuti oleh unsur dokter dan pengelola program diare dari seluruh Puskesmas yang ada di Kabupaten Pandeglang, serta dari unsur penanggung jawab pelayanan MTBS.

    “Tujuan dari kegiatan ini, untuk meningkatkan kapasitas petugasnya. Supaya nantinya bisa melakukan tatalaksana kasus diare dengan sebaik-baiknya,” terangnya.

    Menurutnya, dalam melakukan penanganan terhadap penyakit diare pada balita, para petugas dapat melakukan penanganannya sesuai dengan standar MTBS.

    “Bisa pemberian Zinc, tablet yang digunakan untuk mengobati berbagai masalah kesehatan yang berkaitan dengan kondisi kekurangan zinc (seng) di dalam tubuh dan oralit. Kemudian juga memberikan terapi pengganti cairan tidak harus infus, tetapi dengan menggunakan larutan oralit,” jelasnya.

    Ia menambahkan, dalam melakukan penanganan kasus diare dengan pemberian zinc dan oralit tersebut merupakan hal yang utama. Bukan antibiotic dan bukan stop diare.

    “Tapi zinc dan oralit. Diharapkan nanti petugas Puskesmas bisa mengedukasi orang tua dan pengasuh jika balita sakit diare,” ucapnya.

    Dengan adanya kegiatan tersebut, Bela berharap para petugas dapat mengedukasi agar pengasuh ataupun orangtua tidak gugup saat menghadapi balita sakit diare. Mereka bisa langsung memberikan penanganan pertama dengan oralit sesuai standar, jadi untuk mencegah kekurangan cairan parah.

    “Kalau sampai mengalami kekurangan cairan parah, maka harus memerlukan perawatan lebih lanjut. Maka dari itu metode MTBS ini salah satu upaya mencegah balita sampai mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan,” ujarnya.

    Bela mengungkapkan, kasus diare di Kabupaten Pandeglang dari tahun lalu hingga saat ini tidak ada peningkatan kasus secara signifikan.

    “Adapun acara orientasi ini lebih kepada mendorong tenaga kesehatan melakukan penyuluhan kepada masyarakat bagaimana untuk mencegah diare. Terutama pada balita,” katanya.

    “Salah satu upaya pencegahan diare pada balita yang harus diperhatikan dari tata cara penyajian dan jenis makanannya. Penyiapan makanan harus bersih supaya tidak terkontaminasi,” ungkapnya.

    (dhe/PBN)

  • Percepat Pandemi Jadi Endemi, Akselarasi Vaksin Dikebut

    Percepat Pandemi Jadi Endemi, Akselarasi Vaksin Dikebut

    JAKARTA, BANPOS – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meninjau langsung kegiatan percepatan vaksinasi di GOR BRI Radio Dalam, Jakarta Selatan, Selasa (8/3/2022). Akselerasi ini juga dilakukan di 5.777 titik vaksinasi seluruh Indonesia, dengan target 1,5 juta dosis vaksin.

    Dalam kesempatan itu, Sigit mengungkapkan, akselerasi vaksinasi terus akan dilaksanakan di seluruh Indonesia sebagai upaya untuk mempersiapkan, serta mendukung strategi Pemerintah untuk mengubah Pandemi menjadi Endemi.

    “Kenapa kita lakukan, karena kita memang ingin mengejar upaya yang saat ini kita lakukan untuk mempersiapkan program dari Pandemi menjadi Endemi,” kata Sigit usai meninjau kegiatan itu kepada wartawan.

    Diketahui, Menteri Kesehatan menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia sedang mempersiapkan strategi untuk mengubah Pandemi menjadi Endemi.

    Sigit menambahkan, demi mendukung upaya dari Pemerintah tersebut, salah satu tolak ukur untuk terlaksananya strategi itu dengan melakukan percepatan vaksinasi untuk masyarakat Indonesia. Kemudian tentunya harus diiringi dengan pengendalian laju pertumbuhan Covid-19.

    “Disatu sisi kita mengontrol bagaimana laju pertumbuhan Covid-19 bisa kita kendalikan. Kemudian angka kesembuhan kita harapkan akan meningkat dan angka kematian yang kita jaga untuk minimal, dengan melakukan perawatan terhadap masyarakat di rumah sakit. Sehingga tingkat fatalitas bisa dihindarkan,” ujar Sigit.

    Mantan Kabareskrim Polri ini juga mengungkapkan bahwa, Indonesia mendapatkan target dari WHO di akhir bulan Mei nanti untuk mewujudkan seluruh provinsi bisa mencapai angka vaksinasi sebesar 70 persen.

    “Walaupun secara nasional angka kita saat ini untuk dosis dua sudah cukup tinggi diatas 71 persen. Namun demikian kalau kita hitung secara provinsi belum merata kalau pun seperti di DKI Jakarta sendiri dosisi II sudah di atas 100 persen,” ucap eks Kapolda Banten itu.

    Disisi lain, Sigit juga kembali mengingatkan kepada masyarakat untuk melakukan vaksinasi dosis 3 atau booster dengan memanfaatkan gerai-gerai serta fasilitas yang telah disediakan oleh seluruh pihak terkait.

    Sigit memaparkan, vaksinasi dosis 3 akan memberikan imunitas atau kekebalan yang lebih tinggi terhadap segala jenis varian Covid-19. Vaksin Booster, kata Sigit, juga dapat menurunkan fatalitas bagi masyarakat yang terpapar virus corona, khususnya mereka yang memiliki komorbid.

    “Karena memang statistiknya ada. Tentunya yang lebih lengkap tingkat imunitasnya menjadi lebih tinggi dan risiko fatalitasnya menjadi lebih rendah. Ini yang tentunya terus kita ingatkan. Sehingga kita betul-betul siap untuk mempersiapkan masyarakat kita dari varian Delta, Omicron atau varian baru yang tentunya ada mutasi yang kita harus selalu siap,” papar Sigit.

    Disamping hal itu, Sigit juga mengapresiasi kelompok pemuda yang tergabung dalam Cipayung Plus karena telah bersinergi dan berkolaborasi dalam kegiatan akselerasi vaksinasi hari ini.

    Ia berharap, kedepannya, kelompok pemuda yang notabene generasi penerus bangsa, dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya mendapatkan vaksinasi demi pengendalian Pandemi Covid-19.

    “Kedepan kita akan terus bersinergi untuk melakukan kegiatan-kegiatan berbagai macam terkait penanganan Pandemi Covid-19, kegiatan mendukung pemulihan ekonomi nasional (PEN), dan kegiatan lain,” tutur Sigit.

    Tak hanya meninjau langsung, Sigit juga memberikan pengarahan melalui virtual kepada seluruh jajarannya di Indonesia dalam rangka pengendalian Pandemi Covid-19.

    Pada kegiatan akselerasi vaksinasi tersebut, Kapolri juga melihat secara langsung program pasar rakyat yang menjual minyak goreng dengan harga lebih murah untuk masyarakat umum. Sementara, warga yang melakukan vaksinasi diberikan paket sembako.

    (MUF/ENK)

  • Prihatin, Ratusan Ribu Balita Banten Kerdil

    Prihatin, Ratusan Ribu Balita Banten Kerdil

    SERANG, BANPOS – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyiapkan ribuan pendamping keluarga dalam upaya mengatasi masalah ‘stunting’ atau kekerdilan di Banten mengingat angka stunting di Banten masih tinggi. Terbukti lebih dari 294 ribu balita di Banten kerdil.

    “Di Provinsi Banten ada sekitar 8.130 an. Artinya ada 2.500 orang karena satu tim itu kan 3 orang yang akan mendampingi keluarga-keluarga mulai calon pengantin, ibu hamil sampai melahirkan,” kata Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, Eni Gustina usai kegiatan sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) di Banten, Senin (7/3).

    Eni mengatakan, para pendamping tersebut nantinya akan mengawal keluarga sasaran dari mulai pasangan menikah atau pengantin, sampai hamil dan melahirkan agar benar-benar semuanya direncanakan dengan baik. Sehingga ketika melahirkan bayinya tidak berisiko stunting, panjang badannya tidak kurang dari 48 sentimeter, berat badannya tidak kurang dari 2.500 gram dan tidak prematur.

    Ia mengatakan, stunting itu salah satunya disebabkan karena bayi yang kekurangan asupan gizi dalam jangka panjang sehingga berpengaruh pada perkembangan tinggi dan berat badan serta berpengaruh juga pada perkembangan otak bayi.

    Oleh karena itu, ketersediaan air bersih dan sanitasi yang layak serta memenuhi kebersihan menjadi prasyarat utama dari tumbuh kembangnya keluarga yang sehat. Demikian pula halnya dengan keberadaan jamban yang terawat kebersihannya menjadi kelayakan kesehatan.

    Ketersediaan sanitasi dan jamban yang layak sangat berkorelasi dengan keberadaan bayi-bayi stunting selain asupan gizi selama masa kehamilan dan proses tumbuh kembang anak.

    “Stunting bisa dicegah sedini mungkin. Jika semua aspek dari hulu hingga hilir, potensi munculnya stunting bisa diantisipasi dengan baik maka setiap keluarga bisa terhindar dari lahirnya bayi-bayi stunting,” kata Eni.

    Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan (Deputi III) Kemenko PMK, Agus Suprapto mengatakan, Provinsi Banten merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air di 2022 ini. Berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 terdapat beberapa daerah perkotaan di Banten yang tergolong dalam zona stunting ‘kuning’ dan ‘hijau.’

    Diantaranya Kota Serang dan Kota Cilegon di kategori kuning serta Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang di kategori hijau.

    Malah satu kabupaten di Banten berkategori “merah” yakni Pandeglang karena prevalensinya di atas 30 persen. Bahkan Pandeglang dengan prevalensinya yang 37,8 persen menduduki posisi nomor 26 dari 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi

    Lima kabupaten dan kota yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Lebak, Kota Serang, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon.

    Sementara dua daerah yang berkategori hijau dengan prevalensi 10 sampai 20 persen adalah Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang. Tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Banteng berstatus biru yakni dengan prevalensi di bawah 10 persen.

    Hasil survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) Tahun 2021, terdapat 294.862 balita kerdil di Banten. Angka ini menempatkan Banten sebagai provinsi kelima terbesar yang memiliki balita kerdil setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara.

    “Potensi demografi di Banten dengan mayoritas penduduk berumur muda serta keberadaan perguruan tinggi yang terbilang besar jumlahnya, menjadi potensi besar yang bisa dimanfaatkan untuk menekan angka stunting dari hulu hingga hilir,” kata Agus Suprapto.

    Ia mengatakan, target nasional penurunan angka stunting sesuai dengan mencapai angka 14 persen. Target tersebut bisa dicapai dengan penguasaan di lapangan yakni semua sasaran atau kelompok resiko telah diketahui dengan melakukan pendataan keluarga.

    “Hal inilah yang penting untuk menekan angka stunting serendah mungkin dengan target 14 persen pada 2024. Untuk itu hari ini kita melakukan sosialisasi rencana aksi nasional percepatan penurunan angka stunting di Provinsi Banten.

    Menanggapi hal tersebut, Wakil Bupati Pandeglang, Tanto Warsono Arban mengaku optimistis, RAN PASTI akan dapat memaksimalkan upaya mengurangi angka stunting.

    “Rencana aksi nasional ini harus dapat mendorong dan menguatkan konvergensi antar program yang selama ini sudah berjalan dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan berbagai kementerian serta lembaga terkait,“ kata Tanto.

    Menurutnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang saat ini terus berupaya untuk melakukan pencegahan dan penanganan stunting diantaranya dengan melakukan penyuluhan stunting, rembuk aksi cegah stunting mulai dari tingkat Desa, Kecamatan dan Kabupaten. Melakukan pendampingan terhadap ibu hamil dan balita, serta saat ini telah dibentuk sebanyak 1,900 tim Tim Percepatan Pencegahan Stunting (TPPS).

    “Untuk pencegahan dan penanganan stunting Pemkab Pandeglang memiliki berbagai program rencana aksi dan telah membentuk tim teknis percepatan pencegahan stunting sesuai arahan pemerintah pusat, mudah-mudahan rencana aksi dan pembentukan tim ini mampu mengatasi permasalahan stunting di Kabupaten Pandeglang,“ terangnya.

    Sementara itu, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Eni Gustina mengatakan, pemerintah terus mengupayakan penurunan kasus gizi buruk pada anak atau stunting dengan cara membentuk TPPS.

    “Pembentukan TPPS hingga tingkat desa dan melakukan RAN PASTI di setiap wilayah di Indonesia,“ katanya.

    Sebagai upaya untuk melakukan pencegahan stunting, lanjut Eni, pihaknya telah membentuk tim pendamping keluarga dan di Provinsi Banten ada sekitar delapan ribu lebih tim percepatan penanganan stunting.

    “Tim percepatan penanganan stunting nantinya akan akan berperan aktif mendampingi keluarga mulai dari calon pengantin, ibu hamil sampai melahirkan agar terus dikawal, supaya betul-betul bayi yang dilahirkan sehat,“ ujarnya.

    “Sebetulnya angka stunting sudah mulai menurun, berdasarkan hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2018 angka stunting mencapai 29 persen, untuk tahun 2019 menjadi 27,7 persen, sedangkan di tahun 2021 di angka 24,4 persen,“ tambahnya.

    (DHE/RUS/PBN)

  • Pembangunan RS Cilograng Dikebut Jelang Akhir Jabatan WH-AA

    Pembangunan RS Cilograng Dikebut Jelang Akhir Jabatan WH-AA

    BAKSEL, BANPOS – Jelang akhir jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, beberapa proyek mulai dikebut pembangunannya. Seperti rencana untuk membangun rumah sakit umum di Kecamatan Cilograng, Lebak selatan (Baksel) yang dinyatakan akan dilakukan ground breaking peletakan batu pertama sebagai simbol dimulainya pembangunan.

    Juru Bicara Gubernur Banten, Ujang Giri yang akrab disapa Ugi membenarkan, bahwa pelaksanaan pembangunan rumah sakit Cilograng dan Labuan akan dilaksanakan Selasa (hari ini), dengan ditandai ground breaking di lokasi pembangunan rumah sakit Labuan.

    “Iya, rencananya besok akan groundbreaking di lokasi pembangunan rumah sakit Labuan, termasuk pembangunan rumah sakit Cilograng secara simbolis disatukan di acara ground breaking nya di labuan,” ungkap Ugi saat dihubungi BANPOS, Senin (07/03).

    Sementara, Kepala Desa (Kades) Cijengkol, Kecamatan Cilograng, Nendi menyambut baik pembangunan rumah sakit tersebut. Pihaknya juga berencana akan menghadiri undangan groundbreaking pembangunan rumah sakit tersebut.

    “Rencana saya akan menghadiri undangan groundbreaking atau peletakan batu pertama pembangunan RSUD Cilograng,” ujar Nendi

    “Informasinya disatukan dengan peletakan batu pertama RSUD Labuan, saya beserta para tokoh di Cilograng sudah menerima undangan ke area pembangunan di RSUD Labuan, itu serentak antara RSUD Cilograng dan Labuan,” tambahnya.

    Diketahui sejumlah kades dan tokoh se-Kecamatan Cilograng akan menghadiri acara peletakan batu pertama tersebut di pelataran lahan pembangunan RSUD Labuan.

    Berdasarkan informasi yang diterima BANPOS, bahwa untuk pembangunan Rumah Sakit Cilograng ditangani oleh PT PP Urban dengan nilai anggaran Rp72 Miliar. Sedangkan untuk pembangunan rumah sakit Labuan, ditangani oleh PT Himindo Citra Mandiri dengan pagu anggaran Rp67 Miliar.

    (WDO)

  • Kapolda Tinjau Percepatan Vaksinasi

    Kapolda Tinjau Percepatan Vaksinasi

    Kapolres Lebak AKBP Wiwin Setiawan mendampingi Kapolda Banten Irjen Pol Prof Rudy Heryanto meninjau pelaksanaan percepatan vaksinasi Covid-19 di PT Indomarco Prismatama Cabang Lebak, yang berlokasi di Kampung Cibuah Jalan Raya Raya Rangkasbitung-Pandeglang KM 10 Kecamatan Warunggunung, (24/02).

    Kedatangan Kapolda Irjen Pol Rudy Heryanto langsung disambut Kapolres AKBP Wiwin Setiawan. Rombongan Kapolda itu didampingi oleh PJU Polda, yakni Irwasda Polda, Karo Ops Polda, Dirsamapta Polda Banten, Dir Pam Obvit Polda, Kabid Humas, Kabid TIK Polda Banten dan Dir Tahti Polda Banten.

    Wiwin Setiawan, menjelaskan, pihaknya akan mendampingi Kapolda meninjau Pelaksanaan Vaksinasi di PT Indomarco Prismatama.

    “Sebanyak 500 vial dosis disediakan dalam kegiatan ini dengan sasaran lansia dan masyarakat sekitar wilayah Kecamatan Warunggunung. Pada dasarnya kegiatan vaksinasi ini hampir setiap hari kami melaksanakan vaksinasi di jajaran Polsek Polres Lebak dan ada satu waktu kami laksanakan secara massal,” Jelas Wiwin.

    Wiwin menambahkan, Kapolda telah memberikan bantuan berupa 200 paket sembako kepada masyarakat. “Bapak Kapolda Banten juga memberikan bantuan berupa paket sembako kepada warga masyarakat sebanyak 200 paket,” terangnya.

    Oleh karenanya, kata dia, warga Lebak diharapkan terhindar dari Covid dan varian baru lainnya. “Semoga Masyarakat Kabupaten Lebak selalu sehat dan terhindar dari covid 19,” papar Wiwin. (WDO)

  • Buruknya Layanan Kesehatan Dituding Telan Korban

    Buruknya Layanan Kesehatan Dituding Telan Korban

    LEBAK, BANPOS – Pelayanan kesehatan di Banten masih dikeluhkan oleh masyarakat, bahkan muncul tudingan, akibat belum prima pelayanan dasar ini mengakibatkan jatuh korban jiwa. RSUD di Pandeglang dan Lebak disebut tidak memberikan layanan yang baik, bahkan dituding melakukan malpraktik.

    Anggota Komisi V DPRD Provinsi Banten Ade Hidayat mempertanyakan sistem pelayanan yang dilakukan oleh RSUD Malingping. Hal ini dikarenakan, adanya dugaan pasien bernama RN (13) warga Kampung Susukan Desa Mekarjaya Kecamatan Panggarangan dilaporkan meninggal dunia usai menjalani operasi mata di instansi RSUD tersebut. Pihaknya menuding, ada malpraktik dalam sistem penanganan medis di RSUD Malingping tersebut.

    Dalam keterangan persnya, Ade Hidayat menyatakan bahwa berdasarkan keterangan dari pihak keluarga yang mendampingi pasien, pasien masuk ke rumah sakit Senin, 7 Februari 2022 lalu untuk mengobati pembengkakan pada kelopak atas mata bagian luar. Malam harinya pasien dioperasi oleh pihak RSUD Malingping.

    “Setelah itu pasien besoknya disuruh pulang oleh pihak rumah sakit,” ujar Ade Hidayat yang juga mitra kerja Dinas Kesehatan Provinsi di Komisi V, Rabu (23/2).

    Dikatakan Ade, ketika pulang memang pasien sempat merasa kondisinya mengalami perbaikan. Namun, beberapa hari berselang, sakitnya mulai terasa lagi, sehingga keluarga membawanya kembali masuk ke RSUD Malingping pada 14 Februari.

    Anehnya, pada Rabu 16 Februari pasien itu disuruh pulang lagi meski kondisinya belum pulih benar. Dan menurut keterangan keluarga, bahwa pihak RSUD Malingping beralasan waktu pasien dirawat hanya tiga hari karena menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

    “Memangnya kalau pakai SKTM hanya bisa dilayani tiga hari di RSUD Malingping?” tanya Ade.

    Pasca-kepulangan dari RS tepatnya Kamis-Jumat (17-18 Februari), pasien merasa mulai ada perbaikan. Namun, pada Sabtu 19 Februari mulai mengeluh kesakitan kembali dan mengalami koma pada Senin 21 Februari 2022 dari pukul 11.00 Wib. “Akhirnya pasien meninggal dunia pukul 21.10 WIB,” jelas Ade.

    Dalam hal ini, politisi Partai Gerindra asal Lebak selatan ini tidak habis pikir, pasien yang dirawat akibat pembengkakan di kelopak mata lalu dioperasi, bisa meninggal dunia.

    “Padahal operasi itu bagian luar, bagian kelopak matanya yang dibedah,” ujar Ade.

    Oleh karena itu, pihaknya curiga bahwa pasien mendapatkan penanganan yang tidak baik. Kecurigaan Ade ini diperkuat dengan adanya kesalahan hasil rontgen, bahwa pasien bernama RN berjenis kelamin perempuan, sementara hasil rontgen yang diterima keluarga pasien atas nama Muklis dan berjenis kelamin laki-laki.

    “Keluarga sudah menyampaikan kepada pihak RSUD Malingping, bahwa hasil rontgen beda nama. Tapi kata pihak RSUD Malingping hasil Rontgen yang ada cuma yang diterima keluarga, yaitu atas nama Muklis. Kalau hasil Rontgen saja salah, bagaimana bisa memberikan penanganan sesuai kondisi pasien itu,” tanyanya.

    Ditambahkan Ade, sebetulnya saat masih dirawat di RSUD, pihak keluarga sudah berencana untuk merujuk pasien ke RSUD Banten.

    “Akan tetapi pihak RSUD Malingping tidak mengizinkannya. Katanya pasien harus tetap ditangani di RSUD Malingping. Inikan aneh, ada apa. Dan hal ini sudah saya sampaikan ke Dinas Kesehatan, katanya akan dibentuk sidang komite medik, tapi hingga saat ini saya belum dapat tembusannya,” ungkap Ade.

    Dari kasus ini pihaknya berharap, persoalan ini mendapatkan perhatian serius dari pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten. Kata Ade, jika terdapat kesalahan penanganan, maka pihak yang bertanggung-jawab harus diberikan sanksi. “Jangan sampai persoalan seperti ini terulang kembali untuk pasien-pasien yang lain,” paparnya.

    Terpisah, Kabid Pelayanan Medis RSUD Malingping, dr Sobran Yoliandra saat diminta klarifikasi oleh BANPOS mengatakan, bahwa persoalan itu harus ada klarifikasi dan tidak boleh sepihak menilai. Menurut Sobran, seharusnya ditanyakan terlebih dahulu terkait penjelasannya secara resmi.

    “Jadi itu informasinya baru sepihak. Harusnya ada klarifikasi terlebih dahulu, jangan sampai langsung pada penilaian sepihak, apalagi langsung ekspose, justru itu nantinya mengaburkan informasi yang sebenarnya,” kilah Sobran.

    Terpisah, Pelayanan kesehatan di Pandeglang juga turut dikeluhkan, hal ini dikarenakan, RSUD Berkah Pandeglang diduga telah menelantarkan seorang ibu hamil 9 bulan, Suhenah warga Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, saat akan melahirkan.

    “Saya enggak habis pikir dengan pelayanan di RSUD Berkah Pandeglang. Masak istri saya tengah hamil 9 bulan dengan kondisi kesakitan ditelantarkan begitu saja,” kata Suparman, suami pasien atas nama Suhenah kepada wartawan, Selasa (22/2).

    Menurutnya, sang istri ditelantarkan setelah sebelumnya dibawa masuk terlebih dahulu ke ruang IGD, selanjutnya dibiarkan di luar, tepatnya di belakang sebuah mobil Ambulance.

    “Padahal istri saya sedang kesakitan dan merupakan pasien rujukan dari Puskesmas Sumur. Tapi kenapa pas sudah sampe RSUD Berkah malahan ditolak,” terangnya.

    Oleh karena itu, dengan adanya pelayanan yang diberikan oleh RSUD berkah tersebut, tanpa melihat kondisi pasien yang sedang kesakitan sangat disayangkan.

    “Tapi ini kan istrinya tengah hamil dan merasakan kesakitan. Ada dua nyawa yang dipertaruhkan dan saya harapkan secepatnya ditangani bukan malahan sudah masuk IGD malahan dikeluarkan lagi,” jelasnya.

    Suparman menambahkan, setelah berada diluar dan menunggu beberapa waktu lamanya dan tidak ada kejelasan, maka diputuskan akan dirujuk ke RSUD Banten dengan harapan dapat diterima.

    “Ternyata begitu sudah sampai ditolak juga dengan alasan penuh. Mau tidak mau akhirnya dibawa ke rumah sakit swasta, sekarang di Rumah Sakit SHL, mohon doanya semoga diberikan kelancaran dan diberi jalan untuk biayanya,” ungkapnya.

    Sementara itu, Wakil Direktur RSUD Berkah Pandeglang, Dokter Kodiat Juarsa membantah bahwa pihaknya telah menelantarkan pasien ibu hamil 9 bulan.

    “Tadi saya sudah kroscek, jadi memang kondisi ruangan persalinan penuh. Tempat tidurnya sudah penuh,” katanya.

    Ketika ditanya apakah pasien ibu hamil perlu dirujuk atau seperti apa penanganannya, Kodiat mengatakan bahwa timnya sudah memberikan penjelasan kepada petugas yang merujuk.

    “Tim IGD sudah memberikan penjelasan kepada petugas yang merujuknya,” katanya.

    Sementara itu, Ketua RT 03 RW 04 Kampung Ketapang, Desa Tunggaljaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang Ruyadinata, turut menyayangkan pelayanan RSUD Berkah tersebut terhadap warganya.

    “Kan kondisi pasien darurat dari kampung saya ke RSUD Berkah Pandeglang menempuh waktu perjalanan 3 jam. Buat apa dirujuk kalau di RSUD nya penuh seharusnya kan udah ada komunikasi,” katanya.

    Setelah di RSUD Berkah ditolak, Pasien Suhenah lalu dirujuk ke RSUD Banten. “Pas sudah sampai di RSUD Banten, sama tidak mau menangani dengan alasan penuh. Sekarang berada di rumah sakit swasta,” terangnya.(wdo/dhe/pbn)

    Kepsyen: Ibu hamil yang diduga ditelantarkan RSUD Berkah Pandeglang.