Kategori: NASIONAL

  • Soal Perppu, Pemerintah Maju Tak Gentar

    Soal Perppu, Pemerintah Maju Tak Gentar

    JAKARTA, BANPOS – Pemerintah maju tak gentar dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, meski banyak protes dari berbagai kalangan.

    Hal itu diungkapkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordi­nasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat acara Economic Challenges: Ambisi Investasi Saat Resesi di Jakarta, kemarin.

    Menurutnya, protes terhadap Perppu Cipta Kerja tetap diper­bolehkan di negara demokrasi seperti Indonesia.

    “Kami akan tetap maju dengan Perppu tersebut, demi menjaga kondisi ekonomi Indonesia di tengah gejolak ketidakpastian global,” tegas Bahlil.

    Menurut dia, Perppu ini juga menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan, membawa ekonomi Indonesia lebih baik yang men­jadi tujuan Pemerintah.

    Mantan Ketua Umum Himpu­nan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) itu mengatakan, terbitan Perppu yang menggantikan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang dinyatakan inkonsti­tusional, merupakan aksi berani Presiden Jokowi melakukan re­formasi regulasi.

    “Jujur saja, kita ini ahli buat Undang-Undang tapi paling tidak ahli dalam eksekusi Un­dang-Undang. Makanya, 79 Undang-Undang disimplifikasi yang namanya Undang-Undang Omnibus Law, Undang-Undang Cipta Kerja,” jelas Bahlil.

    Meski Undang-Undang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitu­sional oleh Mahkamah Konsti­tusi, Bahlil mengatakan, capaian peningkatan investasi di Indo­nesia beberapa waktu terakhir pun tidak terlepas dari dampak UU Cipta Kerja yang sempat terimplementasi.

    Diakui Bahlil, peningka­tan investasi dari Rp700 triliun menjadi Rp817 triliun, sekarang Insya Allah bisa mencapai Rp1.200 triliun, merupakan dampak dari UU Cipta Kerja.

    Seperti diketahui, Pemerintah menargetkan realisasi investasi tahun 2022 mencapai Rp1.200 triliun. Adapun pada 2023, target realisasi investasi naik lagi men­capai Rp1.400 triliun.

    Sebelumnya, pengamat ekonomi Universitas Indone­sia (UI) Fithra Faisal menyatakan, penerbitan Perppu Cipta Kerja merupakan lang­kah tepat untuk menjaga mo­mentum investasi yang tengah tumbuh positif.

    Pasalnya, Pemerintah perlu mempertahankan tren positif tersebut dengan dukungan kepastian hukum.

    “Salah satunya, payung hu­kum agar investasi ini bisa lebih sustainable di Indonesia adalah melalui Perppu,” kata Fithra.

    Dia menuturkan, dari perspek­tif ekonomi, penerbitan Perppu tepat dilakukan saat ini karena Indonesia tidak boleh menunda kesempatan yang ada.

    Dia khawatir, setelah UU Cipta Kerja dinyatakan inkon­stitusional, ada celah mengenai kepastian hukum bagi para investor. Terlebih, Mahkamah Konstitusi memerintahkan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut dikeluarkan pada 2021.

    “Ibaratnya, lebih baik terima itu sekarang ketimbang menun­da-nunda. Ketika kita menunda, maka ada opportunity cost. Bisa jadi ada investment diversion (pengalihan investasi) ke tempat lain. Ini harus dihindari,” jelas­nya.[NOV/PBN/RMID]

  • Ini Bahayanya Chikibul

    JAKARTA, BANPOS – Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama menyoroti kasus-kasus akibat konsumsi makanan kekinian yang populer dengan nama chiki ngebul atau chikbul. Ada juga yang menyebutnya ice smoke, yang dihubungkan dengan nitrogen cair.

    Keterangan resmi Kementerian Kesehatan bahkan menyebutkan, puluhan anak SD di beberapa daerah mengalami keracunan, usai menyantap ciki ngebul warna warni.

    Terkait hal tersebut, Prof. Tjandra yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI dan Guru Besar FKUI menggarisbawahi lima poin penting.

    “Pertama, ada laporan bahwa penggunaan nitrogen cair dalam produksi makanan memang sudah lama dilakukan. Bahkan, sejak tahun 1800-an. Tapi, tentu bukan dalam bentuk yang langsung dijual ke konsumen seperti sekarang ini,” papar Prof. Tjandra dalam keterangannya, Kamis (12/1).

    Kedua, mengenai faktor keamanan. Soal ini, Prof. Tjandra menyebut ada perbedaan penafsiran.

    Menurut ahli makanan, penggunaan nitrogen cair pada makanan, dapat jadi berbahaya bila tidak sesuai aturan. Dengan kata lain, jika digunakan dengan baik, sifatnya tidak berbahaya.

    Di sisi lain, Badan POM-nya Amerika Serikat (FDA) mengatakan, makanan yang dipersiapkan dengan nitrogen cair, tidak baik untuk kesehatan.

    Untuk itu, FDA sudah memberi lima rekomendasi untuk mengupayakan penggunaan nitrogen cair seaman mungkin. Termasuk jenis nitrogen cairnya, cara penggunaan, penyimpanan, kemungkinan kontak serta penjelasan ke konsumen secara jelas.

    Ketiga, kecelakaan paparan kontak langsung dengan nitrogen cair, dapat menyebabkan luka bakar akibat gas yang dingin. Karena itu disebut frostbite atau radang dingin.

    Selain itu, bila terhirup atau tertelan secara tidak sengaja (accidental inhalation or ingestion), dapat menyebabkan gangguan saluran dan sistem pernapasan bahkan sampai asfiksia. Juga perforasi atau luka berlubang pada saluran cerna. Semuanya terjadi karena paparan yang amat dingin dari nitrogen cair.

    “Kita tahu, suhunya dapat lebih rendah dari minus 100 derajat Celsius,” ucap Prof. Tjandra.

    Keempat, makanan yang diproses dengan nitrogen cair dan langsung dikonsumsi begitu selesai dibuat, jelas tidak aman.

    ‘Seharusnya, ada selang waktu dulu yang memungkinkan residu nitrogen cair itu menguap habis. Ini lebih aman dikonsumsi,” jelas mantan Dirjen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular/Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan.

    Dia menambahkan, beberapa jenis makanan beku tertentu, juga menggunakan nitrogen cair untuk memprosesnya. Namun, diproses sedemikian rupa, sehingga nitrogen cairnya menguap seluruhnya. Setelah itu, baru kemudian dijual ke konsumen.

    Kelima, perlu ada status yang jelas tentang situasi kesehatan masyarakat, akibat kejadian yang sekarang ini. Sesuai peraturan yang ada dan gradasi masalahnya.

    “Akan baik pula, jika Kementerian Kesehatan, Badan POM dan pihak terkait lainnya melakukan kajian mendalam. Bukan tidak mungkin juga, unit pemerintah yang menangani UMKM di lapangan,” tutur Prof. Tjandra mewanti-wanti.(PBN/RMID)

  • KPK Bantah Politisasi Penyelidikan Formula E

    KPK Bantah Politisasi Penyelidikan Formula E

    KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah adanya unsur politisasi dalam penyelidikan dugaan korupsi Formula E.

    Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan, komisinya menyadari saat ini merupakan gerbang menuju 2024, alias tahun politik. Maka wajar, jika kerja-kerja KPK pasti selalu dikaitkan dengan politik.

    “Tapi kami pastikan bahwa seluruh kerja-kerja KPK, program yang berkaitan dengan bidang penindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan urusan politik,” tegas Ali, di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (4/1).

    Jubir berlatarbelakang jaksa itu menyatakan, karena merupakan lembaga penegak hukum, KPK tak pandang bulu melihat latar belakang sosial dan politik.

    “Apalagi mentarget. Tidak. Tidak pernah itu dilakukan KPK,” tuturnya.

    Ali memastikan, setiap ada laporan masuk ke KPK, akan ditindaklanjuti.

    “Jadi sekali lagi kami berharap bahwa masyarakat, siapapun itu, jangan kemudian selalu mengaitkan apa yang dikerjakan KPK selalu dikaitkan dengan politik, karena kami lembaga penegak hukum,” tegas Ali lagi.

    Dia juga memastikan, penanganan Formula E sama dengan perkara lainnya.

    “Terbuka di internal untuk didiskusikan kemudian diskusi antara direktorat di penyelidikan penyidikan dan penuntut, serta pimpinan itu terus dilakukan,” tandasnya. (AZM/RMID) 

  • Kasus Eskpor CPO,  Bos Wilmar Nabati Divonis Ringan

    Kasus Eskpor CPO, Bos Wilmar Nabati Divonis Ringan

    JAKARTA, BANPOS – Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor divonis pidana penjara selama satu tahun enam bulan atau 1,5 tahun dalam perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Master Parulian Tumanggor dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan, ditambah pidana denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan,” kata Ketua Majelis Hakim Liliek Prisbawono Adi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

    Majelis hakim menilai Master Parulian terbukti bersalah berdasarkan dakwaan subsider dari jaksa penuntut umum (JPU), yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

    Dalam menyusun putusan tersebut, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

    Hal memberatkan itu di antaranya majelis hakim menilai perbuatan terdakwa tidak mendukung program Pemerintah terkait dengan pemberantasan korupsi. Sementara itu, pertimbangan meringankan adalah karena Master Parulian belum pernah dihukum, bersikap sopan dalam persidangan, dan telah berusia lanjut.

    Sebelumnya, Kamis (22/12), JPU Kejaksaan Agung menuntut Master Parulian dihukum 12 tahun penjara dan uang pengganti Rp10,98 triliun.

    “Menyatakan terdakwa Master Parulian Tumanggor telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Master Parulian Tumanggor dengan pidana penjara selama 12 tahun ditambah pidana denda sebanyak Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan,” kata JPU Kejaksaan Agung Zulkipli.

    Tuntutan tersebut didasarkan pada dakwaan primer dari Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

    Akan tetapi, majelis hakim menilai Master Parulian tidak terbukti bersalah atas dakwaan primer tersebut, sehingga ia hanya dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun enam bulan. Atas putusan tersebut, Master Parulian, tim kuasa hukum, dan JPU menyatakan akan berpikir selama tujuh hari terkait rencana pengajuan banding. (ANT/AZM)

     

  • Kemenkes Dan Muhammadiyah Teken Kerja Sama Transformasi Kesehatan

    Kemenkes Dan Muhammadiyah Teken Kerja Sama Transformasi Kesehatan

    JAKARTA, BANPOS – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Pengurus Pusat Muhammadiyah jalin kerja sama di bidang kesehatan. 

    Penandatanganan dilakukan oleh Menkes Budi G. Sadikin dan Ketua Umum Persyarikatan Muhammadiyah K. H. Haedar Nashir di gedung PP Muhammadiyah Jakarta, pada Selasa (3/1).

    Kerja sama kesehatan ini mencakup hal – hal yang mendukung dengan transformasi sistem kesehatan di Indonesia.

    Dalam sambutannya, Menkes Budi mengatakan ada 6 pilar transformasi, sebagian di antaranya terkait transformasi pelayanan primer (posyandu, puskesmas dan klinik).

    Muhammadiyah memiliki 300 unit organisasi Aisyiyah yang tersebar di Indonesia sehingga dapat membantu transformasi layanan primer dengan mendidik masyarakat untuk menjaga kesehatannya.

    “Saya lihat yang paling pas untuk mendidik masyarakat adalah ibu-ibu di tingkat rumah tangga,” ujar Menkes.

    Terkait transformasi layanan rujukan, Rumah Sakit Muhammadiyah memiliki 120 unit rumah sakit.” Ini bisa menjalin kerja sama dalam memberikan akses pelayanan kesehatan di seluruh daerah,” katanya .

    Selanjutnya, terkait transformasi Ketahanan Kesehatan, Muhammadiyah memiliki Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) untuk membantu menangani bencana di Indonesia.

    Muhammadiyah juga memiliki 173 perguruan tinggi dan 12 fakultas kedokteran. Saat ini, Muhammadiyah tengah mengintegrasikan rumah sakit dan universitas dalam satu atap. Hal ini memudahkan dalam transformasi SDM Kesehatan.

    “Muhammadiyah lengkap, ada rumah sakit, ada perguruan tinggi. Ini bisa dikerjasamakan supaya kita bisa mensejajarkan posisi Indonesia di masa depan di industri kesehatan,” ucap Menkes.

    Ketua Umum Persyarikatan Muhammadiyah K. H. Haedar Nashir mengatakan ada beberapa poin dalam kerja sama ini, yakni pertama kita meningkatkan kerja sama untuk mengembangkan rumah sakit – rumah sakit milik Muhammadiyah yang akan siap dengan proses transformasi.

    Kedua, Muhammadiyah ikut memperkuat basis kesehatan masyarakat di mana Muhammadiyah punya ekosistem yang mencukupi baik dari segi organisasinya maupun dari sumber daya manusia.

    “Kemudian ada juga kerja sama yang bersifat program yang nanti akan dikembangkan baik melalui Muhammadiyah atau Aisyiyah dan berbagai institusi yang ada di lembaga Muhammadiyah,” kata Haedar.

    Dikatakan Haedar, kerja sama ini harus terus ada tindak lanjutnya. PP Muhammadiyah siap dengan langkah transformasi.

    Melalui transformasi itu, Muhammadiyah akan mengintegrasikan lembaga pendidikan dengan lembaga kesehatan, bahkan juga dengan sosial yang menjadi satu rumpun besar dan akan diperkuat lagi dengan usaha ekonomi.

    “Transformasi yang kita bangun itu dasarnya satu adalah penguatan dan juga perubahan atau reformasi sistem. Alhamdulillah Muhammadiyah ini mungkin satu-satunya ormas keagamaan yang sejak awal membangun sistem kesehatan,” ungkap Haedar. (AZM/RMID)

  • REGSOSEK: MEMBANGUN SATU DATA SOSIAL EKONOMI DARI DAERAH

     

    Pelaksanaan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) merupakan suatu terobosan dalam perjalanan panjang Indonesia mewujudkan Satu Data Indonesia. Regsosek merupakan salah satu pilar utama dari Reformasi Sistem Perlindungan Sosial yang lebih komprehensif, inklusif, dan adaptif terhadap berbagai goncangan ekonomi, kesehatan, sosial, dan alam. Bapak Presiden RI Joko Widodo telah mengamanatkan dilaksanakannya Regsosek pada Pidato Kenegaraan Nota Keuangan dan RABPBN 2023 tanggal 16 Agustus 2022 yang lalu.

     

    Enumerator BPS sedang Melakukan Pendataan Regsosek (Sumber: Dokumentasi BPS)

     

    Terdapat dua pilar utama yang menjadi prasyarat dalam menyukeskan Reformasi Sistem Perlindungan Sosial. Pertama adalah ketersediaan data yang mutakhir, lengkap, akurat, dan mencakup seluruh penduduk. Regsosek merupakan strategi awal yang dibangun untuk menjalankan pilar tersebut. Dengan data yang memadai, program pemerintah menjadi lebih tepat sasaran dan berdaya ungkit maksimal. Kedua adalah integrasi berbagai program yang masih dilaksanakan secara terfragmentasi. Karakeristik data Regsosek yang digunakan bersama-sama oleh lintas kementerian, lembaga, dan daerah, tentunya dengan terbangunnya pola bagi pakai yang efektif dan aman , akan mendorong integrasi dan kolaborasi yang lebih baik dalam pelaksanaan berbagai intervensi pemerintah.

    Regsosek merupakan program pendataan kondisi sosial ekonomi penduduk mulai dari demografi, perumahan, pendataan penyandang disabilitas dan kondisinya, kepemilikan aset, hingga informasi geospasial. Regsosek akan dilakukan untuk seluruh penduduk Indonesia, tanpa kecuali, termasuk Presiden dan seluruh pejabat negara.  Melalui informasi penduduk yang komprehensif dan universal, Regsosek akan mampu menyajikan peringkat kesejahteraan setiap penduduk dan meningkatkan ketepatan sasaran program-program pemerintah, tidak saja program bantuan sosial namun juga program lainnya, seperti peningkatan daya saing UMKM yang rata-rata dimiliki penduduk kelas menuju menengah ke atas.

    Dari pandemi COVID-19, kita belajar bahwa perlindungan sosial harus adaptif terhadap kebencanaan, saling terintegrasi antar program, serta dapat disalurkan secara cepat dengan layanan yang mudah diakses. Regsosek mendukung upaya tersebut, terutama untuk cepat mengidentifikasi penduduk rentan yang terdampak dan memudahkan penyaluran bantuan yang tepat.

    Sejak digulirkannya otonomi daerah, peranan pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan daerah   menjadi penting dan strategis. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan dan kedudukan yang strategis dalam memberikan pelayanan publik yang optimal   guna   meningkatkan   kesejahteraan, kemakmuran, keamanan, keadilan  dan  ketenteraman    bagi  masyarakat.

    Untuk mendukung proses penyusunan perencanaan, pembangunan daerahmemerlukan  data-data akurat yang mendukung terciptanya intervensi yang tepat.  Data Regsosek hadir untuk menjadi solusi dalam memperbaiki kualitas perencanaan dan penganggaran di daerah serta menjadi basis penyusunan program dan kegiatan yang merefleksikan kebutuhan masyarakat.

    Pemerintah daerah dan desa/kelurahan memiliki wewenang dan kewajiban untuk menjaga kemutakhiran data Regsosek. Jajaran pemerintah daerah dan desa harus bergerak aktif menjadi garda terdepan  untuk terus melakukan pembaharuan data serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memperbaharui data mereka secara mandiri dan jujur. Kualitas Regsosek akan menjadi penentu keberhasilnya pembangunan di daerah.

    Untuk mendukung hal tersebut Presiden menugaskan Kementerian PPN/Bappenas untuk mengkoordinasikan perbaikan data dimulai dari desa. Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan tugas tersebut dimulai dengan pembenahan tata Kelola data di desa melalui Digitalisasi Monografi Desa/Kelurahan (DMD/K). Konsep DMD/K dengan lima visi utama sebagai berikut (i) Pengelolaan informasi yang terintegrasi – satu data Indonesia dari desa/kelurahan – desa/kelurahan menjadi clearing house dan sumber informasi utama, (ii) Pemutakhiran data, termasuk data sosial ekonomi penduduk secara reguler dengan kualitas standar oleh desa/kelurahan, (iii) Perencanaan desa/kelurahan yang berbasis data dan analisa digital, (iv) Layanan desa/kelurahan yang terdigitalisasi untuk mendukung pengawasan dan akuntabilitas, serta (v) Keberpihakan dalam pembangunan desa/kelurahan berbasis data kelompok rentan.

    Untuk mendukung visi tersebut, Kementerian PPN/Bappenas membangun Sistem Perencanaan, Penganggaran, Pemantauan, Evaluasi dan Analisis Kemiskinan Terpadu (SEPAKAT) Desa/Kelurahan yang bersifat open source. Desa dan kelurahan yang menjadi lokasi ujicoba DMD/K memperoleh akses SEPAKAT Desa/Kelurahan dan paket pelatihan. Pelatihan yang diberikan mencakup penguasaan sistem aplikasi serta pengembangan kapasitas pengelolaan/pemutakhiran data, analisa untuk perencanaan, layanan rujukan, dan advokasi. Saat ini, lokasi ujicoba telah mencapai 185 desa/kelurahan pada 21 kabupaten/kota, 11 provinsi sudah diujicobakan DMD/K sejak tahun 2020 sampai 2022. Pemerintah di daerah ujicoba telah memanfaatkan data Regsosek untuk mendorong perencanaan penganggaran berbasis bukti. Inovasi telah bermunculan dari hasil uji coba tersebut, antara lain penggunaan data Regsosek untuk penentuan titik pembangunan sumber air bersih di desa, pemberdayaan penyandang disabilitas, dan paling penting perluasan cakupan adminduk.

    Pelaksanaan ujicoba DMD/K ini memiliki lima visi utama pertama, pengelolaan informasi yang terintegrasi – satu data Indonesia dari desa/kelurahan – desa/kelurahan menjadi clearing house dan sumber informasi utama. Kedua, pemutakhiran data, termasuk data sosial ekonomi penduduk, yang reguler dengan kualitas standar oleh desa/kelurahan. Ketiga, perencanaan desa/kelurahan yang berbasis data dan analisa digital. Keempat, layanan desa/kelurahan yang terdigitalisasi untuk mendukung pengawasan dan akuntabilitas. Kelima, keberpihakan dalam pembangunan desa/kelurahan berbasis data kelompok rentan.

     

    Pemanfaatan Data Registrasi Sosial Ekonomi di Daerah Uji Coba

     

    Ke depan, data registrasi sosial ekonomi akan dikelola dan dimutakhirkan secara berkala oleh desa dan kelurahan melalui DMD/K. Platform SEPAKAT Desa/Kelurahan dirancang untuk mendukung desa/kelurahan dalam mengelola basis data ini, termasuk melaksanakan pemutakhiran secara berkala. Paket pelatihan juga mencakup kapasitas pemanfaatan data, termasuk analisa sederhana data registrasi sosial untuk memudahkan desa/kelurahan menyusun prioritas program dan anggaran sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.

  • Perubahan Paradigma dan Pemenuhan Hak Disabilitas: Formalitas atau Keharusan?

     

    Penyandang Disabilitas seringkali dipandang sebagai kelompok masyarakat dengan berbagai keterbatasan. Mereka dianggap tidak mampu mandiri karena memerlukan bantuan untuk dapat menjalani aktivitas hariannya. Faktanya, penyandang disabilitas juga memiliki banyak potensi dan kelebihan yang bukan hanya mendukung kemandirian tetapi juga menorehkan berbagai prestasi yang menginspirasi.

     

    Data Sebaran Penyandang Disabilitas di Indonesia (2021, diolah Bappenas)

     

    Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, penduduk disabilitas diperkirakan sejumlah 6,2 juta jiwa dengan kategori sedang dan berat. Sebagian besar penyandang disabilitas tersebut termasuk dalam kelompok usia produktif (15-64 tahun) dengan jumlah sekitar  2,8 juta jiwa.

    Menurut data Susenas tersebut, kondisi sosial ekonomi penyandang disabilitas masih sangat timpang dibandingkan bukan penyandang disabilitas. Dalam hal pendidikan misalnya, sekitar 48% penyandang disabilitas mengalami putus sekolah dan tidak memiliki ijazah pendidikan formal. Hal ini menyebabkan penyandang disabilitas jauh lebih banyak bekerja di sektor informal, atau bahkan tidak bekerja sama sekali. Sehingga tidak heran, kemiskinan bukanlah hal yang tidak lazim bagi mereka. Tingkat kemiskinan penyandang disabilitas diperkirakan masih sekitar 15% pada tahun 2021.

    Kondisi tersebut hanya sebagian tantangan yang mereka hadapi. Tantangan dalam penanganan isu-isu yang berkaitan dengan disabilitas banyak berkaitan dengan stigma dan persepsi masyarakat terhadap mereka. Seringkali penyandang disabilitas mengalami diskriminasi dan menghadapi stigma sosial yang menghambat kemandirian dan keterlibatan penyandang disabilitas dalam berbagai aktivitas. Penyandang disabilitas juga dianggap sebagai kelompok masyarakat yang tidak mampu berdaya dan hanya membutuhkan bantuan sosial.

    Sejauh ini, keterbatasan tersebut menjadikan tantangan tersendiri bagi para penyandang disabilitas untuk menjadi produktif dan berkontribusi aktif di lingkungannya. Terlebih pada masa Pandemi Covid-19, penyandang disabilitas termasuk kelompok masyarakat rentan yang sangat terdampak, baik dari aspek sosial, kesehatan, maupun ekonomi. Hasil studi  (2021) menunjukkan bahwa selama pandemi, penyandang disabilitas sangat rentan terhadap gangguan psikososial dan banyak yang mengalami kehilangan pekerjaan. Mereka sulit untuk mendapat pekerjaan kembali yang berakibat menurunnya pendapatan, bahkan sebagian tidak dapat memenuhi konsumsi sehari-hari yang memadai. Selain itu, dampak pandemi juga mengharuskan penyandang disabilitas mengurangi kunjungan terapi dan rehabilitasi baik karena faktor ekonomi maupun kesehatan.

     

    Perubahan Paradigma Terhadap Disabilitas

    Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mendorong perubahan paradigma terhadap penyandang disabilitas. Masyarakat harus mengubah pemikiran bahwa penanganan disabilitas hanya merupakan isu sosial dan mereka hanya diberikan bantuan (charity based). Pemenuhan kebutuhan penyandang disabilitas harus berdasarkan pemenuhan hak (human right based). Dalam hal ini, kebijakan dan program pemberdayaan disabilitas bukan hanya tanggung jawab Kementerian Sosial dan/atau Dinas Sosial di tingkat daerah, namun menjadi tanggung jawab bersama dari seluruh kementerian/lembaga dan perangkat daerah. Dengan demikian, pemberdayaan penyandang disabilitas mencakup seluruh sektor, termasuk pendidikan, kesehatan, serta layanan dan fasilitas publik.

    Indonesia telah meratifikasi convention on the rights of persons with disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas), mengesahkan Undang-undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, beserta dengan berbagai peraturan turunan sebagai pedoman dan acuan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam mewujudkan pelindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

    Data Terpilah sebagai Prasyarat Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas

    Meskipun dukungan regulasi dan kebijakan terkait penyandang disabilitas sudah cukup baik dan didukung dengan keberadaan Organisasi Penyandang Disabilitas yang sangat aktif, sebagian penyandang disabilitas masih memiliki keterbatasan dalam mengakses program yang dilaksanakan oleh pemerintah. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan kualitas data terpilah disabilitas yang dapat mengidentifikasi dimana mereka, kondisi mereka, dan kebutuhannya apa. Hal ini sangat mempengaruhi ketepatan penyusunan dan penentuan sasaran program dan kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

    Pendataan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dilaksanakan pada 15 Oktober – 14 November 2022 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi salah satu upaya pemerintah dalam memperbaiki kualitas dan ketersediaan data terpilah penyandang disabilitas di Indonesia. Melalui Regsosek, pemerintah akan memiliki basis data yang tidak hanya menyediakan informasi mengenai kondisi dan tingkat kedisabilitasan seseorang tetapi juga menyediakan data dan informasi mengenai profil kependudukan, tingkat pendidikan, kondisi sosial ekonomi, dan juga tingkat kesejahteraannya.

    Dengan adanya data terpilah lengkap dengan profil dan tingkat kesejahteraannya, pemerintah akan mampu mengidentifikasi tantangan dan kebutuhan penyandang disabilitas sehingga program dan layanan yang diberikan dapat dirancang secara tepat sasaran dan tepat manfaat. Lebih lanjut, ketersediaan data by name by address dan dilengkapi dengan kepemilikan dokumen kependudukan bagi seluruh penduduk akan meningkatkan kepastian penyandang disabilitas untuk mengakses program dan layanan pemerintah. Program dan layanan pemerintah yang dimaksud bukan hanya terbatas pada program perlindungan sosial, tetapi juga program-program yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, pelatihan keterampilan, pemberdayaan, dan lain sebagainya.

    Selain itu, berkaca pada pembelajaran pandemi COVID-19 dan berbagai kejadian bencana di Indonesia, data sosial ekonomi seluruh penduduk dengan pengelompokan kesejahteraan juga menjadi hal yang sangat diperlukan untuk memastikan pemerintah dapat memberikan respon yang tepat bagi penyandang disabilitas yang terdampak kejadian tidak terduga.

    Perubahan paradigma dan upaya pemenuhan hak penyandang disabilitas sebagai warga negara yang setara menjadi sebuah keharusan dan harus dilakukan melalui kolaborasi berbagai pihak -pemerintah, swasta, dan masyarakat. Namun, upaya-upaya yang dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan tidak akan berdampak secara optimal bagi penyandang disabilitas tanpa didasarkan pada data dan informasi yang akurat, mutakhir, dan dapat dipertanggungjawabkan. Regsosek hadir untuk memastikan pelaksanaan pelindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas melalui berbagai program dan kebijakan yang komprehensif dan tepat.

     

     

     

     

  • BAGI PAKAI DATA: KUNCI WUJUDKAN SATU DATA INDONESIA

     

    Hasil Pendataan Regsosek akan Meningkatkan Kualitas Program Pemerintah (sumber: Bappenas)

    Data merupakan kunci pembangunan yang sangat dibutuhkan pemerintah untuk penyusunan dan pengambilan kebijakan. Tanpa data, akan sulit untuk mewujudkan kebijakan dan keputusan tepat guna serta tepat sasaran. Implikasinya pada inefisiensi sumber daya pembangunan karena tidak menyasar target dan menyelesaikan masalah yang ada. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia merupakan upaya pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas tata kelola data. Aturan Satu Data Indonesia bertujuan untuk mengumpulkan data menjadi satu pintu sehingga akurasi dan kemutakhiran data dan terjaga, serta dapat dibagipakaikan ke setiap pemangku kepentingan. Oleh sebab itu, data-data yang saat ini tersebar di banyak instansi perlu diintegrasikan dan dikelola sesuai dengan standar yang ditetapkan.

     

    Permasalahan Data Saat Ini

    Cita-cita mencapai satu data masih mengalami banyak tantangan dan hambatan, diantaranya yaitu lokasi data yang tersebar, format data yang berbeda-beda, tumpang tindih data antar instansi, perbedaan konsep dan definisi variabel antar data, data yang masih dikelola secara manual, kapasitas sumberdaya pengelola yang bervariasi, kesulitan dalam menghubungkan data, hingga resiko faktor keamanan, dan terjaganya privasi.

    Tanpa adanya standarisasi dan integrasi data maka pembangunan yang dilakukan pemerintah dibuat berdasarkan konsep dan asumsi data yang berbeda. Implikasinya, harmonisasi kebijakan pembangunan antar sektor di pusat dan daerah akan sulit dicapai.

     

    Regsosek untuk Satu Data Kependudukan

    Bencana pandemi Covid 19 menjadi refleksi bahwa Indonesia belum memiliki data dan sistem yang terintegrasi. Penargetan program bantuan sosial untuk penduduk miskin dan rentan masih diwarnai dengan kesalahan inklusi dan eksklusi sehingga dampak penurunan kemiskinan tidak optimal.

    Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) muncul sebagai inovasi pemerintah untuk membangun satu data sosial ekonomi penduduk dengan cakupan 100% penduduk. Regsosek bertujuan menjadi rujukan untuk verifikasi dan validasi data program kementerian/Lembaga serta daerah. Regsosek mencakup variabelsosial ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, perlindungan sosial, pemberdayaan ekonomi, agraria dan tata ruang, akses informasi dan komunikasi, hingga identifikasi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas. Dengan informasi yang bersifat umum, setiap Kementerian/ Lembaga masih mengelola data sektoral pelaksanaan dan capaian kinerja program masing-masing.

     

    Bagi Pakai Data Regsosek dengan Prinsip Satu Data

    Bagi pakai data Regsosek dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip Satu Data Indonesia yaitu satu standar, satu meta data, bagipakai, dan referensi data. Satu standar yang sama meliputi konsep, definisi, cakupan, klasifikasi, ukuran, satuan, dan asumsi sesuai dengan ketentuan Satu Data Indonesia (SDI). Satu meta data Regsosek akan mempermudah proses pengelolaan dan pelacakan data karena memiliki informasi terstruktur yang menjelaskan isi dan sumber data yang terstandar. Interoperabilitas data Regsosek memudahkan proses pemutakhiran antarsistem. Kode referensi pada setiap variabel Regsosek telah menyesuaikan kode referensi pada data induk untuk memudahkan integrasi antar sistem pengelola data.

     

    Pemanfaatan Data Regsosek oleh Berbagai Kementerian/Lembaga (Sumber: Bappenas)

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    Pengembangan sistem bagi pakai Resgosek memerlukan komitmen seluruh pemangku kepentingan. Untuk itu, dibutuhkan kesamaan visi dan pemahaman pengelolaan satu data serta peningkatan kapasitas pengelola sistem dan data hingga di tingkat desa/kelurahan. Regsosek merupakan data yang dibangun dari pendekatan kebutuhan (demand driven) dan aspirasi dari bawah (bottom up), artinya desa/kelurahan yang mengumpulkan, memutakhirkan, dan terlibat dalam tata kelola serta pemanfaatannya. Oleh sebab itu, desa/kelurahan harus dipastikan memiliki kapasitas terstandar dalam tata kelola data Regsosek.

     

    Bagi Pakai Untuk Manfaat Program Yang Lebih Optimal

    Bagi pakai data akan menjadikan pengambilan kebijakan dan pelayanan publik yang lebih baik, mulai dari penetapan target-target pembangunan oleh pemerintah pusat dan daerah hingga kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses dan memutakhirkan datanya secara mandiri. Berbagai sektor akan terlayani mulai dari pengelolaan layanan pendidikan sampai pada manajemen pengendalian bencana alam maupun non-alam, penyaluran program perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat.

    Pengelolaan Regsosek dengan sistem bagi pakai data antara instansi pemerintah, non pemerintah, akademisi dan masyarakat umum akan menjadi kunci transparansi penetapan target-target pembangunan. Pada akhirnya Regsosek sebagai data sosial ekonomi kependudukan yang terstandar, mutakhir, terpadu, aman, inklusif, dan dapat dibagi pakaikan akan menjadi modal kuat untuk menyelenggarakan sistem perlindungan sosial yang menyeluruh bagi masyarakat Indonesia.

  •  Utang Indonesia Tembus Rp7.554,2 Triliun,Sri Mulyani Sebut ‘Wajar’

    JAKARTA, BANPOS – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa komposisi utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih aman. Posisi utang Indonesia berada di angka Rp7.554,25 triliun hingga 30 November 2022. Ini menunjukkan rasio utang terhadap PDB sebesar 38,65%.

    “Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal,” ujanya dalam publikasi final APBN KITA edisi Desember 2022, dikutip di Jakarta, Kamis (29/12).

    Adapun utang ini terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp6.697,83 triliun dan pinjaman sebesar Rp856,42 triliun. Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,66% dari seluruh komposisi utang akhir November 2022.

    Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (Rupiah), yaitu 70,36%.

    “Langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri. Dengan strategi utang yang memprioritaskan penerbitan dalam mata uang Rupiah, porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat makin terjaga,” ungkap Sri.

    Sementara itu, kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh perbankan dan diikuti Bank Indonesia (BI), sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57%, hingga akhir tahun 2021 tercatat 19,05%, dan per 15 Desember 2022 mencapai 14,64%.

    “Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah yang konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup. Meski demikian, dampak normalisasi kebijakan moneter terhadap pasar SBN tetap masih perlu diwaspadai,” tandas Sri. (RUL/OKZ)

  • 3 Isu Penting Pekerja

     

    JAKARTA, BANPOS – Ketua Umum Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) Rieke Diah Pitaloka menilai ada tiga isu penting terkait kesejahteraan pekerja Indonesia yang dikaji sepanjang tahun 2022 yang harus diperjuangkan.

    “Terdapat tiga rekomendasi untuk perbaikan nasib rakyat pekerja di seluruh Indonesia. KRPI akan kembali mengorganisasi kekuatan pekerja di Indonesia agar dapat bangkit, maju dan sejahtera,” kata Rieke dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (27/12).

    Rieke menjelaskan isu pertama terkait pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Menurut dia, sampai saat ini total pemanfaatan JKN mencapai 392,9 juta kunjungan atau sebesar Rp90,33 triliun.

    “Sementara program jaminan sosial ketenagakerjaan realisasi klaim nya mencapai Rp1,79 triliun,” ujarnya.

    Dia mengatakan bahwa masalah jaminan sosial sangat krusial bagi rakyat pekerja Indonesia. Karena itu Rieke mendorong agar pemerintah terus memberi perlindungan bagi Pekerja Mikro, Pekerja Migran Indonesia, Pekerja Bukan Penerima Upah, Pekerja Jasa konstruksi, pekerja Non-ASN, bahkan pekerja alih daya di pelabuhan.

    “Bahkan bagi mereka yang terkena PHK, maka iuran jaminan sosialnya wajib ditanggung negara selama 6 bulan. Ini amanat undang-undang,” ucapnya.

    Isu kedua menurut dia adalah terkait perbaikan status pekerja yang tergabung di dalam KRPI karena masih ada beberapa “pekerjaan rumah” besar yang harus diselesaikan.

    Dia mencontohkan sopir angkutan terus diperjuangkan untuk mendapatkan jaminan BPJS, para pekerja honorer di pemerintahan terus diperjuangkan agar prioritas pengangkatan dipastikan bagi pelayan publik yang telah mengabdi puluhan tahun.

    “Begitu pula dengan perbaikan nasib nelayan Indonesia, pekerja seni dan juga pekerja pelabuhan Tanah Air,” katanya.

    Isu ketiga menurut Rieke yaitu tentang satu data nasional yang akurat karena penting bagi Indonesia melalui program Data Desa Presisi (DDP). Dia meyakini dengan satu data tersebut, seluruh kebijakan negara harus mengacu kepada kondisi riil dan akurat.

    “Sandang, pangan, papan, kesejahteraan sosial, perlindungan hukum, dan semua bidang kesejahteraan rakyat dan pekerja nasional hanya akan terpenuhi dengan data yang akurat. Data yang diproduksi berdasarkan kondisi riil, bukan data hasil produksi oknum,” ujarnya.

    Rieke menyebut mereka yang mempermainkan data negara sebagai sindikat. Dia meminta seluruh jaringan KRPI nasional untuk bersama-sama memperjuangkan lahirnya aturan penting tentang penyelenggaraan Data Desa Presisi untuk menghapus sindikat.

    Menurut dia, di balik data fiktif, ada nasib ratusan juta rakyat dan pekerja Indonesia sehingga harus diperjuangkan lahirnya Peraturan Pemerintah mengenai sistem penyelenggaraan Data Desa Presisi.(PBN/ANT)