menolak diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Amir, yang dijadwalkan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi di Sidoarjo, Jumat (18/3) pekan lalu, hanya memenuhi panggilan, tapi ogah diperiksa.
“Yang bersangkutan hadir dan tidak bersedia untuk diperiksa karena memiliki hubungan keluarga dengan pihak yang terkait dengan perkara ini,” ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Senin (21/3).
Selain itu, penyidik komisi antirasuah juga gagal mendapatkan keterangan saksi lain, yakni Camat Porong Murtadho. Soalnya, dia sedang terjerat kasus pidana dan berada di dalam bui.
“Informasi yang kami terima bahwa yang bersangkutan sedang menjalani masa pemidanaan dan akan dilakukan penjadwalan ulang,” bebernya.
Sementara satu saksi lain, yakni wiraswasta Abdulloh Muchlis juga tidak hadir dan dilakukan penjadwalan kembali. Selain tiga orang itu, tujuh saksi lain yang dijadwalkan diperiksa pada hari yang sama memenuhi panggilan.
Ketujuhnya adalah Kepala Dinas Perumahan Pemukiman Cipta Karya dan Tata Ruang Kab. Sidoarjo Sulaksono, Kepala Dinas P3AKB/mantan Camat Prambon Ainun Amalia, serta Kepala Dinas Perikanan Sidoarjo M. Bachruni Aryawan.
Lalu Kepala BPKAD Kab. Sidoarjo Noer Rochmawati Seksi Pelaksana Dinas Perikanan Haryono, Staf Dinas Pasar Kab Sidoarjo Sutarti, dan ajudan Bupati Sidoarjo, Novianto Koesno Adiputro.
“Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain dugaan penerimaan sejumlah uang oleh pihak yang terkait dengan perkara ini yang berasal dari para ASN di Pemkab Sidoarjo,” tutur Ali.
Penyidikan penerimaan gratifikasi ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi yang menjerat mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah.
Saiful sudah divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.
Saiful dinyatakan terbukti bersalah dan meyakinkan menerima suap terkait sejumlah proyek infrastruktur pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Sidoarjo.
Saiful Ilah dijerat dengan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. [OKT/RM.ID]