Kategori: OPINI

  • Memaknai Soliditas Organisasi KESTI TTKKDH dalam Satu Talek, Satu Tekad, dan Satu Tujuan

    Memaknai Soliditas Organisasi KESTI TTKKDH dalam Satu Talek, Satu Tekad, dan Satu Tujuan

    Oleh : Wakil Ketua DPW KESTI TTKKDH Provinsi Banten, Hakim Sulaiman Akbar

    KESTI TTKKDH adalah sebuah Rumah Besar Organisasi (Kesenian Tari dan Silat Tjimande Tari Kolot Kebon Djeruk Hilir), yang bersifat kultural dan didirikan oleh para Ulama dan Jawara yang berbudi luhur penuh semangat ke-Iman-an, keTaqwa-an, dengan penuh renungan jiwa-jiwa nasionalisme di Indonesia.

    Sejalan dengan perkembangan jaman yang tidak dapat dihindari maka sebuah lintas generasi pun bisa dipastikan akan berjalan dalam dimensi waktu yang ada. Dengan kata lain adalah segala renungan tentang sebuah “Ke-Tiada-an” sungguh telah terpikirkan oleh para pendahulu pendiri organisasi yang terpatri pada mata bathinnya bahwa sebuah “Ke-Tiada-an” adalah suatu kepastian yang akan menghampirinya tentang “Keberadaannya” para Pemimpin, para Pimpinan, termasuk didalamnya keberadaan “Gaya Kepemimpinan”, pada sebuah organisasi.

    Selain daripada itu atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa para pendiri Rumah Besar Organisasi KESTI TTKKDH telah membuktikan berbagai wujud karya nyata yaitu wasiat-wasiat organisasi dalam bentuk 3 (tiga kategori) dengan sebuta Wasiat Ritual organisisasi, wasiat non ritual organisasi, dan wasiat organisasi turunan.

    Sebagai contoh Wasiat Ritual organisasi diantaranya adalah (Ritual “Keceran dan Rujakan Tjimande”, “Urutan Tjimande”). Sedangkan bentuk wasiat non ritual Tjimande seperti: Hasil karya cipta Logo dan Lambang organisasi, Text Visi dan Misi dan Sumpah Organisasi (Satu Talek, Satu Tekad, dan Satu Tujuan).

    Kemudian wasiat turunan sebuah organisasi yang lainnya semisal: Text Sumpah “Panca Prasetia”, Text dan Lagu Mars Organisasi, termasuk pada bentuk “Niat” untuk mendirikan mercusuar organisasi beserta sistemnya seperti: niat mendirikan Kantor-kantor Sekretariat, niat mendirikan Lembaga-lembaga usaha organisasi di semua tingkatan, dan lain-lain untuk kepentingan dinamisasi organisasi secara berwibawa, bermartabat dalam membangun kepentingan bersama di sebuah rumah besar organisasi.

    Wasiat-wasiat seperti tersebut diatas tentunya akan terus berkembang dan tercipta sesuai harapan dan cita-cita mulia Para pendiri dan para Pejuang organisasi dalam menjaga kebesaran identitas dan nilai reputasi organisasi yang membesar dan tidak lekang dimakan jaman.

    Oleh karena itu dalam mewujudkan mimpi-mimpi organisasi yang indah itu membutuhkan Ketajaman pikiran, juga kematangan sikap dan atau tindakan nyata atau mengartikulasikannya sesuai dengan ketersedian Talenta-Talenta Positif yang telah dimilikinya dan konsisten dalam berkah, semangat dan doa dari para pendiri dan pendahulu-pendahulunya.

    Memahami semua pikiran dan hasil berkontemplasi yang dilakukan para Karuhun, leluhur, pendiri, dan pejuang-pejuang rumah organisasi sebelumnya, maka salah satunya wasiat yang patut menjadi warisan yang sangat mahal untuk ditindaklanjuti oleh generasi tempo kini dan ke depan sehingga melekat jiwa-jiwa dalam “Satu Talek, Satu Tekad, dan Satu Tujuan” itu dapat maknai secara cerdas dan tajam sebagai Prinsip yang harus dipegang secara teguh dalam menjalankan rumah besar organisasi KESTI TTKKDH, agar bermuara pada solid atau ajeg untuk menjaga nilai-nilai ikatan suasana kebatinan diselaraskan dalam Tekad dan Tujuan yang sama.

    Artinya bahwa seluruh keluarga besar KESTI TTKKDH menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dalam berkeluarga secara harmoni dan lestari sepanjang masa. Inilah makna sesungguhnya atas soliditas yang harus ada di dalam rumah besar organisasi sekelas KESTI TTKKDH yang terkenal dengan Jargon “Satu Talek, Satu Tekad, dan Satu Tujuan”.

    Artinya bahwa apabila janji “Satu Talek” ini sudah bisa dilaksanakan dengan baik dan benar maka dengan sendirinya segala “Tekad” dan “Tujuan” secara otomatis melekat dalam keselarasan meski dalam suasana keperbedaan sekalipun tentu untuk atas nama organisasi besar KESTI TTKKDH.

    Selain itu pula keselarasan dalam memiliki perasaan, keselarasan dalam melakukan tindakan, secara organisasi siapa pun itu tentu harus berkarakter guna pencapaian Visi dan Misi organisasi dengan baik sesuai cita-cita luhur organisasi.

    Kita harus meyakininya bahwa semakin berkarakter organisasi dalam menjaga Marwah dan martabat maka akan banyak para pemangku kepentingan (Stakeholder) untuk berperan serta dan mendukung suksesnya visi dan misi organisasi dalam menjalankan kreatifitas mulia dan sehingga dirasakan kemanfaatan bagi publik dalam menjaga kelestariannya. Lestari dalam Seni dan Budaya, Silat dan Tari Tjimande Tari Kolot Kebon Djeruk Hilir (KESTI TTKKDH) sebagai salah identitas destinasi nasional Indonesia.

    Mengutip nasehat dan pesan penting dari salah satu Pembina DPW KESTI TTKKDH (Abang Nunung Syaifuddin) baru-baru ini disampaikan dalam kalimat mutiaranya yaitu:

    “Mengisi Ruang Yang Kosong dan Menutup Celah Lubang Yang ada”.

    Kalimat mutiara ini ternyata merupakan filisofi cerdas dari sang Pembina (Abang Nunung) dalam intelektualismenya sebagai berikut:

    1. “Kesempurnaan” tak ada lain hanya milik Tuhan (Gusti Allah SWT). Bukan milik Makhluk termasuk makhluk Tuhan yang paling sempurna sekalipun.

    2. Diperlukan sebuah Tata Kelola secara Cermat dan Cerdas bagi seorang Pemimpin, Pimpinan, dan atau Kepengurusan didalam rumah besar organisasi KESTI TTKKDH sehingga terjaga sebuah keseimbangan baik secara struktur maupun kultural.

    3. Di dalam rumah besar organisasi KESTI TTKKDH tidak ada perpecahan melainkan keperbedaan yang ada, diantaranya: Beda pikiran, beda karakter, beda perasaan, beda pendapat, bahkan juga beda-beda pendapatan. Semua keperbedaan seperti ini pasti ada dalam organisasi apapun, apalagi sekelas organisasi kultur sebesar KESTI TTKKDH.

    Kembali pada filosofi:
    “Mengisi Ruang Yang Kosong dan Menutup celah Lubang Yang Ada” sekaligus memahami siratan makna yang terkandung didalamnya maka yakinkan bahwa melalui ketersedian segala sumber daya manusia dan sumberdaya alam yang ada, termasuk ketersediaan infra struktur beserta Supra strukturnya baik pada tempo dulu, kini dan ke depan, maka proses moderasi Kebesaran Rumah Organisasi KESTI TTKKDH adalah sebuah Keniscayaan (bukanlah hal yang mustahil) dan tak akan lekang dimakan jaman termasuk dalam lintas generasi sekalipun.

    Artinya bahwa ketika organisasi didalamnya terdapat kekurangan power, maka sebaiknya dari sisi yang kurang itu dilakukan saling isi atas kekosongan kekuatan tersebut. Rumah besar organisasi KESTI TTKKDH dalam proses moderasi nya tidak saja diharapkan mahir dan handal dalam seni Tari & Silat dibidang kekuatan Otot, kekuatan Kanuragan kebatinan tetapi juga perlu dilengkapi dengan kemampuan Seni Tari & silat dibidang “ilat” (lidah), juga Seni Tari & Silat dibidang “Pikiran” dan “intelektualisme”.

    Dengan demikian bila sudah dilakukan saling isi atas kekuatan dan kekurangan power maka ke depan tidak mengherankan apabila Rumah Besar Organisasi KESTI TTKKDH memiliki daya saing global yang bertingkat tinggi dalam mendukung “Upaya Penciptaa Nilai” bagi ukuran kemajuan pembangunan Bangsa dan Negara melalui strategi diplomasi budaya secara Ulung baik didalam negeri (Nasional) maupun diluar negeri (Internasional).

  • Euforia Berorganisasi Menjelang Suksesi Kepemimpinan Nasional Indonesia

    Euforia Berorganisasi Menjelang Suksesi Kepemimpinan Nasional Indonesia

    Oleh : Wakil Ketua DPW KESTI TTKKDH Provinsi Banten, Hakim Sulaiman Akbar

    Mencermati dinamika perpolitikan Indonesia, 2 tahun ke depan adalah waktu yang tidak panjang dalam menyambut Pesta Demokrasi Indonesia. Hal ini mesti kita hajat-kan secara bersama baik secara langsung oleh diri kita sendiri maupun melalui tumbuh kembangnya berbagai organisasi politik dan non politik, sebagai wadah dari unsur-unsur seluruh komponen anak bangsa dengan mendasarkan pada menciptakan kondisi AJEG atas Pilar-Pilar Demokrasi Indonesia yang berbingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Menjaga Keutuhan dan Kedaulatan Negara kita telah menjadi final dan tidak dapat kita tinggalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga proses pembangunan Indonesia berjalan secara sukses dan berkesinambungan untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

    Akhir-akhir ini bermunculan organisasi-organisasi (politik maupun non politik), sejalan dengan eskalasi politik yang berkembang hingga 2024 nanti, menunjukkan bahwa seluruh komponen anak negeri siap menuju suksesi nasional untuk mewujudkan partisipasi nasional dengan penuh semangat melaksanakan agenda konstitusi Indonesia dengan nyata dan baik tentunya.

    Semangat dan keinginan partisipasi rakyat pada pesta lima tahunan ini harus kita apreasiasi meskipun terkadang terdapat suasana perbedaan pendapat dan pikiran dalam menjatuhkan pilihan demokrasi. Justru sejatinya, ini adalah Demokrasi Indonesia yang sesungguhnya, sehingga bisa dikatakan berwibawa dan bermartabat di mata rakyat Indonesia maupun dunia.

    Gejala munculnya berbagai organisasi, terlepas dari mendadak atau tidaknya sebuah organisasi ataupun kematangan atau ketidakmatangan berorganisasi, merupakan sebuah dinamika yang justru sangat positif tentunya dalam setiap periodisasi agenda konstitusi. Biarkan organisasi-organisasi muncul dan berjalan dengan semestinya dan patut, untuk melaksanakan hak hidup dalam berbangsa dan bernegara dengan baik.

    Kata kunci dalam berbangsa dan bernegara adalah:

    1. Bagaimana seluruh warga negara Indonesia bertindak dan bersikap sesuai dengan tuntunan atau haluan yang telah digariskan melalui dasar negara kita PANCASILA dan UUD 1945, sehingga Suksesi Nasional Indonesia berjalan secara lancar melalui asas Jujur, Adil, dan Langsung dalam melaksanakan IPOLEKSOSBUD HANKAM (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Dan Keamanan Nasional Indonesia.

    2. Bangsa yang maju dan besar adalah bangsa yang mampu mewujudkan Kedaulatan Negara dengan menghormati seluruh jasa-jasa para pejuang dan pahlawan kita yang telah mendahului di alam sana, dan menghormati para Pemimpin Bangsa dan Negara kita (baik Pemimpin Negara sebelumnya, Pemimpin Negara kita saat kini, maupun Pemimpin Negara kita kedepan).

    3. Seluruh komponen anak bangsa Indonesia harus menjaga Kedaulatan Negara Indonesia dengan menghormati para Pemimpin kita secara berwibawa dan bermartabat, untuk menjaga semangat Pembangunan Nasional Indonesia seutuhnya dalam menuju kemakmuran seluruh rakyat Indonesia demi kepentingan umum, dan bukan kepentingan pribadi atau golongan.

    4. Ketajaman perasaan dan kelincahan pikiran seluruh komponen anak bangsa Indonesia sebaiknya tidak terkungkung atau dikungkung, melainkan diberikan kebebasan berdemokrasi sesuai hati nurani asalkan tidak mengabaikan pentingnya semangat “Persatuan dan Kesatuan Negara” dalam bingkai NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Artinya, bahwa dalam penyelesaian pesta demokrasi Indonesia harus bermuara pada legitimasi Pimpinan Nasional yang menjadi kesepakatan konstitusional Indonesia.

    5. Seluruh komponen anak bangsa sebaiknya menghindari divergensi pandangan dan pikiran setelah suksesi nasional sukses dijalankan secara bersama agar menciptakan preseden yang baik di mata dunia.

    Siapa pun Pemimpin dan Kepemimpin Nasionalnya, itu adalah hasil hajat Demokrasi Indonesia yang harus kita taati dan patuhi secara berwibawa. Dengan kata lain ketaatan sikap, dan kepatuhan harus kita jaga berdasarkan Pilar-Pilar Kebangsaan Indonesia yang sejati berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara 1945.

  • ASN Harus Diawasi Semua Unsur

    ASN Harus Diawasi Semua Unsur

    LEBAK, BANPOS – Aktivitas kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kerja di Pemerintahan Daerah (Pemda) perlu diawasi kontrol melekat, hal ini untuk mengantisipasi kinerja yang santai dan banyak kasus mangkir kerja. Dalam hal ini, peranan masyarakat dan pers juga sangat membantu pengawasan pada mereka abdi negara yang keberadaannya digaji dari uang rakyat.

    Pakar Administrasi Negara dan Kebijakan Publik Disiplin di Lebak, Harits Hijrah Wicaksana kepada BANPOS mengatakan, keberadaan ASN itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 yang mengatur kinerja mereka,

    “Dalam Pasal 4 Huruf F pada PP tersebut setiap ASN memiliki kewajiban yaitu masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Dalam hal ini kewajiban seorang ASN tetap harus dipatuhi karena perintah peraturan perundang-undangan melekat pada diri pribadi ASN tersebut. Tidak terkait dengan kinerja instansi, tapi menjadi kesalahan pribadi ASN terkait kedisiplinan jika tidak menaati jam kerja dan harus dijatuhi hukuman disiplin,” ujar Harist Wicaksana, Minggu (12/06).

    Menurut Harits, pada Pasal 9 ayat (2) PP itu mengatur mengenai hukuman disiplin ringan bagi ASN yang tidak disiplin dalam menjalankan tugasnya. Hal itu berlaku bagi ASN yang tidak mematuhi jam masuk kerja.

    “Sanksi disiplin ringan itu, pertama yakni teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama tiga hari kerja dalam satu tahun; kedua teguran tertulis bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama empat sampai dengan enam hari kerja dalam satu)m tahun; dan ketiga pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS/ASN yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 7 sampai dengan 10 hari kerja dalam satu tahun,” terangnya.

    Pada bagian lain, Doktor Administrasi Publik ini pun menyebut juga Pasal 10 ayat (2) huruf f yang masuk kategori hukuman disiplin level sedang bagi ASN yang mangkir kerja.

    “Pertama pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 Persen selama enam bulan bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah. Itu bisa dirinci secara kumulatif selama 11 sampai dengan 13 hari kerja dalam satu tahun.

    Selanjutnya pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 9 bulan bagi PNS/ASN yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 14 sampai dengan 16 hari dalam satu tahun; dan ketiga

    berupa pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 Persen selama 12 bulan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 17 sampai dengan 20 hari kerja dalam satu tahun,” ungkap Harits.

    “Selain itu, bagi yang tidak masuk selama 10 hari kerja tanpa alasan yang sah dapat dilakukan pemberhentian pembayaran gajinya,” imbuhnya.

    Dijelaskan Harits, sebagai PNS/ASN mereka telah disumpah untuk mengutamakan kepentingan negara atau pekerjaannya dibandingkan kepentingan pribadi atau golongan, “Harusnya dalam hal ini pejabat pemerintah daerah provinsi harus lebih tegas dalam kedisiplinan PNS-nya lebih sering dilakukan pengawasan kepada setiap instansi pada awal masuk jam kerja sesuai dengan Permen PAN-RB Nomor 6 Tahun 2018 bahwa PNS/ASN masuk Jam kerja pada pukul 07.30 untuk melihat apakah PNS/ASN provinsi atau kabupaten kota ini tepat waktu atau tidak dalam bekerja untuk melayani masyarakat.

    Dalam hal ini jelas Harits, pimpinan daerah pun harus tegas dalam memberikan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS/ASN yang melanggar kedisiplinan, terutama mereka yang ditempatkan di lokasi jauh dari kontrol. “Ini agar menjadi efek jera bagi PNS-PNS lainnya yang sering tidak tepat waktu atau sering absen dalam bekerja. Disiplin kerja yang rawan dilanggar itu bisa disebabkan banyak faktor, mulai dari pengawasan yang kurang ketat, jenis pekerjaan. Namun yang paling rawan lagi lokasi ASN yang ditempatkan di tempat jauh,” jelasnya.

    Dalam hal ini, tambah Harits lagi, manajemen pengawasan yang dilakukan pimpinan daerah bisa dengan beberapa hal, seperti memanfaatkan akses teknologi dan pengawasan melekat secara langsung. Namun yang terpenting yaitu kesadaran dari diri akan tanggung jawabnya.

    Harits memberikan pengecualian tidak masuk kerja karena ada perintah dinas lainnya. Menurutnya, itu masih sesuai dengan tupoksinya, dan tentu tidak masalah.

    “Namun yang menjadi masalah, ketika tugas lainnya tidak berkorelasi dengan tugasnya, atau tanggung jawabnya dalam pekerjaan dinas. Sehingga dalam hal ini pun keberadaan masyarakat dan pers juga bisa bermanfaat untuk membuka informasi persoalan ini, sehingga pimpinan daerah atau atasannya bisa terbantu mengetahui keberadaan anak buahnya di lapangan yang di tempat jauh,” tegas alumni S3 UNPAD ini.

    Pada bagian akhir, Haris mengatakan, tentang keberadaan ASN yang disinyalir banyak mangkir kerja lantaran ada tugas luar. Itu butuh kejelasan pasti, ini dibutuhkan informasi tambahan lain baik dari masyarakat maupun pers, selanjutnya juga di kroscek lagi melalui strategi pengawasan khusus lainnya.

    “Apakah jika benar ada tugas lain perintah dinas dapat ditunjukkan dengan surat tugas yang diberikan. Selain itu juga pengawasan pun bisa menggunakan peran eksternal dari masyarakat. Karena bagaimanapun ASN itu tugasnya melayani masyarakat, dan tentu itu tidak gratis, mereka para ASN itu telah dibekali fasilitas gaji dan berbagai tunjangan. Termasuk juga rumah dinas dan alat transportasi. Jadi jika masih mangkir sangat disayangkan,” papar Harits menutup obrolan dengan BANPOS. (WDO/PBN)

  • Kampus PSDKU UNDIP Batang Sebagai Upaya Pengembangan SDM yang Unggul

    Kampus PSDKU UNDIP Batang Sebagai Upaya Pengembangan SDM yang Unggul

    Erland Rahman Arif

    Oleh : Erland Rahman Arif

    Mahasiswa PSDKU Universitas Diponegoro Kampus Batang

    UNIVERSITAS Diponegoro Program Studi Di Luar Kampus Utama (PSDKU) menjadi sorotan masyarakat,Adanya PSDKU Undip di Kabupaten Batang dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki daya saing dalam menghadapi era globalisasi. Selain itu juga diharapkankehadiran kampus PSDKU UNDIP Batang dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat.

    Pembentukan PSDKU berawal dari iderektor Universitas Diponegoro yaitu bapak Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H, M.Hum yang melirik kabupaten Batang sebagai wilayah yang sedang berkembang dan memiliki kawasan industri yang terletak di pantai utara Batang. Oleh karena itu, akhirnya pemerintah kabupaten menghibahkan tanah seluas 9,5 hektar untuk pembangunan PSDKU UNDIP Batang yang berlokasi di Desa Tumbrep, Kecamatan Bandar. Pemerintah kabupaten berharap dengan adanya kampus UNDIP di Batang dapat menciptakan lulusan yang berkompetensi dan berkualitas.

    Peletakan batu pertama pembangunan gedung dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2020. Saat ini PSDKU UNDIP Batang menyediakan tiga jurusan, salah satunya adalah D3 Hubungan Masyarakat. D3 Hubungan Masyarakat mempunyai visi menjadi pusat pendidikan vokasional di bidang hubungan masyarakat yang unggul dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi pada tahun 2035.

    Di era industry 4.0 dan public relations 2.0, humas menjadi salah satu peran penting yaitu mengelola penyampaian dan penyebaran informasi terkait perusahaan, organisasi, atau instansi untuk mempertahankan reputasi yang baik kepada publik.Era industry 4.0 membuat kehumasan menjadi penting dalam mengharmonisasi kecanggihan teknologi dengan adanya aplikasi-aplikasi dan media sosial untuk berkomunikasi dengan publik. Sementara Era public relations 2.0 menuntut humas dapat menjalankan tujuannya menjadi lebih baik, lebih cepat, dan lebih modern dalam menjaga peran serta menjalankan fungsinya dengan kemajuan teknologi saat ini.

    Adanya PSDKU UNDIP di Kabupaten Batang dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki daya saing terkait berdirinya Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB). Kebutuhan akan SDM yang mempunyai skill atau kemampuan di bidang kehumasan menjadi sangat perlu agar dunia industri Batang semakin maju dan dikenal luas masyarakat baik di dalam maupun di luar Kabupaten Batang.

    PSDKU UNDIP Batang sudah meluluskan mahasiswa nyasejak 2018 dan sudah ada yang bekerja di Dinas Perhubungan Kabupaten Batang, Pemerintahan Kabupaten Batang, maupun di perusahaan swasta.

    Untuk informasi lebih lanjut mengenai PSDKU UNDIP Batang dapat mengunjugi lamanhttps://psdku.undip.ac.id/. (*)

  • Pancasila sebagai Ideologi Pemersatu Umat Beragama

    Pancasila sebagai Ideologi Pemersatu Umat Beragama

    Oleh : Dr. Ali Muhtarom

    Dosen UIN SMH Banten

    Tidak ada seorang pun membantah bahwa keanekaragaman agama dan keragaman umat beragama di Indonesia merupakan fakta sosial, artinya setiap orang menyadari dan mengakui bahwa bangsa Indonesia terdiri dari beranekaragam agama beserta umat beragamanya.

    Meskipun demikian, bukan berarti bangsa dan negara Indonesia yang merupakan gabungan dari ribuan kepulauan di Nusantara ini tidak memiliki permasalahan atau persoalan sosial masyarakat di bidang keragaman agama.

    Persoalan pertama muncul dari ajaran keagamaan yang bersifat jastifikasi kebenaran tunggal atau hanya ajaran agama tertentu yang paling benar. Persoalan kedua adalah bahwa setiap agama memiliki visi-misi untuk memperbanyak umat dan mempertahankan umatnya. Setiap agama hampir mengajarkan kepada umatnya atau pemeluknya tentang doktrin keagamaannya.

    Dari perspektif atau kacamata ideologi keagamaan tersebut tentu sangat bisa dipahami, karena salah satu cara efektif setiap agama untuk mempertahankan umatnya adalah dengan cara menanamkan keyakinan dan ideologinya kepada pemeluknya melalui jastifikasi kebenaran ajrannya.

    Jastifikasi dan doktrin kebenaran tunggal inilah yang kemudian menjadi amunisi ampuh setiap pemeluk agama melabuhi sifat baik manusia untuk mengajak manusia lain ke jalan yang baik dan benar.

    Secara fitrah dan naluriahnya, setiap manusia menghendaki untuk selalu berbuat baik kepada sesama manusia dan alam semesta lainnya. Sehingga, wajar apabila setiap orang dengan sekuat tenaga akan mengajak orang lain untuk berbuat baik dan berprilaku seperti apa yang diyakininya.

    Meskipun ada sebagian orang yang dikuasai oleh kepentingan pribadinya, seperti mengajak orang lain berbuat baik agar diri pribadinya dapat imbalan atau keuntungan, baik imbalan yang bersifat duniawi maupun iming-iming kebaikan di akhirat.

    Namun demikian, kedua ajaran keagamaan sebagai mana disinggung di atas tersebut berpotensi membahayakan dalam konteks keragaman beragama. Hal tersebut karena setiap agama akan melakukan kontestasi dan menghalalkan segala cara untuk menyebarkan ajaran keagamaan yang dianggap paling benar di satu sisi. Kemudian di sisi lain juga akan mengajak umat agama lain untuk memeluk kebenaran agama yang diyakininya.

    Pada dasarnya, kontestasi setiap agama dalam memperbanyak umat beragamanya tidak akan menjadi persoalan atau masalah sepanjang masih dalam koredor kesepakatan atau konsensus bersama semua agama yang ada. Hanya saja, masalah akan timbul jika semua agama mempertahankan egoisme ideologi kebenaran tunggal yang mereka yakini, lebih berbahaya lagi jika setiap agama mempertahankan egoisme ideologinya itu dengan refresif atau menghalalkan segala cara, termasuk cara-cara kekerasan, mengeluarkan darah orang, hingga menghilangkan nyawa orang lain (pembunuhan).

    Semua umat beragama sangat menyadari bahwa setiap agama yang dipeluk dan ajaran keagamaan yang diimani mengajarkan tentang nilai-nilai humanitas atau kemanusiaan. Ajaran humanitas keagamaan ini hakekatnya tidak pernah memandang suku, golongan, kelompok, ras, warna kulit, dan lain sebagainya. Artinya, setiap agama mengajarkan semua umatnya untuk berbuat baik atas dasar nilai-nilai universal kemanusiaan, berbuat baik tidak mengenal suku, golongan, kelompok, ras, warna kulit, kebangsaan, dan lain sebagainya.

    Selain nilai kemanusiaan yang diajarkan atau ditanamkan oleh agama terhadap semua pemeluknya, agama juga mengajarkan tentang persatuan atau persaudaraan. Misalnya Islam mengajarkan pemeluknya untuk selalu menjaga hubungan persatuan dan persaudaraan, baik persaudaraan antar Muslim (ukhuwah Islamiyah), persaudaraan sebagai sesama manusia (ukhuwa basyariyah), maupun persaudaraan sebagai warga bangsa (ukhuwah wathaniyah). Ajaran-ajaran fundamental agama menekankan pada upaya menjaga solidaritas dan soliditas antar sesama iman dan antar sesama manusia, meskipun berbeda agama dan keyakinan.

    Pada saat yang sama, agama-agama selain Islam juga mengajarkan umatnya tentang persaudaraan dan persatuan. Menariknya, ajaran mulia tentang pentingnya menjaga persatuan dan persaudaraan ini sudah terukir rapi dalam sila ketiga Pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Keberadaan Sila Ketiga dalam Pancasila ini secara langsung mengajarkan segenap masyarakat Indonesia bahwa, jika dalam agama dikenal istilah persatuan dan persaudaraan antar sesama iman dan antar sesama manusia yang bersifat lintas iman, maka kesepakatan bersama para pendiri bangsa Indonesia mengajarkan anak-anak bangsanya tentang persaudaraan dan persatuan antar anak sesama bangsa).

    Persatuan antar sesama anak bangsa ini lebih kuat daripada solidaritas dan soliditas antar agama dan antar lintas agama yang bersifat transnasional di era negara bangsa (nation state) hari ini.

    Keberadaan persaudaraan dan persatuan antar anak bangsa diharapkan mampu menjadi penghubung yang erat antar umat beragama di Indonesia. Apabila dalam suatu keadaan anak-anak bangsa Indonesia tercerai berai oleh perbedaan ideologi dan ajaran keagamaan, maka persatuan bangsa Indonesia akan terganggu yang dikhawatirkan terjadi beragam konflik.

    Putra-Putri bangsa tidak boleh bercerai-berai karena perbedaan yang pada hakekatnya dapat diselesaikan dengan duduk bersama melalui musyawarah untuk mufakat. Putra dan putri bangsa harus terus menjaga rumah besar yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Realitas keberagaman kehidupan masyarakat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara tersebut jika tidak secepat mungkin disadari akan memicu disharmonitas antar anak bangsa. Bisa jadi Agama yang dahulunya sebagai amunisi paling ampuh membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia akan berubah satus menjadi Agama sebagai alat peruntuh utama dalam membubarkan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Sehubungan dengan itu, untuk menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia, negara perlu hadir merangkul semua golongan umat beragama agar meresapi kembali nilai-nilai yang sudah disepakati bersama oleh para pendiri bangsa yang terdiri dari beragam aliran kepercayaan. Pancasila merupakan titik temu atau jambatan penghubung antar semua elemen bangsa Indonesia yang beraneka ragam.

    Oleh karena itu, sebagai hasil konsensus kebangsaan dan kenegaraan, Pancasila merupakan hasil akomodasi dari berbagai ideologi keagamaan yang diyakini dan diserap kebenarannya oleh segenap rakyat, bangsa, dan negara Indonesia. Sehingga, Pancasila yang merupakan refleksi dari keragaman ideologi di Indonesia berubah menjadi suatu ideologi pemersatu bagi seluruh masyarakat, umat beragama, dan rakyat Indonesia dalam menjalani kehidupan bersama, lebih khusus dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan dalam bingkai NKRI. (*)

  • MELURUSKAN DIKOTOMI NU STUKTURAL DAN NU KULTURAL

    MELURUSKAN DIKOTOMI NU STUKTURAL DAN NU KULTURAL

    Oleh : Ahmad Nuri

    Tulisan ini dibuat dalam perjalan dari Malaysia menuju Madinah, sebuah perjalan spiritual dari tanah air menuju tanah suci lewat Kualalumpur, bermalam di negara Jiran sambil menikmati tradisi malayu.

    Sungguh satu malam di peraduan si Upin-Ipin terasa singkat tapi penuh dengan kegelisahan, bukan karena meninggalkan banyak cinta di tanah air, tapi ada kata-kata yang sengaja di buat oleh orang atau sekelompok orang tentang NU dengan membuat diksi dikotomi NU kultural dan NU struktural.

    Jika sekedar kata-kata tentang NU struktural dan NU kultural sepertinya rapopo, toh kata kata itu biasa di ucapkan oleh siapapun termasuk aku, sering juga mengucapkan kata kata itu, tapi beda dengan diksi yang di buat dan di repost oleh elit partai.

    Patut diduga ada pretensi negatif dan ada udang dibalik batu dengan membuat kata-kata seolah-olah “Warga NU Kultural wajib memilih partainya yang di kuasai sementara Para Pengurus NU di semua tingkatan dari pusat sampai anak ranting yang sekarang duduk di struktur dibahasakan “Sakarepmu”. kira kira diksi ini yang sekarang membuat terusik dan gelisa kaum nahdliyin.

    Wajar Kaum Nahdliyin terusik dan gelisah dengan diksi dikotomis sangat politis ini. Bagaimana tidak gelisah puluhan juta kader NU baik yang aktif di struktural plus juga sebagai kader NU kultural harus di split dengan tujuan-tujuan terselubung, menggiring para satu frekwensi politik tertentu tapi tensi politik hegemonik cendrung merusak relasi Jamiyah dan Jamaah NU.

    Ada tiga alasan kenapa kader NU terusik dengan diksi tersebut, pertama diksi tentang NU kultural dan struktural sengaja di buat oleh meraka yang sangat lekat dengan politik partai.

    Mereka selama ini dipandang mengeksploitasi basis struktural dan kultural NU menjadi kemenangan elektoral politik partai. Tapi selama ini mereka yang mengeksploitasi basis struktural dan kultural NU sangat minim kontribusinya ketika berkuasa.

    Sangat terlihat kebahilan politik ideologi untuk membantu perjuangan NU dalam melawan musuh ideologisnya di medan tempur baik didunia maya maupun didunia nyata, malah mereka cendrung cari aman hanya sekedar menjaga citra partai.

    Mungkin hari ini upaya mereka untuk mengekspolitasi basis struktural tidak bisa dilakukan, karena sadar bahwa NU hari ini, tidak konsen dan tidak bisa di cocok hidungnya dengan politik peraktis, iming-iming sejarah dan masa depan.

    Karena selama ini apa yang dilakukan mereka terkesan lips servis dan kamuflase. Lagian hari ini NU sangat menghindari politik praktis kekuasaan tapi lebih konsent pada politik kebangsaan dan peradaban dunia.

    Kedua, diksi dikotomis NU kultural dan NU struktural dipandang dapat memecah belah soliditas dan kemajuan NU yang selama ini terus mengalami perkembangan signifikan baik NU struktural [Jam’iah] maupun NU kultural [jam’ah] semuanya solid merawat tradisi, amaliah dan politik kebangsaan yang telah diwariskan para muasis.

    Soal politik praktis kepartaian, NU tidak melarang untuk memilih jalan politiknya masing-masing meski dengan Partai mereka memiliki hubungan historis.

    Tapi warga NU telah sangat dewasa untuk mengkalkulasi saluran partai mana yang mampu memberikan jalan politik bagi warga NU dimasing-masing tingkatan. Pun sebaliknya NU juga tidak melarang kadernya bergumul secara politik di partai itu.

    Ketiga, Mereka para kreator diksi dan kata kata dikotomi itu terlihat ada kepanikan, ada ketakutan disembunyikan dengan kesombongan sehingga mereduksi etika dan adab komunikasi layaknya watak kader NU yang selalu menghargai siapapun, baik yang aktif di struktural ataupun para warga NU kultural, termasuk menghormati yang berbeda keyakinan.

    Jangan karena kepanikan politik malah terlihat kaya orang mambok dengan menabrak sana- sini dan publik nahdliyin malah semakin tidak simpatik karena diksinya membuat ukhuwah tercidrai.

    Tapi memang betul juga biasanya orang panik dan ketakutan selalu mencari alasan agar bisa menenangkan dirinya yang sedang dilanda panik dan ketakutan itu.

    Terlihat ketika memilih bahasa yang tidak etiis yang disematkan pada para pengurus NU Struktural “Sakarepmu” adalah bahasa kepanikan dibungkus arogansi.

    Padahal semua tahu yang selama ini tulus ikhlas berjibaku berjuang merawat nilai-nilai kultural NU dalam mewujudkan peradaban umat manusia yang toleran dan moderat adalah para pengurus NU bersama ja’maah NU,

    Para pengurus hari ini di struktural tidak ada tendensi politik kekuasaan melampaui khidmatnya serta lebih dominan niat tabarukan pada NU, karena NU bukan sekedar organisasi duniawi tapi jalan menuju ukrowi yang didirikan oleh waliullah-waliullah.

    Jika mereka mengunakan bahasa “Sakarepmu” sangatlah tidak indah apalagi hanya sekedar mempertahankan secuil kuasa yang sangat profan dan nisbi ini sampai harus menghina, melemahkan bahkan meniadakan peran kesejarahan NU dan peradaban dengan parameter tunduk pada partainya.

    NU hari ini hanya sedang menetralisir anasir, koptasi, eksploitasi politik Partai pada struktur NU dan warganya untuk kembali pada khitohnya yang selama ini terseret jauh kedalam rumah tangga mereka atau meraka terlalu masuk kedalam rumah tanggal NU, harusanya mereka sadar betul bahwa NU harus tetap menjadi ibu yang baik telah melahirkan anak politik yaitu mereka yang sekarang berkuasa secara politik.

    Mestinyanya meraka berbakti bukan mencaci dengan diksi itu atau mereka sedang pelan-pelan merasakan nanti durhaka politik melawan Ibunya sendiri yang telah melahirkan dan membesarkannya.

    MANUNGGALING NU

    NU struktural dan NU kultural adalah manunggal tidak bisa di pisahkan dalam kontek kekuatan civil Society, sebagai entitas bangsa dan keagamaan.

    Hanya saja soal penyebutan NU struktural dan NU kultural bagi NU adalah soal regenarasi dan soal restrukturisasi saja ketika warga NU kultural menjadi NU struktuar saat diberikan kepercayaan duduk untuk mengerakan organisasi sebagai wadah dari cita-cita besar warga NU secara menyeluruh di semua tingkatan seluruh dunia.

    Begitupun sebaliknya bahwa NU struktural bisa menjadi NU kultural jika sudah tidak lagi berkhidmat dalam struktur organisasi dari pusat sampai daerah soal mazhab, manhaj, harokah semuanya adalah satu manunggaling NU dalam satu tarikan nafas, roh dan raganya.

    Jika pun ada perbedaan itu soal cara pandang fiqiyah yang tidak berpengaruh pada kesatuan pandangan ber-Nu baik dalam soal keagamaan maupun soal politik kebangsaan serta peradaban dunia.

    Jadi kalau ada elit partai mencoba membenturkan dan membelah NU dengan diksi itu bisa dipastikan meraka sedang kesurupan memaknai yang selama ini meraka tahu betul bagaiman sejatinya NU.

    Mereka lupa bahwa NU ini manunggaling semakin di belah dengan membuat diksi dan narasi dikotomis dengan tujuan memecah belah NU, maka NU akan semakin kuat untuk mengkonsolidasika jam’iyah dan Jamaah NU dan akan semakin jauh dari harapan mereka.

    Mereka akhir-akhir ini terlihat nyolot banget hampir tiap moment yang menjadi sasaran tembak adalah simbol kekuatan ideologis NU, meraka terlihat tidak sadar sedang melakukan kesalahan besar dalam sejarah politik kebangsaan NU, mereka sudah diluar batas rasional meletakan relasi NU dan partai malah terlihat meraka merasa superior dan suprim dihadapan pendirinya.

    Betapun adanya NU struktural semenjak Khdaratus Syeh KH. Hasyim As’ary berasama KH. Hasan Gipo adalah ulama pendiri sekaligus menempati struktur NU yang mengisi sejarah baik keagamaan, kebangsaan dan kenegaraan bahka ikut serta dalam peradaban dunia tak hanya itu beliau juga adalah ikut terlibat dalam politik kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan sampai ikut mempertahankan dengan resolusi jihad.

    Ini salah satu potret sejarah keterlibatan NU struktural yang akan di abaikan begitu saja oleh kelompak yang sedang panik atau karena ambisinya untuk sekedar ingin berkuasa di negeri enam dua ini.

    Kan banyak cara yang santun dan indah untuk mencari dukungan bukan dengan cara-cara memecah NU dari dalam.

    Tapi, boleh jadi ini adalah klimak dari eksploitasi basis kultural dan struktural yang selama ini di lakukan meraka sehingga sudah waktunya partai yang mereka kuasai hasil di bentuk oleh NU.

    Dikembalikan lagi pada Ibu kandunganya untuk di momong ulang agar bisa membangun relasi indah saling menginspirasi tanpa intervensi, saling simbiotik tanpa memetik keuntungan sepihak.

    Mungkin waktunya sudah dekat NU struktural dan NU kultural bergerak penuh bijak untuk kembali menjadika mereka yang sekarang berada di struktur partai menjadi pengikut partai di ranah kultural saja artinya mungkin sudah lelah dan berharap pensiun dari politik struktural dan menjadi partai kultural.

    Wallahu’alam…,,

  • Kisruh 3 Periode Jabatan Presiden, Residu Demokrasi yang Tak Usai

    Kisruh 3 Periode Jabatan Presiden, Residu Demokrasi yang Tak Usai

    Oleh
    ZUNNUR ROIN
    Sekretaris Jenderal PB HMI MPO)

    2019 Ganti Presiden Vs Jokowi 3 Periode, Konstitusional ?
    Akhir maret lalu Saya hadir sebagai pembicara dalam sebuah diskusi yang bertajuk “Mengurai Benang Kusut Demokrasi”. Karena dianggap tidak memperhatikan Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945, pendapat Saya dibantah oleh pembicara lainnya. Saya berpendapat bahwa apabila masyarakat politik menggerakkan #2019GantiPresiden dan #Jokowi3Periode apple to apple sebagai dua sikap politik yang Konstitusional. Saya mengulas, yang pertama di instrumentasikan sebagai kampanye politik elektoral untuk mengalahkan Jokowi pada Pemilu presiden 2019. Lalu yang kedua di instrumentasikan sebagai aspirasi untuk mempengaruhi proses politik hukum sehingga merubah klausul yang diperlukan jika UUD 1945 di Amandemen.
    Pembantah mengatakan bahwa pandangan Saya keliru, karena Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, menurutnya jelas sebagai sumber hukum untuk menghalau wacana 3 Periode tersebut. Karena UUD 1945 nyatanya telah membatasi masa jabatan Presiden. Bantahan tersebut tidak cukup waktu untuk kami diskusikan lebih lanjut. Tulisan ini ingin mencukupi pembahasan yang terhenti tersebut, karena memang syarat dengan diskursus.
    Syahdan, Saya berhemat bahwa kedua sikap tersebut bagian dari kedaulatan yang juga dinormatifkan oleh UUD 1945. Yaitu dalil yang memberikan kebebasan kepada warga negara untuk ‘’…berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Dalil yang bersumber dari pasal 28 UUD 1945 tersebut menurut Saya berhubungan dengan konstitusionalitas kedua sikap tersebut. Apakah kemudian kedua sikap itu mampu diaplikasikan dan terwujud, Konstitusilah yang kemudian memiliki supremasi untuk membatasinya. Dan apakah UU yang mengaturnya relevan dengan ruh pasal tersebut, itu masalah yang debatable dalam kapabilitas proses legislasi kita. Menyoal tegak atau tidaknya supremasi Konstitusi tersebut, merupakan variabel lain yang turut dipengaruhi proses pendalaman dan konsolidasi demokrasi yang sedang berjalan. Perjalanan yang menuai kritik dari banyak Ahli, bahwa Demokrasi kita tengah mengalami Regresi.
    Sebelumnyapun saya memunculkan argumentasi atas dua sikap itu untuk mengkritik corak rezim Joko Widodo dalam merespon Gerakan demokratis warga negara. Menurut Saya hiruk pikuk prilaku demokratis warga negara selama rezim ini telah terkooptasi berdasarkan “untung dan rugi”. Gerakan yang menguntungkan dirawat, sebaliknya akan mendapat perlakuan yang berlebihan apabila rezim merasa dirugikan secara politik. Sependek yang saya yakini, Resource politik rezim akan bergerak secara konfrontatif bernuansa otoriter untuk melindungi tafsir sepihak demokratis dalam kalkulasi untung rugi itu. Fakta tersebut tampak dari dua aktifitas Gerakan #2019GantiPresiden dan #Jokowi3Periode yang masing-masing menuai pola pelarangan dan pembiaran yang berbeda-beda.
    Disamping itu, Saya meyakini bahwa kami sebetulnya satu frekuensi untuk menolak “bencana reformasi” tatkala Jokowi mendapat kesempatan meraih bonus masa jabatan. Karena pembatasan masa jabatan Presiden merupakan esensi Amandemen UUD 1945 hasil reformasi. Perubahan itu nyatanya berangkat dari histori abause of power pemerintahan yang tidak memiliki filosofi limitasi secara periodik. Sehingga pembahasan masa jabatan Presiden dengan wacana yang telah bergulir dapat diprediksi memicu potensi kericuhan sosial yang tak terbendung, bahkan mengembalikan sejarah kekuasaan yang menindas.

    Checking Opini Publik dan Operasi Politik Hukum yang Tertunda atau Gagal ?
    Sejak bergulir akhir 2019 lalu, kita dapat melihat pihak yang melontarkan wacana tersebut bervariasi. Diantara yang ingin saya jelaskan adalah pihak Istana, Partai Poltik dan Kelompok Masyarakat. Dari unsur Istana, Wacana tersebut justru disampaikan oleh Pembantu Presiden Jokowi dengan dalih-dalih yang mengarahkan Jokowi layak untuk 3 periode atau diperpanjang masa jabatannya. Meskipun belakangan ada peringatan dan keterangan dari Jokowi, sikap tersebut tampaknya belum menggambarkan kepastian. Sebab dalam mengukur fakta objektif ucapan Jokowi dapat kita buktikan sebagai ucapan yang dinamis bahkan syarat dengan kebohongan. Kesadaran publik semacam ingin di uji, bahwa ucapan para menterinya bukan bagian dari Komunikasi Politik Presiden. Dapatkah publik mempercayai itu jika tidak dilakukan evaluasi yang serius terhadap para Pembantu-pembantunya tersebut ?. Jika tidak, tentu akan membuka tabir keraguan-keraguan baru, bahwa Istana sedang tidak solid ?, Atau memang sedang merencanakan operasi politik hukum dengan target capaian masa jabatan presiden ?.

    Dilain pihak, wacana yang digulirkan oleh petinggi PKB,PAN,dan GOLKAR tidak dapat di simplifikasi sebagai wacana demokrasi yang biasa. Mengingat partai adalah entitas politik di MPR RI yang memiliki power politik dalam urusan politik hukum Indonesia. Terlebih ketiga Partai tersebut adalah bagian dari koalisi Politik di MPR RI yang mendukung Pemerintahan Jokowi- Maaruf Amin. Apakah partai-partai tersebut memiliki produk kajian menyoal aspek konvensi ketatanegaraan secara komprehensif, sehingga jabatan Presiden dilihat sebagai variabel yang perlu ditinjau ?. Atau hanya manuver politik untuk menjerumuskan, bahkanatau memimpikan kepemimpinan seperti Jokowi, sehingga perlu dicalon dan dimenangkan kembali pada periode selanjutnya ?. Menukil perspektif dari tulisan yang ditulis Adian Napitupulu, memberi kesan pembelaannya terhadap Jokowi dan tudingannya kepada Pihak-pihak tersebut dengan istilah “Lempar Batu Sembunyi Tangan”, bahkan sampai pada kesimpulan tanya mengenai upaya penggulingan kekuasaan Jokowi. Hingga tulisan ini ditulis, belum ada keterangan maupun bantahan untuk meluruskan asumsi Adian tersebut.

    Belakangan Menkopolhukam,Mahfud MD menegaskan proporsionalitas Jokowi sebagai Presiden, dengan mengatakan Jokowi tidak setuju dan taat Konstitusi. Mahfud MD sempat mengulang sikap awal Jokowi tentang tiga kategori orang yang menginginkan Jokowi 3 Periode (Menampar muka,menjilat dan menjerumuskan). Jokowi pun telah melengkapi pernyataan tentang pelaksanaan Pemilu yang on schedule di 2024 nanti, mulai dari tahapan hingga politik anggaran dan lain-lain terkait Pemilu diperintahkannya untuk dilaksanakan sesuai rencana.

    Sesungguhnya kita perlu menelaah bahwa sikap-sikap tersebut belum cukup sebagai upaya untuk menghentikan kekisruhan ini kedepan. Tanpa benar-benar ada kepastian politik hukum yang mengenyampingkan wacana Jabatan Presiden secara formal dan mengikat. Sebab Kontitusi merupakan produk hukum yang halal untuk dirubah melalui prosedur Politik Hukum yang legal. Legitimasi politik lah yang kemudian mampu menciptakan tingkat kualitas produk nya. Jika kemudian masa jabatan presiden di anggap sebagai variabel kualitatif, tidak menggugurkan legitimasi Politik Rezim Jokowi sebagai subjek untuk menakar hal tersebut, sehingga bisa di otak-atik sebagai klausul hukum yang baru dalam UUD 1945. Peluang itu terbuka, dan Jokowi punya hak untuk menaati Konstitusi tersebut.

    Gerakan Jokowi 3 Periode, Gerakan Mahasiswa dan Residu Demokrasi Indonesia
    Di level masyarakat sipil, wacana Jabatan Presiden justru terang benderang sebagai gerakan untuk menginginkan Jokowi 3 Periode. Sebagai contoh, Koalisi Bersama Rakyat (Kobar) mendeklarasikan dukungannya terhadap Jokowi untuk kembali memimpin Indonesia. Deklarasi dilaksanakan secara maraton diberbagai daerah oleh simpul relawan Jokowi. Saya memantau, Gerakan tersebut turut dipelopori oleh pendukung Jokowi yang aktif sebagai Komisaris di salah satu BUMN. Jargon kesetiaan dan puji-pujian atas keberhasilan kepemimpinan Jokowi mengiringi semangat mereka agar Jokowi 3 periode. Kelompok lainnya juga memantik hal yang sama, sempat ramai ketika APDESI “sempalan” berkumpul dan secara verbal mendukung Jokowi 3 Periode, meskipun tidak diumumkan secara resmi.

    Saya masih berpendapat bahwa Gerakan #Jokowi3periode merupakan gerakan masyarakat politik yang konstitusional secara normatif. Antitesanya barangkali perlu meminjam pandangan Zainal Arifin Mochtar. Ketua Pusat Kajian Konstitusi UGM tersebut mengatakan bahwa Konstitusionalisme tidak sempit dilihat hanya sebatas norma, bahwa ada nilai dan semangat baik. Dalam konteks kekuasaan misalnya, zainal menyebutkan banyak teori yang mengulas bahwa salah satu esensi Konstitusi adalah pembatasan dalam dua term, dari kemungkinan menyakiti rakyat dan waktu. Selain itu akar filosofis masa jabatan Presiden merupakan indikator konstitusional untuk menjalankan Pemerintahan dengan konsep ketatanegaraan Indonesia yang menganut Sistem Presidensial, karena meluaskan kekuasaan Presiden secara praktis.

    Artinya 2 kali masa jabatan adalah waktu yang diberikan Konstitusi kepada Jokowi untuk menyelenggarakan kebijakannya dengan konsekuensi menghadirkan ruang demokratis bagi warga negara untuk mengekspresikan penilainnya. Baik dalam wujud mendukung dan tidak mendukung,percaya dan tidak percaya, bahkan bertahan atau berhenti. Demikian akhirnya mengapa wacana #Jokowi3Periode atau penundaan Pemilu kontaprduktif dengan konstruksi demokrasi yang ingin kita bangun disaat masih banyak residu yang belum usai diselesaikan. Apalagi tampaknya pihak-pihak tersebut mengabaikan implikasi berbahaya akibat polarisasi sosial-politik yang tajam sejak Pemilu presiden 2014 dan 2019. Selanjutnya sudah pasti pihak-pihak tersebut mengabaikan aspek kegagalan pemerintahan Jokowi-maaruf sebagai alat ukur yang objektif. Fatalnya, Gerakan tersebut jelas menghianati Konstitusi yang menghasilkan keterpilihan Jokowi sebagai Presiden untuk dua kali masa Jabatan.

    Berhasil atau tidaknya Jabatan Presiden 3 Periode masih menjadi sebuah Misteri. Maka arus demokrasi harus tetap bergelombang untuk memastikan agar Konstitusi tidak di “begal” oleh relasi kuasa yang berbahaya bagi kedaulatan rakyat. Suara-suara dan Gerakan mahasiswa harus semakin tumbuh berkembang, dengan pendalaman analisis dan model gerak yang semakin teratur. Menolak 3 Periode jabatan Presiden atau penundaan Pemilu untuk saat ini merupakan kebutuhan yang mendesak disatu sisi, karena tanpa alasan yang fundamental. Disisi lainnya wacana tersebut bukanlah masalah tunggal yang perlu direspon secara reaktif, disaat masih banyak masalah kerakyatan yang membutuhkan perhatian lebih untuk dikoreksi secara terus menerus.()

  • Catatan Dahlan Iskan: Gus Margiono

    Catatan Dahlan Iskan: Gus Margiono

    MARGIONO meninggal dalam tidurnya: di tahun baru Imlek kemarin, pukul 09.02.

    Sudah seminggu terakhir, dirut grup perusahaan di bawah harian Rakyat Merdeka itu ditidurkan. Diberi sedasi.

    Dua jam sebelum meninggal, saya masih berkomunikasi dengan anaknya. “Menurut dokter, kapan ayahanda dibangunkan? Berapa hari lagi?” tanya saya kepada Rivo, anaknya itu.

    “Masih belum tahu. Masih belum stabil,” jawab Rivo kemarin pagi.

    Tentu Rivo hanya bisa memonitor keadaan ayahnya dari rumah. Status positif Covid Margiono membuatnya harus diisolasi. Rivo, alumni Universitas Prasetiya Mulia, kini sudah mulai berbisnis.

    Margiono, 63 tahun, adalah penderita gula darah. Sejak masih berumur 30-an tahun. Sejak masih beristrikan Yu Sri. Kalau makan, seru. Badannya subur. Humornya banyak. Sikapnya sederhana. Sampai menjadi pemimpin redaksi Jawa Pos, ia masih biasa tidur di atas meja, dengan selimut sarung.

    Margiono adalah pengganti saya sebagai pemimpin redaksi Jawa Pos. Transfer ”kekuasaan” itu dianggap sangat ideal: selisih umur kami 7 tahun. Itu melambangkan peralihan generasi. Juga dari generasi tidak lulus universitas ke generasi intelektual.

    Bersamaan dengan itu sejumlah ”orang tua” di redaksi saya pindahkan ke non-redaksi: saya tidak ingin Margiono menyandang beban psikologis memimpin ”Angkatan 45”.

    Beberapa perusahaan baru saya dirikan: agar angkatan 45 itu menyebar. Mereka bisa memimpin perusahaan-perusahaan baru itu.

    “Saya mau tetap saja di redaksi. Saya tidak punya kemampuan lain selain menulis,” ujar salah satu generasi itu. Ia menangis. Tidak mau meninggalkan redaksi.

    Dua tahun kemudian saya rapat dengannya di perusahaan baru. Saya tanya ia: “Masih mau kembali ke redaksi?” tanya saya.

    “Tidak, tidak, tidak. Tidak mau,” jawabnya. “Ternyata saya bisa,” tambahnya.

    Begitu juga angkatan 45 lainnya.

    Di tangan Margiono, Jawa Pos terus maju. Tapi banyak generasi unggul di angkatannya. Yang juga layak menjadi pemimpin redaksi.

    “Saya mau kalau ditugaskan memimpin koran baru di mana saja,” katanya. “Biar regenerasi di Jawa Pos terus bergilir,” tambahnya.

    Saya tahu alasan tersembunyinya: agar tidak terus di bawah bayang-bayang saya.

    Mungkin juga karena ia mendengar bahwa saya baru saja dipanggil BM Diah, mantan menteri penerangan yang juga pemilik Harian Merdeka.

    Pak Diah minta agar saya mengelola Merdeka yang lagi sangat sulit. “Saya percaya dengan manajemen arek Suroboyo iki,” kata Pak Diah mencoba mencampurkan Bahasa Jawa.

    Waktu itu saya memang minta agar Pak Diah tampil di depan seluruh karyawan dan wartawan Merdeka. Agar beliau sendiri yang menjelaskan mengapa menunjuk saya –dan bukan ke anaknya sendiri.

    Pak Diah pun mengumpulkan karyawan di rumah beliau. Di sekitar kolam renang. Dengan gaya pidatonya yang agitatif dan penuh humor. Pak Diah menguraikan alasan mengapa memilih saya.

    Margiono pun pindah ke Jakarta. Ia memimpin Harian Merdeka yang hampir mati. Oplahnya, istilahnya, hanya satu becak –saking sedikitnya.

    Mesin cetak koran itu juga sudah tua. Sudah sering batuk-batuk.

    “Kapan saya dibelikan mesin cetak modern?” tanyanya pada saya.

    “Kalau oplah Merdeka sudah 40.000,” jawab saya.

    Sehebat-hebat Margiono, saya pikir, baru akan mencapai oplah itu 3 tahun kemudian.

    Saya salah.

    Enam bulan di Merdeka, Margiono menemui saya: “oplah Merdeka sudah 45.000,” katanya.

    Saya tahu maksudnya: nagih janji mesin cetak modern.

    “Hah? Sudah 45.000?” tanya saya setengah kaget.

    Ternyata benar.

    Saya pun minta Misbahul Huda, dirut PT Temprina, anak perusahaan Jawa Pos, untuk mencarikan mesin. Kebetulan satu perusahaan Israel membatalkan pemesanan mesin. Sudah siap dikirim pula.

    Dengan cara biasa pembelian mesin perlu waktu 2 tahun. Ini tinggal kirim. Maka saya minta mesin itu dikirim pakai pesawat: pertama di Indonesia kirim mesin cetak pakai pesawat. Kami mencarter Boeing 747 cargo. Yang moncongnya bisa dibuka –barang dikeluarkan dari moncong itu.

    Dalam 24 jam mesin tiba di Cengkareng. Utang saya ke Margiono lunas.

    Pak Diah pun meninggal dunia. Terjadilah apa yang tidak saya bayangkan: saham pak Diah jatuh ke ahli waris. Dengan ahli waris itu kami bertikai soal saham karyawan.

    Kami tidak mau bertengkar.

    Saya pun minta pendapat Margiono. “Kita mengalah saja. Harian Merdeka yang sudah sangat maju ini kita serahkan sepenuhnya kembali ke mereka. Termasuk deposito,” ujar Margiono.

    “Lalu?”

    “Kami semua akan berhenti dari Merdeka. Bos bikinkan kami koran baru lagi, yang milik kita sepenuhnya,” ujarnya.

    “Apakah semua karyawan ikut Anda ke koran baru?” tanya saya.

    “Paling, yang karyawan lama yang tidak ikut,” jawabnya.

    “Nama koran baru nanti apa?” tanya saya.

    “Harus ada kata ”merdeka” nya,” jawabnya.

    “Tidak dikira ndompleng ketenaran Merdeka?” tanya saya.

    “Kan ada juga koran lain yang pakai nama merdeka,” jawabnya. Saya pun tahu yang ia maksud: harian Suara Merdeka, di Semarang.

    “Kalau begitu, beri saja nama Rakyat Merdeka,” kata saya.

    Margiono pun setuju.

    Lahirlah Rakyat Merdeka. Ternyata tidak hanya karyawan baru yang ikut Margiono. Pun seluruh karyawan lama.

    Merdeka tetap terbit.

    Rakyat Merdeka muncul.

    Yunasa, manager percetakan, membongkar mesin Israel itu dalam satu malam.

    Sebenarnya saya ingin mengikat Margiono untuk tetap di Jawa Pos. Saya angkat ia jadi salah satu direktur Jawa Pos, meski hanya administratif. Tapi Margiono akhirnya pilih di luar Jawa Pos. Ia sudah terlalu asyik dengan Rakyat Merdeka. Ia sudah melahirkan banyak koran di bawah bendera Rakyat Merdeka.

    Bahkan ia membangun gedung tinggi di dekat BSD. Ada gedung kantor, ada hotel, dan business center.

    Lalu saya mendengar Margiono menjadi Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Begitu banyak kegiatannya di PWI. Terutama di bidang pendidikan wartawan. Ia ciptakan pula Press Card No One. Ia hormati para wartawan senior dengan kartu seumur hidup itu. Saya termasuk golongan pertama menerima kartu itu –entah di mana sekarang.

    Margiono terpilih lagi, untuk periode kedua. Setiap tahun Margiono berpidato di depan Presiden –saat Hari Pers Nasional. Pidatonya selalu menggelitik dan lucu. Mengkritik tapi juga memuji.

    Ia memang seorang dalang wayang kulit. Begitu juga adiknya. Maka saya pun kehilangan dua dalang di kalangan wartawan kami: Margiono dan Suparno Wonokromo –yang meninggal setahun lalu. Suparno adalah dirut kelompok media kami yang di seluruh Sumatera.

    Pukul 08.45 kemarin, Rivo menghubungi Rumah Sakit Pertamina. Ayahnya masih di ICU Covid. Masih belum ada tanda-tanda lebih buruk.

    Dua puluh menit kemudian Rivo menerima telepon dari RS: jantung ayahnya berhenti.

    Margiono, maafkan saya lagi di Palembang. Doa kami dan teman-teman di Palembang ini untuk Anda.

    Anda hebat sekali: hidup Anda telah membuat sejarah. Beberapa kali pula. (Dahlan Iskan)

  • PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MASA PANDEMI COVID-19

    PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MASA PANDEMI COVID-19

    Diperkirakan lebih kurang satu tahun kita hidup dalam tidak kepastian. Paling tidak sejak awal maret kita melakukan pembatasan sosial bersekala besar. Semua kegiatan kita dibatasi mulai dari belanja bahan pokok bahkan proses belajar mengajar diberhentikan disetiap sekolah atau satuan pendidikan termasuk perguruan tinggi dan dilanjutkan proses belajar mengajar melalui daring atau dalam jaringan. (Assingkily, 2020 : 58).

    Di tengah pandemi covid-19 yang sedang melanda tentunya proses belajar mengajar mengenai pembelajaran Pendidikan Agama Islam menjadi terhambat, salah satunya banyak para orang tua mengeluh, di satu sisi karena tidak paham dalam menggunakan media sosial dan disatu sisi lain banyak orang tua tidak mampu mengajari atau membimbing anaknya menganai ilmu-ilmu yang berkaitan dengan agama.

    Bagi setiap muslim, pendidikan merupakan hal yang sangat terpenting dalam kehidupan. Karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dalam menjalani kehidupan. Pada dasarnya pendidikan dapat di maknai sebagai suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu. Hal ini menjelaskan bahwa pendidikan itu dapat mempengaruhi perkembangan pisik, mental, emosional, sosial pada diri seorang anak.

    Sedangkan pendidikan agama Islam yaitu upaya membimbing manusia mencapai puncak kehidupan manusia yang berkualitas, menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt. memiliki akhlak yang mulia, berbadan sehat, memiliki ilmu pengetahuan, serta bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas bagi seorang muslim. Dalam penanaman pendidikan agama Islam di lingkungan keluarga yang harus diberikan kepada anak tidak terbatas  kepada masalah perintah salat, zakat, haji, puasa dan lain sebagainya namun, harus mencapai keseluruhan hidup.

    Selain itu pendidikan agama Islam satu-satunya konsep pendidikan yang menjadikan makna dan tujuan pendidikan lebih tinggi sehingga mampu mengarahkan manusia kepada visi ideal dan menjauhkan manusia dari ketergelinciran dan penyimpangan. Oleh karena itulah pendidikan Islam mampu mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat dan mencapai kebahagianan dunia akhirat. (Rusmin B, 2017 : 73).

    Menurut penulis, terkadang banyak orang menyangka bahwa pendidikan agama itu menurut mereka terlalu sempit. Sehingga sebagian mereka berpendapat bahwa pendidikan agama terhadap anak-anak dianggap cukup memanggil guru ngaji ke rumah atau menyuruh anaknya belajar mengaji ke masjid atau ketempat lainnya. Padahal ada beberapa ilmu pengetahuan yang kemungkinan tidak dapat disalurkan melalui dalam jaringan, seperti praktik ibadah salat yang tentunya terdapat ketidakpuasan terhadap praktik baik bagi guru maupun peserta didik.

    Oleh karena itu dalam pembelajaran praktik ibadah menurut penulis kurang bagus jika dilaksanakan dalam jaringan, kenapa?, yaitu banyak ketidakseriusan peserta didik jika pembelajaran tersebut dilaksanakan dalam jaringan. Karena tidak ada yang dapat menjamin apakah peserta didik tersebut paham atau tidak.

    Terlepas sejak diumumkan kasus pertama kali tertularnya warga Indonesia oleh virus corona pada tanggal 2 Maret 2020, akibatnya semua kegiatan kita dibatasi dan dampak dari pandemi ini dapat melumpuhkan aktivitas sosial, ekonomi, termasuk pendidikan. Melihat data yang setiap hari kasus Covid-19 ini semakin meningkat jumlah orang yang terpapar.

    Tentunya pembelajaran pendidikan agama Islam sangat berdampak pengaruh besar terhadap proses belajar mengajar bagi peserta didik. Kegiatan belajar-mengajar tidak diselenggarakan secara langsung melalui tatap muka disekolah, namun harus menggunakan teknik pembelajaran daring (dalam jaringan). Sehingga pembelajaran dalam jaringan tidak efektif bahkan banyak guru merasa kesulitan dalam proses pembelajaran, selain itu sebagian orang tua tidak terlalu pandai dalam mendampingi anaknya ketika proses pembelajaran secara daring (dalam jaringan).

    Menurut penulis ada bebrapa kesulitan dalam pendidikan agama Islam. Adapun bentuk kesulitan tersebut bersifat internal maupun eksternal. Kesulitan Internal berasal dari bidang pendidikan agama Islam itu sendiri.

    Sedangkan kesulitan dari sifat eksternal berasal dari luar bidang pendidikan agama Islam itu sendiri. Seperti hal yang disampaikan oleh Syamsul Ma’rif (2013), bahwa salah satu yang menyebabkan pendidikan Islam masih sangat jauh tertinggal dengan pendidikan Barat. Yaitu, orientasi pendidikannya masih terlantar serta arah tujuannya belum jelas. Selain itu praktek pendidikan Islam masih memilihara warisan lama sehingga ilmu yang dipelajari adalah ilmu klasik dan ilmu modern tidak tersentuh.

    Ada beberapa yang menjadi faktor dan penghambat dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak ketika proses pembelajaran secara daring yaitu terdapat dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eskternal.

    Faktor Internal

    Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang berasal dari keluarga sendiri yaitu orang tua. Diantara faktor orang tua yaitu :

    Pendidikan

    Menurut penulis bahwa latar belakang pendidikan orang tua yang berprofesi hanya berbekal tamatan Sekolah Dasar (SD) hal tersebut tidak memungkin sebagian orang tua mampu membangun persepsi betapa pentingnya pendidikan agama Islam untuk anakya serta masa depan anaknya sehinga kemungkinan jika pembelajaran secara daring ini terus di berlakukan walapaun pandemi nanti telah usai, tentunya akan banyak para generasi muda hanya paham dengan kecanggihan teknologi, namun sangat minim dengan ilmu agama.

    Kesibukan orang tua

    Selain faktor pendidikan, kesibukan orang tua dalam mencari nafkah tentunya dapat mempengaruhi pendidikan agama Islam bagi seorang naka. Melihat begitu pesatnya perkembangan zaman yang semakin hari semakin maju baik dari segi ilmu pengatahuan maupun teknologi hal ini menjadi salah satu penyebab kebanyakan para orang tua harus lebih lama diluar mencari biaya hidup. Pergi pagi pulang malam bahkan sampai pagi, hal tersebut membuat orang tua jarang bersama atau duduk bercengkrama dengan anak-anaknya sehinga sebagian orang tua tidak sempat mengontrol belajar para peserta didik

    Faktor Eksternal

    Adapun yang dimaksud faktor eksternal adalah hal-hal yang muncul dan  berasal dari rumah tangga atau keluarga. Diantara faktor eksternal yaitu:

    Faktor Lingkungan

    Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seorang anak. Karena seorang anak akan terus menerima ransangan dan pengaruh dari dunia luar. Maka dar itu bisa dipastikan bahwa lingkungan masyarakat yang baik seperti lingkungan yang masih menerapkan nilai-nilai Islam, tentunya lingkungan seperti ini sangat mempengaruhi anak untuk terus berperilaku baik.

    Faktor Media masa/teknologi

    Sebagai seorang anak milineal tentunya kita harus mengikuti sesuai dengan perkembangan zaman. Terlebih lagi saat pandemi Covid-19 saat sekarang tentunya anak harus dihadapkan dengan media sosial serta belajar melalui media sosial, seperti WhatsApp, Classroom, Zoom dan lain sebagainya. Akan tetapi orang tua juga tidak boleh lepas tangan, dan diharapkan orang tua mampu memberikan pengawasan selama anak belajar dalam menggunakan media sosial. Karena jika seorang anak salah dalam menggunakan media sosial, maka hal tersebut bisa membuat fatal terhadap perkembangan dan perilaku seorang anak.

    Penutup

    Pendidikan Agama Islam dilihat dari hakikatnya merupakan sebuah aktivitas penting dalam pemeliharaan diri manusia yang tersimpul dalam jiwa manusia berkualitas, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Selian itu, Pendidikan Agama Islam juga bukan semata-mata teoretis, melainkan praktis; menjangkau fisik, sekaligus psikis bagi peserta didik. Penanaman pendidikan agama Islam merupakan hal penting yang patut diberikan sejak anak usia dini. Sehingga, dalam situasi kedaruratan apapun, termasuk Covid-19 ini, bangsa tetap mampu melahirkan generasi yang memiliki konsep diri bagi sebagai seorang muslim yang sejati.

    Pendidikan agama Islam yaitu upaya membimbing manusia mencapai puncak kehidupan manusia yang berkualitas, beriman dan bertakwa kepada Allah swt. memiliki akhlak yang mulia, berbadan sehat, memiliki ilmu pengetahuan, serta bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas bagi seorang muslim. Menurut penulis pendidikan agama Islam secara jarak jauh tidak akan dapat penuhi dengan sepenuhnya meskipun pandemi telah usai, hal ini disebabkan ketidakefektipan para peserta didik ketika melaksanakan proses pembelajaran, selain itu banyaknya peserta didik hanya disuruh menulis pelajaran, mengerjakan tugas dan lain sebagainya. Namun semua itu tidak ada jaminan apakah peserta didik paham atau tidak.

  • Semangat Pilkada Tanpa Money Politics & Black Campaign

    Semangat Pilkada Tanpa Money Politics & Black Campaign

    TAHUN 2020 merupakan tahun yang sangat bersejarah bagi pelaksanaan demokrasi di Indonesia, dimana pada tahun ini sejumlah daerah di tanah air akan menyelenggarakan Pilkada serentak ditengah pandemi covid-19. Sebelumnya, tahapan Pilkada serentak 2020 ini sempat tertunda selama hampir tiga bulan akibat pandemi Covid-19. Namun, seiring dengan dikeluarkannya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2020 mengenai perubahan ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada Tahun 2020, memaksakan pilkada serentak 2020 tetap dilakukan dan akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

    Pelaksanaan Pilkada tahun ini merupakan pelaksanaan Pilkada serentak gelombang keempat setelah dilaksanakan untuk pertama kalinya pada tahun 2017 lalu.

    Di provinsi Banten sendiri Pilkada serentak akan diselenggarakan di dua Daerah Kabupaten, yakni Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang serta dua Daerah Kota, yakni Kota Cilegon dan Kota Tangerang Selatan.

    Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, setiap kali menghadapi pelaksanaan Pilkada seringkali muncul fenomena dalam masyarakat yakni politik uang (money politic) dan kampanye hitam (black campaign). Politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H Pilkada atau Pemilu.

    Praktik politik uang ini dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan pemberian uang atau pemberian sembako seperti beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk pasangan calon tertentu.

    Dari segi hukum Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran terhadap Undang-undang Pilkada karena di dalam Pasal 73 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota secara tegas dinyatakan bahwa Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi Pemilih. Calon yang terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan dikenai sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

    Selain itu, di era industri 4.0 yang serba digital sekarang ini yang sering terjadi baik saat menjelang maupun pada saat berlangsungnya pilkada ialah munculnya kampanye hitam. Kampanye hitam atau black campaign umumnya diartikan sebagai kampanye dengan menjelekkan-jelekan lawan politik. Namun, sebenarnya dapat juga diartikan sebagai kampanye yang buruk. Kampanye hitam juga sering diartikan dengan kampanye untuk menjatuhkan lawan politik melalui isu-isu yang tidak berdasar.

    Manifestasi dari kampanye hitam ini juga bermacam bentuk dan cara seperti dengan mengisukan paslon punya istri tidak sah atau banyak, padahal kenyataannya tidak demikian. Kampanye hitam juga muncul berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat.

    Tujuan kampanye hitam ini tak lain adalah adalah untuk mencegah atau menghilangkan dukungan masyarakat terhadap paslon tertentu sehingga kelak mereka tidak menjadi pemenang dalam Pilkada dan mengharapkan paslon yang didukunglah yang akan menjadi pemenang. Dan Kebanyakan kampanye hitam ini sering tidak nampak di permukaan dalam bentuk ucapa-capan juru kampanye di mimbar melainkan melalui media sosial, atau penyebaran desas-desus dari mulut ke mulut. Oleh sebab itu beritanya sangat cepat menyebar di kalangan calon pemilih dan mungkin tanpa diketahui oleh Paslon tersebut ataupun oleh para simpatisan.

    Kampanye hitam juga merupakan bentuk pelanggaran hukum dalam pelaksanaan Pilkada yang dapat dipidana penjara dan/atau denda. Dalam UU Nomor 1 Tahun 2015 ditegaskan di dalam Pasal 69, bahwa dalam kampanye dilarang melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat; Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut diancam pidana atau denda sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 187 ayat (2) yang menyatakan: “Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.600.000.00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000.00 (enam juta rupiah).”

    Baik kampanye hitam maupun poltik uang harus secara tegas ditindak dan sejauh mungkin dihindari karena kedua bentuk pelanggaran hukum pilkada tersebut akan merusak tatanan demokrasi kita dan akan menyebabkan tidak terwujudnya tujuan pelaksanaan pilkada serentak tersebut.

    Politik Uang juga sangat berbahaya dalam membangun sebuah proses demokrasi yang bersih. Dimana Politik uang ini akan merendahkan martabat rakyat karena suara rakyat hanya akan dinilai dengan bahan makanan atau uang yang sangat tidak sebanding dengan apa yang didapat oleh seorang calon kepala daerah setelah menduduki jabatannya kelak. Politik uang juga merupakan pembodohan rakyat karena mereka telah dikelabui dengan bahan makanan dan sejumlah uang untuk memperoleh suaranya yang sebenarnya demikian berharga. Ditinjau dari demokrasi, politik uang dapat mengakibatkan cita-cita demokrasi untuk memperoleh dukungan rakyat terhadap pemimpin yang berkualitas dan mempunyai popularitas yang baik di tengah masyarakat akan sirna dan diganti dengan sekedar mencapai kemenangan. Akhirnya orang yang akan menjadi pemimpin adalah orang yang mampu membeli suara rakyat, tidak penting apakah ia patut dan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Seorang yang ahli dalam pemerintahan yang terpelajar dan memiliki segudang ilmu dan pengalaman jika tidak memiliki uang jangan harap akan dipilih. Sebaliknya meskipun seseorang yang sekedar memiliki ijazah SMA saja, namun memiliki modal untuk membeli suara rakyat bisa menjadi pemimpin di negara ini. Pada akhirnya politik uang akan mengakibatkan kemunduran bagi bangsa karena tidak dipimpin oleh orang-orang yang memiliki kemampuan yang memadai.

    Sementara itu, kampanye hitam juga sangat berbahaya karena mengandung unsur jahat dan melanggar norma, baik norma sosial maupun norma agama. Kampanye hitam juga memberikan pendidikan politik yang jelek bagi masyarakat. Kampanye hitam dapat mempengaruhi pencitraan terhadap kandidat calon dari partai politik tertentu. Citra yang diperoleh oleh orang tersebut adalah citra buruk sehingga seorang kandidat yang sebenarnya sangat berkualitas dan mampu menjadi pemimpin daerah yang baik, namun karena diisukan buruk oleh orang tertentu, maka sang calon akhirnya tidak terpilih, padahal ia belum tentu seperti apa yang dituduhkan kepadanya. Oleh sebab itu kampanye hitam dilihat dari segi demokrasi akan membuat tujuan demokrasi yakni untuk memperoleh pemimimpin yang baik dengan cara yang jujur tidak tercapai. Kampanye hitam juga dapat membuat perpecahan di tengah-tengah masyarakat, apalagi jika kampanye hitam itu memunculkan isyu SARA. Oleh sebab itu kampanye hitam harus dilarang dan bagi pelakunya harus dapat ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.

    Dalam rangka mencegah dan mengatasi politik uang dan kampanye hitam dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2020 khususnya Pemilihan bupati dan wakil bupati di Kabupaten Serang, semua pihak harus mengambil peran, baik KPU dan Bawaslu kabupaten serang perlu sekiranya agar memasifkan sosialisasi tentang Pilkada sehingga masyarakat menjadi paham apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama rangkaian pilkada ini berjalan, demikian juga Pemerintah Daerah kabupaten serang melalaui kewenangannya untuk menjaga kondusifitas daerah, perlu melakukan penyuluhan hukum ke tengah-tengah masyarakat, bekerjasama dengan tokoh agama, tokoh masyarakat dan Perguruan Tinggi serta aparat kepolisian untuk melakukan upaya-upaya penyadaran terhadap masyarakat dan juga kepada tokoh-tokoh politik agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar aturan Pilkada tersebut dan mengancam akan menindak tegas para pelakunya bila hal itu terjadi.

    Semoga dengan dilakukannya upaya tersebut dapat meningkatkan kesadaran hukum dan partisipasi masyarakat yang maksimal, sehingga Pilkada serentak 2020 yang akan berlangsung ini dapat berjalan lancar, aman dan damai serta tanpa money politik dan kampanye hitam.