LEBAK, BANPOS – Pelayanan kesehatan di Banten masih dikeluhkan oleh masyarakat, bahkan muncul tudingan, akibat belum prima pelayanan dasar ini mengakibatkan jatuh korban jiwa. RSUD di Pandeglang dan Lebak disebut tidak memberikan layanan yang baik, bahkan dituding melakukan malpraktik.
Anggota Komisi V DPRD Provinsi Banten Ade Hidayat mempertanyakan sistem pelayanan yang dilakukan oleh RSUD Malingping. Hal ini dikarenakan, adanya dugaan pasien bernama RN (13) warga Kampung Susukan Desa Mekarjaya Kecamatan Panggarangan dilaporkan meninggal dunia usai menjalani operasi mata di instansi RSUD tersebut. Pihaknya menuding, ada malpraktik dalam sistem penanganan medis di RSUD Malingping tersebut.
Dalam keterangan persnya, Ade Hidayat menyatakan bahwa berdasarkan keterangan dari pihak keluarga yang mendampingi pasien, pasien masuk ke rumah sakit Senin, 7 Februari 2022 lalu untuk mengobati pembengkakan pada kelopak atas mata bagian luar. Malam harinya pasien dioperasi oleh pihak RSUD Malingping.
“Setelah itu pasien besoknya disuruh pulang oleh pihak rumah sakit,” ujar Ade Hidayat yang juga mitra kerja Dinas Kesehatan Provinsi di Komisi V, Rabu (23/2).
Dikatakan Ade, ketika pulang memang pasien sempat merasa kondisinya mengalami perbaikan. Namun, beberapa hari berselang, sakitnya mulai terasa lagi, sehingga keluarga membawanya kembali masuk ke RSUD Malingping pada 14 Februari.
Anehnya, pada Rabu 16 Februari pasien itu disuruh pulang lagi meski kondisinya belum pulih benar. Dan menurut keterangan keluarga, bahwa pihak RSUD Malingping beralasan waktu pasien dirawat hanya tiga hari karena menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
“Memangnya kalau pakai SKTM hanya bisa dilayani tiga hari di RSUD Malingping?” tanya Ade.
Pasca-kepulangan dari RS tepatnya Kamis-Jumat (17-18 Februari), pasien merasa mulai ada perbaikan. Namun, pada Sabtu 19 Februari mulai mengeluh kesakitan kembali dan mengalami koma pada Senin 21 Februari 2022 dari pukul 11.00 Wib. “Akhirnya pasien meninggal dunia pukul 21.10 WIB,” jelas Ade.
Dalam hal ini, politisi Partai Gerindra asal Lebak selatan ini tidak habis pikir, pasien yang dirawat akibat pembengkakan di kelopak mata lalu dioperasi, bisa meninggal dunia.
“Padahal operasi itu bagian luar, bagian kelopak matanya yang dibedah,” ujar Ade.
Oleh karena itu, pihaknya curiga bahwa pasien mendapatkan penanganan yang tidak baik. Kecurigaan Ade ini diperkuat dengan adanya kesalahan hasil rontgen, bahwa pasien bernama RN berjenis kelamin perempuan, sementara hasil rontgen yang diterima keluarga pasien atas nama Muklis dan berjenis kelamin laki-laki.
“Keluarga sudah menyampaikan kepada pihak RSUD Malingping, bahwa hasil rontgen beda nama. Tapi kata pihak RSUD Malingping hasil Rontgen yang ada cuma yang diterima keluarga, yaitu atas nama Muklis. Kalau hasil Rontgen saja salah, bagaimana bisa memberikan penanganan sesuai kondisi pasien itu,” tanyanya.
Ditambahkan Ade, sebetulnya saat masih dirawat di RSUD, pihak keluarga sudah berencana untuk merujuk pasien ke RSUD Banten.
“Akan tetapi pihak RSUD Malingping tidak mengizinkannya. Katanya pasien harus tetap ditangani di RSUD Malingping. Inikan aneh, ada apa. Dan hal ini sudah saya sampaikan ke Dinas Kesehatan, katanya akan dibentuk sidang komite medik, tapi hingga saat ini saya belum dapat tembusannya,” ungkap Ade.
Dari kasus ini pihaknya berharap, persoalan ini mendapatkan perhatian serius dari pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten. Kata Ade, jika terdapat kesalahan penanganan, maka pihak yang bertanggung-jawab harus diberikan sanksi. “Jangan sampai persoalan seperti ini terulang kembali untuk pasien-pasien yang lain,” paparnya.
Terpisah, Kabid Pelayanan Medis RSUD Malingping, dr Sobran Yoliandra saat diminta klarifikasi oleh BANPOS mengatakan, bahwa persoalan itu harus ada klarifikasi dan tidak boleh sepihak menilai. Menurut Sobran, seharusnya ditanyakan terlebih dahulu terkait penjelasannya secara resmi.
“Jadi itu informasinya baru sepihak. Harusnya ada klarifikasi terlebih dahulu, jangan sampai langsung pada penilaian sepihak, apalagi langsung ekspose, justru itu nantinya mengaburkan informasi yang sebenarnya,” kilah Sobran.
Terpisah, Pelayanan kesehatan di Pandeglang juga turut dikeluhkan, hal ini dikarenakan, RSUD Berkah Pandeglang diduga telah menelantarkan seorang ibu hamil 9 bulan, Suhenah warga Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, saat akan melahirkan.
“Saya enggak habis pikir dengan pelayanan di RSUD Berkah Pandeglang. Masak istri saya tengah hamil 9 bulan dengan kondisi kesakitan ditelantarkan begitu saja,” kata Suparman, suami pasien atas nama Suhenah kepada wartawan, Selasa (22/2).
Menurutnya, sang istri ditelantarkan setelah sebelumnya dibawa masuk terlebih dahulu ke ruang IGD, selanjutnya dibiarkan di luar, tepatnya di belakang sebuah mobil Ambulance.
“Padahal istri saya sedang kesakitan dan merupakan pasien rujukan dari Puskesmas Sumur. Tapi kenapa pas sudah sampe RSUD Berkah malahan ditolak,” terangnya.
Oleh karena itu, dengan adanya pelayanan yang diberikan oleh RSUD berkah tersebut, tanpa melihat kondisi pasien yang sedang kesakitan sangat disayangkan.
“Tapi ini kan istrinya tengah hamil dan merasakan kesakitan. Ada dua nyawa yang dipertaruhkan dan saya harapkan secepatnya ditangani bukan malahan sudah masuk IGD malahan dikeluarkan lagi,” jelasnya.
Suparman menambahkan, setelah berada diluar dan menunggu beberapa waktu lamanya dan tidak ada kejelasan, maka diputuskan akan dirujuk ke RSUD Banten dengan harapan dapat diterima.
“Ternyata begitu sudah sampai ditolak juga dengan alasan penuh. Mau tidak mau akhirnya dibawa ke rumah sakit swasta, sekarang di Rumah Sakit SHL, mohon doanya semoga diberikan kelancaran dan diberi jalan untuk biayanya,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Direktur RSUD Berkah Pandeglang, Dokter Kodiat Juarsa membantah bahwa pihaknya telah menelantarkan pasien ibu hamil 9 bulan.
“Tadi saya sudah kroscek, jadi memang kondisi ruangan persalinan penuh. Tempat tidurnya sudah penuh,” katanya.
Ketika ditanya apakah pasien ibu hamil perlu dirujuk atau seperti apa penanganannya, Kodiat mengatakan bahwa timnya sudah memberikan penjelasan kepada petugas yang merujuk.
“Tim IGD sudah memberikan penjelasan kepada petugas yang merujuknya,” katanya.
Sementara itu, Ketua RT 03 RW 04 Kampung Ketapang, Desa Tunggaljaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang Ruyadinata, turut menyayangkan pelayanan RSUD Berkah tersebut terhadap warganya.
“Kan kondisi pasien darurat dari kampung saya ke RSUD Berkah Pandeglang menempuh waktu perjalanan 3 jam. Buat apa dirujuk kalau di RSUD nya penuh seharusnya kan udah ada komunikasi,” katanya.
Setelah di RSUD Berkah ditolak, Pasien Suhenah lalu dirujuk ke RSUD Banten. “Pas sudah sampai di RSUD Banten, sama tidak mau menangani dengan alasan penuh. Sekarang berada di rumah sakit swasta,” terangnya.(wdo/dhe/pbn)
Kepsyen: Ibu hamil yang diduga ditelantarkan RSUD Berkah Pandeglang.