Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten berurusan dengan makelar dalam pengadaan lahan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 7 Tangerang Selatan. Termasuk dalam hal pembayaran, tidak langsung kepada pemilik lahan.
HAL itu diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat mengumumkan Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Ardius Prihantono sebagai tersangka korupsi pengadaan lahan SMNKN 7 Tangsel tahun anggaran 2017.
Dua tersangka lainnya yakni Agus Kartono dan Farid Nurdiansyah yang merupakan makelar tanah
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menuturkan Ardius ditunjuk sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk pembebasan lahan SMKN 7 Tangsel. Pada bulan Oktober 2017, Ardius mendapat informasi lahan yang dijual. “(Informasi dari) Farid Nurdiansyah dan Imam Supingi (Pengawas SMA Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Banten),” ujarnya.
Mendapat dari informasi ini, Ardius melakukan survei lapangan bersama Farid dan Imam. Mereka didampingi Agus Salim (Lurah Rengas, Ciputat Timur, Tangsel) Agus Salim dan Ok Kurniawan (konsultan dari PT Gemilang Berkah Konsultan).
Lahan yang dibeli seluas 7.000 meter persegi milik Sofia M. Sujudi Rassat dan Franky. Hasil survei lapangan tidak dibuatkan Berita Acara.
Selanjutnya pada November 2017, terbit Surat Keputusan Gubernur Banten tentang pembentukan Tim Koordinasi Pengadaan Tanah Unit Sekolah Baru SMAN dan SMKN Provinsi Banten Tahun Anggaran 2017. Ardius ditunjuk menjadi Sekretaris Tim Koordinasi Pengadaan Tanah.
Pada Desember 2017, Ardius menerima laporan tim penilaian mengenai harga tanah milik Sofia M. Sujudi Rassat. Ditetapkan harganya Rp 2,9 juta per meter persegi.
Penilaian mengabaikan kondisi akses utama menuju lahan yang tertutup tembok warga. “Atas hasil penilaian tersebut, Ardius Prihantono tidak melakukan pemaparan di hadapan Tim Koordinasi,” kata Alex. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten berurusan dengan makelar dalam pengadaan lahan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 7 Tangerang Selatan. Termasuk dalam hal pembayaran, tidak langsung kepada pemilik lahan.
HAL itu diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat mengumumkan Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Ardius Prihantono sebagai tersangka korupsi pengadaan lahan SMNKN 7 Tangsel tahun anggaran 2017.
Dua tersangka lainnya yakni Agus Kartono dan Farid Nurdiansyah yang merupakan makelar tanah.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menuturkan Ardius ditunjuk sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk pembebasan lahan SMKN 7 Tangsel. Pada bulan Oktober 2017, Ardius mendapat informasi lahan yang dijual. “(Informasi dari) Farid Nurdiansyah dan Imam Supingi (Pengawas SMA Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Banten),” ujarnya.
Mendapat dari informasi ini, Ardius melakukan survei lapangan bersama Farid dan Imam. Mereka didampingi Agus Salim (Lurah Rengas, Ciputat Timur, Tangsel) Agus Salim dan Ok Kurniawan (konsultan dari PT Gemilang Berkah Konsultan).
Lahan yang dibeli seluas 7.000 meter persegi milik Sofia M. Sujudi Rassat dan Franky. Hasil survei lapangan tidak dibuatkan Berita Acara
Selanjutnya pada November 2017, terbit Surat Keputusan Gubernur Banten tentang pembentukan Tim Koordinasi Pengadaan Tanah Unit Sekolah Baru SMAN dan SMKN Provinsi Banten Tahun Anggaran 2017. Ardius ditunjuk menjadi Sekretaris Tim Koordinasi Pengadaan Tanah.
Pada Desember 2017, Ardius menerima laporan tim penilaian mengenai harga tanah milik Sofia M. Sujudi Rassat. Ditetapkan harganya Rp 2,9 juta per meter persegi.
Penilaian mengabaikan kondisi akses utama menuju lahan yang tertutup tembok warga. “Atas hasil penilaian tersebut, Ardius Prihantono tidak melakukan pemaparan di hadapan Tim Koordinasi,” kata Alex.Dalam musyawarah ganti rugi lahan, Agus Kartono hadir. Dia mengaku mewakili Sofia M. Sujudi Rassat. Padahal, tidak ada surat kuasanya.
Meski begitu, kehadiran Agus Kartono diterima peserta musyawarah yang terdiri dari Ardius Prihantono dan Agus Salim. Mereka memudian menyepakati harga tanah Sofia Rp 2,9 juta per meter persegi.
“Luas lahan 5.969 meter persegi, sehingga total besaran nilai ganti kerugian dalam bentuk uang adalah sebesar Rp 17,8 miliar,” ujar Alex.
Ardius langsung menandatangani Berita Acara Pembayaran ganti rugi lahan untuk pembangunan SMKN 7 Tangerang. Juga dibuatkan kuitansi pembayarannya kepada Agus Kartono. Padahal seharusnya, pemberian uang ganti kerugian dilakukan bersamaan dengan pelepasan hak oleh pemilik lahan.
“Ardius Prihantono selaku PPK juga membayar ganti kerugian atas pengadaan tanah untuk pembangunan SMKN 7 Kota Tangerang Selatan Tahun Anggaran 2017 kepada Agus Kartono yang bukan merupakan pemilik tanah yang sah sebesar Rp 17,8 miliar,” kata Alex.
Sebelumnya, Agus Kartono pernah berurusan dengan Sofia saat hendak membeli tanah di Jalan Cempaka 3, Kelurahan Rengas seharga Rp 3,2 miliar.
Meski uang sudah disetorkan kepada Sofia, pembelian lahan batal dilakukan. Begitu mendapat pembayaran dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, Agus hanya memberikan uang kepada Sofia Rp 4,1 miliar untuk pembelian tanah seluas 5.969 meter persegi. Sehingga Sofia total menerima Rp 7,3 miliar.
Berdasarkan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Banten, pengadaan lahan ini merugikan Rp 10,5 miliar.
Uang tersebut dinikmati Agus Kartono Rp 9 miliar dan Farid Nurdiansyah Rp 1,5 miliar. KPK menganggap perbuatan Ardius, Agus dan Farid merupakan tindak pidana korupsi.
Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kemarin, KPK melakukan penahanan terhadap tersangka Agus dan Farid. Agus ditempatkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK Cabang Polisi Militer Kodam Jayakarta (Pomdam Jaya) Guntur. Farid di Rutan Gedung Merah Putih KPK.
Sedangkan terhadap Ardius, KPK tidak melakukan penahanan. Ardius lebih dulu ditahan Kejaksaan Tinggi Banten. “Saya enggak tahu perkara apa yang ditangani kejaksaan,” dalih Alex.
Atas perkara ini, KPK mengapresiasi BPKP Perwakilan Provinsi Banten atas hasil auditnya. Menurut Alex, hal ini sebagai bentuk sinergi dan kerja bersama dalam upaya pemberantasan korupsi.
KPK menyayangkan proses awal pembangunan sekolah sebagai fasilitas pendidikan, disalahgunakan pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.
“Sekolah sebagai tempat pembelajaran dan penanaman nilai-nilai luhur bagi para pelajar, seharusnya mencontohkan nilai-nilai integritas dalam pengelolaannya,” tutup Alex. [BYUrm.id]