– Melambungnya harga kebutuhan pokok, minyak goreng yang langka dan mahal, lalu pandemi yang tak berujung, ditambah politik yang acak-acakan, dan penegakan hukum yang bopeng, telah mengikis kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Dalam survei yang digelar Saiful Muzani Research & Consulting (SMRC), kepuasan rakyat terhadap pemerintah turun 7,1 persen hanya dalam waktu 3 bulan. Meskipun turun, tapi tingkat kepuasan rakyat masih relatif tinggi.
Data survei SMRC terbaru itu dipaparkan dalam diskusi bertajuk “Kondisi Ekonomi-Politik dan Kinerja Pemerintah: Evaluasi Publik Nasional”, yang digelar, kemarin. Survei dilakukan pada 13-20 Maret 2022 dengan melibatkan 1.220 responden yang dipilih secara acak dengan metode multistage random sampling. Margin of error survei sebesar ± 3,12 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Direktur Riset SMRC, Deni Irvani mengatakan, tingkat kepuasan publik pada kinerja Jokowi ini mengalami penurunan dalam tiga bulan terakhir dari 71,7 persen pada survei Desember 2021, menjadi 64,6 persen pada survei Maret 2022. Penurunan ini terendah sejak kisruh penetapan hasil pemilihan umum (pemilu) pada Juni 2019 sebesar 62,2 persen.“Sementara yang menyatakan sebaliknya, kurang atau sangat tidak puas, sebanyak 32,2 persen,” kata Deni, saat memaparkan hasil survei yang disiarkan melalui akun YouTube SMRC, kemarin.
Apa penyebabnya? Deni mengatakan, ada berapa faktor yang membuat kepuasan publik terhadap pemerintah Pertama, dalam sektor ekonomi. anjlok dalam 3 bulan terakhir.
Melonjaknya sejumlah harga kebutuhan pokok dalam beberapa bulan terakhir, jadi pemicu turunnya kepuasan publik terhadap pemerintah.
“Pada survei Desember 2021, apresiasi publik atas kinerja pemerintah pusat di bidang ekonomi mencapai 60,1 persen. Angka ini turun signifikan menjadi 54,5 persen pada Maret 2022,” ungkap Deni.
Sisanya, 41 persen publik menilai tren kinerja pemerintahan Jokowi dalam membuat harga kebutuhan pokok terjangkau semakin buruk. Penilaian negatif ini mengalami lonjakan yang sangat tajam dari survei Desember 2021, yakni sekitar 27 persen.
Diketahui, dalam beberapa bulan terakhir, rakyat memang banyak mengeluh dengan naiknya harga sejumlah kebutuhan pokok. Terkait migor misalnya. Rakyat harus antre berjam-jam demi mendapatkan migor murah di bawah harga eceran tertinggi (HET).
Sebaliknya, ketika pemerintah mencabut kebijakan HET, migor yang tadinya langka kini sudah melimpah. Namun, karena harga migor yang mahal, rakyat lagi-lagi dibikin kecewa.
Faktor kedua adalah urusan pandemi Corona yang nggak kelar-kelar selama lebih dari 2 tahun ini. Pada Desember 2021, kepuasan publik atas kinerja pemerintah dalam penanganan pandemi mencapai 74,9 persen. Namun, pada Maret 2022, kepuasan publik menurun ke angka 62,2 persen.
Selain pandemi, masalah politik ikut menyumbang anjloknya kepuasan publik terhadap pemerintah. Dalam survei SMRC terbaru, hanya 32,6 persen publik yang menilai kondisi politik baik atau sangat baik. Padahal 3 bulan lalu, kepuasan publik di sektor politik sebesar 35,3 persen. Bahkan pada survei di bulan September, kepuasan publik di sektor politik itu menembus angka 41 persen.
“Sebaliknya, yang menilai keadaan politik sekarang lebih buruk atau jauh lebih buruk mengalami peningkatan dari 14,5 persen pada September 2019 menjadi 23,5 persen pada Maret 2022,” jelas Deni.
Faktor terakhir, yakni di sektor penegakan hukum. Dari temuan SMRC, yang menilai kondisi penegakan hukum buruk atau sangat buruk naik dari 15,1 persen pada survei September 2019 menjadi 24,9 persen pada Maret 2022.
“Walaupun persepsi positif terhadap kondisi penegakan hukum masih lebih besar dari persepsi negatif, namun ada kecenderungan persepsi buruk mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir,” ujar Deni.
Bukan hanya SMRC, lembaga survei lain yang memiliki kredibilitas baik, juga menunjukkan hasil serupa. Dalam riset yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi di bulan Februari 2022 turun drastis ke angka 66,6 persen dari 71,4 persen di bulan Desember 2021.
Penurunan tren kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi juga dipaparkan dalam survei terbaru yang digelar Indonesia Political Opinion (IPO). Di Februari lalu, tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah mencapai 69 persen. Namun, kini turun drastis ke angka 43 persen.
“Penurunan angka kepuasan ini berkaitan dengan momentum kelangkaan serta peningkatan tajam harga bahan kebutuhan masyarakat seperti minyak goreng,” kata Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah Putra, Senin (28/3).Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera ikut menganalisis anjloknya kepuasan publik yang ditemukan sejumlah lembaga survei ini. Kata dia, memang dalam tiga bulan terakhir ini, rakyat dibikin susah dengan kasus migor yang mahal dan langka. Harga sembako lain pun ikutan naik. Parahnya lagi, di tengah kesusahan rakyat itu, malah muncul wacana penundaan pemilu atau masa jabatan presiden 3 periode.
“Jadi, sangat wajar kalau kepuasan publik menurun,” kata Mardani, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
Politisi senior PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno mengatakan, pihaknya tentu mencermati penurunan kepuasan publik ini. Kata dia, konsistensi kinerja pemerintah harus dijaga dari waktu ke waktu. Termasuk mencari benang kusut terkait latar belakang naik atau turunnya kepuasaan publik ke pemerintah.
“Jangan sampai, adanya kenaikan tingkat kepuasan publik didasari faktor-faktor temporal, seperti ada pembagian BLT, ada pembagian paket sembako, dan lain sebagainya,” kata Hendrawan, saat dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam.
Kata dia, hasil survei yang naik turun, sebenarnya hal yang biasa saja. Tak bisa dipungkiri, kenaikan harga barang-barang belakangan ini sudah cukup meresahkan. Masyarakat bertambah stres karena baru dihantam pandemi, sekarang datang inflasi, berita kenaikan PPn, kelangkaan BBM bersubsidi, dan lain-lain.
Apa tanggapan Istana? Saat dimintai tanggapan soal ini, Staf Khusus Menteri Sekretariat Negara Pratikno, Faldo Maldini belum memberikan respons. Namun, saat mengomentari rilis survei LSI sebelumnya, Faldo mengatakan, hasil survei itu akan dijadikan kaca bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan.
“Angka naik dan angka turun pasti akan ada. Saya kira, yang harus kita lakukan adalah terus bekerja dan memperbaiki diri. Kalau melihat angkanya, dukungan masih besar, kepercayaan itu harus dijaga dari hari ke hari,” kata Faldo, awal Maret lalu.
Faldo menambahkan, ujung dari semua kebijakan pemerintah adalah dukungan publik. Dia juga mengakui, kinerja pemerintah tak mungkin memuaskan semua orang. Namun, dilihat angkanya, mayoritas masih menganggap tidak buruk dari setiap bidang. Tergantung mau dari sebelah mana melihatnya. [BCG/rm.id]