Kategori: LIPUTAN KHUSUS

  • Regulasi Tanpa Aturan

    Regulasi Tanpa Aturan

     

    WALIKOTA Serang, Syafrudin, sudah lama menyampaikan bahwa ada dugaan kebocoran PAD dari sektor parkir. Sebetulnya bukan hanya Syafrudin saja yang menyampaikan hal itu, Anggota DPRD Kota Serang, Jumhadi, juga pernah menduga adanya kebocoran PAD parkir.

    Menyambut dugaan dari Syafrudin dan Jumhadi, Klub Jurnalis Investigasi (KJI) yang didalamnya terdiri dari sejumlah media lokal dan nasional, melakukan penelusuran terkait dengan dugaan kebocoran PAD, yang dilontarkan oleh keduanya pada tahun 2020 lalu.

    Tim KJI melakukan penelusuran terkait dengan dugaan kebocoran PAD parkir tersebut. Dari informasi yang berhasil dihimpun, PAD parkir Kota Serang diduga bocor akibat tidak adanya aturan yang mengikat, terkait dengan pelaksanaan penarikan retribusi parkir oleh petugas-petugas yang telah mendapatkan surat perintah tugas (SPT), selanjutnya disebut sebagai juru parkir atau jukir.

    Hal itu dapat dilihat dari banyaknya jukir yang ditebar oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Serang, ke berbagai titik di Kota Serang. Setidaknya, terdapat 500 jukir yang ditebar oleh Dishub Kota Serang, untuk melakukan penarikan retribusi pada 74 kantong parkir TJU.

    Dalam melaksanakan tugasnya, para jukir hanya berbekal rompi berwarna biru bertuliskan Dishub. Meski ditemukan pula jukir yang mendapatkan SPT dari Dishub Kota Serang, yang dalam bertugas menggunakan rompi berwarna hijau ataupun oranye. Jarang dari mereka yang membawa karcis parkir resmi dari Dishub Kota Serang, sebagai bukti penarikan retribusi parkir.

    Salah satu jukir resmi Dishub Kota Serang di Jalan Diponegoro, sebut saja Deri, mengatakan bahwa dirinya sebagai jukir, memiliki tugas untuk menarik retribusi parkir dari para pengendara yang memarkirkan kendaraannya. Namun untuk penyetoran, tidak langsung ke Kas Daerah, melainkan melalui Koordinator Parkir.

    Besarannya pun berbeda-beda, tergantung permintaan dari koordinator parkir. Mulai dari Rp35 ribu, sampai dengan Rp200 ribu. Koordinator parkir menurutnya, meminta setoran dari para jukir dengan melihat kondisi parkir di sana.
    “Kalau untuk masalah yang setor ke Dishub saya enggak tahu ya, itu kan yang megang koordinator langsung. Kalau saya sih sistemnya langsung saya kasih ke koordinatornya, dapat berapa nanti saya digaji (oleh koordinator) ibaratnya,” ujar dia.

    Ia mengatakan, dirinya memang jarang memegang karcis parkir yang disediakan oleh Dishub Kota Serang. Alasannya, karcis tersebut biasanya hanya digunakan oleh pengendara mobil angkutan barang, guna membuat laporan perjalanan tugas.

    “Karcis parkir ada yang megang, ada yang enggak. Karena masalahnya biasanya karcis parkir itu hanya diperuntukkan untuk mobil-mobil, mobil barang untuk laporan ke kantor-kantor,” ungkapnya.

    Di sisi lain, ia juga mengakui bahwa dirinya tidak diberitahu oleh Dishub terkait dengan aturan tarif parkir, baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Dia hanya mengetahui bahwa tarif untuk parkir sebesar Rp2 ribu.

    “Kalau tarif normal Rp2 ribu, cuma saya gak pernah matok, mau dikasih berapa aja enggak apa-apa. Di SK tu enggak tertera sih, (dari Dishub) enggak ditentuin (tarifnya),” ucap dia.

    Berdasarkan Perda Kota Serang nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, diketahui bahwa Pemkot Serang menetapkan besaran retribusi parkir untuk kendaraan roda dua sebesar Rp1 ribu, dan kendaraan roda empat sebesar Rp2 ribu.

    Selain ketidakpastian penarikan besaran retribusi parkir TJU oleh jukir, penentuan bagi hasil bagi para jukir dan koordinator parkir pun tidak pasti. Pasalnya, tidak ada aturan yang jelas mengenai pembagian hasil parkir. Ada yang menyebut pembagian untuk jukir hanya jika telah memenuhi target, ada yang menyebut jika pembagian sesuai dengan persentase pendapatan parkir.

    Kepala Dishub Kota Serang, Heri Hadi, mengatakan bahwa untuk pembagian hasil parkir, para jukir dan koordinator parkir akan mendapatkan bagian apabila target yang telah ditetapkan oleh pihaknya telah tercapai.

    “Juru parkir itu tidak digaji oleh kami, hanya dibekali target oleh kami, target perbulan. Jadi ada yang Rp1 juta, ada yang Rp2 juta, sesuai dengan potensinya lah. Target total kita berapa. Misalkan dalam satu hari itu ditarget seratus, nah selebihnya ya anggap sebagai jasa mereka, ambil itu,” ujar Heri.

    Namun hal berbeda disampaikan oleh Kepala UPTD Pengelolaan Prasarana Perhubungan Parkir pada Dishub Kota Serang, Umar Hamdan. Ia mengatakan bahwa pembagian hasil parkir TJU sebesar 60:40, dengan rincian 60 persen untuk jukir dan koordinator parkir, dan 40 persen untuk masuk ke Kas Daerah. Namun menurutnya, hal itu tidak ‘saklek’ ditetapkan melalui aturan, karena koordinator parkir bisa semaunya dalam menyetorkan hasil parkir.

    “Mungkin saja jukir dan koordinator di lapangan, bisa saja dia 70 (persen) mungkin. Karena kasihan masyarakat yang kerja, bangun pagi, gak dikasih apa-apa, untuk pemasukan PAD. (Untuk aturan bagi hasil hanya) sistem target yang ditetapkan dari Dishub. Karena pada dasarnya jukir tidak digaji,” katanya. (MUF/DZH/PBN)

     

    Tulisan ini merupakan hasil liputan kolaborasi yang dilakukan oleh sejumlah media lokal dan nasional yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi Banten (KJI Banten) diantaranya Kompas.com, Detik.com, BantenNews.co.id, IDN Times, Banten Pos, Banten Raya, Kabar Banten dan Tribun Banten. Kemudian Banten Pos melakukan pendalaman untuk mendapatkan informasi secara lengkap kepada pihak-pihak terkait.

  • Kinerja ‘Boncos’ Retribusi Parkir

    Kinerja ‘Boncos’ Retribusi Parkir

     

    PENDAPATAN Asli Daerah (PAD) dari sektor parkir Kota Serang, khususnya parkir di tepi jalan umum (TJU), sejak dulu hingga saat ini selalu buruk alias boncos. Pasalnya, PAD dari sektor parkir dari tahun ke tahun, tidak pernah bisa memenuhi target yang telah ditetapkan oleh Pemkot Serang.

    Berdasarkan data yang dimiliki, sejak tahun 2016 hingga tahun 2021, retribusi parkir TJU Kota Serang tidak pernah memenuhi target. Pada tahun 2016, Pemkot Serang menetapkan target parkir TJU sebesar Rp1.017.590.000 dengan realisasi sebesar Rp570.552.000. Pada tahun 2017, retribusi parkir TJU ditargetkan sebesar Rp1.331.271.800 dengan realisasi sebesar Rp532.350.000.

    Selanjutnya pada 2018, retribusi parkir TJU ditargetkan sebesar Rp1.331.271.800 dengan realisasi Rp410.445.000. Pemkot Serang menargetkan retribusi parkir pada 2019 sebesar Rp1.331.271.800 dengan realisasi Rp529.030.000.

    Di tahun yang sama dengan dilontarkannya dugaan kebocoran PAD parkir, yakni tahun 2020, Pemkot Serang menurunkan target retribusi parkir sebesar Rp500.000.000 dengan realisasi sebesar Rp559.998.000. Di tahun berikutnya, Pemkot Serang menargetkan retribusi parkir sebesar Rp1.294.650.000 dengan realisasi sebesar Rp897.957.000.

    Dari hasil data tersebut, rata-rata realisasi retribusi parkir TJU di Kota Serang hanya sebesar 50 persen saja dari target yang telah ditetapkan, atau rerata pada nilai Rp500 juta. Tahun 2021 menjadi realisasi PAD parkir Kota Serang yang tertinggi, mencapai 69.36 persen dari target yang ditetapkan, hampir mencapai angka Rp900 juta.

    Mengacu pada target retribusi parkir TJU tahun 2021 sebesar Rp1.294.650.000, maka dapat dibuat simulasi besaran realisasi retribusi parkir yang seharusnya didapatkan untuk memenuhi target, di setiap kantung parkir di Kota Serang.

    Dari target tersebut, dapat dibagi dengan jumlah titik parkir di Kota Serang sebanyak 74 titik, dan dibagi selama satu tahun. Maka, didapati rumus Rp1.294.650.000 : 74 titik : 365 hari yang hasilnya adalah Rp48 ribu. Dengan demikian, jika setiap titik mampu menghasilkan Rp48 ribu setiap hari dalam kurun waktu setahun, maka target tersebut dapat tercapai.

    Tim Klub Jurnalis Investigasi (KJI) berhasil mendapatkan bukti setor hasil parkir di Jalan Tb. Sueb, yang merupakan salah satu titik parkir di Pasar Rau. Bukti setor untuk bulan Juni tahun 2022 tersebut disetorkan oleh koordinator parkir di sana, melalui Kantor Kas Bank BJB RSUD dr. Drajat Prawiranegara.

    Pada bukti setor tersebut, didapati bahwa pendapatan retribusi parkir di Jalan Tb. Sueb selama bulan Juni 2022 sebesar Rp400 ribu. Jumlah tersebut merupakan penyetoran bersih untuk Kas Daerah dari koordinator parkir. Jika nilai setoran flat dilakukan oleh koordinator parkir, maka dalam satu tahun kantong parkir di Jalan Tb. Sueb hanya menghasilkan sebesar Rp4.8 juta.

    Jika dihitung menggunakan perkiraan berbasis tarif pada Perda Nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, setoran sebesar Rp400 ribu tersebut dapat diperkirakan berasal dari 400 kendaraan roda dua, atau 200 kendaraan roda dua dan 100 kendaraan roda empat, atau 200 kendaraan roda dua yang terparkir di sana, selama satu bulan. Dalam kalender, bulan Juni terdapat 30 hari.

    Jika digunakan perhitungan kendaraan roda dua saja, maka dalam satu hari, terdapat sebanyak 13,3 motor, atau jika dibulatkan maka didapati sebanyak 14 kendaraan roda dua yang terparkir di sana dalam sehari dengan pendapatan Rp14 ribu, berturut-turut selama 30 hari.

    Jumlah itu diragukan oleh Ketua HMI MPO Komisariat Unbaja, Rifqi Fatahilah. Rifqi mengatakan, pihaknya pernah melakukan perhitungan mengenai perkiraan kebocoran retribusi parkir di Kota Serang. Perhitungan tersebut menurutnya, disampaikan dalam aksi unjuk rasa HUT Kota Serang ke-15 pada Agustus lalu.

    “Kami pernah melakukan uji petik di beberapa kantong parkir di Kota Serang, yakni di Jalan Yumaga dan Jalan Cijawa. Hasilnya, rata-rata dalam satu jam itu terpantau para jukir bisa mendapatkan sebesar Rp30 ribu. Itu dengan perhitungan nilai sesuai Perda,” ujarnya.

    Ia mengatakan, pemantauan itu dilakukan di lokasi parkir yang tidak primadona. Menurut dia, seharusnya di wilayah yang primadona seperti Pasar Rau, dalam satu bulan tidak hanya sebesar Rp14 ribu dalam sehari.

    “Kita semua tahu lah di Pasar Rau itu aliran kendaraannya seperti apa. Sangat tidak mungkin dalam satu hari hanya ada 14 kendaraan roda dua yang memarkir di sana. Bagi kami ini sangat tidak masuk akal,” ungkapnya.

    Ia memprediksi, seharusnya terdapat minimal 100 kendaraan yang terparkir dan berlalu lalang di lokasi parkir tersebut. Pasalnya, Pasar Rau merupakan pasar induk yang didatangi bukan hanya warga Kota Serang saja, namun dari daerah lain juga.

    “Maka tidak heran kalau kita meragukan jumlah tersebut. Kami rasa 100 kendaraan saja sudah sangat minimal. Jika dikalikan dengan tarif motor, maka terdapat selisih sekitar Rp86 ribu dalam sehari. Kalau dikorting jadi setengahnya saja, masih ada selisih Rp36 ribu,” ucapnya.

    Dengan demikian, maka dapat dihitung kebocoran PAD Kota Serang dari sektor parkir, dengan simulasi sebesar Rp86 ribu setiap harinya di parkir Jalan Tb. Sueb, maka didapati kebocoran sebesar Rp31.390.000 dalam setahun.

    “Kami masih hitung minimal, Inspektorat mungkin dapat melakukan perhitungan yang lebih mendalam. Termasuk membongkar jika memang ada pemain di balik dugaan ini, untuk dapat diusut,” tandasnya. (MUF/DZH/PBN)

     

     

  • Butuh Komitmen Pemda dan Partisipasi Masyarakat

    Butuh Komitmen Pemda dan Partisipasi Masyarakat

    Masih tingginya AKI/AKB di Banten dianggap akibat dari masih kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran secara efektif dan efisien. Sementara, penanganan AKI/AKB selain membutuhkan peran pemerintah, juga membutuhkan peran serta dari masyarakat.

    Ketua Forum Peduli Kesehatan Ibu dan Anak (FOPKIA) Kabupaten Tangerang, Atif, menyampaikan, permasalahan AKI/AKB ini membutuhkan rencana yang sistematis dan terarah. Menurutnya, ada tiga hal penting yang harus diperbaiki dan diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi Banten.

    “Sistim kegawatdaruratan rujukan Faskes pertama harus memadai, karena hal tersebut menjadi hal yang penting,” ujar Atif.

    Selain itu kualitas dan kuantitas SDM tenaga kesehatan juga harus terus ditingkatkan, dan yang ketiga adalah peran masyarakat terhadap isu kesehatan ibu dan bayi baru lahir (KIBBL) ini.

    “Jadi harus dilihat juga, bagaimana kepedulian dan perhatian masyarakat terhadap isu KIBBL ini, tinggi atau rendah, karena partisipasi masyarakat menjadi hal yang sangat penting,” terangnya.

    Selain itu, komitmen dari pemerintah daerah juga perlu diperbaiki, karena permasalahan bertahannya Banten sebagai jawara AKI/AKB ini dikarenakan rendahnya komitmen Pemprov Banten, baik dari segi pembangunan sistim hingga penganggaran.

    “Salah satu hasil baik dari adanya sistim kegawatdaruratan yang bisa dicontoh adalah di Kabupaten Tangerang, walaupun masih berada di peringkat 3, namun ada capaian kinerja dengan turunnya peringkat Kabupaten Tangerang,” ujar Atif.

    Salah satu hal yang bisa diupayakan oleh Pemprov Banten adalah dengan memberikan bantuan yang lebih spesifik terkait KIBBL, salah satunya adalah dengan memberikan bantuan langsung ke Pemerintah Desa yang dirasa lebih dapat terasa dampaknya.

    “Desa saat ini sudah mulai melek, kalau di tingkat desa ada keterbatasan anggaran, dan isu spesifik terkait KIBBL belum ada. Peran Pemprov Banten harus dapat memaksimalkan banprov ke desa untuk mengurangi AKI/AKB tersebut, tandasnya.

    Sementara itu, Akademisi dari Universitas Cendekia Abditama (UCA) Tangerang, Aziz Faozi, menyampaikan, berdasarkan riset yang dilakukan oleh pihaknya, ada ketidaksesuaian antara alokasi anggaran dari APBD dengan penekanan AKI/AKB.

    “Alokasi anggaran belum terlihat berpengaruh terhadap penurunan AKI/AKB. Ini bisa jadi dikarenakan tidak tepatnya anggaran dan program terhadap akar masalah AKI/AKB,” terang Aziz.

    Iya menyampaikan, belum adanya rencana aksi tematik yang jelas juga menyebabkan permasalahan AKI/AKB terus muncul. Salah satu yang seharusnya masuk adalah terkait program pencegahan sejak dini dan juga meningkatkan peran serta masyarakat.

    “Program pemerintah harus meningkatkan kesadaran kolektif dari masyarakat. Hal ini harusnya diperkuat,” jelasnya.

    “Untuk permasalahan kesehatan ibu dan anak (KIA) juga seharusnya tidak hanya dibebankan kepada Dinas Kesehatan saja, tapi menjadi isu lintas sektoral. Seperti misalnya Dinas Pendidikan juga mengalokasikan anggaran program untuk pencegahan anemia bagi murid,” tambah Aziz.

    Ia menyampaikan, terdapat praktik baik kolaborasi yang dilakukan oleh FOPKIA Kabupaten Tangerang dengan menggandeng swasta dan membuka ruang partisipasi masyarakat, salah satunya adalah terkait Gerai KIA di Alfamart.

    “Gerai KIA ini menjadi ruang konsultasi dan telah direplikasi di beberapa desa, seperti di Desa Cisereh dan Desa Cileles, dimana kegiatan ini dilaksanakan setiap minggunya,” ujarnya.

    Menurutnya, permasalahan AKI/AKB ini bisa dicegah dengan memberikan pemahaman yang tepat kepada Wanita Usia Subur dan Pasangan Usia Subur, sehingga pencegahan kematian ibu dan bayi dapat dilakukan sejak dini.(PBN)

  • AKI/AKB Banten Masih Jadi PR

    Salah satu indikator yang menunjukkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

    Semakin tinggi AKI dan  AKB, maka semakin rendah kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya semakin rendah AKI dan AKB maka kesejahteraan masyarakat suatu negara meningkat.

    Masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Provinsi Banten untuk menurunkan angka AKI dan AKB yang tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Apalagi, Banten disebut-sebut salah satu daerah penyumbang terbanyak kasus tersebut.

    AKI dan AKB, merupakan indikator yang penting untuk mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat orang tua si bayi tinggal dan sangat erat kaitannya dengan status sosial orang tua si bayi. Kemajuan yang dicapai dalam bidang pencegahan dan pemberantasan berbagai penyakit penyebab kematian akan tercermin secara jelas dengan menurunnya tingkat AKB. Dengan demikian angka kematian bayi merupakan tolok ukur yang sensitif dari semua upaya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah khususnya di bidang kesehatan.

    AKB cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi dari pada AKBa. Meskipun target program terkait khusus dengan kematian balita, AKB relevan dipakai untuk memonitor pencapaian target program karena mewakili komponen penting pada kematian balita. AKB terutama terjadi pada umur 0-28 hari, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu pada saat hamil, bersalin dan perawatan bayi baru lahir.

    Kematian Ibu adalah kasus kematian perempuan yang diakibatkan oleh proses yang berhubungan dengan kehamilan (termasuk hamil ektopik), persalinan, abortus (termasuk abortus mola), dan masa dalam kurun waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan tanpa melihat usia gestasi, dan tidak termasuk di dalamnya sebab kematian akibat kecelakaan atau kejadian insidental.

    Diketahui sebelumnya, data selama lima tahun, sejak 2017 sampai 2021, Provinsi Banten  banyak memberikan sumbangan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) secara nasional. Bahkan Banten menempati posisi lima besar sebagai daerah dengan AKI/AKB tertinggi.

    Kepala Bappeda Banten, Mahdani, saat membacakan sambutan Pj Gubernur Banten Al Muktabar pada acara pertemuan Kelompok Kerja (Pokja) tingkat Provinsi Banten 2022 Project Momentum Private Healthcare Delivery (MPHD) Rabu (28/9) mengatakan, jumlah AKI mengalami peningkatan sangat tajam pada tahun 2021 yakni diangka 298.

    “Saat ini, Provinsi Banten masih menghadapi tantangan dalam upaya pelayanan kesehatan. Masalah kesehatan adalah masalah bersama, Banten selama lima tahun ini masuk lima besar secara nasional. Dan tahun 2021 AKI cukup tinggi yakni 298 kasus. Mungkin ada Covid-19 yang menyertakan kematian ibu dan bayi,” katanya.

    Sementara untuk tahun 2022 sampai dengan bulan September ini pemprov mencatat ada 137 kasus AKI. Paling banyak di Kabupaten Serang.

    “Ibu meninggal akibat melahirkan, dari 137 kasus itu menyebar di Kabupaten Pandeglang 17, Lebak 28, Kabupaten Tangerang 21. Kabupaten Serang 31, Kota Tangerang 2. Cilegon 3, Kota Serang 17, dan Tangerang Selatan ada 8 kasus,” katanya.

    Sementara data pada Dinkes Banten lanjut Mahdani, AKI pada tahun 2018 sebanyak 247 kasus, tahun 2019 sebanyak 212 kasus, dan tahun 2020 ada 242 kasus.

    “Adapun kematian bayi (AKB) pada saat melahirkan, pada tahun 2018 sebanyak 1.158 kasus, tahun 2019 ada 1.299 kasus, tahun 2020 ada 1.121 kasus,” ujarnya.

    Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Banten, Barhum mengaku, kurang maksimalnya pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten/kota dalam melakukan penekanan AKI dan AKB. Diperlukan kerja keras dan terarah secara terus menerus oleh pemerintah dalam menghadapi persoalan tersebut.

    “Untuk mengatasi persoalan tingginya AKI dan AKB, semua stakeholder harus bersatu mulai dari pemprov sampai dengan kabupaten/kota,” ujarnya.

    Ia menjelaskan, pemprov harus melakukan pengecekan ke lapangan, guna memastikan dan mengetahui seperti apa fakta di lapangan atas kasus itu. “Jadi pemprov ini tidak hanya menerima laporan dan data dari kabupaten/kota saja. Tapi mengecek langsung, ada berapa banyak kasus AKI dan AKB,” ujarnya.

    Dari data yang diperoleh tersebut kata Barhum, nanti akan diketahui di desa atau kelurahan mana saja terdapat AKI maupun AKB. “Dari situ, kita bisa membuat program untuk mengatasi itu. Apalagi saat ini layanan kesehatan sesuai UU, minimal 10 persen  anggarannya harus disiapkan dalam APBD setiap tahun. Jadi kita bisa buat program prioritas,” ujarnya.

    Dan yang terpenting lagi program penanganan AKI dan AKB tidak hanya dilakukan oleh pemprov, tetapi juga kabupaten/kota. “Harus sinergi, dan dilakukan secara masif. Karena bagaimanapun AKI dan AKB ini menunjukan indikator derajat kesehatan,” ujarnya.

    Sinergitas dan program berkelanjutan dalam penanganan AKI dan AKB diyakini Barhum, akan mampu mengentaskan permasalahan tersebut. “Saya yakin itu bisa diatasi,” katanya.

    Barhum yang merupakan politisi PDI Perjuangan ini juga meminta pemprov dan kabupaten/kota harus segera melengkapi sarana dan prasarana fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas. “Tingkatkan lagi peran Posyandu yang ada di kampung-kampung. Karena dengan Posyandu, penanganan pertama untuk ibu hamil dapat terpantau,” jelasnya.

    Dengan maksimalnya peran Posyandu dan mudahnya akses kesehatan didapat masyarakat, bukan saja berdampak pada penekanan AKI dan AKB. Tapi dapat menangani masalah stunting. “Jadi program AKI dan AKB ini tidak bisa dipisahkan dengan stunting. Saling ada keterkaitan,” katanya.

    Sementara itu, Direktur RSUD Banten, Dadang Hamzah Nugroho mengungkapkan, sesuai arahan langsung dari Al Muktabar, program penekanan AKI dan AKB telah dilakukan dengan melengkapi sarana dan prasarana untuk kesehatan masyarakat.

    “RSUD Banten saat ini susah sangat lengkap semua fasilitasnya untuk masyarakat yang membutuhkan. Mulai dari tenaga medis dan fasilitas. Dan kami telah berupaya memberikan pelayanan, termasuk ibu dan bayi. Program dari Pak Pj Gubernur Banten, tentunya akan kami maksimalkan lagi,” ujarnya.

    Apalagi lanjut Danang, saat ini RSUD Banten memiliki kapasitas rawat inap sebanyak 491 tempat tidur (TT), dengan begitu RSUD Banten bisa menampung banyak pasien yang ingin mendapatkan pelayanan prima dari Rumah Sakit milik tersebut.

    Tidak hanya warga Kota Serang saja yang bisa berobat. Namun, dari seluruh daerah lainnya yang ada di Provinsi Banten juga bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di RS rujukan milik Pemprov Banten.

    Lebih jauh Danang menjelaskan, saat ini RSUD Banten memiliki tiga gedung utama yang difungsikan sebagai sarana fasilitas kesehatan.

    Baik gedung lama atau gedung baru 8 lantai, semua diperuntukan bagi masyarakat yang ingin berobat ke RSUD Banten.

    Mengenai pelayanan kesehatan pada gedung lama sendiri, menurut Danang, tersebar pada 4 lantai-lantai pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

    Mulai dari IGD non Covid dan Covid, klinik rawat jalan yang terdiri dari anak; tanjung anak; kandungan; kulit kelamin; HIV; mata; bedah umum; bedah digestive; bedah saraf; bedah vaskuler; bedah mulut; konservasi Gigi; gigi; paru dan Tb-DOTS).

    “Di gedung lama, terdapat pula ruang NICU/PICU, Rawat Inap Non Covid, Ruang Bedah Sentral Non Covid, Farmasi, Bank Darah, Laboratorium untuk pengambilan sampel rawat jalan dan Klinik Rawat Jalan, Radiologi dan Hiperbarik. Di gedung lama ini juga nantinya Insyaallah akan direnovasi baik eksterior dan interiornya tahun ini. Dengan begitu, tampilannya akan seimbang dengan gedung baru 8 lantai setelah selesai dibangunkan kedepan nantinya,” terang Danang.

    RS Banten juga memiliki gedung Hijau atau gedung Cendrawasih yang berdiri 3 lantai di dalamnya, memiliki ruangan ICU, NICU/PICU, Hd Covid, Rawat Inap Covid dan ruang bedah sentral Covid pada gedung hijau ini.

    Sedangkan untuk gedung 8 lantai RSUD Banten yang baru saja selesai dan diresmikan baru-baru ini, sambung Danang, terdapat sejumlah peningkatan dan penambahan pelayanan kesehatan yang diperuntukan bagi masyarakat. Mulai dari Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Patologi Anatomi, Laboratorium Urinalisis dan Klinis serta ICU Non Covid dan isolasi yang berada di lantai satu.

    “Untuk lantai 2, terdapat fasilitas Farmasi, Rehabilitasi Medik, Klinik Rawat Jalan untuk penyakit dalam, saraf, jantung THT, jiwa, medical check up), serta Aula,” tuturnya.

    Sementara untuk lantai 3 hingga 8, terdapat beberapa fasilitas, diantaranya HD VVIP, HD VIP, HD Regulasi, HD Isolasi, Rawat Inap Kelas Tiga, Isolasi, Rawat Inap Kelas Dua, Rawat Inap Kelas Satu, Ruangan Isolasi, Rawat Inap VVIP, Rawat Inap VIP, Rawat Isolasi.

    “Selain 3 gedung utama tersebut, RSUD Banten juga memiliki layanan Hiperbarik yang terletak di sisi Barat Laut gedung 8 lantai,” katanya.(RUS/PBN)

  • Kebijakan Yang Mencurigakan

    Kebijakan Yang Mencurigakan

    Rencana pengadaan sepeda listrik untuk RT/ RW se Pandeglang pada tahun anggaran 2023 dicurigai oleh masyarakat sipil akan membawa misi terselubung dikarenakan adanya beberapa indikator yang dapat membuat pengadaan ini tidak berfaedah.

    Perkumpulan NALAR Pandeglang mencium setidaknya ada dua hal yang dikhawatirkan dalam pengadaan sepeda listrik ini.

    “Yang pertama adalah adanya kemungkinan mengincar fee dari pengadaan ini. Setelah kami berdiskusi sebelumnya pada tanggal 17 Agustus kemarin, didapatkan dugaan ada sekitar Rp9 miliar yang akan menjadi fee. Selain itu, yang kedua adalah ini terlihat untuk merapatkan barisan RT/ RW menjelang pemilu tahun 2024,” terang Ketua Perkumpulan NALAR Pandeglang, Rudi Yana Jaya kepada BANPOS, Kamis (18/8).

    Ia menyampaikan, berdasarkan hasil penelusurannya kepada beberapa RT/ RW yang ada di Pandeglang, khususnya di daerah selatan, pengadaan sepeda listrik ini ditolak oleh mereka.

    “Kita ketahui, saat ini infrastruktur di Pandeglang tidak baik. Jadi kebijakan pengadaan sepeda listrik ini sangatlah aneh. Kalau memang mau membantu RT/ RW, mereka menginginkan lebih pada adanya kenaikan insentif,” jelasnya.

    Untuk menguatkan kritikannya tersebut, pihaknya sudah melakukan lomba selfie di jalan rusak Pandeglang yang kedepannya akan berkolaborasi dengan Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB) dalam rangka menyindir kebijakan ini.

    “Baru dibuka dua hari, sudah sekitar dua puluh foto yang masuk. Nanti kami akan pajang besar di lokasi yang langsung terlihat oleh masyarakat luas untuk menunjukkan kondisi yang saat ini terjadi,” terangnya.

    Hal senada disampaikan oleh Deputi Direktur Pusat Studi dan Informasi Regional (PATTIRO) Banten, Amin Rohani. Ia menyampaikan bahwa sesungguhnya pengadaan sepeda listrik ini merupakan kebijakan yang tidak memiliki landasan analisis yang jelas dan tidak pro terhadap kebutuhan masyarakat Pandeglang saat ini.

    “Memang jika dilihat dari keseluruhan APBD Pandeglang, angka ini bisa jadi seperti kata bupati, tidak terlalu besar. Namun yang perlu diingat, PR Pandeglang terkait infrastruktur jalan masih banyak. Misalnya masih ada ibu hamil yang harus ditandu ke fasilitas kesehatan dikarenakan belum baiknya infrastruktur,” ujar Amin yang juga merupakan anggota KMSB tersebut.

    Ia menyampaikan, seharusnya tentang kenaikan insentif bisa didahulukan, karena hal tersebut dapat digunakan dengan menyesuaikan medan yang dihadapi oleh RT/ RW tersebut.

    “Memang besar kemungkinan mayoritas RT/ RW akan menolak, karena manfaat dari sepeda listrik ini tidak merata bagi seluruh daerah, hanya di daerah-daerah tertentu saja. Jadi sebaiknya memang kenaikan insentif yang akan lebih meluweskan para RT/ RW untuk menggunakan dananya yang disesuaikan dengan lokasi dan medan yang dihadapi,” paparnya.

    Sementara itu, Ketua KMSB, Uday Suhada menilai bahwa secara objektif sepeda listrik tersebut bukan menjadi kebutuhan dari para RT RW namun hanya kepentingan proyek yang bernilai miliaran rupiah.

    “Saya tidak habis pikir, apa Bupati Irna dan sebagian besar anggota DPRD Pandeglang yang katanya terhormat itu tidak membayangkan, bagaimana sepeda yang peruntukannya digunakan di jalan mulus, kemudian harus melintasi jalan berlumpur, tanjakan, rusak? Mikir yang logis lah, malu sama rakyat,” ujar pria yang juga merupakan Direktur Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) tersebut.

    Menurutnya, Pemkab Pandeglang terkesan tidak belajar dari kegagalan kebijakan pengadaan yang sama sebelumnya. Dimana pengadaan kendaraan operasional RT/ RW ternyata tidak mendongkrak kinerja dan malah terkesan menghamburkan APBD.

    “Ingat saat Bupati Dimyati belikan para RT sepeda tahun 2007 dulu? Bukannya mendongkrak kinerja mereka, yang terjadi hanyalah penghamburan uang rakyat. Ini mau diulang, kan konyol,” tegas Uday.

    Ia menyatakan, saat ini pemenuhan kebutuhan dasar di Pandeglang masih penting, soal sarana dan prasarana pendidikan serta pelayanan kesehatan.

    “Andai uang sebesar Rp 38 milyar itu dimanfaatkan untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan rakyat di seluruh Puskesmas dan RSUD Berkah dan RS Aulia, itu akan lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” tandasnya.

    Sementara itu sebelumnya, video seorang RT Kampung Ciakar, Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, yang sedang ditanya bakal dibelikan sepeda listrik oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang, viral di media sosial (Medsos) baik Facebook, WhatsApp (WA) dan lainnya.

    Di video yang diunggah salah satu akun facebook, dengan nama akun Haji Bojes, terlihat seorang RT tetap kekeuh menolak pembelian sepeda listrik tersebut.

    Dalam video itu ia mengaku, bernama Kurdi. Ia menilai, sepeda listrik yang bakal dibelikan itu tidak ada gunanya. Bahkan ia lebih menginginkan, dibelikan handphone saja.

    “Sepeda listrik teu aya gunaan lah, teu efektif. Lamun bisa aya penggantina atawa tuker jeung handphone. Jadi cocok keneh HP (sepeda listrik tidak ada gunanya dan tak efektif, kalau bisa diganti saja atau tuker dengan handphone. Jadi lebih cocok handphone),” kata Kurdi, dalam videonya yang beredar di Medsos.

    Saat ditanya lagi, lebih baik sepeda listrik atau penambahan insentif, ia tetap kekeuh menginginkan handphone. Dengan alasan, handphone lebih berguna dibanding sepeda listrik dengan kondisi jalan di wilayahnya masih rusak.

    “Mending HP dibanding sepeda listrik, karena jalan di Kampung rusak, moal aya gunaan (tidak ada gunanya),” tegasnya, menolak sepeda listrik.(PBN/BNN)

  • SEPEDA LISTRIK BIKIN BERISIK

    SEPEDA LISTRIK BIKIN BERISIK

    Lagi-lagi kebijakan pengadaan barang Pemerintah Kabupaten Pandeglang membuat berisik. Setelah sebelumnya beberapa anggota DPRD dan elemen masyarakat sipil memberikan kritikan terkait pengadaan sepeda listrik untuk para RT RW, ternyata ada balasan dengan dukungan yang ditunjukkan oleh puluhan RT RW dengan melakukan aksi mendukung pengadaan sepeda listrik di tingkat desa. Kebijakan unik sepeda listrik memang bikin berisik.

    Puluhan RT/RW yang ada di Kabupaten Pandeglang melakukan aksi ke gedung DPRD Kabupaten Pandeglang agar wakil rakyat tersebut menyetujui wacana pengadaan sepeda listrik.

    “Sepeda listrik penting bagi kami untuk menunjang kinerja kami di kampung, kalau tidak penting tidak mungkin kami datang kesini,” kata Koordinator aksi RT 01 Desa Paniis, Kecamatan Koroncong, Supardi saat melakukan aksi di halaman Gedung DPRD Pandeglang, Kamis (19/8).

    Oleh karena itu, pihaknya meminta agar anggota DPRD yang tidak setuju dengan adanya pengadaan sepeda listrik untuk RT/RW dapat memberikan penjelasan. Karena sepeda listrik yang diusulkan oleh Bupati Pandeglang tersebut merupakan sebagai wujud apresiasi, mengingat sepeda listrik tersebut sebagai penunjang kinerja RT/RW dalam melayani masyarakat.

    “Jika dewan menolak, alasannya apa? Kami kerja 24 jam melayani masyarakat, sudah sewajarnya jika kami diberikan sepeda listrik untuk menunjang kerja kami,” terangnya.

    Supardi mengaku bahwa dirinya merupakan salah satu RT yang tidak memiliki kendaraan, sehingga ketika akan ke rumah warga yang jaraknya 1 sampai 2 kilometer harus berjalan kaki.

    “Untuk kerja kami harus ada fasilitas, karena kami tidak semuanya memiliki motor. Sekarang ada pengadaan sepeda untuk mendukung kerja kami kenapa ditolak,” ungkapnya.

    Aksi RT/RW ke gedung wakil rakyat diterima oleh pimpinan DPRD dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Asep Rapiudin dan Fuhaira Amina dari Fraksi Partai Demokrat.

    Menanggapi hal tersebut, Asep menyampaikan bahwa pihaknya sangat memahami kedatangan RT/RW ke Gedung DPRD untuk menyampaikan aspirasi terkait pengadaan sepeda listrik.

    “Alhamdulillah Bupati Pandeglang memberikan penghargaan karena RT/RW sebagai ujung tombak dalam menyelesaikan setiap persoalan di masyarakat,” katanya.

    Namun dengan penghargaan yang diberikan tersebut, ia berharap kepada para RT/RW agar meningkatkan kinerjanya, karena tujuan dari pemberian sepeda listrik tersebut untuk menunjang kinerja paea RT/RW.

    “Kita dari DPRD juga menyetujui, karena memahami betul yang dihadapi di masyarakat terutama mobilitas. Alhamdulillah Bupati memberikan perhatian, karena itu peran bapak dan ibu dilapangan harus ditingkatkan,” ungkapnya.

    Sementara itu, pimpinan DPRD dari Fraksi Partai Demokrat, Fuhaira Amina mengatakan, pengadaan sepeda listrik ini harus melalui proses dalam pembahasan dari Badan Anggaran (Banggar) DPRD. Dalam pembahasan tersebut, tidak semua memiliki pandangan yang sama oleh sebab itu ada beberapa fraksi yang menolak.

    “Dalam laporan Banggar DPRD mereka pada prinsipnya menyetujui, karena ini penting dalam mendukung kinerja bapak dan ibu,” ungkapnya.

    Karena hal ini penting dalam mendukung kinerja RT/RW, lanjut Fuhaira, sehingga anggota DPRD sepakat dengan apa yang diinginkan oleh Bupati Pandeglang.

    “Tapi kami lebih sepakat untuk kenaikan insentifnya bukan dalam sepeda listrik, handphone, maupun pengeras suara,” ungkapnya.

    Diketahui, usulan pengadaan sepeda listrik yang diperuntukan RT RW Se-Kabupaten Pandeglang, mendapatkan penolakan dari empat Fraksi di DPRD Pandeglang.

    Empat fraksi itu yakni, Fraksi Golkar, Gerindra, PKB dan PPP. Sayangnya,  lima fraksi lainnya yaitu, Fraksi Demokrat, PKS, PDIP, Nasdem-Perindo dan Fraksi PAN-PBB, menyetujuinya.

    Akhirnya, dalam rapat paripurna tentang penyampaian laporan Badan Anggaran (Banggar) Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (RKUA) dan Rancangan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (RPPAS) Tahun Anggaran 2023, yang digelar di Gedung DPRD Pandeglang, Rabu (10/8), diketuk palu dan disetujui pengadaan sepeda listrik dengan menelan anggaran APBD Tahun Anggaran (TA) 2023 sebesar Rp38 Miliar.

    Alasan keempat fraksi yang menolak usulan Bupati Pandeglang, Irna Narulita itu, dikarenakan keempat fraksi itu ingin agar insentif RT RW-nya yang dinaikan bukan malah beli sepeda listrik.

    Selain itu, agar Pemkab Pandeglang lebih fokus terhadap pembangunan infrastruktur.

    Namun karena secara voting, keempat fraksi itu ditumbangkan. Kemungkinan besar, pengadaan sepeda listrik untuk RT dan RW bakal berjalan lancar hingga direalisasi.

    Anggota Fraksi Gerindra, Tubagus Udi Juhdi mengungkapkan, pengadaan  sepeda listrik itu disahkan melalui paripurna penyampaian laporan Banggar RKUA dan RPPAS Tahun Anggaran 2023, dan berlangsung alot.

    Pembahasan tersebut tambahnya, dimulai sejak pukul 09.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB. Sehingga, rapat paripurna  yang dijadwalkan pukul 16.00 WIB dilaksanakan pukul 19.00 WIB.

    “Berdasarkan kolektif kolegial, itu disetujui. Karena secara voting fraksi, yang menolak kalah,” kata Udi, Kamis (11/8).

    Udi yang juga menjabat Ketua DPRD Pandeglang ini, menyatakan, pihaknya lebih mendorong insentif ketimbang pengadaan sepeda listrik untuk RT dan RW.

    Pasalnya, masih ada yang lebih penting ketimbang sepeda listrik yakni program pembangunan infrastruktur jalan yang masih banyak.

    “Sisi anggaran, kita lebih mendorong program Jakamantul. Itu sangat bermanfaat sekali, karena terasakan oleh semua elemen masyarakat,” tegasnya.

    Senada, Ketua Fraksi PKB DPRD Pandeglang, Ade Muamar menyatakan, saat ini Kabupaten Pandeglang harus lebih mementingkan pembangunan infrastruktur jalan ketimbang sepeda listrik.

    Pasalnya, saat ini masih banyak di pelosok, minim pembangunan infrastruktur.

    “Lebih baik fokus infrastruktur dan insentif RT dan RW nya, ketimbang pengadaan sepeda listrik,” tegasnya.

    Sementara, Bupati Pandeglang, Irna Narulita menilai, penganggaran sepeda listrik yang bakal menelan anggaran Rp38 Miliar itu tak fantastis.

    “Rp38 Miliar kecil bagi saya, kalau bisa Rp100 Miliar. Kasih dong simpul-simpul kami, belum Linmas, bingung amat Rp38 miliar,” ungkap Irna.

    Ditegaskannya, anggaran sepeda listrik untuk RT RW tidak menghamburkan anggaran. Sebab menurutnya, pengadaan ini untuk kepentingan masyarakat.

    “Jadi tidak ada penghamburan uang, tidak kepentingan-kepentingan tertentu,” kilahnya.

    Irna mengatakan, sepeda listrik tersebut untuk kendaraan operasional RT RW dalam membantu roda pemerintahan desa. Menurutnya, kendaraan tersebut juga untuk kepentingan masyarakat banyak.

    “Untuk kepentingan operasional, bukan untuk kepentingan RT RW. Mereka cuma membantu kita dengan kendaraan operasional, yang memudahkan mempercepat melayani masyarakat,” imbuhnya.(dhe/pbn)

  • Angkat Tradisi Magailan, Ribuan Warga Pasanggrahan Pabuaran Tumpah ke Jalan

    Angkat Tradisi Magailan, Ribuan Warga Pasanggrahan Pabuaran Tumpah ke Jalan

    PABUARAN, BANPOS – Ribuan warga Desa Pasanggrahan, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang tumpah ruah ke jalan. Aksi warga dilakukan dalam rangka menyambut gebyar salah satu budaha khas Banten yakni tradisi magailan, Rabu (20/7/2022).

    Acara magailan yang digelar jalan poros desa pasir sawo ini diikuti oleh berbagai kalangan, para ulama, pemuda-pemudi, tua-muda, anak-anak maupun lainnya. Tak hanya itu, acara ini juga dihadiri oleh Anggota Komisi V DPR RI, Tb. Haerul Jaman dan unsur Muspika Kecamatan Pabuaran.

    Kepala Desa Pasanggrahan, Entat Karyata kepada wartawan menerangkan jika kegiatan tersebut merupakan salah satu ajang mempererat tali silaturahmi dan membangkitkan budaya dan tradisi lokal, yakni tradisi Magailan. Magailan sendiri menurut Kades ialah suatu kegiatan warga desa berkumpul bersama, masak bersama dan makan bersama.

    “Budaya atau tradisi magailan sendiri harus diakui sudah asing ditengah masyarakat. Padahal itu adalah tradisi asli lokal, maka untuk itu kita bangkitkan kembali kearifan lokal ini,” ungkap Entat.

    Dalam acara tersebut, Entat juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Tb. Haerul Jaman yang telah banyak membantu masyarakat melalui berbagai program aspirasi. Baik program bedah rumah, irigasi dan berbagai program lainnya.

    “Alhamdulillah berkat Pak Jaman sudah ada 114 unit rumah yang diperbaiki dan delapan titik pembangunan irigasi. Hal ini penting mengingat warga Pasanggrahan sebagian besar merupakan petani. Sehingga irigasi sangat dibutuhkan oleh masyarakat,” ungkapnya.

    Meski demikian, salah satu harapan masyarakat Pasanggarahan yang belum terwujud ialah keberadaan sekolah dasar yang saat ini baru 1 unit.

    “Kebetulan di kita baru ada 1 SD, mudah mudahan kedepan ditambah. Agar masyarakat Pasanggarahan dapat mengenyam pendidikan yang lebih baik,” katanya.

    Sementara itu, Anggota Komisi V DPR RI Tb Haerul Jaman mengapresiasi kegiatan tersebut. Dirinya mengaku bangga dengan kekompakan warga Pasanggarahan.

    “Hari ini saya menghadiri acara sikaturahmi dan halal bihalal. Alhamdulillah acaranya meriah, saya kira kegiatan ini penting untuk membangun dan memupuk kebersamaan masyarakat,” ungkap Jaman.

    Selain itu, disela sela kegiatan dirinya pun menyerap berbagai aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Yang nantinya akan didorong ke pemerintah melalui lembaga legislatif.

    “Tentu saya juga banyak menyerap aspirasi dan keinginan masyarakat. Apa apa saja yang dibutuhkan kemudian kami akan bawa dan dorong programnya melalui pemerintah pusat. Tentunya saya sebagai kepanjangan dari masyarakat harus memperjuangkan apa yang diinginkan dan dibutuhkan masyarakat,” pungkas Jaman.

    Selain makan bersama, acara ini juga diselenggarakan dorprize yang meramaikan acara. (Red)

  • Sekolah Dibeli, Prestasi Dilecehkan

    Sekolah Dibeli, Prestasi Dilecehkan

    DUGAAN Permasalahan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Provinsi Banten terus bermunculan. Setelah sebelumnya prestasi para calon siswa dilecehkan dengan tidak diterimanya para atlet berprestasi dalam jalur prestasi PPDB. Saat ini muncul ‘jurus’ lama yang diperbarui dengan cara ‘membeli’ gedung sekolah agar kuota dapat bertambah.

    Jurus ini dilakukan oleh SMK Negeri 5 Kota Serang. Sebagai satu-satunya SMK Negeri di Kecamatan Taktakan, SMK Negeri 5 Kota Serang dipastikan tidak dapat menampung para pelajar yang ingin bersekolah di sana. Namun, dengan cara klasik, namun berani, SMK Negeri 5 Kota Serang melakukan ‘gocekan’ terkait daya tampung siswa dengan membangun ruang kelas baru (RKB) secara swakelola, yang anggarannya berasal dari masyarakat. Sayangnya, upaya pembangunan RKB secara swakelola tahun ini gagal, karena adanya laporan yang masuk ke Inspektorat Provinsi Banten.

    Dari pengakuan Kepala Sekolah SMK Negeri 5 Kota Serang, Amin Jasuta, cara tersebut sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh pihaknya, beberapa tahun yang lalu. Menurutnya, pada saat itu yang menjadi Camat Taktakan merupakan Farach Richi, yang saat ini merupakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Serang.

    Pada saat itu, masyarakat tidak ada yang menolak. Satu kelas pun berhasil dibangun. Namun di tahun ini, cara tersebut tidak berhasil. Ia menuturkan bahwa hal tersebut lantaran terdapat masyarakat, yang ia sebut sebagai oknum, yang melaporkan pengumpulan dana swadaya masyarakat untuk membangun RKB itu ke Inspektorat Provinsi Banten.

    “Dua atau tiga tahun yang lalu, masyarakat adem-adem saja. Kalau sekarang kayaknya ya oknum itu ada aja. Dia (oknum) sudah terbacanya seperti mau agar dia yang minta ke masyarakat (uang swadayanya) tapi oleh saya tidak difasilitasi dan maunya gratis. Tapi kan kalau gratis nanti kelasnya tidak selesai,” ujarnya di kantor Kecamatan Taktakan, usai menggelar dialog publik dengan Forum Komunikasi Mahasiswa Taktakan dan Gerakan Masyarakat Taktakan, Kamis (14/7).

    Ia menegaskan bahwa uang yang dikumpulkan tersebut bukan merupakan uang yang diminta oleh pihak sekolah, apalagi untuk memperkaya diri. Sebab, uang tersebut dikumpulkan karena masyarakat memiliki inisiatif untuk membangun RKB, agar kuota siswa bisa bertambah.

    “Selama ini ada pungutan, ya betul, Rp7 juta. Karena pungutan itu jadi dilakukan, sebab oleh saya disampaikan begini (kepada masyarakat), sudah tidak ada tambahan ruang kelas kecuali masyarakat mau swadaya,” ucapnya.

    Amin mengaku bahwa ketika masyarakat mengaku siap untuk ikut berswadaya, dirinya pun melakukan komunikasi kepada pimpinannya. Sayangnya, ia hanya mendapatkan izin dari Kabid SMK, Arkani. Sementara Kantor Cabang Dinas (KCD), Kepala Dindikbud Provinsi Banten dan Pj Gubernur tidak memberikan izin.

    “Ternyata itu izinnya baru dari pak kabid. Kata pak kabid, silahkan membuka satu kelas, tapi pak KCD tidak mengizinkan, pak Kadis tidak mengizinkan dan Pak Pj tidak mengizinkan,” tuturnya.

    Padahal menurutnya, cara tersebut sudah pernah ia lakukan dan berjalan dengan aman. Bahkan, kelas itu saat ini menjadi penyumbang kuota bagi pelajar di Kecamatan Taktakan yang ingin bersekolah di SMK 5 Kota Serang.

    “Kan kita pengalaman dari tiga tahun yang lalu, masyarakat itu semua berkumpul semua di Kecamatan Taktakan, nanya solusinya bagaimana pak Amin. Jadi saya sampaikan kalau misal masyarakat mau membangun dengan biaya sendiri, kita ada tanah di belakang. Ternyata mereka mau dan hasilnya masih ada sampai saat ini,” terangnya.

    Ia pun mengaku heran dengan pihak yang melaporkan dirinya ke Inspektorat, dengan dalih bahwa dirinya menarik pungutan dari orang tua murid agar bisa bersekolah di SMK Negeri 5 Kota Serang. Padahal, pengumpulan uang swadaya tersebut merupakan inisiatif dari masyarakat sendiri. Sedangkan dirinya selaku Kepala Sekolah ingin ketika PPDB sudah selesai, tidak ada lagi persoalan lainnya.

    “Sebetulnya sekolah mah ingin mengikuti aturan, kalau sudah pengumuman ya sudah. Tapi masyarakat kan masih penasaran, makanya saya komunikasi kesana (Dindikbud), bolehlah nambah satu kelas. Tapi dananya kalau bisa dari mana dan kami sementara itu dari masyarakat,” jelasnya.

    Namun saat ini, dirinya telah membatalkan rencana pembangunan RKB dari dana swadaya masyarakat tersebut. Uang yang telah dikumpulkan pun akan dikembalikan kepada masyarakat. Sementara dirinya saat ini, akan diperiksa oleh Inspektorat berkaitan dengan laporan tersebut.

    “Saya sudah dipanggil inspektorat. Saya sudah berkomitmen untuk mengembalikan uang itu dan mudah-mudahan pak camat bisa membangun yang berdasarkan dari CSR, bukan dari orang tua. Karena saya tidak tahu, apakah masih akan di SMK 5 lagi. Saya ikhlas kalau digeser karena ini,” tegasnya.

    Ia mengaku, penambahan RKB merupakan sesuatu yang bisa saja terjadi meski tanpa dilakukan perencanaan. Hal itu jika sudah ada rekomendasi dari pihak Kecamatan untuk permohonan pembangunan RKB. Adapun dana bisa dari swadaya masyarakat maupun CSR.

    Sementara untuk data pokok Pendidikan (Dapodik), menurutnya masih bisa diselesaikan. Karena, penambahan Dapodik masih ada waktu hingga Minggu (17/7) nanti. Sehingga jika memang diizinkan ada penambahan kelas, peserta didik tambahan tersebut akan langsung dimasukkan ke dalam Dapodik.

    Amin pun merinci biaya yang harus dikeluarkan, untuk bisa membangun RKB. Amin membeberkan dua metode, yakni jika pembangunan RKB dilakukan dengan cara swakelola maupun dilakukan dengan cara kontraktuil.

    “Kalau swakelola itu harganya Rp200 juta satu RKB. Kalau kontrak itu Rp300 juta. Mungkin karena ada pajak, jasa konsultan. Tapi karena sudah tidak jadi, sekarang saya sampaikan bahwa pak camat yang bertanggung jawab membangunkan satu kelas baru. Mudah-mudahan bukan dari masyarakat uangnya,” kata dia.

    Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi, yang turut hadir pada dialog publik itu mengatakan bahwa cara yang dilakukan oleh SMK Negeri 5 Kota Serang merupakan solusi yang baik, ketika pemerintah belum bisa membangun RKB untuk menampung para pelajar yang banyak.

    “Sesungguhnya itu adalah bagian dari solusi untuk membangunnya. Karena kebetulan ada DPRD Provinsi, maka kami mendorong agar pada tahun 2023 itu untuk menganggarkan pembangunan RKB. Karena ini sudah tidak bisa menampung,” ujarnya.

    Ia mengaku bahwa meskipun swakelola pembangunan RKB merupakan solusi, akan tetapi lebih baik lagi jika pemerintah yang melakukan pembangunan tersebut. Sebab, masyarakat yang sempat dihantam Covid-19, tentunya akan kesulitan untuk melakukan swadaya anggaran pembangunan.

    “Tidak semua masyarakat itu ekonominya sama, pasti berbeda-beda. Karena ini juga menjadi tanggung jawab moral saya sebagai Ketua DPRD Kota Serang dan termasuk juga bagian daripada masukkan agar anak-anak kita lanjut sekolah. Pemerintah slogannya ‘jangan sampai anak putus sekolah’ tapi justru kesiapan pemerintahnya belum siap,” katanya.

    Budi menegaskan bahwa saat ini solusi pembangunan menggunakan swadaya dari masyarakat sudah dibatalkan. Untuk itu, dirinya telah mengusulkan untuk melakukan pembangunan RKB menggunakan dana kompensasi kerja sama impor sampah antara Tangerang Selatan dengan Kota Serang.

    “Masih ada waktu sampai Senin untuk daftar di dapodiknya. Kalau lewat hari Senin itu sudah tidak bisa. Nanti kita upayakan pembangunan dari CSR kerjasama Tangsel dengan Kota Serang,” ungkapnya.

    Untuk diketahui, Pemprov Banten telah membentuk tim investigasi khusus terkait dengan pelaksanaan PPDB 2022. Tim investigasi itu dibentuk lantaran adanya laporan terkait dugaan pungutan liar pada sejumlah sekolah, salah satunya SMK Negeri 5 Kota Serang.

    Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten, Tranggono, mengatakan bahwa pihaknya telah membentuk tim investigasi, guna melakukan investigasi terhadap aduan-aduan masyarakat mengenai pelaksanaan PPDB lalu.

    “Kami sudah membentuk di Inspektorat itu (tim investigasi) untuk menerima aduan-aduan dari masyarakat dan segera diinvestigasi. Nanti hasilnya langsung kasih ke saya,” ujarnya saat diwawancara di DPRD Provinsi Banten, Rabu (13/7).

    Menurutnya, salah satu aduan yang sempat dirinya dengar ialah terkait dengan masuk sekolah dengan cara membayar sejumlah uang. Hal itu jika benar terjadi, sangat disesalkan olehnya mengingat bersekolah di sekolah negeri, biayanya sudah ditanggung oleh pemerintah.

    “Kami tidak mau kalau mereka itu harus mengeluarkan uang untuk bersekolah. Padahal sekolah itu gratis kan, kenapa harus bayar,” tuturnya.

    Begitu pula dengan para pelajar atlet yang diduga mendapatkan diskriminasi dari sejumlah sekolah negeri di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Menurutnya, para atlet berprestasi seharusnya bisa berlanjut ke sekolah negeri tanpa susah.

    “Nanti akan kami lihat. Jadi atlet-atlet yang baik itu harus bisa berlanjut tanpa susah seperti itu. Nanti akan kami lihat lagi ya terkait dengan itu,” terangnya.

    Permasalahan atlet yang disebutkan oleh Tranggono adalah terkait, para pelajar yang memiliki sejumlah prestasi di beberapa bidang olahraga, yang mengalami diskriminasi dan perbedaan dengan cabang olahraga lainnya sehingga ditolak dari sekolah-sekolah negeri. Padahal mereka menyabet prestasi pada saat memperjuangkan daerahnya sendiri.

    Seperti yang dialami oleh Rakha Ramadan, pelajar asal Tangerang Selatan. Ia yang merupakan atlet panahan memiliki segudang prestasi kemenangan di tingkat lokal, nasional bahkan internasional. Akan tetapi, 23 prestasi yang ditorehkan ternyata tidak bisa membuat dirinya diterima oleh SMAN 1 Kota Tangerang Selatan.

    Orang tua Rakha Ramadhan, Erna Kurniawati, mengatakan bahwa dirinya sangat kecewa anaknya tidak diterima oleh SMAN 1 Kota Tangerang Selatan. Padahal, anaknya memiliki segudang prestasi dan menurutnya sangat layak diterima di SMAN 1.

    “Kami masih syok dan kecewa. Sebab di sekolah lain, beberapa atlet panahan, ada yang diterima meskipun prestasinya dibawah Rakha,” ujarnya saat dikonfirmasi oleh awak media, Sabtu (9/7).

    Menurut Erna, KONI Kota Tangerang Selatan telah memberikan rekomendasi bagi Rakha, untuk bisa masuk ke SMAN 1 Kota Tangerang Selatan. Sebab, Rakha disebut telah mengharumkan nama Kota Tangerang Selatan di kancah Nasional maupun Internasional.

    “Tragisnya, Rakha tetap tidak diterima untuk bersekolah di SMAN 1 Tangsel. Padahal KONI Tangerang Selatan telah memberikan rekomendasi bagi Rakha, karena telah mengharumkan nama Kota Tangsel di kancah Nasional dan Internasional,” tuturnya.

    Menurut Erna, pihak keluarga sudah pernah berkomunikasi dengan panitia PPDB SMAN 1 Kota Tangerang Selatan. Menurut pihak panitia, Rakha tidak diterima lantaran panahan bukan merupakan olahraga berjenjang.

    “Kenapa dalam verifikasi pemberkasan, Rakha diloloskan?” ucapnya.

    Hal serupa dialami oleh Iasha Vonka Rodham. Pelajar yang juga merupakan atlet Shorinji Kempo ini ditolak oleh SMAN 2 Kota Tangerang Selatan. Padahal, ia merupakan atlet peraih tujuh medali pada cabang olahraga tersebut. Dua medali merupakan medali emas, sedangkan lima lainnya medali perunggu. Tiga diantaranya didapat dari Popda ke-10 yang digelar di Kota Serang.

    “Hargai jerih payahnya sebagai anak bangsa yang dia lakukan secara positif, jangan biarkan atlet – atlet menjadi kecewa. (Ada tujuh medali), tapi kenapa yang bisa diperhitungkan oleh Panitia PPDB SMAN 2 Tangsel hanya 1? Tidak manusiawi dan tidak mendidik,” ujarnya.

    Ia juga mengaku kecewa dengan transparansi pelaksanaan PPDB jalur prestasi non akademik tersebut. Menurutnya, banyak hal buruk terjadi selama pelaksanaan PPDB jalur prestasi non akademik. Seperti proses pendaftaran yang dilakukan secara luring dan hanya bisa melampirkan satu sertifikat saja.

    “Kasihan anak-anak bangsa yang berkeringat, berdarah-darah cedera, sakit dan mengorbankan waktu bermain atau untuk sekolah dan keluarga mereka, namun tidak dihargai usahanya,” ungkap dia.

    Sebenarnya selain Rakha dan Rodham, ada pula atlet berprestasi lainnya yang juga terhempas dari seleksi prestasi jalur non akademik. Mereka adalah juara dua atlet voli indoor, Hani, yang ditolak oleh SMAN 15 Kota Tangerang. Lalu Mashita Salwa, peraih medali emas dan dua medali perak olahraga Shorinji Kempo yang ditolak oleh SMAN 3 Kota Tangerang. Selain itu, masih banyak pelajar atlet berprestasi lainnya, namun enggan untuk membuka suara.(DZH/PBN)

  • DPRD Akan Audit Dindikbud

    DPRD Akan Audit Dindikbud

    Persoalan dugaan siswa siluman SMA dan SMK Negeri di Banten yang terjadi pada tahun 2021 lalu membuat deretan pajang, persoalan PPDB Online.

    Adanya data yang mengejutkan sebanyak 4. 187 yang diduga siswa siluman di sekolah-sekolah favorit, membuat lembaga legislatif terkejut.

    Ketua Komisi V DPRD Banten, Yeremia Mendrofa ditemui usai bertemu Pj Gubernur Banten, Al Muktabar di Pendopo KP3B Curug, Kota Serang mengaku baru mengetahui adanya, daya tampung sekolah, lebih banyak dari data riil siswa.

    “Kita nanti akan audit Dindikbud. Karena kami juga belum mendapatkan informasi daya tampung sekolah setiap tahun ajaran baru secara detailnya dari Dindikbud,. Tujuan audit tentunya agar transparan,” ujarnya.

    Jika dugaan siswa siluman tersebut benar, Yeremia meminta pihak-pihak terkait untuk melaporkan dan menyampaikan bukti-bukti.

    “Kalau ada dugaan permainan uang, segera disampaikan. Ada rekaman atau bukti-bukti lainnya, itu tantangan kita,” katanya.

    Politisi PDI Perjuangan ini mengaku terbantu dengan adanya informasi yang disampaikan tentang dugaan siswa siluman di SMA dan SMK Negeri di Banten.

    “Informasinya bagus. Makanya apapun informasi yang, kalau  untuk perbaikan kedepan, tentunya akan kita tindak lanjuti. Termasuk nanti kedepannya kita akan memfokuskan sekolah digital atau metaverse,” ujarnya.

    Sekolah digital  tersebut nantinya akan menampung belasan ribu siswa SMA dan SMK Negeri di Banten. “Tadi juga dibahas bersama dengan Pak Pj Gubernur Banten  dengan sistem sekolah metaverse ada 12 ribu nantinya akan tertampung dari daya tampung sebelumnya. Kita juga nanti akan memikirkan sekolah swasta, agar tetap bisa beroperasi dengan adanya metaverse ini,” ujarnya.

    Aktivis KP3B yang juga Tokoh Masyarakat, TB Mochammad Sjarkawi merasa prihatin melihat fenomena dunia pendidikan di Banten dewasa ini.

    Menurutnya, sebutan sekolah favorit tidak layak disebutkan. Karena yang namanya SMA Negeri favorit tidak ada. Semua SMA baik negeri maupun swasta, sama semuanya.

    “Ini merupakan pembelajaran bagi kita dan diharapkan para orang tua lebih bijaksana dan arif memasukkan anak- anaknya ke SMA Negeri maupun swasta. Karena semuanya sama,” katanya.(RUS/PBN)

  • Penambahan Melalui Jalur Legal

    Penambahan Melalui Jalur Legal

    Pj Gubernur Banten ditemui di Pendopo KP3B, Curug Kota Serang mengaku akan mengecek data adanya dugaan siswa siluman pada PPDB Online tahun 2021 yang angkanya lebih dari 4 ribu orang. Kendati demikian pihaknya akan mempertanyakan langsung ke Dindikbud.

    “Nanti kita lihat ke dinas bersangkutan,” kata Al Muktabar.

    Menurut Al Muktabar, kemungkinan besar ribuan peserta didik yang diduga siluman adalah pengajuan tambahan yang dilakukan oleh Dindikbud ke Kementerian, lantaran tingginya partisipasi masyarakat.

    “Saya dengar itu, ada proses penambahan Rombel, dan itu legal mengajukan secara resmi kalau tidak salah yah. Pada saat itu, mengajukan secara resmi ke kementerian untuk penambahan Rombel. Dengan kemampuan yang ada di sekolah itu. Kalau itu, pengajuan Rombel formal,” katanya.

    Akan tetapi Al Muktabar belum meyakini sepenuhnya apakah penambahan tersebut atau ribuan dugaan siluman di SMA dan SMK tidak benar.

    “Kalau pasti banget sih saya belum bisa memastikan (dugaan ribu siswa siluman benar atau tidak benar), karena ini kehidupan nggak ada yang pasti banget,” kilahnya.

    Ketika disinggung apakah dugaan siswa siluman pada PPDB tahun 2022 ini  terjadi, Al Muktabar meyakini dan berharap semua dugaan kecurangan seperti itu, tidak ada.

    “Tidak ada kekisruhan. Bolehlah dikatakan berjalan baik. Kalau ada yang belum puas tentu pastinya ada, makanya ada mekanismenya yang penambahan  rombel,” katanya.

    Bahkan untuk memberikan pelayanan kepada semua masyarakat dalam memenuhi konstitusi,  Al Muktabar berencana akan menerapkan sekolah digital atau metaverse, sehingga masyarakat dapat bersekolah yang dituju.

    “Solusi dari cara yang belum bisa berikan fasilitas tatap muka, kita akan menambahkan sekolah tambahannya yang online, digitalisasi metaverse. Kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan itu,” ujarnya.

    Disinggung adanya sejumlah kabupaten/kota yang memiliki kuota daya tampung tidak terpenuhi alias minus, Al Muktabar mengaku belum bisa memastikan, apakah siswa.lulusan SMP atau MTs tersebut putus sekolah.

    “Kalau yang minus (sesuai daya tampung), bisa tidak melanjutkan atau memang ada banyak faktor. Kalau lah sekolahnya gratis  tentunya  ada ongkos, jajan di sekolah, seragam dan sebagainya. Mungkin mereka tidak mampu itu. Kalau kita buat online nantikan bisa teratasi semua. Akan sangat murah  karena dia bisa, kalaupun pakai sepatu  mungkin sepatunya bisa lebih tahan karena tidak dipakai setiap hari, termasuk seragamnya. Kalau kuota internetnya kita berikan  dan kalau handphone kalau tidak punya nanti kita lihat spesifik lagi . Tapi secara rata-rata masing masing sudah memiliki handphone  androidnya sudah ada,” terangnya.

    Kepala Dindikbud Banten, Tabrani dihubungi melalui telepon genggam berkali-kali tidak aktif.

    Diketahui, PPDB  Online Berbasis website sekolah di Banten . Untuk jalur zonasi PPDB SMA Negeri 2022 dimulai 15 Juni hingga 18 Juni dan pengumuman pada 20 Juni 2022. Untuk jalur afirmasi pendaftaran mulai 23-25 Juni 2022.

    Jalur perpindahan orang tua dilakukan pada 23-25 Juni 2022 dan terakhir jalur prestasi dimulai 30 Juni hingga 2 Juli 2022. Dan PPDB SMK Negeri dimulai 15 hingga 20 Juni. Penyelenggaraan uji kompetensi dilakukan pada 21 sampai dengan 29 Juni dan pengumuman pada 4 Juli.(RUS/PBN)