Kategori: LIPUTAN KHUSUS

  • Pendidikan dan Ekonomi Jadi Faktor Masuknya TPPO

    Pendidikan dan Ekonomi Jadi Faktor Masuknya TPPO

    LEBAK, BANPOS – Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) diidentifikasi mudah menyusup di tengah
    masyarakat dengan kalangan ekonomi dan pendidikan yang rendah. Sehingga, dua hal tersebut menjadi
    faktor utama terjadinya praktik TPPO.

    Hal tersebut diungkapkan oleh Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) bidang Pemberdayaan Perempuan di
    DP3AP2KB Kabupaten Lebak, Alifah Rochmawati, pada kegiatan Rapat Koordinasi Gugus Tugas
    Pencegahan dan Penanganan (GT PP) TPPO di Kabupaten Lebak.

    "Biasanya Pelaku mendatangi korban dengan iming-iming meski pendidikan rendah tapi bisa
    mendapatkan gaji puluhan juta jika ikut mereka. Karena tergiur, biasanya korban langsung menuruti
    saja," kata Alifah kepada BANPOS seusai kegiatan, Selasa (22/8).

    Ia menjelaskan, kegiatan tersebut menghadirkan berbagai elemen masyarakat mulai dari stakeholder
    dalam lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebak, organisasi dan pegiat wanita dan anak, serta media
    massa.

    Ia memaparkan, dengan adanya kegiatan tersebut, para audiens yang hadir akan ditetapkan dalam SK
    Gugus Tugas dengan memiliki peran dan fungsinya masing-masing sesuai ketetapan.

    "Sebelumnya sudah ada sejak tahun 2015 namun belum begitu spesifik. Sekarang ini barulah kita
    ingatkan kembali, kita refresh lah agar masing-masing instansi paham dengan fungsi dan tugasnya
    sehingga bisa memberikan dampak dan kebermanfaatan untuk masyarakat," tandasnya.

    Di tempat yang sama, salah satu fasilitator dari Pattiro Banten, Martina Nursaprudianti, mengatakan
    bahwa para peserta dalam rapat koordinasi tersebut cukup antusias dan serius dalam mengikuti
    kegiatan. Menurutnya, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu dibuat sadar akan indikasi adanya TPPO
    di setiap lingkungan sekitarnya.

    "Kan nantinya bisa lebih peka ketika sudah memahami apa tanda-tandanya. Jadi nanti mereka bisa
    menjalankan sesuai tugas dan fungsinya dalam GT PP TPPO mendatang," kata Martina.

    Ia berharap, masyarakat dapat berani berbicara bahkan melaporkan jika terdapat dugaan TPPO
    disekitarnya. Hal tersebut dapat membantu memberantas tindak pidana tersebut jika seluruh pihak
    mulai terkoneksi.

    "Jangan ragu atau sungkan untuk melaporkan hal-hal tersebut kepada instansi pemerintah terkait atau
    mungkin pegiat dilingkungan setempat,& quot; tandasnya. (MYU/DZH)

  • Anak Diduga Korban Penculikan Ditinggal di Masjid

    Anak Diduga Korban Penculikan Ditinggal di Masjid

    PANDEGLANG, BANPOS – Tanpa sebab yang jelas, seorang anak perempuan yang diperkirakan berusia 3 tahun ditinggalkan begitu saja oleh seorang laki-laki tidak dikenal di depan Masjid Agung Ar-Rahman, Pandeglang, Selasa (22/8).

    Anak perempuan yang memiliki ciri-ciri berkulit putih, berambut panjang, memakai kaos biru tua dan jaket levis, tampak sedang menangis saat ditemukan.

    Berdasarkan keterangan dari salah seorang pedagang di depan Masjid Agung yang menemukan anak perempuan tersebut, Brew mengatakan, bahwa seorang laki-laki tersebut diduga sengaja meninggalkannya tanpa alasan yang jelas. Namun, kata dia, setelah ditunggu berjam-jam, laki-laki yang membawa anak tersebut tidak kunjung datang.

    “Anak itu turun dari angkot bersama seorang laki-laki, namun pada saat turun, anak tersebut menangis dengan kencang. Lalu laki-laki yang membawanya pergi dengan alasan mencari kunci motornya yang hilang, namun sampai sekarang belum kembali,” kata Brew kepada wartawan.

    Ia menyebut bahwa laki-laki yang membawa anak perempuan tersebut memiliki ciri-ciri seperti anak jalanan.
    “Laki-laki itu kira-kira berusia 25 tahun, berambut pirang dengan telinga yang penuh dengan tindik seperti anak jalanan atau anak punk,” ucapnya.

    Brew menambahkan, saat ditinggalkan oleh laki-laki tersebut, anak perempuan tersebut terus menangis meski sudah berusaha dibujuk dan digendong.

    “Saya berpikir, kalau anak itu korban penculikan. Karena anaknya menangis tidak berhenti, seperti ketakutan gitu,” terangnya.

    Setelah ini, ia berencana akan membawa anak tersebut ke rumahnya sampai ada yang mengaku sebagai orang tua si anak.

    “Tadi saya sudah membuat laporan di Polres Pandeglang, untuk sementara anak ini akan saya bawa ke rumah sampai ada informasi orang tuanya,” ungkapnya.

    Sementara, Kabag Ops Polres Pandeglang, Kompol Yogie membenarkan, pihaknya telah menerima laporan terkait penemuan anak.

    “Benar, tadi ada seorang pedagang yang melaporkan bahwa dia menemukan anak perempuan yang berusia sekitar 3 tahun di depan Masjid Agung. Demi keamanan dan kenyamanan si anak, kami sarankan agar dibawa ke rumahnya untuk sementara sampai kami menemukan orang tua dari si anak tersebut,” singkatnya.(dhe/pbn)

  • 8 Bulan Puluhan Puluhan Laka Lantas Terjadi

    8 Bulan Puluhan Puluhan Laka Lantas Terjadi

    CILEGON, BANPOS – Sepanjang 2023, dari Januari hingga Agustus ada sebanyak 78 Kasus kecelakaan lalu lintas di Kota Cilegon. Hal itu tercatat dalam data Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Kota Cilegon.

    Kanit Gakkum pada Satlantas Polres Cilegon Ipda Dwi Maryanto mengatakan, jumlah kasus yang terjadi sepanjang 2023 ini yakni korban meninggal dunia sebanyak 14 orang, luka berat 19 orang, luka ringan 76 orang dengan kerugian materiil Rp114 juta lebih.

    Ipda Dwi menyatakan, dari jumlah kasus laka yang tercatat kebanyakan terjadi di Kota Cilegon. “Wilayah hukum Polres Cilegon mencakup 5 kecamatan Kabupaten Serang yaitu Bojonegara Pulo Ampel, Cinangka, Anyer, Mancak dan 8 kecamatan di Kota Cilegon. Hampir semua di Cilegon, ada beberapa di Mancak, Anyer tapi kebanyakan di Cilegon,” ungkapnya, Minggu (20/8).

    Kemudian, jumlah kasus kecelakaan itu didominasi oleh kendaraan roda dua. “Dari jumlah kasus, laka didominasi kendaraan roda dua,” tuturnya.

    Dwi mengungkapkan ada beberapa faktor yang menyebabkan laka terjadi. Faktor itu diantaranya karena pengendara, kendaraan serta jalan raya. “Kalau kejadian di JLS, itu jalannya, yang tanjakan itu, gelap, itu rata-rata” terangnya.
    “Karena kecelakaan kayak seperti di Anyer, itu jalan lurus, gelap. Itu pengaruh juga. Pandangan mata, (kurang) rambu-rambu pengaruh juga,” tambahnya.

    Pihaknya menghimbau agar masyarakat saat berkendaraan lalu lintas di jalan raya dapat lebih berhati-hati. Sebelum melakukan perjalanan agar mengecek fisik kendaraan, membawa surat kendaraan agar selamat.

    “Kalau berkendaraan, kelaikan kendaraan sesuai standar. Kalau modifikasi, itu tidak boleh. Harus standar. Kemudian kedua surat kendaraan harus dilengkapi. Terakhir ingat keluarga di rumah,” tandasnya. (LUK/pbn)

  • Literasi Digital Jadi Solusi Perangi Judi Online

    Literasi Digital Jadi Solusi Perangi Judi Online

    JAKARTA, BANPOS – Hadirnya judi online di dunia digital mencoreng wajah dunia digital Indonesia di tengah program-program percepatan literasi digital dan pemahaman warga Idonesia tentang kecakapan digital. Judi online semakin meresahkan masyarakat Indonesia.

    Jumlah korban judi online pun terus bertambah. Mulai dari korban finansial, hingga berakhir menjadi pelaku tindak kriminal.

    Demi memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya judi online, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) bersama Siberkreasi menggelar diskusi Obral Obrol Literasi Digital (OOTD) bertajuk “Jernihkan Ruang Digital: Mari Berantas Judi Online”, Sabtu (19/8).

    Diskusi ini merupakan salah satu wujud Kominfo untuk terus meningkatkan kecakapan digital masyarakat Indonesia.

    Karena warga yang cakap digital tentu akan terhindar dari aksi-aksi kejahatan dunia maya serta penyakit masyarakat, termasuk judi online.

    “Yang kita harus tahu judi adalah salah satu penyakit masyarakat. Jauh sebelum hari ini judi sudah ada. Yang jadi maslaah adalah, ruangnya semakin terbuka sejak judi bisa dilakukan secara online. Kalau dulu, orang harus pergi ke suatu tempat. Sekarang di mana pun, orang bisa berjudi,” jelas Koordinator Divisi Konten Kreatif Siberkreasi, Oktora Irahadi.

    Dari jumlah banyaknya korban judi online yang terus bertambah dari hari ke hari, penyakit masyarakat ini bukan lagi dipandang sebagai masalah di tengah masyarakat.

    Sosilog Universitas Indoesia, Devie Rahmati menyebut keberadaan judi online saat ini bahkan sudah dipandang sebagai hiburan masyarakat.

    “Orang memang tidak lagi melihat judi sebagai sesuatu yang luar biasa membahayakan. Bahkan cenderung ini dijadikan satu alasan rekreasi yang paling mudah dan paling murah,” jelas Devie.

    Judi online jelas dapat merusak akhlak dan mental para korbannya. Yang sangat disayangkan, mayoritas pelaku judi online merupakan anak muda, yang merupakan penerus bangsa.

    Sementara itu, Founder Sobat Cyber Indonesia Al Akbar Rahmadillah mengatakan, Visi Indonesia di tahun 2045 itu, Indonesia akan menjadi negara maju, penyakit-penyakit masyarakat semacam ini tentunya akan merusak generasi muda yang menjadi penerus bangsa.

    ” Itu sebabnya kita harus berkolaborasi untuk makin gencar menanamkan literasi digital ke setiap kalangan masyarakat,” ujar Akbar. (RMID)

    Berita Ini Telah Terbit Di https://rm.id/baca-berita/government-action/184863/literasi-digital-jadi-solusi-perangi-judi-online

  • Banten Belum Merdesa

    Banten Belum Merdesa

    SEJAK pendiriannya, Provinsi Banten telah diharapkan menjadi wadah bagi perkembangan ekonomi dan sosial di wilayahnya, terutama di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang. Namun, kenyataannya, kemiskinan masih menjadi isu serius yang menghantui kedua kabupaten tersebut.

    Meskipun tujuan pendirian Banten sebagian besar didasarkan pada keberadaan kedua daerah ini, bantuan dan perhatian dari pemerintah provinsi terhadap Lebak dan Pandeglang terlihat kurang memadai. Salah satu contoh yang mencolok adalah pemberian bantuan keuangan yang belum mampu mendongkrak pembangunan.

    Kemiskinan yang masih menghantui Lebak dan Pandeglang menjadi permasalahan utama dalam konteks ini. Tingkat kemiskinan yang tinggi di kedua kabupaten ini mengakibatkan kualitas hidup masyarakat rendah, akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan terbatas, serta peluang ekonomi yang minim.

    Padahal, saat pendirian Provinsi Banten, salah satu alasan kuatnya adalah keberadaan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus untuk pembangunan yang lebih merata.

    Namun, pemerintah provinsi terkesan kurang memberikan perhatian serius terhadap pembangunan di Lebak dan Pandeglang. Alokasi anggaran yang tidak sebanding dengan daerah-daerah yang lebih maju, serta kebijakan yang kurang mendukung pengembangan potensi lokal, semakin memperlebar jurang ketidaksetaraan pembangunan di Provinsi Banten.

    Ketidakmerataan ini juga mencerminkan dalam hal akses terhadap fasilitas pendidikan dan peluang kerja. Masyarakat di Lebak dan Pandeglang sering kali menghadapi tantangan dalam mendapatkan pendidikan berkualitas dan pekerjaan yang layak, yang pada gilirannya berdampak pada peningkatan tingkat kemiskinan.

    Satu tokoh terbentuknya Provinsi Banten Hassan Alaydrus, menyatakan bahwa kondisi Lebak saat ini belum sejalan dengan cita-cita pendirian Provinsi Banten yang digadang-gadang. Hassan mengaku kecewa dengan kondisi Banten, terutama dengan Kabupaten Lebak yang saat ini masih belum bisa maju walaupun sudah menjadi daerah otonomi baru selama 23 tahun.

    Hassan Alaydrus yang kini genap berusia 79 tahun tersebut menegaskan, sampai saat ini Pemerintah Provinsi Banten masih belum mampu dalam mengurus atau mengelola pemerintahan secara baik.

    Menurutnya, hal tersebut terlihat dengan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola sumberdaya dan potensi-potensi yang ada di Banten.

    “Pemerintah sekarang ga becus, liat aja misalnya ikan mas, belut, itu dari mana (produksi luar. red)? Malah tidak dimaksimalkan. Padahal Banten berdiri untuk kemajuan masyarakat,” kata Hassan saat ditemui BANPOS di kediamannya, Rabu (16/8).

    Hassan menjelaskan, untuk memajukan suatu wilayah harus ditunjang dengan fasilitas pendukung yang memadai mulai dari pendidikan, kesehatan hingga ekonomi.

    “Bagaimana mungkin IPM kita mau naik kalau mereka (Pemprov) tidak bisa memfasilitasi,” tandasnya.

    Tokoh Banten lainnya, Akhmad Jazuli Idris, menyebut, masalah utama di Banten Selatan, khususnya di dua kabupaten yaitu Lebak dan Pandeglang baik sebelum maupun setelah terbentuknya Provinsi Banten adalah kebodohan, kemiskinan dan ketertinggalan.

    Sementara untuk kondisi di Lebak dan Pandeglang, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ) masih berada di kisaran angka 76, yang menurutnya menunjukkan pendidikan, kesehatan, perekonomian, daya beli masyarakat belum terlalu menggembirakan.

    “Contohnya, rata-rata lama pendidikan di Lebak itu baru 6,8 tahun alias belum tamat SMP’.. Juga tingkat kematian ibu dan Bayi per 1.000 Kelahiran juga masih tinggi. Pengangguran juga masih banyak. Dan saya juga melihat kondisi di Pandeglang juga tidak jauh berbeda dengan kondisi di Lebak,” ujar Jazuli.

    Menurutnya, perlu ada kebijakan afirmatif dari Pemprov Banten menyangkut bantuan Anggaran untuk Lebak dan Pandeglang. selain kreatifitas dari pemerintah kabupaten dalam mencari dan meningkatkan PAD.

    “Kemampuan Keuangan Daerah Lebak dan Pandeglang saat ini beru mencapai 18 Persen. Selebihnya masih menggantungkan diri kepada Dana APBN yaitu dari DAK, DAU, Dana Perimbangan,” ujarnya.

    Dosen STISIP Banten Raya, Ari Supriadi mengatakan, semangat otonomi daerah pada tahun 2000, Banten yang memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat adalah bagaimana untuk mendekatkan pelayanan publik serta pemerataan pembangunan fisik dan non fisik serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    Namun saat ini terlihat kedua daerah tersebut masih belum merdesa, alias belum menjadi tempat yang layak atau patut, karena masih terjadi ketimpangan.

    “Poin tersebut sangat penting dan mendasar. Pertanyaannya apakah itu sudah tercapai dengan merata?” kata Ari kepada BANPOS, Kamis (17/8).

    Dijelaskannya, mengutip dari data BPS, walaupun Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Banten pada 2022 tumbuh di angka 5,03 persen atau mengalami tren yang positif jika dibandingkan tahun sebelumnya.

    “Namun, angka tersebut juga masih dibawah rata-rata nasional di angka 5,32 persen. Mengambil contoh, LPE Kabupaten Pandeglang pada tahun yang sama secara tren mengalami pertumbuhan di angka 3,24 persen dari sebelumnya 3 persen, namun tentu masih jauh dari rata-rata LPE Banten di angka 5,03 persen dan nasional di angka 5,31 persen,” terangnya.

    Menurutnya, dari salah satu yang dicontohkan tersebut dapat terlihat jika Pemprov Banten maupun Pemkab Pandeglang belum optimal dalam melakukan kebijakan fiskal yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara merata.

    “Saat ini pertumbuhan ekonomi serta pembangunan infrastruktur cenderung lebih besar ke wilayah yang sudah maju, seperti Tangerang Raya,” ujarnya.

    Mestinya, Pemprov Banten bisa lebih peduli dengan mendorong kebijakan yang mampu menstimulasi pertumbuhan pembangunan, ekonomi dan lainnya di wilayah selatan.

    “Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan menaikkan alokasi bantuan keuangan (bankeu) ke Kabupaten Pandeglang dan Lebak,” ungkapnya.

    Akademisi yang juga salah satu tokoh pendiri Provinsi Banten, Soleh Hidayat menyebut, pembangunan infrastruktur sebagai prioritas pembangunan di wilayah Lebak Selatan yang menjadi tanggung jawab provinsi sudah mulai dirasakan masyarakat di Banten selatan.

    “Seperti keberadaan Jalan Saketi Malingping. Jalan Nasional Simpang-Bayah hingga ke perbatasan Jawa Barat. Itu cukup memuaskan. Dan bukan hanya jalan, termasuk RSUD Malingping untuk melayani kesehatan di ujung selatan Banten. Bahkan kini juga RS Cilograng sudah ada, untuk melayani masyarakat perbatasan dengan Sukabumi. Ini salah satu terobosan besar dari Provinsi Banten,” terang Soleh.

    Menurutnya, pembangunan infrastruktur untuk wilayah Lebak Selatan sudah terasa dalam lima tahun terakhir. Termasuk untuk sarana dan prasarana pendidikan.

    “Untuk pembangunan sekolah juga sudah merata, SMK dan SMA sudah ada di tiap titik pelosok kecamatan Lebak-Pandeglang,” klaimnya.

    Mantan Rektor Untirta dua periode ini pun meminta para wakil rakyat asal dua daerah itu jangan lelah melakukan kontroling. “Untuk wakil rakyat di DPRD Banten dan DPR RI, khususnya dari daerah pemilihan Lebak Pandeglang, tolong jangan lelah untuk terus memperjuangkan aspirasi pembangunan untuk Banten selatan, semua pelaksanaan pembangunan yang sedang dan sudah digarap perlu pengawasan,” katanya.

    Soleh juga menyebut laju ekonomi dan pariwisata di Lebak selatan yang mulai bangkit. Katanya, yang lebih urgen untuk pemerataan adalah soal pemekaran daerah otonomi baru (DOB).

    “Agar pemerataan semakin luas dan terasa serta pelayanan semakin mudah, makanya pemekaran DOB di Banten Selatan perlu segera diwujudkan. Karena dari kemudahan pelayanan itulah awal kesejahteraan rakyat dimulai,” paparnya.

    Menyikapi adanya tuntutan tentang pemerataan pembangunan dan juga Bantuan Keuangan Provinsi untuk Kabupaten Lebak dan Pandeglang yang lebih adil, Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar mengatakan Pemprov Banten terlebih dahulu harus melihat komposisi anggaran yang tersedia.

    Setelahnya, Pemprov Banten akan melakukan pertimbangan terhadap penetapan alokasi anggaran tersebut, apakah akan ada peningkatan jumlah Bankeu di tahun 2024 atau tidak.

    “Nanti pembahasan RAPBD nya akan terus bergulir di proses itulah nanti kita lihat, bagaimana komposisi yang memungkinkan untuk kita kontribusikan kepada Kabupaten/Kota,” kata Al Muktabar kepada BANPOS saat ditemui di Gedung Pendopo Gubernur Banten pada Kamis (17/8).

    Menurut Al, penetapan anggaran itu dirasa penting, sebab melalui program tersebut Pemprov Banten dapat membantu melakukan percepatan pembangunan di kabupaten/kota.

    “Karena prinsipnya itu adalah dalam rangka mengakselerasi kewenangan provinsi yang secara teknis memerlukan bridging (jembatan) kepada kabupaten/kota untuk mempercepat capaian-capaiannya,” ujar Al.

    Sementara itu Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti menyampaikan bahwa secara total, ada kenaikan jumlah alokasi anggaran untuk pelaksanaan program Bankeu Daerah untuk Kabupaten/Kota di tahun anggaran 2024.

    Hanya saja saat disinggung perihal besaran nominal kenaikannya, Rina mengatakan bahwa pihaknya belum bisa menyampaikan hal tersebut. Sebab menurut keterangannya, hal itu dikarenakan saat ini pembahasan mengenai penetapan RAPBD Tahun Anggaran 2024 masih terus bergulir.

    “Kita masih menunggu persetujuan RAPBD nya. Tetapi kalau dari struktur di rancangan awal, kita ada peningkatan untuk secara total jumlah Bantuan Keuangan Provinsi kepada Kabupaten/Kota,” kata Rina.

    Rina juga menjelaskan dalam penyalurannya, tiap daerah menerima bantuan keuangan dengan besaran yang berbeda-berbeda disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing.

    Kebutuhan itu diukur berdasarkan rumus yang ditentukan dari beberapa indikator yang disesuaikan di antaranya seperti luas wilayah, indeks kepadatan penduduk, tingkat kemiskinan, indeks kemahalan konstruksi, dan indikator lainnya.

    Penetapan indikator-indikator itu penting untuk dilakukan, selain karena memperhatikan aspek berkeadilan, juga supaya tidak terjadinya ketimpangan antara satu daerah dengan daerah lainnya dalam upaya penyaluran bantuan keuangan tersebut.

    “Kita harus support dari beberapa hal indikator yang menjadi bagian penilaian terhadap besaran itu, di samping dengan program yang sudah kita salurkan melalui program kegiatan yang ada di OPD teknisnya,” jelasnya.

    Berkaca pada tahun anggaran 2023, Pemprov Banten mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan program penyaluran Bankeu Daerah untuk Kabupaten/Kota sebesar Rp125 miliar.

    Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, dan juga Kabupaten Pandeglang disebut sebagai daerah dengan jumlah penerimaan terbesar sekitar Rp30 miliar.

    Sementara untuk wilayah Tangerang Raya hanya menerima bantuan keuangan sebesar Rp5 miliar di tiap daerahnya.

    “Kalau tidak salah Kabupaten Serang, kemudian Lebak, kemudian Pandeglang sekitar Rp30 miliar, untuk Tangerang Raya Rp5 miliar,” tandasnya. (MYU/DHE/PBN)

  • Langkah Berani Sekda Maman Mauludin Rancang Kota Cilegon Lebih Gemilang Pada 2045

    Langkah Berani Sekda Maman Mauludin Rancang Kota Cilegon Lebih Gemilang Pada 2045

    CILEGON, BANPOS – Kota Cilegon telah memulai langkah maju menuju masa depan yang lebih cerah dengan menggelar Pra Konsultasi Publik Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), untuk periode tahun 2025 hingga 2045.

    Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Cilegon, dan berlangsung di salah satu hotel di Cilegon pada Kamis 03 Agustus 2023.

    Sekretaris Daerah Kota Cilegon, Maman Mauludin, memberikan apresiasi yang tinggi terhadap kegiatan tersebut. Menurutnya, Pra Konsultasi Publik tersebut menjadi titik awal penting bagi visi dan misi kota dalam merancang langkah-langkah strategis menuju masa depan yang lebih baik hingga tahun 2045 mendatang.

    “Dengan diadakannya Pra Konsultasi Publik Rancangan Awal RPJPD Kota Cilegon, kami memiliki dasar pijakan yang kokoh untuk mencapai visi misi Kota Cilegon. Pra Konsultasi Publik ini menjadi bukti nyata bahwa Kota Cilegon mengambil langkah berani untuk mencapai cita-cita masa depan yang lebih gemilang,” papar Maman.

    Dikatakan Maman dalam kurun waktu 2025 hingga 2045. Rencana ini akan menjadi panduan bagi seluruh Kepala Dinas dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kota Cilegon untuk menyusun visi misi yang komprehensif, mencakup isu-isu strategis yang perlu diutamakan dalam perencanaan pembangunan daerah.

    Lebih lanjut, Maman menekankan pentingnya rencana pembangunan jangka panjang tersebut, mengingat dampaknya yang signifikan bagi daerah dengan karakteristik penting, mendasar, mendesak, dan berjangka panjang.

    Rencana tersebut, kata Maman menjadi kunci penting dalam mencapai sasaran penyelenggaraan pemerintahan daerah pada masa yang akan datang.
    “Pra Konsultasi Publik ini juga menjadi kesempatan berharga untuk diskusi dan konsultasi terbuka antara pemerintah dan masyarakat.

    Partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan diharapkan dapat memberikan sumbangsih berharga dalam perumusan RPJPD yang komprehensif dan berdaya saing,” terang Maman.

    Maman juga menegaskan bahwa Pemkot Cilegon memiliki komitmen yang kuat untuk melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam merumuskan rencana pembangunan yang berfokus pada kesejahteraan rakyat dan kemajuan kota.

    Dengan semangat kebersamaan, Kota Cilegon siap menghadapi tantangan masa depan dan mewujudkan impian bersama menuju kota yang lebih baik di tahun-tahun mendatang.

    Pada kesempatan tersebut Maman berharap rencana pembangunan jangka panjang ini akan menjadi landasan kuat bagi pembangunan infrastruktur, perekonomian, pendidikan, dan lingkungan.

    Hal ini, tandas Maman bertujuan untuk menciptakan Kota Cilegon yang lebih maju, berdaya saing, dan berkelanjutan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Kota Cilegon. (ADV)

  • Ade Tuntut Generasi Muda Perangi Narkoba

    Ade Tuntut Generasi Muda Perangi Narkoba

    LEBAK, BANPOS – GENERASI Muda bangsa menjadi target mudah bagi penyalahgunaan narkoba. Dampak bahaya dari
    paparan narkoba khususnya kepada remaja, akan berpengaruh bukan hanya pada remaja itu sendiri,
    akan tetapi juga mempengaruhi bangsa ke depannya.

    Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Badan Narkotika Kabupaten (BNK), Ade Sumardi. Ia yang juga
    merupakan Wakil Bupati Lebak itu secara tegas mengingatkan kepada masyarakat, terutama pelajar,
    bahwa narkoba dapat merusak tidak hanya fisik dan juga mental generasi bangsa.

    ”Kita ini penikmat kemerdekaan, kita tidak pernah ikut dalam perjuangan dalam memerdekakan negara
    ini, untuk itu kita jangan pernah merusak negara ini, salah satunya dengan menggunakan narkoba,” kata
    Ade pada keterangan yang diterima BANPOS, Senin (14/8).

    Ia menjelaskan, Indonesia akan menyambut bonus demografi, yang akan didapatkan oleh generasi muda
    saat ini. Maka dari itu, seluruh elemen masyarakat harus bersungguh-sungguh dalam memerangi
    narkoba, guna menyelamatkan generasi penerus bangsa.

    ”Banyak cara untuk menghancurkan bangsa ini, salah satunya melalui narkoba dengan menargetkan
    generasi muda kita, agar mereka tidak memiliki kemampuan dalam membangun dan mengisi
    kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan kita terdahulu,” tandasnya. (MYU/DZH)

  • Jalan Menuju Baduy Dilebarkan

    Jalan Menuju Baduy Dilebarkan

    LEBAK, BANPOS – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Lebak melakukan
    pelebaran terhadap akses jalan menuju wilayah adat Baduy. Pelebaran tersebut dilakukan secara
    bertahap mulai dari Jalan Maulana Hasanudin dari Mandala menuju Aweh, Kecamatan Rangkasbitung.

    Kepala Dinas PUPR Lebak, Irvan Suyatupika, mengatakan bahwa upaya pelebaran tersebut dilakukan
    agar wisatawan yang datang ke Lebak merasa aman dan nyaman, ketika mengunjungi destinasi wisata
    unggulan Kabupaten Lebak tersebut.

    “Iya, rencananya pelebaran akan diteruskan hingga ke Cikapek dan Baduy secara bertahap,” kata Irvan,
    Senin (14/8).

    Irvan menjelaskan, pelebaran tersebut dilakukan dengan menambah luas jalan dengan rincian satu
    meter ditiap sisinya. Pelebaran jalan dilakukan menggunakan alat berat dengan menggali terlebih
    dahulu di masing-masing sisinya.

    Ditanya terkait anggaran pembangunan jalan, Irvan memaparkan, dana pelebaran jalan bersumber dari
    Bantuan Keuangan (Bankeu) yang diberikan oleh Provinsi Banten.

    “Sumbernya bantuan keuangan dari Pemprov Banten. Kita berharap, kegiatan pelebaran jalan berjalan
    lancar dan diharapkan selesai tepat waktu,” tandasnya.

    Sementara itu, salah satu warga sekitar, Buhori, meminta agar Dinas PUPR Lebak dapat membangun
    saluran drainase di sepanjang Jalan Maulana Hasanudin. Karena, lalu lintas di ruas jalan tersebut masih
    dapat menampung kendaraan yang melintas.

    “Mestinya bangun saluran drainase. Jangan pelebaran jalan yang diprioritaskan. Karena jika hujan deras
    air meluber ke rumah warga,” jelasnya. (MYU/DZH)

  • Menteri Basuki: Jalan Tol Trans Sumatera Akan Jadi Pusat Ekonomi Baru

    Menteri Basuki: Jalan Tol Trans Sumatera Akan Jadi Pusat Ekonomi Baru

    SUMATERA, BANPOS – Pembangunan Tol Trans Sumatera secara bertahap telah diselesaikan. Jalan tol ini bertujuan untuk memangkas biaya logistik dan meningkatkan daya saing produk Indonesia serta menjadi pusat pusat ekonomi baru.

    Tercatat hingga Juli 2023, sebanyak 6 ruas sepanjang 596 km telah beroperasi penuh di Tol Trans Sumatera, sedangkan 7 ruas lainnya sepanjang 361 km kini masih dalam tahap konstruksi.

    Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengungkapkan, secara keseluruhan jalan Tol Trans Sumatera sepanjang 2.749 km sebanyak 24 ruas tol. Jalan tol itu terdiri dari koridor utama (backbone) 1.889 km dan koridor pendukung 860 km.

    “Kehadiran jalan tol akan menurunkan biaya logistik serta memangkas waktu tempuh distribusi barang dan jasa antar wilayah. Disamping itu mendorong pertumbuhan pusat-pusat ekonomi baru, khususnya kawasan yang berada di sekitar on/off ramp jalan tol,” kata Basuki dalam keterangannya, Senin (31/7).

    Salah satu ruas tol Trans Sumatera yang baru diresmikan Presiden Joko Widodo dan telah beroperasi adalah Jalan Tol Bengkulu-Taba. Jalan tol Penanjung sepanjang 16,7 km ini dibangun dengan anggaran sebesar Rp 4,8 triliun. Jalan tol ini merupakan bagian dari sirip utama atau koridor pendukung pada ruas Bengkulu ke Lubuk Linggau sepanjang 95,8 km.

    Sedangkan 7 ruas lainnya sepanjang 361 km kini dalam tahap konstruksi, yakni ruas tol Indrapura-Kisaran sepanjang 48 km dengan progres 85,5% dan target rampung pada 2023. Selanjutnya terdapat ruas Kuala Tanjung-Tebing Tinggi sepanjang 143 km dengan progres 84,26 % yang ditargetkan rampung akhir 2023.

    Ruas lainnya yang masih tahap konstruksi adalah Tol Simpang Indralaya-Prabumulih sepanjang 64 km dan ditargetkan siap operasi dalam waktu dekat.

    Sementara di ruas Pekanbaru-Padang, terdapat dua seksi yang masih konstruksi, yakni Seksi Bangkinang-Koto Kampar (24 km) dengan progres 74,8% dan Seksi Padang-Sicincin (37 km) dengan progres 32,6%, sebelumnya untuk Seksi Pekanbaru-Bangkinang telah beroperasi sepanjang 31 km.

    Ruas selanjutnya yang masih konstruksi adalah Binjai-Pangkalan Brandan dengan progres 79,9%, setelah seksi Binjai-Stabat telah beroperasi sepanjang 12 km. Selanjutnya, terdapat Tol Sigli-Banda Aceh (74 km) yang menyisakan dua seksi sepanjang 38 km masih konstruksi yakni ruas Blang Bintang-Baitussalam dan Sigli-Seuliemum dengan progres 81%.

    Juru Bicara Kementerian PUPR Endra S. Atmawidjaja mengatakan, bahwa keberadaan jalan tol ini merupakan investasi Pemerintah untuk jangka panjang. Pulau Sumatera dengan seluruh potensi dan sumberdayanya adalah masa depan Indonesia.

    “Dengan menyediakan layanan jalan tol, tujuan kita bukan sekedar infrastruktur yang terbangun, tetapi sesungguhnya membuka ruang tumbuh untuk kawasan-kawasan yang prospektif saat ini dan masa mendatang,” tutup Endra. (RMID)

  • PPDB Berujung Tuntutan Tabrani Mundur

    PPDB Berujung Tuntutan Tabrani Mundur

    Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA tahun ini menuai kekisruhan, usai ditemukan adanya sejumlah temuan kecurangan selama proses seleksi tersebut berlangsung.

    Berdasarkan laporan Ombudsman RI Perwakilan Banten, setidaknya ada kurang lebih 36 laporan aduan perihal adanya dugaan kecurangan selama pelaksanaan PPDB tahun ini.

    Aduan kecurangan yang dimaksud diantaranya manipulasi Kartu Keluarga (KK), hingga adanya dugaan praktik ‘jual beli kursi’ oleh oknum sekolah.

    Penilaian terkait pelaksanaan PPDB tingkat SMA ini akhirnya membuat beberapa aktivis menuntut adanya pertanggungjawaban dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten, Tabrani, untuk mundur dari jabatannya.

    Setelah kelompok masyarakat sipil Jaringan Nurani Rakyat (JANUR) Banten, desakan itu kemudian dimunculkan kembali oleh kelompok mahasiswa dan pelajar yang tergabung ke dalam koalisi Geger Pendidikan’.

    Menanggapi hal tersebut, Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani memilih untuk tidak terlalu menghiraukan desakan masyarakat yang meminta dirinya untuk mundur dari jabatannya saat ini.

    Menurutnya, soal penghentian jabatan pegawai di lingkup Pemerintah Provinsi Banten, hal itu merupakan kewenangan Gubernur Banten.

    Oleh karenanya, perihal desakan tersebut, Tabrani menyerahkan sepenuhnya terhadap penilaian Gubernur apakah dirinya layak untuk dihentikan atau sebaliknya.

    “Jabatan itukan bukan saya yang punya kewenangan, gitu kan? Pak Gubernur yang memberikan penilaian,” terang Tabrani kepada BANPOS pada Kamis (27/7).

    Tabrani memberikan pembelaan, bahwa selama ini dirinya telah bekerja dengan baik dan semaksimal mungkin.

    Oleh sebab itu, ketimbang harus memikirkan soal desakan dirinya untuk mundur dari jabatannya sebagai Kepala Dindikbud Banten, Tabrani memilih untuk menjalankan tugas pekerjaannya sebagai Kepala Dindikbud Banten.

    “Yang penting mah saya sudah bekerja maksimal, saya sudah melakukan tugas dengan baik,” katanya.

    Saat dimintai tanggapan soal tuntutan masyarakat itu, Tabrani tidak terlalu mempersoalkannya. Karena baginya, setiap orang punya hak untuk memberikan penilaian terhadap kinerjanya selama ini.

    “Soal ada penilaian sana-sini itu kan menjadi hak setiap orang untuk menilai,” katanya.

    Sementara itu di sisi lain, Koordinator Jaringan Nurani Rakyat (JANUR) Banten, Ade Yunus mengatakan bahwa seharusnya atas kekisruhan yang terjadi, Gubernur Banten dapat segera mengambil tindakan terhadap Kepala Dindikbud Banten.

    Karena selama pelaksanaan PPDB berlangsung, Ade menilai, pelaksanaan proses seleksi itu sarat akan kejanggalan dan dugaan kecurangan.

    Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 Gubernur harus segera melakukan pembinaan terhadap pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan PPDB.

    “Bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Permendikbud No 1 Tahun 202 tentang Penerimaan Peserta Didik baru Bahwa PPDB dilaksanakan secara: objektif, transparan, dan Akuntabel. Kemudian Berdasarkan Pasal 43 ayat (1) Permendikbud No 1 Tahun 2021, Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan kepada sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat di wilayahnya,” terang Ade.

    Menurutnya, berdasarkan hal tersebut, maka apabila Pelaksanaan PPDB diduga tidak objektif, transparan, dan akuntabel, Gubernur harus mengambil kebijakan untuk melakukan pembinaan salah satunya adalah mengevaluasi jabatan Kepala Dindikbud, Kepala KCD, serta Para Kepala UPT Satuan Pendidikan SMAN.

    Ade menerangkan, pelanggaran yang terjadi selama penyelenggaraan PPDB berlangsung adalah salah satunya, tidak dilakukannya proses verifikasi faktual terhadap sejumlah dokumen yang diduga telah dipalsukan untuk mendaftarkan diri melalui jalur prestasi non akademik.

    Padahal, tahapan verifikasi faktual merupakan suatu hal yang wajib untuk dilaksanakan guna memastikan sejumlah dokumen tersebut benar keabsahannya.

    “Dalam Juknis kan jelas, bahwa Prestasi Non Akademik harus dilakukan Verifikasi Faktual dengan memastikan keabsahan dalam bentuk legalisir, lah ini Kepsek dan Panitia PPDB lalai tidak melakukan verifikasi yang dimaksud,” tegasnya.

    Atas dugaan tersebut, selain mendesak Tabrani mundur dari jabatannya sebagai Kepala Dindikbud Banten, pihaknya juga akan melaporkan kasus tersebut kepada Polisi.
    Sebab menurut Ade, semua yang terjadi di lapangan telah memenuhi unsur pidana, terutama soal verifikasi faktual terhadap dokumen pendaftaran jalur prestasi non akademik tidak dilakukan sebagaimana mestinya.

    Tabrani diancam secara administratif akan dilaporkan berdasarkan Pasal 24 Ayat (4) Permendikbud No 1 Tahun 2021 Pemalsuan bukti atas prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Sedangkan secara pidana, Kepala Dindikbud Banten itu diancam akan dilaporkan berdasarkan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan Dokumen, serta Pasal 263 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, DIDUGA turut serta mengetahui tindak Pidana Pemalsuan Sertifikat tersebut.

    Diketahui, Janur Banten menemukan adanya pembiaran atas dugaan Pengaturan titik koordinat Zonasi dan dugaan pemalsuan sertifikat Prestasi Non Akademik.

    “Kita agak sedikit aneh aja karena yang kita tahu kalau ada siswa yang berprestasi di tingkat internasional, tentunya minimal diekspos di media sosial kok selama 2 tahun, hasil jejak digital tidak ada perlombaan tingkat internasional yang dimaksud, ” kata Ade.

    Kejanggalan tersebut semakin menjadi manakala tim verifikasi disinyalir membiarkan dan meloloskan adanya dugaan manipulasi tersebut.

    “Saya pengen tau lomba apa di negara mana, dan siapa yang menyerahkan penghargaannya, bila Tahfidz seharusnya dilakukan ujian melewati penguji terlebih dahulu, ” ungkap Ade Yunus.

    Panitia pelaksana PPDB, seharusnya bisa melakukan verifikasi atas sertifikat atas kejuaraan internasional yang dilampirkan oleh calon peserta didik yang hari ini dinyatakan diterima.

    “Contoh, yang termudah verifikasi melalui website atau instansi yang mengeluarkan sertifikat tersebut,” jelas Ade

    Sementara, menanggapi adanya desakan pencopotan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten, Tabrani, Plh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten Virgojanti saat ditemui di Gedung Pendopo Gubernur Banten memilih untuk tidak banyak memberikan komentar.

    Namun ketika disinggung soal pembentukan Tim Panitia Khusus (Pansus) untuk mengungkap dugaan praktik kecurangan dalam proses seleksi PPDB, Virgojanti mengatakan bahwa pihaknya mempersilakan jika hal tersebut mendesak.

    “Ya mangga nanti kita lihat dulu, ya namanya ge orang ikhtiar kan macam-macam. Tapi pengennya kan kalau sebenarnya kita mah pengennya yang lurus saja,” katanya.

    Sementara itu, Komisi X DPR mendorong Pemerintah mengefektifkan Satuan Tugas (Satgas) Pemantauan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang akan dibuat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyusul banyaknya masalah dan protes terkait sistem tersebut. Efektivitas Satgas diharapkan bisa mengurangi sengkarut PPDB, khususnya untuk sistem zonasi.

    “Masalah terbesar yang kita hadapi dalam dunia pendidikan adalah sistem zonasi. Di mana-mana orang berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah dengan berbagai cara yang kurang baik, seperti hanya numpang tinggal sementara dan juga persoalan data yang kurang signifikan,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf, dalam keterangan yang diterima RM.id (BANPOS grup), Rabu (25/7).

    Seperti diketahui, banyak kecurangan dalam pelaksanaan PPDB berbasis zonasi. Mulai dari temuan Kartu Keluarga (KK) palsu, sisipan nama pada KK sebagai anggota keluarga tambahan, hingga berbagai modus manipulasi yang dioperasikan semeyakinkan dan semasuk akal mungkin agar memenuhi syarat domisili sebagai prinsip dasar PPDB zonasi.

    Terkait manipulasi jalur zonasi, Kemendikbudristek banyak menemukan upaya memasukkan anak ke KK yang alamat rumahnya dekat dengan sekolah yang dituju. Bahkan Kemendikbudristek menemukan ada yang di dalam satu KK terdapat 10 hingga 20 anak.

    Dede menganggap, perlu ada pengawasan yang melibatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan pemantauan, karena berkaitan dengan data kependudukan.

    “Persoalan ini harus melibatkan kementerian lain. Terutama Kemendagri soal kewenangan pengawasan daerah. Karena diduga banyak kecurangan penerimaan murid baru dengan menggunakan perpindahan domisili,” jelas mantan Wakil Gubernur Jawa Barat ini.

    Satgas PPDB yang akan dibuat Kemendikbudristek merupakan salah satu rekomendasi Komisi X DPR menyusul karut-marut PPDB. Selain melibatkan kementerian/lembaga terkait, Satgas PPDB yang dibuat Kemendikbudristek juga harus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan (Disdik) dan Ombudsman wilayah setempat yang di daerahnya terdapat masalah. Ombudsman perlu dilibatkan karena banyak pejabat daerah yang turut memanfaatkan proses PPDB demi kepentingan pribadi, dengan melakukan sejumlah pelanggaran.

    dengan Ombudsman terutama di daerah-daerah untuk melakukan fungsi pemantauan dan pengecekan atas penyimpangan-penyimpangan. Termasuk memberikan sanksi kepada pejabat-pejabat berwenang yang mana justru banyak menjadikan PPDB ini semakin lebih bermasalah, seperti minta uang, titipan dan sebagainya,” papar Dede.

    Selain jalur zonasi, manipulasi juga banyak terjadi dalam sistem PPDB jalur prestasi. Sebab, kriteria jalur prestasi tidak jelas. Sering kali seleksi dengan cara ini dijadikan celah banyaknya titipan untuk dimasukkan ke sekolah yang dituju hingga tekanan kepada pihak sekolah. Oleh karena itu, rekomendasi lain dari Komisi X DPR kepada Kemendikbudristek adalah terkait perbaikan sistem PPDB jalur prestasi.

    “Dalam rekomendasi, Komisi X DPR juga mendesak Kemendikbudristek memperjelas mekanisme, definisi dan kriteria pada jalur prestasi. Karena kriteria yang tidak jelas banyak dijadikan kesempatan pihak-pihak tertentu untuk melakukan manipulasi,” ucap legislator dari Dapil Jawa Barat II itu.

    Dalam rekomendasinya, Komisi X DPR tegas meminta Kemendikbudristek mengevaluasi total sistem PPDB. Komisi X memberi tenggat waktu kepada Kemendikbudristek untuk melaporkan hasil evaluasi selambat-lambatnya pada akhir Oktober 2023.

    Apabila belum ada perbaikan, Komisi X DPR meminta Kemendikbudristek mengubah sistem PPDB zonasi. Mengingat persoalan mengenai PPDB zonasi selalu muncul di setiap tahun ajaran baru sejak sistem tersebut diberlakukan.

    “Kalau setiap tahun permasalahan ini selalu terjadi, perlu ada perbaikan. Dan kami beri waktu sampai Oktober ini, jika masih belum ketemu solusi, maka ubah sistemnya,” tegas Dede.

    Politisi Partai Demokrat ini memahami, sistem zonasi pada PPDB bertujuan baik demi pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya, sistem zonasi justru menimbulkan persoalan baru karena tidak dibarengi dengan pembangunan sekolah-sekolah negeri sesuai kebutuhan dan lokasi.

    “Yang ada justru siswa-siswa terlalu memilih ke satu dua sekolah saja, sementara yang sekolah lain jadi sepi peminat. Seharusnya ini dipetakan. Termasuk juga kebutuhan guru yang kalau kita tarik ke belakang lagi masih menjadi PR besar dunia pendidikan kita,” ungkapnya.

    Apalagi berdasarkan data Kemendikbudristek, permasalahan yang paling banyak dilaporkan dari Disdik yakni terkait jumlah daya tampung atau kuota siswa.

    Artinya, di sejumlah daerah memang ada ketimpangan antara jumlah sekolah dengan jumlah siswa yang mendaftar. “Belum lagi kalau kita berbicara soal dampak sistem agar sekolah mendahulukan siswa dengan batas usia tertentu,” lanjut Dede.

    Menurut Dede, hal tersebut sebenarnya bertujuan baik agar anak-anak tidak putus sekolah, terutama untuk siswa yang usianya sudah melewati batas maksimal pendaftaran. Hanya saja, peraturan ini justru membuat anak-anak menunda sekolah setahun sampai dua tahun demi masuk ke sekolah yang diinginkan.

    “Untuk menyiasati itu kan sebenarnya kita sudah ada PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Mengajar) dan disamakan nilainya dulu. Jadi jangan memaksakan juga siswa-siswa yang sudah tua, yang sudah 18 tahun, 17 tahun dimasukkan ke SMK yang usianya rata-ratanya baru 16 tahun,” urai Dede.

    “Dan pasti ada dampak psikologis sosialnya karena siswa yang lebih tua cenderung mendominasi siswa dengan usia di bawahnya,” sambung dia.

    Dede mengusulkan, penerimaan siswa baru dikembalikan seperti sistem pendaftaran sekolah terdahulu, yakni seleksi berdasarkan nilai hasil ujian akhir sekolah seperti saat masih ada NEM (Nilai EBTANAS Murni). Namun sistem seperti ini diseleraskan dengan kebutuhan di masing-masing daerah.

    “Maka kita akan minta segera membuat sistem baru yang lebih mengedepankan azas dan hak ke testing (ujian). Misalnya bisa kembali kepada sistem NEM, namun testing-nya itu hanya buat pendaftar-pendaftar yang non-zonasi,” sebut Dede.

    “Jadi sistem zonasi-nya masih tetap ada, ya zonasi bisa berkurang lah menjadi 20 persen, lalu ada sistem prestasi, itu non-akademik,” imbuhnya.

    Selain pengembalian sistem, Dede juga meminta Pemerintah mempertimbangkan mengambil alih tanggung jawab terhadap siswa-siswa yang tidak diterima di sekolah negeri. Seperti dengan memberi bantuan dana atau subsidi untuk siswa yang akhirnya terpaksa bersekolah di sekolah swasta, khususnya bagi anak dari keluarga kurang mampu.

    “Karena banyak sekali keluarga yang terjebak pada masalah biaya pendidikan setelah anaknya tidak diterima di sekolah negeri. Jadi boleh bersekolah di swasta tapi dibiayai oleh negara, itu opsi yang lebih kuat lagi, tetapi nanti ujung-ujungnya adalah kemampuan anggaran negara harus siap,” tutur Dede.

    Melihat kompleksnya persoalan penerimaan siswa baru, Komisi X DPR tengah mempertimbangkan membentuk Panitia Kerja (Panja) PPDB. Selain untuk mencari solusi terkait sistem penerimaan siswa baru, menurut Dede, Panja PPDB juga bisa bekerja menangani banyaknya temuan pelanggaran yang dilakukan oknum-oknum tertentu.

    “Sekarang, tugas Pemerintah merespons apabila temuan Ombudsman merujuk adanya pelanggaran administratif oleh guru dan pejabat-pejabat terkait. Kita pantau, kalau perlu sehabis reses bikin Panja PPDB,” ujarnya.

    Menanggapi hal tersebut, Ketua Pelajar Islam Indonesia (PII) Banten, Ihsanudin mengatakan, tak sepantasnya seorang Kepala Dinas menyatakan statement seperti itu. Menurutnya, pernyataan tersebut terkesan egois dan arogan.

    “Ini memang mengecewakan, Kepala Dinas Pendidikan itu kan yang bertanggung jawab langsung dalam permasalahan ini, kenapa malah seolah masa bodo dengan keluhan masyarakat,” kata Ihsan saat dihubungi BANPOS melalui panggilan telepon.

    Ihsan menjelaskan, sebagai Pelayan Masyarakat, Kepala Dinas Pendidikan seharusnya tidak puas hanya dengan ‘perasaan’ pribadi bahwa kinerjanya telah maksimal.

    “Sampai saat ini, belum ada bukti konkret beliau dalam menangani keluhan-keluhan yang selama ini disampaikan oleh berbagai pihak,” jelas Ihsan.

    Ia menerangkan, jika memang tidak lagi memperdulikan keluhan masyarakat. Maka, alangkah eloknya Kepala Dinas tersebut mengundurkan diri agar dapat digantikan oleh yang lebih siap mengabdi kepada masyarakat.

    “Mundur saja sekalian, kebanyakan seremonial dan beralasan. Ini menyangkut masa depan bangsa,” tandasnya.
    (MG-01/RMID/PBN)