Setelah trio MPP (Moeldoko, Pratikno dan Pramono), kemarin gantian Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian yang dikuliti DPR. Para wakil rakyat mencecar Tito soal kepala desa atau kades yang teriak presiden 3 periode. Kritikan yang cukup keras kepada Tito dilayangkan bergantian, baik oleh lawan maupun kawan dalam koalisi pemerintah.
Tito hadir ke DPR memenuhi undangan rapat kerja dengan Komisi II DPR. Agenda rapatnya terkait Evaluasi Pelaksanaan Program dan Anggaran Tahun 2021. Dalam rapat itu, juga diundang Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Rapat yang awalnya berjalan adem, menjadi panas ketika masuk pada sesi pertanyaan dari anggota Komisi II DPR. Mayoritas para wakil rakyat yang bertanya, justru menyinggung soal kegiatan Silatnas Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3). Yang dipermasalahkan, teriakan-teriakan para kades mendukung jabatan presiden 3 periode.
Serangan pertama kepada Tito disampaikan politisi PDIP, Junimart Girsang. Politisi dari parpol pendukung pemerintah itu, mempertanyakan manuver politik yang dilakukan aparat desa dalam acara tersebut. Padahal, para aparat desa itu dilarang ikut politik praktis, apalagi mendukung Jokowi tiga periode, karena bertentangan dengan konstitusi.
“Undang-undang Pemerintahan Desa sudah jelas mengatakan bahwa para kepala desa tidak boleh bermain politik praktis,” kritik Junimart.
Eks anggota Komisi III DPR itu lantas mempertanyakan kewenangan Kemendagri sebagai lembaga yang berwenang mengawasi Ormas. Dia mengkritik Tito karena dinilai abai dalam mengawasi Ormas sehingga bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
“Bablas itu artinya, mereka sudah tidak tunduk kepada aturan dan peaturan perundang-undangan Nomor 17 tahun 2013. Padahal itu menjadi kewajiban dari Kemendagri,” sindirnya.
Dari Fraksi PAN, kritik disampaikan Guspardi Gaus. Dia menyoroti adanya dualisme Apdesi, 1 tercatat di Kemendagri dan yang lainnya tercatat di Kemenkumham. Menurutnya, hal ini tidak terjadi bila Kemendagri mengambil sikap yang tegas.
“Oleh karena itu, supaya tidak bias, kami meminta klarifikasi yang bapak sampaikan, sehingga jangan menimbulkan juga isu-isu,” ucap Guspardi Gaus.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari fraksi PKB, Luqman Hakim mempertanyakan kabar yang beredar bahwa surat keterangan terdaftar (SKT) Apdesi yang menggelar Silatnas baru keluar sehari sebelum acara dari Kemendagri. “Kemudan ada kegiatan politik praktis oleh kepala dan perangkat desa yang jelas-jelas dilarang oleh Undang-Undang,” kata Luqman.
Menurutnya, Kemendagri memiliki tupoksi dan kewenangan untuk melakukan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik, pemerintahan umum, otonomi daerah, pemerintahan desa, dan sebagainya. Dia pun meminta Tito bersikap tegas dengan menjatuhkan sanksi.
“Minimal pembinaan kepada kepala atau perangkat desa yang kemarin ikut silatnas di Istora yang menyatakan dukungan untuk Pak Jokowi 3 periode,” ujarnya.
Sementara itu, politisi PKS, Mardani Ali Sera menyindir soal kehadiran Menko Kemaritiman dan Investasti, Luhut Binsar Pandjaitan di acara tersebut. Secara tupoksi, kata dia, harusnya yang hadir itu Menko Polhukam.
“Ini lucu, apa kapasitasnya Pak Luhut. Kalau alasannya diajak presiden, berarti presidennya yang bermasalah,” sindir Mardani.
Apa jawaban Tito? Purnawirawan jenderal bintang 4 Polri itu menjawab semua kritik dan pertanyaan dari para wakil rakyat. Terkait acara Apdesi, Tito mengaku, saat dirinya hadir bersama Presiden Jokowi, tidak ada acara deklarasi dukung 3 periode. Aspirasi yang disampaikan Apdesi kepada Jokowi, kata Tito, berisi keluhan yang dirasakan selama menjabat.
“Pada saat mau keluar, di luar nih, saya dampingin beliau, Kepala Desanya juga rame di luar. Ada yang teriak-teriak ‘Pak, 3 periode pak ya, 3 periode’. Pak Jokowi hanya senyum saja, masuk mobil,” kata Tito. “Ini kan menurut saya spontan-spontan aja, wajar-wajar aja kalau orang spontan mau ngomong. Ini kita negara demokrasi,”
Tito mengaku, tak bisa melarang Apdesi meneriakkan tiga periode. “Kalau saya memberikan statement kepala desa tidak boleh deklarasi dan lain-lain. mereka menjawab, dasarnya itu apa. Saya malah melanggar hukum. Kecuali undang-undangnya tegas, jelas,” jawabnya.
Menurut Tito, status anggota Apdesi yang merupakan pengurus pemerintahan desa tidak disebutkan secara eksplisit sebagai ASN dalam Undang- Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sehingga, kepala desa tidak bisa dilarang terlibat politik praktis, karena bukan ASN.
Terkait SKT Apdesi, Tito tidak membantah bahwa surat itu baru keluar sehari sebelum acara di Istora Senayan. Namum, Tito menegaskan, SKT yang diberikan pada Apdesi yang dipimpin Surta Wijaya bukan baru diterbitkan, tapi perpanjangan.
“Nah, ini sudah lama ternyata, sudah hampir sebulan lebih. Perpanjangan, bukannya membuat yang baru, (ini) perpanjangan,” kata Tito. “Kenapa dikeluarkan? Karena mereka mau buat acara, tapi dihambat oleh Kemendagri,” tambahnya.
Tito mengungkapkan, SKT itu diterbitkan satu hari sebelum acara, karena Apdesi akan melakukan pertemuan atau audiensi dengan Jokowi. Audiensi itu ditujukan untuk menyampaikan sejumlah aspirasi, antara lain soal keuangan.
“Sehingga mereka minta presiden langsung yang jawab. Kira-kira begitu. Sehingga akhirnya perpanjangan SKT memang satu hari sebelumnya,” imbuh Tito.
Sebelum mencecar Tito, Komisi II DPR terlebih dahulu mencecar 3 pembantu utama Jokowi. Mereka adalah Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Sekretais Negara Pratikno dan Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Trio MPP ini juga dicecar soal acara Apdesi yang meneriakkan soal jabatan presiden 3 periode. [MEN/RM.id]