SERANG , BANPOS – Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (HA IPB) DPD Provinsi Banten terus menunjukan eksistensinya dimasyarakat, bukan hanya turut hadir dalam sejumlah kegiatan sosial, tetapi juga memberikan perhatiannya dalam dunia pendidikan, khususnya di Provinsi Banten.
Diungkapkan Ketua Umum DPD HA IPB, Asep Mulya Hidayat organisasi yang lahir dari kepedulian para alumni IPB tersebut, akan terus terlibat dalam berbagai kegiatan sosial. Seperti yang baru saja digelar kegiatan sosial berupa donor darah dengan tema ‘Setetes darah anda sangat berarti bagi kehidupan’.
Kegiatan sosial tersebut sengaja digelar dengan melibatkan siswa di SMK As-Saida Tangerang School dibawah yayasan pendidikan Karya Tangerang. Bahkan dalam gerakan sosial tersebut digelar di laboratorium keperawatan SMK As-Saida.
Asep menjelaskan, kegiatan sosial tersebut sengaja melibatkan para siswa, agar nilai-nilai sosial dapat di ikuti para siswa kedepannya. Selain itu, dapat memberikan pemahaman kepada para siswa manfaat donor darah bagi tubuh pendonornya.
“Dengan melibatkan siswa dalam kegiatan sosial ini, dapat memberikan contoh dan energi positif kepada siswa. Selain itu juga memberikan pemahaman manfaat dari donor darah,” ujar Asep Mulya
Sementara itu, Ketua Yayasan Pendidikan Karya dr. Hj Erit Fitry B. CHt, menyampaikan ucapan terima kasih kepada HA IPB atas kerjasama dalam kegiatan tersebut, dirinya berharap melalui kegiatan sosial dapat memotivasi para siswa. “Semoga dapat berlanjut dalam program beasiswa ke depannya,” pungkasnya. (DIK)
SERANG, BANPOS – Kapolda Banten Irjen Pol Tomsi Tohir mendampingi Kabaharkam Polri Komjen Pol Condro Kirono, membuka kegiatan bakti sosial kesehatan yang dilaksanakan serentak di 34 Polda seluruh Indonesia, yang pembukaannya di fokuskan di RS. Bhayangkara Polda Banten, dengan tema “Melalui Dokkes Polri yang Promoter kita laksanakan bakti sosial kesehatan serentak di seluruh wilayah guna memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat”, Selasa (15/10).
Dalam kegiatan tersebut, sebanyak 4.300 masyarakat Banten mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, serta mendapatkan penghargaan rekor Muri, sebab tercatat 54.343 orang mendapatkan pelayanan kesehatan, di kegiatan bakti sosial kesehata yang dilakukan serentak di 34 Polda seluruh Indonesia tersebut.
“Saya ucapan terima kasih kepada para tokoh masyarakat, pemerintah daerah serta kepada panitia yang telah bekerja sehingga bakti sosial ini dapat terselenggara dengan baik. Tidak hanya itu, kegiatan ini sekaligus menandakan kegiatan soft opening Rumah Sakit Bhayangkara Polda Banten,” ujar Kapolda Banten Irjen Pol Tomsi Tohir, dalam sambutannya.
Tomsi berharap, kegiatan tersebut dapat mendekatkan Polri dengan seluruh lapisan masyarakat, dan instansi terkait sehingga akan tercipta peran masyarakat yang lebih besar dalam mendukung pelaksanaan tugas polri.
Diketahui, adapun rangkaian kegiatan bakti sosial kesehatan Polri tersebut diantaranya pengobatan umum gratis, pengobatan gigi, khitanan massal, pemeriksaan iva untuk ibu, pelayanan kb, operasi katarak, usaha kesehatan gigi sekolah, donor darah dan operasi bibir sumbing.
Ditempat yang sama, Kabaharkam Polri Komjen Pol Condro Kirono menyampaikan rasa syukurnya atas berlangsungnya kegiatan bakti sosial kesehatan tersebut.
“Saya kira kegiatan ini dapat membantu masyarakat, khususnya dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Kegiatan ini serentak di 34 Polda seluruh Indonesia. Dan yang terpenting, bahwa Polda Banten kini telah memiliki Rumah Sakit, sehingga kedepan Kepolisian Republik Indonesia tidak hanya mengamankan dalam sisi Kamtibmas saja, namun juga pelayanan kesehatan,” tutur Komjen Pol Condro Kirono.
Sementara itu, Senior Manager Rekor Muri Awan Rahargo menyebutkan bahwa lembaganya telah lakukan pencatatan rekor nasional, musium rekor Indonesia, dimana telah terjadi salah satu peristiwa superlatif yang merupakan peristiwa yang diselenggaeakan sifatnya masal atau sesuatu yang terukur.
“Pada hari ini dilakukan kegiatan rangkaian bakti sosial kesehatan secara serentak yang melibatkan unsur kewilayahan di 34 Polda di Indonesia yang di Pusatkan di Polda Banten menjadi salah satu terhadap pemberian penghargaan rekor Muri,” ungkap Agus. (RUL)
SERANG , BANPOS – Laporan warga kampung Kepandean Got, Kelurahan Taktakan, yang menyatakan bahwa terdapat 5 orang yang terkena penyakit DBD, ditindaklanjuti oleh Pemkot Serang dengan melakukan tindakan fogging. Hal ini dilakukan guna membasmi nyamuk Aedes Aegipty, yang merupakan hewan pembawa penyakit DBD.
“Berdasarkan laporan yang masuk kepada kami, hari ini (kemarin) kami telah melakukan tindakan fogging. Ini kami lakukan agar tidak terjadi kepanikan di masyarakat,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Serang, M. Ikbal, saat dihubungi melalui sambungan telefon, Senin (14/10).
Ia mengatakan, seharusnya banyaknya jatuh korban DBD ini dapat dihindari. Karena, setiap daerah telah memiliki petugas kesehatannya masing-masing, seperti di Puskesmas.
“Dan memang ini seperti ada yang sedikit salah dari petugasnya karena terlambat untuk mengetahui adanya kejadian tersebut,” ungkapnya.
Ia pun membenarkan bahwa terdapat warga yang terjangkit DBD. Namun, untuk jumlah penderitanya, tidak seperti yang disebutkan pada saat itu.
“Kasus yang terjadi di Taktakan memang betul ada yang sampai dirawat. Namun setelah tim kami melakukan investigasi di lapangan, ternyata baru dua saja yang benar-benar terjangkit penyakit DBD,” ucapnya.
Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat Kota Serang, untuk dapat melakukan pencegahan sejak dini, dengan cara menjadi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di setiap rumahnya.
“Jumantik itu misalkan masyarakat memiliki kolam air, ini harus secara rutin dikuras. Ini supaya tidak ada kesempatan bagi nyamuk untuk berkembang biak disana, baik nyamuk biasa maupun nyamuk Aedes Aegipty,” tuturnya.
Menurutnya, jika warga kesulitan dalam melakukan pengurasan, dapat menggunakan cara memelihara ikan di kolam tersebut.
“Jika memang tidak dapat menguras secara rutin, biasanya untuk yang memiliki kolam air yang besar, maka bisa dengan cara memelihara ikan di sana. Ikan itu kan memakan jentik nyamuk, jadi itu menjadi lebih mudah,” ucapnya.
Ia juga mengatakan, fogging merupakan tindakan terakhir untuk mengatasi kasus DBD. Jadi, lanjutnya, masyarakat dapat melakukan tindakan dini dengan cara melakukan Jumantik.
“Kepada tim kesehatan di Puskesmas pun kami telah ingatkan, untuk dapat melakukan investigasi apabila terjadi laporan suatu penyakit. Apakah memang benar terjangkit atau baru suspek saja,” jelasnya.
Sementara itu, warga yang melaporkan kejadian DBD, Munirudin Effendy, mengucapkan terimakasih kepada Pemkot Serang, yang telah bertindak dengan sigap untuk melakukan fogging di tempat tinggalnya.
“Terimakasih atas tindakan sigap Pemerintah Kota Serang, dan untuk pihak yang melakukan penyemprotan. Semoga kedepan Kota Serang dapat menjadi lebih maju,” tandasnya. (DZH/AZM)
Wali Kota Serang, Syafrudin, mendapati tiga orang pelajar sedang asyik merokok di salah satu warung di Kepandean. Padahal, saat itu masih dalam waktu kegiatan belajar mengajar. Hal itu pun membuat Syafrudin menegur ketiga anak tersebut. Syafrudin memerintahkan mereka untuk mematikan rokok yang mereka hisap.
“Ini anak-anak coba matiin rokoknya. Hey Dek, sana sekolah, jangan di sini,” tegur Syafrudin, sambil mengusir mereka keluar dari dalam warung yang bersebelahan dengan kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Serang.
Ketiga pelajar itu pun lantas berhamburan keluar warung, meskipun sambil tertawa-tawa. “Kamu mah masih kecil udah rokok. Masih kecil udah rokok. Udah Buang-buang rokoknya itu buang,” ujar Syafrudin dengan mimik kesal.
Kepada awak media, Syafrudin mengatakan bahwa dirinya berharap, anak-anak sekolah untuk tidak merokok terlebih dahulu. Imbauan tersebut ditujukan kepada pelajar SMA atau sederajat dan seluruh anak di bawah umur.
“Saya sebagai Walikota Serang berharap anak anak SMA SMK jangan merokok dulu. Apalagi ini jam belajar,” ucapnya.
Ia pun meminta kepada kepala DLH, untuk turut mengawasi pelajar yang memanfaatkan warung untuk merokok. Menurutnya, sebagai bagian dari Pemkot Serang, DLH juga memiliki tanggung jawab untuk menegur apabila ada pelajar, yang melanggar aturan.
“Saya kira pak Kadis juga bisa mengawasi, karena warung ini ada di depan kantor ini. Jadi jangan membiarkan anak anak sekolah merokok di dalam warung dalam waktu belajar. Makanya tadi itu saya usir,” katanya.
Menurut dia, ketika dirinya masih menjabat sebagai kepala DLH, tidak pernah melihat para pelajar berada di dalam warung itu untuk merokok.
“Tidak ada waktu jaman saya masih di LH. Karena waktu itu gak ada. Jadi kalau ada mah pasti saya usir,” tuturnya.
Oleh karena itu, ia pun mengimbau kepada para guru untuk senantiasa mengontrol anak didiknya, sehingga tidak merokok di luar sekolah saat jam belajar.
“Saya berharap kepada anak anak SMA, SMK sederajat untuk tidak keluar dari kelas dalam waktu belajar. Kemudian apalagi sambil merokok. Ini salah satu pelaggaran. Dan mohon kepada para guru untuk memberikan teguran dan mengawasi anak didik sekolah masing masing,” tandasnya. (DZH)
SERANG , BANPOS – Persoalan Stunting dan gizi buruk di Kabupaten Serang masih mengakar, tidak ada jumlah penurunan yang signifikan. Bahkan, hal tersebut menjadi salah satu faktor penghambat dalam perkembangan anak.
Menurut catatan Dinkes Kabupaten Serang, hingga kini sebanyak 167 Balita di Kabupaten Serang menderita gizi buruk. Ditambah, tercatat kasus stunting tahun 2019 sebanyak 21.500 Balita.
Kasie Gizi Masyarakat Dinkes Kabupaten Serang, Puji Kuntarso, mengungkapkan bahwa banyaknya penderita gizi buruk maupun stunting disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya yaitu kurangnya perhatian dari orangtua dikarenakan kasus perceraian, atau pola asuh yang dititipkan.
“Pola asuh maksudnya, anak diasuh orang lain yang bukan ibu kandungnya dengan alasan bekerja, ataupun cerai. Kemudian, penyebab lainnya dikarenakan orangtua yang tidak mau menyusui anaknya,” ujar Puji saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (2/9).
Selain itu, kata dia, kasus gizi buruk ditunjang oleh penyakit lain. Bisa disebabkan oleh down syndrom, penyakit infeksi seperti paru-paru (TBC), cacingan dan lainnya.
“Faktornya lainnya juga banyak, misal pola makan, keadaan ekonomi, penyakit penyerta. Tetapi yang paling banyak akibat pola asuh,” terangnya.
Puji menegaskan, dari 167 kasus penderita gizi buruk didominasi oleh perempuan. Menurutnya, pola makan sangat penting diterapkan sejak dini. Kemudian, kondisi lingkungan juga menjadi penyebab. Karena jika anak sudah mengalami sakit karena cacingan dan sebagainya, anak menjadi kehilangan nafsu makan dan terpapar oleh penyakit.
“Untuk mengantisipasi meningkatnya angka gizi buruk dan stunting, kami telah mengajukan bahwa Kabupaten Serang tahun depan akan lokus stunting dengan menggandeng stakeholder dan lintas sektor, dan akan melaksanakan program Wong Serang Cegah Stunting,” jelasnya.
Puji menyebutkan bahwa tubuh perlu asupan 5 macam gizi yaitu kayak karbohidrat, protein daging dan kedelai, lemak, vitamin dan mineral. Penting juga memberikan makanan yang cukup untuk anak, dan pemberian makan yang seimbang, serta pola makan yang teratur.
“Pagi sarapan, kalau bisa sekolah bawa bekel. Urutannya, sarapan, jam 10 makan snack, makan siang, jam 4 makan snack dan makan malam. Jika anak sekolah, kantin sekolah harus baik, jadi mereka di sekolah itu mendapatkan kudapan yang tinggi gizi,” tandasnya. (MUF/AZM)
SERANG , BANPOS – Sebanyak 10 Puskesmas yang ada di Kota Serang dideklarasikan untuk siap melayani persalinan melahirkan, selama 24 jam non stop. Pelayanan ini sebagai langkah Pemkot Serang dalam mengurangi angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).
Deklarasi Pelayanan Persalinan 24 jam ini dilakukan di Puskesmas Kasemen, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Rabu (2/10).
Dalam acara tersebut juga digelar launching Kartu Indonesia Sehat (KIS), serta penandatangan MoU antara Dinkes dan Disdukcapil Kota Serang.
Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa pada acara tersebut, pihaknya mendeklarasikan 10 Puskesmas untuk siap melayani persalinan 24 jam. Diantaranya yaitu Puskesmas Cipocok Jaya, Ciracas, Unyur, Taktakan, Pancur, Rau, Sawah Luhur, Kalodran, Banten Girang, dan Banjar Agung.
“Jadi persalinan di 10 puskesmas ini sekarang sudah buka 24 jam. Kalau nanti petugasnya masih tidur, dibangunkan saja,” ujarnya kepada awak media.
Pelayanan tersebut juga akan diberikan secara gratis kepada masyarakat penerima KIS. Penerima program KIS tersebut merupakan warga yang dianggap kurang mampu dalam membayar biaya persalinan.
“Kami sudah siapkan untuk 42 ribu masyarakat yang tidak mampu. Sampai saat ini, totalnya sudah sekitar 95 persen warga tidak mampu sudah tercover kesehatannya,” kata Syafrudin.
Sementara bagi masyarakat yang tidak mampu serta tidak memiliki KIS, juga akan diberikan pelayanan persalinan secara gratis. Warga cukup mengeluarkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kelurahan setempat.
“Syaratnya cukup ada keterangan dari RT/RW dan diketahui oleh Lurah atau membawa SKTM, jadi cukup mudah,” terangnya.
Dijelaskan oleh Syafrudin, penandatangan MoU antara Dinkes dengan Disdukcapil untuk pemberian Akta Kelahiran secara gratis, kepada masyarakat yang melakukan persalinan. Dengan demikian, masyarakat dapat menerima manfaat bantuan yang diberikan Pemkot Serang.
“Jadi semuanya serba gratis, mulai dari persalinan, hingga pembuatan Akta Kelahiran, dan untuk pembuatan aktanya juga akan lebih cepat, karena yang biasanya lama itu dipemberian nama kepada anaknya saja,” tuturnya.
Di tempat yang sama, kepala Dinkes Kota Serang, M. Ikbal, mengatakan bahwa fasilitas untuk menunjang pelayanan persalinan sudah cukup lengkap di setiap Puskesmas. Hal itu yang menjadi pertimbangan untuk segera mendeklarasikan pelayanan persalinan 24 jam.
“Sesuai visi dan misi Walikota Serang, Syafrudin dan Wakil Walikota Serang, Subadri Ushuludin, untuk mempercepat pembangunan baik infrastruktur maupun di bidang kesehatan,” katanya.
Ia menjelaskan, salah satu tujuan mendeklarasikan pelayanan persalinan 24 jam tersebut adalah untuk mengurangi AKI dan AKB. Selain itu juga untuk mengurangi angka kematian akibat penyakit menular maupun tidak.
“Kita mencoba terus berupaya agar jumlah AKI dan AKB di Kota Serang tiap tahunnya selalu menurun, hal itu menunjukan bahwa pembangunan di Kota Serang semakin membaik,” tandasnya. (DZH/AZM)
SERANG, BANPOS – Kasus penyakit kusta masih menghantui masyarakat Kota Serang. Pemkot Serang pun semakin gencar mengupayakan pencegahan penularan dan pemulihan penyakit. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Dinkes Kota Serang, penderita penyakit kusta kurang lebih sebanyak 80 orang.
Wakil Walikota Serang, Subadri Ushuludin, mengatakan bahwa saat ini penanganan penyakit kusta semakin membaik. Hal ini dapat dilihat dari mulai berkurangnya penderita kusta di Kecamatan Kasemen.
“Awalnya yang paling banyak dulu di Kasemen. Sekarang sudah mulai berubah Kasemen sudah mulai berkurang, tapi ada beberapa Kecamatan yang lain seperti Cipocok, memang masih banyak di sana,” ujarnya kepada BANPOS, Senin (30/9).
Menurutnya, lokasi-lokasi yang saat ini masih banyak dan rawan penyakit kusta, merupakan titik konsentrasi Pemkot Serang, untuk menanggulanginya.
“Prinsipnya, semua lokasi-lokasi yang masih tinggi jumlahnya, itu menjadi konsen kita. Karena penyakit kusta ini memang kalau masih ada penderita yang belum diobati itu menjadi sumber penularan,” ucapnya.
Menurutnya, saat ini perbandingan penderita penyakit kusta di Kota Serang, jika dilakukan perbandingan adalah 1 banding 10.000, atau dengan kata lain jika jumlah penduduk Kota Serang 800.000, maka sebanyak 80 orang menderita penyakit kusta.
“Data dari Dinkes, prevalensinya (perbandingan) sekarang 10.000 banding 1. Sekarang sudah mulai turun jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu, kita ini kan prevalensinya data yang lalu bisa lebih dari itu,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinkes Kota Serang, M. Ikbal, mengatakan bahwa penyakit kusta merupakan penyakit yang pengobatannya cukup lama.
“Kusta ini memang penyakit yang pengobatannya cukup lama. Paling cepat enam bulan dan paling lambat dua sampai tiga tahun,” ujarnya kepada awak media.
Ikbal mengatakan, penyakit kusta ini memang hampir ada di semua Kecamatan. Beberapa tahun yang lalu, lanjut Ikbal, yang paling dominan adalah Kecamatan Kasemen, karena di sana banyak pendatang.
“Berdasarkan riset WHO, memang Indonesia ini ada dua etnis yang memang rentan terhadap penyakit kusta. Tapi di Kasemen sudah kita lakukan upaya-upaya. Bahkan sudah ada pertumbuhan yang cukup bagus. Sekarang ini memang bergeser ke kecamatan lain,” ucapnya.
Untuk penanganan, ia mengatakan bahwa diperlukan peran serta masyarakat dalam mencegah penularan penyakit kusta. Karena, jika memang ada kecurigaan bahwa seseorang telah terkena penyakit kusta, penularan penyakit itu dapat segera diputus.
“Jadi fokus kita sekarang bagaimana menemukan sekaligus kita obati supaya tidak terjadi rantai penularan,” ucapnya.
“Kalau ada tanda-tanda yang ada baal-baal (kebal rasa), itu tanda-tanda yang khas ada bintik-bintik tidak terasa, mati rasa silakan koordinasi dengan pihak kesehatan atau datang ke Puskesmas, kita temukan seawal mungkin, kita obati secepat mungkin, dan kalau kita selalu seperti itu kan rantai penularan bisa putus,” tandasnya.(DZH/ENK)
SERANG , BANPOS – Dua pejabat hasil open bidding atau lelang jabatan yang baru saja dilantik oleh Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) pada Jumat tanggal 27 September kemarin menebar janji manis dengan menyatakan akan menjadikan dua rumah sakit milik pemprov tersebut menjadi unggulan.
RSUD Banten akan dipersiapkan menjadi rumah sakit (RS) pendididikan, sedangkan RSUD Malingping bakal ditingkatkan kelasnya menjadi B dari C atau menjadi RS fasilitas kesehatan (faskes) rujukan. Dketahui, RS tipe B merupakan rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas. RS ini dapat menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten/kota. Adapun contoh RS tipe ini di Banten adalah seperti RSUD Banten, RSUD Adjidarmo dan RSUD Drajat Prawiranegara.
Sementara RS tipe C mampu memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas. RS tipe ini faskes tingkat dua yang menampung rujukan dari faskes tingkat pertama seperti puskesmas, poliklinik atau dokter pribadi.
Kepala Dinkes Banten Ati Pramudji Hastuti Jumat pekan lalu mengatakan, banyak program yang harus dibenahi di bidang kesehatan. Salah satunya adalah pembenahan pelayanan kesehatan di wilayah Banten selatan. Langkah konkretnya dengan menaikan kelas RSUD Malingping.
“Nanti RS Malingping akan kita naikan semula tipe C akan menjadi B, menjadi pusat rujukan di wilayah Banten selatan,” katanya.
Ia menjelaskan, peningkatan kelas RSUD Malingping selain untuk mengcover pelayanan kesehatan di Banten selatan, juga dampak dari rencana pembangunan RSUD Cilograng. Jika awalnya saat dibangun memiliki tipe D, kini direncanakan akan langsung menjadi tipe C.
“Untuk RSU (Cilograng) biasa rencana untuk tahapan (awal) adalah tipe C yang awalnya D. Akan kita naikan karena nanti setelah Cilograng itu sudah selesai, maka nanti RSUD Malingping akan kita naikan,” katanya.
Untuk peninkatan pelayanan kesehatan juga, kata dia, selain RSUD Cilograng pemprov juga berencana membangun Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Banten. Kedua RS itu direncanakan sudah bisa beroperasi pada 2021 mendatang.
“2021 InsyAllah (sudah beroperasi). Ada beberapa PR besar yang harus dilaksanakan oleh Dinkes karena program prioritas gubernur ada tiga, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur,” ungkapnya.
Sementara itu, Dirut RSUD Banten, Danang Hamsah Nugroho berjanji akan menjadikan RS yang dipimpinya menjadi pilihan masyarakat berobat dan belajar.
“Rumah sakit Banten jadi pilihan utama, kita harus konsolidasi dulu. Kita selesaikan proses administrasi. Kalau kurang tenag kita tambah lagi, kita komplitkan. Sehingga RSUD Banten jadi rumah sakit pendidikan,” katanya. (RUS/AZM)
TANGERANG, BANPOS — Pemkot Tangerang menepis kritikan dari DPRD dengan cara berbeda. Pemkot Tangerang menghitung alokasi anggaran dengan menggabungkan antara belanja langsung dengan belanja tidak langsung, sehingga melebihi batas minimal 10 persen anggaran yang ditetapkan oleh UU Kesehatan.
Sedangkan fraksi Gerindra dan fraksi PDI-Perjuangan menghitung dengan basis presentase belanja langsung, yang menunjukkan angka di bawah 10 persen, atau tepatnya 8 persen.
Pasal 171 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang Kesehatan menyebutkan, Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10 % (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji.
Dalam pidatonya, Wakil Walikota Tangerang Sachrudin menegaskan bahwa Pemerintah Kota Tangerang sudah sesuai aturan mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp 613,63 miliar pada RAPBD tahun anggaran 2020.
“Alokasi untuk anggaran kesehatan pada RAPBD tahun anggran 2020 sebesar Rp 613,63 miliar atau 12,79 persen. Ini sudah sesuai ketentuan aturan yang ada, yaitu sekurang-kurangnya 10 persen,” ujarnya.
Disebutkan anggaran kesehatan Rp 613,63 miliar terbagi atas belanja tidak langsung sebesar 228,66 miliar dan belanja langsung sebesar Rp 385,17 miliar.
Untuk diketahui, pada sidang paripurna sebelumnya, Fraksi Gerindra menyoroti anggaran kesehatan yang dialokasikan Pemkot Tangerang pada APBD tahun anggaran 2020 sebesar Rp 385 miliar. Jumlah itu dinilai Fraksi Gerindra sangat kecil yakni hanya 8 persen dari total proyeksi APBD tahun 2020 sebesar Rp 4,79 triliun.
“Ini artinya masih 8 persen, padahal dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 harusnya minimal 10 persen,” ujar juru bicara Fraksi Gerindra, Junadi sebelumnya.
Terkait belum banyaknya puskesmas rawat inap yang menjadi bagian pertanyaan dewan, Sachrudin mengaku, saat ini Pemerintah Kota Tangerang baru memiliki empat puskesmas rawat inap. Kendati demikian, terdapat 41 puskesmas dengan layanan 24 jam dan 41 puskesmas non rawat inap.
“Di tahun 2020 direncanakan pembangunan Puskesmas Sudimara Pinang dan Puskesmas Batusari,” ujarnya.
Sachrudin melanjutkan, pada tahun 2020 direncanakan peningkatan kompetensi bagi tenaga kesehatan puskesmas pada program pengembangan sumber daya kesehatan.
Nantinya Dinas Kesehatan Kota Tangerang akan bekerjasama dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Tangerang.
“Mengenai keseimbangan jumlah penduduk dengan kamar rawat inap, bahwa jumlah tempat tidur rumah sakit pada tahun 2018 sebanyak 2.989 buah. Menurut standar WHO rasio ideal tempat tidur rumah sakit terhadap jumlah penduduk adalah 1 tempat tidur untuk 1.000 orang. Jika dibandingkan dengan rasio di Kota Tangerang 1,72 perseribu penduduk jumlahnya sudah mencukupi,” ujar Sachrudin. (Bnn/pbn)
TANGERANG, BANPOS – DPRD Kota Tangerang menggelar rapat Paripurna terkait penyusunan RAPBD yang diajukan Pemerintah Kota Tangerang. Dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung DPRD Kota Tangerang pada, Selasa (24/9), Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Gerindra DPRD Kota Tangerang mengkritisi perihal penyusunan RAPBD 2020 yang diajukan.
Juri bicara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Tangerang Sumarti mengatakan bahwa pihaknya meminta penjelasan tentang perbedaan penyebutan jumlah anggaran pendidikan.
“Apakah Rp1,64 triliun sebagaimana nota keuangan yang disampaikan atau Rp761 miliar seperti data dalam lampiran. Sebab, sebagaimana yang diamanahkan dalam UU Sisdiknas Pasal 49 bahwa anggaran mutu dan kualitas pendidikan harus teralokasikan minimal 20 persen dalam APBD,” ujar Sumarti.
Selain mengkritisi sektor pendidikan, Fraksi PDI Perjuangan juga mengkritisi dalam rancangan bidang kesehatan yang dianggarkan sebesar Rp385 miliar.
“Fraksi PDIP mendorong pemerintah untuk serius mewujudkan pelayanan prima terhadap penyelenggaraan jaminan sosial dan kesehatan kepada masyarakat di Puskesmas ataupun rumah sakit,” katanya.
Sumarti juga mengatakan, ihwal target Pemkot Tangerang dalam mengentaskan kemiskinan sebesar 4,26 persen pada 2020, diketahui bersama model pertumbuhan ekonomi masih menjadi paradigma dalam strategi mengurangi kemiskinan. Padahal, kata Sumarti, persoalan kemiskinan di perkotaan adalah tingginya ketimpangan kepemilikan aset ekonomis.
“Oleh sebab itu, kami akan mendorong terus agar Pemerintah kota Tangerang untuk fokus dalam mewujudkan pemerataan ekonomi masyarakat dengan memaksimalkan program-program SKPD terkait. Agar tepat sasaran, karena PDIP berkepentingan untuk memastikan pemerataan ekonomi terwujud dalam penggunaan APBD 2020,” imbuh Sumarti.
Selain itu, PDI Perjuangan juga mendorong agar Pemerintah kota Tangerang agar lebih cepat dalam mengkoordinasikan program di antara OPD. Perlu adanya leading sektor agar tidak terjadi duplikasi program pengentasan kemiskinan di lebih satu instansi. Hal ini agar terukur kualitas manfaat dan target program.
“Contoh antara UKM dengan Dinsos masing-masing memiliki program pembinaan kesehatan masyarakat,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan oleh juru bicara dari Fraksi Gerindra DPRD Kota Tangerang Junadi, bahwa pihaknya mempertanyakan tentang anggaran kesehatan yang rencananya hanya dialokasikan 8 persen. Hal ini tidak sesuai dengan UU 23/2014 yang seharusnya 10 persen.
Kami mempertanyakan pendataan aset daerah Kota Tangerang, khususnya terhadap bangunan Posyandu pada proram 1.000 Posyandu yang telah direalisasikan, “namun sangat disayangkan dikarenakan telah berubah fungsi, salah satu contohnya yang di wilayah Poris Indah,” ucapnya.
Selain itu, Gerindra juga mendorong Pemkot Tangerang untuk melakukan percepatan pembangunan Puskesmas di setiap tingkat wilayah kecamatan, karena kondisi masyarakat sangat membutuhkan pelayanan rawat inap.
Disamping itu Gerindra juga akan mendorong agar warga yang berkebutuhan khusus juga diperhatikan agar menerima pelayanan pendidikan.
“Kami sampaikan juga tentang penambahan-penambahan rambu-rambu lalu lintas di titik jalan raya yang sering menimbulkan kemacetan dan kecelakaan. Selain itu, kami berharap agar fasilitas parkir dapat dikelola dengan baik sehingga menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan bertambah,” ujarnya. (sug/pbn)